MELITUS
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
yang diampuh Ns. Ita Sulistiani Basir, M.Kep
Disusun Oleh:
Kelas C sebagian A
Kelompok 1
Puji dan syukur Kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Laporan yang membahas
tentang ”Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus” dapat selesai tepat pada
waktunya sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II.
Kami menyadari laporan ini masih jauh dari harapan, yang mana di
dalamnya masih terdapat berbagai kesalahan baik dari segi penyusunan
bahasanya, sistem penulisan maupun isinya. Oleh karena itu Kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga dalam
Laporan berikutnya dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitasnya.
Akhirnya, kami sebagai penyusun mengharapkan semoga dari Askep ini
dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga bisa memberikan inspirasi
terhadap pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................1
2.2 Etiologi......................................................................................3
2.3 Prognosis...................................................................................4
2.5 Klasifikasi.................................................................................5
2.6 Patofisiologi..............................................................................6
2.7 Komplikasi................................................................................7
ii
2.8 Penatalaksanaan........................................................................9
3.1 Pengkajian.................................................................................12
3.2 Diagnosis...................................................................................20
3.3 Intervensi....................................................................................21
BAB IV PENUTUP...................................................................................40
5.1 Kesimpulan...............................................................................40
5.2 Saran..........................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA................................................................................41
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena
pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (Hormon yang mengatur gula
darah atau glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif
menggunakan insulin yang dihasilkannya. Diabetes adalah masalah
kesehatan masyarakat yang penting, menjadi salah satu dari empat
penyakit yang tidak menular prioritas menjadi target tindak lanjut oleh
para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes terus
meningkat selama beberapa decade terakhir. (WHO Global Report, 2016).
Data dari World Health Organitation (WHO) menunjukan bahwa
angka kejadian penyakit tidak menular pada tahun 2004 yang mencapai
48,30% sedikit lebih besar dari angka kejadian penyakit menular, yaitu
sebesar 47,50%. Bahkan penyakit tidak menular menjadi penyebab
kematian nomor satu di dunia (63,50%). (Faktor resiko Diabetes Melitus di
Indonesia (Analisis data sekerti 2007), Dita Garnita, FKM UI, 2012).
Secara global diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup dengan diabetes
pada tahun 2014, dibandingkan dengan 108 juta pada tahun 1980.
Prevalensi diabetes di dunia (dengan usia yang distadarisasi) telah
meningkat dua kali lipat sejak tahun 1980, meningkat dari 4,7% menjadi
8,5% pada populasi orang dewasa. Hal ini mencerminkan peningkatan
factor resiko terkait seperti kelebihan berat badan atau obesitas. Selama
beberapa decade terakhir, Prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di
negara berpenghasilan rendah dan menengah dari pada di negara
berpenghasilan tinggi. Diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian pada
tahun 2012. Gula darah yang lebih tinggi dari batas maksimum
mengakibatkan tambahan 2,2 juta kematian, dengan meningkatkan resiko
penyakit kardiovaskuler dan lainnya. Empat puluh tiga persen (43%) dari
3,7 juta kematian ini terjadi sebelum usia 70 tahun lebih tinggi di negara-
negara berpenghasilan rendah dan menengah dari pada di negara-negara
yang berpenghasilan tinggi. (WHO Global Report, 2016).
1
Selain penyakit Kardiovaskuler, DM juga merupakan salah satu
penyebab utama penyakit ginjal dan kebutaan pada usia di bawah 65
tahun, dan juga amputasi. Hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT)
1995-2001 dan Riskesdas 2007 menunjukan bahwa penyakit tidakmenular
seperti stroke, hipertensi, diabetes mellitus, tumor, dan penyakit jantung
merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Pada tahun 2007,
sebesar 59,5% penyebab kematian di Indonesia merupakan penyakit tidak
menular. Selain itu presentase kematian akibat penyakit tidak menular juga
meningkat dari tahun ke tahun. Jika dibandingkan dengan tahun 2013,
prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15
tahun hasil Riskesdas 2018 meningkat menjadi 2%. Prevalensi DM
berdasarkan diagnosis dokter dan usia ≥ 15 tahun yang terendah terdapat
di provinsi NTT, yaitu sebesar 0,9%, sedangkan Prevalensi tertinggi di
Provinsi DKI Jakarta sebesar 3,4%. (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehtan RI, 2018)
World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekita
21,3 juta pada tahun 2030. International Diabetes Federation (IDF)
memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari
9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Berdasarkan
data dari IDF 2014, Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia. (WHO
Global Report, 2016).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Medis Diabetes Melitus?
2. Bagaimana Konsep Keperawatan Diabetes Melitus?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui Konsep Medis dari Diabetes Melitus.
2. Mahasiswa dapat mengetahui Konsep Kerawatan dari Diabetes Melitus.
2
BAB II
KONSEP MEDIS
2.2 Etiologi
Menurut Kowalak (2011); Wilkins (2011); dan Andra (2013),
diabetes mellitus mempunyai beberpa penyebab, yaitu:
1. Hereditas
Peningkatan kerentanan sel-sel beta pancreas dan perkembangan
antibodi autoimun terhadap penghancuran sel-sel beta.
2. Lingkungan (makanan, infeksi, toksin, stress)
Kekurangan protein kronik dapat mengakibatkan hipofungsi
pancreas.Infeksivirus coxsakie pada seseorang yang peka secara genetic.
Stress fisiologis dan emosional meningkatkan kadar hormon stress
(kortisol, epinefrin, gucagon, dan hormone pertumbuhan), sehingga
meningkatkan kadar glukosa darah.
3. Perubahan gaya hidup
3
Pada orang secara genetic rentan terkena DM karena perubahan
gaya hidup, menjadikan seseorang kurang aktif sehingga menimbulkan
kegemukan dan beresiko tinggi terkenan diabetes melitus.
4. Kehamilan
Kenaikan kadar estrogen dan hormone plasental yang berkaitan
dengan dengan keahmilan, yang mengantagoniskan inasulin.
5. Usia
Usia diatas 65 tahun cenderung mengalami diabetes melitus
6. Obesitas
Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin di dalam
tubuh.Isnulin yang tersedia tidak efektif dalam mengkatkan efek
metabolik.
7. Antagonisasi afek insulin yang disebabkan oleh beberapa medikasi,
antara lain diuretic thiazide, kortikosteroid adrenal, dan kontraseptif
hormonal.
2.3 Prognosis
Pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 dan 2 beresiko komplikasi
seperti kehilangan penglihatan (Diabetic retinopthy), kerusakan pembuluh
darah, dan saraf (Diabetic neuropathy), dan gangguan ginjal. Akan tetapi
komplikasi dapat minimalkan dengan menjaga kadar glukosa darah dalam
kondisi normal melalui monitoring yang konsisten dan diet.
Perempuan dengan diabetes mellitus saat kehamilan sangat berisiko
mengalami komplikasi selama kehamilan. Ibu dengan gestational diabetes
memiliki risiko tinggi mengalami diabetes mellitus tipe 2 dikemudian hari
(American Diabetes Association, 2013).
2.4 Manifestasi Klinis
Menurut American Diabetes Association (2013) berikut tanda dan
gejala diabetes mellitus:
1. Diabetes mellitus tipe 1
Tanda dan gejala dari diabetes mellitus tipe 1 ini adalah
a. Poliuria (kencing terus menerus dalam jumlah banyak)
b. Polidipsia (rasa cepat haus), polipagia (rasa cepat lapar)
4
c. Penurunan berat badan secara drastis
d. Mengalami penurunan penglihatan dan kelelahan
2. Diabetes mellitus tipe 2 (Lemone, Burke, Bauldoff, 2015)
a. Poliuria
b. Polydipsia
c. Polifagia jarang dijumpai
d. Penurunan berat badan tidak terjadi
e. Penglihatan buram
f. Keletihan
g. Parastesia
h. Infeksi kulit
2.5 Klasifikasi
Diabetes melitus dibagi menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes ini disebabkan oleh kerusakan sel beta autoimunyang
menyebabkan defisiensi insulin absolut (American Dental, 2017). Pada
DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat
ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau
tidak terdeteksi sama sekali (American Diabetes Association, 2010 dalam
Ndraha, 2014).DM tipe 1 dikenal dengan istilah diabetes tergantung
insulin (insulin dependent diabetes) atau diabetes juvenile (American
Diabetes Association, 2010).
2. Diabetes melitus tipe 2
Pada diabetes tipe 2 keadaan yang terjadi mulai dari resistensi
insulin predominan dengan difiensi insulin relative sampai defek sekresi
insulin predominan dengan resistensi insulin.Diabetes tidak tergantung
insulin (diabetes non-insulin dependen) merupakan istilah lain dari DM
tipe ini atau DM osnet dewasa (American Diabetes Association,
2010).DM tipe 2 paling sering terjadi pada orang dewasa, tetapi
peningkatan jumlah anak-anak dan remaja juga berpengaruh (WHO,
2019).
3. Diabetes gestasional
5
Diabetes gestasional ditandai dengan intoleransi glukosa yang
muncul selama kehamilan, biasanya pada trisemester kedua atau ketiga
(Smeltzer et al, 2013). Diabetes tipe ini terjadi peningkatan kadar gula
darah atau hiperglikemia selama kehamilan dengan nilai kadar gukosa
darah normal tetapi dibawah dari nilai diagnostik diabetes pada
umumnya (American Diabetes Association, 2013).
4. Diabetes tipe lain
Ada diabetes yang tidak termasuk kelompok di atas, yaitu diabetes
yang terjadi sekunder atau akibat penyakit lain, yang mengganggu
produksi insulin atau mempengaruhi kerja insulin, seperti radang
pankresa (pankreatitis), gangguan kelenjar adrenal atau hipofisi,
penggunaan hormone kortokosteroid, pemakaian beberapa obat
antihipertensi atau antikolesterol, malnutrisi atau infeksi )Tandra, 2019;
WHO, 2019; Khasananh, 2018; Kumar, Abas & Aster, 2015).
2.6 Patofisiologi
1. Diabetes melitus tipe 1
Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel
yang memproduksi insulin beta pankreas (American Diabetes Association,
2014). Kondisi tersebut merupakan penyakit autoimun yang ditandai
dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi sel antiislet dalam darah
(WHO, 2014). National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Diseases (NIDDK) tahun 2014 menyatakan bahwa autoimun
menyebabkan infiltrasi limfositik dan kehancuran islet pankreas.
Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan dapat
terjadi selama beberapa hari sampai minggu. Akhirnya, insulin yang
dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena adanya kekurangan sel beta
pankreas yang berfungsi memproduksi insulin. Oleh karena itu, diabetes
tipe 1 membutuhkan terapi insulin, dan tidak akan merespon insulin yang
menggunakan obat oral.
2. Diabetes melitustipe 2
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak.
Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup
6
untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengankurangnya sel beta atau
defisiensi insulin resistensi insulin perifer (American Diabetes
Association, 2014). Resistensi insulin perifer berarti terjadi kerusakan pada
reseptor-reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi kurang
efektif mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA, 2013).
Dalam kebanyakan kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk
merangsang pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat
melalui suntikan dapat menjadi alternatif.
3. Diabetes gestasional
Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin yang
berlebihan saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan resistensi insulin
dan glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan kemungkinan adanya
reseptor insulin yang rusak (NIDDK, 2014 dan American Diabetes
Association, 2014).
2.7 Komplikasi
Menurut Smeltzer et al (2013) dan Tanto et al (2014) komplikasi
diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi:
1. Komplikasi akut, terjadi karena intoleransi glukosa yang berlangsung
dalam jangka waktu pendek yang mencakup:
a. Hipoglikemia adalah keadaan dimana glukosa dalam darah mengalami
penurunan di bawah 50-60 mg/dL disertai dengan gejala pusing,
gemetar pandangan kabur, keringat dingin, sert penurunan kesadaran.
b. Ketoasidosis Diabetes (KAD) adalah suatu keadaan yang ditandai
dengan asidosi metabolik akibat pembentukan keton yang berlebih.
c. Sindrom nonketokik hyperosmolar hiperglikemik (SNHH), suatu
keadaan koma dimana terjadi gangguan metabolism yang
menyebabkan kadar glukosa dalam darah sangat tinggi, menyebabkan
dehidrasi tanpa disertai ketosis serum.
2. Menurut Smeltzer et al (2013),kompilasi kronik baisanya terjadi pada
pasien yang menderita diabetes melitus lebih dari 10-15 tahun.
7
a. Penyakit makrovaskuler (pembuluh darah besar): biasanya penyakit
ini memengaruhi sirkulasi coroner, pembuluh darah perifer, dan
pembuluh darah otak.
b. Penyakit mikrovaskuler (Pembuluh darah kecil): biasanya penyakit ini
memengaruhi mata (retinopati) dan ginjal (nefropati); kontrol kada
gula darah untuk menunda dan mencegah komplikasi mikrovaskuler
maupun makrovaskuler.
c. Penyakit neuropatik: memengaruhi saraf sensori motoric dan otonom
yang mengakibatkan beberpa masalah, seperti impotensi dan ulkus
kaki.
3. Komplikasi diabetes melitus di rongga mulut
Komplikasi diabetes melitus di rongga mulut (oral diabetic) termasuk
komplikasi kronik, Komplikasi pada rongga mulut dapat terjadi berupa
peningkatan progresi gingivitis dan periodontitis, meningkatnya resiko
karies, bau mulut dan xerostomia (mulut kering), lesi mukosa mulut
seperti lichen planus, stomatitis aftosa rekuren dan infeksi jamur candida
albicans dengan penampakan sebagai berikut:
a. Lidah: lidah diabetesi sering membesar dan atau terasa tebal, kadang-
kadang timbul gangguan rasa pengecapan pada lidahnya, diabetesi
merasa selera makannya terganggu.
b. Saliva: neuropati menyebabkan hiposaliva, sehingga permukaan
mukosa menjadi kering (xerostomia), sensasi mulut terbakar,
peningkatan insiden karies gigi dan peningkatan frekuensi serta
keparahan infeksi bakteri atau jamur. Penderita DM memiliki aroma
nafas seperti bau aseton (seperti bau tiner penghilang kuteks).
Sebaliknya kadang-kadang terasa saliva amat berlebihan yang disebut
hipersaliva diabetik. Keadaan ini akan berangsur-angsur hilang jika
DM dirawat dengan baik (Istiqomah, 2017).
c. Penyakit periodontal yang biasa dijumpai yaitu gingivitis dan
periodontitis. Dari sekian banyak komplikasi yang terjadi,
periodontitis merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada
8
penderita diabetes melitus dengan tingkat prevalensi yang tinggi
mencapai 75% (Wowor & Tambunan, 2016).
2.8 Penatalaksanaan
Menurut Perkeni (2015) dan Kowalak (2011), penatalaksanaan pada
pasien diabetes melitus dibedakan mnjadi:
1. Terapi farmakologi
Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan pengaturan pola
makan dan gaya hidup sehat. Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan
suntikan, yaitu:
a. Obat antihiperglikemia oral
Menurut Perkeni (2015) berdasarkan cara kerjanya obat ini
dibedakan menjadi beberapa golongan, antara lain:
1) Pemacu sekresi insulin: Sulfonilurea dan Glinid
Efek utama obat sulfonylurea yaitu memacu sekresi insulin
oleh sel beta pankreaas. Cara kerja obat glinid sama dengan cara
kerja obat sulfonylurea, dengan penekanan pada peningkatan
sekresi insulin fase pertama yang dapat mengatasi hiperglikemia
post prandial.
2) Penurunan sensivitas terhadap insulin: Metformin dan
Tiazolidindio (TZD)
Efek utama metforminyaitu mengurangi produksi glukosa
hati (gluconeogenesis) dan memperbaiki glukosa perifer.
Sedangkan efek dari Tiazolidindio (TZD) adalah menurunkan
resistensi insulin dengan juumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan glukosa di perifer.
3) Penghambat absorpsi glukosa: Pemnghambat glukosidae alfa
Fungsi obat ini bekerja dengan meperlambat absorpsi
glukosa dalam usu halus, sehingga memiliki efek menurunkan
kadar gula dalam tubuh sesudah makan.
4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Obat golongan penghambta DPP-IV berfungsi untuk
menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like
9
Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif.
Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan
sekresi glukoago seusai akadar glukosa darah (glucose dependent).
b. Kombinasi obat oral dan suntukan iinsulin
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan
insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang), yang
diberikan pada malam hari menjelang tidur. Terapi tersebut biasanya
dapat mengendalikan kadar glukosa darah dengan baik jika dosis kecil
atau cukup. Dosis awal insulin menenagh adalah 6-10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis
tersebut dengan melihat nilai kadar glukosa puasa kesekon harinya.
Kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun
sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi
insulin basal dan prainal, serta pemberian obat antihiperglikemia oral
dihentikan (Perkeni, 2015).
2. Terapi non-farmakologi
a. Edukasi
Edukasi bertujuan untuk promosi kesehatan supaya hidup menjadi
sehat.Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan dan bisa
digunakan sebagai pengelolaan DM secara holistik.
b. Terapi nutrisi medis (TNM)
Pasien DM perlu diberikan pengetahuan tentang jadwal makan
yang teratur, jenis makanan yang baik beserta jumlah kalorinya,
terutama pada pasien yang menggunakan obat penurun gulosa darah
maupun insulin.
c. Latihan jasmani atau olahraga
Pasien DM harus berolahraga secara teratur yaitu 3-5 hari dalam
seminggu selam 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu,
dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Jenis
olahraga yang dianjurkan bersifat aerobic seperti: jalan cepat, sepeda
santai, berenang, dan jogging.
10
PATHWAY
Infeksi
DIABETES MELITUS
Merusak
Tubuh kurang Insulin Pankreas
Suplai darah ke
Dx. Gangguan jaringan
Eliminasi Urine
11
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Fisio Respirasi Takipnea dan sesak serta napas Nilai pernapasan normal12-
logis berbau aseton (Wolfsdorf JI, 24 x/menit, napas tidak
dkk, 2018). berbau.
12
sehingga psmotic diuresis yang
mana gula banyak menarik
cairan dan elektrolit (Sujono,
2014).
Aktivitas dan Pasien cepat merasa lemah karenaSel tubuh dapat mengolah
istirahat glukosa tidak dapat diserap oleh glukosa untuk diubah
sel-sel tubuh untuk diubah menjadi bahan
menjadi energi (Alodokter) bakar/energi.
13
sensorik oleh sistem saraf pusat
atau perifer. Sehingga nyeri
dapat timbul secara terpusat dan
atau nyeri timbul di perifer
(Potter & Perry, 2010).
14
an disebabkan oleh gangguan lintas
polibi (Glukosa – sarbitol
fruktasi) sehingga menumpuk
di mata karena insufisiensi
insulin (Sujono, 2014) sehingga
pasien beresiko jatuh.
15
b. Pemeriksaan Laboratorium
2. Glukosa darah sewaktu merupakan Jika keluhan klasik ditemukan, maka hasil pmeriksaan
Tes gula
darah pemeriksaan kadar glukosa darah yang sesaat pada glukosa plasma sewaktu lebih dari 200 mg/dl.
sewaktu dilakukan setiap hari tanpa memperhatikan Glukosa plasma sewaktu merupakan dari hasil pemeriksaan
makanan yang dimakan dan kondisi tubuh sesaat pada satu waktu tanpa tidak memperhatikan waktu
16
oaring tersebut (Mufti dkk, 2015). makan teratur (Chris, 2014).
3. Glukosa darah puasa merupakan Pemeriksaan kadar glukosa plasma puasa lebih dari 126
Tes gula
darah pemeriksaan kadar glukosa darah yang mg/dl dengan adanya keluhan klasik. Puasa dimana tidak
puasa dilakukan setelah pasien puasa selama 8-10 ada asupan kalori setidaknya 8 jam (Chris, 2014).
jam (Mufti dkk, 2015).
4. Oral glucose tolerance test (OGTT) atau tes Kadar gula plasma 2 jam pada tes Toleransi Glukosa Oral
Tes
toleransi toleransi glukosa oral (TTGO) merupakan (TTGO) >200 mg/dl (Chris, 2014).
gula salah satu pemeriksaan yang digunakan
OGTT 140-199 mg/dl : Prediabetes – impaired glucose
darah oral dalam diagnosis diabetes mellitus (DM)
tolerance (IGT) atau toleransi glukosa terganggu (ADA,
selain glukosa darah puasa (GDP), HbA1c,
2018).
dan glukosa darah acak (GDA). Pemeriksaan
ini jarang dikerjakan, kemungkinan karena
tidak banyak rumah sakit atau laboratorium
yang menyediakan 75 gram glukosa anhidrat
17
dalam sediaan bubuk. Untuk memudahkan
pemeriksaan, biasanya 75 gram glukosa ini
digantikan oleh satu porsi makanan atau
sering disebut sebagai glukosa darah 2 jam
setelah makan (GD2). Namun sejatinya GD2
ini kurang standar, karena porsi masing-
masing orang berbeda dan kebanyakan
pasien DM takut hasil GD2nya tinggi,
sehingga bisa saja makan jauh lebih sedikit
dari porsi makan biasanya. OGTT digunakan
untuk menegakkan diagnosis DM,
pradiebetes, DM pada kehamilan, dan
diabetes karena sebab lain (contoh: MODY,
diabetes pasca transplantasi) (ADA, 2018).
5. Pemeriksaan urine secara bertujuan untuk Urine yang asam ( Ph 4,5-5,5) dapat terjadi pada diabetes
Tes Urine
mengidentifikasi zat-zat yang secara normal (Agung M Albertus, 2011).
ada dalam urine dan zat-zat yang seharusnya
18
tidak ada dalam urine (Riswanto dan Rizki,
2015).
19
3.2 Diagnosis Keperawatan
1). Gangguan eliminasi urin b.d penurunan kemampuan menyadari tanda-
tanda gangguan kandung kemih d.d desakan berkemih, sering buang air
kecil, nokturia, distensi kandung kemih
2). Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan d.d berat
badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal.
3). Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia,kurang terpapar
informasi tentang faktor pemberat, kurang terpapar informasi tentang
proses penyakit d.d pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun atau
tidak teraba
4).Resiko infeksi dibuktikan dengan leucopenia
5). Gangguan integritas kulit/jaringan b.d, perubahan status nutrisi
(kelebihan atau kekurangan), penurunan mobiltas, neuropati
perifer,kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/
melindungi integritas jaringan d.d kerusakan jaringan dan/atau lapisan
kult
20
3.3 Intervensi Keperawatan
Defisit
1. nutrisi (D.0019) 1. Status Nutrisi 1. Manajemen Nutrisi
Kategori : Fisiologis
Setelah dilakukan Observasi :
Subkategori : Nutrisi dan
tindakan keperawatan
cairan 1. Identifikasi status
selama 1x24 jam maka
Definisi nutrisi
status nutrisi memaik
Asupan nutrisi tidak cukup untuk 2. Identifikasi
dengan criteria hasil :
memenuhi kebutuhan kebutuhan kalori dan jenis
metabolisme 1. Kekuatan otot nutrient
Penyebab : pengunyah: 5 3. Monitor asupan
1. Kurangnya asupan (meningkat) makanan
makanan 4. Monitor berat
2. Kekuatan otot
2. Ketidakmampuan badan
menelan: 5 (meningkat)
menelan makanan 5. Monitor hasil
3. Ketidakmampuan 3. Berat Badan: 5 pemeriksaan laboratorium
mencerna makanan (membaik) Terapeutik :
4. Ketidakmampuan
21
mengabsorpsi nutrient 6. Fasilitasi melakukan
5. Peningkatan kebutuhan pedoman diet (mis.
metabolism piramida makanan
6. Faktor ekonomi ( mis.
Edukasi :
Financial tidak
mencukupi) 7. Anjurkan diet yang
7. Faktor psikologis (mis. diprogramkan
Stress, keengganan
untuk makan)
Kolaborasi :
Gejala dan Tanda
Mayor : 8. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
DS :
kalori dan jenis nutrient
(Tidak tersedia) yang dibutuhkan, jika perlu
DO :
22
rentang ideal
DS :
2. Kram/Nyeri abdomen
DO :
1. Bising usus
hiperaktif
2. Otot penguyanh
lemah
3. Otot menelan
23
lemah
4. Membran
mukosa pucat
5. Sariawan
7. Serum albumin
turun
8. Rambut rontok
berlebihan
9. Diare
24
Eliminasi kriteria hasil : urine
25
(mis. operasi ginjal, kontraindikasi
operasi saluran kemih,
Kolaborasi : -
anestesi, dan obat-
obatan)
5. Kelemahan otot
pelvis
6. Ketidakmampu
an mengakses toilet
(mis. imobilisasi)
7. Hambatan
lingkungan
8. Ketidakmampu
an
mengkomunikasikan
kebutuhan eliminasi
9. Outlet kandung
kemih tidak lengkap
(mis. anomaly saluran
kemih congenital)
26
10. Imaturitas
(pada anak usia <3
tahun)
Gejala dan Tanda
Mayor :
DS:
1. Desakan berkemih
(Urgensi)
2. Urin menetes
(dribbling)
4. Nokturia
5. Mengompol
6. Enuresis
27
DO:
1. Distensi
kandung kemih
2. Berkemih tidak
tuntas
3. Volume residu
urin meningkat
Gejala dan Tanda
Minor :
DS :
( Tidak tersedia )
DO :
( Tidak tersedia )
28
(D. 0009) selama 1x24 jam maka Observasi :
perfusi perifer meningka
Kategori : Fisiologis 1. Identifikasi
dengan kriteria hasil:
penyebab perubahan
Subkategori :
1. Edema perifer : 5 sensasi
Sirkulasi
(menurun)
2. Monitor perubahan
Definisi :
2. Pengisian kapiler: 5 kulit
Penurunan sirkulasi (membaik)
3. Monitor adanya
darah pada level
tromboflebitis dan
kapiler yang dapat
tromboemboli vena
mengganggu
metabolism tubuh Terapeutik :
29
tekana n darah Kolaborasi :
4. Kekurangan
5. Kolaborasi pemberian
volume cairan
analgesic, jika perlu
5. Penurunan
aliran arteri dan/atau
vena
6. Kurang
terapapar informasi
tentang factor
pemberat (mis.
Merokok, gaya hidup
monoton, trauma,
obesitas, asupan garam
imobilitas)
7. Kurang
terpapar informasi
tentang proses
penyakit (mis.
Diabetes mellitus,
30
Hiperlipidemia)
8. Kurang
aktivitas fisik
Gejala dan Tanda
Mayor :
DS
(Tidak tersedia)
DO
1. Pengisian
kapiler lebih dari 3
detik
2. Nadi perifer
menurun atau teraba
3. Akral terasa
dingin
4. Warna kulit
pucat
31
5. Turgor kulit
menurun
Gejala dan Tanda
Minor :
DS
1. Prastesia
2. Nyeri
ekstremitas (kalau di
kasih intermiten)
DO
1. Edema
2. Penyembuhan
luka lambat
3. Indeks An kle-
Brachial lebih dari
0,90
4. Bruit Femoralis
32
4. Gangguan Integritas Integritas Kulit dan 4. Perawatan Integritas
Kulit/Jaringan Jaringan Kulit
(D.0129)
Setelah dilakukan Observasi :
Kategori : tindakan keperawatan
1. Identifikasi penyebab
Lingkungan selama 1x24 jam maka
gangguan integritas kulit
integrias kulit dan
Subkategori : (mis. perubahan sirkulasi,
jaringan meningkat
Keamanan dan perubahan status nutrisi,
dengan kriteria hasil:
Proteksi penurunan kelembaban, suhu
1. Kerusakan jaringan: 5 lingkungan ekstrem,
Definisi:
(menurun) penurunan mobilitas)
Kerusakan kulit
2. Kerusakan lapisan Terapeutik :
(dermis dan/atau
kulit: 5 (menurun)
epidermis) atau 2. Gunakan produk berbahan
jaringan (membrane petroleum atau minyak pada
mukosa, kornea, fasia, kulit kering
otot, tendon, tulang,
3. Gunakan Produk berbahan
kartilago, kapsul sendi
33
dan/atau ligamen) ringan/alami dan hipoalergik
pada kulit sensitive
Penyebab :
Edukasi :
1. Perubahan
sirkulasi 4. Anjurkan minum air yang
cukup
2. Perubahan status nutrisi
(kelebihan atau 5. Anjurkan menghindari
kekurangan) terpapar suhu ekstrem
5. Bahan kimia
iritatif
34
7. Faktor mekanis (mis.
penekanan pada tonjolan
tulang, gesekan) atau
faktor elektris
(elektrodiatermi, energy
listrik bertegangan
tinggi)
9. Kelembaban
11. Neuropati
perifer
12. Perubahan
pigmentasi
35
13. Perubahan
hormonal
DS :
( Tidak tersedia )
DO :
1. Kerusakan jaringan
dan/atau lapisan kulit
36
Gejala dan Tanda
Minor
DS :
( Tidak tersedia )
DO :
1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
37
Subkategori : kriteria hasil: ukuran, bau)
Lingkungan dan
1. Kadar sel darah putih: 2. Monitor tanda-tanda
Proteksi
5 (membaik) infeksi
Definisi :
Terapeutik :
Berisiko mengalami
3. Bersihkan dengan cairan
peningkatan terserang
NaCl atau pembersih
organisme patogenik
nontoksik, sesuai
Faktor Risiko : kebutuhan
38
5. Ketidakadekuatan Edukasi :
pertahanan tubuh primer
7. Jelaskan tanda dan gejala
1). Gangguan peristaltic infeksi
7). Merokok
6. Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh
39
sekunder
1). Penurunan
hemoglobin
2). Imunosupresi
3). Leukopenia
Kondisi Klinis
Terkait
1. AIDS
2. Luka bakar
3. Penyakit paru
40
obstruktif kronis
4. Diabetes mellitus
5. Tindakan invasive
6. Kondisi penggunaan
terapi steroid
7. Penyalahgunaan
obat
8. Ketuban pecah
sebelum waktunya
9. Kanker
11. Imunosupresi
12. Lymphedema
13. Leukositopenia
41
14. Gangguan fungsi
hati
42
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Diabetes melitus
adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin (Hormon yang mengatur gula darah atau
glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin
yang dihasilkannya. Ditinjau dari genetik, penyebab dan perjalanan
penyakit, DM pada anak dan remaja berbeda dengan DM pada orang
dewasa. Diabetes mellitus pada anak dan remaja terutama merupakan
akibat dari kerusakan sel-sel beta pancreas yang memproduksi insulin,
sehingga suntikan insulin merupakan satu-satunya pengobatan.
4.2 Saran
Meningkatkan penyuluhan-penyuluhan pada masyarakat, sehingga
pengertian masyarakat terhadap diabetes mellitus akan bertambah,
Mengerti serta menyadari tentang seluk beluk penyakit diabetes mellitus
dan mengetahui adanya tanda dan bahaya dari adanya komplikasi
diabetes secara dini sangat perlu agar tindakan medis secara dini dapat
dilakukan. Segeralah mulai melakukan olahraga keseshatan sebelum
menjadi penyandang cacat akibat penyakit diabetes, mengikuti nasehat
semua dokter, baik dalam melakukan olahraga, mengatur diri serta dalam
cara meminum obat.
40
DAFTAR PUSTAKA
Andra.2013.KMB2:KeperawatanMedikalBedah,KeperawatanDewasaTeoridanCo
ntohAskep.Yogyakarta: NuhaMedika.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Hasil
Riskesdas 2018
Chris.2014. KapitaSelektaKedokteran Ed IV. Jakarta: Media Aeskulapius
Clinical Diabetes Association (CDA). 2013. Clinical Practice Guidelines for the
Prevention and Management of Diabetes in Canada
Dita Garnita, Faktor Risiko Diabetes Melitus di Indonesia (Analisis Data Sakerti
2007), FKM UI, 2012
International Diabetes Federation.2017.Diabetes Atlas Eighth Edition 2017,
International Diabetes Federation
Konsensus.2015. Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes MelitusTipe 2 Di
Indonesia 2015. PB PERKENI
41
LeMone, P., Burke, K.M., &Bauldoff, G. 2015. Buku Ajar
KeperawatanMedikalBedahed 5. Jakarta: EGC
Luklukaningsih Zayina, 2011. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Nuha
Medika
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK).
2014.Cause of diabetes. NIH Publication
Ndraha.2014. Diabetes Mellitus Tipe 2 danTatalaksanaTerkini. Jakarta:
DepertemenPenyakitDalamFakultasKedokteranUniveritasKridaWacanaVo
l 27 No 2
M Mufti, dkk, 2015. Perbandingan Peningkatan Kadar Glukosa Darh Setelah
Pemberian Madu,Gula putih, Dan gula merah pada orang deawasa yang
berpuasa.
Perkeni. 2015. PengelolaandanPencegahan Diabetes MelitusTipe 2 di Indonesia.
Jakarta: PERKENI
Perkeni.2015. Penatalaksanaan Diabetes Melitus. Jakarta
Wolfsdorf JI, Glaser N, Agus M, Fritsch M, Hanas R, Rewers A, dkk. ISPAD
clinical practice consensus guidelines 2018: diabetic ketoacidosis and the
hyperglycemic hyperosmolar state. Pediatric Diabetes 2018;19:155-77.
42
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan indikator diagnositk. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan tindakan keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luarani Keperawatan Indonesia
Definisi dan kriteria hasil keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus
pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Wilkins, L. W. (2011). Nursing: MemahamiBerbagaiMacamPenyakit,
Penerjemah: Paramita.Jakarta: PT Indeks.
World Health Organization. 2014. Diabetes Mellitus in Fact. World Health
Organization: Geneva
WHO FACT Sheet Of Diabetes, 2016
43