Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang


Tubuh kita terdiri dari sel-sel yang bisa tumbuh dan tanpa terkontrol dan membentuk suatu
gumpalan. Bila pada suatu tempat tubuh kita terdapat sel-sel yang berlebihan, maka akan
terjadi benjolan atau tumor. Tumor ada yang bersifat jinak dan ganas. Tumur jinak inilah yang
dinamakan keloid dan keratosis seboroik (Dianandra, 2009).
Keloid adalah kelainan kulit yang terjadi akibat depisisi kolagen secara berlebihan selama
proses proliferasi penyembuhan luka. Deposisi kolagen terus terjadi karena sintesis kolagen
jauh lebih hebat dibandingkan degradasinya, sehingga keloid dapat dikatakan sebagai tumor
jinak (Sjamsuhidajat & De jong, 2011).
Jumlah penderita keloid di Dunia semakin bertambah banyak, insiden keloid pada seluruh
populasi diperkirakan 3%-16%. Semua ras dapat terkena, ditemukan 65% pada yang berkulit
hitam dan individu bergolongan darah A lebih rentan terhadap terbentuknya keloid. 50%
masyarakat Cina dan Polinesia lebih sering menderita keloid, sedangkan orang india dan
Malaysia hanya sekitar 30%, tetapi insiden tertinggi dari semua ras adalah ras asli sahara,
Afrika bisa mencapai 75% terkena keloid. Sehingga suku Afrika dianggap memiliki
predisposisi terhadap terjadinya keloid.
Di indonesia insiden adanya keloid belum diketahui pasti, namun dilihat dari data-data
yang terdapat dalam beberapa rumah sakit diperkirakan insiden keloid di indonesia sekitar
50%. Keloid itu hanya bisa terjadi pada manusia saja. Meskipun keloid dapat terjadi pada
semua golongan umur, tetapi yang sering terjadi adalah pada usia 10-30 tahun dan jarang
terjadi pada bayi baru lahir. Meskipun kedua jenis kelamin dapat terkena keloid, namun
prevalensi perempuan lebih banyak yang datang untuk mengobati keloidnya, terutama bila
keloid ada diwajah serta tingginya frekuwensi ini dihubungkan dengan tindik telinga.
Secara global atau internasional, keratosis seboreik merupakan tumor jinak pada kulit
yang paling banyak diantara populasi di Amerika Serikat. Angka frekuensi untuk munculnya
keratosis seboreik terlihat meningkat seiring dengan peningkatan usia.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.    Definisi
Keloid adalah pembentukan jaringan parut di kulit yang melebihi cedera awalnya akibat
trauma, cedera atau luka tusuk. (Corwin J. Elizabeth,2009). Keloid adalah jaringan parut yang
luas karena hiperaktif proses penyembuhan. (Sabiston,1995) Jadi, Keloid adalah jaringan
parut dikulit yang luas karena hiperaktif proses penyembuhan.

B.     Etiologi
Penyebab pasti keloid masih belum diketahui pasti, ada yang menduga faktor keturunan
dan ras. Ada yang menduga trauma dan proses peradangan pada dermis merupakan faktor
terpenting dalam menimbulkan keloid. Keloid dapat timbul setelah trauma pada kulit antara
lain : gigitan serangga, tato, paska vaksinasi, trauma tumpul, luka bakar, luka tusuk dan
pembedahan. Bahkan kehamilan dapat menstimulasi perkembangan keloid. Penyakit inflamasi
seperti folikulitis, infeksi varicellazooster dan herpes simpleks atau oklusi folikular pada
hidradenitissupuratif, aknekistik dapat juga membentuk skar hipertrofi maupun keloid. Keloid
biasanya terbentuk 2-4 minggu atau lebih dari 1 tahun setelah trauma.

C.     Patofisiologi
Keloid dapat dijelaskan sebagai suatu variasi dari penyembuhan luka. Pada suatu luka,
proses anabolik dan katabolik mencapai keseimbangan selama kurang lebih 6-8 minggu
setelah suatu trauma. Pada stadium ini, kekuatan luka kurang lebih 30-40% dibandingkan kulit
sehat. Seiring dengan maturnya jaringan parut (skar), kekuatan meregang dari skar juga
bertambah sebagai akibat pertautan yang progresif dari serat kolagen. Pada saat itu, skar akan
nampak hiperemis dan mungkin menebal, tepi penebalan ini akan berkurang secara bertahap
selama beberapa bulan sampai menjadi datar, putih, lemas, dapat diregangkan sebagai suatu
skar yang matur. Jika terjadi ketidakseimbangan antara fase anabolik dan katabolik dari proses
penyembuhan, lebih banyak kolagen yang diproduksi dari yang dikeluarkan, dan skar
bertumbuh dari segala arah. Skar sampai diatas permukaan kulit dan menjadi hiperemis.
Skar yang meluas ini akan timbul sebagai keloid dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain : semua rangsang fibroplasia yang berkelanjutan (infeksi kronik, benda asing dalam
luka, tidak ada regangan setempat waktu penyembuhan, regangan berlebihan pada pertautan
luka), usia pertumbuhan, bakat, ras dan lokasi.

D.    Pathway
Luka

Proses penyembuhan

Maturnya jaringan parut

Kekuatan meregang dari scar yang berlebihan

Pertautan yang proyektif dari serat kolagen

Skar Hiperemis

Gangguan citra tubuh Keloid Menebal dan meluas rangsangan fibroplaasia

Nyeri Infeksi Kronik

E.     Manifestasi Klinis


Lesi berupa papul, nodul, tumor dari kenyal sampai keras, tidak teratur, berbatas tegas,
menebal, padat, berwarna coklat, merah muda dan merah. Lesi yang masih awal biasanya
kenyal, permukaannya licin, kadang dikelilingi halo eritematosa dan mungkin juga terdapat
teleangiektasis, lesi dapat disertai rasa gatal dan sakit. Gambaran selanjutnya dapat
memanjang seperti cakar “claw” kadang-kadang dapat terjadi ulserasi serta bisa terbentuk
sinus didalamnya. Sedangkan pada lesi yang lanjut biasanya sudah mengeras,
hiperpigmentasi, dan asimptomatik.
F.      Pemeriksaan Diagnostik
Pada keloid tidak perlu melakukan pemeriksaan darah. Tetapi cukup melakukan biopsi.

G.    Penatalaksanaan Medis


Berbagai cara pengobatan dapat dilakukan untuk meratakan tonjolan keloid antara lain :
1.      Injeksi Kortikosteroid (Triamcinolone acetonide) Intralesi, yaitu injeksi langsung pada
permukaan keloid
2.      Pembedahan.
3.      Penekanan. Yakni penekanan denganbahan berpori-pori sepanjang hari selama 12-24 bulan.
Dapat juga menggunakan plester haelan (mengandung flurandrenolone).
4.      Bedah Beku (cryotherapy) menggunakan nitrogen cair. Lebih efektif jika dikombinasi dengan
injeksi kortikosteroid inralesi.
5.      Laser. Merupakan metode yang banyak dilakukan karena tidak merusak jaringan di sekitar

H.    Komplikasi
1.      Trauma keloid dapat menyebabkan erosi lesi dan menjadi sarang infeksi bakteri
2.      Rekurensi
3.      Stress psikologik jika keloid sangat luas dan menimbulkan cacat
BAB III
TINJAUAN KASUS
                   3.1     Pengkajian
A.    Identitas Pasien
Nama : Ny.T                 
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal masuk : 29 April 2016
Usia : 35 tahun
Status perkawinan : Menikah            
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Bengkah, Demangan, Sambi, Boyolali
Agama                         : Islam                  
Pekerjaan                : Ibu Rumah Tangga 
Pendidikan        : SMA
B.     Penanggung Jawab
Nama : Tn.T
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status Pendidikan : Menikah
Alamat : Bengkah, Demangan, Sambi, Boyolali
Hubungan dengan klien : Suami Klien
C.     Riwayat Keperawatan Sekarang
1.      Keluhan utama
Terdapat benjolan pada perut
2.      Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan sejak 5 tahun yang lalu, terdapat bekas luka jahit yang semakin lama
semakin membesar. Klien mengatakan tidak ada nyeri, klien mengatakan rasa gatal yang
hebat pada bekas luka jahitnya. Saat rasa gatal muncul klien hanya mengobati dengan
kompres hangat, karena menurut klien air hangat dapat mengurangi rasa gatalnya. Semakin
lama karena benjolan semakin membesar klien mengatakan sangat cemas. Klien mengatakan
sangat sering merasa gatal jika terkena keringat. Rasa gatal hanya terlokasi di daerah perut dan
tidak menjalar. Raasa gatal yang dirasakan sangat hebat hingga kulit sekitar benjolan
memerah. Gatal timbul secara bertahap, dan berlangsung lama jika tidak dikompres.
3.      Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan saat melahirkan 2x operasi caecar.
D.    Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan, kulit ayah dan ibu klien sangat sensitif terhadap alergen
E.     Kebutuhan Dasar Pola Fungsi Gordon
1.      Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan :
Selama ini apabila pasien sakit atau ada anggota keluarga yang sakit maka akan periksa ke
dokter ataupun di bawa ke rumah sakit.
2.      Pola Nutrisi metabolik :
Saat ini klien mendapatkan diet TIM, klien mengatakan klien susah makan sejak sebelum
sakit biasanya hanya makan pagi dan sore saja dan paling hanya 5-7 sendok makan, pada saat
dikaji klien mengatakan klien makan hanya 1-3 sendok.
3.      Pola eliminasi :
Sebelum sakit klien biasanya BAB 1x /hari BAK: 4-6x/hari
Pada saat dikaji klien belum BAB dan BAK : 5 x/hari
4.      Pola tidur dan istirahat :
Sebelum sakit klien tidur sekitar pukul 21.30 s.d 04.00, tidur siang 1x  dengan konsistensi 1
jam , pada saat sakit klien tidur sekitar jam 22.30  sampai jam 04.00 dan tidak tidur siang.
5.      Pola aktivitas dan latihan :
Sebelum sakit klien tidak ada keluhan dalam aktifitasnya, dan saak sakit juga klien tidak ada
keluhan dalam aktivitasnya
6.      Pola persepsi kognitif:
Tidak ada keluhan tentang penglihatan, penciuman, pendengaran dan perabaan, klien 
berumur 35 tahun kemampuan kognitifnya baik.
7.      Pola persepsi dan konsep diri :
klien mengatakan ingin cepat sembuh dan kembali pulang ke rumah.
8.      Pola peran hubungan dengan sesama :
Hubungan dengan keluarga, dengan orang lain dan perawat baik.
9.      Pola reproduksi dan seksualitas :
Klien berjenis kelamin perempuan usia 35 tahun, mempunyai anak 2
10.  Pola nilai dan kepercayaan :
Tidak ada nilai-nilai keluarga yang bertentangan dengan kesehatan.
F.      Pemeriksaan Fisik
1.      Keadaan umum : Compos mentis.
2.      Tanda – tanda vital
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Suhu : 370 C
Respirasi : 22 x/menit
Nadi : 88 x/menit
3.      Pemeriksaan fisik :
a.       Kepala :
Warna rambut hitam, lurus, tersisir rapi dan bersih.
b.      Mata :
Simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, Pupil normal berbentuk bulat, dan
reflek cahaya langsung.
c.       Hidung :
Tidak ada polip, rongga hidung bersih, tidak ada cuping hidung
d.      Mulut :
Mulut bersih, tidak berbau, bibir berwarna merah muda, lidah bersih, mukosa kering.
e.       Telinga :
Daun telinga simetris  antara kanan dan kiri, bersih tidak terdapat serumen, fungsi
pendengaran baik.
f.       Leher :
Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid, tidak ditemukan distensi vena jugularis.
g.      Dada :
Inspeksi : Bentuk simetris
Palpasi : Fremitus normal antara sisi kanan dan kiri.
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, tidak terdapat bunyi ronchi
h.      Abdomen :
Inspeksi     : Perutdatar,lemas, terdapat bekas luka jahir dan terdapat benjolan di bekas
luka jahit.
Auskultasi : Peristaltik usus normal 12 x/ menit.
Palpasi      : Tidak ada pembesaran hepar
Perkusi (usus): Timpani
i.        Ekstremitas :
Anggota gerak normal, tonus otot 5
G.    Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS : Nyeri
Luka
klien mengeluh gatal
pada daerah abdomen
DO : Proses penyembuhan
-    klien tampak meringis
-    daerah abdomen
Maturnya jaringan
tampak merah
parut
-    klien tampak perilaku
menjaga atau sikap
melindungi Kekuatan meregang
dari scar yang berlebihan

Pertautan yang
proyektif dari serat
kolagen

Skar Hiperemis

Menebal dan meluas


Keloid

Nyeri

2 DS : Gangguan Citra tubuh


Skar Hiperemis
Klien mengatakan malu
dengan benjolan yang
ada di perut Menebal dan meluas
DO :
        klien terlihat tidak
Keloid
ingin memperlihatkan
lukanya
Gangguan Citra tubuh
        klien terlihat cemas

3.2 Diagnosa Keperawatan


1.      Nyeri akut berhubungan dengan penyebab fisik ditandai dengan adanya lesi
2.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik ditandai dengan penampakan kulit yang
tidak bagus

3.3 Intervensi
1.      Nyeri akut berhubungan dengan penyebab fisik ditandai dengan adanya lesi
Tujuan :
Dalam 2x24 jam diharapkan nyeri yang ditandai rasa gatal hilang. Dengan kriteria hasil :
a.       Mencapai peredaan gangguan rasa nyeri
b.      Mengutarakan dengan kata-kata bahwa gatal telah reda
c.       Memperlihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan
d.      Mematuhi terapi yang diprogramkan
e.       Pertahankan keadekuatan hidraasi dan lubrikasi kulit
f.       Menunjukkan kulit utuh dan penampilan kulit yang sehat
Intervensi :
a.       Temukan penyebab nyeri/gatal
Rasional:  Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan kenyamanan.
b.      Catat hasil observasi secara rinci.
Rasional: Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan untuk diagnosis
dan  pengobatan.
c.       Antisipasi reaksi alergi  (dapatkan riwayat obat).
Rasional: Ruam menyeluruh terutama dengan awaitan yang mendadak dapat menunjukkan
reaksi alergi obat.
d.      Pertahankan kelembaban (+/- 60%), gunakan alat pelembab.
Rasional: Kelembaban yang rendah, kulit akan kehilangan air.
e.       Pertahankan lingkungan dingin.
Rasional: Kesejukan mengurangi gatal.
f.       Gunakan sabun ringan /sabun yang dibuat untuk kulit yang sensitif
Rasional: Upaya ini mencakup tidak adanya detergen, zat pewarna.
g.      Lepaskan kelebihan pakaian/peralatan  di tempat tidur
Rasional: Meningkatkan lingkungan yang sejuk.
h.      Cuci linen tempat tidur dan pakaian dengan sabun.
Rasional: Sabun yang "keras" dapat menimbulkan iritasi.
i.        Hentikan pemajanan berulang terhadap detergen, pembersih dan pelarut.
Rasional: Setiap subtansi yang menghilangkan air, lipid, protein dari epidermis akan
mengubah fungsi barier kulit
j.        Kompres hangat/dingin.
Rasional: Pengisatan air yang bertahap dari kasa akan menyejukkan kulit dan meredakan
pruritus.
k.      Mengatasi kekeringan (serosis).
Rasional: Kulit yang kering meimbulkan dermatitis: redish, gatal.lepuh, eksudat.
l.        Menjaga agar kuku selalu terpangkas (pendek).
Rasional: Mengurangi kerusakan kulit akibat garukan
m.    Menggunakan terapi  topikal.
Rasional: Membantu meredakan gejala.
n.      Membantu klien menerima terapi yang lama.
Rasional: Koping biasanya meningkatkan kenyamanan.
o.      Nasihati klien untuk menghindari pemakaian salep /lotion yang dibeli tanpa resep Dokter.
Rasional: Masalah klien dapat disebabkan oleh  iritasi/sensitif karena pengobatan sendiri
2.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik ditandai dengan penampakan kulit yang
tidak bagus
Tujuan :
Dalam 1x24 jam klien mampu mengataasi ketidaknyamanannya dan mampu mengatasi
kecemasannya. dengan kriteria hasil :
a.       Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
b.      Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
c.       Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
d.      Menggunakan obat topikal dengan tepat.
e.       Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Intervensi :
a.       Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri.
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi
klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
b.      Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta
pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
c.       Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional:  klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
d.      Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan
kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak
perlu  terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
e.       Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
f.       Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional:  membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
3.4  Evidance Based
Dalam jurnal yang berjudul Penggunaan Silicone Gel Sheet pada Keloid dan Jaringan
Parut Hipertrofik didapatkan Penatalaksanaan terhadap keloid dan parut hipertrofik masih
bersifat empiris sebab penyebabnya masih sedikit dimengerti. Terapi terhadap jaringan parut
tersebut diindikasikan jika terdapat gejala, seperti nyeri, parestedan pruritus. Selain itu juga
diindikasikan untuk alasan kosmetik Penggunaan silicone gel sheet merupakan suatu
kemajuan baru dalam penatalaksanaan keloid dan jaringan parut hipertrofik. Silicone gel sheet
tersebut berupa gellike transparent, flexible, inert sheet dengan ketebalan + 3,5 mm yang
digunakan untuk terapi dan pencegahan keloid ataupun jaringan parut hipertrofik. Lapisan
tersebut terbuat dari medical-grade silicone (polimer polydimethylsiloxane) dan diperkuat
dengan silicon membrane backing. Lapisan tersebut dapat melekat dengan mudah pada
jaringan parut atau direkatkan dengan plester. Lapisan dapat dicuci setiap hari dan dipakai
kembali
Silicone gel sheet didesain untuk digunakan pada kulit yang intak. Lapisan membran
tersebut sebaiknya tidak digunakan pada luka terbuka ataupun pada kulit dengan kelainan
dermatologi yang mengintervensi kontinuitas kulit. Idealnya, silicone sheet diaplikasikan pada
stadium awal ketika jaringan parut mulai menunjukkan tanda-tanda ke arah berkembangnya
jaringan parut hipertrofik (kemerahan, membesar). Pasien berisiko tinggi untuk menderita
jaringan parut abnormal, seperti pasien berumur di bawah 40 tahun, riwayat parut hipertrofik
atau keloid sebelumnya, atau kulit gelap dapat dianjurkan untuk menggunakan silicone sheet
segera setelah luka telah menyembuh (setelah pengangkatan jahitan pada luka) Hasil
perbaikan silicone gel sheet tersebut terlihat ketika direkatkan pada keloid atau jaringan parut
hipertrofik selama 12 jam setiap hari, di mana ditemukan perbaikan pada 80% pasien pada
pengamatan setelah 6 bulan. Selain itu, terapi dengan silicone gel sheet juga tidak invasif dan
sederhana sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien
Mekanisme pasti mengenai cara kerja silicone gel sheet belum banyak diketahui. Efek
yang ditimbulkan bukan akibat efek penekanan, aktivitas kimiawi dari silicone, temperatur
ataupun perubahan oksigenasi pada jaringan parut, tetapi mungkin akibat efek peningkatan
hidrasi pada jaringan parut, karena silicone gel sheet memiliki tingkat transmisi uap air yang
cukup baik. Efek hidrasi pada jaringan parut tersebut menjaga homeostasis dari fibroblas pada
keloid dan jaringan parut hipertrofik yang sedang diterapi
BAB IV
PENUTUP
                   4.1     Kesimpulan
Keloid adalah jaringan parut dikulit yang luas karena hiperaktif proses penyembuhan.
Keratosis Seboreik adalah tumor jinak yang berada diatas permukaan kulit dan sering
dijumpai pada orang tua.
Penyebab dari tumor maligna ini belum diketahui secara pasti, tetapi banyak orang
berpendapat bahwa kedua penyakit ini disebabkan oleh genetik atau ras. Tetapi pada penyakit
keratosis seboreik, banyak orang yang berpendapat bahwa penyakit ini disebabkan karena
faktor usia.
Tanda dan gejala yang muncul dalam penyakit ini yaitu adanya rasa gatal. Perbedaannya
yaitu pada penyakit keloid kebanyakan disebabkan oleh bekas luka jahitan dan bekas luka
lainnya. Pada penyakit keratosis seboreik ini muncul saat usia tua.
 
Daftar Pustaka

Brunner.,dan Suddart.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8.Jakarta:EGC.

Corwin,Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi.Edisi 3.Jakarta:EGC.

Doenges,Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan


Prndokumentasian Perawatan Pasien.Edisi 3.Jakarta:EGC.

Harahap,M.2000.Ilmu Penyakit Kulit.Jakarta:Hipokrates.

Sabiston.1995.Buku Ajar Bedah Bagian 1.Jakarta:EGC.

Siregar,R.A.2005.Saripati Penyakit Kulit.Jakarta:EGC.

Sjamsuhidayat,r.2011.Buku Ajar ilmu Bedah De Jong.Jakarta:EGC.

Sukasah,Chaula L.2007. “Penggunaan Silicone Gel Sheet pada Keloid dan Jaringan Parut
Hipertrofik”. Maj Kedokt Indon,Volume: 57, Nomor: 2, Februari 2007.Jakarta

Wong, Donna L.2009. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik/ Donna L. Wong;alih bahasa,
Dr. Andry Hartono; editor edisi bahasa Indonesia, Sari Kurnianingsih. Edisi 6. Jakarta: EGC

http://sriayusaadah.blogspot.com/2016/11/makalah-keloid-dan-sebrheic-keratosis.html

Anda mungkin juga menyukai