Biola Fix-1
Biola Fix-1
Makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah yang dibina oleh
dosen Endik Deni Nugroho, M.Pd
Tim Penulis
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan
jasmani dan rohani sehingga masih tetap bisa menikmati keindahan ciptaan-Nya. Tak lupa
juga shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga,
para sahabat-Nya dan kepada seluruh insan yang dikehendaki-Nya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
hingga terselesaikannya makalah ini. Kami juga menyadari jika laporan ini tentu jauh dari
kesempurnaan, maka kritik dan saran sangat kami butuhkan. Penulis berharap agar laporan
ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi dunia pendidikan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................2
A. Latar Belakang................................................................................................................2
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Biota Pantai.....................................................................................................................3
B. Biota Mangrove.............................................................................................................18
BAB III PENUTUP..................................................................................................................32
A. Kesimpulan...................................................................................................................32
B. Saran..............................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................33
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekosistem adalah penggabungan dari tiap-tiap unit biosistem yang di dalamnya
terdapat hubungan timbal balik antara organisme dengan lingkungan fisik sehingga aliran
energi mengarah ke struktur biotik tertentu yang mengakibatkan terjadinya siklus materi
organisme dengan anorganisme. Dalam hal ini, matahari merupakan sumber dari semua
energi yang ada dalam suatu ekosistem.
Di dalam ilmu ekologi Biota merupakan seluruh kehidupan yang berada pada tempat
atau wilayah geografi tertentu dengan satu waktu tertentu. Biota juga di sebut “Vitae”
(Eobionti) yang pada dasarnya mencakup semua kehidupan. Biota adalah semua yang
mencakup kehidupan, namun ada yang tidak termasuk kedalam biota seperti mineral,
bahan kimia yang tentu tidak hidup. Maksud di sini adalah fauna, fungi dan flora yang
tergolong kedalam biota.
Berarti Biota pantai merupakan seluruh kehidupan yang berada pada daerah pantai,
baik itu flora maupun fauna yang tergolong dalam biota, sedangkan Biota mangrove
adalah seluruh kehidupan yang berada pada daerah mangrove.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja biota-biota yang ada di pantai?
2. Apa saja biota-biota yang ada di mangrove?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja biota-biota yang ada di pantai.
2. Untuk mengetahui apa saja biota-biota yang ada di mangrove.
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Biota Pantai
Pantai adalah wilayah yang menjadi batas antara daratan dan lautan. Bentuk-bentuk
pantai berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan proses yang ada di wilayah
tersebut seperti pengikisan, pengangkutan dan pengendapan yang disebabkan karena
adanya gelombang, arus dan angin yang berlangsung secara terus menerus sehingga
membentuk daerah pantai. Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural
sehingga dapat melekat keras di subtrat keras.
1. Fauna
a.) Tubipora musica L.
2
Coral ini lembut, halus dengan skeleton yang keras dan unik dari kalsium Carbonat,
yang memiliki tuba yang berbentuk seperti pipa. Setiap tuba memiliki banyak polip,
setiap polip mempunyai 8 bulu yang bentuknya seperti tentakel. Tentakel-tentakel ini
biasanya mengembang dan akan menciut, mengecil dan akan menutup jika ada bahaya
3
Jenis ini biasanya ditemukan di tempat dangkal, diseluruh perairan Indonesia. Bentuk
percabangan arboresen dengan percabangan ramping sampai gemuk. Radial koralit
berbentuk tabung dengan bukaan membulat atau oval tersusun merata dan rapat. Di
tempat yang tenang percabangan lebih terbuka dan lebih memanjang. Warnanaya cokelat
muda, cokelat tua dan kadang-kadang biru.
Sebagai terumbu karang, Acropora millepora, Acropora Formosa, dan Tubipora
musica memiliki manfaat yang hampir sama, yaitu:
1) Keberadaannya memiliki manfaat ekonomi, karena menjadi tempat berkembang biaknya
habitat laut, seperti ikan yang menjadi sumber penghidupan nelayan tradisional.
2) Memiliki manfaat secara ekologis, selain menjadi habitat beranekaragam kehidupan laut,
terumbu karang dapat meredam gelombang pasang atau tsunami, fungsinya sama dengan
keberadaan hutan bakau (manggrove).
3) Terumbu karang yang subur dapat menjadi kekayaan laut dan menjadi daya tarik wisata.
4) Dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang mempunyai peranan penting dalam
ekologinya. Peranan ini telah menjadi target bagi sumber senyawa bioaktif yang berasal
dari ekosistem terumbu karang. Masalah serius dalam pengembangan senyawa bioktif
dari karang adalah suplai, karena untuk mendapatkan sejumlah relatif kecil senyawa
bioaktif, diperlukan sejumlah besar karang.
4
Merupakan partisipan utama dalam pembentukan pulau karang atau gosong atau reef.
Koloninya berbentuk seperti tanduk rusa. Koloni korimbosa, cabang dengan ukuran yang
sedang. Ukuran cabang bervariasi tergantung dari tempat hidupnya.
Axial korolit kecil, dan radial, korolit dengan ukuran besar dan kecil, bercampur
dengan bentuk seperti sisik ikan. Berwarna cokelat gelap atau keabu-abuan. Hidup di
permukaan atas dan bawah laut. Merupakan koral yang keras. Pertumbuhan spesies ini
umumnya secara vertikal membentuk struktur morfologi seperti semak, disebut”semi-
erect”. Polip dengan diameter rata-rata 1-2 mm. Reproduksi seksual yang disebut mast-
spawning, terjadi 1 kali dalam setahun. Selama tiga malam diawal musim panas dikala
bulan purnama. Tingkah laku makan dengan melakukan simbiosis bersama alga
uniseluler. Misalnya jenis alga Dinoflagellates. Rongga gastrovaskular pada coral
memberikan kontribusi hasil fotosintesis.
e.) Turbo marmoratus dan Murex sp (Siput Mata Bulan dan Siput Murex)
5
belakang menjalar ke depan. Pada waktu bergerak, kaki bagian depan memiliki kelenjar
untuk menghasilkan lendir yang berfungsi untuk mempermudah berjalan, sehingga
jalannya meninggalkan bekas. Hewan ini dapat bergerak secara mengagumkan, yaitu
memanjat ke pohon tinggi atau memanjat ke bagian pisau cukur tanpa teriris.
f.) Spongilla lacustris
mempunyai bentuk tubuh menyerupai vas bunga atau piala dan melekat pada dasar
perairan. Tubuhnya terdiri dari dua lapisan sel (diploblastik) dengan lapisan luar
(epidermis) tersusun atas sel-sel berbentuk pipih, disebut pinakosit. Pada epidermis
terdapat porus/lubang kecil disebut ostia yang dihubungkan oleh saluran ke rongga tubuh
(spongocoel). Sedangkan lapisan dalam tersusun atas sel-sel berleher dan berflagel
disebut koanosit yang berfungsi untuk mencernakan makanan.
6
g.) Echinos esculentus dan Diadema setosum (Bulu Babi Pendek dan Panjang)
Echinos esculentus dan Diadema setosum termasuk pada filum echinodermata dan
kelas echinodea. Echinodermata berasal dari bahasa yunani yaitu echinos yang berarti
duri dan derma yang berarti kulit. Echinodermata memiliki lempeng-lempeng dari zat
kapur dengan duri-duri kecil sehingga hewan ini disebut hewan berkulit duri.
Sampai saat ini terdapat sekitar 7000 spesies yang telah diketahui. Diantara spesies
tersebut 80 spesies bersifat sesil, dan terdapat echinodermata yang telah punah.
Habitatnya adalah pantai, dasar laut. Pada umumnya echinodermata merupakan benthic
animal. Echinodermata bergerak lambat ada yang berkelompok, tetapi tidak berkoloni,
ada yang sesil (beberapa crinodea), sebagian pelagic dan tidak ada yang parasit.
Spesies echinodea hidup pada batuan atau lumpur di tepi pantai atau dasar perairan.
Makanannya adalah rumput laut, hewan yang telah mati, biasanya nocturnal. Permukaan
tubuh hewan ini berduri panjang. Echinoidea memilki alat pencernaan khas, yaitu
tembolok kompleks yang disebut lentera aristoteles. Fungsi dari tembolok tersebut
adalah untuk menggiling makanannya yang berupa ganggang atau sisa-sisa organisme.
Reproduksi echinoidea dengan fertilisasi eksternal dan bersifat hermafrodit. Telur
echinoidea yang menetas akan berkembang menjadi larva yang disebut larva
echinoploteus. Melimpahnya jumlah landak laur menandakan kondisi air yang tidak
bagus.
Bulu babi (Diadema setosum) termasuk golongan hewan yang mempunyai simetri
radial, yaitu suatu tipe simetri pada tubuh yang secara radial mengelilingi suatu sumbu
pusat tunggal. Hewan ini berbentuk bulat dan mempunyai rangka luar yang terdiri dari
lempeng-lempeng kapur. Makanannya terdiri dari ganggang yang digaruk dengan kelima
giginya yang besar. Tubuh bulut babi sebagian agak mendatar. Bagian yang datar
terdapat mulut dan daerah ini disebut daerah oral. Bagian yang bulat terdapat anus dan
7
daerah ini disebut daerah aboral. Bagian oral padakeadaan hidup menghadap ke arah
bawah, sedangkan bagian aboralmenghadap ke atas. Di tengah-tengah daerah aboral
terdapat periproet dengan anus. Periproet dikelilingi oleh lima lempeng berbentuk segi
lilin. Lempeng inidisebut lempeng genital, karena masing-masing mempunyai satu
lubang tempat bermuara gonoduktus. Empat dari lempeng tersebut berukuran sama,
sedangyang satu lebih besar dan berubah bentuk menjadi madreporit
(Darbohoesodo,1976)
h.) Ophiotrichid brittlestas
8
yang putus. Ophiuroidea menggunakan kemampuan ini untuk melarikan diri dari
predator, seperti kadal, yang mampu memutuskan ekor mereka untuk membingungkan
pengganggu.
i.) Nereis virens
9
dihubungkan oleh tali-tali saraf longitudinal. Alat reproduksi umumnya terpisah atau
bersatu dan pembuahan internal atau eksternal.
Berdasarkan simetri tubuh, ciri kaki dan cangkoknya, Mollusca dibagi menjadi lima
kelas, yaitu kelas Gastropoda, Cephalopoda, Bivalvia atau Pelecypoda, Amphineura dan
kelas Scaphopoda.
Anadara granosa adalah salah satu spesies dari kelas Bivalvia atau Pelecypoda.
Hewan Bivalvia bisa hidup di air tawar, dasar laut, danau, kolam, atau sungai yang
lainnya banyak mengandung zat kapur. Zat kapur ini digunakan untuk membuat
cangkoknya. Kerang yang hidup di laut dan remis yang hidup di air tawar adalah contoh
kelas Bivalvia. Hewan Bivalvia bisa hidup di air tawar, dasar laut, danau, kolam, atau
sungai yang lainnya banyak mengandung zat kapur. Zat kapur ini digunakan untuk
membuat cangkoknya.
Hewan ini memiliki dua kutub (bi = dua, valve = kutub) yang dihubungkan oleh
semacam engsel, sehingga disebut Bivalvia. Kelas ini mempunyai dua cangkok yang
dapat membuka dan menutup dengan menggunakan otot aduktor dalam tubuhnya.
Cangkok ini berfungsi untuk melindungi tubuh. Cangkok di bagian dorsal tebal dan di
bagian ventral tipis. Kepalanya tidak nampak dan kakinya berotot. Fungsi kaki untuk
merayap dan menggali lumpur atau pasir.
Kaki hewan ini berbentuk seperti kapak pipih yang dapat dijulurkan ke luar. Hal ini
sesuai dengan arti Pelecypoda (pelekis = kapak kecil; podos = kaki). Kerang bernafas
dengan dua buah insang dan bagian mantel. Insang ini berbentuk lembaran-lembaran
(lamela) yang banyak mengandung batang insang. Sementara itu antara tubuh dan mantel
terdapat rongga mantel. Rongga ini merupakan jalan masuk keluarnya air.
10
Sistem pencernaan dimulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus dan akhirnya
bermuara pada anus. Anus ini terdapat di saluran yang sama dengan saluran untuk
keluarnya air. Sedangkan makanan golongan hewan kerang ini adalah hewan-hewan
kecil yang terdapat dalam perairan berupa protozoa diatom, dll. Makanan ini dicerna di
lambung dengan bantuan getah pencernaan dan hati. Sisa-sisa makanan dikeluarkan
melalui anus. Perhatikan baik-baik, struktur dalam kerang air tawar pada gambar berikut.
Hewan seperti kerang air tawar ini memiliki kelamin terpisah atau berumah dua.
Umumnya pembuahan dilakukan secara eksternal.
11
a.) Ketapang
Ketapang atau katapang (Terminalia catappa) adalah nama sejenis pohon tepi
pantai yang rindang. Lekas tumbuh dan membentuk tajuk indah bertingkat-tingkat,
ketapang kerap dijadikan pohon peneduh di taman-taman dan tepi jalan. besar, tingginya
mencapai 40 m dan gemang batang sampai 1,5 m. Bertajuk rindang dengan cabang-
cabang yang tumbuh mendatar dan bertingkat-tingkat; pohon yang muda sering nampak
seperti pagoda. Pohon-pohon yang tua dan besar acap kali berbanir (akar papan),
tingginya bisa hingga 3 m.
Daun-daun tersebar, sebagian besarnya berjejalan di ujung ranting, bertangkai pendek
atau hampir duduk. Helaian daun bundar telur terbalik, dengan ujung lebar dengan
runcingan dan pangkal yang menyempit perlahan, helaian di pangkal bentuk jantung,
pangkal dengan kelenjar di kiri-kanan ibu tulang daun di sisi bawah. Helaian serupa
kulit, licin di atas, berambut halus di sisi bawah; kemerahan jika akan rontok.
Bunga-bunga berukuran kecil, terkumpul dalam bulir dekat ujung ranting, panjang 8–
25 cm, hijau kuning Bunga tak bermahkota, dengan kelopak bertaju-5, bentuk piring atau
lonceng, 4–8 mm, putih atau krem. Benang sari dalam 2 lingkaran, tersusun lima-lima.
Buah batu bulat telur gepeng, bersegi atau bersayap sempit, hijau-kuning-merah, atau
ungu kemerahan jika masak.
12
ini dicirikan dengan daun yang memanjang (seperti daun palem atau rumput), seringkali
tepinya bergerigi. Akarnya besar dan memiliki akar tunjang yang menopang tumbuhan
ini. Buah pandan tersusun dalam karangan berbentuk membulat, seperti buah durian.
Ukuran tumbuhan ini bervariasi, mulai dari 50cm hingga 5 meter, bahkan di Papua
banyak pandan hingga ketinggian 15 meter. Daunnya selalu hijau (hijau abadi,
evergreen), sehingga beberapa di antaranya dijadikan tanaman hias.
Berbagai jenis pandan menyebar dari Afrika Timur, Asia Tenggara, Australia
hingga kepulauan Pasifik.
c.) Bakau / mangrove
13
d.) Kelapa
14
namun seiring dengan meningkatnya ketinggian, ia akan mengalami pelambatan
pertumbuhan.
e.) Cemara Laut / Cemara Udang
15
berwarna kehijauan, sementara buah yang sudah mengeluarkan biji akan berubah
menjadi cokelat gelap. Di dalam buah tersebut terdapat biji kecil sukuran biji cabai yang
memiliki 'sayap'. Dalam satu buah, dapat terdapat 7 - 9 biji yang ketika buah itu pecah,
biji tersebut akan terbang dan disebarkan oleh angin.
Pohon cemara udang kebanyakan ditanam disepanjang pantai untuk menahan kekuatan
angin yang menerpa daerah pesisir dan untuk meneduhkan kawasan pesisir. Tanaman ini
juga berguna untuk menahan erosi dan membantu proses nitrifikasi di dalam tanah,
karena perakaran tanaman ini bersimbiosis dengan mikroba yang mengikat nitrogen.
Pohon ini juga ditanam di kawasan reklamasi untuk membantu menstabilkan tanah di
kawasan tersebut. Selain itu, pohon ini juga dikenal mampu menghasilkan pembakaran
yang baik, sehingga di beberapa kawasan pohon ini dijadikan sebagai kayu bakar. Sifat
pohon ini yang mampu tumbuh dengan cepat, mdah diperbanyak, dan mampu tumbuh
dari pokok batang yang sudah ditebang menjadikan pohon ini seringkali dikultur untuk
dimanfaatkan kayunya atau hanya sekedar untuk rehabilitasi kawasan pesisir. Pohon
yang dimanfaatkan kebanyakan adalah pohon yang masih muda, karena pohon cemara
udang yang sudah tua mamiliki batang yang sangat keras, dan bahkan dikenal mampu
membengkokkan mata gergaji dan paku. Pohon ini juga dijadikan sebagai bonsai bagi
para hobiis, dan bonsai cemara udang yang dikenal paling baik dan berharga tinggi
adalah spesimen bonsai asal Indonesia yang sekarang dikultur di Taiwan.
Cemara udang juga menyediakan tempat bersarang bagi beberapa jenis biota,
terutama burung. Pohon ini dapat menyedakan privasi dan perlindungan bagi burung
dari keadaan alam yang ekstrem maupun dari pemangsa. Daun dari ohon ini juga mampu
menangkap partikel garam yang menguap dan terbawa angin, sehingga tanah dibelakang
barisan tanaman ini akan terlindung dari salt spray (transpor uap air mengandung garam
melalui angin). Namun, spesies ini juga menimbulkan beberapa permasalahan di daerah
sub-tropis, dimana tanaman ini tumbuh dengan sangat cepat dibandingkan dengan
tanaman lokal yang ada di kawasan tersebut, sehingga dapat mengancam pertumbuhan
dan kehidupan spesies lokal karena spesies ini lebih kompetitif. Selain itu, serbuk sari
yang dihasilkan tanaman ini juga mampu menimbulkan alergi dan iritasi bagi masyarakat
di iklim sub-topis.
B. Biota Mangrove
Kata ‘mangrove’ merupakan kombinasi antara bahasa Portugis “mangue” dan bahasa
Inggris “grove”. Dalam bahasa Inggris, kata mangrove digunakan untuk komunitas
tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut dan untuk individu-individu
16
spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedang dalam bahasa Portugis
kata ’mangrove’ digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan
kata ’mangal’ digunakan untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Sedangkan
menurut FAO, kata mangrove sebaiknya digunakan untuk individu jenis tumbuhan
maupun komunitas tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut.
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut yang
dikenal memiliki peran dan fungsi yang sangat besar. Secara ekologis mangrove
memiliki fungsi yang sangat penting dalam memainkan peranan sebagai mata rantai
makanan disuatu perairan, yang dapat menumpang kehidupan berbagai jenis ikan, udang
dan mollusca.
Komunitas mangrove bersifat unik, disebabkan luas vertikal pohon, dimana
organisme daratan menempati bagian atas sedangkan hewan lautan yang sebenarnya
menempati bagian bawah. Asosiasi mangrove berbeda terutama dengan pantai
berlumpur, karena adanya permukaan yang keras dan luas dari akar-akar yang tersedia
bagi organisme, yang tidak terdapat pada tipe pantai berlumpur.
1. Fauna
Terkait dengan sifat fauna yang pada umumnya sangat dinamis, maka batasan zonasi
yang terjadi pada fauna penghuni mangrove kurang begitu jelas (Kartawinata dkk.,
1979).
Penyebaran fauna penghuni hutan mangrove memperlihatkan dua cara, yaitu
penyebaran secara vertikal dan secara horisontal. Penyebaran secara vertikal umumnya
dilakukan oleh jenis fauna yang hidupnya menempel atau melekat pada akar, cabang
maupun batang pohon mangrove, misalnya jenis Liftorina scabra, Nerita albicilla,
Menetaria annulus dan Melongena galeodes (Budiman dan Darnaedi, 1984;
Soemodihardjo, 1977).
Sedangkan penyebaran secara horizontal biasanya ditemukan pada jenis fauna yang
hidup pada substrat, baik itu yang tergolong infauna, yaitu fauna yang hidup dalam
lubang atau dalam substrat, maupun yang tergolong epifauna, yaitu fauna yang hidup
bebas di atas substrat. Distribusi fauna secara horisontal pada areal hutan mangrove yang
sangat luas, biasanya memperlihatkan pola permintakatan jenis fauna yang dominan dan
sejajar dengan garis pantai. Permintakatan yang terjadi di daerah ini sangat erat
kaitannya dengan perubahan sifat ekologi yang sangat ekstrim yang terjadi dari laut ke
darat. (Kartawinata dan Soemodihardjo. 1977) menyatakan bahwa permintakatan fauna
17
hanya terlihat pada hutan mangrove sangat luas, tetapi tidak terlihat pada hutan
mangrove yang ketebalannya sangat rendah.
a.) Liftorina scabra
18
Nerita mempunyai cangkang kecil sampai sangat kecil, membulat sampai bentuk
mangkuk memipih. Pada siput dewasa dinding bagian dalam membentuk ruangan
membulat yang tidak melingkar di dalam cangkang. Operkulum mengapur, sedikit
terpilin, agak bulat dengan tempat gantungan lateral pada sisi bagian dalam. Habitat
berkisar dari laut, payau dan air tawar. Kebanyakan marga dari famili ini hidup di atas
dasar yang keras, kecuali Smaragdia yang hidup di atas tanaman laut
c.) Thalassina anomala
19
d.) Scylla serrata
20
Scylla olivacea atau yang juga dikenal sebagai kepiting-bakau jingga (Ingg.: orange
mangrove crab, orange mud crab) adalah sejenis kepiting bakau yang paling umum dijual
di pasar-pasar Asia Tenggara, terutama Thailand dan wilayah Dangkalan Sunda.
Kepiting bakau berukuran sedang, lebar karapas maksimum sekitar 18 cm (pada
hewan jantan). Lengan sepit (chelipeds) besar dan kokoh, dengan dua duri tumpul pada
propodus (ruas ketiga, dihitung dari pangkal) di belakang jari penjepit (dactyl) dan satu
duri tumpul serupa tonjolan rendah atau bahkan sangat rendah di sisi luar carpus (ruas
kedua, dihitung dari pangkal). Sisi muka karapas (frontal margin, di antara dua mata)
biasanya dengan gerigi yang membundar. Warna karapas tatkala hidup biasanya
kecokelatan hingga hijau-kecokelatan, kadang-kala kejinggaan; sementara lengan sepit
(capit) dengan warna jingga hingga kuning.
Scylla olivacea menyebar luas mulai dari Pakistan, Thailand, Tiongkok selatan,
Taiwan, Vietnam, Singapura, Sarawak, Filipina, Australia, dan Indonesia (Kupang, Laut
Arafura). Juga tercatat dari India. Kepiting ini hidup di wilayah mangrove.
f.) Portunus pelagicus
21
73,4 mm dari Singapura. Karapas dengan permukaan yang kasar hingga berbincul-
bincul, bagian-bagian (region) pada karapas terlihat jelas. Wilayah dahi (di antara kedua
mata) dengan 4 gigi yang runcing menyegitiga; sisi anterolateral (sebelah luar mata)
dengan 9 gigi atau duri, yang paling akhir berukuran paling besar, 2 hingga 4 kalinya
gigi ke-8.
Sapit berbentuk memanjang pada hewan jantan, dengan satu duri mengerucut di
pangkal jari sapit (dactylus). Ruas merus (ketiga dari ujung) pada sapit ramping dan
memanjang, panjang 4,6 kali dari lebarnya; sisi mukanya dengan 3 duri. Kaki pejalan
ramping memanjang, dengan rasio panjang - lebar pada propodus (ruas kedua dari ujung)
kaki keempat berkisar antara 3,7– 4,5 (median 4,1). Ruas ujung pada kaki perenang yang
serupa dayung berbentuk bundar telur memanjang, berujung tumpul, panjang lk. 1,7 kali
lebar. Jantan dengan warna-warna biru terang atau kebiruan. Karapas biru tua kehijauan
atau kecokelatan dengan bintik-bintik dan garis putih kebiruan, membentuk pola serupa
jala yang bermata lebar terputus-putus; sapit biru keunguan berujung merah cokelat
karat, dengan bintik-bintik pucat keputihan. Betina hijau kecokelatan kusam, dengan
bintik-bintik putih pada karapas, dan noktah hitam di wilayah posterobrankhial.
P. pelagicus hidup tidak jauh dari pantai, terutama di dasar laut yang dangkal berpasir
atau berlumpur, hingga ke laguna dan padang lamun, serta estuaria; sampai kedalaman
lk. 40 m. Juga dijumpai di sekitar terumbu karang, padang rumput laut, dan tepian
mangrove. Hewan muda cenderung menyukai wilayah intertidal yang dangkal. Kepiting
ini mencapai umur dewasa lk. pada usia setahun. Rajungan lebih suka tinggal terkubur di
bawah pasir atau lumpur, khususnya selama siang hari dan musim dingin. Binatang ini
keluar untuk mencari makan selama pasang tinggi untuk mencari makanannya yaitu
organisme seperti bivalvia, ikan dan alga. Rajungan merupakan perenang yang sangat
baik, sebagian besar karena sepasang kaki pipih yang menyerupai dayung. Namun,
berbeda dengan kepiting bakau, rajungan tidak dapat bertahan untuk waktu yang lama
jika keluar dari air
g.) Polymesoda erosa
22
Kerang kepah termasuk salah satu jenis kerang yang hidup di dalam lumpur pada
daerah estuaria, di hutan mangrove air payau dan di sungai-sungai besar. Umumnya
kerang kepah hidup pada substrat yang berlumpur dan substratnya mengandung 80 –
90% pasir kasar berdiameter lebih dari 40 mikrometer. Substrat bersifat asam dengan pH
antara 5,35 – 6,40 serta bergaram.
Kerang kepah umumnya terdapat pada zona infralitoral dan sicalitoral pada daerah
beriklim sedang dan daerah trofis. Distribusi pada sebagian besar bivalvia dipengaruhi
oleh fase kehidupannya. Pada saat terjadi pemijahan, ovarium dan sperma dilepas ke air
dan terjadi fertilisasi yang berkembang menjadi zigot. Selanjutnya zigot berkembang
menjadi larva trochopore bersilia dan kemudian menjadi larva veliger. Setelah menjadi
masa larva yang berenang di kolom air, larva ini tenggelam kedasar perairan menjadi
bivalvia muda dan menetap sampai dewasa. Pada waktu perairan surut, kerang kepah
dapat dilihat membenamkan diri kedalam substrat di sela-sela akar mangrove ataupun di
dalam lubang-lubang rumah kepiting
h.) Anadara antiquata
23
bagian dalam ditautkan oleh sebuah otot aduktor anterior dan sebuah otot aduktor
posterior, yang bekerja secara antagonis dengan hinge ligament. Ketika otot aduktor
rileks, ligament berkerut maka kedua keping cangkang akan terbuka, demikian
sebaliknya. Guna mempererat sambungan keping cangkang, di bawah hinge ligament
terdapat gigi atau tonjolan pada keping yang satu. Kerang Anadara Antiquata dapat
tumbuh dengan baik pada zona perairan litoral dan sublitoral dengan tipe perairan yang
tenang, terutama di teluk berpasir dan berlumpur sampai pada kedalaman 30 m tetapi
yang biasa dijadikan tempat hidup adalah daerah litoral dimana daerah tersebut masih
terkena pasang surut. Anadara Antiquata atau sering disebut kerang bulu adalah jenis
kerang yang termasuk ke dalam famili Arcidae.
i.) Ostrea cucullata (Tiram Batu)
24
dengan jenis fitoplankton yang dimanfaatkan. Crassostrea glomerata lebih banyak
memanfaatkan fitoplankton, kemudian makin menurun untuk Crassostrea cucullata dan
terendah adalah Crassostrea iredalei. Lingkungan hidup atau habitat merupakan aspek
yang sangat penting bagi kehidupan tiram bahkan dapat berpengaruh ritme biologi suatu
organisme karena faktor lingkungan tersebut mempengaruhi proses metabolisme secara
langsung. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh
lingkungan yang tercemar terhadap tiram Crassostrea menunjukkan adanya perubahan-
perubahan fisik maupun fisiologi terhadap tiram.
j.) Terebralia sp. (Siput)
Terebralia sp. adalah salah satu jenis gastropoda yang memiliki habitat di hutan
mangrove. Sebagai sumberdaya perikanan bentos, siput Terebralia sp. memiliki fungsi
ekonomis dan ekologis. Siput Terebralia sp. memiliki kandungan gizi yang baik
sehingga dapat dikonsumsi oleh manusia. Fungsi ekologis siput Terebralia sp. yaitu
dapat menjadi indikator kestabilan ekosistem mangrove sebagai pengkonsumsi serasah
daun, detritrus, propagal bakau, bangkai, partikel sedimen, diatom bentik, dan bakteri.
Terebralia sp merupakan sejenis Gastropoda dari famili Potaminidae yang
mempunyai karakteristik cangkang tebal, padat, runcing, kerucut, mempunyai pinggiran
yang relatif datar dan bergaris baik secara axial dan juga spiral (FAO, 1998). Adapun
karakteristik gastropoda secara umum menurut FAO (1998) adalah sebagai berikut :
1. Bentuk tubuh asimetris,
2. Cangkang berbentuk tabung spiral (single coiled shell),
3. Bagian tubuh terdiri atas head, foot, visceral mass, dan mantle,
4. Anatomi internal disebut torsion (pilinan organ internal hingga mencapai putaran 180
derajat).
25
5. Bersifat carnivores (prosobranchia), herbivores, dan scavengers.
6. Pernafasan menggunakan insang bipectinate untuk sub kelas prosobranchia dan
mempunyai 1 atau 2 insang.
7. Pembuahan (fertilisasi) terjadi secara eksternal (Archeogastropoda) dan Internal.
8. Gastropod laut dewasa hidup di dasar perairan sedangkan larva gastropod dapat hidup
secara planktonik.
9. Peredaran darah terbuka (prosobranchia mempunyai pigmen pernafasan pada darah
berupa hemocyanin).
10. Alat indera berupa mata, tentakel, osphradia (chemoreseptor), dan statocyst
k.) Telescopium telescopium (Keong Bakau)
Merupakan salah satu jenis Gastropoda yang banyak hidup di air payau atau hutan
manggrove yang di dominasi oleh pohon bakau (Rhizopora sp) sehingga orang
menyebutnya sebagai keong bakau dan di kepilauan seribu dikenal dengan nama
“blencong”, sedangkan di sulawesi selatan dikenal dengan nama “burungan”.
Cangkang hewan ini berbentuk kerucut, panjang, ramping dan agak mendatar pada
bagian dasarnya. Warna cangkang coklat keruh, coklat keunguan dan coklat kehitaman,
lapisan luar cangkang dilengkapi dengan garis-garis spiral yang sangat rapat dan
mempunyai jalur-jalur yang melengkung ke dalam. Panjang cangkang berkisar antara
7.5-11 cm. Ukuran panjang cangkang yang ditemukan di daerah hutan manggrove
mencapai 9,3 cm dan pada tambak ikan hanya berukuran 8,8 cm. Perbedaan ukuran yang
di temukan pada tiap-tiap habitat di sebabkan karena ketersediaan pakan di daerah hutan
manggrove lebih baik dari pada di tambak-tambak ikan, juga karena faktor lingkungan.
Anatomi sitem pencernaan hewan ini adalah berbentuk kantong yang bergulung-
gulung. Oeseophagus berupa tabung yang berbanding tipis dan berbentuk garis panjang,
perutnya berbentuk bulat per yang mengangkat caccum yang terikat pada kelenjar
26
pencernaan setelah melewati perut, sistem pencernaan berputar kembali dan kemudian
membentuk rektum dan anus yang berubah menjadi lubang belapis. Usus berbelit dan
bentuk kantong bertambah besar dalam suatu jaringan konveksi yang bermassa.
Sistem reproduksi hewan ini bersifat dioecious (terpisan), fertilisasi terjadi di dalam
tubuh. Aktivitas sexual dimulai ketika keong jantan dengan kakinya memegang
cangkang keong betina lalu membalikkan sehingga posisi aperatur betina berhadapan
aperatur jantan dan selanjutnya jantan memasukan kepala dan kakinya kedalam aperatur
betina yang terbuka.
Hewan ini hidup di daerah trumbu karang dan merupakan jenis hewan indopasifik
yang mampu hidup diperairan bakau tropis. Umumnya jenis ini ditemukan sangat dekat
dengan genangan air dan mampu bertahan pada rantang kadar garam air yang tinggi,
yaitu pada garam 15 – 34 ppt dan bentuknya seperti kristal yang muncul di permukaan.
Hewan ini sering ditemukan jumlah berlimpah didaerah pertambakan yang berbatasan
dengan hutan mangrofve, juga pada sungai yang dekat dengan daerah pertambakan.
Hewan ini banyak ditemukan didaerah pertambakan yang dekat dengan mulut sungai dan
dapat hidup pada kadar garam 1 – 2 ppt, juga hewan ini lebih bahyak membenamkan diri
dalam lupur yang kaya bahan organik dari pada diatas subrat lumpur.
l.) Periopthalmus
Gambar 2.27 Periopthalmus
Ikan glodok bisa merangkak naik ke darat atau bertengger pada akar-akar pohon
bakau. itulah kemampuan luar biasa ikan glodok atau disebut juga ikan tembakul. Ikan
ini hidup di zona pasang surut di lumpur pantai yang ada pohon-pohon bakaunya. Ikan
ini telah menyesuaikan diri untuk hidup di darat meskipun belum sepenuhnya. Matanya
besar dan mencuat keluar dari kepalanya. kalau berenang, matanya biasanya berada di
atas air. Sirip dadanya pada bagian pangkal berotot, dan sirip ini bisa ditekuk hingga
berfungsi seperti lengan yang dapat digunakan untuk merangkak atau melompat di atas
lumpur.
27
Ikan glodok biasanya ditemukan di muara-muara sungai yang banyak pohon
bakaunya. di pantai pulau-pulau karang yang ada bakaunya, glodok juga dapat di
temukan. di pulau Pari, Jakarta, misalnya banyak terdapat Periophthalmus koelreuteri
(panjang kurang lebih 150 mm) dan Periophthalmus vulgaris (panjang kira-kira 105
mm). Bila air surut ikan glodok banyak terlihat keluar dari air, merangkak atau melompat
lompat di atas lumpur dan jika air pasang ia masuk ke hutan bakau, baru turun kembali
ke lumpur-lumpur pantai bila air telah surut atau ia bersembunyi pada lubang-lubang
sarangnya. Toleransinya sangat besar terhadap perubahan salinitas. Sirip dada ekornya
digunakan sebagai alat gerak di darat. Ikan ini kadang-kadang bergerombol bertengger
pada akar-akar tunjang pohon bakau Rhizophora atau berada di antara akar-akar tunjang
pohon bakau Sonneratia. Sirip perutnya yang menyatu berfungsi sebagai alat penghisap
untuk berpegang.
Organ pernapasan pada ikan glodok adalah insang tetapi telah disesuaikan untuk bisa
digunakan di darat. ini dilakukan dengan memerangkap air di rongga insang dengan cara
menutup rapat mulut dan tutup insang. Ikan ini bisa berada di darat selama air yang di
bawahnya masih mengandung oksigen kalau oksigenya habis, ia harus segera mencari air
segar lagi dan proses yang sama terulang kembali.
Ikan gelodok hanya dijumpai di pantai-pantai beriklim tropis dan subtropis di wilayah
Indo-Pasifik sampai ke pantai Atlantik Benua Afrika. Saat ini telah teridentifikasi
sebanyak 35 spesies ikan gelodok. Terbagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu
Boleophthalmus, Periophthalmus dan Periophthalmodon. Beberapa spesies contohnya
adalah Pseudapocryptes elongatus, Periophthalmus gracilis, Periophthalmus
novemradiatus, Periophthalmus barbarus, Periophthalmus argentilineatus dan
Periophthalmodon schlosseri.
2. Flora
Berdasarkan Bengen (2001), jenis-jenis pohon penyusun hutan mangrove, umumnya
mangrove di Indonesia jika dirunut dari arah laut ke arah daratan biasanya dapat
dibedakan menjadi 4 zonasi yaitu sebagai berikut :
a.) Zona Api-api–Prepat (Avicennia – Sonneratia)
Terletak paling luar/jauh atau terdekat dengan laut, keadaan tanah berlumpur agak
lembek (dangkal), dengan substrat agak berpasir, sedikit bahan organik dan kadar garam
28
agak tinggi. Zona ini biasanya didominasi oleh jenis api-api (Avicennia spp) dan prepat
(Sonneratia spp), dan biasanya berasosiasi dengan jenis bakau ( Rhizophora spp).
b.) Zona Bakau ( Rhizophora)
Biasanya terletak di belakang api-api dan prepat, keadaan tanah berlumpur lembek
(dalam). Pada umumnya didominasi bakau (Rhizophora sp) dan di beberapa tempat
dijumpai berasosiasi dengan jenis lain seperti tanjang (Bruguiera sp), nyirih
(Xylocarpus spp), dan dungun (Heritiere spp).
29
tanahnya keras, kurang diepngaruhi pasang surut, dan kebanyakan berada ditepi-tepi
sungai dekat laut. Pada umunya ditumbuhi jenis nipah (Nypa fructicane), Derris spp, dan
sebagainya.
A. Kesimpulan
30
Ekosistem adalah penggabungan dari tiap-tiap unit biosistem yang di
dalamnya terdapat hubungan timbal balik antara organisme dengan lingkungan fisik
sehingga aliran energi mengarah ke struktur biotik tertentu yang mengakibatkan
terjadinya siklus materi organisme dengan anorganisme. Dalam hal ini, matahari
merupakan sumber dari semua energi yang ada dalam suatu ekosistem.
Biota pantai merupakan seluruh kehidupan yang berada pada daerah pantai,
baik itu flora maupun fauna yang tergolong dalam biota, sedangkan Biota mangrove
adalah seluruh kehidupan yang berada pada daerah mangrove.
Dalam biota pantai terdapat fauna dan flora. Untuk fauna terdiri atas:
Tubipora musica L, Physalia physalis, Acpora farmosa, Murex sp, Turbo marmotus,
Acpora millepora, Spongilla lacustris, Echinos esculentus, Diadema setosum,
Ophiotrichid brittlestas, Nereis virens, Anadara granosa, Astropecten
polyadoantthus. Untuk Flora terdiri atas: Ketapang, Pandan Pantai, Bakau, Kelapa,
Cemara laut/Cemara udang.
Dalam biota mangrove terdapat fauna dan flora. Untuk fauna terdiri atas:
Liftorina scabra, Merita albiculla, Thalasina anomala, Scylla serrate, S.olivacea,
Portunus Pelagius, Polymesoda erosa, Anadara antiquata, Ostrea cucullata,
Terebralia sp, Telescopium telescopium, Periopthalmus. Untuk Flora terdiri atas:
zona api-api-prepat, zona bakau, zona tanjang, zona nipah.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan kita lebih banyak mengetahui biota-
biota yang ada di pantai dan di mangrove. Dan sebaiknya kita bisa menjaga ekosistem
disekitar kita agar kelak anak cucu kita bisa melihat dan menikmati keindahan alam
pada masa kita.
DAFTAR PUSTAKA
31
Darbohoesodo, R.B .1976. Penuntun Praktikum Taxonomi Avertebrata. Fakultas
Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Rusyana. Adun. 2018. Zoology Invetebrata. Alfabeta. Bandung
Nybakken, James. 2001. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Nurhandi. Yanti Febri. 2016. Taksonomi Invertebrata. Deepublish. Yogyakarta
Kartawinata, K., S. Adisoemarto, S. Soemodihardjo dan I. G. M. Tantra 1979. Status
pengetahuan hutan bakau di Indonesia Pros. Sem. Ekos. Hutan Mangrove:
21-39.
Budiman, A. dan D. Darnaedi. 1984. Struktur komunitas moluska di hutan mangrove
Morowali, Sulawesi Tengah. Pros. Sem. II Ekos. Mangrove. MAB-LIPI:
175-182.
Kordi, K. Ghufran, H. 2012. Ekosistem Mangrove: Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan.
Rineka Cipta. Jakarta.
Endik, dkk. (2016). Studi Morfologi Ikan Mudskippers (Gobiidae: Oxudercinae)
Sebagai Upaya Karakterisasi Biodiversitas Lokal Pulau Tarakan. Jurnal
Harpodon Borneo. 9(1).
Bengen, D.G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.
32