Anda di halaman 1dari 151

Powered by TCPDF (www.tcpdf.

org)
BUNGA RAMPAI AQIDAH AKHLAK DAN PEMBELAJARANNYA

Editor:
Dedi Wahyudi, M.Pd.I dan Nuryah, M.Pd.I

Penulis:
Dedi Wahyudi, M.Pd.I, Filma Eka Santika, Agus Cahyono, Ambar Afifah,
Aminah Noverawati, Andri Nur Fajri, dan Andri Prasetyo, Dian
Agustiningsih, Fitri Nurjannah, Iffa Lathifah, Indah Permata Sari, Indri
Pratiwi, Khusna Rahma Denti, Lailatul Hasanan, Lailatul Masruroh,
Muhkamat Savii, Nurhasanah, Ririn Erviana, dan Suci Kurnia Wardani,
Retno Winahyu Kesumasari, Aprilio Arie Saputra, Ardi Kismawan, Berty
Ghany Mu’thi Pratiwi, Billy Bima Pratama, Dewi Ariyanti, Dewi Istiana,
dan Diah Ayu Surya Putri, Evi Yulia Sari, Fadli Makhrus, Fazriansyah,
Faridhotin Ni’mah, Hanifatun Nisa’, Innayah Nur Wahidiyanti, dan Ita
Septia, Lilia Kusuma Ningrum, Marta Kusuma Wardani, Nur Azis,
Muhammad Berkah, Mediyan Pratama, dan Lu’lu Aturrahmah, Panji
Gumelar, Yogi Ganda Saputra, Septi Ratna Sari, Retno Wulandari, Tri
Yuliana, Titik Mukarromah, dan Tri Komariah

BUNGA RAMPAI AQIDAH AKHLAK DAN PEMBELAJARANNYA


Oleh: Dedi Wahyudi, M.Pd.I, dkk
Metro, Cet. I, Desember 2017
146 hlm;
15,5 cm x 24 cm
ISBN: 978-602-5533-03-7

Judul
BUNGA RAMPAI AQIDAH AKHLAK DAN PEMBELAJARANNYA

Penulis : Dedi Wahyudi, M.Pd.I, dkk


Editor : Dedi Wahyudi, M.Pd.I dan Nuryah, M.Pd.I
Setting dan Desain Cover : Tim Pegiat Aksara
Penerbit : CV. IQRO
Alamat Penerbit : Jl. Jend. A. Yani No.157 15A Iring Mulyo
Kota Metro Lampung 34111
Telp: 081379404918
Email: team@iqrometro.co.id
Web: www.iqrometro.co.id

Bunga Rampai Aqidah Akhlak dan Pembelajarannya


by Dedi Wahyudi, et.al is licensed under Creative Commans Attribution-
NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta Lingkup Hak Cipta

Pasal 2: Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang
Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang
timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana
Pasal 72: Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan (2)
dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau


menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak
Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Persembahan:

Kami Persembahkan Karya Ini Untuk

Jurusan Pendidikan Agama Islam


Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam Negeri Metro
Pengantar Editor

Segala puji bagi Allah Yang Maha Cerdas dan Maha Terpuji di dunia
dan di akhirat yang memiliki asmaul husna. Kemudian, semoga Allah
melimpahkan shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW dan atas keluarganya dan umatnya sesuai dengan derajat dan
kedudukannya yang tinggi dan semoga Allah menjadikan kita bersama
mereka semua.
Penulisan buku ini dimaksudkan sebagai hasil produk mata kuliah
Aqidah Akhlak dan Pembelajarannya semester ganjil tahun 2017-2018
jurusan Pendidikan Agama Islam kelas A dan B. Buku ini ditulis oleh
dosen, asisten dosen, dan mahasiswa yang tentunya menggunakan
kacamata berbeda dan gaya penulisan yang berbeda juga. Namun, secara
teknis kami menyatukan dalam sebuah gaya selingkung yaitu Chicago
Manual of Style 17th edition (full note) dengan manajemen sitasi zotero
dan menggunakan plagiarism checker x.
Banyak pihak yang terlibat dalam penyelesaian buku yang sederhana
ini. Maka kami mengucapkan terima kasih yang tulus kepada berbagai
pihak: keluarga, sahabat, kolega, mitra, mahasiswa, guru-guru kami, dan
seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam
penulisan buku ini. Khususnya kepada Bapak Muhammad Ali, M.Pd.I; Ibu
Dra. Isti Fatonah, MA; dan Ibu Dr. Hj. Akla, M.Pd yang telah memberikan
semangat luar biasa dalam perjalanan ilmiah kami hingga sekarang ini.
Terinspirasi dari guru-guru dan kyai-kyai kami serta ulama-ulama
pada masa lalu hingga sekarang yang telah mengijinkan karya-karyanya
untuk dibaca, dipelajari, dipahami, dikembangkan, dikritik, dan dapat
diakses secara bebas dan naskah lengkah. Maka, dengan mengharap ridho
dan berkah dari Allah swt kami niatkan untuk mewakafkan buku ini dalam
bentuk buku elektronik agar dapat dengan mudah diakses, dibaca,
dipahami, dipelajari, dikritik, dikutip, dan disebarluaskan. Ingsyallah jika
masih ada umur dan kesempatan kami akan menerbitkan buku seri Aqidah
Akhlak dan Pembelajarannya berikutnya serta semoga dapat diwakafkan
juga ebook-nya. Adapun bagi yang menginginkan buku edisi cetak atau
hardcopy silahkan dapat membeli melalui kami atau agen-agen kami
dengan harga yang telah ditentukan. Kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan demi perbaikan program dan buku ini. Semoga
buku ini dapat memberi bermanfaat bagi kita semua.

Metro, Desember 2017


Tim Editor

Dedi Wahyudi, M.Pd.I dan Nuryah, M.Pd.I


DAFTAR ISI

Pengantar Editor ...........................................................................


Daftar Isi .......................................................................................

1. Pentingnya Belajar Aqidah, Kalam, Tauhid, Tasawuf


Asmaul Husna, dan Sifat Allah
Dedi Wahyudi, M.Pd.I, Retno Winahyu Kesumasari,
Filma Eka Santika, Ririn Erviana, dan Lu’lu Aturrahmah . 1

2. Memahami Aqidah Islam


Filma Eka Santika, Agus Cahyono, Ambar Afifah, Aminah
Noverawati, Andri Nur Fajri, dan Andri Prasetyo ............... 21

3. Memahami Ilmu Kalam


Dian Agustiningsih, Fitri Nurjannah, Iffa Lathifah, Indah
Permata Sari, Indri Pratiwi, Khusna Rahma Denti,
Lailatul Hasanan, Lailatul Masruroh, Muhkamat Savii,
Nurhasanah, Ririn Erviana, dan Suci Kurnia Wardani ....... 39

4. Memahami Tauhid
Retno Winahyu Kesumasari, Aprilio Arie Saputra, Ardi
Kismawan, Berty Ghany Mu’thi Pratiwi, Billy Bima
Pratama, Dewi Ariyanti, Dewi Istiana, dan Diah Ayu Surya
Putri ...................................................................................... 63

5. Memahami Tauhid
Evi Yulia Sari, Fadli Makhrus, Fazriansyah, Faridhotin
Ni’mah, Hanifatun Nisa’, Innayah Nur Wahidiyanti, dan
Ita Septia ............................................................................... 81

6. Memahami Asmaul Husna.


Lilia Kusuma Ningrum, Marta Kusuma Wardani, Nur Azis,
Muhammad Berkah, Mediyan Pratama, dan Lu’lu
Aturrahmah ........................................................................... 91

7. Memahami Sifat Allah


Panji Gumelar, Yogi Ganda Saputra, Septi Ratna Sari,
Retno Wulandari, Tri Yuliana, Titik Mukarromah, dan
Tri Komariah ........................................................................ 115

Tentang Penulis ........................................................................... 137


Bunga Rampai Aqidah Akhlak dan Pembelajarannya
Pentingnya Belajar Aqidah, Kalam, Tauhid, Tasawuf, Asmaul
Husna, dan Sifat Allah

Dedi Wahyudi, M.Pd.I, Retno Winahyu Kesumasari, Filma Eka


Santika, Ririn Erviana, dan Lu‟lu Aturrahmah .

A. Memahami Aqidah
Secara bahasa aqidah berarti ikatan1 kepercayaan, keyakinan
atau janji2. Sementara secara istilah aqidah yakni meyakini dalam
hati, mengikrarkan dengan lisan dan melakukan dengan perbuatan.
Aqidah di dalam istilah umum dipakai untuk menyebut keputusan
pikiran yang mantap, benar maupun salah. Jika keputusan pikiran
yang mantap itu benar, itulah yang disebut aqidah yang benar, seperti
keyakinan umat islam tentang keesaan Allah. Namun jika salah,
itulah yang disebut aqidah yang batil.3
Aqidah Islam merupakan bentuk dari merealisasikan rukun
Iman. Sebagaimana kita ketahui ada enam rukun iman, yakni: iman
kepada Allah, iman kepada para malaikat, iman kepada kitab-kitab
Allah, iman kepada para rasul Allah, iman kepada hari akhir
(kiamat), dan iman kepada qadar Allah yang baik atau yang buruk.4
Aqidah Islam merupakan hal penting yang harus dimiliki jiwa-
jiwa yang mengaku muslim, maka sebagai umat muslim kita wajib
mempelajarinya. Hal yang demikian bertujuan untuk memantapkan
hati terhadap keimanan.
Diantara pentingnya belajar aqidah islam, yakni: Memperoleh
petunjuk hidup yang benar. Ini bermaksud bahwa ketika kita belajar
maka kita akan mengetahui. Sebagaimana halnya dalam konteks di
atas ketika kita mempelajari aqidah islam, maka kita akan
mengetahui esensi dari islam itu tersendiri. Sehingga, kita akan
mengetahui mana yang benar dan mana yang salah.
Terbebas dari kemusyrikan. Syirik berasal dari bahasa arab asy-
syirkatu yang berarti persekutuan,5 yakni membuat tandingan bagi
Allah SWT.

1
A Zainudin dan M. Jamhari, Aqidah dan Ibadah (Bandung: Pustaka Setia,
1999), h. 4.
2
Dewi Mulyani, Aqidah (Bandung: Mizan Pustaka, 2010), h. 8.
3
Rosihon Anwar, Aqidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008). h. 13.
4
Hanafi, IPAIL (Intisari Pengetahuan Agama Islam Lengkap) (Jakarta:
Bintang Indonesia), h. 17.
5
Kementerian Agama, Aqidah Akhlak (Jakarta: Kementerian Agama, 2014),
h. 135.

1
Syirik merupakan perbuatan melampaui batas. Padahal kita
ketahui dalam Q.S. Adz-Dzariyat ayat ke lima puluh enam bahwa
hakikatnya Allah menciptakan jin dan manusia tidak lain untuk
menyembah Allah SWT.
Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan kita menyembah-Nya,
karena kemuliaan Allah tidak akan bertambah dan berkurang jika
kita menyembah atau tidak menyembah-Nya. Namun, kitalah yang
butuh untuk menyembah-Nya. Karena ada beberapa hal yang akan
kita peroleh ketika kita menyembah-Nya. Seperti halnya: hati akan
menjadi tentram, terhindar dari perbuatan tercela, dan juga kita akan
sehat. Penelitian menyebutkan bahwa gerakan shalat memiliki faedah
luar biasa dalam tubuh manusia.
Diantara faedah gerakan shalat, yakni: takbiratul ihram dapat
melancarkan aliran darah, ruku‟ berguna untuk menjaga
kesempurnaan posisi dan fungsi tulang belakang sebagai penyangga
tubuh dan pusat syaraf, i‟tidal dapat membuat pencernaan lancar,
sujud dapat menjernihkan daya pikir, duduk iftirasy menghindarkan
nyeri pada pangkal paha, duduk tawaruk mencegah impotensi, salam
dapat mencegah sakit kepala dan menjaga kekencangan kult wajah.
Manfaat mempelajari aqidah Islam selanjutnya ialah
Membebaskan akal dan pikiran dari kegelisahan yang timbul dari
lemahnya aqidah.6 Maksud dari pernyataan ini ialah, ketika kita
memiliki aqidah yang kokoh, layaknya batu di lautan yang
menancam keras ke dasar, sehingga tidak akan terombang-ambing
kendati di terpa ombak. Ini bermakna bahwa kita akan mendapatkan
kebebasan yang hakiki. Kita tidak akan mudah terpengaruh oleh
dunia dan seisinya.
Sebagaimana kita lihat fenomena kini, banyak orang yang
menjual aqidah hanya untuk materi, mengobral aqidah hanya untuk
nafsu belaka.
Jika kita sudah menancapkan aqidah ke dasar hati, maka hal-hal
yang demikian tidka akan membuat kita goyah. Yang ada hanya
kecintaan kepada San Maha Pencipta.
Terlebih kita sadar bahwa dunia hanyalah fana. Semua ini hanya
fatamorgana dan ilusi semata. Akhiratlah tempat yang kekal.
Mendapat jaminan syurga. Siapa yang tak ingin berbalas syurga.
Tempat keabadian yang penuh kenikmatan. Nikmat yang tak seperti
kita bayangkan, tak seperti yang kita dengar, pun tak seperti yang
kita lihat. Indahnya syurga melebihi berkali-kali indahnya dunia.
Dunia hanya persinggahan sementara layak musafir numpang

6
Kementerian Agama, Aqidah Akhlak.

2
meneguk air. Laksana demikianlah kehidupan yang kita bangga-
banggakan ini.
Jika hidup mengejar akhirat, maka dunia akan mengejar kita.
Yakin saja, Allah tidak akan membuat hamba-Nya menderita,
terlebih jika sang hamba mau mengabdi, mengiba dan mengadu
pada-Nya.

B. Memahami Tauhid
Secara etimologis, tauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-
tauhidan yang berarti Esa, keesaan, atau mengesakan Allah meliputi
seluruh pengesaan.7 Adapun secara terminologis, Tauhid berarti
mengesakan Allah, sebagai satu-satunya Zat dalam Rububiyyah-Nya,
Uluhiyyah-Nya, segala sifat, dan nama-nama-Nya.8 Tauhid yang
artinya mengesakan Allah SWT, tiada Tuhan kecuali Allah. Tauhid
adalah ilmu yang membahas secara keseluruhan tentang sang
pencipta alam ini hingga seluruhnya dapat dimengerti oleh makhluk
Allah, agar senantiasa selalu menyembah Allah SWT.
Pendidikan Tauhid tidak hanya dapat disebut pengakuan hamba
terhadap Allah SWT itu Esa, kesemuanya itu harus diikuti dengan
segala aktivitas seorang hamba, keyakinan juga harus diwujudkan
dengan suatu perbuatan yaitu ibadah, serta amal shaleh yang
langsung ditujukan kepada Allah tanpa perantara karena hanya
Allahlah tempat pengabdian dan penyembahan.9 Kehidupan kita
dilihat bagaimana cara kita mentauhidkan Tuhan. Seseorang yang
bertauhid berarti keimannanya beres. Berbeda dengan seseorang
yang tidak dapat membenarkan bawasannya ada dzat yang Esa ada
Dzat yang berkuasa dalam hatinya akan tidak memiliki keyakinan
yang kuat bawasannya dia diciptakan karena suatu sebab alasan.
Belajar ilmu tauhid salah satu tujuannya adalah memiliki kepuasan
batin, mendapatkan kebahagiaan serta kesalamatan di dunia serta di
akhirat. Mempelajari ilmu Tauhid juga bertujuan agar kita memiliki
aqidah yang kuat.
Tauhid adalah pegangan yang sangat pokok bagi seorang
manusia dalam kehidupan. Tauhid menjadi salah satu landasan utama
menjadi barometer diterimanya sebuah amalan shalih. karena sebab

7
Ifdlolul Maghfur, “Membangun Ekonomi dengan Prinsip Tauhid,”
Universitas Yudharta Pasuruan Vol. 7, No. 2 (Juni 2016): h. 3.
8
Jarman Arroisi, “Integrasi Tauhid dan Akhlak dalam Pandangan Fakhruddîn
Ar-Razi,” Institut Studi Islam Darussalam Gontor Vol. 9, No. 2 (November 2013):
h. 311.
9
Yasin Nurfalah, “Urgensi Pendidikan Tauhid dalam Keluarga,” Institut
Agama Islam Tribakti Kediri Vol. 25, No. 2 (2014): h. 1.

3
utama diterimanya suatu amalan adalah adanya iman didalam
hati.Tauhid akan menghantarkan manusia kepada kehidupan yang
baik dan kebahagiaan yang hakiki di akhirat nanti. Karena apabila
melakukan amalan shalih tanpa didasari Tauhid semuanya akan sia-
sia.10 Dia mengetahui untuk siapa dan untuk apa melakukan sebuah
kabaikan tersebut. Ketika manusia melakukan sesuatu tanpa suatu
sebab dan tidak mengetahui untuk apa dia melakukan suatu kebaikan
maka manusia akan melakukan segala sesuatunya dalam kehidupan
dengan semena-mena tanpa sebuah aturan yang jelas. Belajar ilmu
tauhid fardhu Ain bagi seluruh mukalaf, baik laki-laki maupun
perempuan. Tauhid adalah konsekuensi yang harus ditegakkan dalam
penguatan identitas keagamaan seorang muslim. Itulah yang menjadi
alasan utama bagi seorang muslim menjadikan suatu Ilmu Tauhid
adalah kepentingan yang pasti, untuk mempelajari serta memahami
ilmu tauhid dengan tujuan dipelajari sehingga memiliki kefahaman
tentangnya.
Rasa kasih sayang terhadap sesamanya dalam hidup
bermasyarakat itu wajib dimiliki setiap diri manusia. Dengan tauhid
rasa itu akan datang dengan sendirinya. Karena tauhid kan
mangejarkan kepaa kita bawasannya tolong menolong serta baik
kepada sesama kita itu adalah perintah yang diberikan dari Tuhan
kita. Dengan bertauhid kita memiliki rasa kasih sayang serta
menjauhkan kita dari sifat dzalim yang hanya akan mengganggu hati
kita serta akan berdampak buruk pada kehidupan kita. Setan akan
terus memusihi kita, setan akan terus menjerumuskan kita ketempat
dia berada yaitu neraka. Banyak jalan serta cara yang dia gunakanyan
agar kita sebagai manusia hamba ciptaan Allah tersesat mengikuti
jalanya. Maukah kita dijerumuskan oleh dia masuk kedalm neraka?.
Yang pasti tidak karena tujuan kita adalah Syurganya Allah yang
indah. Yag telah disiapkan untuk hambanya yang mengimani serta
meyakini kebaradaannya. Serta melakukan segala sesuatu yang
diperintahkan serta menjauhi semua yang telah dilarangnya.
Apabila Ilmu Tauhid sudah meresap serta tertanam didalam diri
manusia, maka akan tubuh didalam jiwanya darah yang mengalir atas
ketenangan dari Allah. Dalam jiwanya akan tumbuh perasaan yang
puas dan selalu bersyukur akan segala sesuatu ketetapan yang telah
diberikan dari Allah SWT. Sehingga hatinya akan bersih dari
pemikiran buruk dan jiwanya akan merasakan tenang. Karena dia
akan menjadi sesosok manusia yang selalu berusaha dalam

10
Constantin, “Urgensi Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga,” At Ta’lim Vol.3
(2012): h. 93.

4
menggapai sesuatu, akan menerima dengan ikhlas apabila sesuatu
yang telah dia usahan tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan.
Sekuat apapun kita akan merubah takdir, seseorang yang memiliki
ilmu tauhid dia akan meyakini bawasannya hanya Allah lah yanga
maha memberi ketetapan atas kehidupannya. Allah yang lebih tahu
mana yang baik dan mana yang tidak baik untuk diri dan
kehidupannya. Separti ada pada Q.S Al Baqarah ayat 126 “....Tetapi
boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu,
dan boleh jadi kamu menyikai sesuatu, padahal itu tidak baik
bagimua. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Bertauhid itu sangatlah penting. Pertama, ketauhidan dapat
dijadikan solusi ketika ingin mengembangkan peradaban Islam dan
tidak ingin mengulang kembali keterbelakangan yang sedah terjadi
dimasa lampau yang hanya memberikan bekas derita selama ini.11
Tauhid sebab utama kita memiliki kemenangan di Dunia maupun di
Akhirat. Ketika kita meyakini dengan benar adanya Allah di dalam
hati, maka segala perbuatan kita akan selalu ada pada jalannya Allah.
Bagaimana tidak karena ketika kita meyakini dalam hati adanya
Allah maka kita akan merasa takut akan pengawasanNya.
Allah memiliki sifat Ar Aqib yaitu Maha Mengawasi. Apabila
kita memiliki Tauhid yang kuat maka kita akan meyakini sifat Allah
yang maha mengawasi. Dengan menyakini sifat tersebut apabila kita
melakukan segala sesuatu keburukan atau sesuatu yang salah,
melanggar syariat jika meyakini adanya Allah walaupun manusia
sedang tidak ada yang melihatnya tetapi meyakini adanya Allah yang
selalu mengawasi maka kita akan mempunyai sifat takut melakukan
dosa. Dengan itu kita tidak akan melakukan suatu keburukan tersebut
karena takut akan murkanya Allah yang selalu mengetahui gerak-
gerik manusia. Allah yang mencipatakan segala sesuatuya maka
Allah jugalah yang akan menjaganya.
Kedua, Tauhid sebagai Hak Allah yang harus ditunaikan hamba.
Menyembah Allah dengan tanpa menyekutukanNya artinya telah
mentauhidkan Allah dalam beribadah. Artinya kita tidak boleh
menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun dalam beribadah,
sehingga wajib bagi kita membersihkan diri dari syirik dalam
melakukan ibadah. Pada dasarnya Allah sudah mengajarkan segala
perkara kepada hambanya, namun sistem pembelajaran tersebut tidak
langsung nyata dihadapan manusia. Allah telah memberikan sumber

11
Bambang Irawan, “Urgensi Tauhid dalam Membangun Epistemologi
Islam,” Jurnal TSAQAFAH Istitut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatra Utara
Medan, Vol. 7, No. 2 (Oktober 2011): h. 290.

5
pokok dalam pembelajaran yaitu Al Qur‟an.12 Apabila seseorang
melakukan ibdah masih melakukan ibadah disertai dengan kesyirikan
maka orang tersebut belum dapat dikatakan beribadah hanya untuk
kepada Allah SWT saja. Karena ibadah adalah hak seutuhnya
ditujukan hanya untuk Allah SWT semata.
Ketiga,Tauhid adalah kewajiban yang paling utama. Kewajiban
ini adalah kewajiban yang paling wajib di atas kewajiban. Karena
setiap muslim langkah utama untuk masuk kedalam pintu gerbang
kebaikan dan menjalankan syariat-syariat islam adalah bertauhid
kepada Allah SWT. Bahkan Tauhid lebih penting dari pada berbakti
kepada orang tua apabila sedang berada dalam posisi lingkup
keluarga yang memaksa untuk melakukan suatu perbuatan syirik
maka semagai muslim yang memiliki ketauhidan yang kuat harus
menolaknya. Kalau bisa kita sebagai anak yang berbakti mendoakan
orang tua agar Allah memberikan pintu hidayah kebenaran serta
petunjuk yang benar kepada orang tuanya.
Sangatlah jelas tujuan kita diciptakan dimuka bumi ini adalah
hanya untuk beribadah serta bertauhid kepada Allah. Seseorang yang
mengakui tauhid secara rububiyah akan Dzatnya semata orang
tersebut belum layak disebut seorang muwahhid. karena ia juga
diwajibkan mengakui tauhid uluhiyah yakni dalam maksudnya
penyembahan. Segala ibadah hanya di tuju untuk Allah SWT dengan
memanjatkan do‟a hanya kepada-Nya, meminta pertolongan hanya
kepada-Nya, melakukan suatu amalan sholih hanya berharap balasan-
Nya, atau melaksanakan penyembelihan hanya untuk-Nya, dan lain-
lain.

C. Memahami Ilmu Kalam


Setiap manusia telah dikaruniai Akal oleh Allah SWT untuk
membedakan dari makhluk-makhluk yang lain. Akal yang dimiliki
manusia terpatri untuk selalu beraktivitas dengan keingintahuan atas
segala fenomena. Tak hanya urusan makan, bergaya atau sederetan
urusan dunia saja namun perihal yang menyangkut ke-akhirat-an
juga cukup menjadi pandangan kritis dalam perspektif akal manusia.
Terlebih zaman semakin menunjukkan eksistensinya di segala lini,
itu cukup mengubah banyak hal, tak terkecuali pada fenomena baru
dan perbedaan dalam mengkaji sejarah peribadatan utusan Allah
yakni Rasulullah. SAW. Sepeninggal Rasulullah para sahabat mulai

12
Aam Abdussalam, “Paradigma Tauhid: Kajian Paradigma Alternatif dalam
Pengembangan Ilmu dan Pembelajaran,” Jurnal Pendidikan Agama Islam Ta’lim
Vol. 9, No. 2 (2011): h. 118.

6
bingung, siapa yang akan menggantikan pemimpin umat. Para
sahabat hanyalah manusia biasa sehingga menemukan kerecokan saat
ingin mengambil keputusan. Perbedaan pendapat pun tak bisa
dihindarkan lagi. Sejak saat itulah budaya ijtihad mulai ditanamkan
untuk menghasilkan keputusan yang adil.
Bukan hanya persoalan hidup di dunia saja perdebatan itu
berasal, tapi lambat laun sahabat juga mulai berbeda pendapat
mengenai ibadah Rasulullah. SAW. Hingga yang menjadi puncaknya
adalah tragedi perang jamal dan perang siffin. Jelas dampak tragedi
peperangan yang melibatkan orang-orang terdekat Rasulullah itu
masih membekas dan mengakibatkan perpecahan umat. Bahkan
sampai sekarangpun benih-benih perbedaan serupa semakin
kompleks dan beragam. Itulah akhirnya kita mengenal ilmu kalam
beserta aliran-aliran di dalamnya. Persinggungan antara mereka
terjadi setelah Rasul wafat dan muncullah paham-paham baru yang
tidak bisa dipersamakan lagi.
Itulah mengapa dirasa perlu mempelajari ilmu kalam, sebab
perbedaan yang katanya indah bisa menjadi petaka besar. Belajar dari
perpecahan umat kala itu, seharusnya seorang cendekiawan bersikap
bijak saat menemui perbedaan sekitarnya. Tak perlu dijelaskan
teknik dan caranya, kaum intelektual tentu pandai menciptakan
harmoni untuk hidup secara moderat. Luka akibat perang siffin dan
perang jamal juga semestinya selalu menjadi pelajaran untuk
sekarang dan yang akan datang. Agar perbedaan tak perlu lagi
memakan korban dan perpecahan.
Ilmu kalam merupakan ilmu yang membahas berbagai masalah
dengan menggunakan argumentasi logika atau filsafat, secara teoritis
aliran Salaf tidak dapat dimasukkan ke dalam aliran ilmu kalam,
karena aliran ini filsafat atau logika.13 Keterlibatan logika dan filsafat
inilah yang memicu berbagai perbedaan pendapat. Kata kalam untuk
menamakan ilmu ini, dapat dipastikan bahwa sebelum ilmu ini
tersusun dalam bentuk disiplin keilmuan sebagaimana dikenal saat
ini, tepah terdapat perbincangan dan diskusi tentang masalah-
masalah ketuhanan di kalangan tertentu umat Islam.14
Dengan mempelajari ilmu kalam, diharapkan para generasi
milenial muslim memiliki jiwa kritis, analitis dan moderat. Bukan
semata-mata bermain justifikasi atau merasa benar sendiri. Bukan
pula memanfaatkan dali-dalil Al-Qur‟an untuk mengkampanyekan
13
Ishak Abdul Azis, “Ilmu Kalam dan Persoalan dan Sifat Tuhan”, TAJDID,
Vol. XII, No. 1/Januari-Juni 2013, h. 420
14
Imam Iqbal, “Logika Keilmuan Kalam: Tinjauan Filsafat Ilmu,” ESENSIA,
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga), Vol. 16, No. 2/ Oktober 2015, h. 59

7
kepentingan golongan. Islam dengan kitab yang di desain untuk
sepanjang jalan harus dipahami secara rinci. Bukan hanya dipilah-
pilah secara harfiah untuk dijadikan senjata mengkafir-kafirkan
golongan lain seperti yang dilakukan khawarij.
Sehingga semakin berkembangnya zaman dan banyaknya
perbedaan di kalangan para ulama tidak menghilangkan unsur
kedamaian agama Islam. Mempelajari ilmu kalam seharusnya
memberi banyak pesan bahwa Agama Islam merupakan agama yang
damai dan tidak memberatkan. Pun juga dengan amalan-amalan
dalam agama Islam bukan hanya sebagai fasilitator hubungan
transendental dengan Tuhan saja. Namun manifestasi ibadah itu juga
penetrasi kehidupan sosial sesama manusia. Zaman yang terpaut jauh
dengan kehidupan Rasulullah bukan menjadikan umat muslim
terpecah belah karena perbedaan. Justru perbedaan itu akan menjadi
warna yang indah ketika buda toleran dan saling menhormati
dijunjung tinggi.
Beragama bukan lantas mendekatkan hubungan dengan Tuhan
kemudian menciptakan sekat antara sesama manusia. Justru dengan
beragama menjadikan manusia untuk saling memberdayakan
bersama. Bukan merasa paling benar dan tidak ingin diperbaiki lagi,
namun bersikap bijak dan open minded atas pendapat orang lain.
Pendekatan dengan kategori logika senantiasa menyangkut proses
obyektivikasi, dalam mana Tuhan lalu menjadi objek kajian, terlepas
dari hubungannya dengan manusia. Oleh karena itu kita mungkin
memerlukan suatu modus ilmu tauhid yang lebih fungsional, sebab
hubungan kita dengan Tuhan bisa dihayati, bukan hanya dimengerti
dan diyakini.15
Dalam konteks inilah, buku ini berusaha menciptakan wawasan
dan sumbangsih pengetahuan supaya generasi milenial muslim
semakin terbuka cakrawalanya. Sehingga harmoni perbedaan bersatu
padu menjadi warna-warna indah bukan aliran darah. Buku ini
diharapkan dapat membantu pendidik untuk menyampaikan materi-
materi aqidah akhlak kepada peserta didik dengan bahasa yang
mudah dimengerti. Agar bisa membantu pembelajaran dengan baik
dan efisien, sehingga waktu tidak hanya dihabiskan untuk
memginterpretasi bahasa buku yang rumit. Melainkan bisa langsung
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan

15
Nurul Djazimah, “Pendekatan Sosio-Historis: Alternatif dalam Memahami
Perkembangan Ilmu Kalam, Ilmu Ushuluddin (Banjarmasin: IAIN Antasari), Vol.
11, No. 1/Januari 2012, h. 58

8
menginternalisasikan karakter-karakter moderat pada pribadi peserta
didik.

D. Memahami Tasawuf
Kita sebagai umat Agama Islam tentunya kita harus tahu apa
pentingnya bagi kita untuk mengenal, mengetahui, dan memahami
ilmu tasawuf, asmaul husna, dan sifat-sifat Allah SWT. Sebelum kita
lanjut lebih dalam lagi, kita harus tahu dulu apa yang dimaksud
dengan tasawuf, asmaul husna, dan sifat-sifat Allah SWT?
Jawabannya tasawuf bersumber dari Al-Qur‟an dan al-Sunnah,
tasawuf tidak bisa dipisahkan dari Islam karena tasawuf itu sendiri
merupakan jantungnya Islam. Islam itu kita ibaratkan sebagai tubuh
kita, maka tasawuf adalah jantungnya. Tasawuf merupakan ruhnya
Islam. Hanya melalui jalan tasawuflah manusia akan sampai pada
pemahaman dan kesadaran mengenai hakikat dirinya, dan suatu
kondisi yang dapat mengantarkan manusia pada pemahaman akan
Tuhannya.16
Selain tasawuf sebagai jantungnya Islam, tasawuf juga
merupakan nafas dari ihsan, salah satu sifat yang harus kita miliki
untuk menyempurnakan Iman dan Islam. Dengan mempelajari dan
memahami ilmu tasawuf, kita sebagai seorang muslim diharapkan
mampu mengamalkan sifat-sifat ke-Tuhanan di muka bumi ini tanpa
membeda-bedakan identitas. Dan kita ketahui secara umum bahwa
tasawuf pada intinya merupakan upaya melatih jiwa dengan berbagai
kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan
dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dan senantiasa kita
akan dekat kepada Allah SWT. Jadi, dengan ilmu tasawuf kita harus
bisa mengamalkan sifat-sifat ketuhanan di muka bumi ini, lebih
mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan
segala perintahnya dan menjauhi segala larangan-larangan Allah
SWT.17
Tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan kata-kata diatas
karena kita juga sudah tahu, dan mungkin dari masa kecilnya sudah
diberi tahu oleh orang tua, guru disekolah, maupun guru ngaji dll,
bahwa kita sebagai umat Islam harus patuh kepada Tuhan kita yaitu
Allah SWT dengan menjalankan perintahnya, seperti contohnya kita
menjalan sholat 5 waktu, saling tolong menolong terhadap sesama,
dan tentu saja masih banyak yang lainnya. Kita juga tentu harus
16
Kautsar Azhari Noer, ““Tasawuf Dalam Peradaban Islam Apresiasi Dan
Kritik",” Ulumuna 10 (2006): 368.
17
Abuddin Nata, “Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia” (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2015).

9
menjauhi segala larangan-laranganNya, dengan menjauhi perbuatan-
perbuatan maksiat, misalnya mencuri, berzina, dan masih banyak
yang lainnya larangan-larangan Allah SWT yang harus kita jauhi.18
Dalam kehidupan tasawuf juga mempunyai peranan yang sangat
penting, karena tasawuf merupakan hubungan manusia dengan
Tuhannya. Karena Tuhan telah menciptakan manusia dimuka bumi
ini, maka timbullah rasa terimakasih dan cinta pada diri manusia
kepada Tuhan. Karena rasa terimakasih dan cinta inilah maka
manusia mau mendekati Tuhan, dan Tuhan akan mencintai umatNya.
Dengan rasa terimakasih dan cinta itu pula manusia akan senantiasa
ikhlas dalam menjalankan segala urusannya, baik urusan duniawi
maupun akhirat. Manusiapun akan senantiasa ikhlas menerima segala
sesuatu yang terjadi pada dirinya, karena ia tahu apa yang terjadi
pada dirinya itu merupakan suratan Illahi, karena Allah memiliki
rencana yang lebih indah untuk umatNya.19 Allah SWT tidak
memberi apa yang diinginkan oleh manusia, melainkan Allah akan
memberikan apa yang dibutuhkan oleh manusia. Jika kita
menginginkan sesuatu tentu kita harus berusaha, selain berusaha kita
berdo‟a, meminta pada Allah SWT. Tetapi jika Allah SWT belum
memberi apa yang kita inginkan maka kita harus lebih bersabar lagi
dan yakin bahwa Allah akan menggantinya lebih dari apa yang kita
inginkan.20
Pada saat ini untuk mempelajari dan mempunyai sifat tasawuf
tersebut butuh memperdalam ilmu-ilmu agama, seperti pada
pelajaran-pelajaran yang ada pada berbagai madrasah terutama pada
pondok pesantren. Karena pada umumnya di pondok pesantren selain
memperdalam ilmu agama, mereka juga diajarkan bagaimana cara
yang benar untuk menerapkan dan mengamalkan imu-ilmu agama
tersebut. Dan dipesantren juga mereka banyak diajarkan ilmu-ilmu
tentang akhlak, diberi tahu bagaimana akhlak yang baik dan akhlak
yang buruk, tetapi mereka lebih menekankan kepada akhlak yang
baik.
Jadi, kita sebagai umat agama Islam seharusnya kita mampu
menerapkan apa yang sudah seharusnya kita terapkan dalam
kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam, mesikipun kita
tidak tinggal disebuah pesantren tapi tentu kita sudah mengenal
ajaran-ajaran agama Islam yang baik dan benar itu seperti apa. Dan
setelah kita mengetahui apa yang seharusnya kita kerjakan dan apa
18
Ibid.
19
Fadlil Munawwar Manshur, “„Tasawuf Dan Sastra Tasawuf Dalam
Kehidupan Pesantren,‟” Humaniora, no. 10 (1999): 103.
20
Ibid., 106.

10
yang harus kita jauhkan, maka terapkan lah ajaran-ajaran dan
kembangkan, amalkan pengetahuan-pengetahuan yang kita miliki
tersebut.21 Terdapat juga pembagian-pembagian ilmu tasawuf, antara
lain :
Pertama, tasawuf akhlak di sini memiliki makna sebagai
membersihkan tingkahlaku. Dalam tasawuf akhlak terdapat
pembinaan akhlak, antara lain : (1) Takhalli yaitu mengosongkan
hal-hal yang sifatnya akan menimbulkan akhlak tercela. (2) Tahalli
yaitu upaya mengisijiwa yang kosong dengan akhlak terpuji baik itu
kewajiban yang sifat nya luar ataupun dalam. (3) Tajalli yaitu
mengaplikasikan akhlak terpuji untuk penyempurnaan kesucian jiwa.
Membiasakan diri untuk mengaplikasikannya.22 Karakteristik
tasawuf ini, antara lain: melandaskan pada syariat, tidak
menggunakan terminologi filsafat, lebih bersifat mengajarkan
dualisme berkesinambungan antara hakikat dengan syari‟at, lebih
berkonsentrasi pada pembinaan akhlak.
Kedua, tasawuf irfani yaitu berusaha dengan hati yang suci dapat
diberikan ma‟rifatnya oleh Allah ke dalam hatinya melalui
ilham.Ajarannya ialah bahwa „irfan sebagai ilmu yang memiliki dua
aspek yakni praktis dan teoritis.23
Ketiga, tasawuf falsafi ialah tasawuf yang ajarannya memadukan
antara tasawuf dengan falsafah.
Keempat, tasawuf syar’i ialah tasawuf yang konsentrasinya
membahas tentang aspek kehidupan yang berpegang teguh pada
pada tuntunan syariah.
Metode ajaran tasawuf ini, antara lain :
a. Syari‟ah dan hakikah yakni sama-samabermakna hokum yang
yang tersembunyi dalam tata cara beribadah dan muamalah.
b. Ilmu Mukhtasab dan Ilmu Ladduni yakni bermakna supaya
untuk mendapatkan ilmu dari proses pembelajaran secara
autodidak maupun dengan berguru dalam beribadah.
c. Motivasi ibadah adalah hal-hal yang menjadikan diri rajin
beribadah.24
Sedikit demi sedikit penjelasan diatas setidaknya sudah
membantu kita untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan
tasawuf tersebut berikut dengan pembagian-pembagiannya.

21
Ibid.
22
Solihin M. Rosihon Anwar, “IlmuTasawuf” (Jakarta: Pustaka Setia, 2008).
23
Cecep Alba, Tasawuf danTarekat (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2012).
24
Ahmad Bangun Nasution Riyani Hanum Siregar, AkhlakTasawuf (Jakarta :
PT. Raja GrafindoPersada, 2011).

11
E. Memahami Asmaul Husna
Tentu kata-kata itu sudah tidak asing lagi kita baca dan kita
dengar, karena dari kecil pasti kita sudah mengetahui apa itu asmaul
husna, meskipun tidak semua tetapi setidaknya sedikit-sedikit sudah
tahu yang dimaksud dengan asmaul husna dan ada beberapa asmaul
husna itu.
Allah SWT memiliki nama-nama yang indah, yang biasa kita
kenal dengan Al-Asma Al-Husna atau biasa manusia bicara lebih
simpelnya Asmaul Husna. Nama-nama indah Allah SWT ini juga
merupakan nama-nama yang agung, mulia sesuai dengan sifatNya.
Asmaul husna ini tentu banyak kaitannya dengan sifat-sifat Allah
SWT. Jadi, Asmaul Husna adalah nama-nama Allah yang baik atau
yang terbaik. Karena semua nama Asmaul Husna mengandung
makna keagungan dan kemuliaan.25
Asmaul husna ini juga merujuk pada nama-nama Allah, sifat
Allah yang indah nan baik. Istilah asmaul husna juga telah
dikemukakan oleh Allah SWT dalam firmanNya yaitu surat Thaha
ayat 8, yang artinya sebagai berikut : “Dialah Allah, tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai asmaaul
husna (nama-nama yang baik)” (Q.S. Thaha ayat 8).
Dan Allah SWT telah berfirman juga dalam surat Al-Ar‟raaf
ayat 130, yang artinya sebagai berikut: “Milik Allah SWT lah nama-
nama yang indah, dan mohonlah kepadaNya dengan menyebut nama-
nama tersebut” (Al-Ar‟raaf ayat 130).
Nama Allah SWT yang baik nan indah tersebut merupakan
kebesaran dan kekuasaan Allah sebagai pencipta, pemilik, dan
pemelihara alam semesta ini beserta isinya. Kita sebagai umat Allah
SWT, salah satu cara kita mengenal Allah SWT lebih dekat lagi yaitu
dengan cara kita memahami sifat-sifat Allah dan mengenal nama-
namaNya yang baik nan indah tersebut. Tentu kita juga sudah tahu
ada berapa nama-nama Allah SWT yang baik tersebut. Nama-nama
Allah SWT tersebut ada 99, atau biasa disebut dengan 99 Asmaul
Husna yang diantaranya adalah sebagai berikut :26
No Nama Artinya
1 Al Rahman Maha Pengasih
2 Ar Rahiim Maha Penyayang
3 Al Malik Maha Merajai/Memerintah
4 Al Quddus Maha Suci

25
M Nipan Abdul Halim, Khasiat Keagungan Asmaul Husna (Jakarta,
Pedoman Ilmu Jaya, 2000).
26
Al Qur’an Dan Terjemah

12
No Nama Artinya
5 As Salaam Maha Memberi Kesejahteraan
6 Al Mu`min Yang Memberi Keamanan
7 Al Muhaimin Maha Pemelihara
8 Al `Aziiz Maha Gagah
9 Al Jabbar Maha Perkasa
10 Al Mutakabbir Maha Megah, Yang Memiliki
Kebesaran
11 Al Khaliq Maha Pencipta
12 Al Baari` Yang Melepaskan
(Membuat,Membentuk,
Menyeimbangkan)
13 Al Mushawwir Yang Membentuk Rupa
(makhluknya)
14 Al Ghaffaar Maha Pengampun
15 Al Qahhaar Yang Memaksa
16 Al Wahhaab Maha Pemberi Karunia
17 Ar Razzaaq Maha Pemberi Rejeki
18 Al Fattaah Maha Pembuka Rahmat
19 Al `Aliim Maha Mengetahui (Memiliki
Ilmu)
20 Al Qaabidh Yang Menyempitkan
(makhluknya)
21 Al Baasith Yang Melapangkan
(makhluknya)
22 Al Khaafidh Yang Merendahkan
(makhluknya)
23 Ar Raafi` Yang Meninggikan
(makhluknya)
24 Al Mu`izz Yang Memuliakan
(makhluknya)
25 Al Mudzil Yang Menghinakan
(makhluknya)
26 Al Samii` Maha Mendengar
27 Al Bashiir Maha Melihat
28 Al Hakam Maha Menetapkan
29 Al `Adl Maha Adil
30 Al Lathiif Maha Lembut
31 Al Khabiir Maha Mengetahui Rahasia
32 Al Haliim Maha Penyantun
33 Al `Azhiim Maha Agung

13
No Nama Artinya
34 Al Ghafuur Maha Pengampun
35 As Syakuur Maha Pembalas Budi
(Menghargai)
36 Al `Aliy Maha Tinggi
37 Al Kabiir Maha Besar
38 Al Hafizh Maha Menjaga
39 Al Muqiit Maha Pemberi Kecukupan
40 Al Hasiib Maha Membuat Perhitungan
41 Al Jaliil Maha Mulia
42 Al Kariim Maha Pemurah
43 Ar Raqiib Maha Mengawasi
44 Al Mujiib Maha Mengabulkan
45 Al Waasi` Maha Luas
46 Al Hakiim Maha Bijaksana
47 Al Waduud Maha Pencinta
48 Al Majiid Maha Mulia
49 Al Baa`its Maha Membangkitkan
50 As Syahiid Maha Menyaksikan
51 Al Haqq Maha Benar
52 Al Wakiil Maha Memelihara
53 Al Qawiyyu Maha Kuat
54 Al Matiin Maha Kokoh
55 Al Waliyy Maha Melindungi
56 Al Hamiid Maha Terpuji
57 Al Mushii Maha Mengkalkulasi
58 Al Mubdi` Maha Memulai
59 Al Mu`iid Maha Mengembalikan
Kehidupan
60 Al Muhyii Maha Menghidupkan
61 Al Mumiitu Maha Mematikan
62 Al Hayyu Maha Hidup
63 Al Qayyuum Maha Mandiri
64 Al Waajid Maha Penemu
65 Al Maajid Maha Mulia
66 Al Wahiid Maha Esa
67 Al Ahad Maha Esa
68 As Shamad Maha Dibutuhkan, Tempat
Meminta
69 Al Qaadir Maha Menentukan, Maha

14
No Nama Artinya
Menyeimbangkan
70 Al Muqtadir Maha Berkuasa
71 Al Muqaddim Maha Mendahulukan
72 Al Mu`akkhir Maha Mengakhirkan
73 Al Awwal Maha Awal
74 Al Aakhir Maha Akhir
75 Az Zhaahir Maha Nyata
76 Al Baathin Maha Ghaib
77 Al Waali Maha Memerintah
78 Al Muta`aalii Maha Tinggi
79 Al Barri Maha Penderma
80 At Tawwaab Maha Penerima Tobat
81 Al Muntaqim Maha Penyiksa
82 Al Afuww Maha Pemaaf
83 Ar Ra`uuf Maha Pengasih
84 Malikul Mulk Penguasa Kerajaan (Semesta)
85 Dzul Jalaali Wal Ikraam Pemilik Kebesaran dan
Kemuliaan
86 Al Muqsith Maha Adil
87 Al Jamii` Maha Mengumpulkan
88 Al Ghaniyy Maha Berkecukupan
89 Al Mughnii Maha Memberi Kekayaan
90 Al Maani Maha Mencegah
91 Ad Dhaar Maha Memberi Derita
92 An Nafii` Maha Memberi Manfaat
93 An Nuur Maha Bercahaya (Menerangi,
Memberi cahaya)
94 Al Haadii Maha Pemberi Petunjuk
95 Al Baadii Maha Pencipta
96 Al Baaqii Maha Kekal
97 Al Waarits Maha Pewaris
98 Ar Rasyiid Maha Pandai
99 As Shabuur Maha Sabar

Setelah melihat tabel diatas tentu kita sudah tahu nama-nama


Allah SWT yang baik dan indah tersebut. Namun, yang lebih penting
dari itu bukanlah jumlahnya, tetapi ada yang lebih penting dari itu
yaitu DzatNya, Dzat Allah SWT yang harus kita kenali lebih dalam
lagi sebagai sang maha pencipta, maha penguasa, dan maha pemilik
alam semesta ini beserta isi-isinya. Maka dari itu sangat dianjurnya

15
dan sangat penting bagi anak-anak untuk mengetahui Asmaul Husna,
baik itu mereka ketahui melalui ajaran dari orang tua, guru disekolah
atau guru ngaji dan masih bisa dari orang lain.. Akan lebih baik lagi
jika timbul keinginan untuk mengenal dan memahami Asmaul Husna
dari dalam dirinya sendiri. Hal ini pun tidak hanya penting bagi
anak-anak, namun bagi27 seluruh hamba Allah SWT, jika kita ingin
lebih dekat lagi dengan Allah SWT selain kita mengubah diri kita
menjadi sosok hamba Allah SWT yang lebih baik lagi maka kita juga
harus mengetahui dan mengenal Dzat-dzat Allah SWT. Karena dzat
Allah SWT itu juga dapat memotivasi diri kita untuk menjadi sosok
manusia yang lebih baik, banyak sekali contoh yang bisa kita ambil.
Salah satu contoh yaitu seperti nama Allah SWT Ar Rahiim yang
berarti Maha Penyayang, berarti kita sebagai hambaNya harus saling
menyayangi sesama manusia.28
Mengenal dan memahami nama-nama Allah juga sangatlah
agung, karena penuh dengan kebaikan dan keutamaan, serta
mengandung beraneka ragam manfaatnya. Ada beberapa keutamaan
mendalami ilmu Asmaul Husna, antara lain :
1. Ilmu mempelajari nama-nama Allah merupakan ilmu yang
paling mulia dan paling agung. Tentunya hal ini telah dimaklumi
bahwa tiada yang lebih utama dibandingkan mempelajari ilmu
nama-nama Allah Swt.
2. Mengenal dan memahami nama-nama Allah juga akan membuat
hambaNya semakin cinta kepada Allah, semakin mengagungkan
Allah dan membesarkanNya, tentu akan membuat hamba Allah
juga lebih mengikhlaskan segala harapan dan tawakal hanya
kepada Allah Swt, serta membuat rasa takut kepada Allah
semakin besar.
3. Dengan mengenal nama Allah juga merupakan dasar keimanan,
maka dengan seperti itu iman manusia akan semakin bertambah.
Keutamaan-keutamaan yang tertera diatas merupakan beberapa
keutamaan dalam mengenal dan memahami ilmu Asmaul Husna.
Setelah kita memahami makna dari tasawuf dan Asmaul Husna,
maka selanjutnya kita harus mengenal dan memahami sifat-sifat
Allah Swt. Mungkin bagi saudara-saudara sudah tidak asing lagi
dengan kata-kata sifat. Tentu saja kita juga setiap hamba Allah
memiliki sifat yang berbeda-beda, apalagi kalau dibandingkan

28
Tutik Misriati dan SriAriyati, “Perancangan Animasi Interaktif
Pembelajaran Asmaul Husna,” Jurnal Teknik Komputer Amik BSI Vol 2, no. 1
(Februari 2016): 116.

16
dengan sifat Allah, kita tidak ada setengahnya dari sifat Allah
tersebut.

F. Memahami Sifat Allah


Sifat-sifat Allah Swt merupakan sifat sempurna dan paling
sempurna yang tak terhingga bagi Allah. Wajib bagi setiap muslim
mempercayai sifat-sifat Allah ini.Sifat-sifta tersebut tercantum di
dalam ayat-ayat Al-Qur‟an dan Hadits. Diantara ayat al-Qur‟an ada
yang muhkan (maknanya jelas), dan ada pula yang mutasyabihat
(yang maknanya samar).29 Ada dua puluh sifat Allah yang wajib kita
ketahui dan wajib kita percayai akan sifat Allah yang dua puluh
tersebut, dan perlu kita ketahui pula sifat yang mustahil bagi Allah
yang merupakan lawan dari sifat wajib bagi Allah Swt.
Sifat wajib bagi Allah merupakan sifat yang pasti ada pada Allah
Swt. Berikut merupakan sifat-sifat wajib bagi Allah Swt.
No Sifat-sifat Allah Swt Artinya
1 Wujud Ada
2 Qidam Dahulu/awal
3 Baqa‟ Kekal
4 Mukhalafatuhu Berbeda dengan
Lilhawaditsi ciptaanNya/makhlukNya
5 Qiyamuhu Binafsihi Allah Berdiri Sendiri
6 Wahdaniyyah Tunggal/Esa
7 Qudrat Berkuasa
8 Iradah Berkehendak
9 Ilmu Mengetahui
10 Hayat Hidup
11 Sama‟ Mendengar
12 Basar Melihat
13 Kalam Berbicara/berfirman
14 Kaunuhu Qadirun Berkuasa Mengadakan dan
Mentiadakan
15 Kaunuhu Muridun Menghendaki dan
Menentukan Tiap-tiap
Sesuatu
16 Kaunuhu „Alimun Mengetahui Tiap-tiap
Sesuatu
17 Kaunuhu Hayyun Hidup
29
Abdul Hakim, “"Menimbang Metode Syaikh Abdul Qadir AL-Jilani Dalam
Memahami Sifat-Sifat Allah”,” Ulul Albab, Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang Volume 14, no. 1 (Tahun 2013): 33.

17
No Sifat-sifat Allah Swt Artinya
18 Kaunuhu Sami‟un Mendengar
19 Kaunuhu Basirun Melihat Tiap-tiap Benda
yang Ada
20 Kaunuhu Mutakallimun Berkata-kata, Allah tidak
bisu, Ia berbicara

Adapun sifat-sifat mustahil bagi Allah yang perlu kita ketahui


juga, antara lain :
No Sifat Mustahil Allah Swt Artinya
1 „Adam Tiada (bisa mati)
2 Huduth Baru (bisa diperbaharui)
3 Fana‟ Binasa (tidak kekal/mati)
4 Mumathalatuhu Lihawadith Menyerupai akan
makhlukNya
5 Qiyamuhu Bighayrih Berdiri dengan yang lain
(ada kerjasama)
6 Ta‟addud Berbilang-bilang (lebih dari
satu)
7 „Ajz Lemah (tidak kuat)
8 Karahah Terpaksa (bisa dipaksa)
9 Jahl Jahil (bodoh)
10 Maut Mati (bisa mati)
11 Syamam Tuli
12 „Umy Buta
13 Bukm Bisu
14 Kaunuhu „Ajizan Lemah (dalam keadaannya)
15 Kaunuhu Karihan Terpaksa (dalam
keadaannya)
16 Kaunuhu Jahilan Jahil (dalam keadaannya)
17 Kaunuhu Mayyitan Mati (dalam keadaannya)
18 Kaunuhu Asam Tuli (dalam keadaannya)
19 Kaunuhu A‟ma Buta (dalam keadaannya)
20 Kaunuhu Abkam Bisu (dalam keadaannya)

Selain sifat wajib dan sifat mustahil bagi Allah Swt, ada pula
sifat jaiz bagi Allah Swt. Sifat jiaiz bagi Allah artinya boleh bagi
Allah mengadakan sesuatu atau disebut juga sebagai “mumkin”.
Yang dimaksudkan oleh mumkin disini ialah sesuatu yang boleh ada
dan tiada.

18
Jaiz itu sendiri artinya boleh-boleh saja, dengan artian Allah
menciptakan segala sesuatu itu tidak dengan paksaan dari sesuatu
juga, sebab Allah bersifat Qudrat (kuasa) dan Iradat (kehendak), dan
boleh-boleh saja Allah mentiadakan segala sesuatunya yang Ia
mau.30 Terdapat dalil naqli yang menjelaskan tentang sifat jaiz bagi
Allah Swt dalam Al-Qur‟an Surat Al-Qashash ayat 68 dan Surat Ali-
Imran ayat 26, yang artinya adalah sebagai berikut :
1. Surat Al-Qashash ayat 68 “Dan Tuhanmu menjadikan dan
memilih barang siapa apa yang dikehendakiNya”. (Q.S. Al-
Qashash : 68)
2. Surat Ali-Imran ayat 26 “Katakanlah : “Wahai Tuhan Yang
mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang
yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang
yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki.
Di tangan Engkaulah segala k31ebajikan. Sesungguhnya Engkau
Mahan Kuasa atas segala sesuatu”. (Q.S. Ali-Imran : 26)
Sifat jaiz pula menjelaskan bahwa Allah merupakan Dzat yang
tidak terbantahkan, dimana seluruh alam semesta sesuai dengan32
kehendakNya dan Dia berhak melakukan segala sesuatu yang Ia
inginkan.

30
Munawir, “„Aswaja NU Center dan Perannya Sebagai Benteng Aqidah,‟”
Jurnal Shahih(LP2M IAIN Surakarta 1, no. 1 (Juni 2016): 78.

19
20
MEMAHAMI AQIDAH ISLAM

Filma Eka Santika, Agus Cahyono, Ambar Afifah, Aminah


Noverawati, Andri Nur Fajri, dan Andri Prasetyo

A. Pengertian Aqidah Islam


Terdapat beberapa pengertian mengenai aqidah Islam
sebagaimana yang dikutip oleh penulis di antaranya: Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia aqidah berarti kepercayaan atau keyakinan,1
ini bermakna bahwa aqidah ialah kepercayaan seseorang yang
menjadi landasan dalam melakukan tindakan.
Sementara menurut Dewi Mulyani aqidah ialah kepercayaan,
keyakinan atau janji2 dalam arti lain aqidah merupakan apa yang
diyakini oleh seseorang.3
Beraqidah tidak boleh setengah hati, harus mantap, kokoh pada
pendirian, dan tanpa ada keraguan sedikit pun. Seseorang yang
memiliki aqidah harus memiliki jiwa yang mantap.
Sementara jika dilihat secara etimologi aqidah berasal dari
bahasa arab: aqada-yaqidu-, uqdata-wa’aqidatan artinya ikatan atau
perjanjian, maksudnya ialah sesuatu yang menjadi tempat bagi hati,
dan hati nurani terikat kepadanya.4
Hati merupakan awal dari terciptanya aqidah. Aqidah merupakan
masalah yang sangat prinsipil dalam kehidupan beragama, begitu
juga dalam agama Islam. Aqidah Islam adalah tauhid, artinya
kepercayaan terhadap ke-Esaan Allah SWT. Oleh karena itu, Islam
disebut juga agama Tauhid, selain mengimani dan mengesakan
Allah, umat Islam juga harus mengimani rukun iman, enam hal itulah
yang harus diyakini dengan sepenuh hati.
Menurut Hasan Al-Banna, aqidah ialah beberapa hal yang harus
diyakini kebenarannya oleh hati, sehingga dapat mendatangkan
ketentraman, keyakinan yang tidak bercampur dengan keragu-
raguan.5

1
Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Semarang:
Widya Karya, 2012), 23.
2
Dewi Mulyani, Aqidah (Bandung: Mizan Pustaka, 2010), 8.
3
Shalih, Kitab Tauhid (Jakarta: Ummul Qura, 2013), 1.
4
A Zainudin dan M. Jamhari, Aqidah dan Ibadah (Bandung: Pustaka Setia,
1999), 4.
5
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta: LPPI, 2004), 1.
21
Jadi, jika kita sudah memiliki aqidah, maka kita harus benar-
benar yakin terhadapnya tanpa keraguan sedikitpun.
Aqidah di dalam istilah umum dipakai untuk menyebut
keputusan pikiran yang mantap, benar maupun salah. Jika keputusan
pikiran yang mantap itu benar, itulah yang disebut aqidah yang
benar, seperti keyakinan umat Islam tentang keesaan Allah. Namun
jika salah, itulah yang disebut aqidah yang batil.6
Aqidah yang benar merupakan fundamen dan pilar utama dalam
agama Islam.7 Pilar merupakan menyangga dalam sebuah rumah.
Jika pilarnya kokoh, maka ia akan kuat menopang rumah dan
seiisinya. Namun sebaliknya jika pilarnya rapuh maka rumah
tersebut akan mudah roboh. Sehingga, aqidah harus benar-benar
kokoh.
Aqidah dapat diartikan juga sebagai tali pengikat batin manusia
dengan yang diyakininya sebagai Tuhan Yang Esa yang patut
disembah dan Pencipta serta Pengatur alam semesta ini. Aqidah
sebagai sebuah keyakinan kepada hakikat yang nyata yang tidak
menerima keraguan dan bantahan.8 Aqidah merupakan keyakinan
terhadap Allah SWT, sebagai satu-satunya Dzat yang kita sembah
dan kita ibadahi.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa aqidah adalah sebuah ikatan
seorang hamba dengan Allah SWT. Hal ini yang menjadi landasan
untuk beramal. Jika landasannya kuat, akan kuatlah komitmennya
dalam berperilaku.9
Jadi, jika sesuatu yang kita lakukan tersebut memiliki landasan
yang kuat, maka akan kuat pula komitmen kita padanya.
Sebagaimana kita bisa lihat ayat-ayat qauliyah dan qauniyah-Nya
Allah SWT. Seperti dalil naqli dan dalil aqli. Dalil naqli yaitu suatu
berita yang bersifat pasti yang memberikan kepada kita tentang
rukun aqidah, contohnya adalah ayat-ayat Al-Qur‟an dan hadist
sementara dalil aqli yaitu suatu pembuktian oleh akal untuk
mencapai suatu pembenaran yang pasti.
Aqidah menjadi dasar atau pondasi untuk mendirikan bangunan,
seseorang dapat melaksanankan ajaran agamanya dengan baik, bila

6
Rosihon Anwar, Aqidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 13.
7
Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz, Benteng Tauhid (Yogyakarta:
Darussalam, 2004).
8
Kementerian Agama, Aqidah Akhlak (Jakarta: Kementerian Agama, 2014),
4.
9
Taofik Yusmansyah, Aqidah dan Akhlak (Bandung: Grafindo Media
Pratama, 2008), 6.
22
aqidahnya kokoh. Semakin kokoh aqidah seseorang, maka semakin
kuat pula amalannya.
Sementara menurut Rohmad Qomari aqidah merupakan dimensi
pokok ajaran Islam. Ibarat bangunan, aqidah adalah fondasi yang di
atasnya berdiri syari‟at.10
Pondasi yang kokoh yang bersumber dari hati akan
memunculkan sikap-sikap amaliyah lainnya.
Sementara, Islam menurut Kamus Bahasa Indonesia ialah agama
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yang berpedoman pada
kitab suci Al-Qur‟an.11 Nabi Muhammad adalah manusia pilihan
yang paling baik akhlaknya di antara manusia yang ada. Bahkan
dijelaskan bahwa akhlak Nabi Muhammad ialah Al-Qur‟an.
Islam berarti ketundukan (taslim), kepasrahan, menerima, tidak
menolak, tidak membantah, dan tidak membangkang.12
Islam ialah penyerahan diri kepada Allah, kepatuhan dan
ketundukannya kepada-Nya dan itu dicapai dengan amal perbuatan
yakni yang biasa disebut dengan agama.13
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan aqidah Islam ialah iman yang kuat dan mendalam terhadap
Allah SWT yang berupa penyerahan diri dengan sepenuh hati dengan
penuh ketaatan terhadap hukum Allah, perintah-Nya, ketentuan-Nya
serta mengikuti Rasul-Nya.
Aqidah dalam Islam ialah yang berhubungan dengan rukun
iman, yakni: Iman Kepada Allah SWT, Iman kepada Malaikat-
Malaikat Allah SWT, Iman kepada kitab-kitab Allah SWT, Iman
kepada Rasul Allah SWT, Iman kepada hari akhir, dan Iman kepada
takdir baik dan takdir buruk.14

B. Dalil atau Argumentasi dalam Aqidah

10
Rohmad Qomari, “Prinsip dan Ruang Lingkup Pendidikan Aqidah
Akhlaq,” INSANIA Jawa Tengah: STAIN Purwokerto 14 Januari-April 2009: 1.
11
Meity Taqdir Qadratillah, Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar (Jakarta:
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2011), 182.
12
Taofik Yusmansyah, Aqidah dan Akhlak, 12.
13
Masykurillah, Ilmu Tauhid Pokok-Pokok Keimanan (Bandar Lampung:
Anugrah Utama Raharja (AURA), 2013), 7.
14
Hanafi, IPAIL (Intisari Pengetahuan Agama Islam Lengkap) (Jakarta:
Bintang Indonesia), 17.
23
Dalil ialah keterangan yang dijadikan bukti sesuatu kebenaran.15
Dalil dapat dijadikan bukti penguat yang mendukung argumentasi
seseorang. Petunjuk atau tanda bukti dari suatu kebenaran, untuk
menentukan bahwa sesuatu itu benar atau salah, sekaligus untuk
menghapus rasa was-was dalam hati atas suatu kebenaran.
Dalil dalam Aqidah ada dua yaitu:
a. Dalil Aqli
Dalil Aqli adalah dalil yang didasarkan pada penalaran akal yang
sehat.16 Akal merupakan indera yang diciptakan oleh Allah SWT,
dengan kelebihan diberikannya muatan tertentu berupa kesiapan dan
kemampuan melahirkan sejumlah aktifitas pemikiran yang berguna
bagi kehidupan manusia. Dalil aqli juga bisa diartikan sebagai
sebuah petunjuk dan pertimbangan akal fikiran yang sehat dan
obyektif, yang tidak dipengaruhi oleh nafsu dan ambisi. Jadi dalil ini
adalah penalaran secara murni dan bebas, dan kebenarannya relatif.

b. Dalil Naqli
Dalil Naqli adalah dalil yang didasarkan pada Al-Qur‟an dan
Sunnah.17 Walaupun akal manusia dapat menghasilkan kemajuan
ilmu dan teknologi, namun harus didasari bahwa betapapun kuatnya
daya pikir manusia, ia tidak akan mampu mengetahui hak Dzat Allah
yang sebenarnya. Manusia tidak memiliki kemampuan untuk
menyelidiki yang ghaib, untuk mengetahui yang ghaib itu kita harus
puas dengan wahyu Allah. Wahyu itu yang disebut dalil Naqli.
Kebenaran dalil naqli ini bersifat qat’iy (pasti), kebenarannya
mutlak serta berlaku untuk semua ruang dan waktu. Dalil Naqli ada
dua yaitu Al-Qur‟an dan hadist Rasul. Hal-hal yag tidak dapat
dijangkau oleh akal, cukup diyakini kebenarannya tanpa harus
membuktikan dengan akal. Termasuk ke dalam bagian ini adalah
hakikat hal-hal yang ghaib, seperti kiamat, alam barzah, alam
mahsyar, surga, neraka, malaikat dan sebagainya.18
Aqidah Islami adalah iman kepada Allah, para Malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, kepada qada dan qodar.
Suatu dalil untuk masalah iman, adakalanya bersifat aqli dan
naqli, tergantung perkara yang diimani. Jika perkara itu masih dalam
jangkauan panca indra atau akal, maka dalil keimanan nya bersifat

15
Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 115.
16
Kementerian Agama, Aqidah Akhlak, 6.
17
Zainudin, “Pendidikan Akhlak Generasi Muda,” Ta’allum 01 (Juni 2013).
18
Kementerian Agama, Aqidah Akhlak, 6.
24
aqli, tetapi jika tidak (yaitu di luar jangkauan panca indra), maka ia
didasarkan pada dalil naqli.
Di antara ayat Al-Qur‟an dan hadist yang memuat kandungan
Aqidah Islam, antara lain:

a. Q.S. Al-Baqarah (2): 285:


Artinya: “Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang
diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang
yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, dan Rasul-Rasul-Nya. (mereka mengatakan),
“kami tidak membedakan seorangpun dari Rasul-Rasul-Nya”, dan
mereka mengatakan, “kami dengar dan kami taat.” (mereka
berdoa), “Ampunilah kami, Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah
tempat kami kembali.” (Q.S. Al-Baqarah: 285)

b. Hadist Riwayat Muslim:


Artinya: “Hendaklah engkau beriman kepada Allah, para
Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari kiamat, dan
hendaklah engkau beriman kepada qadar ketentuan baik dan
buruk.” (H.R. Muslim)19
Sebagai seorang muslim sudah seharusnya kita beriman kepada
Allah SWT, karena itu merupakan suatu kewajiban. Selain beriman
kepada Allah SWT, kita juga wajib mengimani Malaikat Allah SWT.
Selanjutnya, iman kepada rasul Allah, ini berarti kita meyakini
dengan sepenuh hati bahwa Rasulullah itu benar-benar utusan Allah
yang memberi kabar gembira dan memberi peringatan kepada kita.
Rukun iman yang selanjutnya, yakni kita harus meyakini dengan
sepenuh hati adanya kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para
Nabi dan Rasul Allah SWT, seperti kitab Zabur yang diberikan
kepada Nabi Daud, a.s., kitab Taurat kepada Nabi Musa, a.s., Kitab
Injil kepada Nabi Isa, a.s., dan Al-Qur‟an kepada Nabi Muhammad
SWT. Selanjutnya kita harus meyakini adanya hari kiamat yang pasti
akan terjadi dan menimpa umat manusia di seluruh jagat raya, dan
yang terakhir ialah iman kepada qada dan qadar, yang berarti kita
meyakini sepenuh hati terhadap ketetapan dan kuasa-Nya Allah
SWT.
Sesungguhnya, semua manusia yang lahir ke dunia ini memiliki
ikatan kepada Allah. Dengan kata lain, manusia lahir telah memiliki
aqidah. Firman Allah dalam Q.S Al-A‟raf ayat 172 yang artinya:

19
Rosihon Anwar, Aqidah Akhlak, 14.
25
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang
belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku
ini Tuhanmu?” mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami),
kami bersaksi.” (kami lakukan demikian itu) agar di hari kiamat
kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah
terhadap ini.” (Q.S. Al-A’raf : 172).
Inilah salah satu penjelasan mengapa Rasulullah SAW
menegaskan bahwa semua manusia di muka bumi ini lahir dalam
keadaan fitrah (suci) dengan kata lain telah memiliki aqidah atau
ikatan dengan Allah.20

C. Tujuan Aqidah Islam


Aqidah Islam mempunyai banyak tujuan, yaitu:
a. Untuk Mengikhlaskan Niat dan Ibadah hanya kepada Allah
SWT21
Karena Allah adalah Pencipta yang tidak ada sekutu bagi-Nya,
maka tujuan dari ibadah haruslah diperuntukkan hanya kepada-Nya.
Ikhlas dalam hal ini ialah berniat untuk menyakini dengan sepenuh
hati jiwa raga haya untuk kepada-Nya. Tujuan dari pada itu ialah
untuk mengharapkan ridho dari Allah SWT itu sendiri.
Hal itu karena aqidah bersifat ghaib, dan yang ghaib tersebut
bertumpu pada penyerahan diri. Sebagai seseorang yang beriman
kepada hal yang ghaib ini wajib kita imani karena Islam tidak akan
berdiri tegak melainkan di atas pondasi penyerahan diri dan
kepasrahan. Jadi, iman kepada yang ghaib merupakan salah satu sifat
terpenting bagi orang-orang mukmin yang dipuji oleh Allah Ta‟ala.
Dalam hal ini, Allah berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 1-3 yang
artinya “Alif laam miin. Kitab ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. Yaitu, mereka yang beriman
kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan
sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (Q.S. Al-
Baqarah: 1-3)
Ayat di atas menerangkan bahwa kita harus mempercayai
adanya hal yang ghaib karena Allah sendirilah yang mengatakan
demikian melalui perantara Nabi Muhammad dengan jalan agama
Islam.

20
Taofik Yusmansyah, Aqidah dan Akhlak, 5–6.
21
Kementerian Agama, Aqidah Akhlak, 7.
26
Dari ayat di atas juga menerangkan bahwa pikiran kita tidak
sampai karena akal kita memiliki batasan yang mana suatu batasan
tersebut tidaklah sampai untuk memikirkannya karena manusia
diciptakan penuh dengan kekurangan oleh sebab itu janganlah
sombong karena akan merusak aqidah dari dalam diri kita untuk hal
itu Islam datang untuk membenarkan aqidah-aqidah yang
sebelumnya yang mana keyakinan itu berpaling kepada Allah dan
Rasul-Nya, mengedepankan aqli daripada naqli, mengedepankan
rasio dari pada wahyu dan mengedepankan hawa nafsu dari pada
petunjuk yang semua itu datangnya dari setan

b. Membebaskan Akal dan Pikiran dari Kegelisahan yang Timbul


dari Lemahnya Aqidah22
Karena orang yang lemah aqidahnya, adakalanya kosong hatinya
dan adakalanya terjerumus pada berbagai kesesatan dan khurafat.
Aqidah dalam keimanan yang kuat akan menimbulkan
kemantapan dalam jiwa rasa yakin seseorang itu hanya Allah SWT
sajalah Yang Maha Kuasa yang mengatur semua itu baik sebuah
kehidupan maupun kematian maka bila seseorang yang beriman
secara ikhlas maka hatinya secara otomatis akan memberikan
kemanfaatan pada seseorang tersebut. Selain Allah tidak ada yang
kuasa melakukannya
Aqidah dengan fitrah yang sehat dan selaras dengan akal yang
murni. Akal murni yang bebas dari pengaruh syahwat dan syubhat
tidak akan bertentangan dengan nash yang shahih dan bebas dari
cacat. Sedangkan aqidah-aqidah lainnya adalah halusinasi dan
asumsi-asumsi yang membutakan fitrah dan membodohkan akal.
Oleh karena itu, ini mengindikasikan bahwa seseorang bisa
melepaskan diri dari segala macam aqidah dan hatinya menjadi
kosong dari kebenaran dan kebatilan, kemudian ia mengamati semua
jenis aqidah yang benar maupun yang salah dengan adil, fakir, dan
pemahaman yang benar, niscaya ia akan melihat kebenaran dengan
jelas dan mengetahui bahwasanya orang yang menganggap sama
antara aqidah yang benar dan yang tidak benar adalah seperti orang
yang menganggap sama antara malam dan siang dengan pikiran yang
bersih akan membuat hati seseorang itu akan jernih tidak ada rasa
ketidaknyamanan di dalam hati yang mana akan menimbulkan
sebuah rasa kegelisahan dari dalam diri dan membuat setan itu

22
Kementerian Agama, Aqidah Akhlak.
27
sendiri akan mudah menggerogoti hati yang lemah dan akan mudah
diperdaya.
Oleh karena itu, Islam datang dengan membawa rahmatan lil
a‟lamin yang mana akan mengembalikan aqidah-aqidah yang mulai
melenceng dari jalan kebenaran akan kembali lagi untuk beribadah
kepadanya yakni Allah SWT dan manusia tidak akan terjerumus lagi
dari setan-setan yang terkutuk.

c. Ketenangan Jiwa dan Pikiran23


Maksud dari ketenangan jiwa ialah ruh yang ada pada diri kita
itu terasa menjadi tenang adanya islam itu sendiri hadir dan membuat
rasa yang ada di dalam jiwa seseorang tersebut tidak akan merasa
cemas sedikitpun karena benar menyakini dengan sepenuh hati dan
ikhlas untuk mengharapkan ridha-Nya. Karena aqidah Islam ini akan
memperkuat hubungan antara orang mukmin dengan Allah, sehingga
ia menjadi orang yang tegar menghadapi segala persoalan baik itu
persoalan yang ringan maupun yang berat dan senantiasa sabar
dengan hati nurani dalam menyikapi berbagai cobaan baik cobaan
berupa kenikmatan maupun cobaan yang bersifat ujian untuk
meningkatkan derajat seseorang yang menghadapinya tersebut.

d. Meluruskan Tujuan dan Perbuatan yang Menyimpang24


Yang dimaksud ialah meluruskan tujuan dan perbuatan yang
menyimpang dalam beribadah kepada Allah serta berhubungan
dengan orang lain berdasarkan ajaran Al-Qur‟an dan tuntunan
Rasulullah SAW. Aqidah Islam ini akan mengembalikan jalan-jalan
yang mana jalan itu sesat atau tidak baik menjadikan suatu jalan
kebenaran yang hakiki, dan kembali pada-Nya, dengan adanya
pembenaran itu maka Allah SWT akan sayang kepada hamba-
hamba-Nya yang senantiasa beribadah kepada-Nya.

e. Bersungguh-Sungguh dalam Segala Sesuatu25


Bersungguh-sungguh dalam segala sesuatu dengan tidak
menghilangkan kesempatan yang baik untuk beramal baik. Sebab
setiap amal baik pasti ada balasannya. begitu sebaliknya, setiap amal

23
Kementerian Agama.
24
Kementerian Agama.
25
Kementerian Agama.
28
buruk pasti juga ada balasannya. Di antara dasar aqidah ini adalah
mengimani kebangkitan serta balasan terhadap seluruh perbuatan.
Aqidah Islam menyadarkan bahwa semua perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang tersebut pasti akan ditanyakan oleh Allah
SWT dan diminta pertanggungjawabannya, dari pada itu Aqidah
Islam bertujuan untuk membedakan mana jalan yang benar dan yang
salah. Dalam Q.S. An-Nisa ayat 132 disebutkan bahwa, “Dan
masing-masing orang yang memperoleh derajat-derajat (sesuai)
dengan yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa
yang mereka kerjakan.”(Q.S. An-Nisa: 132)
Ayat tersebut menetapkan bahwa semua perbuat kita akan
dibalas dengan ketentuan dari Allah itu sendiri dan Allah tidak
lengah, maka seseorang yang beriman akan lebih berhati-hati dalam
melangkah supaya selamat dunia ahirat.
Nabi Muhammad SAW juga menghimbau untuk tujuan ini
dalam sabdanya: “Orang Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih
dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah dan pada
masing-masing terdapat kebaikan. Bersemangatlah terhadap sesuatu
yang berguna bagimu serta mohonlah pertolongan dari Allah dan
jangan lemah. Jika engkau ditimpa sesuatu, maka janganlah engkau
katakan: Seandainya aku kerjakan begini dan begitu. Akan tetapi
katakanlah: Itu takdir Allah dan apa yang Dia kehendaki Dia
lakukan. Sesungguhnya mengandai-andai itu membuka perbuatan
setan.” (HR Muslim)

f. Mengangkat Derajat Para Penganutnya


Barangsiapa menganut aqidah Islam lalu pengetahuannya
tentang aqidah itu meningkat, pengamalannya terhadap konsekuensi
aqidah pun meningkat, dan aktifitasnya untuk mengajak manusia ke
dalamnya juga meningkat, maka Allah akan mengangkat derajatnya,
dan menyebarluaskan kemuliaannya di tengah khalayak, baik dalam
skala individu maupun kelompok.
Hal itu karena aqidah yang benar merupakan hal terbaik yang
didapatkan oleh hati dan dipahami oleh akal. Aqidah yang benar
akan membuahkan pengetahuan yang bermanfaat dan akhlak yang
luhur.
Orang yang memilikinya akan mencapai puncak keutamaannya,
sempurna kemuliaannya, dan tinggi derajatnya di tengah-tengah
manusia. Keutamaan sejati yang tidak tertandingi oleh keutamaan
manapun dan kemuliaan tertinggi yang tidak bisa dicapai oleh
kemuliaan manapun, sesungguhnya wujudnya adalah upaya
29
mencapai kesempurnaan dan komitmen untuk menghiasi diri dengan
keutamaan dan membersihkan diri dari kenistaan.
Kemuliaan seperti itulah yang bisa mengangkat hati,
menyucikan jiwa, menjernihkan pandangan mata, dan mengantarkan
pemiliknya kepada tujuan tertinggi dan tempat terhormat dan
kemuliaan itulah yang bisa mengangkat umat ke puncak kejayaan
dan kemuliaan.Sehingga, kehidupan yang baik bisa diraih di dunia
dan kebahagiaan yang kekal bisa dirasakan di Akhirat. Dasar dan
pondasi kemuliaan itu adalah aqidah yang benar yang dibangun di
atas pondasi iman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab suci-
Nya, para Rasul-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk, berikut
pekerjaan-pekerjaan hati yang berporos pada kembali kepada Allah
dan tertariknya seluruh dorongan hati kepada-Nya, disertai
pelaksanaan terhadap syariat-syariat yang lahir, serta pemenuhan
hak-hak seluruh makhluk.
Meningkatakan derajad dalam hal ini ialah rasa cinta Allah akan
bertambah kepada seseorang yang mana senantia taat kepadanya dan
Ikhlas dalam beribadah.

g. Meraih Kebahagiaan Dunia dan Akhirat


Cara meraih kebahagiaan dunia dan akhirat ialah dengan
memperbaiki diri sehingga akan meraih pahala dan kemuliaan.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal baik, baik lelaki maupun
wanita dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan
Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. An-Nahl: 97).
Ayat di atas menjelaskan bahwa jika seseorang itu berbuat baik,
baik kepada diri sendiri maupun orang lan yang nyata maupun yang
gaib maka Allah akan memberi pahala sebagai ganjaran yang
diberikan itu dengan berupak kenikmatan baik dunia dan Ahirat yang
manakala senantiasa menuntun kita selalu dekat dengan Allah SWT
dan berusaha mengharapkan Ridhonya untuk kebahagiaan di dunia
maupun Akhirat.

D. Metode-Metode Peningkatan Kualitas Aqidah


Seorang mukmin patutnya mempunyai kualitas aqidah atau
keyakinan yang baik. Kualitas aqidah bukan hanya diukur dari segi
kemauan seseorang untuk percaya akan adanya Allah SWT atau
kepada yang lain seperti yang tercantum di dalam rukun iman.
Namun, keyakinan itu harus bisa dibuktikan dalam praktik
30
kehidupan. Percaya saja tidak cukup, tapi harus diikuti dengan
tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Aqidah merupakan suatu hal yang sangat pokok bagi agama
yang wajib diketahui dan difahammi oleh setiap muslim. Dalam
memahami aqidah kita harus mengacu pada Al-Qur‟an, hadist dan
ijma untuk dapat memahaminya.
Aqidah juga merupakan sebuah perbuatan hati dan pembenaran
terhadap sesuatu, tanpa ada keraguan sedikitpun. Keyakinan yang
kokoh mampu menciptakan kesadaran diri untuk selalu berpegang
teguh pada nilai-nilai yang mulia, karena iman tidak hanya cukup
disimpan dalam hati, namun harus diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari.26
Seorang mukmin yang beriman kepada Allah SWT, ia harus
senantiasa melakukan semua yang diperintahkan Allah SWT dan
menjauhi semua yang dilarang-Nya. Jika ia beriman kepada kitab-
kitab Allah, maka ia harus menerapkan ajaran-ajaran yang ada di
dalamnya. Jika ia beriman kepada Rasul-Rasul-Nya Allah, maka ia
harus melaksanakan ajaran-ajaran yang disampaikan para Rasul
dengan sebaik-baiknya.
Untuk itu pentingnya kekuatan aqidah yang dimiliki oleh setiap
mukmin, maka diperlukan upaya-upaya dan cara-cara yang baik
supaya bisa meningkatkan kualitas aqidah dan keyakinan untuk
memudahkan menerapkan semua keyakinannya itu di dalam
kehidupannya di masyarakat.
Setiap mukmin harus memiliki aqidah yang benar tentang Allah
bahwa Allah adalah Esa, dengan cara:

a. Meyakini Ke-Esaan Allah


Seperti dijelaskan dalam al-Qur‟an surat Al-Baqaroh ayat 163:
Artinya: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak
ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.” (Q.S. Al-Baqarah: 163). Dalam ayat tersebut
dijelasskan bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang maha esa, tidak
ada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah SWT. Maka hanya
Allah lah yang wajib kita yakini sebagai Tuhan dan kepadaNyalah
kita meyembah dan beribadah.
Demikian juga dengan QS. Al-An‟am ayat 101: Artinya: “Dia
Pencipta langit dan bumi, bagaimana Dia mempunyai anak padahal

26
Rosihon Anwar, Aqidah Akhlak, 201.
31
Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan
Dia mengetahui segala sesuatu.”(Q.S. Al-An’am: 101).
Berdasarkan ayat ini, dapat kita pahami bahwa aqidah kita
benar-benar diuji, karena kita harus yakin tentang kekuasaannya
Allah SWT, yang telah menciptakan dunia dan seluruh isinya dan
yang paling sulit untuk kita yakini bahwa Allah SWT tidaklah
mempunyai anak dan tidak pula mempunyai istri, namun kita harus
tetap yakin akan kekuasaan-Nya. Allah SWT berdiri sendiri dan tak
ada sesuatupun yang mampu menandinginya.

b. Menyakini Segala Ciptaan Allah


Meyakini bahwa Allah yang menciptakan segala sesuatu, dengan
kuasa-Nya Allah menciptakan alam semesta ini beserta isinya dengan
sangat mengagumkan dan semua ciptaan-Nya tidak ada yang tidak
bermanfa‟at, dalam Q.S. Yunus ayat 3:
Artinya: “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia
bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada
seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-
Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka
sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran”?”
(Q.S. yunus: 3).
Kepercayaan atau keyakinan itu juga dapat tumbuh paling tidak
karena tiga hal: yaitu karena meniru orang tua atau masyarakat,
karena suatu anggapan dan karena suatu pemikiran (dalil aqli).
Di antara cara atau metode yang bisa diterapkan untuk
meningkatkan kualitas aqidah adalah:
1. Melalui Pembiasaan dan Ketauladanan27
Ketauladanan dan pembiasaan sangatlah penting dalam
menumbuhkan dan menguatkan keyakinan kita. Di sini peran
keluarga sangatlah penting karena orang tualah yang pertama kali
mendidik anaknya dan menyakinkan kepada anaknya bahwa Allah
itu Maha Kuasa, Maha Esa, dan Maha Segalanya. Karena itu setiap
seorang muslim hendaknya dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya
untuk meningkatkan kualitas aqidahnya

2. Melalui Pengajaran dan Pendidikan28

27
Kementerian Agama, Aqidah Akhlak, 9.
32
Pengajaran dan pendidikan dapat dilakukan baik dalam keluarga,
masyarakat atau lembaga pendidikan formal ataupun non formal.
Pendidikan mengenai keimanan ini membutuhkan peran orang lain
dalam menanamkan keyakinan di dalam hatinya.
Penanaman kalimat-kalimat yang baik seperti dua kalimat
syahadat sangatlah penting untuk meneguhkan dan menguatkan
keyakinan seseorang terhadap Allah. Pengajaran dan pendidikan
adalah salah satu cara yang tepat untuk menanamkan keyakinan dan
meningkatkan kualitas aqidah. Untuk memperlihatkan kekuasaan
Allah dan pentingnya beriman kepadanyaNya, Rasulullah sudah
menerangkan didalam sebuah hadits tentang kelebihan surah Al-
Ikhlas. Kelebihannya adalah sama dengan satu pertiga Al-Qur'an.29
Sekiranya kita melihat kepada intisari surat tersebut ternyata berkisar
beriman kepada Allah dan mematuhi segala perintah-Nya.
Secara luas Al-Qur'an mengajak manusia supaya senantiasa
mentauhidkan Allah serta beriman dengan-Nya. Ini bisa dilihat dari
kandungan dan intisari Al-Qur'an, sebagimana penekanan yang
ditumpukan ialah:
1. Menceritakan tentang Allah. Ia merangkumi nama-nama, sifat-
sifat, perbuatan dan firman-Nya.
2. Mengajak semua umat Islam untuk senantiasa tidak
menyekutukan Allah, membuang serta menolak semua
sembahan-sembahan selain dari-Nya.
3. Mengajak umat Islam seluruhnya untuk patuh terhadap semua
perintah dan larangan-Nya.
4. Menceritakan kemuliaan yang dapat dicapai oleh sesaorang
hamba yang ta‟at kepada Allah serta menceritakan apa yang
meraka dapat di dunia dan di akhirat.
5. Menerangkan tentang kedudukan golongan orang yang ingkar
dan syirik terhadap-Nya, apa yang mereka akan terima di dunia
dan juga di akhirat nanti.

Karena sangat pentingnya kedudukan aqidah di dalam Islam dan


sebagai asas di dalam semua tindakan, maka Rasulullah sudah
mengambil masa yang tidak pendek untuk menjelaskan konsep
aqidah dan menerapkannya dalam kepahaman serta jiwa umat Islam.

28
Kementerian Agama, Aqidah Akhlak.
29
Ibnu Khathir, “Tafsir al-Quranul al-Azim,” Beriut, Luban: Dar al-
Ma’rifah, 566; dalam Johari Mat, “Karya-Karya Aqidah Islam: Satu Tinjauan
Ringkas terhadap Penulisannya Sepanjang Zaman”, 22.
33
Selama tiga belas tahun di kota Mekah, Rasulullah telah memberi
penekanan kepada tiga perkara yang sangat penting yaitu beriman
kepada Allah, beriman dan menerima baginda sebagai Rasul dan
beriman kepada hari akhir.30
Setiap aqidah mempunyai pengaruh terhadap jiwa seseorang dan
dapat mendorong seseorang tersebut untuk bertindak atau berperilaku
sesuai dengan keyakinannya. Keyakinan terhadap Allah SWT
mempunyai pengaruh yang begitu dalam pada kehidupan sehari-hari
diantaranya:

1. Memiliki kepribadian yang seimbang


Seseoarang yang mempunyai aqidah yang baik akan
memperoleh ketenangan dalam hatinya walaupun dalam situasi dan
kondisi apapun.
2. Berpengaruh terhadap perilaku
Aqidah yang dimiliki oleh seseorang muslim akan mampu
mengendalikan perasaan yang dimilikinya dan juga akan
berperngaruh terhadap perilakunya.
3. Menghilangkan perasaan gelisah dan takut
Seseorang yang mempunyai keyakinan yang kuat terhadap Allah
SWT dia akan mengakui bahwa Allah lah yang maha kuasa jadi tidak
ada perasaan takut selain kepada Allah SWT.
4. Memiliki jiwa yang kokoh
Jiwa yang kuat terlahir dari seseorang yang mempunyai
keyakinan yang kokoh terhadap Allah SWT, sehingga apapun yang
terjadi padanya dia akan selalu bersabar dan tawakal.

Suatu aqidah hanya akan sempurna bila cinta kepada Allah dan
Rasul melebihi cinta kepada diri sendiri, anak ataupun orang lain,
menghadapkan wajah kepada Allah, berbuat baik dan menjalankan
semua yang diperintahkan oleh aqidahnya.

E. Prisip-Prinsip Aqidah Aklak


Prinsip-prisip yang berkenaan dengan aqidah ialah:
1. Pengakuan dan keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa.
Beriman kepada Allah dan hanya menyembah kepada Allah, dan
tidak menyekutukan Allah.

30
Al-Syatibi, al-Muwafaqat fi Usul al-Syariah, (al-Maktabah al-Tijariah:
tahqiq Dr. Abdullah Daraz, j. 3), 416.
34
2. Pengakuan bahwa para Nabi telah diangkat dengan sebenarnya
oleh Allah SWT untuk menuntun umatnya. Keyakinan bahwa
para Nabi adalah utusan Allah SWT sangat penting, sebab
kepercayaan yang kuat bahwa Nabi itu adalah utusan Allah,
mengandung konsekuensi bahwa setiap orang harus meyakini
apa yang dibawa oleh para Rasul utusan Allah tersebut berupa
kitab suci. Keyakinan akan kebenaran kitab suci menjadikan
orang memiliki pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia
ini.
3. Kepercayaan akan adanya hari kebangkitan. Keyakinan seperti
ini memberikan kesadaran bahwa kehidupan dunia bukanlah
akhir dari segalanya. Setiap orang pada hari akhir nanti akan
dibangkitkan dan akan dimintai pertanggungjawaban selama
hidupnya di dunia.
4. Keyakinan bahwa Allah SWT adalah Maha Adil. Jika
keyakinan seperti ini tertanam di dalam hati, maka akan
menumbuhkan keyakinan bahwa apa yang dilakukan akan
mendapatkan balasan dari Allah SWT. Orang yang berbuat
kebaikan akan mendapatkan balasan yang baik,
seberapapun kecilnya kebaikan itu. Sebaliknya perbuatan jelek
sekecil apapun akan mendapatkan balasan yang setimpal dari
Allah SWT.31

Dengan adanya prisip-prinsip aqidah akhlak diharapkan agar


para pembaca dapat mempelajarinya serta mengamalkannya di
kehidupan sehari-hari, serta menjadikannya sebagai tolak ukur dalam
berakhlak. Dengan demikian, kehidupan dalam berinteraksi serta
bermasyarakat akan terjalin dengan baik seerta sesuai dengan kaidah-
kaidah islam yang harmonis, toleran serta menjadikan agama islam
menjadi agama yang benar-benar rahmatan lil a’lamin.
Dalam sejarah bangsa-bangsa yang di abadikan dalam Al-Qur‟an
seperti kaum „Ad, Samud, Madyan dan Saba‟ maupun yang terdapat
dalam buku-buku sejarah menunjukkan bahwa suatu bangsa yang
kokoh akan runtuh apabila akhlaknya rusak.32 Hal ini
menggambarkan bahwasanya bangsa yang besar adalah bangsa yang
memegang teguh prinsip-prinsip akhlak dan agamanya.

31
Kementerian Agama, Aqidah Akhlak, 9–10.
32
Zainudin, “Pendidikan Akhlak Generasi Muda,” Ta’allum 01 Nomor 1
(Juni 2013): 85.
35
Dengan demikian, pada dasarnya tujuan pendidikan akhlak
sejalan dengan tujuan pendidikan seperti yang disinggung dalam Al-
Qur‟an yaitu membina manusia baik secara pribadi kelompok agar
mampu menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah maupun
sebagai hamba Allah. Tugas khalifah sendiri harus memenuhi empat
sisi yang saling berkaitan yaitu pemberi tugas (Allah), penerima
tugas (manusia), tempat atau lingkungan di mana manusia berada,
dan materi-materi penugasan yang harus mereka laksanakan, dan
keempat hal ini saling berkaitan, itulah sebabnya sering terjadi
perbedaan dan tujuan pendidikan antara masyarakat yang satu
dengan yang lainnya, karena mereka harus memperhatikan faktor
lingkungan.33
Akhlak merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia,
karena dengan akhlak yang baik manusia dapat bersosialisasi dengan
manusia lain dengan adanya keterkaitan hubungan antar manusia
inilah yang membuat munculnya prinsip-prinsip aqidah akhlak.
Seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW yang
mengajarkan agar berperilaku baik tidak hanya kepada sesama
manusia tetapi juga terhadap seluruh ciptaan Allah SWT, baik
hewan, tumbuhan. Untuk itu perlulah ditanamkannya prinsip-prinsip
aqidah akhlak sejak dini agar dapat membentengi mereka dari dunia
yang terlampau bebas yang dapat berakibat menjerumuskan diri
mereka sendiri ke dalam kesesatan yang berakhir denga rusaknya
moral dan akhlak.
Berikut ini beberapa metode dalam menanamkan akhlak untuk
generasi muda yakni:
1. Pendidikan secara langsung, yaitu dengan cara mempergunakan
petunjuk, tuntunan, nasihat, menyebutkan manfaat dan
bahayanya sesuatu, dimana kepada murid dijelaskan hal-hal
yang bermanfaat dan tidak, menentukan kepada amal-amal baik
mendorong mereka kepada budi pekerti yang tinggi dan
menghindari hal-hal yang tercela.
2. Pendidikan akhlak secara tidak langsung, yaitu dengan jalan
sugesti mendiktekan sajak-sajak yang mengandung hikmah
kepada anak-anak, memberikan nasihat-nasihat dan beritaberita
berharga, mencegah mereka membaca sajak-sajak yang kosong
termasuk menggunakan soal-soal cinta dan pelakon-pelakonnya.

33
Zainudin, “Pendidikan Akhlak Generasi Muda,” Juni 2013, 91.
36
3. Mengambil manfaat dari kecenderungan dan pembawaan anak-
anak dalam rangka mendidik akhlak.34

Perlu dipahami bahwasanya prisip-prinsip aqidah akhlak


merupakan aspek yang berpengaruh besar dalam membentuk
karakter anak dimana prisip-prinsip tersebut kelak akan dijadiakan
sebagai dasar dalam bertidak dan berperilaku yang akan
mempengaruhi masa depan anak, apabila prinsip-prinsip aqidah
ahlak tersebut ditanamkan sejak dini maka masa depan tersebut dapat
dibayangkan dengan baik, akan tetapi apabila prinsip-prinsip aqidah
akhlak tersebut tidak ditanamkan dengan baik atau bahkan tidak
ditanamkan sama sekali maka masa depan anak tersebut senantiasa
dibayang-bayangi dengan hal-hal yang buruk.
Untuk itulah pentingnya menanamkan prinsip-prinsip aqidah
akhlak sejak dini agar para generasi penerus kelak menjadi generasi
yang berakhlakul karimah dan menjadi generasi yang dapat
membangun serta menjalankan agamanya dengan baik dan benar
supaya bangsa ini tidak dikenal sebagai bangsa yang kaya akan
keanekaragaman suku dan kekayaan alamnya tetapi juga bangsa yang
memegang teguh prinsip-prinsip aqidah akhlak sebagaimana yang
telah diperintahkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur‟an dan
disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.

F. Referensi
A Zainudin, dan M. Jamhari. Aqidah dan Ibadah. Bandung: Pustaka
Setia, 1999.
Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz. Benteng Tauhid. Yogyakarta:
Darussalam, 2004.
Al-Syatibi. al-Muwafaqat fi Usul al-Syariah,. al-Maktabah
alTijariah: tahqiq Dr. Abdullah Daraz, j. 3.
Dewi Mulyani. Aqidah. Bandung: Mizan Pustaka, 2010.
Hanafi. IPAIL (Intisari Pengetahuan Agama Islam Lengkap).
Jakarta: Bintang Indonesia.
Ibnu Khathir. “Tafsir al-Quranul al-Azim.” Beriut, Luban: Dar al-
Ma’rifah, 566.
Johari Mat. “Karya-karya aqidah Islam: satu tinjauan ringkas
terhadap penulisannya sepanjang zaman,”, 22.

34
Musli, “Metode Pendidikan Akhlak bagi Anak,” Akademika 26 (April
2011): 224.
37
Kementerian Agama. Aqidah Akhlak. Jakarta: Kementerian Agama,
2014.
Masykurillah. Ilmu Tauhid Pokok-Pokok Keimanan. Bandar
Lampung: Anugrah Utama Raharja (AURA), 2013.
Meity Taqdir Qadratillah. Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar.
Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011.
Musli. “Metode Pendidikan Akhlak bagi Anak.” Akademika 26
(April 2011).
Rohmad Qomari. “Prinsip dan Ruang Lingkup Pendidikan Aqidah
Akhlaq.” INSANIA Jawa Tengah: STAIN Purwokerto 14
Januari-April 2009.
Rosihon Anwar. Aqidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Shalih. Kitab Tauhid. Jakarta: Ummul Qura, 2013.
Suharso, dan Ana Retnoningsih. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Semarang: Widya Karya, 2012.
Taofik Yusmansyah. Aqidah dan Akhlak. Bandung: Grafindo Media
Pratama, 2008.
Yunahar Ilyas. Kuliah Aqidah Islam. Yogyakarta: LPPI, 2004.
Zainudin. “Pendidikan Akhlak Generasi Muda.” Ta’allum 01 Nomor
1 (Juni 2013).

38
MEMAHAMI ILMU KALAM

Dian Agustiningsih, Fitri Nurjannah, Iffa Lathifah, Indah Permata


Sari, Indri Pratiwi, Khusna Rahma Denti, Lailatul Khasanah,
Lailatul Masruroh, Muhkamat Savi’i, Nurhasanah, Ririn Erviana,
dan Suci Kurnia Wardani

A. Pengertian Ilmu Kalam


Ilmu kalam ialah ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan
(Allah), sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifat yang tidak ada
pada-Nya dan sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya dan
membicarakan tentang rasul-rasul Tuhan, untuk menetapkan
kerasullannya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada padanya,
sifat-sifat yang tidak mungkin ada padanya dan sifat-sifat yang
mungkin ada padanya.1
Ilmu kalam mempunyai beberapa istilah penamaan. Ia sering
disebut dengan ilmu ushulluddin atau ilmu tauhid karena ilmu ini
membahas tentang keesaan Allah SWT. Di dalamnya dikaji pula
tentang asma‟ (nama-nama) dan af‟al (perbuatan-perbuatan) Allah
yang wajib, mustahil dan ja‟iz, juga sifat yang wajib, mustahil dan
ja‟iz bagi Rasul-Nya.2 Abu hanifah menyebut nama ilmu ini dengan
fiqh al-akbar. Menurut persepsinya, hukum islam yang dikenal
dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama, fiqh al-akbar,
membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid.
Kedua, fiqh al-ashghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan
masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanaya
cabangnya saja.3
Dalam literatur barat digunakan istilah islamic theology. Dalam
literatur barat digunakan istilah lain untuk ilmu kalam yaitu Teologi
Islam (Islamic Theology). Pemakaian kata teologi dapat dibenarkan
dari segi etimologis maupun praksisnya. Secara etimologis, theos
artinya Tuhan dan logos berarti ilmu, science, atau discourse.
Dengan demikian ilmu kalam atau teologi adalah ilmu tentang
ketuhanan, yaitu suatu disiplin yang berbicara tentang Tuhan dari

1
Ahmad Hanafi, Teologi Islam Ilmu Kalam (Jakarta: Bulan Bintang, 2010),
10.
2
Ishak Abdul Aziz, “Ilmu Kalam Dan Persoalan Sifat Tuhan,” TAJDID
Vol.XII No.1 (June 2013): 419.
3
Abdul Rozak Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2013),
13.

39
segala segi yang berarti juga berhubungan dengan alam dan
manusia.4
Sebagai pengganti ilmu kalam Ibn Khaldun mendefenisikan
ilmu kalam dengan disiplin ilmu yang mengandung berbagai
argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dengan dalil-dalil
pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng
dari kepercayaan-kepercayaan aliran golongan Salaf dan Ahli Sunah.
Al-Farabi mendefenisikan-nya dengan ilmu yang membahas
tentang zat dan sifat Allah serta eksistensi yang mungkin mulai
berkenaan dengan masalah dunia sampai dengan masalah mati yang
berlandaskan doktrin Islam.
Muhammad Abduh mengemukakannya dengan ilmu yang
membicarakan wujud Allah, sifat-sifat yang mesti ada dan tidak ada
serta yang mungkin ada pada-Nya, membicarakan Rasul-rasul Allah,
sifat-sifat yang mesti ada dan tidak ada serta yang mungkin ada
padanya.5
Nurcholish Madjid mendefinisikan secara bahasa kalam berarti
perkataan atau pembicaraan, namun sebagai istilah, kalam tidaklah
dimaksudkan ”perkataan” atau ”pembicaraan” dalam pengertian
sehari-hari, melainkan dalam pengertian pembicaraan yang bernalar
dengan menggunakan logika. Oleh karena itu, kalam berarti alasan
atau argumen rasional untuk memperkuat pernyataan.6
A Hanafi mengatakan bahwa Ilmu Kalam ialah ilmu yang
membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan
keagamaan (agama Islam) dengan bukti-bukti yang meyakinkan.7
Apabila memperhatikan pengertian ilmu kalam diatas maka
dapat prnulis simpulkan bahwa pengertian ilmu kalam adalah ilmu
yang membahas tentang masalah ketuhanan serta berbagai masalah
yang berkaitan dengannya berdasarkan dalil-dalil yang meyakinkan.
Ilmu kalam juga dinamakan ilmu aqaid atau ilmu ushulludin, karena
persoalan kepercayaan yang menjadi pokok ajaran agama itulah yang
menjadi pokok pembicaraannya. Pokok-pokok permasalahan ilmu
kalam terletak pada tiga persoalan, yaitu Esensi Tuhan itu sendiri

4
Ahmad Kholil, “Aktualisasi Falsafah Kalam Dalam Konteks Kekinian,”
Malang: UIN Maulana Ibrahim, n.d., 5.
5
Zainal Arifin Purba, “Relasi Tasawuf, Filsafat, Dan Ilmu Kalam,”
Padangsidimpuan SUMUT: STAIN Padangsidimpuan Vol.1, No. 1 (November
2013): 351.
6
Amat Zuhri Miftahul Ula, “Ilmu Kalam Dalam Soratan Filsafat Ilmu,”
Recilia Vol. 18,No. 2 (Oktober 2015): 162.
7
Miftahul Ula, 167.

40
dengan beberapa sifat-sifat nya, Qismul Nububiyah, hubungan yang
memperhatikan antara kholik dengan makhluk, persoalan yang
berkenaan dengan kehidupan sesudah mati nantinya yang disebut
dengan Qismul Al-Sam’iyat.
Secara garis besar, penelitian ilmu kalam dapat dibagi dalam dua
bagian. Pertama, penelitian yang bersifat dasar dan pemula, dan
kedua, penelitian yang bersifat lanjutan atau pengembangan dari
penelitian model pertama. Penelitian model pertama ini sifatnya baru
pada tahap membangun ilmu kalam menjadi suatu disiplin ilmu
dengan merujuk pada Al-Qur‟an dan hadits serta berbagai pendapat
tentang ilmu kalam yang dikemukakan oleh berbagai aliran teologi.
Sedangkan penelitian model kedua sifatnya hanya mendeskripsikan
tentang adanya kajian ilmu kalam dengan menggunakan bahan
rujukan yang dihasilkan oleh penelitian model pertama.

B. Dasar Pembahasan Ilmu Kalam


1. Al-Qur‟an
Sebagai sumber ilmu kalam, Al-Qur‟an banyak menyinggung
hal-hal yang berkaitan dengan masalah-masalah ketuhanan. Adapun
sarana naql (wahyu) merupakan alat atau sandaran utama dalam
pembahasan kalam.8 Diantara ayat al-Qur‟an yang membicarakan
masalah-masalah ketuhanan adalah sebagai berikut:
a. Q. S. Al-Ikhlas (112) ayat 3-4, ayat ini menunjukan tentang ke
Esaan Tuhan serta Tuhan tidak beranak dan tidak diperanakan,
bahkan tidak adaa sesuatupun di dunia ini yang tampak sejajar
dengan-Nya.
b. Q.S Al-Furqan (25) ayat 59, ayat ini menunjukan bahwa Tuhan
bertahta di atas „Arsy”. Ia pencipta langit, bumi dan semua yang
ada di dalamnya.
c. Q.S. Thaha (20) ayat 39, ayat ini menunjukan bahwa Tuhan
mempunyai “mata” yang selalu digunakan untuk mengawasi
seluruh gerak, termasuk gerakan hati makhluk-Nya.9
d. Q.S Ar-Rahman (55) ayat 27, ayat ini menunjukan bahwa Tuhan
mempunyai “wajah” yang tidak akan rusak selama-lamanya.
e. Q. S. Ali-Imran (3) ayat 83, ayat ini menunjukan bahwa Tuhan
adalah tempat kembali segala sesuatu, baik secara terpaksa
maupun secara sadar.

8
M.Kursani Ahmad, “Kalam Klasik Dan Kalam Kontemporer (Studi
Konstruksi Metodologi)” Vol. 13, No.2 (2014): 149.
9
Ishak Abdul Aziz, “Ilmu Kalam Dan Persoalan Sifat Tuhan,” 421.

41
f. Q. S. Al-Anbiya (21) ayat 92, ayat ini bahwa manusia dalam
berbagai suku, ras, atau etnis, dan agama apa pun adalah umat
Tuhan yang satu.10
Berdasarkan ayat al-Qur‟an di atas, jelas bahwa dasar
pembahasan ilmu kalam menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan
ke Esaan Tuhan, serta kewajiban manusia untuk hanya menyembah
kepada Allah SWT. dan tidak menyamakan-Nya dengan makhluk
lainnya yang ada di langit maupun di bumi. Karena Allahlah yang
menciptakan langit dan bumi berserta isinya. Manusia tidak boleh
membeda-bedakan antara suku, ras, atau etnis. Selain itu, senantiasa
mengarahkan kepada yang lebih baik lagi dan harus selalu ingat
bahwa Tuhan mengawasi seluruh gerak-gerik manusia termasuk apa
yang ada di dalam hati manusia. Kemudian manusia juga harus ingat
bahwa Tuhan adalah tempat kembalinya segala sesuatu baik itu
secara sadar maupun tidak sadar.

2. Hadits
Hadits Nabi Muhammad SAW. banyak membicarakan masalah-
masalah yang dibahas ilmu kalam. Diantaranya hadist Nabi yang
menjelaskan hakikat keimanan:
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, “Pada suatu hari,
ketika Rasulullah SAW. berada bersama kaum muslim, datanglah
seorang laki-laki, kemudian bertanya kepada beliau, „Wahai
Rasulullah! Apakah yang dimaksud dengan iman?
Rasul menjawab, yaitu kamu percaya kepada Allah, para
malaikat, semua kitab yang diturunkan, hari pertemuan dengan-Nya,
para rasul, hari kebangkitan‟.
Laki-laki itu bertanya lagi, „Wahai Rasulullah! Apakah pula
yang dimaksud dengan Islam?
Rasulullah menjawab, Islam adalah mengabdikan diri kepada
Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan kata lain, mendirikan
sholat yang telah difardukan, mengeluarkan zakat yang diwajibkan,
dan berpuasa pada bulan ramadhan‟.
Kemudian laki-laki itu bertanya lagi, „Wahai Rasulullah!
Apakah makna Ihsan?
Rasulullah menjawab, „Engkau hendaklah beribadah kepada
Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, sekiranya engkau tidak
melihat-Nya, ketahuilah bahwa Dia senantiasa memperhatikanmu‟.

10
Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, 23.

42
Laki-laki tersebut bertanya lagi, „Wahai Rasulullah! Benarkah
hari kiamat akan terjadi?
Rasulullah menjawab, „Tidakkah saya lebih tahu darimu,
walaupun demikian, aku akan ceritakan kepadamu mengenai tanda-
tandanya. Apabila seseorang hamba melahirkan majikannya, itu
adalah sebagian dari tandanya, seterusnya apabila seorang miskin
menjadi pemimpin masyarakat, itu juga sebagian dari tandanya.
Selain itu, apabila masyarakat yang pada asalnya mengembala
kambing mampu bersaing dalam menghiasi bangunan-bangunan
mereka, itu juga tanda akan terjadinya kiamat. Hanya lima perkara
itulah sebagian tanda-tanda yang diketahui dan selain dari itu hanya
Allah yang Maha Mengetahuinya‟. Kemudian Rasulullah SAW.
membaca surat Luqman ayat 34, „Sesungguhnya hanya disisi Allah
ilmu tentang hari kiamat, dan Dia yang menurunkan hujan, dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorangpun
yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya
besok. Dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi
mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha
Mengenal‟.
Kemudian laki-laki itu beranjak dari sana, Rasulullah SAW.
terus bersabda kepada sahabatnya, „panggil kembali orang itu‟.
Lalu para sahabat pun mengejar kearah laki-laki tersebut untuk
memanggilnya kembali, tetapi laki-laki tersebut telah hilang.
Lantas Rasulullah SAW. bersabda, „Laki-laki tadi adalah Jibril
a.s kedatangannya adalah untuk mengajar manusia tentang agama
mereka‟. (H.R Bukhari).11
Berdasarkan paparan hadist di atas, bahwasanya Allah telah
mengutus Jibril a. s yang datang kepada Nabi Muhammad Saw,
untuk mengajarkan tentang agama yang benar dan paling baik di sisi
Allah SWT. Selain itu, dijelaskan juga bahwasanya dalam hadist
tersebut diperjelas bahwa Allah itu Esa, serta menyeru manusia
untuk menyembah hanya kepada Allah bahkan beribadah seakan-
akan orang tersebut bisa melihat Allah dan apabila ia tidak bisa
melihat Allah. Maka yakinlah bahwa Allahlah yang akan senantiasa
melihat gerak-gerik ibadah yang dilakukan manusia seperti yang
sudah dijelaskan dalam ayat-ayat al-Qur‟an sebelumnya.

3. Pemikiran Manusia

11
Rosihon Anwar, 23–26.

43
Pemikiran manusia dalam hal ini berupa pemikiran umat Islam.
Menurut Muhammad Sanusi akal tidak dapat dan tidak sampai
mengetahui kewajiban-kewajiban, baik kewajiban menurut adat,
maupun menurut syara‟, akal hanya dapat menghasilkan
kemungkinan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu dalam
pandangannya, akal sesungguhnya hanya akan menghasilkan
pengetahuan tentang Tuhan atau ma‟rifat Allah, sedang yang lainnya
tidak akan mungkin dijangkau akal.12
Berdasarkan pendapat Muhammad Sanusi, bahwasanya
pemikiran manusia tidak dapat menghasilkan kewajiban-kewajiban
seperti kewajiban adat maupun syara‟ akan tetapi hanya terbatas pada
pengetahuan tentang Tuhan dan sifat-sifat Allah. Hal tersebut
membuktikan bahwa manusia tidak memiliki pengetahuan melebihi
apa yang sudah ditentukan oleh Allah dan manusia harus
menggunakan al-Qur‟an dan al-Hadist dalam mengemukakan
pemikiran-pemikirannya tentang ke Esaan Tuhan dan senantiasa
bersyukur kepada Tuhan-Nya.
Umat Islam telah banyak menggunakan pemikiran rasionalnya
untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat al-
Qur‟an terutama yang belum jelas maksudnya. Ayat al-Qur‟an yang
memberikan kebolehan menggunakan rasio yang berkaitan dengan
hal-hal yang bersangkutan dengan al-Qur‟an yaitu: Q.S Muhammad
ayat 24 serta Q.S Qaf ayat 6-7 dan masih banyak lagi. Ayat-ayat
tersebut berkaitan dengan perintah kepada manusia untuk
menggunakan rasio. tujuannya agar manusia dapat melaksanakan
misi utamanya, yaitu amanat Allah SWT. Untuk mengatur dunia.
Bentuk nyata dari penggunaan pemikiran Islam sebagai sumber
ilmu kalam adalah ijtihad yang dilakukan oleh para mutakalim dalam
persoalan-persoalan tertentu yang tidak memperoleh penjelasan yang
memadai dari al-Qur‟an dan al-Hadist. Misalnya persoalan manzilah
bainal-manzilatain (posisi tengah diantara dua posisi).13
Dasar pemikiran (rasio) yang digunakan oleh para mutakalim
haruslah berlandaskan pada al-Qur‟an dan Hadist Rasul dan tidak
boleh mengada-ngada atau menambah-nambahkan sesuatu hal
mengenai hukum keagamaan. Karena Allah telah memberikan agama
yang paling baik, yaitu agama Islam.

12
Kiki Muhammad Hakiki, “Pemikiran Kalam Syaikh Muhammad Sanusi”
Vol.7, No.13 (2011): 114–15.
13
Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, 28–29.

44
4. Insting
Secara instingtif, pada dasarnya manusia selalu berusaha ingin
bertuhan. Dalam hal ini Abbas Mahmoud al-Akkad, mengatakan
bahwa dongeng atau mitos merupakan asal usul agama dikalangan
orang-orang primitif. Selain itu, Tylor mengatakan bahwa animisme
atau anggapan adanya kehidupan pada benda-benda mati, hal
tersebut merupakan suatu kepercayaan tentang adanya Tuhan.
Kemudian, Tylor dan Spence berpendapat bahwa animisme dan
pemujaan terhadap nenek moyang itu merupakan awal mula
kepercayaan dan ibadah tertua terhadap Tuhan yang Maha Esa, lebih
lagi hal tersebut dilatarbelakangi oleh adanya pengalaman setiap
manusia yang mengalami mimpi yang mereka anggap bahwa mimpi
tersebut dapat mempengaruhi kehidupan mereka.
Secara histori ilmu kalam merupakan ilmu yang bersumber dari
al-Qur‟an dan al-Hadist, pemikiran manusia dan insting. Ilmu kalam
adalah ilmu yang mempunyai objek tersendiri, sistematis, dan
mempunyai metodologi tersendiri yang hanya membahas tentang
hal-hal yang berkaitan dengan kalam Allah dan tentang ke Esaan
Tuhan.14
Berdasarkan pemaparan pembahasan ilmu kalam di atas,
terdapat tiga dassar yang digunakan yaitu dari al-Qur‟an dan al-
Hadist, Pemikiran manusia serta Insting.

C. Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu


Ilmu tauhid adalah akidah Islam. Hal itu sesuai dengan dalil-dalil
aqli dan naqli, menetapkan keyakinan atau kaidah dan menjelaskan
tentang ajaran-ajaran yang dibawa oleh junjungan Nabi Muhammad
SAW. tetapi bukan merupakan kelanjutan dari ajaran para Nabi
sebelumnya.15
Adapun dalam pembahasan ini ruang lingkup ilmu kalam yaitu
sebagai berikut:
1. Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT antara lain
tentang takdir. Takdir disini dibedakan menjadi dua macam,
yaitu takdir mubram dan takdir muallaq. Dimana takdir mubram
adalah takdir yang tidak dapat dirubah sedangkan takdir muallaq
adalah takdir yang dapat dirubah oleh usaha manusia.

14
Rosihon Anwar, 32–34.
15
Sahilun A.Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, Dan
Perkembangannya (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 6.

45
2. Hal-hal yang berhubungan dengan rasul Allah sebagai
penyambung ataupun pembawa risalah kepada manusia, seperti
malaikat, nabi, rasul dan beberapa kitab-kitab suci.
3. Hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan yang akan datang,
maksudnya adalah kehidupan dimana manusia sudah tidak ada di
dunia ini artinya sudah meninggal. Kehidupan tersebut seperti
adanya kebangkitan dari kubur, siksa kubur, pertanyaan kubur,
serta surga dan neraka.
Sedangkan menurut Hasan Al-Banna, ruang lingkup
pembahasan ilmu kalam mencakup, yaitu sebagai berikut:
1. Ilahiyat, yaitu kajian tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan Ilah yang mencakup tentang Tuhan, Allah seperti wujud
Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, af‟al Allah dan lain-lain.
2. Nubuwat, yaitu kajian tentang segala sesuatu yang berkaitan
dengan dengan nabi dan rasul, termasuk dengan pembahasan
tentang kitab-kitab Allah, mukjizat karomah dan lain
sebagainya.
3. Ruhaniyat, yaitu kajian tentang segala sesuatu yang berkaitan
dengan alam metafisik, yaitu seperti malaikat, jin, iblis, setan,
roh dan lain sebagainya.
4. Sam‟iyat yaitu kajian tentang segala sesutau yang hanya bisa
diketahui melalui sam‟i atau dalil naqli yang berupa Al Qur‟an
dan sunnah seperti alam barzah, akhirat, azab kubur, tanda-tanda
kiamat, surga dan neraka.16
Ilmu kalam mempunyai beberapa istilah penamaan. Ia sering
disebut dengan ilmu ushuliddin, ilmu tauhid dan sering juga
disebut dengan fiqh akbar. Dalam literatur barat digunakan
istilah islamic theology sebagai ganti ilmu kalam. Ada beberapa
tokoh yang mendefinisikan tentang ruang lingkup yang dibahas
dalam ilmu kalam, yakni Al-Farabi yang mendefinisikan bahwa
pembahasan ilmu kalam mencakup tentang zat dan sifat Allah serta
eksistensi yang mungkin mulai berkenaan dengan masalah dunia
sampai dengan masalah mati. Sedangkan Muhammad Abduh
mengemukakan bahwa pembahasan ilmu kalam mencakup tentang
wujud Allah, sifat-sifat Allah yang mensti ada dan tidak ada serta
yang mungkin ada pada-Nya, membahas tentang Rasul-rasul Allah,
sifat-sifat yang mesti ada dan tidak ada serta yang munkin ada

16
M.Khamzah, Hikmah: Membina Kreatifitas Dan Prestasi Akidah Dan
Akhlak (Sragen: Akik Pustaka, n.d.), 4.

46
padanya.17 Serta Harun Nasution menyatakan bahwa pembahasan
ilmu kalam adalah membahas tentang Tuhan atau Ilah dan hubungan
manusia dengan Tuhan, seperti iman, kufur, perbuatan manusia,
perbuatan dan sifat-sifat Tuhan serta membahas tentang soal
akidah.18
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembahasan ilmu
kalam yaitu membahas tentang masalah ketuhanan serta berbagai
masalah yang berkaitan dengannya berdasarkan dalil-dalil yang
meyakinkan. Dengan demikian seseorang yang mempelajarinya
dapat mengetahui bagaimana cara-cara untuk memiliki keimanan dan
bagaimana pula cara menjaga keimanan tersebut supaya tidak hilang
atau rusak.19

D. Sejarah Ilmu Kalam


Teologi lazim dipahami secara umum sebaga “ilmu tentang ke
Tuhanan”, sebab dilihat dari akar katanya, berasal dari theos (Tuhan)
dan logos (ilmu, pengetahuan). Teologi dengan demikian, berbicara
tentang Tuhan. Teologi selalu dan dipastikan berpusat pada Tuhan,
dan konteks teologi selalu berarti konteks ketuhanan.20
Dalam perkembangannya, rumusan teologi kemudian dimaknai
secara variatif sesuai dengan masing-masing agama. St. Eusebius,
seorang peletak teologi Kristen setelah St. Origenes, misalnya
merumuskan definisi teologi sebagai pengetahuan tentangTuhan
umat Kristen dan tentang Kristus. Ia mengemukakan definisi ini
untuk mengemukakan definisi ini untuk memebersihkan teologi dari
mitos-mitos yang diwariskan oleh Neo-Platonisme dan para filososf
Yunani Kuno.
Agama Yahudi juga memiliki definisi tersendiri tentang teologi.
Kaum Yahudi menyebut teologinya sebagaimana umat Islam
menamainya sebagai ilmu kalam sebagaimana akan dibahas dalam
sub bab berikutnya. Sebab perkembangan teologi Yahudi
dipengaruhi oleh perkembangan kalam dalam Islam.
Dalam Islam, definisi teologi juga berkembang sedemikian rupa
dan beragam, denganberbagai dimensi dan variasinya. Istilah

17
Zainal Arifin Purba, “Relasi Tasawuf, Filsafat, Dan Ilmu Kalam,” 351.
18
Moh Dahlan, “Nalar Ilmu Kalam Emansipatoris,” Religi Vol.VII, No.1
(January 2012): 53.
19
Miftahul Ula, “Ilmu Kalam Dalam Soratan Filsafat Ilmu,” 167.
20
Miftahul Ula, 103.

47
“teologi” atau “teologi Islam” disepandankan dengan beberapa istilah
berikut ini.21
Pertama, ilmu kalam disebut ilmu kalam setidaknya karena dua
hal; 1). Persolaan terpenting yang menjadi pembicaraan pada abad-
abad permulaan Hijriyah ialah apakah kalam Allah (al-Qur‟an) itu
qadim atau hadit. 2). Dasar ilmu kalam ialah dalil-dalil pikiran dan
pengaruh dalil pikiran ini tampak jelas dalam pembicaraan
mutakallimin. Mereka jarang mempergunakan dalail naqli (al-Qur‟an
dan hadist), kecuali sesudah menetapkan benarnya pokok persoalan
terlebih dahulu berdasarkan dalil-dalil pikiran.22
Dari sejarah perkembanagn pemikiran Islam, didapati dua
perkara yang berkaitan dengan kemunculan dan berkembangnya
pemikiran islam. Perkara pertama yang berkaitan dengan keadaan
dalam (internal) umat Islam dan perkara kedua ialah yang berkaitan
dengan keadaan luar (external), yaitu keadaan umat Islam yang hidup
pada masa itu dalam kaitannya dengan dunia Barat Kristian (dan
hingga sekarang).23
Perang yang diakhiri dengan tahkim (arbitrase) ini telah
menyebabkan munculnya berbagai golongan, yaitu muawiyah, Syiah
(pengikut Ali), Khawarij dan sahabat-sahabat netral. Dari peristiwa
yang yang diakibatkan oleh perseturuan dalam bidang politik
akhirnya bergeser ke permasalahan teks-teks agama tepatnya
masalah teologi atau ilmu kalam.24 sikap Ali yang menerima tipu
muslihat „Amr Al-„Ash, utusan dari pihak Muawiyah dalam tahkim,
sesungguhnyapun dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh
sebagian tentaranya. Mereka berpendapat bahwa persoalan yang
terjadi pada saat itu tidak dapat diputuskan melalui tahkim.
Keputusan hanya datang dari Allah dengan kembali pada hukum-
hukum yang ada dalam Al-Qur‟an. La hukma illa lillah (tidak ada
hukum selain dari hukum Allah) atau la hukma illa Allah (tidak ada
pengantara selain Allah) menjadi semboyan mereka. Mereka
memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah. Oleh karena itu,
mereka meninggalkan barisannya. Dalam sejarah Islam, mereka

21
Ibid. h.107
22
Ibid. h. 107
23
Muhammad Ridwan Lubis, “Definisi Dan Sejarah Munculnya Pemikiran
Islam,” n.d.
24
Ahmad Zaini, “Mengurai Sejarah Timbulnya Pemikiran Ilmu Kalam Dalam
Islam” Vol 1, No 1 (June 2015). h. 184

48
terkenal dengan nama Khawarij, yaitu orang yang keluar dan
memisahkan diri atau seceders.25
Persoalan-persoalan di atas telah menimbulkan tiga aliran
teologi dalam Islam, yaitu sebagai berikut.
1. Aliran Khawarij yang mengatakan bahwa orang yang berdosa
besar adalah kafir, dalam arti keluar dari Islam, atau tegasnya
murtad dan wajib dibunuh.
2. Aliran Murji‟ah yang menegaskan bahwa orang yang berbuat
dosa besar tetap mukmin dan bukankafir. Adapun soal dosa yang
dilakukannya terserah kepada Allah untuk mengampuni atau
tidak mengampuninya.
3. Aliran Mu‟tazilah yang tidak menerima pendapat-pendapat di
atas. Bagi mereka, orang yang berdosa besar bukan kafir, tetapi
bukan pula mukmin. Orang yang serupa ini mengambil posisi di
antara ke dua posisi mukmin dan kafir, yang dalam bahasa
Arabnya terkenal dengan istilah al-manzilah bain al-manzilatain
(posisi di antara dua posisi).26

E. Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu-ilmu yang Lain


Ilmu kalam adalah ilmu yang membicarakan tentang zat dan
sifat Allah tentang masalah dunia dan masalah akhirat berdasarkan
doktrin islam. Filsafat adalah pengetahua tentang segaa sesuatu yang
ada secara logis, sistematis serta radikal, sedangkan tashawuf adalah
usaha untuk membersihkan diri, mensucikan jiwa, saling
mengingatkan antar manusia serta untuk memproleh kebahagian
yang abadi.27 Ilmu kalam, filsafat dan Tasawuf memiliki kemiripan
objek kajian. Objek kajian ilmu kala adalah ketuhanan dan segala
sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Objek kajian filsafat adalah
masalah ketuhanan diamping masalah alam, manusia dan segala
sesuatu yang ada. Sementara itu objek kajian thasawuf adalah Tuhan.
Yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi, dilihat dari aspek
obyek ketiga ilmu itu membahas yang berkaitan dengan ketuhanan.28
Baik ilmu kalam filsafat maupun tashawuf membahas hal yang
sama, yaitu kebenaran. Ilmu kalam dengan metodenya sendiri
berusha mencari kebenaran tentang Tuhan dan berkaitan dengan-
Nya. Filsafat dengan wataknya sendiri pula berusaha menghampiri
25
Rosihon Anwar Abdul Razak, Ilmu Kalam (Bandung: CV Pustaka Setia,
2016). h. 34
26
Ibid. h. 35
27
Zainal Arifin Purba, “Relasi Tasawuf, Filsafat, Dan Ilmu Kalam,” 350–52.
28
Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, 51–52.

49
kebenaran baik tentang alam maupun manusia atau Tentang Tuhan.
Sementara itu thasawuf dengan metodenya yang berkaitan dengan
kebenaran spiritual menuju Tuhan. Dalam kaitannya dengan Ilmu itu
thasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam
pemahaman kalam.
Perbedaan antara ilmu kalam, filsafat dan tashawuf yaitu terletak
pada cara menemukan kebenarannya. Kaum sufi mengandalkan mata
batin, sementara mutakallim berusaha menggabungkan hati dan akal
sedangkan filosof lebih mengandalkan akal.29 Titik perbedaan antara
ilmu kalam tersebut terletak pada aspek metodenya. Ilmu kalam
sebagai ilmu yang menggunakan logika disamping argumentasi-
argumentasi naqliyah berfungsi memperthahankan keyakinan ajaran
agama. Ilmu kalam berisi keyakinan-keyakinan kebenaran agama
yang mempertahankan melalui argumen-argumen rasional,
keyakinan-keyakinan kebenaran agama, praktek dan pelaksanaan
ajaran agama, serta pengalaman keagamaan yang dijelaskan dengan
pendekatan rasional.
Sementara itu filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk
memperoleh kebenaran rasional, metode yang digunakan adalah
metode rasional. Filsafat menuangkan akal budi secara radikal dan
integral secara universal. Adapun ilmu tasawuf adalah ilmu yang
menekankan dari pada rasio. Sebagai ilmu yang prosesnya diperoleh
oleh rasa ilmu tasawuf bersifat sangant subyektif, yakni sangat
berkaitan dengan pengalaman seseorang.
Ketiganya memilki objek kemiripan. Objek ilmu kalam
ketuhanan dan yang berkaitan dengan-Nya untuk memperoleh
kebenaran. Kebenaran dalam ilmu kalam melalui penalaran rasio (al-
Qur‟an dan Hadist), kebenaran dalam filsafat berupa kebenaran
tentang segala wujud yang ada dengan akal budi, sedangkan
tashawuf berupa kebenaran sejati melalui mata hati.30 Terdapat
Objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan disamping masalah
alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Semetara itu objek
kajian tasawuf adalah tuhan, yakni upaya-upaya pedekatan terhadap-
Nya. Jadi dilihat dari aspek objeknya ketiga ilmu itu membahas
masalah yang berkaitan dengan ketuhanan. Argumentasi filsafat
sebagaimana ilmu kalam dibangun atas dasar logika. Oleh karena itu,

29
Andi Eka Putra, “Taswuf, Ilmu Kalam Dan Filsafat Islam,” Al-Adyan
Vol.VII, No. 2 (2012): 100.
30
Andi Eka Putra, 100.

50
baik ilmu kalam, filsafat, maupun tashawuf berurusan dengan hal
yang sama yaitu kebenaran yang nyata.
Hubungan antara ilmu kalam dan tasawuf terletak pada aspek
metodologinya. Ilmu kalam sebagimana ilmu yang menggunakan
logika di samping argumentasi-argumentasi naqliyah yang berfungsi
untk mempertahankan keyakinan ajaran agama yang tampak nilai-
nilai ketuhanannya. Sebagaimana imuwan bahkan mengatakan
bahwa ilmu ini berisi keyakinan-keyakinan kebenaran, praktek dan
pelaksanaan ajaran agama, serta pengalaman keagamaan yang
dijelaskan dengan pendekatan rasional. Sementara filsafat adalah
sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional.
Metode yang digunakannya pun adalah metode rasional. Filsafat
menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan akal budi radikal
dan menyeluruh serta tidk mersa terikat oleh apapun kecuali logika.
Adapun ilmu tasawuf adalah ilmu yang menekankan rasa pada
rasio. Sebagai sebuah ilmu yang menekankan rasa dari pada rasio.
Sebagai sebuah imu yang prosesnya diperoleh dari rasa. Ilmu
tashawuf bersifat sebjektif yakni berkitan dengan pengalaman
seseorang. Dilihat dari aspek aksiologi ilmu kalam diantaranya
berperan sebagai ilmu yang mengajak orang yang baru untuk
mengenal rasio sebagai upaya mengenal tuhan secara rasional.
Adapun filsafat, lebih berperan sebagai ilmu yang lebih berpern
sebagai ilmu yang mengajak kepada orang yang mempunyai rasio
untuk mengenal Tuhan secara bebas melalui pengamatan kajian
langsung. Adapun Tassawuf lebih berperan sebagai ilmu yang
memberi kepuasan kepada orang yang telah melepaskan rasio secara
bebas karena tidak memperoleh yang ingin dicarinya.

F. Peranan Ilmu Kalam dalam Kehidupan


Ilmu kalam dalam kehidupan berperan sangat penting. Karena
ilmu kalam merupakan ilmu yang membahas tentang ketuhanan.
Dalam kehidupan di muka bumi ini, Allah telah mengangkat manusia
sebagai khalifah (pemimpin). Karena Manusia adalah makhluk
ciptaan Allah yang paling sempurna dan istimewa diantara makhluk
ciptaan Allah lainnya.
Ibnu Abbas mendefinisikan khalifah dalam surat Al-Baqarah
ayat 30 yang artinya:”Dan ingatlah ketika tuhanmu beriman kepada
malaikat, aku hendak menjadikan khalifah di bumi. Mereka berkata,
apakah engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan
menumpahkan darah disana, sedangkan kami bertasbih memuji Mu

51
dan menyucikan nama-Mu?. Dia berfirman, sungguh aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Maksud dari ayat di atas bahwa kata khalifah adalah Adam dan
keturunannya yang taat pada perintah dan aturan Allah, yang diutus
untuk menegakkan hukum-hukum Allah yang berada di muka
bumi.31 Karena manusia diangkat sebagai khalifah bukan dilihat dari
ibadahnya saja, tetapi juga karena pengetahuannya yang tinggi.
Sebab apa bila ibadah yang menjadi bahan pertimbangan, tentu
malaikatlah yang lebih pantas menjadi khalifah di muka bumi ini.
Oleh sebab itu, di dalam konteks Al-Qur‟an surat Yunus ayat 14
yang artinya:” kemudian kami jadikan kamu penganti- pengganti
mereka di bumi setelah mereka. Untuk kami lihat bagaimana kamu
berbuat”. Qur‟an surat Yunus menerangkan bahwa khalifah adalah
pengganti generasi sebelumnya. Manusialah yang dituntut agar
mampu mengubah dan mengoreksi tradisi atau kebiasaan
sebelumnya yang bertentangan dengan nilai-nilai keislaman (aturan-
aturan Allah), di ubah menjadi manusia yang taat dan patuh kepada
Allah dan berpegang teguh kepada Al-Qur‟an dan juga As-sunnah.
Seseorang yang diangkat sebagai pemimpin harus
menghitungkan nilai-nilai etikanya dan harus mengenali dirinya
apakah pantas menjandi kholifah. Maka sebagai seorang kholifah
harus mempunyai tanggung jawab yang besar dan memiliki implikasi
prinsipil yang luas, karena kedudukannya sebagai wakil tuhan di
muka bumi ini, manusia akan dimintai pertanggung jawabannya
dihadapan yang mewakilkannya tentang tugas suci yang di
embannya. Oleh karena itu, ke kholifahan yang diembannya harus
mengimbas kepada seluruh bidang hidupnya.
Dalam peranan kehidupan ilmu kalam seorang kholifah yang
harus menjalankan amanah yang telah diberikan kepadanya untuk
dijalankan di dalam kehidupan dunia ini. Karena Allah sangat
memperhatikan pemeluknya agar memiliki hati dan naluri yang
mampu menjaga hak-hak Allah dan hak-hak manusia serta
memelihara berbagai aktifitas dari unsur-unsur ekstrimitas dan
kelalaian. Maka oleh sebab itu, seorang pemimpin harus menjadi
orang yang terpercaya.
Di dalam konteks Al Qur‟an surat Shad ayat 26 yang
artinya:”Allah berfirman wahai dawud! Sesungguhnya engkau kami
jadikan kholifah di bumi, maka berilah keputusan (perkara) diantara
manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu

31
Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, 231.

52
karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh,orang-
orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat,
karena mereka melupakan hari perhitungan”.
Ayat diatas menjelaskan tentang Nabi Daud diangkat menjadi
khalifah dengan tugas menegakkan hukum dengan adil di antara
manusia. Dalam peranan ilmu kalam seseorang yang diangkat
sebagai kholifah harus menegakkan keadilan yang terpelihara serta
teramalkannya tiang-tiang agama dan syi‟ar-syi‟arnya tanpa
ditambah dan dikurangi. Karena dalam persoalan-persoalan yang
muncul ilmu kalam terkait erat dengan kepentingan politik dan
kekuasaan, sebagai pemimpin politik harus berhati hati menjaga
keimanan dan memakmurkan negara dengan bersandar pada
kemaslahatan dan jalur-jalur yang mendidik.32
Kekuasan politik dianugrahkan oleh Allah kepada seseorang
melalui satu ikatan perjanjian. Ikatan ini terjalin antara sang
penguasa dengan Allah swt disatu pihak dan dengan masyarakatnya
dipihak lain. Maka harus dijaga dan dijalankan, meskipun banyak
rintangan atau persoalan-persoalan yang terjadi sesuai dengan
perkembang jaman yang semakin maju. Oleh karena itu sebagai
kholifah harus mengembangkan pembaharuan terhadap konsep-
konsep yang ada tanpa meninggalkan prinsip-prinsip normatif yang
terkandung dalam Al-Qur‟an dan As-Shunnah.
Seseorang yang di angkat menjadi kholifah dalam dunia politik
harus menjaga masyarakatnya dari serangan musuh sekaligus di
larang mengikuti hawa nafsunya. Karena dalam kepemimpinan
politik yang dikarungi banyak tahta dan harta bisa menjadikan
seseorang yang cinta kepada dunia dan meninggalkan perintah
Allah.33 Seseorang yang hendak dijadikan panutan umat, maka ia
harus memiliki sifat-sifat yang dapat menjaga citranya dihadapan
orang-orang yang dipimpinnya dan harus kuat dalam melawan hawa
nafsunya, agar selalu memakmurkan rakyatnya dan benar-benar
mengemban amanat yang diberikannya.
Manusia diangkat sebagai kholifah bertugas untuk mengurus,
mengelolah potensi bumi berserta isinya untuk dijadikan senantiasa
selalu bertaqwa kepada Allah SWT. Oleh karena itu, khalifah
mengandung arti untuk membimbing dan memimpin di muka bumi
agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya. Ketika
32
Imam Iqbal, “Logika Keilmuan Kalam Tinjauan Filsafat Ilmu,” ESENSIA
(UIN Sunan Kalijaga) Vol.1, No. 2 (Oktober 2015): 101.
33
Abd. Rohim, “Khalifah Dan Khalifah Menurut Al Qur‟an,” PPs UIN
Alauddin Makasar Vol. 9, No. 1 (June 2012): 32.

53
menjalankan tugasnya kholifah tidak hanya dituntut untuk
mementingkan aspek ritualnya saja, tetapi juga dituntut untuk
memanfaatkan potensi yang ia miliki.
Konsep kepemimpinan khalifah diartikan tidak harus semua
menjadi pemimpin politik. Karena pada dasarnya semua manusia
adalah pemimpin. Karena manusialah yang dijadikan pemimpin,
tergantung pada konsepnya apa dan siapa yang harus dipimpinnya
itu, sebenarnya sangat bergantung pada kesempatan yang dimilikinya
sebagai seorang kholifah. Oleh sebab itu, setiap pemimpin (kholifah)
harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya, dan harus berlaku
adil serta melindunginnya baik yang dipimpin itu seperti: keluarga,
rumah tangga, ternak, dan seterusnya. Ketika menjalankan tugas
sebagai khalifah, manusia tidak dituntut mementingkan aspek
ritual,tetapi dituntut pula memanfaatkan potensi intelektuaknya untuk
menghadapi seseorang yang akan dipimpinnya.
Untuk menghadapi suatu permasalahan yang berada di muka
bumi ini, Allah telah membekali khalifah berupa wahyu, akal, dan
potensi-potensi lainnya. Karena manusia telah diberi mandat oleh
Allah untuk memimpin bumi dan langit serta seisinya. Tentu dalam
melaksanakan mandatnya, manusia harus melaksanakan program
Allah yang telah diturunkan kepadanya dalam bentuk syariah dan
tidak boleh keluar dari aturan-aturan Allah.

G. Aliran-aliran dalam Ilmu Kalam: Murjiah, Syiah, Jabariyah,


Qodariah, Mu‟tazilah, Ahlussunnah Wal Jamaah, dan Khawarij
1. Aliran Murji‟ah
Nama Murji‟ah diambil dari kata irja‟ atau Arja‟a yang
bermakna penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arjaah
mengandung arti memberi pengharapan, yaitu kepaada pelaku dosa
besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah SWT.
Selain itu, arja‟a berarti meletakkan dibelakang atau mengemudikan,
yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu,
murji‟ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seorang
yang bersengketa, yaitu Ali dan Muawiyah, serta pasukannya pada
hari kiamat kelak. Ada dua teori yang berkembang tentang
kemunculam aliran murji‟ah. Teori pertama mengatakan bahwa
gagasan irja‟ atau arja‟a dikembangkan oleh para sahabat untuk
tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi
perdebatan politik dan untuk menghindari golongan itu sendiri.
Murji‟ah, baik pada kelompok politik maupun teologis diperkiran

54
lahir brsama denagn kemunculan syi‟ah dan khawarij. Murji‟ah, pada
saat itu merupakan musuh berat dari khawarij.
Teori kedua mengatakan bahwasannya gagasan irja‟ merupakan
suatu ajaran dari murji‟ah yang muncul pertama kali sebagai gerakan
politik yang dilihat oleh cucu Ali in Abi Thalib, Al-Hasan Bin
Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695. Teori ini telah
menceritakan bahwa 20 tahun yang lalu yaitu pada saat
meninggalnya muawiyah pada tahun 680, dunia islam diganggu oleh
perdebatan sipil, yaitu AL-Muhtar membawa paham syi‟ah kekufah
dari tahun 685-687.
Ajaran pada aliran murji‟ah pada dasarnya bersumber dari
gagasan atau doktrin irja‟ atau arja‟a yang menerapkan banyak
persoalan yang dihadapinya, baik ersoalan politik maupun teologis.
Dibidang politik doktrin irja‟ diterapkan dengan sikap politik yang
netral, yang selalu ditunjukkan dengan sikap diam. Itulah sebabnya,
kelompok murji‟ah dikenal sebagai kelompok bungkam/diam. Sikap
ini akhirnya menerapkan begitu jauh sehungga membuat murji‟ah
selalu diam dalam persoalan politik.34
Tokoh-tokoh yang masuk dalam golongan ini adalah AL-Hasan
Ibn Muhammad Ibn Ali Bin Bi Thalib, Abu Hanafiyah, Abu Yusuf,
dan beberapa Ahl AL-Hadits. Menurut golongan ini, orang islam
yang melakukan dosa besar masih tetap mukmin. Dalam hal ini, Abu
Hanafiyah memberi pengertian bahwa iman adalah pengetahuan dan
pengakuan adanya tuhan, Rasul-rasulnya, dan segala sesuatu yang
dating dari Tuhan.
Sekte-sekte dalam aliran Murji‟ah adalah AL-Jamiyah, pengikut
jahm bin safwan. Ash-Shalihiyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalahy.
AL-Yunushiyah, pengikut Yunus As-Samary. Asy-Ayamriayah,
pengikut Abu Samr dan Yunus.

2. Aliran Syi‟ah
Syi‟ah secara bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, ayau
kelompok, sedangkan secara istilah dikaitkan denagn sebagian kaum
muslim dalam bidang spiritual dan keagamaan mengarah pada
keturunan Nabi Muhammad SAW.
Doktri Aliran Syi‟ah yaitu pernyataan bahwa segala petunjuk
agama bersumber dari Ahl AL-Bait. Mereka menolak petunjuk-
petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan Ahl Al-Bait atau
para pendukungnya.

34
Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, 70–78.

55
Didalam sekte syi‟ah itsna „ad=din konsep ini menjadi akar atau
patokan agama. Konsep usuludin mempunyai 5 akar yaitu sebagai
berikut: tauhid, keadilan, nubuwwah, ma‟ad,imamah.35

3. Aliran Jabariyah
Jabariyah memiliki arti suatu kelompok atau aliran yang
menegaskan bahwa paham AL-Jabariyah yang berarti
menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya an
menyadarkannya pada Allah SWT.
Doktrin jabariyah bahwa segala perbuatan manusia bukan
merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya, melainkan
perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.36

4. Aliran Qadariyah
Aliran Qadariyah adalah aliran yang percaya bahwa segala
tindakan manusia tidak diintervensi tangan Tuhan. Aliran iini
berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala
perbuatannya.
Manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya, manusia yang
melakukan, baik atas kehendak maupun kekuasaan sendiri, dan
manusia pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan
jahat atas kemauan ddan gayanya sendiri.37

5. Aliran Mu‟tazilah
Aliran ini tumbuh sebagai kaum yang netral politik, khususnya
dalam arti sikap yang lunak dalam menengahi pertentangan antara
Ali Bin Abi Thalib dan lawan-lawan nya, terutama Muawiyyah,
Aisyah, dan Abdullah Bin Zubair.38

6. Aliran Ahlussunah Walljamaah


Ahlussunah dapat dibedakan menjadi 2 pengertian, yaitu umum
dan khusus, pengertian umum yaitu lawan kelompok syi‟ah, dalam

35
Tengku Muhammad Hasbi, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam
(Bandung: Pustaka Rizki Putra, 1975), 131–38.
36
Karman Supiana, Materi Pendidikan Agama Islam (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001), 17.
37
Supiana, 176–77.
38
Sahilun A.Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, Dan
Perkembangannya, 163–65.

56
pengertian khusus adalah mazhab yang berada dalam barisan
asyiariyah dan merupakan lawan mu‟tazilah.39

7. Aliran Khawarij
Aliran khawarij adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali
bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak
sepakat terhadap Ali yang menerima tahkim dalam perang sifin pada
tahun 37H/648M degan kelompok bughat (pemberontakan)
muawiyyah bin Abi Sufyan perihal persengkeetaan khalifah.
Doktrin aliran khawarij diantaranya khalifah atau imam harus
dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam, khalifah tidak harus
besrasal dari keturunan arab, setiap orang muslim berhak menjadi
khalifah asal sudah memenuhi syarat.40

H. Perbandingan Pemikiran Aliran Kalam


1. Perbandingan akal dan wahyu
Aliran Al-Maturidi (golongan Maturidiah) mengakui adanya
keburukan obyektif (yang terdapat pada suatu perbuatan itu sendiri)
dan akal bisa mengetahui kebaikan dan keburukan sebagian sesuatu
perbuatan.41
Seolah-olah mereka membagi sesuatu (perbuatan-perbuatan)
kepada tiga bagian, yaitu sebagian yang tidak dapat diketahui
kebaikannya dengan akal semata-mata, sebagian yang tidak dapat
diketahui keburukannya dengan akal semata-mata dan sebagian lagi
yang tidak jelas kebaikan dan keburukannya bagi akal. Kebaikan dan
keburukan bagian terakhir ini hanya bisa diketahui dengan melalui
syara‟.
Aliran Mu‟tazilah juga mempunyai aliran yang sama seperti
yang dikutip oleh al-jubbai, dimana ia mengatakan bahwa apa yang
diketahui kebaikannya oleh akal, harus dikerjakan berdasarkan
perintah akal dan yang diketahuii keburukannya harus ditinggalkan
menurut keharusan akal.42

2. Perbandingan Iman dan Kufur


Dalam pandangan khawarij iman semata-semata tidak percaya
kepada Allah. Akan tetapi, mengerjakan segala perintah kewajiban
39
Sahilun A.Nasir, 187.
40
Sahilun A.Nasir, 65.
41
Abu Zar, “Pemikiran Al-Maturidiyah Dalam Pemikiran Islam,” Jurnal
Adabiyah Vol.. XIV, No. 2 (2014): 153–54.
42
Ibid.

57
agama juga merupakan bagian dari keimanan. Oleh karena itu, segala
perbuatan religius, termasuk di dalamnya maslah kekuasaan adalah
bagian dari keimanan (al-‘amal juz’ al-iman).43
Dengan demikian, siapapun yang menyatakan dirinya beriman
kepada Allah swt dan Muhammad saw adalah Rasulnya. Tetapi jika
tidak melaksanakan kewajiban nya terhadap Allah swt dan
melakukan perbutan dosa, maka oleh khawarij dipandang telah kafir.
Subsekte murjiah yang sangat ekstrim adalah yang beranggapan
bahwa iman terletak di dalam kalbu. Adapun ucapan dan perbuatan
tidak selamanya merupakan refleksi dari yang ada di dalam kalbu.
Oleh karena itu, segala perbuatan yang menyimpang dari kaidah
agama tidak berarti menggeser keimanannya, bahkan keimanannya
masih sempurna di mata Allah swt. dan aliran murjiah berpendapat
bahwa pelaku dosa besar tidak dianggap sebagai kafir.
Aliran mu‟tazilah beranggapan bahwa amal perbuatan
merupakan salah satu unsur terpenting dalam iman. Aspek terpenting
pada aliran mu‟tazilah adalah iman yang mereka identifikasikan
sebagai ma‟rifah (pengetahuan tentang akal). Mu‟tazilah sangat
menekankan pentingnya pemikiran logis atau penggunaan akal bagi
keimanan.
Menurut al-asy‟ari iman adalah tashdiqh bi al-qalb
(membenarkan dengan hati). Unsur iman adalah tasydiq, qawl, dan
amal. Persyaratan minimal untuk adanya iman hanya tasydiq, yang
diekspresikan secara herbal akan berbentuk syahadatain.
Dalam masalah iman, aliran maturudiah berpendapat bahwa
iman adalah tashdiq bi al-qalb bukan semata-mata iqrar bi al-lisan.
Adapun pengertian iman menurut maturudiah bukhara adalah tashdiq
bi al-qalb dan tashiq bi al-lisan.

3. Perbandingan Kehendak Mutlak Tuhan dan Keadilan Tuhan


Aliran mu‟tazilah berprinsip keadilan Tuhan mengatakan bahwa
Tuhan itu adil dan tidak mungkin berbuat zalim dengan memaksakan
kehendak kepada hamba-Nya, kemudian hambalah yang harus
menanggung akibat perbuatan-Nya. Dengan demikian, manusia
mempunyai kebebasan untuk melakukan perbuatannya tanpa ada
paksaan sedikitpun dari Tuhan. Dengan kebebasan itulah, manusia
dapat bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Tidak adil jika
Tuhan memberikan pahala atau siksa kepada hamba-Nya jika tanpa
diiringi dengan pemberian kebebasan terlebih dahulu.

43
Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, 170–71.

58
Aliran asy‟ariah kaum asy‟ariah percaya pada kemutlakan
kekuasaan Tuhan. Menurutnya, perbuatan-perbuatan tuhan tidak
mempunyai tujuan. Sebab, yang mendorong tuhan untuk berbuat
sesuatu semata-mata karena kekusaan dan kehendak mutlak-Nya,
bukan karena kepentingan manusia atau tujuan yang lain. Mereka
mengartikan keadilan dengan menempatkan sesuatu di tempat yang
sebenarnya, yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang
dimiliki serta mempergunakannya sesuai dengan kehendaknya.
Aliran maturidiah dalam memahami kehendak mutlak dan
keadilan tuhan aliran ini terpisah menjadi dua, yaitu maturidiah
samarkand dan maturidiah bukhara. Pemisahan ini disebabkan
perbedaan keduanya dalam menentukan porsi penggunaan akal dan
pemberian batas terhadap kekuasaan mutlak tuhan. Menurut
maturidiah samarkand dibatasi keadilan tuhan.
Tuhan maha adil mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya
adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk serta tidak
mengabaikan kewajiban-Nya terhadap manusia. Oleh karena itu,
tuhan tidak akan memberi beban yang terlalu berat kepada manusia
dan tidak sewenang-wenang dalam memberikan hukum karena tuhan
tidak dapat berbuat zalim.
Adapun maturidi bukhara berpendapat bahwa tuhan mempunyai
kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat yang dikehendaki-Nya dan
menentukan segalanya. Tidak ada yang dapat menentang atau
memaksa tuhan dan tidak ada larangan bagi tuhan.

4. Perbandingan perbuatan manusia


Aliran jabariah, ada perbedaan pandangan antara jabariah
ekstrem dan jabariah moderat dalam masalah perbuatan manusia.
Jabariah ekstrem berpendapat bahwa segala perbuatan manusia
bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya, tetapi
perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.44
Jabariyah memandang bahwa manusia tidak mempunyai
kekuasaan untuk berbuat apa-apa, dia tidak mempunyai kehendak
sendiri dan tidak punya kebebasan. Dalam perbuatannya, manusia
adalah majbur (terpaksa).45
Jabariah moderat mengatakan bahwa tuhan menciptakan
perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik,
44
Edi Susanto, “Pola Pembelajaran Ilmu Kalam Di PTAI (Kasus Ikhtiar
Rekonsiliasi Dalam Memahami Perbuatan Manusia),” TADRIS Vol.3, No. 2
(2008): 184–85.
45
Edi Susanto, 185.

59
tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang
diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan
perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab (acquistion).
Aliran qodariah mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia
dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai
kewenangan untuk melakukan segala perbuatannya atas kehendaknya
sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat.
Corak pemikiran paham Qadariyah lebih mengedepankan sikap
rasionalitas, otoritas akal yang sangat berperan dalam segala
perbuatan atau aktivitas manusia tanpa adanya campur tangan Tuhan.
Dalam filsafat paham Qadariyah disebut paham indeterminisme
sebagai lawan determinisme (Jabariyah).46
Aliran mu‟tazilah memandang manusia mempunyai daya yang
besar dan bebas. Oleh karena itu mu‟tazilah menganut paham
qadariah atau free will. Menurut al-jubai dan abd al-jabbar
manusialah yang menciptakan perbuatan-perbuatannya. Kepatuhan
dan ketaatan seseorang kepada tuhan adalah atas kehendak dan
kemauan sendiri.
Aliran asy‟ariah menempatkan manusia pada posisi yang lemah.
Diibaratkan anak kecil yang tidak mempunyai pilihan dalam
hidupnya. Oleh karena itu, aliran asy‟ariah lebih dekat dengan paham
jabariah daripada mu‟tazilah.
Aliran maturidiah terdapat perbedaan antara maturidiah
samarkand dengan maturidiah bukhara. Jika yang pertama lebih
dekat dengan paham mu‟tazilah, yang kedua lebih dekat dengan
paham asy‟ariah. Menurut maturidiah samarkand adalah kehendak
dan daya manusia dalam arti kata sebenarnya dan bukan dalam arti
kiasan.
Sedangkan menurut maturidiah bukhara manusia tidak
mempunyai daya untuk melakukan perbuatan hanya Allah swt yang
dapat menciptakan dan manusia hanya dapat melakukan perbuatan
yang telah diciptakan tuhan baginya.

I. Referensi
Abd. Rohim. “Khalifah Dan Khalifah Menurut Al Qur‟an.” PPs UIN
Alauddin Makasar Vol. 9, No. 1 (June 2012): 32.

46
M.Yunus Samad, “Pendidikan Islam Dalam Perspektif Aliran Kalam
Qadariyah, Jabariyah, Dan Asy‟ariyah,” Lentera Pendidikan Vol.16, No. 1 (June
2013): 75.

60
Abdul Razak, Rosihon Anwar. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka
Setia, 2016.
Abu Zar. “Pemikiran Al-Maturidiyah Dalam Pemikiran Islam.”
Jurnal Adabiyah Vol.. XIV, No. 2 (2014): 153–54.
Ahmad Hanafi. Teologi Islam Ilmu Kalam. Jakarta: Bulan Bintang,
2010.
Ahmad Kholil. “Aktualisasi Falsafah Kalam Dalam Konteks
Kekinian.” Malang: UIN Maulana Ibrahim, n.d.
Ahmad Zaini. “Mengurai Sejarah Timbulnya Pemikiran Ilmu Kalam
Dalam Islam” Vol 1, No 1 (June 2015).
Andi Eka Putra. “Taswuf, Ilmu Kalam Dan Filsafat Islam.” Al-Adyan
Vol.VII, No. 2 (2012): 100.
Edi Susanto. “Pola Pembelajaran Ilmu Kalam Di PTAI (Kasus
Ikhtiar Rekonsiliasi Dalam Memahami Perbuatan Manusia).”
TADRIS Vol.3, No. 2 (2008): 184–85.
Halimah Dja‟far. “Memahami Teologi Islam” VOL XV, N0.1, (April
2014).
Imam Iqbal. “Logika Keilmuan Kalam Tinjauan Filsafat Ilmu.”
ESENSIA (UIN Sunan Kalijaga) Vol.1, No. 2 (Oktober
2015): 101.
Ishak Abdul Aziz. “Ilmu Kalam Dan Persoalan Sifat Tuhan.”
TAJDID Vol.XII No.1 (June 2013): 419.
Kiki Muhammad Hakiki. “Pemikiran Kalam Syaikh Muhammad
Sanusi” Vol.7, No.13 (2011): 114–15.
Miftahul Ula, Amat Zuhri. “Ilmu Kalam Dalam Soratan Filsafat
Ilmu.” Recilia Vol. 18,No. 2 (Oktober 2015): 162.
M.Khamzah. Hikmah: Membina Kreatifitas Dan Prestasi Akidah
Dan Akhlak. Sragen: Akik Pustaka, n.d.
M.Kursani Ahmad. “Kalam Klasik Dan Kalam Kontemporer (Studi
Konstruksi Metodologi)” Vol. 13, No.2 (2014): 149.
Moh Dahlan. “Nalar Ilmu Kalam Emansipatoris.” Religi Vol.VII,
No.1 (January 2012): 53.
Muhammad Ridwan Lubis. “Definisi Dan Sejarah Munculnya
Pemikiran Islam,” n.d.
M.Yunus Samad. “Pendidikan Islam Dalam Perspektif Aliran Kalam
Qadariyah, Jabariyah, Dan Asy‟ariyah.” Lentera Pendidikan
Vol.16, No. 1 (June 2013): 75.
Rosihon Anwar, Abdul Rozak. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia,
2013.
Sahilun A.Nasir. Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran,
Dan Perkembangannya. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

61
Supiana, Karman. Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2001.
Tengku Muhammad Hasbi. Sejarah Dan Pengantar Ilmu
Tauhid/Kalam. Bandung: Pustaka Rizki Putra, 1975.
Zainal Arifin Purba. “Relasi Tasawuf, Filsafat, Dan Ilmu Kalam.”
Padangsidimpuan SUMUT: STAIN Padangsidimpuan Vol.1,
No. 1 (November 2013): 351.

62
MEMAHAMI TAUHID

Retno Winahyu Kesumasari, Aprilio Arie Saputra, Ardi Kismawan,


Berty Ghany Mu’thi Pratiwi, Billy Bima Pratama, Dewi Ariyanti,
Dewi Istiana, dan Diah Ayu Surya Putri

A. Pengertian Tauhid
Secara etimologis, tauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-
tauhidan yang berarti Esa, keesaan, atau mengesakan Allah meliputi
seluruh pengesaan.1 Adapun secara terminologis, Tauhid berarti
mengesakan Allah, sebagai satu-satunya zat dalam Rububiyyah-Nya,
Uluhiyyah-Nya, segala sifat, dan nama-nama-Nya.2 Tauhid yang
artinya mengesakan Allah SWT, tiada Tuhan kecuali Allah. Tauhid
adalah ilmu yang membahas secara keseluruhan tentang sang
pencipta alam ini hingga seluruhnya dapat dimengerti oleh makhluk
Allah, agar senantiasa selalu menyembah Allah SWT.
Kata Tauhid berasal dari bahasa Arab yaitu kata wahhada,
yuwahhidu, tauhid yang berarti mengesakan. Sedangkan menurut
istilah, tauhid adalah mengesakan Allah Subhana wa Ta‘ala dalam
Uluhiyah, Rububiyah, nama-nama dan sifat-sifatNya.3 Perkataan
tauhid berasal dari bahasa Arab Wahhada-Yuwahhidu-Tauhidan
yang secara etimologis berarti ke-Esaan, sehingga istilah
mentauhidkan berarti, ―mengesakan‖.4 Sebagai makhluk hidup
ciptaan Allah SWT, manusia wajib bertauhid kepada Allah. Karena
tauhid merupakan kunci pokok agar kehidupan manusia menjadi
lebih baik, dan tidak kembali pada jaman jahilliyah yaitu jaman
kebodohan karena tidak ada manusia yang mengenal, mempercayai
serta meyakini bahwa Allah SWT itu Esa. Dalam ilmu tauhid tidak
bisa sembarangan dalam menetapkan keesaan Allah SWT, karena
harus mengambil dalil-dalil yang benar dan sudah tentu shahih.
Ilmu Tauhid ialah ilmu yang membicarakan tentang persoalan
keesaan Allah SWT dan perkara-perkara yang berkaitan denga nnya.5
1
Ifdlolul Maghfur, ―Membangun Ekonomi dengan Prinsip Tauhid,‖
Universitas Yudharta Pasuruan Vol. 7, No. 2 (Juni 2016): 3.
2
Jarman Arroisi, ―Integrasi Tauhid dan Akhlak dalam Pandangan Fakhruddîn
Ar-Razi,‖ Institut Studi Islam Darussalam Gontor Vol. 9, No. 2 (November 2013):
311.
3
Ifdlolul Maghfur, ―Membangun Ekonomi dengan Prinsip Tauhid,‖
Universitas Yudharta Pasuruan, Vol. 7, No. 2, (Juni 2016), 215.
4
Constantin, ―Urgensi Pendidikan Tauhid dalam Keluarga,‖ AT-TA‘LIM,
Vol. 3, 2012, 96.
5
Komarul Shukri Mohd Teh, Pengantar Ilmu Tauhid, (Kuala Lumpur:
Taman Shimelin Perkasa, 2008), 2.

63
Merujuk kepada pendefinisian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa kata ―Tauhid‖ merupakan kata benda yang berarti
keesaan Allah, kuat kepercayaan bahwa Allah hanya satu. Secara
etimologis, Tauhid berarti mengesakan. Secara terminologis, seperti
dipaparkan oleh Umar Al Arbawi bahwa Tauhid berarti pengesaan
pencipta (Allah) dengan ibadah, baik dalam Dzat, sifat maupun
perbuatan.6 Konsep ketauhidan dalam pandangan Abdul Karim
Amrullah juga menjelaskan bahwa ‗Ilmu At Tauhid (Ilmu Keesaan
atau Teologi).7 Tauhid yang diartikan mengesakan Tuhan yaitu
Allah SWT, yang mana Allah SWT lah yang memiliki segalanya,
Allah adalah satu-satunya yang kekal di dalam dunia dan akhirat.
Dalam ilmu tauhid tidak bisa sembarangan dalam menetapkan
keesaan Allah SWT, karena harus mengambil dalil-dalil yang benar
dan sudah tentu shahih.
Tauhid yakni suatu asas yang menjadikan Allah sebagai sumber
satu-satunya Ilmu. Ilmu yang selama ini didapatkan oleh seluruh
makhluk hidup itu bersumber hanya dari Allah SWT, tidak ada yang
tiba-tiba berilmu melainkan kehendak dari Allah SWT, sebagai
manusia yang beriman wajib mengetahui keesaan Allah yang mana
bukan hanya bersumber dari satu aspek, akan tetapi dari beberapa
aspek yang memang itu sudah menjadi kepemilikan Allah SWT.

B. Nama-nama Ilmu Tauhid


1. Ilmu Kalam
Ilmu Kalam memiliki beberapa pengertian, di antaranya ada
yang menyatakan bahwa ilmu kalam adalah teologi rasional. yang
tumbuh untuk kepentingan membela aliran pikiran tertentu.8 yang
mendapat tugas melayani suatu kelompok Islam tertentu melawan
kelompok Islam lain atau kelompok diluar Islam. Ilmu Kalam ialah
ilmu yang membicarakan tentang wujud-wujud Tuhan (Allah), sifat-
sifat yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang tidak ada pada-Nya
dan sifatsifat yang mungkin ada pada-Nya dan membicarakan
tentang Rasul-Rasul Tuhan. Dasar ilmu kalam adalah dalil-dalil
pemikiran dan pengaruh dalil pikiran dalam pembicaraan para

6
Said Aqiel Siradj, ―Tauhid dalam Perspektif Tasawuf,‖ ISLAMICA, Vol. 5,
No. 1 (September 2010): 152-153.
7
Ichsan Wibowo Saputro, ―Konsep Tauhid Menurut Abdul Karim Amrullah
dan Implikasinya terhadap Tujuan Pendidikan Islam,‖ Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Vol. 11, No. 2 (Desember 2016): 266.
8
Moh Dahlan, ―Nalar Ilmu Kalam Emansipatoris,‖ 2012 Vol. VIII, No. 1
(n.d.): 51.

64
Mutakallimin.9 Terkadang jarang menggunakan dalil yang bersumber
dari Al Qur‘an dan Hadits.

2. Ilmu Ushuluddin
Ilmu Ushuluddin adalah ilmu yang membahas tentang prinsip-
prinsip kepercayaan agama dengan percaya kepada Al Qur‘an dan
Hadits.10 Ilmu ini disebut dengan Ushluddin kerena ilmu ini
membahas pokok-pokok Agama.11 Ilmu yang membicarakan tentang
sifat-sifat Allah Swt, sifat-sifat para utusanNya yang terdiri dari sifat
yang wajib, sifat jaiz dan sifat yang mustahil.12 Selain itu juga
menerangkan segala yang mungkin diterima oleh akal, untuk
menjadikan bukti dan dalil.

3. Ilmu Aqo‘id
Ilmu Aqo‘id adalah segala hal-hal yang diyakini oleh kaum
muslimin.13 berasal dari serapan kata khuluq yang artinya adalah
kebiasaan, perangai, tabiat, dan agama.14 Akhlak mengandung
pengertian tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja,
tidak dibuat-buat, dan telah menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang
dimiliki setiap umat muslim.
4. Ilmu Teologi Islam
Ilmu yang membahas tentang kebenaran wahyu dan ilmu
pengetahuan.15 Ilmu tentang hubungan dunia ilahi (atau ideal, atau
kekal tak berubah) dengan dunia fisik. Juga dapat disebut ilmu
Teologi.16 Berupa keadilan dan kebijaksanaan, qada dan qadar,
pengutusan rasul-rasul sebagai penghubung antara Tuhan dan
manusia dan soal-soal yang bertalian dengan kenabian, kemudian
tentang keakhiratan.

9
Sahilun, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan
Pembelajaran, 2012 ed. (Jakarta: RajaGrafindo Persada,), 4.
10
Ibid.
11
Abdul Rozak, Ilmu Kalam, 2012 ed. (Bandung: Pustaka Setia), 20.
12
Farid Wajdi, ―Ilmu-Ilmu Ushuluddin Menjawab Problematika Umat Islam
Dewasi Ini,‖ 2014 Vol. 1, No.1: 44.
13
Sahilun, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan
Pembelajaran, 5.
14
Jarman Arroisi, ―Integrasi Tauhid dan Akhlak dalam Pandangan
Fakhruddîn Ar-Razi,‖ 2013 Vol. 9, No. 2: 316.
15
Abdul Rozak, Ilmu Kalam, h. 20.
16
Halimah Dja‘far, ―Memahami Teologi Islam (Sejarah dan
Perkembangannya),‖ 2014 VOL, 15, No.1: 103.

65
5. Ilmu Ma‘rifah
Ma‘rifah dari segi bahasa berasal dari kata ‗arafa, ya‘rifu, irfan,
ma‘rifah yang artinya pengetahuan atau pengalaman. Ma‘rifah adalah
pengetahuan bukan pada hal-hal yang bersifat zahir, tetapi lebih
mendalam terhadap batinnya dengan mengetahui rahasianya.17
Implikasi ma‘rifah ialah datangnya pengetahuan ilham, yaitu
pengetahuan yang diberikan Allah secara langsung kepada hamba-
hambanya yang dipilihnya, baik mengenai urusan dunia maupun
akhirat.

C. Ruang Lingkup Tauhid


Pembahasan ruang lingkup Tauhid mencakup pembahasan
mengenai Ilahiyat, Nubuwat, Ruhaniyat dan juga Sam‘iyyat.18
Penjelasan mengenai empat pembahasan yang telah disebutkan,
yakni sebagai berikut:
1. Ilahiyat
Ilahiyat merupakan pembahasan yang berkaitan dengan Tuhan.
Berkaitan dengan ruanglingkup tauhid tentang Ilahiyat maka berikut
ada beberapa poin yang membahas tentang Ilahiyat sebagai berikut:
a. Zat Allah SWT
Tauhid zat berarti zat Allah swt. Ialah satu tidak ada sekutu
dalam wujud-Nya, tidak ada kemajemukan, serta tidak ada tuhan lain
di luar Diri-Nya.19 Maksudnya adalah seperti dalam kalimat tauhid
bahwa Allah swt itu tidak beranak dan tidakpula di peranakkan, dan
tidak ada tuhan melainkan Allah swt, maka jangan menyembah
selain Allah swt. Lain dari zat Allah swt ada sebutan atau nama yang
di berikan kepada Allah. Sehingga tidak ada yang menyamai
kedudukan Allah swt dan tidak ada yang bisa menggantikan.

b. Nama-Nama Allah SWT


Nama-nama Allah swt atau biasa disebut Asmaul Husna
merupakan salah satu cara Tuhan untuk memperkenalkan keesaan,
kemahakuasaan, kesucian dan kegaungannya-Nya.20 As-Maulhusna

17
Murni, ―Konsep Ma‘rifatullah Menurut Al-Ghazali (Suatu Kajian Tentang
Implementasi Nilai-Nilai Akhlak al-Karimah),‖ 2014 Vol. 2, No.1: 132-133.
18
Constanti, ―Urgensi Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga,‖ At-Ta`lim 3
(2012): 99.
19
Ruhullah Taqi Murwat‘, ―Ilahiyat Nubuwat Ruhaniyat dan Sam‘iyyat:
Metode Pendidikan Tauhid dalam Keluarga,‖ Didaktika Religia 3, no. 1: 5.
20
Damhuri, ―Penerapan Semangat Asmaul Husna ―Al-Mu‘izz dan Al-
Muzill,‖ Pola Kepemimpinan 2, no. 1 (2014): 113.

66
berjumlah 99 nama-nama baik Allah swt, berdasarkan dari semua
nama itu menerangkan bahawa semuanya menerangkan konsep serta
nilai yang harus di contoh oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Karena nama-nama Allah swt ini sungguh sangat baik dan sangat
mulia apabila umat muslim bisa menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari maka akan bisa mengetahui nilai-nilai dan juga konsep-
konsep dalam kehidupan umat muslim.

c. Sifat-sifat Allah SWT


Allah swt mempunyai sifat yang sempurna yang harus diimani
oleh umat Islam.21 Karena sifat-sifat Allah swt merupakan hakikat
zat, sedangkan zat Allah swt satu, Esa.22
Sifat-sifat Allah swt terdapat dalam Al-Qur‘an surat al-Iklas
yang artinya: ―Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah
swt adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia
tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,dan tidak ada seorangpun
yang setara dengan Dia."23
Arti di atas menjelaskan bahwa sifat Allah swt adalah Maha Esa,
tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada orang sang sama
dengan-Nya. Sehingga dengan demikian Allah swt adalah yang maha
kuasa atas seluruh alam yang ada di dunia ini, karena Dia yang telah
menciptakan semuanya sehingga Dialah yang berkuasa atas
segalanya. Sungguh Allah swt itu Maha Esa tidak beranak dan tidak
pula diperanakan, jangan sampai umat muslim tidak mempercayai
akan keberadaan Allah di dunia ini.
Namun ada pertentangan mengenai pemahaman apakah Tuhan
mempunyai sifat atau tidak. Kaum yang berslisih paham tetang
masalah ini kaum Mu‘tazilah gengan Asy‘ariah.24 Selisih paham
yang dialami oleh kaum Mu‘tazilah ini adalah kesalahan mengenai
pemahaman tentang sesungguhnya Allah swt itu mempunyai sifat
atau tidak.

21
Abdul Hakim, ―Menimbang Metode Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani Dalam
Memahami Sifat-Sifat Allah,‖ Ulul Albab 14, no. 1 (2013): 33.
22
Abdul Hanafi, Teologi Islam Ilmu Kalam (Jakarta: Bulan Bintang, 2010),
115.
23
Abdul Hakim, ―Menimbang Metode Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani Dalam
Memahami Sifat-Sifat Allah,‖ 33.
24
Harun Nasution, Teologi Islam (Jakarta: UI-Press, 2014), 135.

67
2. Nubuwat
Nabi menurut bahasa berasal dari bahasa Arab na-ba bermakna
yang ditinggikan, atau dari kata na-ba-a yang berarti berita.25 Nabi
merupakan seseorang yang mempunyai derajad tinggi karena
kedudukannya. Nabi itu di tinggikan oleh Allah swt. Serta Allah swt
memberikan wahyu yang harus disampaikannya. Karena Nabi
diberikan tugas untuk menyampaikan ajaran agama Islam di bumi
agar umat Islam bisa mengetahui ajaran-ajaran yang di wahyukan
dari Allah SWT kepada Nabi.

3. Ruhaniyat
Pembahasan ruhaniyat ini mencakup tentang malaikat, jin, iblis
dan syaitan26. Berikut ini adalah penjelasan mengenai empat poin
pembahasan dari ruhaniyat, yaitu:
a. Malaikat
Malaikat diciptakan dari nur atau cahaya, malaikat mempunyai
sifat tertentu27. Malaikat yang wajib diketahui ada sepuluh dan
sepuluh malaikat tersebut mempunyai tugas masing-masing, dari
yang menyampaikan wahyu sampai menjaga pintu syurga.
b. Jin
Al Jin berarti tersembunyi dari pandangan manusia.28 Walupun
jin tidak dapat dilihat oleh manusia, tetapi manusia harus
mempercayai akan adanya jin di sekitarnya, karena ini sudah
diperintahkan Allah swt. Harus diketahui juga oleh semua umat
Islam bahwasannya jin itu ada dua jenis, yaitu jin yang baik dan juga
jin yang jahat. Jin yang baik adalah jin yang mau beribadah kepada
Allah sedangkan jin yang jahat ini hampir sama dengan iblis dan
syaitan karena dia tidak mau beribadah dan menyembah kepada
Allah swt.
c. Iblis
Iblis adalah makhluk Allah swt yang tidak mau sujud kepada
Allah swt. Iblis termasuk golongan malaikan dan jin.29 Iblis
merupakan makhluk yang Allah swt ciptakan dengan tujuan yang

25
Ruhullah Taqi Murwat‘, ―Ilahiyat Nubuwat Ruhaniyat dan Sam‘iyyat:
Metode Pendidikan Tauhid dalam Keluarga,‖ 8.
26
Ibid., 12.
27
Ibid., 13.
28
Ruhullah Taqi Murwat‘, ―Ilahiyat Nubuwat Ruhaniyat dan Sam‘iyyat:
Metode Pendidikan Tauhid dalam Keluarga.‖
29
Norjrnah, ―Iblis dalam Perspektif Teologi Syyid Qutb,‖ Teologia 25, no. 2
(2014): 8.

68
sama seperti diciptakannya manusia yaitu untuk beribadah kepada-
Nya , namun Iblis tak mau mematuhi perintah dan bersujud kepada
Allah swt. Karena sesungguhnya iblis dengki dengan Adam yang
diciptakan Allah swt untuk tinggal di syurga juga, tetapi iblis dengki
dengan Adam sehingga iblis di usir dari syurga. Sebab iblis menjadi
pembangkan dan tidak mau patuh kepada Allah swt adalah karena
iblis di usir dari syurga. Sehingga Iblis adalah makluk yang telah
diciptakan namun menjadi pembangkang kepada Allah swt.
d. Syaitan
Syaitan mempunyai cara untuk membuat manusia lupa akan
perintah Allah swt antara lain: bisikan, lupa, melamun, memandang
baik perbuatan zina, janji palsu, tipu daya, hambatan dan
permusuhan.30 Penjelasan di atas berarti bahwa banyak sekali cara
syaitan untuk mengganggu manusia agar tidak mengerjakan perintah
Allah swt. Maka dari itu sebagai umat Islam hendaklah untuk dapat
mempertebal keimanan agar dirinya tidak mudah untuk diganggu
syaitan.

4. Sam‘iyyat
Sam‘iyyat adalah segala sesuatu yang dapat diketahui melalui
Al-Qur‘an dan Sunnah.31 Apabila sam‘iyat adalah yang telah di
sebutkan maka hal-hal yang dapat diketahu dari Al-Qur‘an dan
Sunnah adalah tentang syurga, neraka, azab kubur, akhirat dan alam
barzah.

D. Macam-macam Ilmu Tauhid


1. Tauhid al-Rububiyyah
Tauhid al-Rububiyyah diambil dari kalimat Rabbinas, bermakna,
hanya Allah satu-satunya pemilik, pengendali alam raya, dan
mematikan sebagaimana dijelaskan Q. S. Ar- Rum (30): 40:
Artinya”Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu
rizki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu
(kembali).32 Maksudnya Allah adalah sang pencipta yang mengurus
segala alam serta isinya. Dan manusia haruslah taat pada semua
perintahnya dan menjauhi larangannya.

30
Ruhullah Taqi Murwat‘, ―Ilahiyat Nubuwat Ruhaniyat dan Sam‘iyyat:
Metode Pendidikan Tauhid dalam Keluarga,‖ 14.
31
Constanti, ―Urgensi Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga,‖ 99.
32
Constantin, ―Urgensi Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga,‖ At- Ta’lim
Vol.3 (2012): h. 97-98.

69
Hampir semua umat manusia mempercayai adanya Tuhan yang
mengatur segala alam semesta ini. Meskipun banyak yang
mempercayai adanya banyak Tuhan. Karena sangatlah penting
memahami Tuhan dalam istilah Al Rububiyah. Islam coba
menggambarkan kepada manusia tentang keseluruhan ajaran Tuhan
yang mungkin dapat dimengerti. Islam merupakan agama yang
menghambakan kepada Allah SWT. sebagai realitas utama. Maksud
Rabb atau Tuhan di sini adalah sebagai sang pencipta, yang
menguasai, dan mengatur segala alam dan isinya. Dengan ini
manusia dapat menyadari bahwa tidak ada Tuhan yang patut
disembah kecuali Allah. Dengan demikian maka manusia akan sadar
akan kehambaaannya kepada Allah.33
Melihat dari Tauhid Al Rububiyyah yang ditafsirkan oleh Sayyid
Muhammad Rasyid Rida dalah sebagai tauhid kekuasaan.34
Memaksudkan bahwa Allah adalah segalanya, yang memberi
makhluknya kehidupan, yang menciptakan seluruh alam semesta
beserta isinya, Dia-lah yang Maha Esa, yang menghidupkan maupun
mematikan setiap ciptaannya. Dia yang paling berkuasa dan tiada
yang dapat menandingi kuasa-Nya.

2. Tauhid al- Uluhiyyah


Tauhid al- Uluhiyyah adalah pengakuan terhadap keesaan Allah
yang terlafazkan dalam kalimat “laa ilaaha illallah”, Yang artinya:”
tiada Tuhan selain Allah”. Menurut Rasyid Rida, kita sebagai umat
islam diharuskan memahami apa itu Tauhid al- Uluhiyyah.
Maksudnya memahami apa itu Tauhid al- Uluhiyyah adalah sebuah
rencana Muhammad saw. Yang paling utama untuk mengajak
seluruh umat manusia agar bribadah kepada Allah.
Tauhid Uluhiyyah diambil dari kalimat Ilaahinnas, yang berarti
suatu keyakinan bahwa hanya Allah swt yang paling berhak
disembah. Dijelaskan pada Q.S.Al-Anbiya(21):25:“Dantidaklah
kami mengutus seorang Rasul sebelum kamu, melainkan Kami
wahyukan kepada mereka bahwa tiada Tuhan selain Aku, maka
beribadahlah hanya kepada-Ku.” Orang orang yang mempunyai
Tauhid Rububiyyah belum tentu dia memiliki Tauhid Uluhiyyah.

33
Firdaus, ―Konsep Al-Rububiyah (Ketuhanan) Dalam Alquran,‖ Jurnal
Diskursus Islam.(Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar) Vol. 3, No. 1
(2015): 102.
34
Mustafa bin Abdullah dan Ahmad Zaki bin Ibrahim, ―Tauhid Uluhiyyah,
Rububiyyah, dan Al- Asma wa al- shifat Menurut Tafsiran Muhammad Rasyid
Rida dalam Tadsir Al Manar,‖ Jurnal dalam Usulddin, 20 Juli 2011, 50-52.

70
Manusia ditentukan oleh tiga ketaatan, yaitu islam, iman dan
ihsan. Islam yang berartikedamaian, iman yang berarti membenarkan
disertai dengan percaya, dan mengamalkan, sedangakn ihsan adalah
kebaikan yang terpuji. Jadi Tauhid Uluhiyyah memiliki arti bahwa
hanya Allah swt yang sang maha pencipta dan yang mengatur segala
kehidupan di alam semesta ini dan dia adalah Tuhan yang paling
berhak untuk disembah.
Dalam konsep Uluhiyah menjadi suatu pernyataan yang
menyatakan bahwa tiada Tuhan selain Allah, serta tujuan hidup
hidup manusia di muka bumi ini adalah untuk taat dan tunduk kepada
segala perintah Allah SWT.35

3. Tauhid as Asma wa al Shifat


Tauhid as Asma wa al Shifat adalah menyakini bahwa Allah dan
sifat-sifat-Nya sempurna, sedangkan ditafsirkan sebagai pengesaan
Allah dari semua nama-nama dan sifat-sifatnya. Allah swt.36 Sangat
berkuasa atas seluruh jagat raya ini. Tidak ada yang mampu
menandingi kuasa-Nya, Allah adalah dzat yang maha sempurna. Dan
juga tidak ada yang bisa menghaangi kehendak-Nya. Dalam al-
Qur‘an terdapat nama-nama dan sifat-sifat Allah yang disebut
berulang kali. Di sini manusia harus mengarahkan sifat dirinya
kepada sifat-sifat yang Allah miliki, seperti Rasullullah saw.
Dalam mengamalkan pandangan tauhid al- Asma adalah kita
melihat sesuatu yang pemurah itu hanyalah Allah, Allah yang
memberikan segala sesuatu dengan sangat murah. Tidak ada sifat
apapun yang berdiri kepada-Nya dan semua karena asma-Nya.37

E. Memahami Makna Kalimat Tauhid


Akidah islam yang berisikan ajaran tentang apa saja yang harus
dipercayai, diyakini, dan diimani oleh setiap muslim. Karena agama
islam bersumber kepada kepercayaan dan keimanan kepada allah,
maka akidah merupakan system kepercayaan yang mengikat manusia
kepada islam. Seseorang manusia disebut muslim ketika dengan
penuh kesadaran dan ketulusan orang tersebut bersedia terikat
dengan system kepercayaan islam dan tampak dalam perilaku sehari-

35
M. Hasbi, ―Konsep Tauhid sebagai Solusi Problematika Pendidikan Agama
bagi Siswa Madrasah‖ Vol. 14, No. 2 (Mei-Agustus 2009): 6.
36
Mustafa bin Abdullah dan Ahmad Zaki bin Ibrahim, ―Tauhid Uluhiyyah,
Rububiyyah, dan Al- Asma wa al- shifat Menurut Tafsiran Muhammad Rasyid
Rida dalam Tadsir Al Manar,‖ 54.
37
Syaikh Muhammad Nafis al-Banjari, ―Konsep Tauhid dalam Perspektif
Syaikh Nafis al-Banjari,‖ Ibda.(P3M STAIN Purwokerto) Vol. 3, No.2 (2005): 6.

71
hari.38 Keyakinan yang disertai ilmu pengetahuan akan membuat
keyakinan itu semakin kokoh, sehingga akan terpancar melalui amal
perbuatan sehari hari.
Dengan demikian segala perbuatan, sikap, tingkah laku, atau
perkataan seseorang selalu berpokok dalam modus ini Selanjutnya
ketauhidan itu tidak hanya pengakuan bahwa Allah satu satunya
pencipta, namun ketauhidan tersebut harus sejalan dengan semua
aktivitas seorang hamba, keyakinan tersebut harus diwujudkan
melalui ibadah, amal sholeh yang langsung ditujukan kepada Allah
Subhanahu wa Ta‘ala tanpa perantara serta hanya untuk Dialah
segala bentuk penyembahan dan pengabdian, ketaatan tanpa yang
hanya tertuju kepada Nya syarat, inilah tauhid ubudiyah.39
Menyakini kekuasaan allah dalam menciptakan dan mengatur alam
semesta, misalnya menyakini bumi dan langit serta isinya diciptakan
oleh allah, adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah
kaum komunis atheis.
Mengakui Al Qur‘an sebagai sumber hukum yang pertama dan
paling utama, berangkat dari keimanan bahwa Al Qur‘an di turunkan
Allah Subhanahu wa Ta‘ala. Dengan perantara malaikat kepada nabi
Muhammad saw. Sebagai utusannya. Dengan demikian masalah-
masalah yang berkaitan dengan keimanan ini dibahas dalam ilmu
tauhid.40 Serta cara penyelesaian masalah tersebut juga di bahas
dalam ilmu ini, maka dari itu dapat dikatakan ilmu tauhid adalah
ilmu yang sempurna karena membahas pokok-pokok permasalahan
yang ada di kehidupan dunia.
Tauhid akan membuat jiwa tenteram, dan menyelamatkan
manusia dari kesesatan dan kemusyrikan. Sejak masa fajar islam
kaum muslimin telah mencurahkan perhatian sangat besar kepada Al
Qur‘an, pokok dan sumber pencarian illahi. Mengungkap berbagai
rahasia yang telah di susun Allah Subhanahu wa Ta‘ala dalam ayat-
ayat Al Qur‘an sebagai pegangan manusia dalam usahanya untuk
mencapai kebahagiaan hidup sejati.41
Sungguh aneh jika ada sekelompok umat islam yang sangat
bersemangat menegakan syariat, berijtihat dan memerangi orang

38
Masykurillah, Ilmu Tauhid(pokok-pokok keimanan), (Bandar lampung:
Anugrah Utama Raharja, 2013), 4.
39
Yasin nur falah, ―Urgensi Pendidikan Tauhid dalam Keluarga,‖ Islami,(IAI
tribakti Kediri) Vol. 25, No. 2 (September 2014): 388.
40
Dazuli, Ilmu Fiqih (Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum
Islam), jilid 7 (Jakarta: Prenada Media Grub, 2010), 34.
41
Muhammad Chirzin, Pemikiran Tauhid Ibnu Taimiyyah (Yogyakarta: Dana
Bhakti Primayasa, 1999), 1.

72
kafir, namun mereka tidak memiliki perhatian serius terhada apa itu
tauhid. Mereka hanya menegakan syariat sesuai dengan apa yang
mereka lihat dari orang lain, dan hanya mendengarkan perkataan
orang lain tanpa memahami apa itu tauhid sendiri.
Dari segi lain dapat dimengerti bahwa pemahaman agama ialah
penghayatan agama. Pemahaman ini sudah barang tentu berlangsung
di dalam suatu masyarakat tertentu. Sedangkan masyarakat
mempunyai hubungan dinamis timbal balik dengan pribadi. Dengan
demikian masyarakat dengan nilai-nilainya akan mempengaruhi
pribadi/orang dalam beragama. Suatu pergeseran aksentuasi. Ini
disebabkan dalam hal penghayatan agama dan perwujudan agama
pemikiran agama bertitik tolak dari situasi konkret atau pada
pengalaman manusia beragama untuk memproduksi ulang
keyakinan-keyakinan agama. Karena itu pemahaman ajaran agama
dalam setiap lingkungan budaya dan kurun waktu tidak akan
mengalami perubahan.42
Oleh sebab itu, kita mesti segera mengambil satu langkah tegas
untuk menegakkan landasan bagi rumah ide-ide filosofis kita secara
kukuh. Setelah itu barulah kita bisa melanjutkan perjalanan ke
tahapan-tahapan berikutnya.
Selanjutnya kita akan terpaksa mencari sebab adanya bilangan
sifat tersebut pada sifat-sifat tuhan. Karena itu harus berhenti pada
suatu sebab tertentu, dengan perkataan lain, harus mengakui adanya
tuhan.43
Banyak orang yang mengakui islam. Namun jika kita tanyakan
kepada mereka, apaitu tauhid, bagaimana tauhid itu benar, maka
sedikit sekali orang yang dapat menjawab. Sesungguhnya ilmu
tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan paling agung
kedudukannya. Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui, dan
memahami ilmu tersebut, karena merupakan ilmu tentang Allah
Subhanahu wa Ta‘ala.

F. Hikmah dan Manfaat Ilmu Tauhid


Ilmu Tauhid biasanya dipelajari dikarenakan untuk mempelajari
lebih dalam dan lebih banyak tentang Tuhan. Hikmah dan manfaat
orang yang bertauhid akan memiliki hikmah yang besar, antara lain:

42
Nurul djazimah, ―Pendekatan social histori(alternative dalama memahami
perkembangan ilmu kalam),‖ (Banjarmasin:IAIN antasari banjarmasin) Vol. 11,
No. 1 (Oktober 2011): 47.
43
Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam), Jilid 13 (Jakarta: PT Bulan
Bintang, 2010), 99.

73
1. Tauhid yang kuat akan menumbuhkan sikap kesungguhan,
pengharapan dan optimisme di dalam hidup ini. Sebab orang
yang bertauhid meyakini bahwa kehidupan dunia adalah ladang
akhirat. Maka seseorang yang menjaga tauhidnya tahu bahwa
hidup di dunia adalah sementara dan mereka berlomba - lomba
dalam melakukan perbuatan baik untuk dijadikan bekal di
akhirat nanti dengan cara melakukan kebaikan dengan ikhlas.
2. Dengan bertauhid akan mendidik akal manusia supaya
berpandangan luas dan mau mengadakan penelitian tentang
alam. Al-Qur‘an telah memerintahkan kepada kita supaya
memperhatikan penciptaan langit, bumi, dan segala isinya.
Karena alam termasuk ke dalam makhluk ciptaan Allah SWT
dan kita diwajibkan untuk merawatnya sebagai sesama makhluk
ciptaan Allah SWT.
3. Orang yang bertauhid jika suatu saat dikaruniai harta, maka ia
akan bersyukur dan menggunakan hartanya itu di jalan Allah dan
tidak akan menggunakan hartanya untuk perbuatan yang tidak
baik sebab ia yakin bahwa harta dan segala yang ada adalah
milik Allah. Ia juga yakin bahwa yang ia miliki adalah titipan
dari Allah maka ia tahu didalam hartanya terdapat hak atau milik
orang lain maka ia akan menyumbangkan atau menggunakan
hartanya untuk kebaikan dan ia melakukan tersebut untuk
membersihkan hartanya orang yang bertauhid juga bersyukur
karena disaat ia bersyukur maka nikmat yang ia peroleh akan
ditambah oleh Allah SWT.
4. Dengan mentauhidkan Allah, kita akan menjauhkan diri dari
angan-angan yang kosong. Semua amal perbuatan manusia akan
dihisab dan dibalas oleh Allah Swt. Hal itu dikarenakan bahwa
orang yang bertauhid ia thu bahwa didalam hidup memiliki
tujuan bahwa semua orang pasti sangat menginginkan masuk
kedalam surga-Nya Allah dan dengan bertauhid maka kita akan
terhindar dari angan - angan yang kosong.
5. Orang yang bertauhid akan merendahkan diri dan tidak tertipu
oleh hawa nafsu yang ada pada dirinya. Misalnya, jika ia akan
tertipu hawa nafsu, maka dia segera mengingat bahwa Allah
Maha Kaya. Orang yang bertauhid ketika dia tertipu dengan
hawa nafsu dia tahu bahwa Allah SWT adalah Maha Besar Dan
Maha Pemaaf dan akan memaafkan seseorang jika seseorang
tersebut ingin bertaubat dengan bersungguh - sungguh.
6. Orang yang menjaga tauhidnya akan menjamin seseorang akan
masuk surga, tempat yang penuh dengan kenikmatan. Karena
orang yang menjaga tauhidnya tahu bahwa hidup di dunia ini

74
adalah sementara dan tidak kekal dan dia akan mencari bekal
untuk masuk ke surga sebelum kematian datang dan orang yang
menjaga tauhidnya dijamin masuk surga.
7. Dengan bertauhid yang benar, kita akan diliputi ketenangan dan
pengharapan.Yaitu dengan kita bertauhid yaitu mengakui bahwa
Allah SWT adalah Maha Esa dan mengakui Nabi Muhammad
Saw adalah Rasul Allah maka hati kita menjadi tenang dan yakin
bahwa kita hidup memiliki tujuan yaitu masuk kedalam surga.44
8. Orang yang bertauhid jiwanya akan merasa tentram, dan
menyelamatkan manusia dalam kesesatan dan kemusyrikan,
selain itu tauhid juga berpengaruh untuk membentuk sikap dan
perilaku anak. Jika tauhid tertanam dengan kuat, ia akan menjadi
kekuatan batin yang tangguh.45
Dengan tauhid kita dapat melukakan segala sesuatu tanpa
keragu-raguan karna percaya dan yakin bahwasannya apabila kita
melakukan itu semua karena jalannya yang lurus maka hasilnya pun
akan baik.

G. Bahaya Tidak Bertauhid


Sudah menjadi kewajiban bila orang islam menanamkan
ketauhidan dalam pribadi mereka. Karena seberapa kuat Tauhid
melekat juga berpengaruh pada pribadi dan kehidupan seseoran itu.
Ketika seseorang tidak tertanam sedikitpun tauhid dalam hati. Maka
hidupnya menjadi tidak tertata selalu menuju kesesatan dan nyaman
dengan kemusyrikikan. Kemusyrikan inilah yang nantinya akan
membuat perilaku yang sewenang wenang, tanpa ada aturan hidup
seperti dalam agama tauhid. Tauhid cukup besar pengaruhnya
terhadap perubahan sikap dan prilaku seseorang, pola hidup, dan
keberhasilan dalam ibadah.46
Penghambaan kepada Allah tidak hanya sekedar melaksanakan
perintah ibadah wajib dan sunah tetapi juga dibarengi dengan hati
yang penuh dan turut mengesakan sang pencipta dengan tulus dan
ikhlas. Karena jika ibadah tidak dengan rasa ketauhidan, amal ibadah
itu sama sekali tidak bermakna. Bagaimana bisa membeli barang
tanpa ada niat dan alasan. Dan Bagaimana bisa beribadah tanpa

44
Abdurrohim, Usman dan Noek Aenul Latifah, Akidah Akhlak Kelas X
Kementrian Agama Republi Indonesia, 23.
45
Yasin nur falah, ―Urgensi Pendidikan Tauhid dalam Keluarga,‖ Islami,(IAI
tribakti Kediri), Vol. 25, No. 2, September 2014, h. 389.
46
Constantin Constantin, ―Urgensi Pendidikan Tauhid dalam Keluarga,‖ At-
Talim 3 (2012): 9

75
menghayati dilakukan ibadah itu untuk siapa. Ketika tauhid itu tidak
menempel dalam hati, maka ketika akan melakukan tindakan maksiat
tidak ada ingiatan bahwa ia mempunyai tuhan, dan tanpa ada benteng
pelindung bagi dirinya untuk menghidar dari perbuatan tercela dan
dosa.
Tauhid juga berperan dalam perkembangan peradaban Islam.
Ketertinggalan peradaban umat Islam akan terus terjadi karena kaum
intelektual muslim tidak segera sadar dengan membangun
epistemologi alternatif, yaitu epistemologi yang dijiwai oleh nilai-
nilai ketauhidan. Dengan kata lain jika nilai-nilai ketauhidan itu tidak
ada, maka peradaban umat Islam akan mengalami ketertinggalan dan
terus stagnan.47 Karena di samping tidak adanya keridhaan dari
Allah, pemikiran yang tanpa di dasari dengan nilai nilai ketauhidan
akan melenceng dan jauh dari norma norma keislaman.
Seseorang yang bertauhid (Muwahhid) adalah orang yang hidup
dengan kehidupan yang hakiki. Sedangkan untuk orang-orang
musyrik. Allah Ta‘ala mengumpamakan mereka yang tidak bertauhid
dengan mayat. Ada jasadnya namun tak nampak akhlaknya,
pribadinya, dan tak dapat membawa mafaat bagi sesama. Sudah tidak
ada lagi cahaya dalam dirinya. Sudah tiada lagi kegunaan pada
dirinya. Dan akan selalu berada dalam kegelapan tersebut.48
Hal ini dapa tergambar melalui analogi, bila dengan Allah yang
maha menciptakan dia bisa kufur, apa lagi dengan manusia yang
hanya merupakan ciptaan Allah juga. Tidak hanya menghilangkan
kepercayaan bukan hal yang tidak mungkin ia akan menyakiti atau
melukai sesama.
Dalam al quran surah Al-An‘am ayat 122 di jelaskan bahwa
ketika seseorang dalam kondisi tidak bertauhid dan
mempersekutukan Allah maka ia tidak akan mendapatkan petunjuk
menuju ke kebenaran hakiki. Dan di dalam ayat tersebut orang yang
tidak bertauhid di ibaratkan dengan orang yang berada dalam
kegelapan. Ia tidak lagi dapat melihat melihat lagi cahaya kebenaran.
Seseorang yang bertauhid dan merealisasikan Tauhidnya dengan
sempurna, Sebagaimana yang diajarkan oleh Rasul, akan
mendapatkan petunjuk dan keamanan yang sempurna di dunia dan
akhirat. Dia akan selamat dari Azab Allah dengan Ilmu dan Amal,
juga akan mendapat petunjuk di akhirat untuk mendapatkan syurga
47
Bambang Irawan, ―Urgensi Tauhid dalam Membangun Epistemologi
Islam,‖ TSAQAFAH 7, no.2 (30November2011): 17-18, doi:
10.21111/tsaqafah.v7i2.3.
48
Abdullah Munir, Tauhid Urgency & Manfaatnya (Indonesia: Al-Maktab at-
Ta‘awuni Lid Da‘wah wal Irsyad wa Tau‘iyatil Jaliat bi as-Sulay, 2005), 46-48.

76
‗Adn.49 Ketika seseorang lalai dan mengabaikan akan ketauhidan dan
ajaran rasul maka tiada jaminan keamanan baik di dunia dan di
akhirat.
Sesungguhnya jika adzab Allah dan kemurkaannya telah turun
terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang selamat kecuali orang
yang bertauhid, yang menjadi golongan dan pendukungnya. Jika
orang yang bertauhid akan selamat dari azab, maka orang yang tidak
memiliki tauhid akan menerima azab yang sangat pedih.
Azab dari Allah SWT bisa saja di berikan di dunia dan bisa juga
di berikan di akhirat. Dan azab akhirat itu bisa saja 100 kali lebih
berat di bandingkan dengan azab yang di berikan di dunia. Pada ayat
di atas juga dengan jelas bahwa orang orang yang zalim akan di
tunjukan jalan ke-neraka. Sungguh sebuah peringatan yang jelas dari
Allah SWT.50
Berdasarkan beberapa pemaparan diatas. Dapat kita ketahui
bahwasanya orang yang tidak bertauhid akan menemui bahaya baik
dunia maupun akhirat.

H. Referensi
Abdul Hakim. ―Menimbang Metode Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
Dalam Memahami Sifat-Sifat Allah.‖ Ulul Albab 14, no. 1
(2013).
Abdul Hanafi. Teologi Islam Ilmu Kalam. Jakarta: Bulan Bintang,
2010.
Abdul Rozak. Ilmu Kalam. 2012 ed. Bandung: Pustaka Setia.
Abdullah Munir. Tauhid Urgency & Manfaatnya. INDONESIA: Al-
Maktab at-Ta‘awuni Lid Da‘wah wal Irsyad wa Tau‘iyatil Jaliat
bi as-Sulay, 2005.
Abdurrohim, Usman dan Noek Aenul Latifah. Akidah Akhlak Kelas
X Kementrian Agama Republi Indonesia.
Ahmad Hanafi. Teologi Islam (Ilmu Kalam). Jilid 13. Jakarta: PT
Bulan Bintang, 2010.
Constanti. ―Urgensi Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga.‖ At-Ta`lim
3 (2012).
Constantin. ―Urgensi Pendidikan Tauhid dalam Keluarga,‖ 2012,
Vol. 3.
———. ―Urgensi Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga.‖ At- Ta’lim
Vol.3 (2012).

49
Ibid., 59.
50
Ibid., h. 66.

77
Constantin, Constantin. ―Urgensi Pendidikan Tauhid dalam
Keluarga.‖ At-Talim 3 (2012). http://e-
journal.iainjambi.ac.id/index.php/attalim/article/view/277.
damhuri. ―Penerapan Semangat Asmaul Husna ―Al-Mu‘izz dan Al-
Muzill.‖ Pola Kepemimpinan 2, no. 1 (2014).
Dazuli. Ilmu Fiqih (Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan
Hukum Islam). Jilid 7. Jakarta: Prenada Media Grub, 2010.
Farid Wajdi. ―Ilmu-Ilmu Ushuluddin Menjawab Problematika Umat
Islam Dewasi Ini.‖ 2014 Vol. 1, No.1
Firdaus. ―Konsep Al-Rububiyah (Ketuhanan) Dalam Alquran.‖
Jurnal Diskursus Islam.(Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar) Vol. 3, No. 1 (2015).
Halimah Dja‘far. ―Memahami Teologi Islam (Sejarah dan
Perkembangannya).‖ 2014 VOL, 15, N0.1, (n.d.).
Harun Nasution. Teologi Islam. Jakarta: UI-Press, 2014.
Ichsan Wibowo Saputro. ―Konsep Tauhid Menurut Abdul Karim
Amrullah dan Implikasinya terhadap Tujuan Pendidikan Islam.‖
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Vol. 11, No. 2
(Desember 2016).
Ifdlolul Maghfur. ―Membangun Ekonomi dengan Prinsip Tauhid.‖
Universitas Yudharta Pasuruan Vol. 7, No. 2 (Juni 2016).
Irawan, Bambang. ―Urgensi Tauhid Dalam Membangun
Epistemologi Islam.‖ TSAQAFAH 7, no. 2 (30 November 2011):
273–98. https://doi.org/10.21111/tsaqafah.v7i2.3.
Jarman Arroisi. ―Integrasi Tauhid dan Akhlak dalam Pandangan
Fakhruddîn Ar-Ra>zi.‖ 2013 Vol. 9, No. 2, (n.d.).
———. ―Integrasi Tauhid dan Akhlak dalam Pandangan Fakhruddîn
Ar-Razi.‖ Institut Studi Islam Darussalam Gontor Vol. 9, No. 2
(November 2013).
Komarul Shukri Mohd Teh. Pengantar Ilmu Tauhid, n.d.
M. Hasbi. ―Konsep Tauhid sebagai Solusi Problematika Pendidikan
Agama bagi Siswa Madrasah‖ Vol. 14, No. 2 (Mei-Agustus
2009).
Masykurillah. Ilmu Tauhid(pokok-pokok keimanan). Bandar
lampung: Anugrah Utama Raharja, 2013.
Moh Dahlan. ―Nalar Ilmu Kalam Emansipatoris.‖ 2012 Vol. VIII,
No. 1 (n.d.).
Muhammad Chirzin. Pemikiran Tauhid Ibnu Taimiyyah. Yogyakarta:
Dana Bhakti Primayasa, 1999.
Murni. ―Konsep Ma‘rifatullah Menurut Al-Ghazali (Suatu Kajian
Tentang Implementasi Nilai-Nilai Akhlak al-Karimah).‖ 2014
Vol. 2, No.1 (n.d.).

78
Mustafa bin Abdullah dan Ahmad Zaki bin Ibrahim. ―Tauhid
Uluhiyyah, Rububiyyah, dan Al- Asma wa al- shifat Menurut
Tafsiran Muhammad Rasyid Rida dalam Tadsir Al Manar.‖
Jurnal dalam Usulddin, 20 Juli 2011.
Norjrnah. ―Iblis dalam Perspektif Teologi Syyid Qutb.‖ Teologia 25,
no. 2 (2014).
Nurul djazimah. ―Pendekatan social histori(alternative dalama
memahami perkembangan ilmu kalam).‖ (Banjarmasin:IAIN
antasari banjarmasin) Vol. 11, No. 1 (Oktober 2011).
Ruhullah Taqi Murwat‘. ―Ilahiyat Nubuwat Ruhaniyat dan
Sam‘iyyat: Metode Pendidikan Tauhid dalam Keluarga.‖
Didaktika Religia 3, no. 1 (n.d.): 2015.
Sahilun. Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan
Pembelajaran. 2012 ed. Jakarta: RajaGrafindo Persada, n.d.
Said Aqiel Siradj. ―Tauhid dalam Perspektif Tasawuf.‖ ISLAMICA,
Vol. 5, No. 1 (September 2010).
Syaikh Muhammad Nafis al-Banjari. ―Konsep Tauhid dalam
Perspektif Syaikh Nafis al-Banjari.‖ Ibda.(P3M STAIN
Purwokerto) Vol. 3, No.2 (2005).
Yasin nur falah. ―Urgensi Pendidikan Tauhid dalam Keluarga.‖
Islami,(IAI tribakti Kediri) Vol. 25, No. 2 (September 2014).

79
80
MEMAHAMI TASAWUF DALAM ISLAM

Evi Yulia Sari, Fadli Makhrus, Fazriansyah, Faridhotin Ni‟mah,


Hanifatun Nisa‟, Innayah Nur Wahidiyanti, dan Ita Septia

A. Pengertian Tasawuf
Secara etimologi tasawuf berasal dari bahasa Arab, yaitu
tashawwafa, yatashawwafu, tashawwufan.1 Adapun asal-usul
mengenai pengertian tasawuf.
Pertama, ahlu suffah, pengertian ini lebih pada spesifik pada
sekelompok orang yang banyak berdiam di serambi-serambi masjid,
dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah.
Dapat dikatakan pula bahwa mereka adalah diantara orang-orang
yang tidak punya rumah, maka menempati gubuk yang telah di
bangun Rasulullah di luar masjid di Madinah.2
Kedua, shafi yaitu suci.3 Maksudnya, bahwa orang sufi tidak
boleh mempunyai hati yang kotor dan akhlak yang tercela, atau dapat
difahami bahwa orang-orang (sufi) yang menyucikan dirinya dari
hal-hal yang bersifat keduniawian.
Ketiga, tasawuf berasal dari kata shaff. Makna shaf ini
dinisbahkan kepada orang-orang yang ketika shalat selalu berada di
saf yang paling depan.4 Sangat jelas bahwa pengertian ini tertuju
pada orang-orang yang ketika itu shalat selalu berada pada barisan
yang paling depan.
Keempat, Sophia, berasal dari bahasa yunani, yang artinya
hikmah atau filsafat. Jalan yang ditempuh oleh orang-orang sufi
memiliki kesamaan dengan cara yang ditempuh oleh para filosof.
Mereka sama-sama mencari kebenaran yang berawal dari keraguan
dan ketidakpuasan.5
Kelima, tasawuf berasal dari kata shuf. Artinya bulu domba.6
Sangat jelas bahwasanya kata shuf yang diartikan sebagai kain wol,
telah menggambarkan orang-orang yang hidupnya sederhana dan
tidak mementingkan dalam hal duniawi.
Secara garis besar pengertian tasawuf menurut bahasa, dapat
difahami bahwasannya tasawuf merupakan sikap mental yang selalu

1
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf (Jakarta: Amzah, 2012), 2.
2
Muhammad Hafiun, ―Teori Asal Usul Tasawuf,‖ Jurnal Dakwah XIII, no. 2
(2012): 242.
3
Nur Hidayat, Ahlak Tasawuf (Yogyakarta: Ombak, 2013), 55.
4
Muhammad Solihin, Ilmu Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 11.
5
Ahlak Tasawuf, 55.
6
54.

81
memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban
untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang
demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.7
Berdasarkan pemaparan tasawuf dari segi bahasa, yang mana
lebih dominan dengan kata shuf, yang memprioritaskan pola hidup
yang sederhana dan tasawuf menggambarkan keadaan yang selalu
berorientasi kepada kesucian jiwa, mengutamakan panggilan Allah,
salah satunya dengan melakukan ibadah, mengutamakan kebenaran,
dan rela berkorban demi tujuan yang lebih mulia.
Dari segi terminologi atau istilah beberapa ahli berbeda pendapat
dalam merumuskan pengertian tasawuf, diantaranya:
Ma‘ruf Al-Karkhi, tasawuf adalah mengambil hakikat dan
berputus asa pada apa yang ada di tangan sesama mahluk.8 Dalam
pengertian ini tasawuf lebih merujuk kepada usaha untuk
mendekatkan diri dengan menekankan ahlak yang baik kepada Allah
maupun sesama mahluk.
Ibn ‗Ajibah, tasawuf ialah kesungguhan tawajjuh (ibadah)
kepada Allah dengan melaksanakan amalan yang diridhai dan yang
diingini-Nya.9
Pendapat ini lebih memusatkan seluruh perhatian hanya kepada
Allah, serta berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam.
Harun Nasution, mendefenisikan tasawuf sebagai ilmu yang
mempelajari cara dan jalan bagaimana orang Islam dapat sedekat
mungkin dengan Allah agar memperoleh hubungan langsung dan
disadari dengan Tuhan bahwa seseorang betul-betul berada di hadirat
Tuhan.10 Pendapat ini menekankan bahwa tasawuf bertujuan untuk
memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan, sehingga dapat
disadari bahwa seseorang berada hadirat Tuhan.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa tasawuf
merupakan proses pendekatan diri kepada Allah dengan melakukan
usaha untuk melatih jiwa agar yang dilakukan dengan sungguh-
sungguh nanntinya akan membebaskan manusia dari pengaruh
duniawi untuk bertaqarrub kepada Allah sehingga jiwanya menjadi
bersih, dan dapat mencerminkan ahlak mulia dalam kehidupannya.

7
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: Rajawali Pers,
2015), 155.
8
Ahmad, ―Epistimologi Ilmu-Ilmu Tasawuf‖ 14, no. 1 (Januari 2015): 60.
9
Dahlan Tamrin, Tasawuf Irfani (Malang: UIN-Maliki Perss, 2010), 5.
10
Andi Eka Putra, ―Tasawuf, Ilmu Kalam, dan Filsafat Islam (Suatu Tinjauan
Sejarah Tentang Hubungan Ketiganya),‖ Al-Adyan VII, no. 2 (Desember 2012):
94.

82
B. Dasar-dasar Tasawuf
Pertama, QS. Al-Maidah ayat 54, pada Ayat ini menjelaskan
tentang kemungkinan manusia untuk dapat saling mencintai
(mahabbah) kepada Tuhan. Kedua, surah At-Tahrim ayat 8 yang
menjelaskan bahwa Allah memerintahkan manusia untuk sesantiasa
bertaubat, membersihkan diri, serta memohon ampunan kepada
Allah. Adapun di dalam hadis, yang memiliki arti ―barang siapa
yang mengenal dirinya sendiri, maka akan mengenal Tuhannya”.
Pada Hadis lain, yang artinya : “aku adalah perbendaharaan yang
tersembunyi, maka aku menjadikan mahluk agar mereka mengenal-
Ku‖.
Maksud hadits di atas bahwasannya antara mahluk dan
khaliknya dapat bersatu, akan tetapi dalam hal ini perlu dipertegas
bahwa hanya batasan untuk menunjukkan keakraban antara mahluk
dan Khaliqnya.
Dalam kehidupan Rasulullah juga terdapat petunjuk yang
menggambarkan bahwa beliau adalah orang sufi. Rasulullah telah
mengasingkan diri ke Gua Hira menjelang datangnya wahyu. Beliau
menjauhi pola hidup kebendaan yang pada waktu itu diagung-
agungkankan oleh orang Arab. Ketika berada di Gua Hira Rasulullah
hanya bertafakur, beribadah, dan hidup sebagai seorang zahid. Beliau
juga hidup sederhana, terkadang hanya mengenakan pakaian
tambalan, tidak makan atau minum, kecuali yang halal, dan setiap
malam hanya senantiasa beribadah kepada Allah.11

C. Pandangan Asal-Usul Tasawuf


Pembicaraan para ahli tentang asal-mula tasawuf adalah:
1. Faktor Ekstern
Banyak pandangan atau pendapat yang telah dikemukakan
sekitar faktor Ektern, sebagai berikut:12
a. Tasawuf lahir karena pengaruh dari paham Kristen yang
menjauhi dunia dan hidup mengasingkan dari dari biara-biara.
Sikap hidup yang menjauhi dunia dan keramaian dunia ini
memang terlihat jelas dalam pelaku para sufi dengan zuhud yang
mereka anut.13

11
Ilmu Tasawuf, 2012, 20–21.
12
Royani Hanum Siregar dan Ahmat Bangun Nasution, Ahlak Tasawuf
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), 4.
13
Tasawuf Irfani, 12.

83
b. Tasawuf lahir karena pengaruh filsafat Phytagoras yang
berpendapat bahwa roh manusia kekal dan berada di dunia
sebagai orang asing.14
c. Munculnya tasawuf dalam islam sebgai pengaruh dari filsafat
emansipasi Plotinus yang membawa paham wujud memancar
dari zat Tuhan. Masuknya ke dalam materi menyebabkan roh
menjadi kotor. Untuk kembali kepada Tuhan roh harus
dibersihkan terlebih dahulu dengan sikap meninggalkan dunia
dan mendekatkan diri kepada Tuhan seerat mungkin.15
d. Tasawuf lahir karena pengaruh nirwana. Menurut ajaran Budha
bahwa seorang meninggalkan dunia dan melakukan
kontenplasi.16
e. Tasawuf lahir karena pengaruh ajaran Hinduisme yang
mendorong manusia meninggalkan dunia dan berupaya
mendekatkan diri kepada Tuhan.17
Dengan demikian, yang menitik beratkan adalah asal-usul
sufisme dapat dilacak hanya melalui lintasan tunggal saja,. Sufisme
adalah sesuatu yang rumit.

2. Faktor Intern
Faktor-faktor intern ini ditemukan dalam Al Qur‘an, Al-Hadis,
dan Perilaku Nabi Muhammad Saw. Hal inilah yang
menyebabkabkan timbulnya terori bahwa paham tasawuf ini muncul
dan berkembang dari dalam Islam sendiri, namun orang yang hidup
pada generasi pertama bersama Nabi tidak disebut penganut sufi,
tetapi sahabat Nabi.18 bukan karena paham dari luar.19
Allah berfirman dalam Q.S Al-Baqoroh [2]:186, artinya: ―Dan
apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang aku, maka
(jawablah), bahwasannya aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang bedoa apabila ia memohon kepada-ku,
maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-ku) dan
hendaklah mereka beriman kepada-ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran‖.20
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa factor Intern yang
dipandang menjadi penyebab terjadinya tasawuf di dunia Islam, lebih

14
Royani Hanum Siregar dan Ahmat Bangun Nasution, Ahlak Tasawuf, 4.
15
Tasawuf Irfani, 12.
16
Royani Hanum Siregar dan Ahmat Bangun Nasution, Ahlak Tasawuf, 4.
17
Royani Hanum Siregar dan Ahmat Bangun Nasution.
18
Tasawuf Irfani, 5.
19
Royani Hanum Siregar dan Ahmat Bangun Nasution, Ahlak Tasawuf, 5.
20
QS Al-Baqarah (2): 186.

84
terlihat jelas dalam perilaku rosulullah. Jadi, tanpa adanya factor
ekstern tasawuf pun tetap lahir di dunia Islam.

D. Sejarah Perkembangan Tasawuf


Tasawuf dalam Islam, menurut ahli sejarah, sebagai ilmu yang
berdiri sendiri, lahir sekitar abad ke-2 atau awal abad ke-3 hijriyah.
Fase asketisme yang meripakan bibit awal tumbuhnya sufisme
dalam peradaban Islam, keadaan ini ditandai oleh munculnya
individu-individu yang lebih mengejar akhirat sehingga perhatiannya
terpusat untuk beribadah dan mengabaikann keasyikan duniawi.21
Jadi, dalam fase ini yang tumbuh adalah apresiasi terhadap prilaku
kehiduan Nabi Muhammad dan beliau juga sebagai model „abid
sejati yang menginspirasi para sahabat yang idup pada masanya
untuk melakukan praktik-praktik ibadah sebagai proses pendakian
jiwa menuju Allah.
Dalam perkembangannya, pada abad ketiga terjadi
penyimpangan berat yang dilakukan oleh sufisme syi‘i dalam aspek
tauhid atau teologi yang dinetralkan oleh teologi Ahlusunnah wal
jama‘ah. Usaha rekonsilasi yang dirimtis oleh al-Mushahibi di
lanjutkan oleh Khawarij dan al –Junaid dengan tawaran konsep-
konsep tasawuf yang Antara sufisme dengan kelompok ortodoks
mencapai puncaknya pada abad kelima Hijriyah dengan tokoh
sentralnya adalah Imam Al-Ghazali.22
Sentuhan filsafat juga mewarnai corak tasawuf. Pada abad
keenam sampai kedelapan Hijriyah, lewat konsepsi Ibn Arabi, corak
ma‘rifat yang dikembangkan adalah hubungan antara fenomena alam
yang pluralistic dengan Tuhan sebagai prinsip keesaan yang
melandasinya, yang popular dengan doktrin Wadah al-wujud.23
Ketegangan Antara kaum sufi salafi dan para filosof sufi
semakin memperluas jurang pemisah keduanya, sehingga pada abad
ke delapan Hijriah Ibn Taymiyah muncul dengan gagasan neo-sufi
sebagai respon terhadap beberapa persoalan sosial masyarakat yang
terabaikan pada masa itu.24
Gagasan ini berkembang hingga sekarang, untuk membebaskan
manusia muslim dengan pemahaman dan pengalaman ajaran agama
intergral.

21
Suherni AB, ―Sejarah Perkembangan Tasawuf,‖ Jurnal Substantia
(Malaysia: Universitas Islam Internasional ) 13, no. 2 (2011): 249.
22
Suherni AB, 253–54.
23
Suherni AB.
24
Suherni AB, h. 254.

85
E. Pembagian Ilmu Tasawuf
1. Tasawuf Akhlak
Tasawuf akhlaki bermakna membersihkan tingkah laku. Dalam
tasawuf akhlaki sistem pembinaan akhlak, antara lain :
a. Takhalli ialah mengososngkan hal-hal yang sifatnya akan
menimbulkan akhlak tercela.
b. Tahalli adalah upaya mengisi jiwa yang kosong dengan akhlak
terpuji baik itu kewajiban yang bersifat luar maupun dalam.
c. Tajalli ialah mengaplikasikan akhlak terpuji untuk
penyempurnaan kesucian jiwa. membiasakan diri untuk
mengaplikasikan.25

Karakteristik tasawuf ini, antara lain : Melandaskan pada syariat,


tidak menggunakan terminologi filsafat (transparan), lebih bersifat
mengajarkan dualisme berkesinambungan antara hakikat dengan
syari‘at, lebih terkonsentrasi soal pembinaan akhlak.
Tokoh-tokohnya yakni Hasan Al-Bashri (21-110 H), Al-Ghazali
(450-505 H) dan lain-lain.

2. Tasawuf Irfani
Tasawuf Irfani adalah berusaha dengan hati yang suci dapat
diberikan makrifatnya oleh Allah ke dalam hatinya melalui ilham
(intuisi).
Ajarannya ialah bahwa ‗irfan sebagai sebuah ilmu yang memiliki
dua aspek yakni praktis dan teoritis.
Tokoh-tokohnya antara lain : Rabi‘ah al-Adawiyyah Dzunun al-
Misri, dan lain-lainnya.26

3. Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi ialah tasawuf yang ajarannya memadukan antara
tasawuf dan falsafah. Ajaran tasawuf ini, antara lain:
a. Al-Fana dan Al-Baqa ialah ketika yang ada hanyalah rohaninya
saja, maka ia dapat bersatu dengan TuhanNya.
b. Al-Ittihad ialah ketika manusia dapat mengalami pertukaran
disaat ia membebaskan dirinya dari alam lahiriah.
c. Hulul ialah ketika hanya ada sifat ketuhanan pada dirinya, maka
Tuhan dapat menempati dan bersatu dengan dirinya.
d. Wahdatul wujud berarti kesatuan wujud.
25
Solihin M dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf (Jakarta: Pustaka Setia,
2008), 111–44.
26
Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012),
70–93.

86
Tokoh-tokohnya seperti Abu Yazid al-Bustami, Husein Ibn
Mansur al-Hallaj, dan lain-lain.

4. Tasawuf Syar‘i
Tasawuf syar‘i adalah tasawuf yang konsentrasinya membahas
tentang aspek kehidupan yang berpegang teguh pada tuntunan
syariah. Metode ajaran tasawuf ini antara lain :
a. Syar‘iah dan Hakikah yakni sama-sama bermakna hukum yang
tersembunyi dalam tata cara beribadah dan muamalah.
b. Ilmu Mukhtasab dan Ilmu Ladunni yakni bermakna upaya untuk
mendapatkan ilmu dari proses pembelajaran secara autodidak
maupun dengan berguru dalam beribadah.
c. Motivasi Ibadah adalah hal-hal yang menjadikan diri rajin
dalam beribadah.27
Tokoh-tokohnya seperti Imam al-Ghazali, Ibn Arabi, Abu Thalib
al-Makki, dan lain-lain.

F. Sumber-sumber Tasawuf
Ilmu tasawuf diambil dari Al Qur‘an dan sunnah rasulullah
SAW. Juga dari atsar assabitah (tradisi yang sudah mapan) dari
umat-umat pilihan.28
1. Al Qur‘an
Al Qur‘an menurut bahasa berarti bacaan atau yang dibaca. Al
Qur‘an adalah masdar yang diartikan dengan isim maf‘ul yaitu
maqru yang artinya dibaca. Sedangkan menurut istilah ahli syara‘ Al
Qur‘an merupakan wahyu dari Allah SWT yang diturunkan kepada
Rasulullah SAW. Sebagai salah mukjizat beliau, wahyu tersebut
diturunkan dalam bahasa arab dan disampaikan kepada masyarakat
ramai secara mutawatir, baik dengan lisan maupun tulisan, dan orang
yang membaca Al Qur‘an atau wahyu Allah mendapatkan pahala
dari Allah Swt.29
Jadi, Al Qur‘an sebagai patokan hukum Agama Islam, di
dalamnya terdapat nash-nash atau ayat-ayat yang membahas tentang
akhlak tasawuf. Oleh karena itu Al Qur‘an dijadikan salah satu
sumber tasawuf.

27
Royani Hanum Siregar dan Ahmat Bangun Nasution, Ahlak Tasawuf, 42–
46.
28
Tasawuf dan Tarekat, 14.
29
Royani Hanum Siregar dan Ahmat Bangun Nasution, Ahlak Tasawuf, 20.

87
2. Al-Hadits
Sunnah atau hadits yaitu segala sesuatu yang diucapkan oleh
nabi, segala perbuatan nabi, perbuatan sahabat yang tidak dicegah
oleh nabi sendiri.30 Dengan demikian, sunnah merupakan sumber
tasawuf dikarenakan sunnah diambil dari segala ucapan,hingga
tindakan rasul pada zaman dahulu yang dapat dijadikan sebagai dasar
hukum dan dibenarkan oleh para sahabat-sahabat nabi.

G. Istilah-istilah Tasawuf
Menurut Abu Hamzah.31 Ia memberikan ciri ahli tasawuf adalah
sebagai berikut,―tanda seorang sufi yang benar adalah memilih
hidup fakir setelah (sebelumnya hidup)kaya, memilih menghinakan
diri setelah (sebelum hidup)penuh penghormatan, memilih
menyembunyikan diri setelah (sebelumnya hidup)terkenal. Adapun
tanda seorang sufi palsu adalah memilih hidup kaya setelah
(sebelumnya hidup) fakir, memilih kemuliaan dunia setelah
(sebelumnya hidup)dalam kebinaan dan memilih terkenal setelah
(sebelumnya hidup) tidak dikenal”.
Bisyri bin Haris mengatakan bahwa tasawuf (sufi) ialah orang
yang suci hatinya menghadap Allah SWT.32
Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: Pendapat ini
tasawuf sebagai orang yang suci dari kelakuan yang dibenci oleh
Allah, sehingga tasawuf disini mempunyai hati yang suci serta pantas
untuk menghadap atau menyembah Allah SWT. Dengan cara
mentaati semua perintahnya serta menjauhi semua larangannya
supaya mendapat ridhanya Allah serta surganya Allah.
Samnum mendefinisika tasawuf sebagai berikut:33 ― Hendaknya
engkau tidak merasa memiliki sesuatu dan engkau tidak dimiliki oleh
sesuatu‖. Pendapat ini menerangkan tasawuf tidak dapat dirasa
maupun dimiliki, melainkan ditaati perintah yang baik di dalam
tasawuf, yang mengandung ke dalam perilaku yang mengarah ke hal-
hal positif, dengan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT.
1. Menurut Ma‘ruf Al-Kharkhi yang dinukil oleh As-Suhrawardi
dalam kitabnya Awarif Al-Ma‘arif, mengemukakan:― Tasawuf
adalah mengambil hakikat dan meninggalkan yang ada di tangan
makhluk.34‖Menurut pengertian di atas tasawuf ialah memahami
ilmu tasawuf atau memperdalam ilmunya, dan meninggalkan
30
Ahlak Tasawuf, 84.
31
Solihin M dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, 13–15.
32
Permadi, Pengantar Ilmu Tasawuf (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 28–29.
33
Tasawuf Irfani, 6.
34
Royani Hanum Siregar dan Ahmat Bangun Nasution, Ahlak Tasawuf, 6–7.

88
yang ada di dunia, artinya mengedepankan Allah dan
menduakan dunia.
2. Syekh Samnun Al-Muhib (w.297 H) berpendapat, tasawuf
adalah: ― engkau tidak memiliki sesuatu dan engkau tidak
dimiliki oleh sesuatu.35 Artinya, tasawuf disini jika memahami
atau mengikuti ilmu tasawuf tersebut tidak mendapat apa-apa
sedangkan jika memahuhinya juga tidak ada larangannya.

H. Teladan Sufi, Nabi dan Sahabat


Kata tasawuf diambil dari kata shafa yang berarti suci,bersih.36
Dinamakan sufi karena hatinya tulus dan bersih dihadapan Tuhan-
Nya. Istilah tersebut37 Kehidupan sufi tidak begitu saja dapat berada
dekat dengan Tuhan, Keadaan ini ditandai oleh munculnya individu
yang lebih mengejar kehidupan akhirat, sehingga lebih
mengutamakan ibadah dan mengabaikan keasyikan duniawi.38
Tasawuf pada zaman Nabi dan Sahabat, kehidupan sufi sudah
ada pada diri Nabi Muhammad saw. Ini dicontohkan dalam
kehidupan sehari-hari yang sangat sederhana dan menderita. Nabi
menghabiskan waktunya dalam beribadah, berdakwah, dan
mendekatkan diri pada Allah SWT.39 Teladan dari sahabat Abu bakar
Siddieq40 dalam bertasawuf kepada Allah, karena khusyu dan
tawadlu‘mya sampai dari mulutnya tercium bau limpanya, karena
terbakar oleh rasa takut pada Allah. Sikap tasawuf tersebut juga
diikuti pula oleh Umar Bin Khattab. Tentang keadilan dan
amanahnya yang luar biasa. Demikian pula sahabat Nabi yakni
Usman bin ‗Affan. Beliau dikenal sangat gemar membaca Al
Qur‘an, sehingga kitab Al Qur‘an tidak pernah terlepas dari
tangannya Kesederhanaan hidup Ali bin Abi Thalib yang satu ini
juga menjadi teladan bagi kita semua bahwa makan jangan sampai
berlebihan agar bisa mensyukuri nikmat Tuhan. Ajaran tasawuf,

35
Tasawuf dan Tarekat, 10–11.
36
Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1996), 42.
37
Siti Zainab, ―Dakwah Sufistik (Pendekatan Tasawuf dalam Dakwah),‖
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat 2, no. 2 (2008): 6.
38
Zuherni AB, ―Sejarah Perkembangan Tasawuf,‖ Jurnal Subtantia (
Malaysia: Universitas Islam Internasional Malaysia 13, no. 2 (2017): 250.
39
Muhammad Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer (Jakarta: Amzah,
2006), 311.
40
Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1995), 156–58.

89
seorang sufi hanya menggunakan benda-benda didunia untuk
memenuhi kebutuhan pokok.41

I. Referensi:
Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta:
Rajawali Pers, 2015.
———. Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1995.
Ahmad. ―Epistimologi Ilmu-Ilmu Tasawuf‖ 14, no. 1 (Januari 2015).
Andi Eka Putra. ―Tasawuf, Ilmu Kalam, dan Filsafat Islam (Suatu
Tinjauan Sejarah Tentang Hubungan Ketiganya).‖ Al-Adyan VII,
no. 2 (Desember 2012).
Asmaran As. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1996.
Cecep Alba. Tasawuf dan Tarekat. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012.
Dahlan Tamrin. Tasawuf Irfani. Malang: UIN-Maliki Perss, 2010.
Muhammad Hafiun. ―Teori Asal Usul Tasawuf.‖ Jurnal Dakwah
XIII, no. 2 (2012).
Muhammad Solihin. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Muhammad Yatimin Abdullah. Studi Islam Kontemporer. Jakarta:
Amzah, 2006.
Nur Hidayat. Ahlak Tasawuf. Yogyakarta: Ombak, 2013.
Permadi. Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
QS Al-Baqarah (2):186.
Royani Hanum Siregar, dan Ahmat Bangun Nasution. Ahlak
Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
Samsul Munir Amin. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah, 2012.
Siti Zainab. ―Dakwah Sufistik (Pendekatan Tasawuf dalam
Dakwah).‖ Jurnal Studi Agama dan Masyarakat 2, no. 2 (2008).
Solihin M, dan Rosihon Anwar. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Pustaka
Setia, 2008.
Suherni AB. ―Sejarah Perkembangan Tasawuf.‖ Jurnal Substantia
(Malaysia: Universitas Islam Internasional ) 13, no. 2 (2011).
Zuherni AB. ―Sejarah Perkembangan Tasawuf.‖ Jurnal Subtantia (
Malaysia: Universitas Islam Internasional Malaysia 13, no. 2
(2017).

41
142.

90
MEMAHAMI ASMAAUL HUSNA

Lilia Kusuma Ningrum, Marta Kusuma Wardani, Nur Azis,


Muhammad Berkah, Mediyan Pratama, dan Lu’lu Aturrahmah

A. Pengertian Asmaul Husna


Secara etimologi atau secara lughawi, kata “Asmaul Husna”
berasal dari bahasa Arab, yang terdiri dari kata “Al-asma dan kata
“Al-Husna “. Kata Al-asma, merupakan kata jama dari kata” ismun “
atau “isim”. Kata “ ismun itu berarti “ nama-nama” yang baik yang
telah dimiliki Allah SWT . Dan kata” Al-Husna” berasal dari kata “
hasan” atau akar kata husna yang bararti “ yang baik-baik”. Jadi kata
asmaul husna berarti nama-nama Allah yang baik atau yang terbaik.
Karena semua nama-nama asmaul husna mengandung makna
keagungan dan kemulian.1
Secara istilah asmaul husna diartikan sebagai nama-nama Allah
yang mengandung keagungan dan kemuliaan yang diucapkan
berulang kali oleh seorang, dan jika kita membacanya selalu maka
orang tersebut akan tergerak hatinya untuk mengahayati makna yang
terkandung didalamnya dan dan kemudian menimbulkan kekuatan
sendiri didalam jiwa.
Di dalam Al-Quran menyebutkan adanya 99 nama (asma) Allah
yang dikenal dengan nama asmaul husna (nama-nama baik ).
Sementara ada pemahaman lain yang mengatakan bahwa sifat Allah
tidak terbatas jumlahnya 99, namun angka 99 tampaknya telah
memiliki makna mistik tertentu dan mempunyai makna praktis,
seperti yang diwujudkan dalam biji-biji tasbih yang berjumlah 99
buah.
Kesembilan puluh sembilan asma tersebut adalah sebagai
berikut.(1) Ar-Rahman (Yang Maha pengasih), (2) Ar-Rahim (Yang
Maha penyayang), (3) Al-Malik (Yang Maha Merajai ),(4) Al-Qudus
(Yang Maha Suci ), (5) As-Salam (Yang Maha Selamat), (6) Al-
Mukmin (Yang Memberi Keamanan), (7) Al-Muhaimin (Yang
Memelihara), (8) Al-Aziz (Sang Maha Perkasa), (9) Al-Jabbar (Yang
Maha Memaksa), (10) Al-Mutakabir (Yang Maha Megah), (11) Al-
Khaliq (Yang Maha Pencipta), (12) Al-Bary (Yang Maha perancang),
(13) Al-Mushawwir (Yang Maha Menjadikan Rupa Bentuk), (14) Al-
Ghoffar (Yang pengampun), (15) Al- Qohar (Yang Maha Memaksa),
(16) Al-Wahhab (Yang Maha pemberi karunia), (17) Al-Razzaq

1
M. Nipan Abdul Halim, Khasiat Keagungan Asmaul Husna (Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 2000), 1.

91
(Yang Maha Pemberi Rezeki), (18) Al-Fattah (Yang Maha Pembuka
Pintu Rahmat), (19) Al-‘Alim (Yang Maha Mengetahui), (20) Al-
Qaabidh (Yang Maha Mengerdilkan), (21) Al-Basith (Yang Maha
Melimpah Nikmat), (22) Al-Khaafidh (Yang Maha Merendahkan),
(23) Ar-Rofi’ (Yang Maha Meninggi Derajat), (24) Al-Mu’iz (Yang
Maha Memberi Kemuliaan), (25) Al-Muzil (Yang Menimpahkan
Kehinaan), (26) As-Sami’ (Yang Maha Mendengar),(27) Al-Basir
(Yang Maha Melihat), (28) Al-Hakam (Yang Menentukan Hukum),
(29) Al-‘Adlu (Yang Maha Adil), (30) Al-Latief (Yang Maha
Penyantun), (31) Al-Khabir (Yang Maha Mewaspadai), (32) Al-
Halim (Yang Maha Bijaksana), (33) Al-‘Adhim (Yang Maha Agung),
(34), Al-Ghofur (Yang Maha Pengampun), (35) Asy-Syakur (Yang
Maha Berterima kasih), (36) Al-‘Aliyyu (Yang Maha Luhur), (37) Al-
Kabir (Yang Maha Besar), (38) Al-Hafidz (Yang Maha Memelihara),
(39) Al-Muqsit (Yang Maha Memberikan Makanan), (40) Al-Hasiib
(Yang Maha Menilai), (41) Al-Jalil (Yang Maha Agung Lagi Maha
Mulia), (42) Al-Karim (Yang Maha Pemurah), (43) Al-Roqqib (Yang
Maha Mengawasi), (44) Al-Mujieb (Yang Maha Mengabulkan
Harapan), (45) Al-Wasi’ (Yang Maha Melimpah Ruah), (46) Al-
Hakim (Yang Maha Bijaksana), (47) Al-Wadud (Yang Mencintai
Makhluknya), (48) Al-Maajid (Yang Maha Mulia), (49) Al-Ba’its
(Yang Maha Pembangkit Dari Kematian), (50) Asy-Syahid (Yang
Maha Menyaksikan), (51) Al-Haqq (Yang Maha benar), (52) Al-
Wakiel (Yang Maha pemberi jalan), (53) Al-Qowiyyu (Yang Maha
Kuat),(54) Al-Matien (Yang Maha Teguh), (55) Al-Waliyyu (Yang
Maha Melindungi), (56) Al-Hamid (Yang Maha Terpuji), (57) Al-
Muhshiyyu (Yang Maha Menghitung), (58) Al- Mubdi’u (Yang Maha
Memulai), (59) Al-Mu’idu (Yang Maha Menyiapkan Ganti), (60) Al-
Muhyiyyu (Yang Maha Menghidupkan), (61) Al-Mumiitu (Yang
Maha Mematikan), (62) Al-Hayyu (Yang Maha Hidup), (63) Al-
Qayyum (Yang Maha Mandiri), (64) Al- Wajid (Yang Maha
Waspada dan Menemukan), (65)Al- Majiid (Yang Maha Pemilik
Kemuliaan), (66) Al- Wahid (Yang Maha Tunggal), (67) Al- Ahad
(Yang Gasal), (68) Ash- Shomad (Yang Maha Pengasih ),(69) Al-
Qadir (Yang Maha Kuasa ), (70) Al-Muqtadir (Yang Maha
Penakluk), (71) Al-Qodim (Yang Paling Awal), (72) Al-Muakhkhir
(Yang Maha Mengakhiri), (73) Al- Awwal (Yang Maha Awal), (74)
Al- Akhir (Yang Maha Akhir), (75) Adh-Dhohir (Yang Maha Nyata),
(76) Al- Batin (Yang Tersembunyi), (77) Al-waali (Yang Menolong),
(78) Al-Muta’ali (Yang Meninggikan), (79)Al-Barru (Yang Maha
Baik), (80) At-Tawwab (Yang penerima Taubat), (81) Al-Muntaqim
(Yang Maha Pembalas), (82) Al- ‘Afuwwu (Yang Maha Pemaaf),

92
(83) Al-Arro’uf (Yang Peramah), (84) Malikul Mulki (Yang
Menguasai Segala Kekuasaan), (85) Dzul jalali wal ikram (Yang
Memilik Keluhuran dan kemuliaan), (86) Al-Muqid (Yang Maha
Pemelihara), (87) Al-Jami’u (Yang Maha Pemersatu), (88) Al-
Ghaoniy ( Yang Maha Kaya), (89) Al-Mughniy (Yang Maha
pemeberi kekayaan ), (90) Al- Mani’u ( Yang Maha Mencegah), (91)
Adh-dhorru (Yang Maha Penyiksa), (92) An-Nafi‟(Yang Maha
Pemberi Manfaat), (93) An –Nur (Yang Maha Cahaya), (94) Al –
Hadi ( Yang Maha Pemberi Petunjuk), (95)Al-Badi’u (Yang Maha
Pencipta), (96) Al-Baaqi (Yang Maha Kekal),(97) Al- Warits (Yang
Maha Pewaris Sejati), (98) Ar-Rasyid (Yang Maha
Pembimbing),(99) Ash-shabur (Yang Maha Penyabar).2
Asmaul Husna yaitu memahami sifat-sifat Allah, karena
disebutkan didalam berbagai surat dan Qur‟an pandangan itu
menjadi keyakinan kaum salafiyah, yang berarti yang paling
auntentik atau fundamental, karena mengikuti langkah yang di ikuti
para sahabat nabi. Sementara itu kaum muktazilah, yang mengikuti
pandangan yang lebih rasional, tidak mengakui pengertian asmul
husna itu sebagai sifat-sifat Allah, karena menurut mereka Allah
tidak memiliki sifat . Nama- nama tersebut menurut mereka, bukan
sifat Allah, melainkan nama Allah sendiri.
Asmaul Husna merupakan salah satu cara Tuhan untuk
memperkenalkan keesaan, kemahakuasaan, kesucian dan keagungan-
Nya. Nama-nama yang diatributkan kepada Allah tersebut, syarat
dengan makna yang dapat dijadikan petunjuk bagi manusia. Asmaul
Husna kaya dengan konsep-konsep dan nilai-nilai moral yang dapat
diteladani, direduksi.3

B. Dalil Masing-masing Asmaaul Husna


1. Ar-Rahmaan : Yang Maha Pemurah : QS Al-Faatihah: 3
2. Ar-Rahiim : Yang Maha Pengasih : QS. Al-Faatihah: 3
3. Al-Malik : Maha Raja : QS. Al-Mu‟minuun: 11
4. Al-Qudduus : Maha Suci : QS. Al-Jumu‟ah: 1
5. As-Salaam : Maha Sejahtera : QS. Al-Hasyr: 23
6. Al-Mu’min : Yang Maha Terpercaya : QS. Al-Hasyr: 23
7. Al-Muhaimin : Yang Maha Memelihara : QS. Al-Hasyr: 23
8. Al-‘Aziiz : Yang Maha Perkasa : QS. Ali „Imran: 62

2
Abu Su‟ud, Islamologi Sejarah, Ajaran, Dan Peranannya Dalam
Peradaban Umat Manusia (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 147–149.
3
Damhuri, “Penerapan Semangat Asmaul Husna “Al-mu‟izz" Dan „Almuzill‟
Dalam pola Kepemimpinan,” Jurnal Madani 4, no. 1 (Juni 2014): 113.

93
9. Al-Jabbaar : Yang Kehendaknya Tidak Dapat Diingkari : QS.
Al-Hasyr: 23
10. Al-Mutakabbir : Yang Memiliki Kebesaran : QS. Al-Hasyr: 23
11. Al-Khaaliq : Yang Maha Pencipta : QS. Ar-Ra‟d: 16
12. Al-Baari’ : Yang Mengadakan dari Tiada : QS. Al-Hasyr: 24
13. Al-Mushawwir : Yang Membuat Bentuk : QS. Al-Hasyr: 24
14. Al-Ghaffaar : Yang Maha Pengampun : QS. Al-Baqarah: 235
15. Al-Qahhaar : Yang Maha Perkasa : QS. Ar-Ra‟d: 16
16. Al-Wahhaab : Yang Maha Pemberi : QS. Aali „Imran: 8
17. Ar-Razzaq : Yang Maha Pemberi Rezki : QS. Adz-Dzaariyaat:
58
18. Al-Fattaah : Yang Maha Membuka (Hati) : QS. Sabaa‟: 26
19. Al-‘Aliim : Yang Maha Mengetahui : QS. Al-Baqarah: 29
20. Al-Qaabidh : Yang Maha Pengendali : QS. Al-Baqarah: 245
21. Al-Baasith : Yang Maha Melapangkan : QS. Ar-Ra‟d: 26
22. Al-Khaafidh : Yang Merendahkan : QS. Hadits at-Tirmizi
23. Ar-Raafi’ : Yang Meninggikan : QS. Al-An‟aam: 83
24. Al-Mu’izz : Yang Maha Terhormat : QS. Aali „Imran: 26
25. Al-Mudzdzill : Yang Maha Menghinakan : QS. Aali „Imran: 26
26. as-Samii’ : Yang Maha Mendengar : QS. Al-Israa‟: 1
27. Al-Bashiir : Yang Maha Melihat : Al-Hadiid: 4
28. Al-Hakam : Yang Memutuskan Hukum : QS. Al-Mu‟min: 48
29. Al-‘Adl : Yang Maha Adil : QS. Al-An‟aam: 115
30. Al-Lathiif : Yang Maha Lembut : QS. Al-Mulk: 14
31. Al-Khabiir : Yang Maha Mengetahui : QS. Al-An‟aam: 18
32. Al-Haliim : Yang Maha Penyantun : QS. Al-Baqarah: 235
33. Al-‘Azhiim : Yang Maha Agung : QS. Asy-Syuura: 4
34. Al-Ghafuur : Yang Maha Pengampun : QS. Aali „Imran: 89
35. Asy-Syakuur : Yang Menerima Syukur : QS. Faathir: 30
36. Al-‘Aliyy : Yang Maha Tinggi : QS. An-Nisaa‟: 34
37. Al-Kabiir : Yang Maha Besar : QS. Ar-Ra‟d: 9
38. Al-Hafiizh : Yang Maha Penjaga : QS. Huud: 57
39. Al-Muqiit : Yang Maha Pemelihara : QS. An-Nisaa‟: 85
40. Al-Hasiib : Yang Maha Pembuat Perhitungan : QS. An-Nisaa‟: 6
41. Al-Jaliil : Yang Maha Luhur : QS. Ar-Rahmaan: 27
42. Al-Kariim : Yang Maha Mulia : QS. An-Naml: 40
43. Ar-Raqiib : Yang Maha Mengawasi : QS. Al-Ahzaab: 52
44. Al-Mujiib : Yang Maha Mengabulkan : QS. Huud: 61
45. Al-Waasi’ : Yang Maha Luas : QS. Al-Baqarah: 268
46. Al-Hakiim : Yang Maha Bijaksana : QS. Al-An‟aam: 18
47. Al-Waduud : Yang Maha Mengasihi : QS. Al-Buruuj: 14
48. Al-Majiid : Yang Maha Mulia : QS. Al-Buruuj: 15

94
49. Al-Baa’its : Yang Membangkitkan : QS. Yaasiin: 52
50. Asy-Syahiid : Yang Maha Menyaksikan : QS. Al-Maaidah: 117
51. Al-Haqq : Yang Maha Benar : QS. Thaahaa: 114
52. Al-Wakiil : Yang Maha Pemelihara : QS. Al-An‟aam: 102
53. Al-Qawiyy : Yang Maha Kuat : QS. Al-Anfaal: 52
54. Al-Matiin : Yang Maha Kokoh : QS. Adz-Dzaariyaat: 58
55. Al-Waliyy : Yang Maha Melindungi : QS. An-Nisaa‟: 45
56. Al-Hamiid : Yang Maha Terpuji : QS. An-Nisaa‟: 131
57. Al-Muhshi : Yang Maha Menghitung : QS. Maryam: 94
58. Al-Mubdi’ : Yang Maha Memulai : QS. Al-Buruuj: 13
59. Al-Mu’id : Yang Maha Mengembalikan : QS. Ar-Ruum: 27
60. Al-Muhyi : Yang Maha Menghidupkan : QS. Ar-Ruum: 50
61. Al-Mumiit : Yang Maha Mematikan : QS. Al-Mu‟min: 68
62. Al-Hayy : Yang Maha Hidup : QS. Thaahaa: 111
63. Al-Qayyuum : Yang Maha Mandiri : QS. Thaahaa: 11
64. Al-Waajid : Yang Maha Menemukan : QS. Adh-Dhuhaa: 6-8
65. Al-Maajid : Yang Maha Mulia: QS. Huud: 73
66. Al-Waahid :Yang Maha Tunggal : QS. Al-Baqarah: 133
67. Al-Ahad : Yang Maha Esa : QS. Al-Ikhlaas: 1
68. Ash-Shamad : Yang Maha Dibutuhkan : QS. Al-Ikhlaas: 2
69. Al-Qaadir :Yang Maha Kuat : QS. Al-Baqarah: 20
70. Al-Muqtadir : Yang Maha Berkuasa : QS. Al-Qamar: 42
71. Al-Muqqadim : Yang Maha Mendahulukan : QS. Qaaf: 28
72. Al-Mu’akhkhir : Yang Maha Mengakhirkan : QS. Ibraahiim: 42
73. Al-Awwal : Yang Maha Permulaan : QS. Al-Hadiid: 3
74. Al-Aakhir : Yang Maha Akhir : QS. Al-Hadiid: 3
75. Azh-Zhaahir : Yang Maha Nyata : QS. Al-Hadiid: 3
76. Al-Baathin : Yang Maha Gaib : QS. Al-Hadiid: 3
77. Al-Waalii : Yang Maha Memerintah : QS. Ar-Ra‟d: 11
78. Al-Muta’aalii : Yang Maha Tinggi : QS. Ar-Ra‟d: 9
79. Al-Barr : Yang Maha Dermawan : QS. Ath-Thuur: 28
80. At-Tawwaab : Yang Maha Penerima Taubat : QS. An-Nisaa‟: 16
81. Al-Muntaqim : Yang Maha Penyiksa : QS. As-Sajdah: 22
82. Al-‘Afuww : Yang Maha Pemaaf : QS. An-Nisaa‟: 99
83. Ar-Ra’uuf : Yang Maha Pengasih : QS. Al-Baqarah: 207
84. Maalik Al-Mulk : Yang Mempunyai Kerajaan : QS. Aali „Imran:
26
85. Zuljalaal wa Al-‘Ikraam :Yang Maha Memiliki Kebesaran serta
Kemuliaan : QS. Ar-Rahmaan: 27
86. Al-Muqsith : Yang Maha Adil : QS. An-Nuur: 47
87. Al-Jaami’ : Yang Maha Pengumpul : QS. Sabaa‟: 26
88. Al-Ghaniyy : Yang Maha Kaya : QS. Al-Baqarah: 267

95
89. Al-Mughnii : Yang Maha Mencukupi : QS. An-Najm: 48
90. Al-Maani’ : Yang Maha Mencegah : Hadits at-Tirmizi
91. Adh-Dhaarr :Yang Maha Pemberi Derita : QS. Al-An‟aam: 17
92. An-Naafi’ : Yang Maha Pemberi Manfaat : QS. Al-Fath: 11
93. An-Nuur : Yang Maha Bercahaya : QS. An-Nuur: 35
94. Al-Haadii : Yang Maha Pemberi Petunjuk : QS. Al-Hajj: 54
95. Al-Badii’ : Yang Maha Pencipta : QS. Al-Baqarah: 117
96. Al-Baaqii : Yang Maha Kekal : QS. Thaahaa: 73
97. Al-Waarits : Yang Maha Mewarisi : QS. Al-Hijr: 23
98. Ar-Rasyiid : Yang Maha Pandai : QS. Al-Jin: 10
99. Ash-Shabuur : Yang Maha Sabar

C. Makna 99 Asmaaul Husna


1. Ar-Rahman: Maha Pengasih. Dialah yang mengasihi seluruh
makhluknya tanpa terkecuali. Dikasihinya secara tulus tanpa
pandang bulu, baik mereka yang beriman maupun mengkufuri
atau yang menyekutukannya, semuannya dikasihi secara adil dan
maerata.
2. Ar-Rohiim: Yang Maha Penyang. Yaitu rahmad dan kasih
sayangnya diberikan kepada hambanya yang beriman inilah
rahmad yang diberikan kepada hambanya yang berupa
keimanan, kegembiraan dalam menunaikan ibadah.
3. Al-Maliku: Yang Maha Merajai. Yaitu yang merjai segala
sesuatu yang ada di bumi dan dilangit sesuai dengan
kehendaknya.4
4. Al-Quddus: Yang Maha Suci. Dialah yang maha suci dari segala
sifat kesempurnaan ilmu, kekuasaan, pendengaran dan
penglihatan.5
5. As-salam: Yang Maha Selamat. Dialah yang memberi
kesalamatan kepada makhluknya. Barang siap yang dikehendaki
untuk selamat dari mara bahaya maka hambanya akan selamat
dari mara bahaya tersebut.
6. Al-Mukmin: Yang Memberi Keamanan. Dialah yang memberi
rasa aman setiap makhliknya. Dia yang menentramkan hati
setiap mukmin yang telah berhasil melakukan perintahnya dan
menjauhkan larangannya.

4
M. Nipan Abdul Halim, Khasiat Keagungan Asmaul Husna, 31–33.
5
Abd Rahman R, “Memahami Esensi Asmaul Husna dalam Al-Quran
(Implementasinya Sebagai Ibadah dalam Kehidupan),” Jurnal Adabiya XI, no. 2
(2011): 156.

96
7. Al-Muhaimin: Yang Memelihara. Yaitu yang memelihara dan
mengamati makhluknya secara cermat dan telitiyang apa yang
dilakukan oleh makhluknya.6
8. Al’Aziiz: Yang Maha Perkasa. Yaitu dialah yang maha gagah
perkasa, yang dapat mengalahkan siapa pun termasuk
memusnahkan alam mesta ini.
9. Al-Jabbar: Yang Maha Memaksa. Yaitu daialah yang maha
pemaksa, yang sanggup memaksa makhluk menurut hendaknya.
10. Al-Mutakabbir: Maha Megah . yaitu yang melengkapi segala
kebesaranNya, menyendiri dengan sifat keagungan dan
kemegahanNya.7
11. Al-Khaaliq: Yang Maha Pencipta. Yaitu Menciptakan segala
sesuatu secara sempurna dan dalam bentuk yang sebaik-baiknya,
serta ukuran yang diberikan kepada setiap makhluknya adalah
sebaik-baiknya.8
12. Al-Baari’: Yang Maha Perencang. Yaitu dia yang
menata/merancang seluruh ciptaannya satu dengan yang lainny,
baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit tidak saling
berbenturan karena diatur oleh Allah yang maha perencana.9
13. Al-Mushawwir: Yang Maha Menjadikan Rupa Bentuk. Yaitu
Dzat yang memberi rupa atau bentuk, sesuatu yang mempunyai
panjang, lebar, besar, kecil dan apa sajayang melengkapinya
untuk menjadikan sempurna dan sesuatu yang berbentuk.10
14. Al-Ghaffaar: Yang Maha Pengampun. Yaitu banyak pemberian
maafnya dan menutupi dosa-dosa dan kesalahan.
15. Al-Qahhaar: Yang Maha Pemaksa. Yaaitu menggenggam segala
sesuatu dalam kekuasaanNya serta memaksa segala makhluk
menurut kehendaknya.
16. Al-Wahhaab: Yang Maha Pemberi. Yaitu dzat yang maha
memberi banyak kenikmatan dari miliknya, walau tanpa
dimintai. Dia memberi berulang-ulang tanpa mengharapkan
imbalan dari makhluknya.
17. Ar-Razzaaq: Yang Maha Pemberi Rezeki. Yaitu memberi
berbagai rezeki kepada semua makhluknya untuk kebutuhan

6
M. Nipan Abdul Halim, Khasiat Keagungan Asmaul Husna, 31–38.
7
A. Munir dan Sudarsono, Dasar-dasar Agama Islam : MKDU (Jakarta:
Rineka Cipta, 2013), 11–12.
8
“Memahami Esensi Asmaul Husna dalam Al-Quran (Implementasinya
Sebagai Ibadah dalam Kehidupan),” 158.
9
159.
10
161.

97
hidupnya. Dia yang menentukan banyak sedikitnya rezeki yang
akan diterima makhluknya.
18. Al-Fattaah: Yang Maha Pembukakan Pintu Rahmat. Yaitu
membuka gedung penyimpanan rahmatnya untuk seluruh
hambanya.
19. Al-’Aliim: Yang Maha Mengetahui. Yaitu mengetahui segala
yang berwujud dan tidak ada satu benda pun yang tertutup oleh
penglihatannya.
20. Al-Qaabidh: Yang Maha Penyempit Hidup. Yaitu mengambil
nyawa atau menyempitkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki
olehnya.
21. Al-Baasith: Yang Maha Melimpah Nikmat. Yaitu memudahkan
terkumpulnya rezeki bagi siapa yang diinginkan olehnya.
22. AI-Khaafidh: Yang Maha Perendah Derajat. Yaitu terhadap
orang yang selayaknya dijatuhkan akibat kelakuannya sendiri
dengan memberinya kehinaan, kerendahan dan seksaan.
23. Ar-Raafi’: Yang Maha Meninggi Derajat. Yaitu terhadap orang
yang selayaknya diangkat kedudukannya kerana usahanya yang
giat, iaitu termasuk golongan kaum yang bertaqwa.
24. Al-Mu’iz: Yang Maha Memberi kemuliaan. Yaitu kepada orang
yang berpegang teguh pada agamanya dengan memberinya
pentolongan dan kemenangan.
25. Al-Muzil: Yang Maha Menimpahkan kehinaan. Yaitu kepada
musuh-musuhnya dan musuh ummat Islam seluruhnya.
26. As-Samii’: Yang Maha Mendengar. Yaitu dialah dzat yang maha
mendengar segala suara yang lirik, dan keras, yang rahasia
diketahui, semua diketahui oleh Allah.
27. Al-Bashiir: Yang Maha Melihat. Dialah dzat yang maha melihat
segala yang ada ini,baik yang besar maupun yang kecil, jauh
atau dekat.
28. Al-Hakam: Yang Maha Menetapkan Hukum. Yaitu sebagai
hakim yang menetapkan / memutuskan yang tidak seorang pun
dapat menolak keputusannya, juga tidak seorang pun yang
berkuasa merintangi kelangsungan hukumnya itu.
29. Al-‘Adlu: Yang Maha Adil. Dialah yang maha adil dalam hukum
dan ketetapannya. Sanki hukum yang diberikan kepada
makhluknya tidak pernah dikurangi ataupun ditambahi. Dan
pahala yang diberikan sesuai dengan amal perbuatannya.11
30. Al-Lathiif: Yang Maha Penyatun. Dialah maha penyatun kepada
makhluknya. Dia menyantuni setiap makhluknya dengan

11
A. Munir dan Sudarsono, Dasar-dasar Agama Islam : MKDU, 12–14.

98
mengetahui kehendak masing-masing makhluknya secara detail
sampai hal yang sehalus-halusnya.
31. Al-Khabiir: Yang Maha Mewaspadai. Dialah yang maha
mewaspadai setiap gerak gerik para makhluknya. Dia tidak
mengenal tidur, tidak mengenal lelah, tidak mengenal lupa dan
tidak mengenal jauh dekat.
32. Al-Haliim: Yang Maha Bijaksana. Dialah yang maha bijaksana
dalam menetapkan dalam segala urusannya. Kebijaksanaannya
tak hanya diberikan kepada hamba-hambanya yang baik-baik
saja tetapi diberikan kepada hambanya yang yang pendurhaka
sekalipun.
33. Al-‘Adhiim: Yang Maha Agung. Dialah pemilik keagungan
sejati. Keagungan yang dimiliki oleh manusia hanyalah
keagungan sementara yang akan sirna dan keagungan dialah
yang meliuti segala Dzat, Sifat, dan Perbuatannya.
34. Al-Ghafuur: Yang Maha Pengampun. Dialah sang pemaaf yang
tiada pembandingnya. Dia bersedia mengampuni dan
memaafkan dosa-dosa hambanya yang bersungguh-sunggu
dalam bertaubat dan tidak mengulangi kesalh yang pernah
diberbuat.
35. As-Syakuur: Yang Maha Berterima Kasih. Dialah Dzat yang
sangat berterima kasih. Dia membalas setiap pujian dan
sanjungan atau ibadah manusia yang ditunjukan kepadanya.
36. Al-‘Aly: Yang Maha Luhur. Dialah Dzat yang maha tinggi dan
luhur martabatnya. Kemahatinggiannya dan kemahaluhurannya
tiada satu pun yang menyamainya, apalagi mengunggulinya.
37. Al-Kabiir: Yang Maha Besar. Dialah yang maha besar.
Kemahabesarannya mengungguli segala kebesaran yang dimiliki
oleh selainnya. Tiada sesuatu pun yang menyamai kebesarannya.
38. Al-Hafiidh: Yang Maha Memelihara. Dialah yang maha
memelihara dan melindungi para hambannya dari kerusakan dan
benca yang menimpa hambanya dari segala sesuatunya.
39. Al-Muqiit: Yang Maha Memberikan Makanan. Dialah yang
memberi kehidupan kepada hambanya melalui makanan yang
ditumbuhkan melalui tumbuhan.
40. Al-Hassib: Yang Maha Menghitung. Dialah yang maha
mencukupi dan memperhitungkan segala hal yang diciptakannya
secara cermat dan seteliti-telitinya.

99
41. Al-Jaliil: Yang Maha Agung Lagi Maha Mulia. Yaitu yang
memiliki sifat-sifat keluhuran kerana kesempurnaan sifat-
sifatNya.12
42. Al-Karim: Yang Maha Pemurah. Yaitu dialah dzat yang maha
pemurah, yang memberi rezeki kepada makhluknya, tanpa
memandang makhluknya itu beriman ataupun yang tidak
beriman (kafir).
43. Ar-Raqiib: Yang Maha Mengawasi. Yaitu yang mengamat-amati
gerak-geri segala sesuatu dan mengawasinya.
44. Al-Mujiib: Yang Maha Mengabulkan. Yaitu yang memenuhi
permohonan siapa saja yang berdoa padaNya.
45. Al-Waasi’: Yang Maha Luas. Yiaitu kerahmatannya merata
kepada segala yang maujud dan luas pula ilmunya terhadap
segala sesuatu.
46. Al-Hakiim: Yang Maha Bijaksana. Yaitu memiliki kebijaksanaan
yang tertinggi kesempurnaan ilmunya serta kerapiannya dalam
membuat segala sesuatu.
47. Al-Waduud: Yang Maha Mengasihi. Yaitu yang menginginkan
segala kebaikan untuk seluruh hambanya dan juga berbuat baik
pada mereka itu dalam segala hal dan keadaan.
48. Al-Majiid: Yang Maha Mulia. Yaitu yang mencapai tingkat
teratas dalam hal kemuliaan dan keutamaan.
49. Al-Ba’ithu: Yang Maha Membangkitkan. Yaitu membangkitkan
semangat dan kemahuan, juga membangkitkan para Rasul dan
orang-orang yang telah mati dari kubur masing-masing nanti
setelah tibanya hari Qiamat.
50. Asy-Syahiid: Yang Maha Menyaksikan. Yaitu menyaksikan
segala sesuatu dan tidak mengenal istilah ghoib
51. Al-Haq: yang Maha Benar. Dialah yang maha benar dalam sega
tindakannya. Baginya tidak mengenal seorang juri atau team
penilai untuk menilai tindakan-tindakannya.
52. Al-Wakiil: Yang Maha Mengurusi. Dialah yang maha mengurusi
segala-galangnya, termasuk urusan setiap urusan manusia.
53. Al-Qawiyu: Yang Maha Kuat. Dialah yang maha kuat yang ada
dibumi dan dilangit dan tiada yang menyamai kekuatannya.
Serta tak menganl rasa lelah dalam mengurusi hambanya.
54. Al-Mattin: Yang Maha Koko. Dialah yang maha kokoh yang
memiliki keperkasaan yang sudah sampai di puncaknya
55. Al-Waly: Yang Maha Melindungi. Yaitu melindungi serta
mengaturkan semua kepentingan makhlukNya kerana

12
M. Nipan Abdul Halim, Khasiat Keagungan Asmaul Husna, 59–71.

100
kecintaanNya yang amat sangat dan pemberian pertolonganNya
yang tidak terbatas pada keperluan mereka.
56. Al-Hamiid: Yang Maha Terpuji. Dialah yang terpuji dalam
segala perbuatannya dan yang berhak mendapatkan pujian, dari
makhluknya dalam segala hal.
57. Al-Muhshiy: Yang Maha Menghitung. Yaitu yang tiada satu pun
tertutup dari pandangannya dan semua amalan diperhitungkan
sebagaimana wajarnya.
58. Al-Mubdi: Yang Maha Memulai. Dialah yang memulai segala
sesuatu. Dia pula yang menciptakan segala sesutu yang asalnya
tidak ada.
59. Al-Muiid: Yang Maha Mengembalikan. Yaitu menumbuhkan
kembali setelah lenyapnya atau setelah rusaknya.
60. Al-Muhyiy: Yang Maha Menghidupkan. Dialah dzat yang maha
menghidupkan samua makhluknya. Dan dia pula yang
memberikan kehidupan kepada makhluk ciptaannya.
61. Al-mumiit: Yang Maha Mematikan. Dialah maha mematiakan
semua makhluk hidup yang pernah dia hidupkan.
62. Al-Hayyu; Yang Maha Hidup. Dialah yang maha hidup. Dia
hidup tak mengenal awal kehidupan dan tak mengenal akhir
kehidupan. Dia hidup kekal abadi selama-lamanya.
63. Al-Qayyum; Yang Maha Mandiri. Dialah yang maha mandiri
dalam menangani dan mengurusi semua urusan makhluknya.
Kemandiriannya tak tertandingi oleh siapa pun dan tak
memerlukan bantuan siapa pun.
64. Al-Waajid; Yang Maha Menemukan. Dialah yang pasti
menemukan apa saja yang dikehendakinya. Dia pasti
mendapatkan setiap yang dikehendakinya.
65. Al-Maajid; Yang Maha Pemilik Kemuliaan. Dialah pemilik
kemuliaan sejati. Dialah dzat yang memiliki segala kemuliaan
dan keagungan yang tiada tandingnya.13
66. Al-Waahid: Yang Maha Tunggal. Dialah dzat yang tunggal. Dia
tidak terdiri dari bagian-bagian pada dzatnya, tidak bersyerikat
baginya, ketunggalannya absolut, mustahil ada bagian-bagian
pada dzatnya.14
67. Al-Ahad: Yang Maha Tunggal. Dialah dzat yang maha tunggal
yang tiadalainnya dan tidak ada yang sanggup untuk
menyamainnya.

13
A. Munir dan Sudarsono, Dasar-dasar Agama Islam : MKDU, 16–19.
14
“Memahami Esensi Asmaul Husna dalam Al-Quran (Implementasinya
Sebagai Ibadah dalam Kehidupan),” 152.

101
68. As-Shamad: Yang Maha Pengasi. Dialah dzat tempat memohon
dan memnta serta mengadu bagi makhluknya.
69. Al-Qaadir: Yang Maha Kuasa. Dialah yang menguasai kerajaan
semesta alam raya ini. Kekuasaannya tidak dibatasi oleh ruang
dan waktu.
70. Al-Muqtadir: Yang Memegang Kuasaan. Dialah yang pemegang
kuasaan Hakiki. Semua kekuasaan yang dipegang oleh setiap
makhluknya, pada hakikatnya hanyalah merupakaan percikan
dari kekuasaannya.15
71. Al-Muqaddim: Yang Maha Mendahului. Dialah yang maha
mendahului segala-galanya. Sebelum alam raya ini ada. Dia
telah ada terlebih dahulu.
72. Al-Muakhir: Yang Maha Mengakhiri. Dialah dzat yang maha
mengakhiri. Semua makhluknya hidup terawali dan berakhiri,
tetapi dia tidak berawal dan tidak berakhir. Dia yang menjadikan
sesuatu itu yang berakhir.
73. Al-Awwal: Yang Maha Awal. Dialah yang maha awal dari segala
yang paling awal, sehingga tidak ada titik awal atau titik
permulaan. Bahkan akal tidak bisa untuk memikirkan hal
tersebut.
74. Al-Aakhir: Yang Maha Akhir. Dialah dzat yang maha akhir. Dia
tidak mengenal akhir dan tidak berkesudahan. Dan akal
hambanya tidak mampu untuk memikirkannya kapan Allah
berahir karena memang Allah tidak ada batas akhirnya.
75. Adh-Dhaahir: Yang Maha Nyata. Yaitu nyata dalam tanda-tanda
kekuasanya dengan membuat alam semsesta dan isinya tanpa
meniru.
76. Al-Baathinu: Yang Ghoib. Dilah dzat yak terlihat oleh mata
kepala hamnya yang tak nampak sebagaimana dzat para
makhluknya.
77. Al-Waaliy: Yang Maha Menguasai. Dialah dzat yang maha
menguasai segala urusan makhluknya. Dialah penguasa sejati
yang senang setiasa memberikan perlindungan kepada
hambanya.
78. Al-Muta’aaliy: Yang Maha Tinggi. Yaitu dialah dzat yang maha
tinggi yang tiada tara atau tidak ada yang sanggup untuk
menyamai kemaha tinggiannya sekalipun makhluknya itu
sendiri.

15
A. Munir dan Sudarsono, Dasar-dasar Agama Islam : MKDU, 19.

102
79. Al-Bar: Yang Maha Baik. yaitu dialah dzat yang maha baik
terhadap masing-masing hambanya. Dia senantiasa berbuat baik
dengan kebaikan kepada para hambanya yang baik-baik.
80. At-Tawwaab: Yang Maha Menerima Tobat. Dialah Dzat yang
maha menerima tobat dari para hambanya yang mau bertobat
dengan sungguh-sunggu. Sebesar apa pun dosa yang diperbuat
oleh para hambanya, dia tetap berkenan menerima tobatnya,
asalkan si hamba mau bertobat bersunggu-sunggu dan tidak
mengulangi lagi.
81. Al-Muntaqim: Yang Maha Menyiksa. Dialah Dzat yang
menyiksa para hambanya yang berbuat dosa. baik dosa besar
maupun dosa kecil akan dikenai hukuman yang seimbang
dengan dosa yang diperbuat hambanya.
82. Al-‘Afuww: Yang Maha Pemaaf. Dialah dzat yang maha pemaaf
senantiasa memaafkan kekhilafan para hambanya yang
perbuatan tersebut benar-benar tidak disengaja, benar-benar
belum mengetahui dasar hukumnya.
83. Ar-rauuf: Yang Maha Belaskasian. Dialah Dzat yang maha
belaskasian kepada setiap hambanya yang beriman dan taat
mengerjakan perintahnya dan menjauhi larangannya, serta
senantiasa memberikan rasa kegembiraan kepada hambanya
yang berhasil mengerjakan perintah-perintahnya.
84. Maalikul Mulki: Yang Menguasai Segala Kekuasaan. Dialah
maha raja yang hakiki. Dia yang menguasai segala sesuatunya
yang ada dibumi dan apa yang ada dilangit.
85. Dzul Jalaaili Wal Ikraam: Yang Maha Pemilik Keagungan dan
Kemuliannya. Yaitu pemilik keagungan dan kemuliaan yang
sejati dan sementara yang dimiliki oleh manusia itu hanya semu
belaka, yang merupakan percikan keagungan dan kemuliaan dari
yang maha pemilik keagungan dan kemuliaan sejati.
86. Al-Muqsith: Yang Maha Adil. Yaitu adil dalam sesaga urusan
hambanya salah satu urusannya yaitu tentang hukum, dia akan
menghukumi hambanya yang bersalah dan akan membela yang
benar dan tidak mau untuk disuap atau pun disogok dengan
uang.
87. Al-jaami’: Yang Maha Menghimpun: yaitu dialah dzat yang
maha menghimpun segala hakikatnya. Menghimpun bagian
tubuh-tubuh hambanya yang sudah rusak, hancur dimakan
hewan dan bahkan sudah menjadi tanah yang akan dikumpulkan
pada hari pembalasan.
88. Al-ghaniy: Yang Maha Kaya. Yaitu kekayaannya tidak akan
pernah habis sampai kapan pun meskipun manusai dan jin

103
berkumpul menjadi satu sekalipun kekayaannya tidak akan
habis.
89. Al-Mughniy: Yang Maha memberi Kekayaan. Yaitu Dzat yang
memberikan kekayaan kepada setiap hambanya tanpa melihat
hamnya itu beriman atau tidak (kafir).
90. Al-Maani’: yang Maha Menolak. Dialah yang maha menolak
segala sesuatunya yang harus ditolak, demi mempertahankan
kepadanya. Dia berhak dan berkuasa mencega segala sesuatu
yang tidak dikehendakinya. Waluapun kuatnya rencana para
makhluknya seperti manusaia, jin dan sebagainya, manakala dia
tidak menghendaki maka hal tersebut akan tidak terjadi atau
tertolak.
91. Adh-Dhaar: Yang Maha Merusak. Dialah dzat yang maha
merusak segala sesuatunya yang dikehendakinya. Dialah yang
menciptakan berbagai macam bahaya yang bisa
menghancurkanapa saja yang dikehendakinya.
92. An-Naafi’: Yang Maha Pemberi Manfaat. Yaitu memberikan
manfaat kepada setiap ciptaannya, apapun yang diciptakannya.
Dia memberikan kebermanfaatannya kepada makhluknya sesuai
dengan kehendaknya.
93. An-Nuur: Yang Maha bercahaya. Dialah yang maha bercahaya
dan yang menciptakan cahaya. Dialah yang memberikan
pencerahan cahaya keimanan pada hati hambanya yang dikasihi.
94. Al-Haadii: Yang Maha Pemberi petunjuk. Yaitu memberikan
jalan yang benar kepada hambanya yang dikasihi. Petunjuk yang
diberikan kepada hambanya untuk menuju keridhoannya, serta
petunjuknya ini diberikan kepada hambanya yang dikehendaki
olehnya.
95. Al-Badii’: Yang Maha Menciptakan. Dialah yang maha
menciptakan segala sesuatu yang sebelumnya tidak ada. Dia
menciptakan segala sesuatunya tanpa konsep dan semua
ciptaannya mengandung keindah tersendiri yang unik dan tiada
tara.
96. Al-Baaqii: Yang Maha Kekal. Dialah yang maha kekal, abadi,
tak mengenal rusak dan tak mengenal musibah serta tak
berakhir. Dia kekal abadi selama-lamanya.
97. Al-Waarits: Yang Maha Tetap. Yaitu dialah dzat yang kekal
setelah musnahnya seluruh makhluk pada akhir zaman.
98. Ar-Rasyiid: Yang Maha Pandai. Yaitu yang memimpin kepada
kebenaran, iaitu memberi penerangan dan panduan pada seluruh
hambaNya dan segala peraturanNya itu berjalan mengikut

104
ketentuan yang digariskan oleh kebijaksanaan dan
kecendekiawannya.
99. Ash-Shobuur: Yang Maha Penyabar. Dialah yang maha penyabar
yang tidak tergesa-gesa memberikan seksaan dan tidak juga
cepat melaksanakan sesuatu sebelum masanya.16

D. Keutamaan Asmaaul Husna


1. Ar-Rahman: Yang Maha Pengasih. Memiliki keutamaan sebagai
berikut: dapat menenangkan jiwa, apabila kita sedang
mengalami keresahan, kegundahan, gugup dan lain sebagainya.
2. Ar-Rohiim: Yang Maha penyayang. Memiliki keutamaan sebagai
maha penyayang, tidak membedakan yang satu dengan yang
lainnya.
3. Al-Maliku: Yang Maha Merajai. Memiliki keutamaan
menjadikan manusia untuk bersifat adil, bersih, dan lenyaplah
segala kotorannya.
4. Al-Quddus: Yang Maha Suci. Memiliki keutamaan dapat
menghilangkan berbagai Penyakit, menghilangkan kecemasan.
Maksud dari berbagai penyakit disini ialah orang yang memiliki
sifat sombong, dengki, iri, syirik yang sudah tertanam dihati dan
susah dihilangkan.
5. As-Salam: Yang Maha Selamat. Memiliki keutamaan
menyelamatkan jiwa dan raga, menyembuhkan penyakit, dan
menjauhkan tipe daya orang dzaliim.
6. Al-Mukmin: Yang Memberi Keamanan. Memiliki keutamaan
yaitu menjamin keamanan diri dan keluarga, dan menghilangkan
stres.
7. Al-Muhaimin: Yang Memelihara. Keutamaanya yaitu menerangi
hati dan memudahkan hafalan dan juga dapat meningkatkan
hafalan karena setiap anak mempunyai daya pikir sendiri-sendiri,
ada yang cepat ada juga yang lambat.
8. Al-‘Aziiz: Yang Maha Perkasa. Keutamaannya yaitu dapat
menambahkan kemuliaan dan tidak perlu meminta bantuan
orang lain.
9. Al-Jabbar: Yang Maha Memaksa. Keutamaannya akan
terhindar dan diselamatkan dari kedzaliman orang-orang yang
kejam, baik didarat maupun dilaut, didalam perjalanan maupun
ditempat kediaman.

16
M. Nipan Abdul Halim, Khasiat Keagungan Asmaul Husna, 99–135.

105
10. Al-Mutakabbir: Yang Maha Megah. Memiliki keutamaan akan
mendapatkan anak yang sholeh sholehah. Membacanya secara
istiqomah, maka akan dikaruniakan kemuliaan dan keagungan.
11. Al-Khaaaliq: Yang Maha Pencipta. Memiliki keutamaan yaitu
Allah secara khusus menyuruh malaikat untuk mendoakan
hingga akhir zaman, juga berguna untuk menerangi hati dan
wajah. Dan dilindungi dari semua malapetaka.
12. Al-Baari’: Yang Maha Perancang. Memiliki keutamaan
membentuk bagian manusia dengan menyeimbangkan perbuatan
manusia tersebut.
13. Al-Mushawwir: Yang Maha Menjadikan Rupa Bentuk.
Keutamaannya dapat menyembuhkan wanita mandul, jika ada
seorang wanita mandul dan menginginkan buah hati maka Allah
SWT akan mengaruniakan kepadanya seorang anak lelaki.
14. Al-Ghaffar: Yang maha Pengampun. Keutamaannya yaitu segala
dosa-dosa yang diperbuat umat manusia akan diampuni pada
minggu sebelumnya.
15. Al-Qahhaar: Yang Maha Pemaksa. Keutamaannya dapat
menghilangkan rasa cinta berlebihan kepada dunia dan
pengagunga kepada Allah SWT didalam hati.
16. Al-Wahhab: Yang Maha Pemberi. Keutamaannya yaitu
mengangkat derajat kehidupan umat manusia.
17. Ar-Razzaq: Yang Maha Pemebri Rezeki. Keutamaannya adalah
memberikan rezki kepada manusia dengan perhitungan usahanya
untuk mendapatkan rezeki.
18. Al-Fattah: Yang Maha Pembukakan Pintu Rahmat.
Keutamaannya adalah akan dibersihkan dari khayalan,
kejahatan, egoisme, amarah, dan kekotoran yang lainnya,
menerangi jiwa dan memudahkan segala urusannya.
19. Al-‘Aliim: Yang Maha Mengetahui. Keutamaannya adalah akan
memperoleh kemampuan untuk melihat hal-hal tertentu yang
luput dari perhatian orang dan memiliki iman yang kuat,
disamping itu hatinya akan selalu mengenal Allah.
20. Al-Qaabidh: Yang Maha Penyempit Hidup. Memiliki keutamaan
tidak akan merasakan sakitnya penyakit dan diselamatkan dari
lapar, haus, luka dan sebagainya.
21. Al-Baasith: Yang Maha Melimpah Nikmat. Memiliki keutamaan
memperoleh kedamaian didalam hatinya, terbebas dari stress dan
berbagai persoalan, penghasilannya bertambah, dicintai dan
dihargai dan dapat memberikan kebahagiaan kepada orang lain.
22. Al-Khaafidh: Yang Maha Perendah Derajat. Memiliki
keutamaan memperoleh kemenangan atas musuhnya.

106
23. Ar-Raafi’: Yang Maha Meninggi Derajat. Memiliki keutamaan
kedudukan yang diinginkan akan diperoleh.
24. Al-Mu’iz: Yang Maha Pemberi Kemuliaan. Memiliki keutamaan
meningkatkan kemuliaan dan kehormatan dan Allah akan
menanamkan rasa takut kedalam hati seluruh makhluk
kepadanya.
25. Al-Muzil: Yang Maha Melimpahkan Kehinaan. Memiliki
keutamaan yaitu dibebaskannya dari dalam penjaranya si
penjahat dan akan menyelamatkannya dari gangguan orang-
orang yang dengki dan aniaya.
26. As-Samii’: Yang Maha Mendengar. Keutamaannya adalah
dikaruniakan rahmat dan juga mengabulkan semua doa-doanya
atau bisa disebut seorang yang makbul doanya.
27. Al-Bashir: Yang Maha Melihat. Keutamaannya adalah
dikaruniakan kepadanya sebuah penglihatan (mata) yang tajam
dan bercahaya dalam hatinya.
28. Al-Hakam: Yang Maha Menetapkan Hukum. Keutamaannya
adalah akan dijadikan batinnya sebagai tempat rahasia-rahasia
ketuhanan dan hatinya dipenuhi dengan cahaya.
29. Al-‘Adlu: Yang Maha Adil. Keutamaannya adalah menciptakan
pribadi yang adil, berani melakukan hal yang benar, berani
meyalahkan yang salah, tidak pandang bulu, tegas dan jujur.
30. Al-Lathiif: Yang Maha Penyantun. Keutamannya adalah
Meningkatkan taraf hidup, mempercepat datangnya rizki yang
melimpah
31. Al-Khabiir: Yang Maha Mewaspadai. Keutamaannya mengubah
kebisaan buruk, menjumpai saudara yang dirindukan, memilih
pilihan yang tepat. Kebiasaan buruk akan hilang, orang yang kita
rindukan menemui secara tidak sengaja dan pilihan yang kita
mau akan tercapai dengan menyebut Asma ini.
32. Al-Haliim: Yang Maha Bijaksana. Keutamaannya adalah
memantapkan posisi jabatan, seperti halnya mengamankan
rumah/sawah ada saja yang jahil ingin merusak bahkan
menghancurkan rumah/sawah/ladang, maka untuk menjaganya
dan memantapkannya kita perlu mengamalkan Asma “Yaa
Hallim” sebanyak-banyaknya.
33. Al-‘Adhiim: Yang Maha Agung. Memiliki keutamaan
menyembuhkan penyakit, menghindarkan gangguan makhluk
halus, mendatangkan rezki, dan yang pasti akan mendatang kan
rezki yang berlimpah dengan dibarengi dengan bekerja, karena
Allah tidak menginginkan umatnya untuk bermalas-malasan.

107
34. Al-Ghafuur: Yang Maha Pengampun. Memiliki keutamaan
memudahkan terkabulnya doa, mengubah kebiasaan terpuji, dan
melepaskan kesukaran. Apabila doa-doa yang kita panjatkan
kepada Allah sulit terkabul dan membuat putus asa, ingin
merubah sikap tercela ke sifat terpuji, dan melepaskan diri dari
kesukaran maka mulailah bertobat dan mendektakan diri kepada
Allah SWT.
35. As-Syakuur: Yang Maha Berterima Kasih. Keutamaannya adalah
memberi ketenangan batin, mengabulkan hajat dan memulihkan
kesehatan dengan cara mendekatkan diri dan selalu mengingat
Asma meskipun berada pada titik teratas. Karena semua ini
hanya titipan semata.
36. Al-‘Aly: Yang Maha Luhur. Memiliki keutamaan
memperpanjang usia, mencerdaskan anak.
37. Al-Kabiir: Yang Maha Besar. Memilik keutamaan
mengembalikan kedudukan yang tergeser, bagi orang yang
kedudukannya tiba-tiba digeser atau bahkan d PHK tanpa adanya
sebab yang jelas begitupun dengan sebuah keberhasilan ujian,
maka yang harus dilakukan adalah mendekatkan diri kepada
Asma Yang Maha Agung niscaya masalah tanpa sebab tersebut
dapat terselesaikan, yang sedang mengahadapi ujian berjalan
dengan lancar dan utang pitang dapat dibayarkan dengan disertai
ikhtiar lahir yang nyata.
38. Al-Hafiidh: Yang Maha Memelihara. Memiliki keutamaan
menjaga diri dari serangan binatang buas, dan menghindarkan
bahaya.
39. Al-Muqiit: Yang Maha Memberikan Makanan. Keutamaannya
adalah memberikan keberkahan makanan bagi seseorang yang
ingin keberkahan dalam setiap makan sebelum makan lebih baik
menyebut Asma “Yaa Muqiit” niscaya akan tumbuh menjadi
seseorang yang berakhlak terpuji dan menjadi sumber energi
yang berkah, sehat jasmani dan rohaninya serta dimudahkan
dalam encari rezki, dan untuk menjadikan tahan lapar
40. Al-Hassib: Yang Maha Menghitung. Keutamaannya
memperkokoh kedudukan, dan membentengi diri dari kejahatan
orang lain. Amaliah tersebut juga dapat membentengi diri kita
dari ancaman perampokan, pencuri, fitnah dan lain-lain.
41. Al-Jalil: Yang Maha Agung Lagi Maha Mulia. Memiliki
keutamaan dapat memperoleh perubahan hidup yang
mengagumkan, dan menarik simpati masyarakat.

108
42. Al-Karim: Yang Maha Pemurah. Memiliki keutamaan yaitu
memperolah kemuliaan hidup, dan memperoleh keturunan yang
shahih yaitu dengan mendekatkan diri dan berdoa.
43. Ar-Raqiib: Yang Maha Mengawasi. Memiliki keutamaan untuk
menyelamatkan hak milik,dan mengembalikan barang hilang.
44. Al-Mujiib: Yang Maha Mengabulkan. Keutamaannya adalah
mempercepat terkabulnya doa. Agar doa-doa kita panjatkan
kepada Allah cepat terkabul, maka dekatkanlah diri kepada Yang
Maha mengabulkan doa.
45. Al-Waasi’: Yamh Maha Luas. Keutamaannya adalah membawa
keberuntungan, dan terjaga dari kedengkian orang lain.
Berkhasiat mendatangkan keberuntungan dan mencegah dari
kedengkian orang lain.
46. Al-Hakiim: Yang Maha Bijaksana. Keutamaannya adalah
memperkuat hafalan, dan menghilangkan perangai gugup.
Dengan mengamalkan Asma ini sebanyak-banyaknya maka
Allah akan membukakan baginya ilmu dan hikmah.
47. Al-Waduud: Yang Maha Mengasihi. Keutamaannya adalah
mendamaikan orang yang berselisih, dan menarik simpati
khalayak ramai. Sebagai orang yang beriman berkewajiban
mendamaikan sesama mukmin yang berselisih.
48. Al-Majiid: Yang Maha Mulia. Keutamaannya adalah
menimbulkan rasa cinta bagi segenap anggota keluarga dan
menyembuhkan penyakit belang. Jika seorang beriman memiliki
sifat baik, didalam keluarga terdapat ketidak harmonisan atau
adanya sebuah penyakit kulit yang membuat orang lain
menghindari karena takut tertular maka hendaklah mendekatkan
diri kepada Allah SWT.
49. Al-Ba’ithu: Yang Maha Membangkitkan. Keutamaannya adalah
mempertajam mata hati. Hati manusia sering menjadi keruh atau
bahkan keras dan buta. Apalagi jika diri kita ditumpuki oleh
kemaksiatan dan dosa-dosa, maka seakan-akan mata hatinya
tertutup rapat dan sulit untuk merasakan suatu kebenaran. Usaha
untuk memperbaikinya sealain bertobat sungguh-sungguh.
50. Asy-Syahiid: Yang Maha Menyaksikan. Keutamannya adalah
menjadikan manusia kembali kepada kebenaran dari kebathilan.
Anak yang nakal akan berubah menjadi pribadi yang lebih baik
dan pasangan yang tidak setia akan setia hanya dengan
menyebut Asma ini dengan konsentrasi penuh.
51. Al-Haq: Yang Maha Besar. Memiliki keutamaan mempertebal
keimanan dan menjauhkan perbuatan tercela. Tidak perlu terikat

109
oleh waktu dan hitungan tertentu, tetapi setiap ada kesempatan
atau sesuka hati kita untuk selalu ingat Allah SWT.
52. Al-Wakiil: Yang Maha Mengurusi. Memiliki keutamaan
membuka pintu rezki dan kebaikan, meredakan ribut sehingga
terjadi permusuhan.
53. Al-Qawiyu: Yang Maha Kuat. Memiliki keutamaan
membangkitkan kekuatan fisik dan metal.Apabila suatu saat kita
mengalami penurunan fisik dan mental, sehingga merasa tak
berdaya atau mentalnya menurun secara drastis maka
dekatkanah diri kita kepada Yang Maha Kuat.
54. Al-Mattin: Yang Maha Kokoh. <emiliki keutamaan
membangkitkan mental baja, menumbuhkan kewibawaan yang
besar, membangkitkan kekuatan tubuh yang besar,
memusnahkan perbuatan aniaya.
55. Al-Waly. Yang Maha Melindungi. Memiliki keutamaan
memperkokoh kedudukan yang dipangku, dan memperoleh
perlindungan Allah. Apabila kita menginginkan kedudukan dan
perlindungan Allah dalam kehidupan sehari-hari maka
amalkanlah Asma Allah.
56. Al-Hamiid: Yang Maha Terpuji. Keutamaannya adalah
menumbuhkan prilaku terpuji. Apabila kita mampu
mengamalkan Asma Allah secara istiqomah, insya Allah pada
diri kita akan tumbuh suatu kepribadian yang benar-benar
terpuji, memiliki sifat-sifat terpuji, berjiwa tenang dan tak
gampang ptus asa dalam melakukan hAl-hal yang berat
sekalipun.
57. Al-Muhshiy: Yang Maha Menghitung. Keutamaannya adalah
memperoleh derajat muroqobah, dan menumbuhkan sikap teliti.
58. Al-Mubdi: Yang Mha Memulai. Keutamaannya adalah
mensukseskan program yang direncanakan dan membangkitkan
kreatifitas.
59. Al-Muiid: Yang Maha Mengembalikan. Memiliki keutamaan
memulangkan anggota keluarga yang hilang mengharmoniskan
keluarga, dan mengaharmoniskan organisasi.
60. Al-Muhyiy: Yang Maha Menghidupkan. Memiliki keutamaan
Meraih derajat mulia dan meraih derajat berkah.
61. Al-Mumiit: Yang Maha Mematikan. Memiliki keutamaan
memenangkan persaingan, mengalahkan lawan dan meredam
amarah.
62. Al-Hayyu: Yang Maha Hidup. Memiliki keutamaan
memperkokoh tauhid dan memenangkan jiwa.

110
63. Al-Qayyum: Yang Maha Mandiri. Memiliki keutamaan menjaga
diri, mendatangkan harta yang banyak, membangkitkan
karisma, dan mendatangkan harta dan wibawa.
64. Al-Waajid: Yang Maha Menemukan. Memiliki keutamaan
membentuk jiwa yang besar dan membentuk jiwa pemberani.
65. Al-Maajdi: Yang Maha Pemilik Kemuliaan. Keutamaannya
adalah meraih keberhasilan dalam belajar, dan memberikan
kenyamanan dalam hati.
66. Al-Waahid. Yang Maha Tunggal. Keutamaannya adalah
petentram jiwa dan dilenyapkan rasa takutnya.
67. Al-Ahad: Yang Maha Tunggal. Keutamaannya adalah doanya
akan terkabukan dengan selalu mengingat Asma “Yaa Ahad”
dimanapun.
68. As-Shamad. Yang Maha Pengasih. Keutamaannya adalah
dilindungi dari sifat bohong, perilaku haram maupun dari
permusuhan orang lain dan akan membaik sifat dan imamnya.
69. Al-Qaadir: Yang Maha Kuasa. Keutamaannya adalah
mensukseskan tercapainya cita cita tinggi.
70. Al-Muqtadir: Yang Memegang Kuasaan. Keutamaannya adalah
memudahkan tercapainya suatu tujun, memudahkan tercapainya
hajat yang berat, dan mengatasi masalah yang dihadapi.
71. Al-Muqaddim: Yang Maha Mendahului. Keutamaannya adalah
memajukan usaha yang dirintis, mengembangkan usaha, dan
menyelamatkan diri dari berbagai ancaman.
72. Al-Muakhir: Yang Maha Mengakhiri. Memiliki keutamaan yaitu
membuka pintu ijabah, menginginkan prestasi ibadah, dan
meringankan beban hidup.
73. Al-Awwal: Yang Maha Awal. Memiliki keutamaan yaitu
memudahkan terkabulnya segala hajat, melancarkan usaha baru,
dan meraih kemenangan dalam peperangan.
74. Al-Aakhir: Yang Maha Akhir. Memiliki keutamaan yaitu
membuka pintu rizki yang halal dan banyak.
75. Ad-Dhaahir: Yang Maha Nyata. Memiliki keutamaan yaitu
membuka hijab hati. Karena apabila hijab yang menyelimuti hati
manusia telah terbuka, seakan berbagai rahasia alam ini akan
terlihat jelas. Dan salah satu cara untuk membuka hijab hati kita
adalah dengan cara mengamalkan Asma ini.
76. Al-Baathinu: Yang Maha Ghoib. Memiliki keutamaan yaitu
mempertajam penglihatan mata hati, membuka rahasia alam, dan
membuka pintu kebenaran.
77. Al-Waaliy: Yang Maha Menguasai. Memiliki keutamaan yaitu
menjauhkan penyakit hati, membuka pintu ma‟rifat.

111
78. Al-Muta’alay: Yang Maha Tinggi. Memiliki keutamaan yaitu
mudah menghadap orang penting, dan membawa keberuntungan.
79. Al-Bar: Yang Maha Baik. Memiliki keutamaan yaitu
mempermudah terraihnya segala yang dimaksud,
mempersiapkan keberuntungan masa depan anak, menjaga
keselamatan dalam perjalanan dan memperoleh keturunan yang
baik.
80. At-Tawwaab: Yang Maha Menerima Tobat. Memiliki keutamaan
yaitu Memudahkan jalan menuju kebaikan, dan meringankan
beban musibah.
81. Al-Muntaqim: Yang Maha Menyiksa. Memiliki keutamaan yaitu
Mengurungkan niat orang jahat, dan menyelamatkan nama baik.
82. Al-‘fuww: Yang Maha Pemaaf. Memiliki keutamaan yaitu Allah
berkenan memaafkan kesalahan kita, membangkitkan prilaku
terpuji, dan menarik simpati masyarakat.
83. Ar-Rauuf: Yang Maha Belas Kasian. Memiliki keutamaan yaitu
menarik simpati yang banyak, dan meredakan tekanan pihak
lain.
84. Maalikul Mulki: Yang Maha Menguasai Segala Kekuasaan.
Keutamaannya adalah Memperkokoh kedudukan yang tinggi,
memperoleh kedudukeningkatkan prestasi usaha, dan meredam
kedzaliman penguasa.
85. Dzul Jalaaili Wal Ikraam: Yang maha Pemilik Keagungan dan
Kemuliaannya. Keutamaannya adalah mempermudah
terkabulnya hajat, mempermudah datangnya kekayaan, dan
menyelamatkan harta.
86. Al-Muqsith: Keutamaannya adalah membangkitkan sifat adil,
mendapatkan simpati masyarakat luas, menyembuhkan penyakit,
mendapatkan keadilan duniawi.
87. Al-Jaami’: Yang Maha Menghimpun. Memiliki keutamaan
mengembalikan orang yang minggat, dan melancarkan
datangnya rizki.
88. Al-Ghaniy: Yang Maha Kaya. Keutamaannya adalah
mendatangkan kekayaan yang melimpah.
89. Al-Mughniy: Yang Maha Memberi Kekayaan. Keutamaannya
adalah memudahkan urusan dibidang rizki, mendatangkan
kekayaan yang melimpah, dan melancarkan sebuah usaha baru.
90. Al-Maani’: Yang Maha Menolak. Keutamaannya adalah
menyelamatkan diri dari ancaman musuh, menentramkan
kehidupan keluarga, dan mencegah ancaman yang besar.
91. Adh-Dhaar: Yang Maha Merusak. Keutamaannya adalah
menyembuhkan penyakit parah, dan menundukkan musuh.

112
92. An-Naafi’: Yang Maha Pemberi Manfaat. Keutamaannya adalah
menghilangkan kesusahan,menyembuhkan penyakit, dan
memberikan kemanfaat yang benar.
93. An-Nuur: Yang Maha Bercahaya. Keutamaannya adalah meraih
kemuliaan, membuka mata hati, dan menjernihkan pikiran yang
kalut.
94. Al-Haadii: Yang Maha Pemberi Petunjuk. Memiliki keutamaan
yaitu memecahkan permasalahan yang pelik, dan memberikan
petunjuk jalan yang benar
95. Al-Badii’: Yang Maha Menciptakan. Memiliki keutamaan yaitu
mensukseskan setiap yang direncanakan.
96. Al-Baaqii: Yang Maha Kekal. Memiliki keutamaan yaitu
menjauhkan kebangkrutan, dan mengamankan mata pencarian.
97. Al-Waarits: Yang Maha Tetap. Memiliki keutamaan
menyukseskan keberhasilan usaha, dan memperpanjang umur.
98. Ar-Rasyiid: Yang Maha Pandai. Keutamaannya adalah
mencerdaskan akal, memecahkan masalah yang sangat sulit, dan
menjauhkan tipu daya orang lain.
99. Ash-Shobuur: Yang Maha Penyabar.17 Memiliki keutamaan
yaitu menumbuhkan sifat penyabar dan membebaskan kesulitan
kehidupan.

Referensi
A. Munir, dan Sudarsono. Dasar-dasar Agama Islam : MKDU.
Jakarta: Rineka Cipta, 2013.
Abd Rahman R. “Memahami Esensi Asmaul Husna dalam Al-Quran
(Implementasinya Sebagai Ibadah dalam Kehidupan).” Jurnal
Adabiya XI, no. 2 (2011).
Abu Su‟ud. Islamologi Sejarah, Ajaran, Dan Peranannya Dalam
Peradaban Umat Manusia. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Damhuri. “Penerapan Semangat Asmaul Husna “Al-mu‟izz" Dan
„Almuzill‟ Dalam pola Kepemimpinan.” Jurnal Madani 4, no.
1 (Juni 2014).
M. Nipan Abdul Halim. Khasiat Keagungan Asmaul Husna. Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 2000.

17
M. Nipan Abdul Halim, 31–136.

113
114
MEMAHAMI SIFAT ALLAH

Panji Gumelar, Yogi Ganda Saputra, Septi Ratna Sari, Retno


Wulandari, Tri Yuliana, Titik Mukarromah, dan Tri Komariah

A. Pengertian Sifat Allah


Kehidupan sehari-hari kita semua tentu memiliki teman yang
beragam sifatnya, ada yang baik, kurang baik, dan tidak baik. Begitu
juga dengan Allah SWT yang memilik sifat, Allah SWT memiliki
sifat wajib, mustahil dan sifat jaiz. Sifat-sifat tersebut tercantum di
dalam ayat-ayat al Qur‟an dan hadits. Di antara ayat al Qur‟an ada
yang muhkam (maknanya jelas), dan ada juga yang mutasyabihat
(yang maknanya Samar).1
Adapun tokoh Muhammadiyah seperti H.A. Malik Ahmad
menjelaskan tentang metode Muhammadiyah dalam memahami
akidah. Ia menegaskan bahwa apa yang dibawa Al-Qur‟an dan
disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW telah lengkap untuk
diyakini serta diimani dan tidak memerlukan pembicaraan yang lebih
lanjut.
Memahami sifat-sifat Allah menjadi salah satu hal yang sangat
penting untuk meningkatkan keimanan kita sebagai seorang Muslim,
dengan begitu seorang Muslim dan muslimah akan memahami
betapa besar dan agungnya Allah yang telah menciptakan segala
sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Sifat-sifat Allah yang wajib diketahui oleh umat muslim
berjumlah 41, jumlah tersebut terbagi menjadi tiga bagian, yang
pertama sifat wajib berjumlah 20, kemudian sifat mustahil berjumlah
20 dan sifat jaiz Allah berjumlah 1.Sifat-sifat Allah tidak hanya di
pahami artinya, tapi juga perlu diamalkan dalam bentuk pengalaman
sehari-sehari.

B. Sifat Wajib, Mustahil dan Jaiz Bagi Bagi Allah


Selain memiliki sifat wajib dan sifat mustahil yang wajib kita
yakini dan diimani oleh setiap umat Islam. Allah SWT juga memiliki
sifat jaiz, Sifat Jaiz bagi Allah artinya boleh bagi Allah mengadakan
sesuatu atau disebut juga sebagai “mumkin”. Mumkin ialah sesuatu
yang boleh ada dan tiada. Ja‟iz artinya boleh-boleh saja, dengan
makna Allah SWT menciptakan segala sesuatu, yakni dengan tidak
ada paksaan dari sesuatupun juga, sebab Allah SWT bersifat qudrat

1
Abdul Hakim, “Menimbang Metode Syaikh Abdul Qadir AL-Jilani Dalam
Memahami Sifat-Sifat Allah,” Ulul Albab 14, no. 1 (2013): 33.

115
(kuasa) dan iradat (kehendak), juga boleh-boleh saja bagi Allah
meniadakan akan segala sesuatu apapun yang Ia mau.2 Firman Allah
SWT QS an-Nahl: 40
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah memiliki kehendak atas
keinginan nya, jika Allah menginginkan sesuatu, maka ketika Allah
mengatakan Kun (Jadilah), maka jadilah apa yang
dikehendakinya.Contoh sifat jaiz:
1. Memberi pahala
Allah SWT sangat mencitai hambanya yang selalu berbuat baik,
setiap perbuatan baik pasti Akan mendapatkan balasan (pahala) dari
Allah, oleh karena itu maka kita seharusnya fastabiqul kohirot
(berlomba-lomba dalam kebaikan).
2. Memberi Siksa
Allah SWT menyiapkan siksaan yang sangat pedih di hari akhir
kelak bagi hamba-hamba-Nya yang tidak taat kepada perintah Allah
dan rasul.
3. Mengutus Nabi
Allah mengutus para Nabi mulai dari Nabi Adam As sampai
Muhammad SAW untuk meluruskan akidah (tauhid) yang telah
melenceng dari ajaran yang sebenarnya.
4. Memberi rezeki
Allah berhak memberi rezeki kepada hamba-Nya yang Ia
kehendaki, begitu pun sebaliknya mencabut nikmat rezeki yang ada
pada hamba-Nya, seperti Qorun yang sangat kaya tetapi lupa
bersyukur maka nikmat rezeki nya di ambil seketika oleh Allah
SWT.
Adapun sifat wajib dan sifat Allah adalah sebagai berikut:
1. Wajib: Wujud (ada)
Mustahil: ‘Adam (tidak ada)
Allah sejatinya tidak berwujud seperti halnya manusi tetapi
wujud yang dimaksud disini yaitu bahwa Allah itu berwujud
memalui berbagai ciptaan-Nya. Adanya alam semesta yang kita lihat
ini menjadi bukti bahwa Allah itu ada, secara logika tidak masuk
akal ada sesuatu yang dibuat tanpa ada yang membuatnya.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. As Sajdah ayat 4.3 Allah telah
menciptakan langit dan bumi beserta seisinya supaya manusia
berfikir bahwa Allah itu ada. Ada yang dimaksudkan yaitu tidak

2
Munawir, “Aswaja NU Center dan Perannya Sebagai Benteng Aqidah,”
Jurnal Shahih (LP2M IAIN Surakarta) 1, no. 1 (2016): 78.
3
A. Munir dan Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, 2001 ed. (Jakarta:
Rineka Cipta), 4.

116
mungkin sesuatu yang diciptakan tetapi tidak ada yang menciptakan.
Allah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa dan Allah pun
sebagai penolong maupun pemberi syafaat kepada seluruh makhluk
yang ada di bumi ini. Sebagai makhluk ciptaannya hendaknya kita
berfikir dan memperhatikan apakah ada dzat selain Allah yang bisa
memberi syafaat kepada makhluknya ? tentu disini kita bisa sadari
bahwa kekuasaan Allah itu agung dan tidak ada yang bisa
menandinginya.
Wujud artinya ada dan sifat mustahilnya „Adam artinya tidak
ada. Untuk membuktikan bahwa Allah itu ada bukan hal yang
mudah, kecuali kecuali bagi orang-orang yang memiliki keimanan
yang luhur serta tergantung pemikiran dan pengetahuan seseorang.
Pemikiran yang berbeda-beda ini lah yang menyebabkan seseorang
berfikir bahwa Allah itu masih diragukan kebenaran wujudnya.
Tetapi bagi seseorang yang berfikir jernih dan mempunyai keimanan
pasti mempercayai bahwa Allah itu ada, dengan Cara kita berfikir
dan mengamati alam semesta dan seisinya ini kita menjadi tahu
bahwa Allah itu ada dan tidak mungkin segala sesuatu yang tercipta
itu Akan terwujud jika tidak ada yang menciptakan.
Demikian pula dengan argumentasi Mutakalimin tentang wujud
Tuhan dengan menggunakan dalil jauhard ford (teori atom). Teori
ini mengatakan bahwa adanya alam yang baru ini membutuhkan
adanya yang mnciptakan, yaitu wujud yang pertama (wujud mutlak).
Sedangkan menurut A. Hanafi (Theologi Islam) membicarakan
tentang wujud mutlak adalah pembicaraan filsafat.4
Menurut hasil penelaahannya, para filosof dapat dikelompokkan
menjadi tiga yaitu: (1) al-dahriyun (2) al-tabi’iyun dan (3) ilahiyun.
Al-dahriyun adalah filosof yang tidak percaya akan adanya
penciptaan alam dan beranggapan bahwa alam itu terjadi dengan
sendirinya tanpa pencipta. Mereka adalah orang-orang kafir zindik.
Al-Tabiyun adalah kelompok filosof yang banyak membicarakan
alam benda tetapi mengingkari hari kiamat, surga, neraka, dan
perhitungan (hisab), dan mereka juga termasuk orang kafir zindiq.
Sedangkan Ilahiyun adalah kelompok filosof yang bertentangan
dengan kelompok pertama, dan termasuk di antaranya adalah Scrates,
Plato, dan Aristoteles serta penganut-penganutnya dari kalangan
muslim seperti Ibnu Sina, al-Farabi, dan lain-lainnya.5

4
Nurul Djazimah, “Pendekatan Sosio-Historis: AlternatifDalam Memahami
Perkembangan Ilmu Kalam,” Jurnal Ilmu Usuluddin 11, no. 1 (2012): 58.
5
Ghazali Munir, “Kritik Al-Ghazali terhadap para Filosof,” Jurnal Teologi 25,
no. 1 (2014): 6.

117
Manusia jaman sekarang, juga makhluk beragama yang percaya
dengan adanya Tuhan dan senantiasa selalu beribadah kepada Tuhan.
Selalu beribadah kepada Tuhan, dengan harapan agar selalu
mendapat ridlo Tuhan Sang Pencipta alam, selalu ditunjukkan untuk
jalan yang lurus dan benar dimata Tuhan, sehingga manusia mampu
menghindari dari perbuatan-perbuatan tercela dimata Tuhan.6

2. Wajib: Qidam (terdahulu)


Mustahil: Hudust(baru)
Qidam artinya terdahulu merupakan sifat salbiyah, yaitu sifat
yang digunakan untuk meniadakan sesuatu yang tidak layak bagi
Allah Swt.7Sifat Qidam merupakan sifat yang menolak adanya
permulaan wujud Allah. Maksudnya bahwa Allah itu berada tanpa
adanya permulaan Wujud Allah. Sebagaimana yang dijelaskan dalam
QS. Al-Hadidayat3. Dalam surat ini Allah menjelaskan bahwa Dia
lah Dzat yang awal, yang akhir, yang Zahir, dan Yang Batin, dan Dia
maha mengetahui segala sesuatu, sesuatu yang tidak bisa di nalar
oleh makhluk-Nya. Dia lah Dzat yang tidak kasat mata tetapi bisa
dekat dengan hati makhluknya jika makhluknya mau berusaha lebih
mendekatkan diri dengan Allah.
Kebalikan dari Qidam adalah Huduts (Baru) maksudnya
mustahil Allah itu baru dan memiliki permulaan. Allah itu dahulu
tanpa awal, tidak berasal dari “tidak ada” kemudian menjadi “ada”.
Adanya Allah berbeda dengan adanya Alam semeta dan seisinya.
Dan Allah itu kekal serta mempunyai kebesaran dan kemuliaan tidak
bisa mati serta musnah, berbeda dengan makhluk yang ada di bumi,
makhluk Allah suatu saat Akan musnah. Sebagaimana yang
dijelaskan dalam QS. Ar-Rahman ayat 27.Allah menjelaskan bahwa
Allah SWT mempunyai kebesaran dan kemuliaan dan tetap kekal
sifat Dzat nya. Makhluk Allah bisa saja beranak atau lahir dan
berkembang biak, tetapi Allah sampai kapan pun tidak bisa
(mustahil).

3. Wajib: Baqa’ (kekal)


Mustahil: Fana’ (rusak atau kebinasaan)
Merupakan sifat salbiyah yaitu sifat yang digunakan untuk
meniadakan sesuatu yang tidak layak bagi Allah. Semua makhluk

6
Nur Aisyah Jamil, “Analisis Kajian Mora Dalam Kumpulan Gendhing-
gendhing Lan Lagon Dolanan Karya Ki Narta Sabda,” Jurnal program studi
pendidikan bahasa dan sastra jawa 5, no. 4 (2014): 43.
7
A. Munir dan Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, 7.

118
ciptaan Allah Akan rusak dan punah, kecuali Allah. Sebagai pencipta
dia tidak Akan pernah mati atau rusak. Allah Akan kekal selamanya.
Allah adalah dzat yang mengatur alam semesta. Dia selalu ada dan
mengatur alam semesta ini selamanya. Hanya kepada-Nya seluruh
kehidupan ini Akan kembali, seperti yang sudah dijelaskan dalam
Surat Ar-Rahman ayat 27 yaitu tetap kekal wajah Tuhanmu yang
mempunyai banyak kebesaran dan kemulyaan. Berbagai kebesaran
dan kemulyaan yang diberikan kepada semua makhluk hidup yang
ada di alam semesta ini hingga akhir zaman, inilah yang
menandakan bahwa Allah itu tidak tidur dan kekal sampai kapanpun.
Allah tidak sama dengan makhluk yang diciptakannya.
Segala sesuatu yang hidup Akan mati, dan sesuatu yang pergi
suatu saat pasti Akan kembali ke pemiliknya atau penciptanya.
Begitupun makhluk yang diciptakn Allah. Didunia hanya sementara
yang diibaratkan hanya bersinggah beristirahat mencari bekal untuk
perjalnan selanjutnya.Didalam Al Qur‟an dan As-Sunnah sudah
dijelaskan berbagai sifat kebesaran Allah. Dijelaskan juga ketika
kiamat nanti yang Akan masih utuh tidak Akan hancur yaitu Al
Qur‟an sedangkan Allah kekal selamanya tidak Akan mati ataupun
hancur.
Jika sudah tiba saat nya akhir zaman semua yang hidup baik di
dunia atau di langit pasti akan musnah. Makhluk yang berada di
dunia lainpun juga akan ikut musnah kecuali satu yaitu Allah SWT.
Allah merupakan Dzat yang kekal dan tak akan pernah musnah
kecuali yang diciptakannya.

4. Wajib : Mukhalafatul lil hawadisi ( tidak sama dengan


yang baru)
Mustahil : Mumasalatul lil hawadisi (serupa dengan
makhluk)
Di dalam sebuah Hadits diterangkan apabila Allah menyerupai
makhluknya, niscaya Allah adalah baru, sedangakan Allah baru
adalah hal yang mustahil. Allah memiliki sifat yang sempurna dan
istimewa, sifat Allah berbeda dengan sifat makhluk-Nya.8 Allah telah
berfirman dalam QS. Asy-Syu‟ara ayat 11.
Mukhalafatul lil hawa disi (tidak Sama dengan yang baru) dalah
sifat salbiyah artinya yang mencabut atau menolak adanya persamaan
Allah dengan yang baru. Allah berbeda dengan makhluk yang
diciptakannya, perbedaan Allah dengan makhluk-Nya mencakup
segala hal, baik dalam dzat, sifat, dan perbuatannya. Seumpama

8
A. Munir dan Sudarsono, 5.

119
terlintas dalam pikiran seseorang bahwa Allah itu seperti yang ia
hayalkan atau bayangkan, maka maha suci Allah, dia tidak seperti
apa yang dihayalkan ataudipikirkan. Jangan sekali-kali menghayal
atau membahas Dzat Allah kareana manusia tidak Akan mampu
untuk melakukannya.
Sama halnya kita membayangkan seberapa luasnya laut dan
samudra yang ada di dunia ini, mustahil jika dipikirkan dengan rasio
manusia. Hal tersebut hanya sekedar gambaran, hal yang baru kita
bisa amati bentuknya saja kita tidak bisa membayangkan seberapa
luasnya, apa lagi dengan Dzat Allah. Sebagai manusia kita tidak bisa
membayangkan, kita tidak asing dengan kata “berpulang ke
pangkuan Yang Maha Kuasa”. Kata ke pangkuan disini tidak sama
dengan manusia, yang dimaksudkan disini yaitu berpulang kepada
yang menciptakannya, berpulang kepada yang mempunyai yaitu
Allah. Kata tersebut hanya sekedar kata-kata kiasan tidak
menggambarkan wujud Allah yang sebenarnya. Kita sebagai
manusia tidak boleh berfikir bahwa Allah itu sama dengan makhluk-
Nya.
5. Wajib : Qiyamuhu Binafsihi (berdiri dendiri)
Mustahil : Itiyajul lighoirihi (butuh kepada yang lain)
Allah sebagai pencipta alam dan seisinya adalah Maha Kuasa.
Dia tidak memerlukan bantuan dari kekuatan lain karena mempunyai
kekuatan yang ada pada diri-Nya. Sebagaimana yang sudah
dijelaskan dalam firman Allah surat Al-Ankabut ayat 6. Qiyam
binnafsi (berdiri sendiri) adalah sifat salbiyyah arinya sifat yang
mencabut atau menolak adanya sifat Allah berdiri dengan yang lain.
Dalam arti bahwa Allah tidak butuh dengan sesuatu dzat yang
membantunya untuk berdiri. Berdirinya Allah tidak membutuhkan
tempat, tidak membutuhkan ruang dan tidak membutuhkan segala
dzat, sifat, dan perbuatan makhluk-Nya. Berbeda dengan makhluk
yang selamanya membutuhkan bantuan dari luar atau saling
bersosialisasi dengan makhluk lainnya.
6. Sifat Wajib: Wahdaniyah (Esa atau satu)
Sifat Mustahil: Ta’addud (lebih dari satu)
Wahdaniyah ialah Esa dzat-Nya, sifat-Nya dan fi‟il-Nya.9 Allah
SWT satu atau Esa, tidak ada tuhan selain Allah SWT Maha Esa
dalam Dzat, sifat dan perbuatan-Nya. Satu dalam Dzat artinya bahwa
Dzat Allah SWT itu satu, tidak tersusun dari beberapa unsur atau
anggota badan dan tidak ada satupun Dzat yang menyamai Dzat
Allah SWT. Satu dalam sifat artinya bahwa sifat allah SWT tidak

9
A. Munir dan Sudarsono, 2.

120
terdiri dari dua sifat yang sama, dan tidak ada sesuatupun yang
menyamai sifat Allah SWT. Dan satu dalam perbuatan adalah bahwa
hanya allah SWT yang memiliki perbuatan. Dan tidak satupun yang
dapat menyamai perbuatan Allah SWT.10Maka mustahil Allah itu
berbilang dzat, sifat dan fi‟il-Nya, wahdaniyah merupakan sifat wajib
bagi Allah yang artinya Esa atau tunggal.
Maksudnya adalah bahwa allah SWT adalah Tuhan yang Maha
Esa, baik dalam hal sifat, dzat, maupun perbuatannya, dan jika Allah
itu ada yang menyamai atau lebih dari satu, maka alam semesta akan
hancur, karena tentu saja akan terjadi berbagai perbedaan diantara
keduanya.
Keesaan Allah telah dinyatakan dalam kalimat syahadat yang
artinya “Tiada tuhan selain Allah”. Kebalikan dan sifat Allah ini
adalah Ta’addud yang artinya lebih dari satu.
Dalam QS. Al-Ikhlas: 1 dijelaskan bahwa Allah itu Esa dalam
dzat-Nya. Artinya bahwa dzat Allah satu tidak tersusun dari unsur-
unsur atau anggota badan dan tidak ada satupun dzat yang menyamai
dzat Allah.
Allah itu satu dalam sifat-nya artinya bahwa sifat Allah tidak
terdiri dari dua sifat yang sama dan tidak ada satupun yang
menyamai sifat Allah. Allah itu satu dalam Fi‟il atau perbuatan
artinya bahwa hanya Allah yang memiliki perbuatan. Dan tidak
satupun yang dapat menyamai perbuatan Allah.
Sedangkan sifat mustahilnya wahdaniyah bagi Allah yaitu
“Ta’addud” artinya banyak atau bilangannya lebih dari satu maka
mustahil Allah lebih dari satu. Keesaan Allah itu mutlak. Artinya
keesaan Allah meliputi dzat, sifat, maupun perbuatan-Nya. Meyakini
keesaan Allah merupakan mabda‟ atau prinsip, sehingga seseorang
menjadi Muslim. Meyakini keesaan Allah juga merupakan inti ajaran
para nabi, sejak nabi Adam as hingga nabi Muhammad SAW.
Jika keyakinan ini sudah diterapkan dari satu. Mustahil Allah itu
banyak (Ta’addud) seperti dua, tiga, empat dan seterusnya. Allah itu
maha kuasa. Jika Allah lebih dari satu, dan bekerjasama. Berarti
mereka itu lemah dan tidak berkuasa. Dan jika mereka berselisihan
maka terjadi sengketa antara mereka.
Jadi mustahil Allah itu lebih dari satu. Kalau lebih dari satu Dia
bukan yang maha kuasa lagi. Bayangkan dengan adanya bulan dan
bintang yang gemerlapan, matahari yang bersinar terang, semua itu
menunjukkan keagungan dan keesaan Allah SWT, seandainya Allah

10
Muhyiddin Abdusshomad, Aqidah Ahlussunnah Wal-Jama’ah, 2009 ed.
(Surabaya: Khalista), 20.

121
SWT lebih dari satu akan timbul perebutan kekuasaan dan ketentuan
yang berbeda-beda. Dan menghayati sifat wahdaniyah ini, kita
insyaallah Akan terhindar dari berbagai faham yang bisa
menyesatkan tentang keesaan Allah.
7. Sifat Wajib: Kudrat (kuasa)
Sifat Mustahil: Ajzun(lemah)
Qudrat artinya kuasa. Maka mustahil Allah itu tidak kuasa.
Qudrat merupakan sifat wajib bagi Allah yang memiliki arti
berkuasa, maksudnya adalah bahwa Allah SWT memiliki kekuasaan
yang mutlak atas segala sesuatu tanpa ada batasan seperti kuasa
memelihara dan mengatur, serta kuasa menghancurkan tanpa
pertolongan kekuatan lain. Kekuasaan Allah SWT tidak hanya dalam
hal menciptakan saja, tetapi juga berkuasa untuk merusak dan
menghancurkan, dalam hal melaksanakan kekuasaannya, Allah tidak
ada yang dapat memaksa, melarang, dan menghalang-halangi, tiada
kekuasaan di dunia yang menyamai kekuasaan Allah SWT. Jadi, Jika
Allah SWT telah berkehendak,11 Allah SWT maha kuasa dengan
kekuasaan yang tidak terbatas. Kekuasaan Allah SWT meliputi
segala sesuatu. Kuasa untuk mewujudkan dan meniadakan segala
sesuatu yang dikehendaki-Nya. Maka tidak ada satupun yang dapat
menghalangi-Nya.
Sudah menjadi hal yang pasti bahwa kekuasaan Allah berbeda
dengan kekuasaan manusia yang mempunyai kelemahan dan
keterbatasan. Kekuasaan Allah tidak ada yang bisa menghalangi-
Nya. Jika Allah telah berkehendak melakukan atau tidak melakukan
sesuatu, maka tidak ada suatu pun makhluk yang bisa mencegah-Nya
atau memberi saran kepada-Nya. Jelasnya Allah memiliki sifat
Qudrat (kuasa) yaitu sifat yang mungkin dengan kekuasaan-Nya, dia
berkehendak mewujudkan atau meniadakan segala sesuatu. Jadi,
mustahil Allah itu lemah dalam berkehendak atau lemah dalam
menghancurkan segala sesuatu, karena Allah itu maha kuasa.

8. Sifat Wajib: Iradat (berkehendak)


Sifat Mustahil: Karabah (terpaksa)
Iradat adalah berkehendak (berkeinginan), maka mustahil Allah
bersifat terpaksa. Allah SWT memiliki sifat Iradat yang artinya
berkehendak. Sedangkan kebalikannya karabah yang artinya sifat
mustahil bagi Allah adalah Karabah yang berarti terpaksa (tidak
berkemauan).

11
Permadi, Pengantar Tasawuf, 2014 ed. (Jakarta: Rineka Cipta), 15.

122
Penciptaan Allah semesta alam ini merupakan kehendak dari
Allah tanpa adanya paksaan maupun campur tangan dari pihak lain.
Jika Allah SWT sudah menghendaki sesuatu cukup mengatakan
“jadilah” maka sesuatu itu akan terjadi. Selain itu, setiap kehendak
dari Allah SWT pasti akan terjadi, dan setiap hal yang tidak menjadi
kehendak Allah pasti tidak akan pernah terjadi.Allah berfirman yang
artinya :
Iradah (berkehendak) adalah sifat Ma’ani yang artinya Allah
berdiri dengan dzat-Nya dan menentukan sesuatu dengan
kemungkinan-Nya. Dalam arti lain bahwa Allah mungkin (boleh atau
tidak boleh) berkehendak untuk bertindak atau menentukan segala
sesuatu sesuai keinginan-Nya/ allah memiliki kehendak yang sangat
luas. Dia mungkin berkehendak memberi kemuliaan kepada orang
yang Dia kehendaki dan pula dia mungkin mencabut kemuliaannya.
Di tangan Allah segala kehendak. Allah maha kuasa atas segala
sesuatu yang dia kehendaki, tidak seorangpun yang mampu menahan
kehendak-Nya. Dan segala yang terjadi di dunia berjalan sesuatu
dengan keinginan dan kehendak Allah.
Adapun lawan dari sifat Iradah adalah karahah yang mempunyai
makna terpaksa, maksudnya mustahil Allah berbuat sesuatu karena
dengan paksaan atau terpaksa atau tidak dengan keinginan dan
kehendak-Nya sendiri. Allah memiliki sifat selalu keinginan atau
berkehendak. Keinginan dan kehendak Allah sesuai dengan
kemauan-Nya sendiri, tak ada rasa terpaksa atau dipaksa atau dipaksa
oleh pihak lain, tidak ada tekanan atau mengharap imbalan.
Kehendak Allah juga tidak dipengaruhi oleh pihak lain,
kehendak-Nya tidak terbatas, dan dapat melakukan apa saja tanpa
memberi kuasa kepada yang lain. Begitu pula Allah mungkin
mencegah kehendak-Nya dengan kehendak-Nya sendiri, tidak ada
satu makhlukpun yang bisa mencegah kehendak-Nya. Manusia juga
berkehendak, tapi kehendak manusia adalah terbatas pada
kemampuannya sendiri. Manusia boleh berkehendak, namun Allah
juga yang menentukan hasilnya.

9. Sifat Wajib : „Ilmun(mengetahui)


Sifat Mustahil : Jahlun (tidak mengetahui)
‘Ilmun artinya mengetahui, maka mustahil Allah itu jahil (tidak
mengetahui). ‘Ilmun merupakan sifat wajib bagi Allah yang artinya
adalah mengetahui, dan Allah mustahil memiliki sifat Jahlun yang
artinya bodoh (tidak mengetahui). Karena dari sifat Allah „Ilmun
adalah bahwasannya pengetahuan yang dimiliki oleh-Nya adalah
tidak terbatas dan tidak pula dibatasi. Allah SWT adalah Dzat yang

123
maha mencipatakan, maka Ia pasti mengetahui segala sesuatu yang
diciptakan-Nya.
Allah SWT mengetahui dengan jelas akan semua perkara yang
tampak ataupun yang samar, tanpa ada perbedaan antara keduanya.12
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur‟an Q.S An-Nisa‟:176,
bahwa segala sesuatu yang ada di alam nyata maupun alam gaib
maupun yang tidak terlihat, semua itu tidak ada perbuatan manusia
yang tidak diketahui oleh Allah SWT, baik ditempat ramai
tersembunyi gelap maupun terang, apa yang sudah terjadi maupun
yang akan terjadi.Dengan demikian, mustahil bahwa Allah tidak
mengetahui segala sesuatu yang terjadi atau yang manusia perbuat
selama mereka ada di dunia karena Allah mengetahui segalanya.

10. Sifat Wajib: Hayat (hidup)


Sifat Mustahil: Maut (mati)
Hayat artinya hidup, maka mustahil Allah itu mati. Allah
mempunyai sifat wajib Hayat yang artinya hidup, dan Allah mustahil
memiliki sifat maut yang berarti mati atau binasa. Allah adalah maha
sempurna, dimana Allah mampu hidup dengan dzat-Nya sendiri, dan
tidak ada satupun yang menghidupkan-Nya.
Allah SWT maha hidup, dan hidup Allah SWT adalah
kehidupan abadi, tidak pernah dan tidak akan mati. Kebalikan dari
sifat ini adalah al-mautu yang berarti mati, yakni mustahil Allah
SWT mati. Allah adalah Dzat yang kekal sampai kapanpun dan tidak
akan pernah mati atau musnah.
Hidup Allah SWT itu tidak bernyawa dan tidak bernafas, dan
Allah juga hidup tanpa memerlukan tanah, air, api dan angin. Hidup
Allah itu tidak serupa dengan makhluk hidup seperti manusia
umpamanya, manusia itu hidup bermula dari kanak-kanak hingga
dewasa dan kemudian menua. Tetapi, hidup Allah tidak seperti
tingkat-tingkat hidup manusia, Allah tidak menempuh hidup dizaman
kanak-kanak, zaman dewasa maupun hingga zaman tua, Allah itu
kekal, dan Allah itu tidak akan mati.
Hidup nya Allah berbeda dengan manusia sebab hidup Allah
bukan dengan paru-paru untuk bernafas, tapi hidupnya Allah adalah
dengan sifat Hayat-Nya. Dengan demikian, mustahil bahwa Allah itu
mati.

11. Wajib: Sam’un (Mendengar)


Mustahil: Syamam (Tuli)

12
Abdusshomad, Aqidah Ahlussunnah Wal-Jama’ah, 22.

124
Allah memiliki sifat sam’un yang artinya mendengar, Allah
maha mendengar segala sesuatu yang dimohonkan oleh hamba-Nya.
Berbeda dengan makhluknya yang mendengar dengan indra
pendengaran dan harus dengan jarak dekat, Allah tidak tuli dan tidak
memerlukan alat pendengar untuk mendengar walaupun dengan jarak
yang tidak cukup dekat, dimanapun tempatnya sekalipun itu di lubuk
hati yang paling dalam makhluk-Nya, Allah tetap bisa mendengar
dengan jelas.13 Disebutkan dalam firman Allah surah Al-Maidah ayat
76 bahwasannya Allah maha mendengar dan maha melihat.
Jika sam‟un adalah sifat wajib bagi Allah maka kebalikan
darinya, syamam adalah sifat mustahil bagi Allah. Syamam sendiri
memiliki pengertian tuli. Sudah jelas bahwa Allah adalah maha
mendengar segala sesuatunya. Allah tidaklah tuli, Allah mendengar
semua doa hamba-Nya dibumi sekalipun hanya bisikan dalam hati
manusia.Allah maha mendengar segala sesuatu yang dikatakan
makhluk-Nya baik secara lahir maupun batin.
Sebagai seorang muslim, hendaknya kita senantiasa selalu
berbuat baik, berkata baik dan santun terlebih jika apa yang kita
ucapkan adalah ucapan yang bermanfaat bagi diri kita sendiri
maupun orang lain. Kita meyakini bahwa Allah bersifat sam‟un,
maka apapun yang kita lakukan hendaknya dilakukan secara sadar
dan difikirkan dengan baik-baik. Karena apa yang kita lakukan dapat
berdampak pada diri kita sendiri baik itu perlakuan yang baik
ataupun yang buruk.

12. Wajib: Bashar (Melihat)


Mustahil: ‘Umyu (Buta)
Selain mendengar Allah memiliki penglihatan yang sudah tetntu
berbeda dengan makhluk-Nya, Allah tidaklah Sama dengan
makhluk-Nya. Allah maha melihat semua yang ada dan terjadi di
alam semesta tak terkecuali di bumi. Allah melihat semua perbuatan
manusia baik yang nampak jelas dan nyata, Samar ataupun
tersembunyi. Allah mengetahui apapun yang manusia kerjakan
sekalipun itu dilakukan dengan sangat tersembunyi dan tidak ada
satupun makhluk lainnya yang melihat, Allah melihatnya dengan
sangat jelas. Dijelaskan dalam firman Allah dalam surah Al-Baqarah
ayat 26, bahwa Allah maha melihat apapun yang dikerjakan oleh
semua makhluk-makhluknyaa.
Allah memiliki sifat bashar yang berarti melihat. Itu artinya
Allah tidaklah buta, Allah maha melihat segala sesuatu yang terjadi

13
Marzuki, Buku PAI SMP (Yogyakarta: Amzah, 2007), 22.

125
di bumi, mustahil jika Allah memiliki sifat buta dan tak melihat
segala sesuatunya yang terjadi di alam semesta. Meskipun manusia
juga dapat melihat, namun penglihatan Allah tidaklah Sama dengan
makhluknya. Allah sempurna dan tidak memiliki kekurangan
apapun, berbeda dengan makhluk-Nya yang memiliki banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna, maka tidak ada yang
menandingi kekuasaan Allah yang maha sempurna dan tidak ada
Tuhan selain Allah.
Allah Maha Melihat segala sesuatu yang terjadi di bumi, maka
itu kita sebagai makhluk-Nya haruslah kita selalu berbuat baik
kepada sesama makhluk, dan takut untuk berbuat dosa. Allah maha
mendengar dan melihat, sekalipun seorang makhluknya bersembunyi
dan tak ada orang lain yang melihatnya, Allah mampu melihatnya.

13. Wajib: Kalam (Berbicara)


Mustahil: Bukmu (Bisu)
Allah memiliki sifat kalam yang artinya berbicara. Apakah Allah
berbicara Sama dengan kita makhluk-Nya? Tentu saja tidak,
pembicaraan Allah tentu tidak Sama dengan makhluknya. Allah tidak
memerlukan alat Indra untuk berbicara, melihat, mendengar dan lain
sebagainya. Sebab sifat-sifat yang dimiliki Allah adalah sifat
sempurna. Sifat kalam Allah yang dimaksudkan adalah Allah
berfirman didalam kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi dan
rosul-Nya.14 Dalam firman Allah qur‟an surah An-Nisa ayat 164,
dijelaskan bahwasannya Allah telah mengutus rasul-rasulnya yang
telah menjadi kisah-kisah untuk kelangsungan makhluknya dimasa
yang akan datang, dan Allah telah berbicara secaraa langsung kepada
nabi Musa.
Salah satu contoh kalam atau perkataan Allah adalah Al-Qur‟an
yang sampai saat ini masih ada dan terjaga dari zaman dahulu.
Melalui Al-Qur‟an Allah menceritakan kisah dan apa-apa yang
terjadi di bumi baik sesudah atau sebelum sesuatu itu terjadi. Dari
Al-Qur‟an juga kita dapat mempelajari segala sesuatu yang
berhubungan dengan terciptanya alam semesta, sejarah dari para
kisah-kisah nabi yang telah dikisahkan didalam Al-Qur‟an untuk
menjadi pedoman hidup manusia.
Allah maha besar, melalui Al-Qur‟an Allah hendak memberi
pelajaran kepada makhluk-makhluknya dibumi supaya tidak salah
arah dan melangkah kepada jalan yang benar sesuai dengan ajaran-
ajaran agama Islam.

14
Abdusshomad, Aqidah Ahlussunnah Wal-Jama’ah, 24.

126
14. Wajib: Qadirun (Berkuasa)
Mustahil: „Ajizan (Lemah)
Merupakan sifat Ma;nawiyah adalah sifat yang mulazimah
(menjadi akibat)dari15 sifat ma‟ani. Sifat Allah Qadirun yang artinya
berkuasa, Allah berkuasa atas segala sesuatu yang ada di alam
semesta. Allah berkuasa mengadakan yang tidak ada dan
mentiadakan yang ada. Karena Allah berkuasa maka mustahil
baginya lemah, Allah menciptakan alam semesta lengkap dengan
seisinya. Ciptaan-Nya tentu saja bukan karena ada alasan,Akan selalu
ada alasan mengapa Allah menciptakan sesuatu lengkap dengan
apapun yang berkaitan dengan-Nya. Adanya alam semesta ini
tentunya cukup untuk menjadi bukti kekuasaan Allah. Tidak ada
Tuhan selain Allah di alam semesta ini. Firman Allah dalam Qur‟an
Surah Al-Baqarah ayat 20, bahwasannya Allah berkuasa atas segala
sesuatu, dan segala sesuatu yang dikuasai oleh Allah adalah semua
yang terdapat di bumi maupun langit serta semua yang ada di jagad
raya. Allah maha berkuasa, Allah tidak lemah, Allah berkuasa
terhadap apapun yang diciptakannya didalam semesta, tentunya
sangat tidak mungkin jika itu dimiliki oleh makhluk-makhluk-Nya.
Sesungguhnya Allah-lah yang menguasai langit dan bumi serta
seisinya.
Sudah menjadi hal yang pasti bahwa Allah berkuasa, dan
tentunya kuasa Allah berbeda dengan kuasa seorang makhluknya
yang memiliki segala keterbatasan, sekalipun makhluk yang
memiliki segala-galanya, namun tak ada yang bisa mengalahkan
kekuasaan Allah. Kekuasaan Allah tidak memiliki keterbatasan
apapun, tiada yang bisa menandingi kekuasaan Allah di alam
semesta ini.
Meyakini kekuasaan Allah, seharusnya membuat kita sebagai
seorang Muslim sadar dan rendah diri. Jika dibandingkan dengan
kekuasaan Allah maka apapun yang kita miliki adalah tidak ada
artinya, dari sinilah harusnya kita sadar, sangat tidak pantas untuk
kita menyombongkan diri terhadap Allah dan sesama makhluknya.
Tidak ada gunanya kita membanggakan diri terhadap apa yang kita
miliki, karena apapun yang kita miliki tidak akan selamanya menjadi
milik kita, jika Allah sudah berkehendak sesuatu akan menjadi milik
kita maka apapun yang dikehendaki-Nya akan menjadi milik kita,
begitupun sebaliknya jika Allah berkehendak sesuatu pergi dari kita
maka apapun yang kita miliki akan pergi sesuai dengan kehendak

15
Abdusshomad, 25.

127
Allah. Jadi, apapun yang kita miliki tidak seharusnya kita
sombongkan. Bahkan menyombongkan kekuasaan kitapun tidak aka
nada manfaat yang kita peroleh, hal itu justru Akan merugikan diri
kita sendiri.

15. Wajib: Muridun (Berkehendak)


Mustahil: Karihan (Terpaksa)
Sifat Allah muridun yang berarti Allah berkehendak atas segala
sesuatunya yaitu Allah berkehendak menentukan sesuatu terhadap
makhluk-Nya. Allah menciptakan dan melakukan sesuatu itu sesuai
dengan kehendaknya sendiri, sehingga mustahil bagi Allah
melakukan sesuatu dengan keterpaksaan. Allah menghendaki atas
takdir dan nasib hidup makhluk-Nya, manusia sebagai makhluk-Nya
hanya menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan yang telah
ditentukan oleh Allah. Firman Allah dalam surah Huud ayat 107,
bahwa Allah menghendaki segala sesuatu yang ada di bumi dan di
langit.
Segala ciptaan Allah yang ada di jagad raya ini adalah kehendak
Allah, tanpa ada paksaan dan campur tangan siapapun. Jika Allah
menghendaki maka Allah hanya cukup mengatakan “jadilah” maka
jadilah sesuatu yang telah Allah kehendaki tersebut. Kehendak Allah
tidak dipengaruhi oleh siapapun dan oleh pihak manapun, Allah
Akan menciptakan dan menghancurkan segala sesuatu yang
dikehendakinya sesuai dengan kehendaknya.Oleh karena itu, kita
sebagai manusia hendaknya selalu meminta dan memohon kepada
Allah tidak kepada selain Allah, sesungguhnya tiada Tuhan selain
Allah yang patut kita sembah. Allah mempunyai kehendak yang luar
biasa, dengan kehendaknya Allah mampu mewujudkan apapun yang
menjadi harapan kita jika kita terus berusaha dan percaya kepada
Allah.

16. Wajib: Aaliman (Maha Mengetahui)


Mustahil: Jahilan (Bodoh)
Seandainya Allah jahal (Bodoh) pasti Allah tidak Irodat (tidak
berkehendak karena bodoh), dan itu mustahil. Karena apa Allah
selalu mengetahui segala perbuatan umatnya.Allah berfirman dalam
surat al-Baqoroh ayat 231.16Dalam Surat dia atas menjelaskan Allah
Ta‟ala yang mengetahui Akan tiap-tiap sesuatu perbuatan hambanya
Allah itu tidak bodoh beliau adalah segala-galanya tidak ada yang

16
Munawir, “Aswaja NU Center dan Perannya Sebagai Benteng Aqidah,” 76.

128
bisa mengalahkan beliau dan tiada pula yang bisa menandingi beliau.
Kita sebagai umat islam berbanyaklah berbuat baik.
Keyakinan Tuhan dapat berbuat sekehendaknya, karena ia
memiliki kekuasaan mutlak (kekuasaan tak terbatas). 17Allah itu
tidak bodoh dan tidak ada yang bisa membodohi beliu. Allah Maha
melihat perbuatan di dunia tingkah laku umatnya tidak Akan bisa
sembunyi dimanapun kita bersembunyi maka beliu selalu melihat
diujung duniapun beliu bisa dan jangan salah Allah selalu mengawasi
perbuatan umatnya. Kita sebagai umat Muslim janganlah meragukan
kemampuan beliau. Sesuatu yang dapat dijadikan sebagai objek
pengamatan dan penelitian, melalui indera atau akal atau lainnya.18
Bagi kaum Muslim berbanyaklah belajar ilmu-ilmu untuk
hidupmu di dunia. Iman kepada Allah Yang Maha-esa adalah sabar
akan tingginya martabat manusia, dan mengalami mereka dangan
cita-cita luhur, berupa penaklukan alam dan persamaan derajad
antara sesama manusia, maka dari itu, sifat-sifat Allah yang
diwahyukan dalam Qur‟an Suci, itu sebenarnya dimaksud untuk
menyempurnakan karakter manusia. Beliau mengatakan bahwa
brfikir adalah syarat syah iman.19 Hakikatnya yaitu sifat yang berdiri
dengan dzat Allah Ta‟ala, tiadamaujud dan tiada ma’adum, yaitu lain
dari pada sifat, ilmu. Berbanyak-bayaklah belajar ilmu pengetahuan
maupun agama. Karena Allah paling senang dengan umat yang ingin
mempelajari ilmu-ilmu dunia tidak hanya belajar ilmu Agama.

17. Wajib : Hayyat (Maha Hidup)


Mustahil : Mayyitan (yang Mati)
Seandainya Allah Maut (Mati) pasti Allah tidak Qudrat, Iradat
dan tidak Ilmu dan itu mustahil. Firman Allah Surat Al Baqoroh ayat
2 menjelaskan
Allah tidak bisa mati dan tidak pernah tidur , tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal terus
menerus mengurus (makhluk-Nya) tidak mengantuk dan tidak tidur.
Karena Allah lah yang menciptakan di langit dan di bumi itu semua
adalah milik Allah dan hanya Allah yang berkuasa di dunia ini. tiada
yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah

17
Kiki Muhammad Hakiki, “Pemikiran Kalam Syaikh Muhammad Sanusi,”
Jurnal Tapis 7, no. 13 (2011): 115.
18
Duski Ibrahim, “Metodologi Penelitian dalam Kajian Islam (Suatu Upaya
Iktisyaf Metode-Metode Muslim Klasik),” Universitas Islam Negeri Raden Fatah
Palembang, Indonesia. Intizar Vol. 20, no. 2 (2014):, 250.
19
Abu Abdillah al-Sanusi Abu Abdillah al-Sanusi, h. 57-58.

129
mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang
mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah
melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit
dan bumi. Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah
Maha Tinggi lagi Maha besar. Sebagai kaum meslim di beri
kenikmatan di dunia yang indah ini, merwat, menjaga dan janganlah
kamu merusaknya. Bagi kamu kaum Muslim maka celakalah kamu
orang Muslim.
Firman Allah Surat Al-Furqon ayat 58: kaum Muslim
bertawakal kepada Allah yang hidupnya (kekal) yang tidak mati,
bertasbihlah dengan memuji-Nya bersukurlah Allah telah
menciptakan dunia ini dengan indah. dan cukuplah Dia Maha
mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.karenaAllah tidak pernah
ternilai dan tidur. Kaum Muslim berhati-hatilah jaganlah kamu
merusak apayang diciptakan oleh Allah.20
Surat di atas menjelaskan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) jadi janganlah kaum muslim menyembah Tuhan selain
Allah apa bila ada yang menyekutukan Allah maka celakalah orang
tersebut. Allah SWT itu tidak Akan pernah mati hidupnya Akan
kekal dan abadi. Islam adalah agama Rahmatan lilalamin, bukan saja
menjanjikan kebahagiaan di dunia saja, namun juga menjanjikan
kebahagiaan hidup di akhirat kelak.21 Bagi kaum Muslim yang
beiman kepada beliau maka Akan memperoleh nikmat di dunia
maupun di akhirat dan kelak Akan memperoleh sesuatu yang
menjadi tentram, kebahagiyaan dan tentaram apa lagi pada saat di
akhirat kelak akan mendapatkan kenikmatan yang tiada tara. Jadi
janganlah kaumMuslim kau siya-siyakan kidupmu di dunia ini
dengan kehidupan yang tidak berarti maka berbanyaklah kau beriman
karena kita tidak Akan pernah tau Akan dan dimana kita akan mati
hanya Allah lah yang tau kita sebagai umatnya hanya bisa berserah
diri dengan Allah. Hanya Allah Ta‟alalah yang hidup. Hakikatnya
yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta‟ala, tiada maujud dan
tiada ma’adum, yaitu lain dari pada sifat hayat. Hidup dan mati
umatnya hanyalah Allah. Karena didunia ini adalah milik Allah kita
hanya memjaga dan merawatna.

18. Wajib: Sami’an ( Maha Mendengar)

20
Munawir, “Aswaja NU Center dan Perannya sebagai Benteng Aqidah,”
Jurnal ShahihLP2M IAIN Surakarta 1, no. 1 (Juni 2016): h.76.
21
Manijo, “Mengkonstruk Akhlak Kemanusian Dengan Teologi Kepribadian
Hasan Hanafi,” Jurnal Fikrah 1, no. 2 (2013): 416.

130
Mustahil: Aammu (yang tuli)
Allah Maha mendengar dan tidak tuli apabila Allah tidak
mendengar bagaimana mungkin dia Akan mendengar do‟a
makhluknya dan bisa mengabulkan permintaan kita, Apabila
makhluknya berdo‟a meminta tidak dengan ikhlas.22
Firman Allah Surat Asy Syuro ayat 11. Allah Pencipta langit dan
bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-
pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan
dijadikan-Nya kamu berkembang Biak dengan jalan itu. Tidak ada
sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha
mendengar dan melihat. Karena hanyalah Allah yang sempurna tidak
ada lagi yang semperna maka jangan lah kaum Muslim sombong.
Dalil yang menjelaskan bahwa Allah itu maha yang mendengar
Surat Al-Maidah ayat 76: jangan kamu menyembah selain daripada
Allah, karana Allah sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat
kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaatdan Allah-lah yang
Maha mendengar lagi Maha mengetahui dan maha mendenga apa
yang kita katakn Allah akan selalu mendengar. Maka celakalah kamu
kaum Muslim tapi kamu tidak mau menyembahku karena Allah telah
memberi kenikmatan di dunia ini dengan indah.
Dari dalil-dalil di atas menjelaskan bawasanya Allah itu
Keadaan Allah Ta‟ala yang mendengar akan tiap-tiap yang maujud
pemintaan hambanya dan seluruh perkataanya dan perbuatan
perkatan kasar dan tidak kasah beliau selalu mendengar. Jadi kita
sebagai umat Islam jagalah omongan kalian akena Allah selalu
mendengar semua perkatan di dumia ini. Hakikatnya yaitu sifat yang
berdiri dengan zat Allah Ta‟ala, tiada maujud dan tiada ma’adum,
yaitu lain dari pada sifat Sama.

19. Wajib: Bashiiran (Maha Melihat)


Mustahil: A’ma(Yang Buta)
Tidak masuk akal apabila Allah tidak melihat, bagaimana Allah
Akan mengatur Alam semesta beserta isinya apabila Allah sendiri
tidak melihat maka Mustahil A’maa (Buta).23Berfirman Surat Al-
Qiyamah ayat 22-23, jika orang-orang mukmin melihat tuhannya
maka orang tersebut orang yang sangat mulia, Tapi tidak semua
orang Muslim bisa melihat Allah. Kaum Muslim tidak bisa melihat
tuhan selalu melihan seluruh ciptaannya.

22
“Aswaja NU Center dan Perannya sebagai Benteng Aqidah,”76.
23
Munawir, “Aswaja NU Center dan Perannya Sebagai Benteng Aqidah,” 77.

131
Firman Allah Surat Al-Maidah ayat 76:Mengapa kamu
menyembah selain Allah, kaum MuslimAkan mendapat dosa
besar.dan kaum mislim tersebut Akan mendabatkan sesuatu yang
tidak dapat memberi kehidupan yang tidak pernah bahagia. Hidupnya
Akan selau diberikan maslah yanng besar sampai kaum Muslim
tersebut taubat. Kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaat dan
Allah-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.24
Allah dapat melihat pada hari kiamat dan hanya Allah yang
mengetahui bagai mana bentuk dan sifatnya. Kita sebagai umat
Muslim tidak mengetahui kapan terjadinya hari kimat kita hanya tau
Akan terjadi cepat atau terlambat bahwa hari kiamat itu ada. Oleh
karena itu lah kita sebagai umatnya berbanyak-banyaklah berbuat
baik, bersedekah, memperkuat iman dan lain-lain, sebelum semua
terjadi dan terlambat.
Keadaan Allah Ta‟ala yang melihat Akan tiap-tiap yang
Maujudat (benda yang ada). Hakikatnya yaitu sifat yang berdiri
dengan zat Allah Ta‟ala, tiada maujud dan tiada ma‟adum, yaitu lain
dari pada sifat Bashar.Berdasarkan firman diatas menjelaskan bahwa
Allah dapat melihat pada hari kiamat dan hanya Allah yang
mengetahui bagai mana bentuk dan sifatnya. Kita sebagai umat
Muslim tidak mengetahui kapan terjadinya hari kimat kita hanya tau
Akan terjadi cepat atau terlambat bahwa hari kiamat itu ada. Oleh
karena itu lah kita sebagai umatnya berbanyak-banyaklah berbuat
baik, bersedekah, memperkuat iman dan lain-lain, sebelum semua
terjadi dan terlambat.

20. Wajib: Mutakalliman (Maha Berkata-kata)


Mustahil: Abkam (Yang Bisu)
Kalau saja Allah Ta‟ala bisu, tentu tidak dapat memerintahkan
dengan baik. Sedangkan sifat kekurangan. Jika Allah bisu, maka
bagaimana mungkin dapat berfirman kepada para Rasul-Nya. Oleh
sebab itu, sifat kalam adalah sifat kesempurnaan Allah Ta‟ala yang
wajib lagi qadim yang berdiri pada Dzat-Nya. Maka patut bagi setiap
mu‟min mengi‟tiqadkan bahwa Allah senantiasa memperbanyak
zikir dengan harapan agar juga disebut Allah Ta‟ala sebagai
hambanya.
Firman Allah Ta‟ala dalam Q.S.An-Nisa: 164. Allah tidak
pernah berbicara dengan rasul secara langng tetapi Allah ercah
berbicara dengan Musa secara langsung. Keadaan Allah Ta‟ala yang
Melihat Akan tiap-tiap yang maujud (benda yang ada). Dan beliau itu

24
“Aswaja NU Center dan Perannya sebagai Benteng Aqidah,” h. 77.

132
tidak lah bisu melaikan Allah selalu berfirman di dalam Al-Qur‟an
oleh sebab itu kita disuruh membaca dan mempelajari semua isi
dalam Al-Qur‟an tersebut karena Al-Qur‟an adalah perdoman hidup
manusia tidak Ini sifat yang tetap ada, yang qadim lagi azali, yang
berdiri pada dzat Allah SWT, sebagai contoh adalah Al-Qur‟an, ini
merupakan perkataan (kalam) . Kawajiban agama tidak logis bila
ditanggung oleh manusia tanpa ada kuasa untuk melaksanakannya,
demikian juga kuasa yang Allah berikan pada manusia tidak berarti
bila tidak berpengaruh dalam mewujudkan perbuatannya, Sama
dengan menafikan kuasa itu sendiri.25
Apabila umat Islam tidak Pernah membaca bahkan tidak ingin
tau isi dalam Al-Qur‟an maka meyesal-Lah orang Muslim
tersebut.Hakikatnya yaitu sifat yang berdiri dengan dzat Allah
Ta‟ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma‟adum, yaitu lain dari pada
sifat Bashar berbanyaklah hari-harimu slalu membaca Al Qur‟an dan
mengamalkan apa yang telah ada dalam Al-Qur‟an agar hidupmu
akan mulia dan bermanfaat.

C. Referensi
A. Munir, dan Sudarsono. Dasar-Dasar Agama Islam. 2001 ed.
Jakarta: Rineka Cipta.
Abdul Hakim. “Menimbang Metode Syaikh Abdul Qadir AL-Jilani
Dalam Memahami Sifat-Sifat Allah.” Ulul Albab 14, no. 1
(2013).
Abdusshomad, Muhyiddin. Aqidah Ahlussunnah Wal-Jama’ah. 2009
ed. Surabaya: Khalista.
Abu Abdillah al-Sanusi, Abu Abdillah al-Sanusi.
Aisyah Jamil, Nur. “Analisis Kajian Mora Dalam Kumpulan
Gendhing-gendhing Lan Lagon Dolanan Karya Ki Narta Sabda.”
Jurnal program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa 5, no.
4 (2014).
Duski Ibrahim. “Metodologi Penelitian dalam Kajian Islam (Suatu
Upaya Iktisyaf Metode-Metode Muslim Klasik).” Universitas
Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Indonesia. Intizar Vol.
20, no. 2 (2014).
Kiki Muhammad Hakiki. “Pemikiran Kalam Syaikh Muhammad
Sanusi.” Jurnal Tapis 7, no. 13 (2011).
Manijo. “Mengkonstruk Akhlak Kemanusian Dengan Teologi
Kepribadian Hasan Hanafi.” Jurnal Fikrah 1, no. 2 (2013).

25
Muhammad Syarif Hasyim, “Al- Asy‟ariyah,” Jurnal Hunafa 2, no. 3
(2005): 209.

133
Marzuki. Buku PAI SMP. Yogyakarta: Amzah, 2007.
Muhammad Syarif Hasyim. “Al- Asy‟ariyah.” Jurnal Hunafa 2, no.
3 (2005).
Munawir. “Aswaja NU Center dan Perannya Sebagai Benteng
Aqidah.” Jurnal Shahih (LP2M IAIN Surakarta) 1, no. 1 (2016).
———. “Aswaja NU Center dan Perannya sebagai Benteng
Aqidah.” Jurnal Shahih LP2M IAIN Surakarta 1, no. 1 (Juni
2016).
Munir, Ghazali. “Kritik Al-Ghazali terhadap para Filosof.” Jurnal
Teologi 25, no. 1 (2014).
Nurul Djazimah. “Pendekatan Sosio-Historis: Alternatif Dalam
Memahami Perkembangan Ilmu Kalam.” Jurnal Ilmu Usuluddin
11, no. 1 (2012).
Permadi. Pengantar Tasawuf. 2014 ed. Jakarta: Rineka Cipta.

134
Tentang Penulis

Dedi Wahyudi, M.Pd.I


Dedi Wahyudi dilahirkan di Kebumen pada 3 Januari 1991. Dia
mengawali pendidikannya di SD Negeri 4 Kedawung, SMP Negeri 3
Kebumen, dan SMA Negeri 2 Kebumen. Semasa mudanya dia juga
nyantri di Pondok Pesantren NU Miftahul Anwar Pekeyongan.
Setelah menyelesaikan S-1 pada Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta (2011) dengan predikat “Lulus Terbaik dan Tercepat”
pada wisuda periode 1 tahun ajaran 2011-2012. Saat menyelesaikan
S-2, dia kembali mendapat predikat “Lulus Terbaik dan Tercepat”
pada wisuda periode 3 tahun ajaran 2013-2014 Program Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan IPK 3,94. Pengalaman
mengajar di SMP Muhammadiyah 2 Mlati Sleman sejak 2012 hingga
2014, SMK Kesehatan Amanah Husada pada tahun 2014.
Pengabdiannya ke masyarakat dia sebagai imam, khotib, dan
penceramah di beberapa masjid baik di Yogyakarta maupun di
Lampung. Penulis juga telah puluhan kali khutbah di Hotel New
Saphir Yogyakarta. Dia juga sebagai penulis lepas di berbagai media
massa. Dia pernah mendapatkan beasiswa dari PT Djarum dan
Kementerian Agama RI. Dia penulis aktif di
www.podoluhur.blogspot.com. Buku pertamanya adalah Sejarah
Pemikiran dan Peradaban Islam: Dari Masa Klasik, Tengah, hingga
Modern.(Qoulun Pustaka, 2013); Buku Keduanya adalah sebuah
antologi “Melawan Terorisme Bunga Rampai Deradikalisasi
Pemahaman Agama (Sai Wawai: 2016). Buku ketiganya yaitu
Pengantar Akidah Akhlak dan Pembelajarannya (Lintang Rasi
Aksara Book, 2017) yang sekaligus mendapatkan sertifikat Hak
Cipta dari Kementerian Hukum dan HAM RI dengan nomor
permohonan EC00201703701 tanggal 22 September 2017 dengan
nomor pencatatan 03731. Kemudian dipenghujung tahun 2017,
penulis dan mahasiswanya membuat buku “Bunga Rampai Aqidah
Akhlak dan Pembelajarannya” dan “Bunga Rampai Sejarah
Kebudayaan, Pemikiran, dan Peradaban Islam”. Penulis bersama
mahasiswa bimbingannya pernah mendapatkan sertifikat Hak
Kekayaan Intelektual “Studi Penerapan Strategi Pembelajaran
Berbasis Multiple lntelligences dalam Mata Pelajaran Pendidikan
Agama lslam” dengan nomor pencatatan 01845 dan nomor
permohonan EC00201700261. Penulis sekarang ini sebagai Dosen
Tetap di IAIN Metro sekaligus sebagai Associate Editor

135
AKADEMIKA: Jurnal Pemikiran Islam IAIN Metro. Konsentrasi
kajiannya adalah Pendidikan Agama Islam. Dia mempunyai seorang
istri bernama Nuryah, M.Pd.I seorang Dosen Luar Biasa di Institut
Agama Islam Negeri Metro. Istrinya sama-sama aktif dalam dunia
penulisan dan dikaruniai seorang putri bernama Nadya Fatiha
Rahma.

Filma Eka Santika


Filma Eka Santika lahir di Banjarrejo pad tanggal 25 Mei 1997.
Bertempat tinggal di Desa Banjarrejo Kecamatan Batanghari
Kabupaten Lampung Timur-Lampung. Tengah melanjutkan
pendidikan di IAIN Metro-Lampung. Anak pertama dari Bapak
Sugiyono dan Ibu Emmi Indrastuti. Memiliki hobi membaca dan
menulis. Motto hidup „Semua Akan Indah Pada Waktunya‟. Dapat
dihubungi di nomor 08992332982 dan akun FB Filma Eka Santika.

Agus Cahyono
Agus Cahyono lahir di desa Suryakarta kecamatan Mesuji makmur
kabupaten Ogan Komering ilir Palembang Sumatera Selatan, penulis
memulai pendidikan pada jenjang TK tepatnya di TK Pertiwi
Suryakarta, kemudian melanjutkan pendidikan di Mts islamiyah
bumi agung kecamatan Lempuing kabupaten Ogan Komering Ilir
palembang Sumatera Selatan, melanjutkan ke MA Darussalam bumi
agung. Sekarang ini tengah melanjutkan studi di Institut Agama
Islam Negeri metro Lampung sebagai mahasiswa Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan jurusan Pendidikan Agama Islam.

Ambar Afifah
Ambar Afifah, dilahirkan di Way Bungur lampung timur pada 24 juli
1997. Dia mengawali pendidikannya di MI Islamiyah Bandar
Surabaya lulus pada tahun 2009, MTs Negri 2 Lampung Tengah
lulus pada tahun 2012,dan MA Islamiya Bandar Surabaya lulus pada
tahun 2015. Lalu saat ini sedang menempuh pendidikan di IAIN
Metro Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan program stadi
Pendidikan Agama Islam angkatan 2015.

Aminah Noverawati
Aminah Noverawati lahir di Desa Hargomulyo 66 polos, pada
tanggal 13 November 1996, ia sekolah di taman kanak-kanak LKMD
di desa hargomulyo, lulus pada tahun 2004 dan penulis melanjutkan
lagi di SD N 1 Hargomulyo dan lulus pada tahun 2009, setelah lulus

136
dari SD N 1 Hargomulyo pada tahun 2009, ia melanjutkan ke MTS
Ma'arif NU 05 Sekampung, dan lulus pada tahun 2012, dan penulis
melanjutkan lagi ke MA Ma'arif NU 05 Sekampung lulus pada tahun
2015, setelah itu penulis melanjutkan di Institut Agama Islam Negri
Metro (IAIN) Metro hingga sekarang ini

Andri Nur Fajri


Andri Nur Fajri lahir di Bandar Surabaya Lampung Tengah pada
tanggal 13 Desember 1996. Mengawali pendidikan pertama di SDN
Subang Jaya dilanjutkan sekolah menengah pertama di MTs Nurul
Ulum Kotagajah dan SMK Darussy syafaah Kotagajah. Sekarang
sedang menempuh pendidikan strata satu di Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Metro Lampung.

Andri Prasetyo
Andri Prasetiyo dilahirkan di dusun 3 Nambahrejo pada 15
september 1995, menempuh pendidikan pertama di SDN 1
Nambahrejo dan berlanjut di sekolah Mts Ma'Arif 1 Punggur,
bersekolah di SMAN 1 Punggur serta sekarang sedang menempuh
gelar S1 di IAIN Metro

Retno Winahyu Kesumasari


Retno Winahyu Kesumasari, lahir 30 Maret tahun 1997 di
Margodadi, Metro Selatan, Kota Metro, Lampung, Indonesia.
Memulai Pendidikan dasar di SDN 01 Bratasena Mandiri, Kab.
Tulang Bawang, lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2012 lulus dari
MTs Ikhlas Beramal kemudian setelah lulus MTs melanjutkan
pendidikan di MAN 01 Metro dan lulus pada tahun 2015.
Selanjutnya, meneruskan Pendidikan di IAIN Metro, S-1 Pendidikan
Agama Islam (dalam tahap penyelesaian).

Aprilio Arie Saputra


Aprilio Arie Saputra lahir di Metro 29 April 1997 bertempat tinggal
di Prasanti mengawali pendidikan di TK Pertiwi Teladan Metro lalu
melanjutkan pendidikan di SD Negeri teladan Metro lalu SMP
Negeri 2 Metro kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di
MAN 1 Lampung Timur dan sekarang sedang menempuh pendidikan
S1 PAI di IAIN Metro

Ardi Kismawan

137
Ardi Kismawan dilahirkan di Negara Ratu pada 17 Juli 1997. Penulis
mengawali pendidikannya di SD Negeri 1 Siraman, kemudian
melanjutkan di SMP Negeri 2 Pekalongan, dan SMA
Muhammadiyah 1 Metro, dan Sekarang dia melanjutkan Kuliah
Sarjana di Institut Agama Islam Negeri Metro dengan mengambil
Jurusan Pendidikan Agama Islam. Dia juga menjadi penulis Aktif di
www.arrdhymanagement.blogspot.com

Berty Ghany Mu‟thi Pratiwi


Berty Ghany Mu‟Thi Pratiwi dilahirkan di Pekalongan 25 Agustus
1997. Dia bertempat tinggal di Desa Gantiwarno Kecamatan
Pekalongan Lampung Timur. Dia mengawali pendidikannya di SD
Negeri 1 Gantiwarno, Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTS N) 1
Lmpung Timur, kemudian melajutkan ke sekolah menengah pertama
di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Metro. Saat ini dia sedang
menempuh pendidikan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro,
Lampung.

Billy Bima Pratama


Billy Bima Pratama dilahirkan di Metro pada tanggal 26 november
1997, dia bertempat tinggal di jalan Letjen Basuki Rahmat no 2
Metro Pusat, Kota Metro, dia mengawali pendidikan pada usia 5 TH
di TK ABA Yosomulyo dan melanjutkan pendidikan di SD Negeri 7
Metro Pusat, lalu melanjutkan ke SMP Negeri 2 metro dan
melanjutkan lagi ke SMA Negeri 5 Metro, dan sekarang penulis
sedang menempuh pendidikan strata satu (SI) di IAIN Metro

Dewi Ariyanti
Dewi Ariyanti dilahirkan di Desa Gedung Wani, Lampung Timur
pada tanggal 23 Agustus 1998. Ia tinggal di Gedung Wani. Ia
mengawali pendidikan pertama kali di SDN 3 Mengandung Sari,
Lamtim tahun 2003 dan lulus tahun 2009. Ia melanjutkan di SMP
Muhammadiyah 1 Sekampung Udik lulus tahun 2012. Ia
melanjutkan di SMA Muhammdiyah 1 Sekampung Udik lulus tahun
2015. Setelah itu langsung melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi
S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan PAI di IAIN Metro,
Lampung.

Dewi Istiana
Dewi istiana, lahir pada 27 Mei 1997. Bertempat tinggal di desa
Sidodadi Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Anak

138
ke tiga diri duabersaudara. Riwayat pendidikan SD N 3 Sidodadi,
SMP N 2 Pekalongan, SMK N 1 Metro. Saat ini sedang melanjutkan
studinya di IAIN Metro semester lima.

Diah Ayu Surya Putri


Diah Ayu Surya Putri dilahirkan di Rajabasa Lama, 17 Januari 1997.
Saat ini sedang melanjutkan studinya di IAIN Metro semester lima.

Dian Agustiningsih
Dian Agustiningsih lahir pada tanggal 19 Agustus 1997 di Bandar
Agung, Sragi, Lampung selatan.Menempuh pendidikan dasar di SDN
1 Bandar Agung, lulus pada tahun 2009. Pendidikan tingkat
menengah di SMP N 1 Sragi, lulus pada tahun 2012, selanjutnya
menempuh pendidikan tingkat atas di MAN 2 METRO yang
sekarang telah berubah alih status menjadi MAN 1 METRO, dan
lulus pada tahun 2015. Saat ini sedang menempuh jenjang
pendidikan sarjana (S-1) di IAIN Metro Lampung Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam.

Fitri Nurjannah
Fitri Nurjannah lahir pada tanggal 20 Oktober 1997. Pendidikannya
diawali dari TK Pertiwi 6 Adiwarno, SDN 2 Nampirejo, SMPN 1
Batanghari, MAN 1 Metro, dan saat ini sedang menempuh
pendidikan pada jenjang S1 di IAIN Metro Lampung. Merupakan
anggota Gerakan Pramuka Kwartir Daerah Lampung golongan
Pandega.

Iffa Lathifah
Iffa Lathifah dilahirkan di Wonosari pada tanggal 31 Maret 1998.
Dia mengawali pendidikannya di TK Aisiyah Bustanul Atfal
Srisawahan, SD Negeri 1 Bratasena Mandiri, dilanjutkan menempuh
pendidikan di SMP Negeri 1 Dente Teladas, sambil nyantri di
Pondok Pesantren Ulul 'Azmi, dan dilanjutkan menempuh
pendidikan di MAN 1 Lampung Timur atau bisa disebut dengan
Islamic Boarding School Al Kahfi. Dan sekarang penulis sedang
menempuh pendidikan sarjana strata 1 di IAIN Metro. Dia juga
nyantri di Pondok Pesantren Aisiyah Imadul Bilad. Penulis juga aktif
dalaam Korps Mubaligh Mahasiswa Muhammadiyah UM Metro.
Jika ingin lebih dekat dngan penulis kunjungi
iffalathifah.blogspot.com dan iffalathifah31@gmail.com.

139
Indah Permata Sari
Indah Permatasari dilahirkan di Raman Endra pada tanggal 7
September 1996. Dia saat ini tinggal di Desa Raman Endra
Kecamatan Raman Utara Kabupaten Lampung Timur. Dia
mengawali pendidikannya di SD Negeri 1 Raman Endra, MTs
Negeri 2 Lampung Timur, dan MAN 1 Metro. Saat ini dia sedang
menempuh pendidikan di perguruan tinggi IAIN Metro Lampung.
Indri Pratiwi

Khusna Rahma Denti


Khusna Rahma Denti dilahirkan di Pulung Kencana pada tanggal 09
Desember 1997. Dia saat ini tinggal di Desa Pulung Kencana
Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang
Barat. Dia mengawali pendidikanya di SD Negri 2 Pulung Kencana,
SMP Negri 4 Tulang Bawang Tengah, dan SMA Negri 2 Tulang
Bawang Udik. Sekarang dia sedang melanjutkan di Perguruan Tinggi
S1 Pendidikan Agama Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Metro, Lampung.

Lailatul Khasanah
Lailatul Khasanah, Jember 08 Agustus 1997. Alamat rumah Jabung
Lampung Timur, mengawali pendidikan di MI Al Muawanah
Adiluhur, kemudian lanjut di SMP N 3 Jabung, SMA N 1 Pasir Sakti.
Sekarang masih menempuh pendidikan di perguruan tinggi IAIN
Metro. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan jurusan PAI Semester
5

Lailatul Masruroh
Lailatul Masruroh, Lahir di Bina Karya Utama, 07 Juli 1994,
Kecamatan Putra Rumbia, Kabupaten Lampung Tengah. Mengawali
pendidikan di SD Negri 02 Balung Gajah, lulus pada tahun 2006 dan
melanjutkan di SMP BC Putra Rumbia, lulus pada tahun 2009,
setelah lulus dari SMP BC Putra Rumbia ia melanjutkan di SMA
Ma'Arif 01 Seputih Banyak lulus pada tahun 2012. Sekarang, penulis
masih menempuh jenjang SI Pendidikan Agama Islam di IAIN Metro
hingga sekarang ini.

Muhkamat Savi‟i
Muhkamat Savi'i lahir pada tanggal 19 Desember 1993 di Kabupaten
Tulang Bawang Barat, dia mengawali pendidikannya di SD N 04
Panaragan Jaya, kemudian SMPN 02 Panaragan Jaya setelah lulus

140
melanjutkan pendidikannya ke Jawa Tengah tepatnya di Kabupaten
Pati, di Perguruan Islam Mathali'ul Falah sekaligus nyatri di Ponpes
Maslakul Huda yang diasus oleh Rais 'amm PBNU yaitu KH. Ahmad
Sahal Mahfud selama 6 tahun, setelah lulus kemudian melanjutkan
ke jenjang yang lebih tinggi yaitu di IAIN METRO Lampung.

Nurhasanah
Nurhasanah, di lahirkan di Desa Legok, Jawa Barat pada tanggal 05
Januari 1996. Ia tinggal di Gedung Wani, ia mengawali pendidikan
pertamanya di SD Negeri 01 Pasir Kecapi, Jawa Barat tahun 2003
dan lulus tahun 2009. Ia melanjutkan di SMP Negeri 03 Maja, lulus
tahun 2012. Ia melanjutkan di SMA Swasta Muhammadiyah 01
Sekampung Udik, lulus tahun 2015. Setelah itu, Ia langsung
melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi S1 Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan PAI di IAIN Metro, Lampung.

Ririn Erviana
Ririn Erviana. Dilahirkan pada tanggal 21 November 1998 di kota
kecil bergelar kota pendidikan Metro. Pernah bersekolah di SDN 1
Kibang Budijaya, SMP N 3 Lempuing, MAN Mesuji dan saat ini
sedang menempuh pendidikan di IAIN Metro untuk mendapatkan
gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam. Dia juga aktif Lembaga Pers
Mahasiswa dan menulis lepas di media nuwobalak.id dan
griyatulisan.com. Saat ini penulis sedang menekuni blogger untuk
menuliskan segala keluh kesah dan gagasan-gagasan yang ada di
kepala. Untuk mengenal lebih dekat bisa mengunjungi blog
ririnerviana.blogspot.co.id dan penaririnsangpemimpi.blogspot.co.id

Suci Kurnia Wardani


Suci Kurnia Wardani Lahir di Tulang Bawang 20 Februari 1997, dia
saat ini tinggal di Desa Way Lunik kecamatan Abung Selatan
Kabupaten Lampung Utara. Saya mengawali pendidikan Di SD N 1
Semuli Jaya, SMP N 1 Abung Semuli, SMA N 1 Abung Semuli.
Sekarang saya sedang menempuh pendidikan Sarjana S1 Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan di
IAIN Metro.

Evi Yulia Sari


Evi Yulia Sari dilahirkan di Purbolinggo LAMTM, pada tanggal 07
Juli 1998. Awal mula pendidikanya di SD N 1 Taman Asri,
kemudian Mts-sa dan MA DN. Melanjutkan di IAIN Metro.

141
Fadli Makhrus
Fadli Makhrus dilahirkan di Raman Aji pada 19 Mei 1997. Dia
adalah pejuang TOGA di IAIN Metro Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan, email: fadlimakhrus@gmail.com.

Fazriansyah
Fazriansyah dilahirkan di Batangharjo pada 19 Juli 1997. Dia
mengawali pendidikannya di SDN 1 Batanghari, SMPN 3
Batanghari, SMAN 1 Batanghari dan sedang melanjutkan di IAIN
Metro.
Faridhotin Ni‟mah
Faridhotin Ni'mah dilahirkan di Baturaja 06 mei 1997. Ia memulai
pendidikan di SDN Campur Asri, MTS I Sumber Mulyo, SMAM 2
Karang Tengah. Ia adalah atlet lari pada saat duduk di bangku SD.
Sekarang ia sedang menempuh pendidikan diperguruan tinggi IAIN
Metro jurusan PAI.

Hanifatun Nisa‟
Hanifatun Nisa‟ dilahirkan 19 tahun lalu di Sumberejo Way Jepara
pada 28 april 1998. Pada saat ini sedang menempuh pendidikan di
IAIN Metro, FTIK Jurusan Pendidikan Agama Islam.

Innayah Nur Wahidiyanti


Innayah Nur Wahididiyanti, dilahirkan di Kota Metro pada tanggal
11 Agustus 1997 anak pertama dari 2 bersaudara, sekarang masih
berjuang di perguruan tinggi di Institut Agama Islam Negri Metro
semester 5. Email : innayahnurwahidiyanti@gmail.com

Ita Septia
Ita Septia dilahirkan di Seputih Raman pada tanggal 27 juni 1996.
Dia sedang menimba ilmu di IAIN Metro. jurusan PAI Fakultas dan
Ilmu keguruan, email: itaseptia2795@gmail.com.

Lilia Kusuma Ningrum


Lilia Kusuma Ningrum, Dilahirkan di Metro pada 5 Juli 1997.
Sekarang dia kuliah di IAIN Metro semester 5 pada jurusan
Pendidikan Agama Islam, email: liliakusumaningrum9@gmail.com
Marta Kusuma Wardani

Nur Azis

142
Nur Azis, Pisang Baru, 29 Juli 1996, Kec. Bumi Agung Kab. Way
kanan. Riwayat penndidikan di SD Negri 01 Srinumpi lulus pada
tahun 2007, MTs YPP GUPPI Pisang Baru lulus pada tahun 2008,
MA YPP GUPPI Pisang Baru lulus pada tahun 2014. Sekarang,
penulis masih menempuh jenjang Pendidikan S1 Pendidikan Agama
Islam FTIK IAIN Metro. Penulis juga aktif di UKK Pramuka Racana
IAIN Metro Lampung.

Muhammad Berkah
Muhamad Berkah dilahirkan di Mengandung Sari pada 11 April
1996. Pendidikan awalnya dimulai dari TK Aisyah Mengandung
Sari, selanjutnya pendidikan SDN 7 Mengandung Sari, SMP dan
SMA Muhammadiyah 1 Sekampung Udik, kemudian melanjutkan
kejenjang yang lebih tinggi yaitu di Istitut Agama Islam Negeri
(IAIN) Metro, mengambil Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI),
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

Mediyan Pratama
Mediyan Pratama, Lahir Gedung Raja, 13 Mei 1993, Kecamatan
Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara. Mengawali pendidikan di SD
Negri 01 Bumi Dipasena Sejahtera, lulus pada tahun 2005 dan
melanjutkan di SMP Negeri 1 Rawajitu Timur, lulus pada tahun
2008, setelah lulus dari SMP Negeri 1 Rawajitu Timur ia
melanjutkan di SMA Ma'Arif NU 5 Purbolinggo lulus pada tahun
2015. Sekarang, penulis masih menempuh jenjang SI Pendidikan
Agama Islam di IAIN Metro hingga sekarang ini.

Lu‟lu Aturrahmah
Lu'lu Aturrahmah dilahirkan di Natar pada tanggal 03 Mei 1998. Dia
merupakan mahasiswi pejuang S.Pd.I dengan fakultas Tarbiyah dan
jurusan PAI di IAIN Metro, email: lulu.aturrahmah19@gmail.com.

Panji Gumelar
Panji Gumelar, lahir di Tulang Bawang Barat, 03 Juni 1994.
mengawali pendidikan dasar di SD N 1 Dayamurni lulus tahun 2007,
Kemudian lanjut di SMP N 1 Tumijajar lulus tahun 2010, Ia
melanjutkan pendidikan di SMK Muhammadiyah 1 Tumijajar lulus
tahun 2013. Kemudian pada tahun 2015 melanjutkan kembali
pendidikannya di IAIN Metro mengambil jurusan S1 PAI.

Yogi Ganda Saputra

143
Yogi Ganda Saputra lahir pada tanggal 08-09-1995 alamat
Banjarrejo 38a dan sekarang menempuh di perguran tinggi IAIN
METRO pada Fakultas Tarbiyah jurusan PAI

Septi Ratna Sari


Septi Ratna Sari, dilahirkan di Cempaka Nuban, 13 September 1996.
dia sedang menempuh pendidikan IAIN Metro Jurusan PAI Fakultas
Tarbiyah. Email: septiratnasari281@gmail.com.

Retno Wulandari
Retno Wulandari dilahirkan di Sukadana, 13 Juli 1997. Dia sedang
menempuh pendidikan IAIN Metro Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah

Tri Yuliana
Tri Yuliana, dilahirkan di Teluk Dalam Ilir, 02 Juni 1997 .
Kecamatan Rumbia Kabupaten Lampung Tengah. Memulai
Pendidikan di SD N 1 Teluk Dalam Ilir, SMP N 1 Way seputih,
SMA N 1 Seputih Banyak, dan saat ini sedang menempuh
pendidikan Sarjana Strata 1 di Institut Agama Islam Negeri ( IAIN)
Metro Jurusan Pendidikan Agama Islam ( PAI) Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan. E-mail : triyuliana020697@gmail.com.

Titik Mukarromah
Titik Mukarromah, dilahirkan di Setia Bumi, 29 Juni 1996.
Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah. Memulai
pendidikan di SD N 2 Setia Bumi, Mts. Darussalam Seputih Banyak,
SMA N 1 Seputih Banyak, dan saat ini sedang menempuh
pendidikan sarjana Strata 1 di Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Metro Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan. E-mail : titikmukarromah09@gmail.com.

Tri Komariah
Tri komariah, dilahirkan di Karang Sari pada 2 juni 1996. Dia sedang
menempuh pendidikan di IAIN Metro untuk meraih cita-cita yaitu
menjadi seorang Guru. Email: triekomariahh96@gmail.com.

144

Anda mungkin juga menyukai