Emelia Resume
Emelia Resume
NIM : 1833180009
Prodi : SA/IV
KELOMPOK 1 :
A. Pendekatan teoritis
Pendekatan ini menekankan pada sebuah instrument ada pada kajian sosiologi
hukum melalui berbagai macam penalaran dan logika yang itu hanya bisa diterima
dengan akal saja. Oleh karena itu pokok-pokok pendekatan paradigmatic adalah:
Pendekatan normatif
Sebuah pendekatan yang dilakukan oleh para pakar sosiologi hukum dalam
menelaah suatu peristiwa yang terjadi dimasyarakat dengan kata lain bahwa
pendekatan normative juga mempunyai sisi lain, yaitu tampak kenyataannya yang
dimaksud dengan tampak kenyataanya disini adalah bukan kenyataan dalam bentuk
pasal undang-undang melainkan sebagai mana hukum itu dijalankan sehari-harinya.
Apabila kita mencoba untuk mengamati dan mempelajari hukum dalam tampaknya
yang demikian itu, maka kita harus keluar dari batas-batas peraturan hukum dan
mengamati praktek hukum atau hukum sebagaimana dijalankan oleh orang-orang
dalam masyarakat.
Menurut pandangan saya pendekatan normatif juga dapat disebut dengan
pendekatan atau pandangan positivistik karena merupakan sebuah model pemikiran
yang mendominasi pengkajian-pengkajian terhadap hukum di abad pertengahan. Di
mana pada abad-abad ini, ilmu hukum banyak memusatkan perhatiannya pada
penelaahan mengenai tertib logis dari tatanan peraturan yang berlaku. Ia juga banyak
menaruh minat pada pemahaman dan pendefinisian istilah-istilah yang dipakai dalam
tatanan tersebut.
Standar atau patokan dari pemidanaan adalah suatu larangan, yang apabila dilanggar
akan mengakibatkan penderitaan (sanksi negative) bagi pelanggarnya.
Standar atau patokan pada kompensasi adalah kewajiban, dimana inisiatif untuk
memprosesnya ada pada pihak yang dirugikan.
Berbeda dengan kedua hal diatas, terapi maupun konsiliasi sifatnya “remedial” artinya
mengembalikan situasi (interaksi sosial) pada keadaan yang semula.
HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MENGUBAH MASYARAKAT
Selain sebagai kontrol sosial, hukum juga berfungsi sebagai alat untuk
mengubah masyarakat atau biasa disebut social engineering. Alat pengubah
masyarakat yang dimaksudkan oleh Roscoe Pound, dianalogikan sebagai suatu proses
mekanik. Hal itu terlibat dengan adanya perkembangan industry dan transaksi-
transaksi bisnis yang memperkenalkan nilai dan norma baru. Peran “pengubah”
tersebut dipegang oleh hakim melalui “interpretasi” dalam mengadili kasus yang
dihadapinya secara “seimbang” (balance). Interpretasi-interpretasi tersebut dapat
dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal berikut ini:
KELOMPOK 2 :
Hukum dan Ilmu pengetahuan sosial, ialah suatu proses Hukum dan Ilmu
pengetahuan sosial, ialah suatu proses suatu peraturan hukum diperhatikan
komponen-komponen sosial yang mengitari proses hukum tersebut.
1. Kekuatan uang
2. Kekuatan politik
3. Kekuatan masa
4. Teknologi baru
Hukum dan masyarakat mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Manusia yang hidup berkelompok dalam suatu jaringan
masyarakat membutuhkan sebuah aturan/hukum. Begitu pula hukum yang akan
diterapkan membutuhkan subyek, agar hukum itu bisa berfungsi dalam masyarakat.
KELOMPOK 4 :
Sudah menjadi suatu kenyataan yang tidak asing lagi, bahwa hukum merupakan
gejala sosial sebagaimana halnya dengan ekonomi, politik, pendidikan dan seterusnya.
Stratifikasi sosial merupakan aspek vertikal dari kehidupan sosial berdasarkan
pendistribusian yang tidak seimbang seperti sandang, pangan dan tempat tinggal.
Pengelompokan dari adanya stratifikasi sosial biasanya didasari kekayaan, kekuasaan,
kehormatan, dan mungkin juga pengetahuan pada keadaan masyarakat mempunyai banyak
lapisan sosial. Adakala nya dijumpai pula stratifikasi sosial yang banyak lapisannya.
Dasar yuridis formal yang fragmentaris, secara asumtif mengakibatkan pada keadaan-
keadaan yang lebih parah. Terutama dari segi penegakannya yang apabila berbuat negatif
disebut oknum. Suatu status merupakan posisi dalam suatu sistem (sosial), sedangkan
peranan adalah pola perilaku yang terkait pada status tersebut.
Terdapat masyarakat lapisan atas yang ditempati oleh orang-orang kaya dan
terpandang serta masyarakat lapisan baah yang ditempati masyarakat miskin. Hal ini tidak
bisa di hilangkan. Hukum berusaha menghilangkan perbedaan ini dengan mengusung asas
Equality Before The Law yang artinya bahwa kedudukan setiap orang adalah sama di
hadapan hukum, tidak memandang kaya ataupun miskin. Namun pelapisan sosial tetap saja
tidak dapat dihilangkan karena di dalam masyarakat terdapat peranan yang di mainkan
masing-masing individu. Setiap peran yang dimainkan memiliki prestige yang berbeda. Ada
peran yang dianggap oleh masyarakat baik, ada pula yang dianggap tidak baik.
Stratifikasi sosial ini pada akhirnya akan melahirkan sebuah stratifikasi hukum. Hal
ini di sebabkan karena ada asumsi yang mengatakan bahwa yang menentukan hukum yang
berlaku adalah masyarakat kalangan atas. Masyarakat kalangan atas berusaha memasukkan
kepentingannya pada aturan yang ditetapkan. Hal ini membuat kaum miskin semakin
terpojok dan membuat kaum elite yang idealis berpikir bagaimana caranya untuk
memberikan bantuan hukum bagi kalangan miskin. Bantuan diberikan dengan dua cara,
yaitu: Melalui proses Yuridis, yaitu pendampingan hukum terhadap kasus yang menimpa
kaum miskin atau biasa disebut dengan Legal Aid dan proses legislatif yang dilakukan
dengan cara memperjuangkan hak-hak kaum miskin dalam pembuatan suatu undang-undang
yang biasa disebut dengan Legal Service.
Stratifikasi sosial memang tidak dapat dihilangkan. Namun sebenarnya hal tersebut
tidak perlu dihilangkan. Karena merupakan sebuah dinamika dalam masyarakat, stratifikasi
dengan sistem yang terbuka akan menimbulkan sebuah persaingan yang sehat. Kaum strata
atas akan berusaha meraih strata atas, sedangkan masyarakat strata atas akan
mempertahankan kedudukannya. Hal yang harus dihilangkan adalah diskriminasi dalam
hukum. Tidak seharusnya hukum hanya dibuat oleh kaum strata atas saja. Hukum
menyangkut kehidupan setiap orang, tidak peduli dari strata atas atau bawah. Oleh karena itu,
hukum seharusnya dibuat secara bersama-sama yakni semua kalangan harus dilibatkan dalam
sebuah perumusan hukum agar hukum dapat diterima semua pihak.
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa stratifikasi sosial merupakan
pembedaan masyarakat atau penduduk berdasarkan kelas-kelas yang telah ditentukan secara
bertingkat berdasarkan dimensi kekuasaan, kehormatan, tingkat pendidikan, ekonomi dan
sebagainya.
Stratifikasi sosial terdiri dari dua unsur, yaitu kedudukan (status) dan peranan (role).
Kedudukan dan peranan merupakan dua unsur yang memiliki arti penting bagi sistem sosial.
Adapun yang mempengaruhi stratifikasi sosial terhadap fungsi hukum adalah disebabkan
karena ada asumsi yang mengatakan bahwa yang menentulan hukum yang berlaku adalah
masyarakat kalangan atas. Masyarakat kalangan atas berusaha memasukkan kepentingannya
pada aturan yang ditetapkan. Hal ini membuat kaum muskin semakin terpojok.
Rule Of Law berarti persamaan di hadapan hukum, yaitu setiap warga negara harus
tunduk kepada hukum. Dalam hal ini stratifikasi sosial yang terdapat pada setiap masyarakat
tujuan kajiannya tidak lain hanya untuk mengidentifikasi fakta yang mungkin ada manfaatnya
di dalam pelaksanaan penegakan hukum saat ini yang banyak di persoalkan oleh masyarakat
indonesia terutama masyarakat yang mendiami wilayah perkotaan. Hukum diartikan sebagai
peraturan yang ditetapkan oleh penguasa, peraturan-peraturan tersebut bisa bersifat umum
dan bisa pula bersifat khusus berdasarkan dari sudut ruang lingkup normanya. Jadi, hukum
disini diartikan sebagai suatu jenis Social Control yang ditetapkan oleh penguasa.
Suatu variabel adalah karakteristik dari suatu gejala yang berubah-ubah, tergantung
dari situasi atau kondisi dimana keadaan tersebut berada atau terjadi. Secara kuantitatif terjadi
lebih banyak proses hukum apabila frekuensi gugatan pada suatu peradilan negeri tinggi bila
dibandingkan dengan keadaan suatu pengadilan yang sama sekali kurang terjadi gugatan-
gugatan. Contoh: peraturan-peraturan tertulis mengenai peruntukan tanah yang dikeluarkan
oleh Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta selama periode antara tahun 1966
sampai dengan tahun 1970. Pendekatan sosiologis sebagai salah satu dasar perilakuan yang
nyata ataupun fakta yang dilihat, pada suatu ketika jenis-jenis social control lainnya lebih
menonjol peranannya dari pada hukum integrasi dan keteraturan dalam masyarakat tidak
hanya disebabkan oleh adanya hukum, akan tetapi justru mungkin karena adanya jenis-jenis
social control lain seperti kaidah-kaidah kesusilaan, kesopanan dan lain sebagainya.
Ketika pengadilan sosial oleh pemerintah yang sering dinamakan hukum tidak jalan,
maka bentuk lain dari pengendalian sosial yang otomatis akan muncul. Berbagai tindakan
anarki, baik dalam wujud tindakan main hakim sendiri maupun tawuran pertikaian suku,
agama, ras dan antar golongan (SARA) serta jenis-jenis lainnya. Kini menjadi fenomena yang
tampak diberbagai tempat ditanah air, para petinggi hukum hanya bicara tentang keberadaan
rambu-rambu hukum yang memang ada tetapi dalam kenyataannya justru tidak berdaya.
Berbagai tindakan anarkis yang terjadi belakangan ini merupakan perwujudan dari apa yang
diistilahkan oleh Smelser sebagai a hostile outburst (ledakan kemarahan) atau a hostile
frustation (ledakan tumpukan kekecewaan).
Kondisi keterpurukan hukum di Indonesia saat ini hanya mungkin diatasi jika para
penegak hukum lebih banyak bertanya kepada hati nuraninya daripada perutnya, sehingga
apa yang disebut benar dan adil oleh masyarakat mampu diimplikasikan oleh para penegak
hukum melalui putusan-putusan hukum di pengadilan.
Dalam arti luas, penegakan hukum dari segi subyeknya dapat diartikan sebagai
keterlibatan seluruh subyek hukum dalam setiap hubungan hukum untuk penegakan
hukum. Selanjutnya, penegakan hukum dari sudut pandang obyeknya atau hukum itu
sendiri juga dapat dibedakan dalam arti luas dan sempit. Penegakan hukum dalam arti
luas dapat berarti penegakan hukum yang mencakup atau meliputi nilai-nilai keadilan
yang hidup di tengah masyarakat dan nilai-nilai keadilan yang terkandung dalam
hukum formal itu sendiri.
Faktor kesadaran hukum ini sangat memainkan peran penting dalam
perkembangan hukum artinya semakin lemah tingkat kesadaran masyarakat, semakin
lemah pula kepatuhan hukumnya sebaliknya semakin kuat kesadaran hukumnya
semakin kuat pula faktor kepatuhan hukum. Sehingga proses perkembangan dan
efektifitas hukum dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata
untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis
a. Hukum Represif,
Hukum represif yaitu hukum yang merupakan alat kekuasaan represif.
Hukum represif banyak mengandalkan paksaan tanpa memikirkan kepentingan
yang ada dipihak rakyat.
b. Hukum Otonom
Hukum otonom yaitu hukum sebagai pranata yang mampu menjinakkan
refresi dan melindungi integritasnya sendiri. Karakter khas dari hukum otonom
dapat diringkas sebagai berikut:
hukum terpisah dari politik. Secara khas system hukum ini menyatakan
kemandirian kekuasaan peradilan dan membuat garis tegas antara fungsi-
fungsi legislative dan yudikatif;
tertib hukum mendukung mendukung model peraturan (model of rules).
Focus pada peraturan membantu menerapkan ukuran bagi akuntabilitas
para pejabat. Pada saat yang sama, ia membatasi kreatifitas institusi-
institusi hukum maupun resiko campur tangan lembaga-lembaga hukum
dalam wilayah politik;
prosedur adalah jantung hukum. Keteraturan dan keadilan (fairness) dan
bukannya keadilan substantive merupakan tujuan utama dan kompetensi
utama dari tertib hukum;
Ketaatan pada hukum: dipahami sebagai kepatuhan yang sempurna
terhadap peraturan-peraturan hukum positif.
c. Hukum Responsif
Hukum responsif yaitu hukum yang merupakan sarana respon atas
kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Adapun karakteristik dari hukum
responsive yakni:
dinamika perkembangan hukum meningkatkan otoritas tujuan dalam
pertimbangan;
tujuan membuat kewajiban hukum semakin problematic, sehingga
mengundurkan klaim hukum terhadap kepatuhan dan membuka
kemungkinan bagi konsepsi tatanan semakin tidak kaku dan semakin
bersdifat perdata;
karena hukum memiliki keterbukaan dan fleksibelitas, advokasi hukum
memasuki suatru dimensi politik dan laluy meningkatkan kekuatan-
kekuatan yang dapat membantu mengoreksi dan mengubah institusi
hukum yang juga mengancam memperlemah integritas institusional;
di dalam lingkungan yang penuh tekanan, otoritas yang berkelanjutan dari
tujuan hukum dan integritas dari tatanan hukum tergantung pada model
institusi hukum yang lebih kompeten.
KELOMPOK 7 :
Dalam hal ini munculnya hukum berkaitan dengan suatu bentuk penyelesaian konflik
yang bersifat netral dan tidak memihak. Pelaksanaan hukum di Indonesia sering dilihat dalam
kacamata yang berbeda oleh masyarakat. Hukum sebagai dewa penolong bagi mereka yang
diuntungkan, dan hukum sebagai hantu bagi mereka yang dirugikan. Hukum yang seharusnya
bersifat netral bagi setiap pencari keadilan atau bagi setiap pihak yang sedang mengalami
konflik seringkali bersifat diskriminatif, memihak kepada yang kuat dan berkuasa. Adanya
ketimpangan pelaksanaan hukum tersebut maka timbullah pemasalahan hukum di Indonesia.
Permasalahan hukum di Indonesia terjadi karena beberapa hal, baik dari system peradilannya,
perangkat hukumnya, inkonsisten penegakan hukum, intervensi kekuasaan, maupun
perlindungan hukum.
Penegakan hukum
Penegakan hukum memang telah menjadi persoalan yang hingga saat ini mungkin
masih menimbulkan tanda tanya. Bukan tanpa alasan, namun karena secara faktual telah
banyak kasus-kasus hukum yang terlewatkan dan gagal dieksekusi oleh aparat penegak
hukum.
Menurut  Adnan Topan Husodo (Wakil Koord. ICW), selama kurun waktu sepuluh
tahun, yakni sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2012 dalam pemantauan ICWÂ telah
ditemukan sekitar empat puluh sembilan (49) terpidana dalam kasus korupsi yang putusan
terhadap mereka tidak dapat dieksekusi karena berbagai alasan.
Aparatur penegak hukum dapat diartikan sebagai sebagai seluruh institusi dan aparat
penegak hukum yang terlibat dalam proses penegakan hukum. Setidaknya ada 3 elemen
penting yang mempengaruhi kinerja penegakan aturan hukum, antara lain: institusi penegak
hukum termasuk sarana dan prasarana yang mendukung dan mekanisme atau tata kerja yang
berlaku di lembaga tersebut. Selanjutnya adalah budaya kerja aparat penegak hukum
termasuk kesejahteraannya. Selanjutnya yang ketiga adalah peraturan yang mendukung
kinerja lembaga penegak hukum, baik hukum materil maupun hukum acara.
Penegakan Hukum dan Keadilan Dalam Konteks Negara Hukum dan Masyarakat
Indonesia adalah Negara hukum, demikian penegasan Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945.
Terlepas dari kesederhaan rumusan pasal dimaksud terkandung suatu pertanyaan yang
berkaitan dengan penegakan hukum dalam konteks Negara hukum, dan mengingat Republik
Indonesia adalah Negara demokratis, berarti hukum yang ditegakkan adalah dalam lingkup
masyarakat demokratis. Tegasnya hukum dan keadilan yang menjadi pedoman dalam
masyarakat Negara Republik Indonesia tidak lepas dari konteks Negara hukum dan
masyarakat demokratis yang dianut dalam UUD 1945.
Berkenaan dengan hal tersebut, setidak-tidaknya di dalam UUD 1945 terdapat lima
hal yang berkaitan dengan penegakan hukum dan keadilan, yaitu: 1) mengenai subtansi, 2)
batasan penegakan, 3) kewenangan penegakan, 4) mekanisme penegakan hukum dan
keadilan, dan 5) bentuk pengaturan hukum dan keadilan.
Secara subtansial, UUD 1945 menegaskan kebebasan dan hak atas kebebasan sebagai
intisari hukum dan keadilan yang diatur dalam suatu bentuk peraturan perundang-undangan
sesuai dengan pasal-pasal terkait dengan hal dimaksud. Di dalam alinea keempat Pembukaan
UUD 1945 terkandung landasan subtansi dari hukum dan keadilan yaitu hukum dan keadilan
yang mencerminkan adanya kedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mengenai batasan penegakan hukum dan keadilan, UUD 1945 menegaskan hukum
dan keadilan yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan yang diadakan untuk itu,
serta batasan yang berkaitan dengan pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-
nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis seperti
ditegaskan pada Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945
Mengenai mekanisme penegakan hukum dan keadilan, UUD 1945 menegaskan dalam
suatu peradilan seperti ditegaskan pada Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945, bahwa: “Kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan”, hal ini menempatkan peradilan sebagai penyelenggaraan
penegakan hukum dan keadilan.
Mengenai bentuk pengaturan hukum dan keadilan, UUD 1945 menegaskan undang-
undang sebagai bentuk peraturan perundang-undangan yang dipergunakan sebagai wadah
hukum dan keadilan, termasuk di dalam atas keberadaan kesatuan masyarakat hukum adapt,
seperti ditegaskan pada Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945, bahwa: “Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.
Mengacu kepada penegakan hukum dan keadilan sebagai hal yang lebih bersifat
praksis dari keberadaan undang-undang sebagai wadah pengaturan hukum dan keadilan,
maka hal yang bersifat “demokratis” menjadi warna utama dari prinsip Negara hukum,
seperti dalam hal penegakkan dan perlindungan hak asasi manusia pada Pasal 28I Ayat (5)
UUD 1945: “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip
negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan”. Hal ini kemudian dipertegas dengan
adanya parameter keadilan dalam hal menjalankan hak dan kebebasan, seperti ditegaskan
pada Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945: “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap
orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-
nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis
Dalam arti luas, penegakan hukum dari segi subyeknya dapat diartikan sebagai
keterlibatan seluruh subyek hukum dalam setiap hubungan hukum untuk penegakan hukum.
Selanjutnya, penegakan hukum dari sudut pandang obyeknya atau hukum itu sendiri juga
dapat dibedakan dalam arti luas dan sempit. Penegakan hukum dalam arti luas dapat berarti
penegakan hukum yang mencakup atau meliputi nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah
masyarakat dan nilai-nilai keadilan yang terkandung dalam hukum formal itu sendiri.
Faktor kesadaran hukum ini sangat memainkan peran penting dalam perkembangan
hukum artinya semakin lemah tingkat kesadaran masyarakat, semakin lemah pula kepatuhan
hukumnya sebaliknya semakin kuat kesadaran hukumnya semakin kuat pula faktor kepatuhan
hukum. Sehingga proses perkembangan dan efektifitas hukum dapat dirasakan langsung oleh
masyarakat. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis
KELOMPOK 8 :
Latar Belakang Sosiologi Hukum
Dilihat dari sudut historis istilah sosiologi hukum untuk pertama kali
digunakan oleh seorang Italia yang bernama Anzilotti pada tahun 1882. Dari sudut
perkembangannya sosiologi hukum pada hakekatnya lahir dari hasil hasil pemikiran-
pemikiran para ahli pemekir, baik dibidang filsafat hukum, ilmu hukum maupun
sosiologi.Hasil-hasil pemikiran tersebut tidak saja berasal dari individu-individu, akan
tetapi berasal Dari madzhab-madzhab atau aliran-aliran yang mewakili sekelompok
ahli pemikir yang pada garis besarnya mempunyai pendapat yang tidak banyak
berbeda. Betapa besarnya pengaruh filsafat hukum dan ilmu hukum terhadap
pembentukan sosiologi hukum, nyata sekali dari ajaran-ajaran beberapa madzhab dan
aliran yang memberikan masukan-masukan pada sosiologi hukum. Masukan yang
diberikan dari aliran dan madzhab sangat berpengaruh baik secara langsung maupun
tidak langsung bagi sosiologi hukum. Sosiologi hukum sebagai cabang ilmu yang
berdiri sendiri merupkan ilmu social
Sosiologi hukum sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri merupakan ilmu
sosial yang mempelajari kehidupan bersama manusia dengan sesamanya, yakni
kehidupansosial atau pergaulan hidup, singkatnya sosiologi hukum mempelajari
masyrakat, khususnya gejala hukum dari masyrakat. Pada hakekatnya masyrakat
dapat ditelaah dari dua sudut yaknisudut struktural dan sudut dinamikanya. Segi
struktur dinamakan pula struktur soaial yaitu kaedah-kaedah sosial, lembagalembaga
sosial serta kelompok-kelompok sosial serta lapisan lapisan sosial. Sosiologi hukum
mempunyai peranan yang penting bagai aparat penegak hukum agar dapat bekerja
lebih profesional dan menurut peraturan perundangundangan yang belaku.
Teori perilaku, sebagai hasil karya Skinner dan kawan-kawan (Ritzer, 1980:
142-152) yang mendasarkan pada keterkaitan antara stimulus dan respons. Dalam
melihat kecenderungan itu teori ini akan menuturkan bahwa kelahiran budaya, nilai,
dan norma-norma sosial adalah respons dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam
kehidupan manusia, termasuk sifat yang heterogen. Jadi dengan kata lain dapat
dinyatakan bahwa berkenaan dengan adanya perubahan yang terjadi dalam kehidupan
manusia, maka diperlukan serangkaian pedoman perilaku sebagaimana tersebut di
atas.