Dibalik Akhlak para Ulama
Dibalik Akhlak para Ulama
Karena mereka ingin meraih keutamaan dan tulisan mereka diberkahi ALLAH
Subhanahu wa Ta’ala.
“Barangsiapa yang bershalawat kepada diriku satu kali saja ikhlas dari lubuk
hatinya, maka Allah ta’ala akan bershalawat kepada dirinya 10 shalawat, lalu
Allah akan tinggikan kedudukannya 10 derajat, lalu Allah memberikan 10
kebaikan buatnya, lalu Allah akan hapuskan 10 dosanya.” (HR. An-Nasai fi
'Amalil Yaum; No.64).
Para ulama membahas apa arti shalawat dan ada beberapa pendapat
tentang masalah ini, wallahu a’lam bishshowab:
Dan ketika kita mengatakan pandangan yang ketiga yang paling kuat, maka
ini mencakup pandangan pertama dan kedua . Demikiannya secara otomatis
ALLAH Ta’ala merahmati Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena
bagaimana mungkin ALLAH Ta’ala memuji dan memuliakan seseorang
sedangkan ALLAH Ta’ala membenci orang tersebut?
Ketika kita bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka kita
sedang meminta agar ALLAH Ta’ala memuji Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
di hadapan para malaikat sebagai simbol kasih sayang ALLAH Ta’ala kepada
Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (Jalaaul Afham; 78)
“Segala puji bagi Allah Yang Maha Baik, Maha Penyayang, Maha Luas Ilmu.”
“Sesungguhnya aku mendapatkan ilmu seperti ini kuncinya itu adalah memuji
Allah dan bersyukur kepada Allah ta’ala. Setiap aku memahami sebuah perkara,
sebuah ayat, aku mengerti fiqih dari masalah tersebut, maka aku selalu
mengucapkan Alhamdulillah, ternyata ilmuku bertambah.” (Ta'limul Muta'allim;
107)
Dan ini bukanlah hal yang mengherankan, ALLAH Ta’ala yang menjanjikan:
“… Jika kalian bersyukur, maka aku akan tambah...” (QS: Ibrahim: 7)
Sudahkah kita bersyukur kepada ALLAH Subhanahu wa Ta’ala ketika
mendapatkan ilmu? Allah Ta’ala yang menyuruh kita untuk bersyukur,
bergembira, berbahagia ketika mendapatkan ilmu.
Dan orang yang paling berhak, yang paling layak memiliki adab yang mulia
adalah ahli ilmu.
Ucapan ini selaras dengan ulama lain seperti Al Imam Hammad bin Salamah
–rahimahullah:
“Wajib bagi penuntut ilmu hadits untuk menjadi orang yang adabnya paling
sempurna, rendah hati, tawadhu, yang paling semangat ibadahnya, dan yang
paling jarang labil dan marah.” (Aljami' li Akhlaqir Rowi; 1/78).
Karena ilmu mereka tentang akhlak dan adab-adab Beliau Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam serta tentang perjalanan hidup para ulama dari ahlil bait Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, para sahabat dan ilmu mereka terhadap akhlak
para ulama.
“Karena selama ini anda mempelajari hadits dan hadits adalah hal yang paling
tinggi di dunia.”