Anda di halaman 1dari 35

Case Report Session

PERDARAHAN SUBARAKNOID

Oleh:

Esha Almara 1110312155

Pembimbing:

Prof. Dr. dr. Darwin Amir, Sp.S (K)

dr. Restu Susanti, Sp.S M.Biomed

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

PADANG

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan case

dengan judul “Perdarahan Subaraknoid”. Case ini merupakan salah satu syarat

untuk mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Neurologi di RSUP DR M. Djamil,

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak

membantu menyusun referat ini, khusunya kepada Prof. DR. dr. H. Darwin Amir,

Sp. S (K) selaku pembimbing dan juga rekan-rekan dokter muda.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk

perbaikan referat ini. Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat bagi kita

semua dalam menambah pengetahuan dan pemahaman serta dapat meningkatkan

pelayanan khususnya di bidang neurologi.

Padang, 12 November 2016

Esha Almara

ii
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul Depan
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Metode Penulisan 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi 3
2.2 Epidemiologi 3
2.3 Etiologi dan patogenesis 4
2.4 Diagnosis 5
2.5 Pemeriksaan Penunjang 7
2.6 Penatalaksanaan 8
2.7 Komplikasi 9
2.8 Prognosis 10

BAB 3. LAPORAN KASUS 11

BAB 4. DISKUSI 27

BAB 5. KESIMPULAN 29

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdarahan subaraknoid (PSA) atau dikenal juga dengan Subarachnoid

hemorrhage (SAH) adalah suatu sindroma klinis yang muncul akibat dari

terjadinya perdarahan ke ruang subarachnoid yang bisa terjadi spontan atau

sekunder akibat trauma.1 Perdarahan subarachnoid adalah adanya darah dalam

ruang subarachnoid, yang dibatasi oleh arachnoid dan piamater, yang disebabkan

oleh pecahnya baik aneurisma, arterio-vena malformasi, hipertensi atau sebab

yang tidak diketahui.2 Kejadian PSA 7-15% dari seluruh kasus Gangguan

Peredaran Darah Otak (GPDO) dan paling banyak disebabkan oleh rupturnya

aneurisma atau arteriovenous malformation (AVM).3 Pecahnya aneurisma

intrakranial menyumbang sekitar 80% dari kasus dan memiliki tingkat kematian

yang tinggi dan komplikasi.4

Kejadian perdarahan subaraknoid di seluruh dunia diperkirakan adalah

9/100.000 orang. PSA di Amerika Serikat berkisar 30.000 orang/tahun atau

10/100.000 orang per tahun.5 Angka kematian PSA berkisar 16/100.000

penduduk. Bahkan 10-15% meninggal sebelum mencapai rumah sakit, dan orang-

orang yang bertahan hidup, sering memiliki gangguan neurologis atau kognitif.2

Perdarahan subaraknoid sering dijumpai pada usia dekade kelima atau keenam,

dengan puncak insiden pada usia sekitar 55 tahun untuk laki-laki dan 60 tahun

untuk perempuan namun lebih sering dijumpai pada perempuan dengan rasio 3:2.6

Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan

kanker. Sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia dan sisanya menderita

1
kelumpuhan sebagian atau total. Hanya15% saja yang dapat sembuh total dari

serangan stroke dan kecacatan.7 Diagnosis PSA ditegakkan dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan

penunjang seperti CT scan.

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang definisi, epidemiologi, anatomi, etiologi,

klasifikasi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan serta

prognosis perdarahan subaraknoid.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang

definisi, epidemiologi, anatomi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, manifestasi

klinis, diagnosis, penatalaksanaan serta prognosis perdarahan subaraknoid.

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk ke

beberapa literatur.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Perdarahan subaraknoid (PSA) atau dikenal juga dengan Subarachnoid

hemorrhage (SAH) adalah suatu sindroma klinis yang muncul akibat dari

terjadinya perdarahan ke ruang subarachnoid yang bisa terjadi spontan atau

sekunder akibat trauma.1 Perdarahan subarachnoid adalah adanya darah dalam

ruang subarachnoid, yang dibatasi oleh arachnoid dan piamater, yang disebabkan

oleh pecahnya baik aneurisma, arterio-vena malformasi, hipertensi atau sebab

yang tidak diketahui.2

2.2 Epidemiologi

Prevalensi perdarahan subaraknoid bervariasi di setiap daerah,

diperkirakan 9/100.000 penduduk di seluruh dunia. PSA di Amerika Serikat

berkisar 21.000 sampai dengan 33.000 penduduk per tahun.5 Angka kematian

PSA berkisar 16/100.000 penduduk. Bahkan 10-15% meninggal sebelum

mencapai rumah sakit, dan orang-orang yang bertahan hidup, sering memiliki

gangguan neurologis atau kognitif.2 Perdarahan subaraknoid sering dijumpai pada

usia dekade kelima atau keenam, dengan puncak insiden pada usia sekitar 55

tahun untuk laki-laki dan 60 tahun untuk perempuan namun lebih sering dijumpai

pada perempuan dengan rasio 3:2.6 Jika dibedakan berdasarkan usia, insidennya

62% pendarahan subarachnoid timbul pertama kali pada 40-60 tahun.8

3
Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan

kanker. Sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia dan sisanya menderita

kelumpuhan sebagian atau total. Hanya15% saja yang dapat sembuh total dari

serangan stroke dan kecacatan.7

2.3 Etiologi dan Patogenesis

Perdarahan subaraknoid spontan terjadi akibat ruptur pembuluh darah

yang berada di ruang subarachnoid. Penyebabnya adalah aneurisma serebral, yaitu

sekitar 70% hingga 80%, dan malformasi arteriovenosa sebesar 10% dan sisanya

sebesar 20% tidak diketahui.1 Risiko pecahnya aneurisma tergantung pada lokasi,

ukuran, dan ketebalan dinding aneurisma.9 Kebanyakan aneurisma terjadi pada

sirkulasi anterior dari Lingkaran Willis, sedangkan aneurisma dari sirkulasi

posterior dari sistem vertebral dan basilar account hanya 12% dari aneurisma

intrakranial.4 Aneurisma yang ukuran diameter kurang dari 7 mm pada sirkulasi

serebral anterior memiliki risiko pecah terendah, sedangkan risiko lebih tinggi

terjadi pada aneurisma di sirkulasi serebral posterior dan akan meningkat sesuai

besarnya ukuran aneurisma.6

Penyebabnya adalah kelainan bawaan, hipertensi, dan adanya infeksi atau

trauma. Kondisi ini menimbulkan kelemahan pada dinding pembuluh darah

sehingga membentuk tonjolan seperti balon. Tonjolan dinding pembuluh darah

tersebut lebih tipis dibandingkan dengan dinding pembuluh darah normal,

sehingga dapat pecah kapanpun secara tiba-tiba. Pecahnya aneurisma sangat fatal

karena dapat menyebabkan kematian akibat pendarahan otak. Pada beberapa

kasus, dapat terjadi kebocoran pada aneurisma dan menyebabkan merembesnya

darah di otak.4,6

4
Malformasi arteriovenosa (MAV) adalah anomali vaskuler yang terdiri

dari jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan oleh satu

atau lebih fistula. Daerah tersebut tidak mempunyai tipe kapiler spesifik yang

merupakan celah antara arteriola dan venula, mempunyai dinding lebih tipis

dibandingkan dinding kapiler normal.7

2.5 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. PSA harus selalu dicurigai pada pasien dengan presentasi

yang khas, yang meliputi tiba-tiba mengalami sakit kepala berat (sering

digambarkan sebagai "terburuk yang pernah ada atau yang tidak pernah dirasakan

selama ini"), dengan mual, muntah, sakit leher, fotofobia, dan kehilangan

kesadaran.4 Penurunan kesadaran berupa somnolen atau koma dapat berlanjut dari

beberapa jam sampai hari karena adanya peningkatan tekanan intrakranial atau

ireversibel pada kasus-kasus yang parah.1

Aneurisma yang berasal dari arteri komunikas anterior dapat menimbulkan

defek medan penglihatan, disfungsi endokrin, atau nyeri kepala di daerah frontal. 3

Hasil pemeriksaan fisik penderita PSA bergantung pada bagian dan lokasi

perdarahan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda rangsangan meningeal yaitu

kaku kuduk pada sebagian besar kasus.6 Aneurisma di daerah persimpangan

antara arteri komunikans posterior dan arteri karotis interna dapat menyebabkan

paresis N. III, yaitu gerak bola mata terbatas, dilatasi pupil, dan/atau deviasi

inferolateral.8 Aneurisma di sinus kavernosus yang luas dapat menyebabkan

paresis N. VI. Pemeriksaan funduskopi dapat memperlihatkan adanya perdarahan

retina atau edema papil karena peningkatan tekanan intrakranial.9

5
Beberapa parameter kuantitatif untuk memprediksi outcome dapat

dijadikan panduan intervensi maupun untuk menjelaskan prognosis,1 Tingkat

keparahan SAH secara klinis dinilai dan dinilai baik menggunakan klasifikasi

Hunt dan Hess atau Skala Federasi Dunia Ahli bedah saraf (WFNS). Keuntungan

prognostik satu skala atas yang lain tidak pasti, skala ini memiliki keterbatasan

karena intraobserver dan interobserver variabilitas.5 Nilai tinggi pada skala Hunt

dan Hess merupakan indikasi perburukan.7

Tabel 1. Skala Hunt dan Hess

Skala Gambaran Klinis


0 Tidak terdapat ruptur
1 Nyeri kepala minimal atau asimtomatik,
kaku kuduk ringan
2 Nyeri kepala sedang/berat, kaku kuduk,
tidak ada defisit neurologis, kecuali parese
nervi kranialis
3 Mengantuk, bingung, defi sit neurologis
fokal sedang
4 Stupor, hemiparesis sedang/ berat, mungkin
terjadi rigiditas deserebrasi dini
5 Koma dalam, rigiditas deserebrasi,
munculnya tanda-tanda end state

Selain skala Hunt and Huss diatas, Skala Fisher juga biasa digunakan

untuk mengklasifikasikan perdarahan subaraknoid berdasarkan munculnya darah

di kepala pada pemeriksaan CT scan, penilaian ini hanya berdasarkan gambaran

radiologik.7 Pasien dengan skor Skala Fisher 3 atau 4 mempunyai risiko luaran

klinis yang lebih buruk.

Tabel 2. Skala Fisher

Skor Diskripsi adanya darah berdasarkan pemeriksaan


CT scan kepala
1 Tidak terdeteksi adanya darah
2 Deposit darah difus atau lapisan vertikal terdapat
darah ukuran
6
3 Terdapat jendalan dan/atau lapisan vertikal
terdapat darah tebal dengan ukuran >1 mm
4 Terdapat jendalan pada intraserebral atau
intraventrikuler secara difus atau tidak ada darah
2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Pencitraan

Pemeriksaan computed tomography (CT) non kontras merupakan pilihan

utama karena sensitivitasnya tinggi dan bisa menentukan lokasi

perdarahan. Pada CT Scan ditemukan adanya perdarahan di ruang

subarachnoid dan intraventrikel.1 Sensitivitasnya mendekati 85% jika

dilakukan dalam 8 jam pertama setelah serangan, dan 100% di 12 jam

pertana, tetapi akan turun 50% pada 1 minggu setelah serangan.10 Apabila

hasil CT-Scan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda PSA pada pasien

yang secara klinis dicurigai PSA maka tindakan pungsi lumbal untuk

analisis cairan cerebrospinal sangat direkomendasikan.11

2. Pungsi Lumbal

Pemeriksaan pungsi lumbal sangat penting untuk menyingkirkan diagnosis

banding. Pada lumbal punksi terdapat tekanan yang meningkat dan cairan

serebro spinal yang berdarah.1 Beberapa temuan pungsi lumbal yang

mendukung diagnosis perdarahan subaraknoid adalah adanya eritrosit,

peningkatan tekanan saat pembukaan, dan/ atau xantokromia. Jumlah

eritrosit meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL akan

menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/ mL. Xantokromia adalah warna

7
kuning yang memperlihatkan adanya degradasi produk eritrosit, terutama

oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal.

3. Angiografi

Untuk memastikan adanya gambaran aneurisma pada pasien PSA,

pemeriksaan angiografi serebral sebaiknya dilakukan . Namun, apabila

tindakan angiografi konvensional tidak dapat dilakukan maka pemeriksaan

MRA atau CT angiografi perlu dipertimbangkan.11 Digital-subtraction

cerebral angiography merupakan gold standart untuk mendeteksi

aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena

non-invasif serta sensitivitas dan spesifi sitasnya lebih tinggi.12

2.7 Penatalaksanaan

1. Manajemen umum

Tatalaksana pasien PSA derajat I atau II berdasarkan Hunt & Hess (H&H) :

 Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin

 Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 300dan nyaman,

bila perlu berikan O2 2-3 L/menit

 Hati-hati dalam pemakaian sedatif (kesulitan dalam penilaian tingkat

kesadaran).

 Pasang infus diruang gawat darurat, usahakan euvolemia dan

monitor ketat sistem kardiopulmoner dan kelainan neurologi yang

timbul

Pasien PSA derajat III, IV atau V berdasarkan H&H

8
 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protokol pasien

diruang gawat darurat

 Perawatan sebaiknya dilakukan diruang intensif atau semiintensif

 Untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalan napas yang adekuat

perlu dipertimbangkan intubasi endotrakheal dengan hati-hati

terutama apabila didapatkan tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial

 Hindari pemakaian obat-obatan sedatif yang berlebihan karena akan

menyulitkan penialaian status neurologi 11

2. Manajemen khusus PSA11,12

 Kontrol Tekanan darah, berkisar tekanan sistolik 140-160 mmHg.

 Terapi antifibrinolitik (epsilon-aminocaproic acid: loading 1 g IV

kemudian dilanjutkan 1 g setiap 6 jam sampai aneurisma tertutup

atau biasanya disarankan 72 jam) untuk mencegah perdarahan

ulang.

 Pemberian nimodipin untuk pencegahan dan terapi defisit neurologik

 Tindakan operasi

2.8 Komplikasi

1. Vasospasme

2. Perdarahan ulang

3. Hidrosefalus

4. Hiponatremia

5. Hiperglikemia

6. Epilepsi6

9
2.9 Prognosis

Sekitar 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Tingkat

mortalitas pada tahun pertama 60%. Apabila tidak ada komplikasi dalam 5 tahun

70%. Penyebab utama kematian penderita yang bertahan hidup selama 6 bulan

adalah perdarahan ulang.3

10
BAB 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. EH

Umur : 61 tahun

Alamat : Jl. RA Kartini RT 10 Tanah Hitam, Padangpun

No. MR : 960171

Pekerjaan : Wiraswasta

ANAMNESIS

Seorang pasien laki-laki berusia 61 tahun dirawat di Bangsal Saraf RSUP


Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 27 Oktober 2016 dengan:

Keluhan Utama :

Penurunan kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang :

 Penurunan kesadaran sejak ± 8 jam sebelum masuk rumah sakit.


Penurunan kesadaran terjadi tiba-tiba. Pasien ditemukan tidak sadar,
pasien tidak menyahut dan tidak membuka mata saat dipanggil keluarga.
 Tampak anggota gerak kanan kurang aktif bergerak dibandingkan yang
kiri.
 Muntah (+) 1 kali berwarna kecoklatan
 Nyeri kepala saat onset tidak diketahui
 Kejang (-)
 Demam (-)

Riwayat Penyakit Dahulu :

11
 Pasien memiliki riwayat stroke 3 bulan yang lalu dengan kelemahan
anggota gerak kanan. Saat itu pasien tidak dirawat.
 Riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dengan tekanan darah paling
tinggi 180 mmHg. Pasien kontrol tidak terartur.
 Riwayat penyakit jantung dan diabetes tidak ada.

Riwayat penyakit Keluarga :

 Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan
pasien.
 Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat hipertensi, DM, stroke,
dan penyakit jantung lainnya.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, dan kebiasaan :

 Pasien tidak bekerja.


 Riwayat merokok ada, 2 bungkus/hari selama 40 tahun, IB berat.

PEMERIKSAAN FISIK
Umum

Keadaan umum : Berat

Kesadaran : Soporos (GCS 6 = E2 M2 V2)

Nadi/ irama : 96 x/menit

Pernafasan : 24 x/menit

Tekanan darah : 190/100 mmHg

Suhu : 36,7oC

Kulit dan kuku : pucat (-), sianosis (-)

Mata : Pupil anisokor, diameter 3mm/4mm, reflek cahaya +/+

menurun, reflex kornea +/+

Kelenjar getah bening

12
Leher : tidak teraba pembesaran KGB

Aksila : tidak teraba pembesaran KGB

Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB

Leher : JVP 5-2 cm H2O

Torak

Paru

Inspeksi : simetris kiri dan kanan

Palpasi : fremitus sukar dinilai

Perkusi : sonor

Auskultasi : bronkovesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tak terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama teratur, bising tidak terdengar

Abdomen

Inspeksi : perut tidak tampak membuncit

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) Normal

Korpus vertebrae

Inspeksi : tidak terdapat kelainan

Palpasi : tidak terdapat kelainan

13
Status neurologikus

1. Kesadaran : Soporos (GCS 6 = E2 M2 V2)

2. Tanda rangsangan meningeal

 Kaku kuduk : (+)

 Brudzinsky I : (-)

 Brudzinsky II : (-)

 Tanda Kernig : (-)

3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial:

 Pupil anisokhor (+)

 Papil edem (-)

 Cushing sign (-)

4. Pemeriksaan nervus kranialis

N. I (Olfaktorius) sukar dinilai

Penciuman Kanan Kiri


Subjektif Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Objektif (dengan bahan) Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. II (Optikus)

Penglihatan Kanan Kiri


Tajam Penglihatan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Lapangan Pandang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Melihat warna Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Funduskopi Funduskopi K

N. III (Okulomotorius) doll’s eye bergerak

14
Kanan Kiri
Bola mata Bulat Bulat
Ptosis - -
Gerakan bulbus

Strabismus - -
Nistagmus -

Ekso/endotalmus - -
Pupil
 Bentuk Bulat Bulat
 Refleks cahaya + +
 Refleks akomodasi
 Refleks konvergensi

N. IV (Trochlearis)

Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Doll Eye Movement Doll Eye Movement
bergerak bergerak
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. VI (Abdusen)

Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Doll Eye Movement Doll Eye Movement
bergerak bergerak

Sikap bulbus Ortho Ortho


Diplopia Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Menggerakan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai


rahang
Menggigit Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Mengunyah Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Sensorik
-Divisi Oftlamika

15
Refleks Kornea Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Sensibilitas Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

-Divisi Maksila
Refleks Masseter
Sensibilitas Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

-Divisi Mandibula
Sensibilitas Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. VII (Fasialis)

Kanan Kiri
Raut wajah Plica nasolabialis kanan lebih datar
Sekresi air mata Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Fissura palpebra Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Menggerakkan dahi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Menutup mata Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Mencibir/ bersiul Tidak dapat dinilai


Memperlihatkan gigi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Hiperakusis Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. VIII (Vestibularis) tes occuloauditorik (+)

Kanan Kiri
Suara berbisik Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Detik Arloji Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Rinne test Tidak diperiksa Tidak diperiksa


Webber test Tidak diperiksa
Scwabach test Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Memanjang Tidak diperiksa
 Memendek Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Nistagmus
 Pendular (-) (-)
 Vertical
 Siklikal
Pengaruh posisi kepala (-) (-)

16
N. IX (Glossopharyngeus)

Kanan Kiri
Sensasi Lidah 1/3 belakang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Refleks muntah (gag refleks) (+) (+)

N. X (Vagus)

Kanan Kiri
Arkus faring Tidak dapat dinilai
Uvula Tidak dapat dinilai
Menelan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Artikulasi Tidak dapat dinilai
Suara Tidak dapat dinilai
Nadi Teratur

N. XI (Asesorius)

Kanan Kiri
Menoleh kekanan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Menoleh kekiri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Mengangkat bahu kanan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Mengangkat bahu kiri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. XII (Hipoglosus)

Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Simetris
Kedudukan lidah dijulurkan Tidak dapat dinilai
Tremor (-) (-)
Fasikulasi (-) (-)
Atropi (-) (-)

5. Pemeriksaan koordinasi sukar dinilai

Cara Berjalan Tidak dapat Disatria Tidak dapat


dinilai dinilai
Romberg test Tidak dapat Disgrafia Tidak dapat
dinilai dinilai
Ataksia Tidak dapat Supinasi-Pronasi Tidak dapat
dinilai dinilai
Rebound Phenomen Tidak dapat Tes Jari Hidung Tidak dapat
dinilai dinilai
Tes Tumit Lutut Tidak dapat Tes Hidung Jari Tidak dapat

17
dinilai dinilai

6. Pemeriksaan fungsi motorik tes jatuh lateralisasi ke kanan

A. Badan Respirasi Tidak dapat dinilai


Duduk Tidak dapat dinilai
B.Berdiri dan Gerakan spontan Tidak dapat Tidak dapat
berjalan dinilai dinilai
Tremor Tidak dapat Tidak dapat
dinilai dinilai
Atetosis Tidak dapat Tidak dapat
dinilai dinilai
Mioklonik Tidak dapat Tidak dapat
dinilai dinilai
Khorea Tidak dapat Tidak dapat
dinilai dinilai
C.Ekstermitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif dengan Aktif
dengan dengan rangsangan dengan
rangsangan rangsangan nyeri rangsangan
nyeri nyeri nyeri
Kekuatan
Tropi Eutropi Eutropi Eutropi Eutropi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus eutonus
Tes jatuh Lateralisasi ke kanan

7. Pemeriksaan sensibilitas

Sensibilitas taktil Tidak dapat dinilai


Sensibilitas nyeri Tidak dapat dinilai
Sensibilitas termis Tidak dapat dinilai
Sensibilitas kortikal Tidak dapat dinilai
Stereognosis Tidak dapat dinilai
Pengenalan 2 titik Tidak dapat dinilai
Pengenalan rabaan Tidak dapat dinilai

8. Sistem refleks

A. Fisiologis Kana Kiri Kana Kiri


n n
Kornea (+) (+) Biseps (++) (++)
Berbangkis Triseps (++) (++)

18
Laring KPR (++) (++)
Masseter APR (++) (++)
Dinding Perut Bulbokavernosa
 Atas Creamaster
 Tengah Sfingter
 Bawah
B. Patologis Kana Kiri Kana Kiri
n n
Lengan Tungkai

Hofmann Tromner (-) (-) Babinski (-) (-)

Chaddoks (-) (-)


Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha
Klonus kaki

9. Fungsi otonom

- Miksi : uninhibited bladder (+)

- Defekasi : tidak terganggu

- Sekresi keringat: tidak terganggu

Pemeriksaan Laboratorium

# Rutin : Hb 16,0 g/dl

Leukosit 25.240 /mm3

Ht 48%

Trombosit 315.000/mm3

#Kimia Klinik : Ur/Cr 75/3,2

GDS 108 g/dl

Na/K/Cl 146/5,9/113

Rencana Pemeriksaan Tambahan:

EKG

19
Brain CT Scan

Algoritma Stroke Gajah Mada:

Penurunan kesadaran (+)

Nyeri kepala (-)

Babinski (+)

Kesan: Stroke hemoragik

Siriraj Stroke Score:

(2,5 x 2) + (2 x 1) + (2 x 0) + (0,1 x 100) – 3(0) – 12= 2

Kesan : Stroke Hemoragik

Working Diagnosis :

Perdarahan Subaraknoid

Pemeriksaan Penunjang :

20
1. Brain CT-scan tanpa kontras: tampak lesi hiperdens yang mengisi ruang

intersulci, disertai dengan lesi hipodens di temporo parietal sinistra yang

warnanya menyerupai LCS, midline shift (-), sistem ventrikel tidak

melebar, pons, CPA, Serebellum tidak tampak kelainan.

Kesan : Perdarahan subaraknoid.

2. EKG : Irama sinus, HR 96x/menit, ST elevasi (-), ST depresi (-),

S V1+ R V5 > 35. Kesan: LVH

Diagnosis :

 Diagnosis Klinis : Perdarahan Subarachnoid Grade V


 Diagnosis Topik : Ruang Subarachnoid
 Diagnosis Etiologis : Ruptur aneurisma
 Diagnosis Sekunder : Hipertensi emergency

21
Stress Ulcer

Terapi :

Umum

 Elevasi kepala 300


 O2 10 L/menit
 IVFD Asering : triofusin : panamin g = 1:2:1, 6 jam/kolf
 NGT: Dialirkan
 Folley Catheter : Monitor balance cairan
Khusus
 Manitol 20%
 Inj As Traneksamat 4x1 gr
 Flumucil 2x1
 Paracetamol 4x750 mg (po)
 Cefoperazon 2x1 gr (i.v)
 Lansoprazole 2x30 mg (i.v)

Prognosis :
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad sanam : Dubia ad malam
Quo ad fungsionam : Dubia ad malam

FOLLOW UP

27-10-2016

S/ Penurunan kesadaran sejak 8 jam SMRS. Lemah anggota gerak kanan,


demam (+), Batuk (+)

O/ KU Kes TD Nd Nf T

22
Berat Soporos 190/100 mmHg 142x/i’ 46x/i’ 370C

Status Internus: Paru: Bronkovesikuler, Rh +/+, Wh -/-

Status Neurologi:

GCS 6 (E2 M2 V2)

Pupil anisokhor, diameter 3mm/4mm, Reflek cahaya +/+ menurun, Reflex


kornea +/+

TRM (-)  TIK (+)

Motorik : Lateralisasi ke kanan

Sensorik : Rangsangan nyeri (+)

Otonom : Miksi (dengan kateter)

A/ Perdarahan Subaracnoid Grade V

Hipertensi Emergency

Stress Ulcer

P/ Umum :

Umum

 Elevasi kepala 300


 O2 10 L/menit
 IVFD Asering : triofusin : panamin g = 1:2:1, 6 jam/kolf
 NGT: Dialirkan
 Folley Catheter : Monitor balance cairan
Khusus
 Manitol 20%
 Inj As Traneksamat 4x1 gr
 Flumucil 2x1
 Paracetamol 4x750 mg (po)

23
 Cefoperazon 2x1 gr (i.v)
 Lansoprazole 2x30 mg (i.v)

28-10-2016 07.00

S/ Penurunan kesadaran, lemah anggota gerak kanan, demam (+), Batuk (+)

O/ KU Kes TD Nd Nfs T

Berat Soporos 120/80 mmHg 82x/1’ 20x/1’ 36,70C

Status Internus: Paru: Bronkovesikuler, Rh +/+, Wh -/-

Status Neurologi:

GCS 6 (E1 M4 V1)

Pupil anisokhor, diameter 3mm/4mm, Reflek cahaya +/+ menurun, Reflex


kornea +/+

TRM (-)  TIK (+)

Motorik : Lateralisasi ke kanan

Sensorik : Ragsangan nyeri (+)

Otonom : Miksi (dengan kateter)

A/ Perdarahan Subaracnoid Grade V

Hipertensi Emergency

Stress Ulcer

P/

Umum

 Elevasi kepala 300


 O2 10 L/menit
 IVFD Asering : triofusin : panamin g = 1:2:1, 6 jam/kolf

24
 NGT: Dialirkan
 Folley Catheter : Monitor balance cairan
Khusus
 Manitol 20%
 Inj As Traneksamat 4x1 gr
 Flumucil 2x1
 Paracetamol 4x750 mg (po)
 Cefoperazon 2x1 gr (i.v)
 Lansoprazole 2x30 mg (i.v)

28-10-2016 20.00

S/ Penurunan kesadaran, sesak (+), demam

O/ KU Kes TD Nd Nfs T

Berat Soporos 100/p 112x/1’ 30x/1’ 390C

Status Internus: Paru: Bronkovesikuler, Rh +/+, Wh -/-

Status Neurologi:

GCS 6 (E2 M2 V2)

Pupil anisokhor, diameter 3mm/4mm, Reflek cahaya +/+ menurun, Reflex


kornea +/+

TRM (-)  TIK (+)

Motorik : Lateralisasi ke kanan

Sensorik : Rangsangan nyeri (+)

Otonom : Miksi (dengan kateter)

A/ Perdarahan Subaracnoid Grade V

Sepsis ec bronkopneumonia

25
Syok sepsis

P/ Umum

 Guyur NaCl 0,9 % 1 kolf


 Pasang drip vascon
 Terapi lain lanjut
 KI/15 menit
 Rencana konsul bagian penyakit dalam

29-10-2016 07.15

S/ Henti napas, henti jantung

O/ KU Kes TD Nd Nfs T

Buruk Koma Tidak teraba Tidak terasa Apneu 360C

Pupil dilatasi maksimal, Reflek cahaya -/-, Reflex kornea -/-

A/ Cardiac Arrest

P/ Begging 12 x/i

EKG Flat

Pasien dinyatakan meninggal pukul 07.20 dihadapan, keluarga, perawat, dan


dokter muda.

26
BAB 4

DISKUSI

Telah dilakukan pemeriksaan pada seorang pasien laki-laki usia 61 tahun

di IGD RS Dr. Djamil Padang dengan diagnosis perdarahan subaraknoid.

Diagnosis perdarahan subaraknoid ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien

mengalami penurunan kesadaran sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit,

penurunan kesadaran terjadi tiba-tiba dan pasien ditemukan keluarga dalam

keadaan tidak sadarkan diri, pasien tidak menyahut dan membuka mata saat

dipanggil keluarga. Nyeri kepala saat onset tidak diketahui, pasien muntah

sebanyak 1 x berwarna kecoklatan. Tampak kelemahan anggota gerak kanan dan

kejang tidak ada.

Dari pemeriksaan fisik umum didapatkan kesadaran soporos, GCS 6

(E2M2V2), tekanan darah 190/100 mmHg (Hipertensi stage II), status internus paru

bronkovesikuler rh +/+, wh -/-. Pada pemeriksaan tanda rangsangan meningeal

kaku kuduk positif, dan terdapat pupil anisokor dengan diameter 3mm/4mm.

Berdasarkan Algoritma Skor Gajah Mada ditemukan penurunan kesadaran (+),

nyeri kepala (-), dan reflek babinsky (+), sehingga didapatkan kesan stroke

hemoragik. Berdasarkan Siriraj Stroke Score diperoleh nilai 2 yang juga memberi

kesan stroke hemoragik. .

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium dengan kesan leukositosis,

hipernatremia, hiperkalemia. Brain CT-scan tanpa kontras: tampak lesi hiperdens

yang mengisi ruang intersulci yang memberi kesan perdarahan subaraknoid.

27
Pengobatan pada pasien ini adalah asam traneksamat diberikan sebagai

anti platelet, flumucil merupakan obat yang mengandung N-Acetyicystein yang

termasuk agen mukolitik yang berfunsi untuk mengencerkan dahak. Pemberian

paracetamol merupakan terapi simtomatik untuk menurunkan demam pada pasien.

Cefaperazon yang merupakan golongan sefalosporin diberikan sebagai antibiotik,

dan lansoprazole termasuk obat Proton Pump Inhibitor yang mengatasi gangguan

pada sistem pencernaan akibat produksi asam lambung yang berlebih.

28
BAB 5

KESIMPULAN

Perdarahan subaraknoid (PSA) atau dikenal juga dengan Subarachnoid

hemorrhage (SAH) adalah suatu sindroma klinis yang muncul akibat dari

terjadinya perdarahan ke ruang subarachnoid yang bisa terjadi spontan atau

sekunder akibat trauma. Perdarahan subarachnoid adalah adanya darah dalam

ruang subarachnoid, yang dibatasi oleh arachnoid dan piamater, yang disebabkan

oleh pecahnya baik aneurisma, arterio-vena malformasi, hipertensi atau sebab

yang tidak diketahui.

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Skala Hunt dan Hess dapat digunakan sebagai parameter kuantitatif

dalam memprediksi outcome yang dapat dijadikan panduan intervensi maupun

untuk menjelaskan prognosis. Skala Fisher juga biasa digunakan untuk

mengklasifikasikan perdarahan subaraknoid berdasarkan munculnya darah di

kepala pada pemeriksaan CT scan, penilaian ini hanya berdasarkan gambaran

radiologik. Pasien dengan skor Skala Fisher 3 atau 4 mempunyai risiko luaran

klinis yang lebih buruk.

Manajemen penatalaksanaan dari perdarahan subaraknoid terdiri dari

manajemen umum dan manajemen khusus. Banyak komplikasi yang ditimbulkan

akibat perdarahan subaraknoid ini, diantaranya vasospasme, perdarahan ulang,

hidrosefalus,hiponatremia,hiperglikemi,epilepsi.

29
0
DAFTAR PUSTAKA

1. A Basjiruddin, Amir D. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf (Neurologi).


Universitas Andalas. 2008: p182-84
2. Rashid AB, Afzalwani M, Kirmani AR. Subarachnoid hemorrhage in
Kashmir: Causes, risk factors, and outcome. Available from : URL;
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3277072/. Diunduh pada 6
November 2016.
3. Alfa AY, Soedomo A, Toyo AR, Aliah A, Limoa A, et al. Gangguan
Peredaran Darah Otak (GPDO) Dalam Harsono ed. Buku Ajar Neurologi
Klinis. Edisi 1. Yogyakarta: Gadjah Madya University Press; 2009. hal. 59-
107
4. Harsono. The Characteristic of Subarachnoid Hemorrage. Maj Kedokt
Indon, Vol 59, No 1, Januari 2009: p20-26
5. Souza SD. Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage. [online] Juni 11, 2015.
Available from : URL; www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4463029/.
Diunduh pada 6 November 2016.
6. Setyopranoto, Ismail. Penatalaksanaan Subarakhnoid; 2012;CDK-199 vol.
39 no.11
7. Mahmudah R. Left Hemiparesis ec Hemoragic Stroke. Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung Vol 2, No 4. 2014: p70-79
8. Lombardo MC. Penyakit Serebrovaskular dan Nyeri Kepala Dalam: Price
SA eds. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 4th ed. Jakarta:
EGC; 2008. p. 961-79
9. Rasmussen PA, Mayberg MR. Defining the natural history of unruptured
aneurysms. Stroke. 2004;35:232-3.
10. Cavanagh SJ, Gordon VL. Grading scales used in the management of
aneurysmal subarachnoid hemorrhage: A critical review. J Neurosci Nurs.
2002;34:288-95
11. PERDOSSI. Guideline Stroke Tahun 2011. Bagian Ilmu Penyakit Saraf
RSUD Ahcmad Mochtar. Pekanbaru. 2011: p83-86
12. Mangastuti RS, Bisri DY, Oetoro BJ, Chasnak SS. Penatalaksanaan
Anestesi Subarachnoid Hemoragik pada Ibu Hamil. JNI 2016;5(1): 57–67

0
2. Ostbye T, Levy AR, Mayo NE. Hospitalization and case fatality rates for
subarachnoid hemorrhage in Canada from 1982 through 1991. The Canadian
Collaborative Study Group of Stroke Hospitalizations. Stroke. 1997;28:793-8.
3. Suarez JI, Tarr RW, Selman WR. Aneurysmal subarachnoid hemorrhage. N
Engl J Med. 2006;354:387-96.
4. Broderick JP, Viscoli CM, Brott T, Kernan WN, Brass LM, Feldmann E, et al.
Major risk factors for aneurysmal subarachnoid hemorrhage in the young are
modifi able. Stroke. 2003;34:1375- 81.
5. Anderson C, Ni Mhurchu C, Scott D, Bennett D, Jamrozik K, Hankey G.
Triggers of subarachnoid hemorrhage: Role of physical exertion, smoking, and
alcohol in the Australasian Cooperative Research on Subarachnoid Hemorrhage
Study (ACROSS). Stroke. 2003;34:1771-6.
6. Rinkel GJ. Intracranial aneurysm screening: Indications and advice for practice.
Lancet Neurol. 2005;4:122-8.
7. Cavanagh SJ, Gordon VL. Grading scales used in the management of
aneurysmal subarachnoid hemorrhage: A critical review. J Neurosci Nurs.
2002;34:288-95.
8. Tofteland ND, Salyers WJ. Subarachnoid hemorrhage. Hosp Phys. 2007;31-41

Anda mungkin juga menyukai