Anda di halaman 1dari 15

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Etiologi Diabetes melitus


Diabetes melitus merupakan penyakit sistemik berupa gangguan metabolisme
yang ditandai dengan hiperglikemia, disebabkan kerusakan sekresi insulin, kegagalan
fungsi insulin, atau keduanya. Gejala hiperglikemia meliputi poliuria, polidipsia,
penurunan berat badan, polifagia, dan penglihatan kabur. Hiperglikemi kronis pada
Diabetes melitus berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau
kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh
darah.10
Secara umum, Diabetes melitus dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan
masalah anatomi dan kimiawi sebagai akibat dari defisiensi insulin absolut atau relatif
dan gangguan fungsi insulin.2 Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta
yang berada di pankreas dan berfungsi untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah
dengan merubah karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi. Dalam keadaan
normal, kadar insulin yang cukup akan diterima oleh reseptor insulin yang ada dalam
permukaan sel otot, kemudian membuka jalan masuk ke dalam sel sehingga glukosa
kemudian dimetabolisme menjadi energi.11
Pada penderita Diabetes melitus yang mengalami jumlah insulin kurang atau
kualitas insulinnya tidak baik, maka insulin dan reseptornya tetap ada tetapi akibat
terjadi kelainan di dalam sel maka pintu masuk sel tertutup sehingga glukosa tidak dapat
masuk sel untuk dimetabolisme. Akibatnya glukosa tetap berada diluar sel hingga kadar
glukosa dalam darah meningkat.11
Penyebab penyakit Diabetes melitus tipe 1 adalah kekurangan sekresi insulin.
Individu yang mengalami peningkatan risiko diabetes tipe ini, sering diidentifikasi oleh
adanya bukti serologis dan proses patologis autoimun yang terjadi di pankreas dan
tanda-tanda genetik. Pada Diabetes melitus tipe 2 penyebabnya adalah kombinasi yang
berlawanan terhadap aksi insulin dan sekresi insulin dengan respons yang tidak
5

mencukupi. Pada tingkat hiperglikemia, cukup untuk menyebabkan perubahan patologis


dan fungsional di berbagai jaringan serta menyebabkan kerentanan terhadap infeksi
tertentu.12
Sudah lama diketahui bahwa Diabetes melitus merupakan penyakit turunan,
yang artinya apabila orang tuanya menderita Diabetes melitus kemungkinan anaknya
akan menderita juga. Hal ini memang benar, tetapi faktor keturunan saja tidak cukup.
Ada beberapa faktor risiko terjadinya Diabetes melitus yaitu adanya infeksi virus (pada
diabetes tipe 1), kegemukan, pola makan yang salah, minum obat-obatan yang bisa
menaikkan kadar glukosa darah, gaya hidup yang berlebihan, proses menua, stres, dan
lain-lain.11

2.1.1 Klasifikasi Diabetes Melitus


Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, Diabetes melitus
terbagi menjadi empat tipe, yaitu:1,3
a. Diabetes melitus tipe 1
Jika tubuh tidak memiliki insulin (kegagalan sel beta dalam pankreas dimana
produksi insulin terjadi maka Diabetes melitus disebut sebagai Diabetes melitus tipe 1.
Pasien-pasien ini tergantung pada insulin yang diberikan melalui suntikan. Jenis
diabetes ini, umumnya diderita sejak awal kehidupan seseorang; anak-anak maupun
pada remaja bisanya terkena jenis ini. Jika mereka tidak diberi insulin, glukosa darah
meningkat (hiperglikemia) dan kondisi kesehatan menurun drastis, kondisi ini disebut
diabetes ketoasidosis.
b. Diabetes melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 adalah kondisi medis yang ditandai dengan
ketidakcukupan atau gangguan fungsi insulin. Insulin berfungsi mengatur glukosa,
sumber energi yang penting untuk tubuh. Tanpa insulin, glukosa tidak dapat memasuki
sel dan tetap berada di dalam aliran darah, menyebabkan kadar glukosa darah tinggi.
Penyebab gejala, seperti peningkatan rasa haus dan berkemih, rasa lelah dan kehilangan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan. Diabetes tipe 2 sering ditemukan pada orang-
orang yang kelebihan berat badan karena kadar lemak yang tinggi, terutama pada daerah
6

perut, diketahui menyebabkan tubuh menjadi resisten terhadap efek insulin (resistensi
insulin). Oleh karena itu, meskipun insulin ada, tubuh tidak mampu merespons insulin
tersebut secara adekuat.
c. Diabetes melitus kehamilan (gestational)
Diabetes kehamilan adalah keadaan intoleransi terhadap glukosa yang terjadi
selama kehamilan. Anak yang dilahirkan dari ibu yang menderita Diabetes melitus
kehamilan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami obesitas dan diabetes saat
dewasa. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu mensekresi insulin lebih besar sehingga
merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia.
d. Diabetes melitus tipe lain
Pada Diabetes tipe lain, individu mengalami hiperglikemia yang disebabkan
kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit Cushing’s,
akromegali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta (dilantin), penggunaan
obat yang mengganggu kerja insulin, dan infeksi/sindroma genetik.

2.1.2. Manifestasi Oral pada Penderita Diabetes melitus


Beberapa manifestasi oral yang terjadi pada penderita Diabetes melitus
13
adalah:
1. Xerostomia (mulut kering)
Diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva, sehingga
mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self-cleansing, di mana alirannya dapat
berfungsi membersihkan sisa-sisa makanan dan kotoran dari dalam mulut. Jadi bila
aliran saliva menurun maka akan menyebabkan timbulnya oral higiene yang buruk yang
menyebabkan rasa tak nyaman, lebih rentan untuk terjadinya ulserasi (luka), lubang
gigi, dan bisa menjadi tempat bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang.
7

Gambar 1. Xerostomia pada penderita


Diabetes melitus14

2. Penyakit Periodontal
a. Gingivitis
Gingivitis adalah penyakit periodontal yang secara klinis ditandai dengan
gingiva berwarna merah, membengkak, mudah berdarah, perubahan kontur,
kehilangan adaptasi terhadap gigi, dan peningkatan jumlah cairan sulkus. Penyakit ini
disebabkan oleh infeksi bakteri dan menjadi lebih berat pada penderita diabetes
melitus. Mikroorganisme yang biasa dijumpai dalam proses perkembangan gingivitis
adalah bakteri batang gram positif, kokus gram-positif, dan kokus gram-negatif.
Bakteri gram-positif yaitu Streptococcus sanguis, Streptococcus mitis, Actinomyces
viscosus, Actinomyces naeslundii, dan Peptostreptococcus micros. Sedangkan bakteri
gram-negatifnya didominasi oleh Fusobacterium nucleatum, Prevotella intermedia,
Vellonella parvula, dan spesies Haemophilus dan Camphylobacter.15

Gambar 2. Gingivitis pada penderita


Diabetes melitus14
8

b. Periodontitis
Periodontitis adalah radang pada jaringan pendukung gigi (gusi dan tulang).
Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya
pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh.
Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi.
Ada banyak faktor yang menjadi pencetus atau memperberat periodontitis, di
antaranya akumulasi plak, kalkulus (karang gigi), dan faktor sistemik atau kondisi tubuh
secara umum. Rusaknya jaringan periodontal membuat gusi tidak lagi melekat ke gigi,
tulang menjadi rusak, dan lama kelamaan gigi menjadi goyang. Kasus penyakit
periodontal di masyarakat cukup tinggi meski banyak yang tidak menyadarinya, dan
penyakit ini merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa.15
Dari seluruh komplikasi, Diabetes melitus adalah komplikasi nomor satu
terbesar khusus di rongga mulut dan periodontitis merupakan komplikasi nomor enam
terbesar di antara berbagai macam penyakit mulut. Hampir sekitar 80% pasien Diabetes
melitus gusinya bermasalah. Tanda-tanda periodontitis antara lain pasien mengeluh
gusinya mudah berdarah, warna gusi menjadi mengkilat, tekstur kulit jeruknya
(stippling) hilang, kantong gusi menjadi dalam, dan ada kerusakan tulang di sekitar gigi,
pasien mengeluh giginya goyah sehingga mudah lepas.13

Gambar 3. Penyakit periodontal pada


penderita Diabetes melitus14

3. Stomatitis Apthosa (Sariawan)


Meski sariawan biasa dialami oleh banyak orang, namun penyakit ini bisa
menyebabkan komplikasi parah jika dialami oleh penderita diabetes. Penderita diabetes
9

sangat rentan terkena infeksi jamur dalam mulut dan lidah yang kemudian menimbulkan
penyakit sejenis sariawan. Sariawan ini disebabkan oleh jamur yang berkembang seiring
naiknya tingkat gula dalam darah dan air liur penderita diabetes.

Gambar 4. Sariawan pada penderita


Diabetes melitus16

4. Rasa mulut terbakar


Penderita diabetes biasanya mengeluh tentang terasa terbakar atau mati rasa
pada mulutnya. Biasanya, penderita diabetes juga dapat mengalami mati rasa pada
bagian wajah.

5. Oral thrush
Penderita diabetes yang sering mengonsumsi antibiotik untuk mengobati infeksi
sangat rentan mengalami infeksi jamur pada mulut dan lidah. Apalagi penderita diabetes
yang merokok, risiko terjadinya infeksi jamur jauh lebih besar. Oral thrush atau oral
candida adalah infeksi di dalam mulut yang disebabkan oleh jamur, sejumlah kecil
jamur kandida ada di dalam mulut. Pada penderita Diabetes melitus kronis dimana
tubuh rentan terhadap infeksi sehingga sering menggunakan antibiotik dapat
mengganggu keseimbangan kuman di dalam mulut yang mengakibatkan jamur kandida
berkembang tidak terkontrol sehingga menyebabkan thrush.
10

Gambar 5. Oral thrush pada penderita


Diabetes melitus17

6. Karies Gigi
Diabetes melitus bisa menjadi faktor predisposisi bagi terjadinya karies dan
bertambahnya jumlah karies. Keadaan tersebut terjadi karena pada diabetes, aliran darah
mengandung banyak glukosa yang berperan sebagai substrat kariogenik. Karies gigi
dapat terjadi karena interaksi dari 4 faktor yaitu gigi, substrat, kuman dan waktu. Pada
penderita Diabetes melitus telah diketahui bahwa jumlah air liur berkurang sehingga
makanan melekat pada permukaan gigi. Apabila makanan yang melekat dari golongan
karbohidrat bercampur dengan kuman yang ada pada permukaan gigi dan tidak
langsung dibersihkan, dapat mengakibatkan keasaman didalam mulut menurun,
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya lubang atau karies gigi.13

Gambar 6. Karies gigi pada penderita


Diabetes melitus14

2.1.3 Patogenesis Diabetes melitus dalam Rongga Mulut


Beberapa ahli menyatakan adanya peran beberapa faktor pada pasien diabetes.
Pada gejala awal ditemukan membran basalis kapiler gingiva yang lebih lebar pada
11

pasien diabetes dibandingkan pada non-diabetes. Gejala ini berperan pada perubahan
nutrisi dan penyembuhan jaringan. Pada gejala lain disebutkan kerusakan kemotaksis
neutrofil pada diabetes yang dapat membuat pasien tersebut rentan terhadap infeksi,
termasuk infeksi mikroflora yang dominan pada lesi periodontal pasien diabetes tipe 2.
Terjadinya kerentanan penderita Diabetes melitus untuk menderita penyakit periodontal
dapat dijelaskan dengan berbagai mekanisme, yaitu:
1. Perubahan vaskular, yaitu terjadi penebalan membran basalis dinding vaskular
sehingga akan mengurangi migrasi leukosit, difusi oksigen dan eliminasi sampah
metabolit yang bertambah intensitasnya sesuai dengan kontrol metabolik dan durasi
yang lama dari penyakit diabetesnya sendiri.
2. Perubahan mikroflora terjadi karena pada penderita diabetes daerah sulkus
gingivanya akan menciptakan lingkungan yang baik untuk berkembang-biaknya
berbagai mikroba.
3. Disfungsi neutrofil, melalui terjadinya kemotaksis maupun fagositosis dalam
repons imun.
4. Terjadinya perubahan metabolisme kolagen gingiva, yaitu melalui
berkurangnya sintesis kolagen, berkurangnya perkembangan dan proliferasi sel,
berkurangnya produksi matriks tulang, bertambahnya kolagenase gingiva dan
terjadinya gradasi kolagen yang baru terbentuk.
5. Genetik, diduga penyakit periodontal berkembang melalui mekanisme
molekul-molekul sel-sel antigen pada darah tepi yang mungkin memberikan
gejala bertambahnya kerentanan terhadap periodontitis.
Setelah etiologi penyakit periodontal pada penderita dengan penyakit Diabetes
melitus dievaluasi, ternyata penyakit tersebut berpengaruh aktif terhadap kerusakan
jaringan . Oleh karena itu perlu diketahui sifat penyakit diabetes tersebut terhadap
struktur periodontal dan tindakan apa yang harus dilakukan untuk mencegah berbagai
perubahan yang merugikan. Pada penderita Diabetes melitus dengan kelainan
periodontal selalu diikuti dengan faktor iritasi lokal. Diabetes melitus merupakan faktor
predisposisi yang dapat mempercepat kerusakan jaringan periodontal yang dimulai oleh
agen mikrobial, perubahan vaskular pada penderita diabetes dapat mengenai pembuluh
12

darah besar dan kecil. Perubahan pada pembuluh darah kecil dapat dijumpai pada
arteriol, kapiler dan venula pada bermacam-macam organ serta jaringan. Akibat adanya
perubahan pada dinding pembuluh darah pada penderita Diabetes melitus, jaringan
periodontal akan mengalami kekurangan suplai darah dan terjadi kekurangan oksigen
menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan periodontal.
Selanjutnya akibat kekurangan oksigen pertumbuhan bakteri anaerob akan
meningkat. Dengan adanya infeksi bakteri anaerob pada Diabetes melitus akan
menyebabkan pertahanan dan perfusi jaringan menurun dan mengakibatkan kekurangan
oksigen pada jaringan sehingga bakteri anaerob yang terdapat pada plak subgingiva
menjadi berkembang dan lebih patogen serta menimbulkan infeksi pada jaringan
periodontal. Pada neuropati Diabetes melitus yang mengenai syaraf otonom yang
menginervasi kelenjar saliva, akan mengakibatkan produksi saliva berkurang dan terjadi
xerostomia. Sehubungan dengan kejadian ini, perlu diketahui bahwa insulin dan regulasi
Diabetes melitus mempunyai pengaruh pada metabolisme tulang, antara lain insulin
meningkatkan serapan asam amino dan sintesis kolagen oleh sel tulang, yang penting
untuk formasi tulang oleh osteoblast. Diabetes melitus menyebabkan hipokalsemia yang
akan menimbulkan peningkatan hormon paratiroid (reasorbsi tulang akan meningkat).
Selain itu, Diabetes melitus juga mengganggu metabolisme vitamin D3 dengan
kemungkinan menurunnya absorbsi kalsium di usus. Selain itu juga akan merangsang
makrofag untuk sintesis beberapa sitokin yang akan meningkatkan reasorbsi tulang.
Semua pengaruh Diabetes melitus pada tulang inilah yang menyebabkan adanya
hubungan antara Diabetes melitus dengan penurunan kepadatan tulang.18

2.2 Oral Higiene


Oral higiene adalah kebersihan rongga mulut yang meliputi gigi, lidah, dan
gingiva. Tujuan menjaga oral higiene untuk mencegah timbulnya berbagai masalah di
mulut serta untuk menghindari pertumbuhan bakteri dan jamur di mulut, dan
membersihkan, menyegarkan mulut, gigi dan gusi.19
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya kerusakan gigi,
penyakit gusi dan masalah lainnya pada penderita Diabetes melitus, meliputi:13,20
13

a. Berobat atau kontrol ke dokter spesialis penyakit dalam terutama untuk


mendapatkan kadar gula darah yang terkontrol yang otomatis mempengaruhi keadaan
rongga mulut.
b. Diet yang tinggi kadar serat untuk mempertahankan kadar gula darah normal
dan membantu merangsang produksi air liur agar mendapatkan efek self cleansing di
rongga mulut.
c. Melakukan pemeliharaan rongga mulut dengan cara menggosok gigi paling
tidak 2 kali sehari, menggunakan obat kumur yang tidak mengandung alkohol, dan
menggunakan benang gigi paling tidak sekali sehari untuk mencegah timbulnya plak.
d. Mengunjungi dokter gigi untuk pemeriksaan rutin setiap enam bulan sekali.
e. Menghindari merokok karena dapat memperburuk kondisi rongga mulut dan
merupakan faktor risiko penyakit periodontal.

2.2.1 Pemeriksaan Kebersihan Rongga Mulut


Kebersihan gigi dan mulut dapat diukur dengan menggunakan indeks. Indeks
adalah angka yang menyatakan keadaan klinis yang didapat pada waktu diadakan
pemeriksaan. Angka yang menunjukan kebersihan gigi dan mulut seseorang ini adalah
angka yang diperoleh berdasarkan penilaian yang objektif, dengan menggunakan suatu
indeks, maka kita dapat membuat suatu evaluasi berdasarkan data-data yang diperoleh,
sehingga kita dapat melihat kemajuan atau kemunduran kebersihan gigi dan mulut
seseorang atau masyarakat.
Menurut Green dan Vermillion untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut
adalah dengan mempergunakan suatu indeks yang disebut Oral Higiene Index
Simplified (OHI-S). Nilai OHI-S ini merupakan nilai yang diperoleh dari hasil
penjumlahan antara skor debris dan kalkulus.21

2.2.2 Indeks Pengukuran Oral Hygiene Simplified (OHIS)


Pemeriksaan debris dan kalkulus dilakukan pada gigi tertentu dan pada
permukaan tertentu dari gigi tersebut, yaitu:21
a. Untuk rahang atas:
1. Gigi molar pertama kanan atas pada permukaan bukal.
14

2. Gigi insisivus pertama kanan atas pada permukaan labial.


3. Gigi molar pertama kiri atas pada permukaan bukal.

b. Untuk rahang bawah:


1. Gigi molar pertama kiri bawah permukaan lingual.
2. Gigi insisivus pertama kiri bawah pada permukaan labial.
3. Gigi molar pertama kanan bawah pada permukaan lingual.
Bila ada kasus di mana salah satu gigi indeks tersebut tidak ada, maka penilaian
dilakukan sebagai berikut:
1. Bila molar pertama atas atau bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada molar
kedua atas atau bawah.
2. Bila molar pertama dan molar kedua atas atau bawah tidak ada, penilaian
dilakukan pada molar ketiga atas atau bawah.
3. Bila molar pertama, kedua dan ketiga atas atau bawah tidak ada, tidak dapat
dilakukan penilaian.
4. Bila insisivus pertama kanan atas tidak ada, penilaian dilakukan pada
insisivus pertama kiri atas.
5. Bila insisivus pertama kanan atau kiri atas tidak ada, tidak dapat dilakukan
penilaian.
6. Bila insisivus pertama kiri bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada
insisivus pertama kanan bawah.
7. Bila insisivus pertama kiri atau kanan bawah tidak ada, tidak dapat dilakukan
penilaian.
Bila ada kasus diantara keenam gigi indeks yang seharusnya diperiksa tidak ada,
maka penilaian skor debris dan skor kalkulus masih dapat dihitung apabila ada dua gigi
indeks yang dapat dinilai. Kriteria Penilaian OHI-S Menurut Depkes R.I., kriteria
penilaian kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) seseorang dapat dilihat dari adanya
debris dan kalkulus pada permukaan gigi. Untuk menentukan kriteria penilaian
debris atau penilaian OHI-S, maka dipakai tabel debris score dan calculus score.
15

Tabel 1. Kriteria Indeks Debris15,21


SKOR KRITERIA
0 Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris atau
pewarnaan ekstrinsik.
1 Pada permukaan gigi terlihat debris lunak yang menutupi gigi
seluas 1/3 permukaa atau kurang dari 1/3 permukaan.
Pada permukaan gigi yang terlihat tidak ada debris lunak tetapi ada
pewarnaan ekstrinsik yang menutupi permukaan gigi sebagian atau
seluruhnya.
2 Pada permukaan gigi terlihat debris lunak yang menutupi
permukaan tersebut seluas lebih dari 1/3 permukaan gigi, tetapi
kurang dari 2/3 permukaan gigi.
3 Pada permukaan gigi terlihat debris yang menutupi permukaan
tersebut seluas lebih dari 2/3 permukaan atau seluruh gigi.

Tabel 2. Kriteria Penilaian Pemeriksaan Kalkulus15,21


SKOR KRITERIA
0 Tidak ada karang gigi
1 Pada permukaan gigi terlihat karang gigi supragingival
menutupi permukaan gigi lebih dari 1/3 permukaan gigi.
2 Pada permukaan gigi terlihat adanya karang gigi
supragingival menutupi gigi lebih dari 1/3 permukaan gigi.
Sekitar bagian servikal gigi terdapat sedikit subgingival.
3 Pada permukaan gigi yang adanya karang gigi supragingival
menutupi permukaan gigi lebih dari 2/3 nya atau seluruh
permukaan gigi.
Pada permukaan gigi ada karang gigi subgingival yang
menutupi dan melingkari seluruh servikal.

Penilaian OHI-S adalah sebagai berikut :


a. Baik, apabila nilai berada diantara 0-1,2.
b. Sedang, apabila nilai berada di 1,3-3,0
c. Buruk, apabila nilai berada di 3,1-6,0

OHIS atau Oral Hygiene Index Simplified merupakan hasil dari penjumlahan
skor debris dan skor kalkulus.
16

2.3 Faktor Risiko Penyakit Periodontal


Selain plak gigi sebagai penyebab utama penyakit periodontal, ada beberapa
faktor yang menjadi faktor risiko penyakit periodontal. Faktor ini dapat berada di dalam
mulut atau lebih sebagai faktor sistemik terhadap host. Secara umum, faktor risiko
penyakit periodontal adalah oral higiene yang buruk, kebiasaan merokok, penyakit
sistemik, umur dan gender. Faktor obesitas juga dilaporkan mempunyai hubungan
dengan timbulnya penyakit periodontal.
1. Oral Higiene
Beberapa ahli menyatakan bahwa penyakit periodontal dihubungkan dengan
kondisi oral higiene yang buruk. Loe et al. melaporkan bahwa pada individu yang
mempunyai gingiva sehat akan segera mengalami gingivitis bila tidak dilakukan
pembersihan rongga mulut selama 2-3 minggu. Sebaliknya, bila dilakukan pemeliharaan
kebersihan mulut maka keradangan akan hilang dalam waktu 1 minggu. Semua
penelitian yang dilakukan menunjukkan pentingnya melakukan kontrol plak bila tidak
ingin terjadi kerusakan pada jaringan periodontal.
2. Merokok
Beberapa survei menunjukkan bahwa rata-rata oral higiene pada perokok lebih
buruk daripada yang tidak merokok. Oleh karena itu, tidak heran bila penyakit
periodontal kronis lebih parah pada perokok daripada yang tidak merokok. Seorang
perokok, mempunyai risiko menderita penyakit periodontitis 2-7 kali lebih besar
daripada yang bukan perokok. Panas dari rokok akan meningkatkan kerusakan
perlekatan periodontal dan bertambah banyaknya kalkulus yang akan meningkatkan
retensi plak.
3. Penyakit Sistemik
Penyakit periodontal juga berhubungan dengan Diabetes melitus dan penyakit
sistemik lainnya. Penderita Diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi terutama
pada penderita diabetes yang tidak terkontrol. Bila dilakukan skeling pada penderita
diabetes tanpa tindakan profilaksis dapat menimbulkan abses periodontal.
17

4. Umur
Banyak penelitian yang menyatakan bahwa keparahan penyakit periodontal akan
meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Penyakit periodontal lebih banyak
dijumpai pada orangtua dari kelompok yang muda, walaupun keadaan ini lebih sering
dikaitkan dengan kerusakan jaringan yang kumulatif selama hidup (proses penuaan).
5. Gender
Faktor gender atau jenis kelamin masih diragukan, ada yang mengatakan bahwa
kondisi periodontal wanita lebih baik dari pria dan sebaliknya. Walaupun demikian, bila
dibandingkan status kebersihan mulut pria dan wanita, maka dijumpai kebersihan mulut
wanita yang lebih baik dari pria. Oleh karena itu, tidak dijumpai perbedaan yang
signifikan bila dibuat perbandingan antara pria dan wanita dengan status kebersihan
mulut dan umur yang sama.
6. Obesitas
Bertitik tolak dari adanya hubungan antara obesitas dengan Diabetes melitus
yang merupakan faktor risiko penyakit periodontal, para ahli telah pula meneliti adanya
keterkaitan obesitas dan peningkatan prevalensi penyakit periodontal sehingga obesitas
juga dinyatakan sebagai faktor risiko. Saito et al., melakukan penelitian terhadap 241
orang dewasa Jepang dan menjumpai adanya hubungan antara obesitas dengan
peningkatan risiko penderita periodontitis.22

2.4 Indeks Penyakit Periodontal


Untuk dapat mengukur prevalensi penyakit, keparahan serta kaitannya dengan
berbagai faktor yang mempengaruhinya diperlukan suatu alat ukur yang dikenal sebagai
indeks.15 Ada beberapa indeks yang biasa digunakan, namun tidak ada satupun indeks
yang bias digunakan untuk semua jenis penelitian. Indeks penyakit periodontal
dibedakan atas indeks untuk mengukur plak gigi, cairan sulkus gingival, kebutuhan
perawatan dan keparahan penyakit periodontal.23
Indeks penyakit periodontal pertama kali dikembangkan oleh Ramfjord pada
tahun 1959 yang mengukur keadaan gingival dan kedalaman saku periodontal.
Pemeriksaan dilakukan hanya pada enam gigi yaitu 16, 21, 24, 36, 41, dan 44
18

(dinamakan gigi indeks Ramfjord). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kaca


mulut dan prob periodontal WHO yang mempunyai kalibrasi dalam milimeter dan
mempunyai batas warna hitam 3-6 mm. Skor indeks periodontal Ramfjord dihitung
dengan membagi jumlah skor periodontal dengan jumlah gigi yang diperiksa.23 Pada
penelitian ini, indeks yang dipilih adalah indeks periodontal Ramfjord karena:
1. Indeks ini mirip dengan indeks periodontal oleh Russel dengan beberapa
penyempurnaan.
2. Indeks ini dapat digunakan sebagai ukuran keadaan serta keparahan
penyakit periodontal.
3. Indeks ini lebih sederhana karena hanya mengukur enam gigi saja sesuai
yang sudah ditentukan.

Tabel 3. Kriteria Indeks Penyakit Periodontal Ramfjord23

SKOR KRITERIA
Gingivitis
0 Tidak ada peradangan
1 Gingivitis ringan tetapi tidak meluas mengelilingi gigi
2 Gingivitis sedang dan meluas mengelilingi gigi
3 Gingivitis parah ditandai dengan kemerahan, kemungkinan
telah ada perdarahan spontan dan ulserasi
Kedalaman saku
dihitung dari cemento
enamel junction (CEJ)
4 Kedalaman saku periodontal kurang dari 3 mm
5 Kedalaman saku periodontal 3-6 mm
6 Kedalaman saku periodontal lebih dari 6 mm

Anda mungkin juga menyukai