Anda di halaman 1dari 20

Nama : EMELIA

NIM : 1833180009
Prodi : SA/IV

KELOMPOK 1 :

A. Pendekatan teoritis

Pendekatan ini menekankan pada sebuah instrument ada pada kajian sosiologi
hukum melalui berbagai macam penalaran dan logika yang itu hanya bisa diterima
dengan akal saja. Oleh karena itu pokok-pokok pendekatan paradigmatic adalah:

Sosiologi hukum bertugas untuk mempelajari dan mengkritik paradigm-paradigma


yang ada yang menjadi pedoman kalangan profesi hukum dan norma-norma hukum
yang menjadi dasar sistem hukum masyarakat.
Mempelajari kenyataan hukum, mengidentifikasikan perbedaan antara kenyataan
dengan paradigma yang berlaku dan mengajukan rekomendasi untuk mengadakan
perubahan pada perilaku atau norma.
Mengajukan paradigma-paradigma yang baru.
Sosiologi hukum merupakan ilmu yang menganggap hukum bukan hanya sisi
normatif semata tapi merupakan sekumpulan fakta empiris, sesuatu yang nyata dalam
masyarakat, yang ditinjau dari berbagai sisi sampai terdapat keseimbangan informasi
terhadap fenomena sosial tentang hukum.

Pendekatan normatif
Sebuah pendekatan yang dilakukan oleh para pakar sosiologi hukum dalam
menelaah suatu peristiwa yang terjadi dimasyarakat dengan kata lain bahwa
pendekatan normative juga mempunyai sisi lain, yaitu tampak kenyataannya yang
dimaksud dengan tampak kenyataanya disini adalah bukan kenyataan dalam bentuk
pasal undang-undang melainkan sebagai mana hukum itu dijalankan sehari-harinya.
Apabila kita mencoba untuk mengamati dan mempelajari hukum dalam tampaknya
yang demikian itu, maka kita harus keluar dari batas-batas peraturan hukum dan
mengamati praktek hukum atau hukum sebagaimana dijalankan oleh orang-orang
dalam masyarakat.
Menurut pandangan saya pendekatan normatif juga dapat disebut dengan
pendekatan atau pandangan positivistik karena merupakan sebuah model pemikiran
yang mendominasi pengkajian-pengkajian terhadap hukum di abad pertengahan. Di
mana pada abad-abad ini, ilmu hukum banyak memusatkan perhatiannya pada
penelaahan mengenai tertib logis dari tatanan peraturan yang berlaku. Ia juga banyak
menaruh minat pada pemahaman dan pendefinisian istilah-istilah yang dipakai dalam
tatanan tersebut.

HUKUM SEBAGAI SOSIAL KONTROL


Sosial kontrol (social control) biasanya diartikan sebagai suatu proses, baik
yang direncanakan maupun yang tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan
memaksa warga masyarakat agar mematuhi sistem kaidah dan nilai-nilai yang
berlaku.

Perwujudan social control tersebut mungkin berupa pemidanaan, kompensasi,


terapi, maupun konsiliasi.

Standar atau patokan dari pemidanaan adalah suatu larangan, yang apabila dilanggar
akan mengakibatkan penderitaan (sanksi negative) bagi pelanggarnya.
Standar atau patokan pada kompensasi adalah kewajiban, dimana inisiatif untuk
memprosesnya ada pada pihak yang dirugikan.
Berbeda dengan kedua hal diatas, terapi maupun konsiliasi sifatnya “remedial” artinya
mengembalikan situasi (interaksi sosial) pada keadaan yang semula.
HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MENGUBAH MASYARAKAT
Selain sebagai kontrol sosial, hukum juga berfungsi sebagai alat untuk
mengubah masyarakat atau biasa disebut social engineering. Alat pengubah
masyarakat yang dimaksudkan oleh Roscoe Pound, dianalogikan sebagai suatu proses
mekanik. Hal itu terlibat dengan adanya perkembangan industry dan transaksi-
transaksi bisnis yang memperkenalkan nilai dan norma baru. Peran “pengubah”
tersebut dipegang oleh hakim melalui “interpretasi” dalam mengadili kasus yang
dihadapinya secara “seimbang” (balance). Interpretasi-interpretasi tersebut dapat
dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal berikut ini:

Studi tentang aspek sosial yang aktual dari lembaga hukum


Tujuan dari pembuat peraturan hukum yang efektif
Studi tentang sosiologi dalam mempersiapkan hukum
Studi tentang metodologi hukum
Sejarah hukum
Arti penting tentang alasan-alasan dan solusi dari kasus-kasus individual yang pada
angkatan terdahulu berisi tentang keadilan yang abstrak dari suatu hukum yang
abstrak.

KELOMPOK 2 :

A. Basic sosial hukum


Basic sosial hukum memiliki arti bahwa hukum memiliki peranan penting
dalam menghadapi problema atau persoalan sosial yang timbul dalam kehidupan
bermasyarakat. Paradigma sosiologi hukum adalah pengaruh timbal balik antara
hukum dengan gejala-gejala sosial, antara lain sbb:

 Kelompok-kelompok sosial: suatu aktivitas yang dilakukan oleh dua


orang atau lebih yang diatur oleh suatu hukum. Misalnya, organisasi
masyarakat “hukumnya” adalah AD/ART
 Lembaga-lembaga sosial, yang diakui keberadaannya dalam
masyarakat. Misalnya : Desa (UU PEMDA)
 Stratifikasi sosial: pelapisan sosial dalam masyarakat namun tetap
memperhatikan persamaan dihadapan hukum
 Kekuasaan dan kewenangan yang diatur oleh hukum.
 Interaksi sosial, hukum berfungsi untuk mempelancar interaksi sosial
 Perubahan sosial mempengaruhi perubahan hukum
 Masalah sosial, hal-hal yang berkaitan dengan kejahatan, hukumnya
didalam KHUP dan KUHAP

Hukum dan Ilmu pengetahuan sosial, ialah suatu proses Hukum dan Ilmu
pengetahuan sosial, ialah suatu proses suatu peraturan hukum diperhatikan
komponen-komponen sosial yang mengitari proses hukum tersebut.

B. PARADIGMA SOSIOLOGI HUKUM


Paradigma sosiologi hukum adalah pengaruh timbal balik antara hukum
dengan gejala –gejala  sosial lainnya.berikut akan dikemukakan pengaruh timbal
balik tersebut.
1. Kelompok-kelompok sosial hokum
2. Lembaga sosial yang di maksud adalah suatu lembaga yang diakui keberadaanya
didalam masyarakat.
3. Stratifikasai  hukum
Straifikasi dimaksud adalah pelapisan sosial yang ada dalam masyarakat.
4. Kekuasaan dan kewenangan hukum
Kekuasaan dan kewenangan dimaksud diatur oleh hukum. Sebagai contoh
dapa diungkapkan bahwa Presiden, kekuasaan dan kewenangannya diatur oleh
UUD 1945.
5. Interaksi sosial hukum
Interaksi sosial dimaksud, hukum berfungsi untuk memperlancar interaksi
sosial.
6. Perubahan-perubahan sisoal hukum
Perubahan sosial dimaksud adalah:
a. Perubahan sosial mempengaruhi perubahan hukum seperti UUD No 1
Tahun 1974.
b. Perubahan hukum menimbulkan perubahan sosial seperti UUD Narkotika
tahun 1976 sebagai perubahan dari ketentuan peninggalan Belanda,
dimana bukan hanya pemadat tetapi juga penanam dan pengedar
mendapat juga hukumman yang berat.
7. Masalah sosial hukum

Masalah sosial dimaksud adalah hal-hal yang berkaitan dengan kejahatan


hukumnya: KUHP dan Acara hukum Pidana.
C. HUKUM DAN KEWENANGAN

Bila penyelidikan terhadap hukum didalam masyarakat dimulai dari kelompok


kecil, yaitu yang merupakan molekul-molekul dari kehidupan sosial dan peran
mereka sendiri-sendiri.Akan tetapi keberadaan suatu kelompok dalam suatu keadaan
tertentu adalah sangat singkat.kelompok itu bergerak dalam tahap-tahap
kehidupan,melakukan penampilan ,mengundurkan diri ketepi ,selanjutnya dari sana
terjun kejalan-jalan yang kemudian membentuk kelompok-kelompok baru yang
lain.eksisten yang berlatar belakang masyarakat diperoleh pada tingkatan yang tinggi
dalam interaksi diantara anggota-anggotanya.sifat instrumental teletak pada saling
ketergantungan dari fungsi-fungsi khusus anggota-anggotanya yang di butuhkan
untuk mencapai suatu tujuan yang di cita-citakan bersama.
D. HUKUM DAN KEKUATAN –KEKUATAN SOSIAL

1. Kekuatan uang
2. Kekuatan politik
3. Kekuatan masa
4. Teknologi baru

E. MANFAAT SOSIOLOGI HUKUM UNTUK MEMAHAMI BEKERJANYA


HUKUM DIDALAM MASYARAKAT
Untuk bekerjanya hukum fungsi hukum dapat diamati dari beberapa sundut
pandang seperti yang sebagian telah dikemukakan yaitu:
1. Fungsi sosial sebagai sosial kontrol
Fungsi hukum sebagai sosial kontrol merupakan aspek yuridis normatif
dari kehidupan masyarakat atau dapat disebut pemberi definisi dari tingkah laku
yang menyimpang serta akibat-akibatnya seperti larangan-larangan ,perintah-
perintah,pemindanaan ,dan ganti rugi.
2. Fungsi hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat
3. Fungsi hukum sebagai symbol
4. Fungsi hukum sebagai alat politik
5. Fungsi hukum sebagai alat integrasi

KELOMPOK 3 : HUKUM DAN MASYARAKAT

Hukum dan masyarakat mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Manusia yang hidup berkelompok dalam suatu jaringan
masyarakat membutuhkan sebuah aturan/hukum. Begitu pula hukum yang akan
diterapkan membutuhkan subyek, agar hukum itu bisa berfungsi dalam masyarakat.

Hukum dalam masyarakat berfungsi sebagai berikut: Fungsi hukum sebagai


“a tool of social control”, Fungsi hukum sebagai “a tool of engineering”, Fungsi
hukum sebagai symbol, Fungsi hukum sebagai “a political instrument”Fungsi hukum
sebagai integrator. Hukum dalam masyarakat dibuat agar dapat menyelesaikan konflik
yang terjadi. Namun hukum tidak selamanya menyelesaikan konflik atau masalah,
hukum juga terkadang menimbulkan masalah jika hukum itu dibuat tanpa melihat
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, karena secara otomatis aturan itu akan
bertentangan dengan masyarakat.
Hukum mempunyai sifat yang elastis, artinya bahwa hukum selalu mengikuti
perkembangan zaman.Hukum yang bertentangan dengan nilai dan budaya
masyarakat, maka hukum itu dianggap sudah tidak relevan dan tidak layak
diaplikasikan dalam masyakarakat, sehingga perlu dilakukan perubahan terhadap
aturan tersebut, agar tujuan hukum itu dapat tercapai.Adapun tujuan hukum adalah
untuk memberikan kemanfaatan, keadilan serta memberikan kepastian hukum.

KELOMPOK 4 :

HUKUM DAN STRATIFIKASI DALAM KENYATAAN SOSIAL

Stratifikasi sosial diartikan sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke


dalam kelas-kelas secara bertingkat atau secara hierarki. Oleh karena itu, para ahli sosiologi
hukum biasanya mengemukakan suatu hipotes bahwa semakin kompleks stratifikasi sosial
dalam suatu masyarakat, semakin banyak hukum yang mengaturnya, disadari juga bahwa
hukum dan gejala-gejala sosial lainnya saling mempengaruhi. Namun disatu pihak, hukum
dapat dipelajari sendiri terlepas dari gejala-gejala sosial lainnya dan dipihak lain ada yang
lebih senang mempelajari hukum dalam kaitannya dengan gejala-gejala sosial.

Sudah menjadi suatu kenyataan yang tidak asing lagi, bahwa hukum merupakan
gejala sosial sebagaimana halnya dengan ekonomi, politik, pendidikan dan seterusnya.
Stratifikasi sosial merupakan aspek vertikal dari kehidupan sosial berdasarkan
pendistribusian yang tidak seimbang seperti sandang, pangan dan tempat tinggal.
Pengelompokan dari adanya stratifikasi sosial biasanya didasari kekayaan, kekuasaan,
kehormatan, dan mungkin juga pengetahuan pada keadaan masyarakat mempunyai banyak
lapisan sosial. Adakala nya dijumpai pula stratifikasi sosial yang banyak lapisannya.

Hipotesis diatas mempunyai banyak dampak pada perangkat hukum yang


mengaturnya. Oleh karena itu, semakin banyak kekuasaan, kekayaan dan kehormatan
semakin sedikit pula perangkat hukum yang mengaturnya. Masalahnya adalah keadaan
seperti itu sa ngat bertentangan dengan tujuan hukum yang tidak membedakan semua
golongan, status dan sebagainya (persamaan kedudukan di hadapan hukum). Dengan
demikian, semakin ke atas seseorang dalam stratifikasi sosial maka akan semakin berkurang
hukum yang mengaturnya, akan tetapi bagi ahli sosiologi hukum yang terpenting adalah
penerapannya secara nyata.

Dasar yuridis formal yang fragmentaris, secara asumtif mengakibatkan pada keadaan-
keadaan yang lebih parah. Terutama dari segi penegakannya yang apabila berbuat negatif
disebut oknum. Suatu status merupakan posisi dalam suatu sistem (sosial), sedangkan
peranan adalah pola perilaku yang terkait pada status tersebut.

Terdapat masyarakat lapisan atas yang ditempati oleh orang-orang kaya dan
terpandang serta masyarakat lapisan baah yang ditempati masyarakat miskin. Hal ini tidak
bisa di hilangkan. Hukum berusaha menghilangkan perbedaan ini dengan mengusung asas
Equality Before The Law yang artinya bahwa kedudukan setiap orang adalah sama di
hadapan hukum, tidak memandang kaya ataupun miskin. Namun pelapisan sosial tetap saja
tidak dapat dihilangkan karena di dalam masyarakat terdapat peranan yang di mainkan
masing-masing individu. Setiap peran yang dimainkan memiliki prestige yang berbeda. Ada
peran yang dianggap oleh masyarakat baik, ada pula yang dianggap tidak baik.

Stratifikasi sosial ini pada akhirnya akan melahirkan sebuah stratifikasi hukum. Hal
ini di sebabkan karena ada asumsi yang mengatakan bahwa yang menentukan hukum yang
berlaku adalah masyarakat kalangan atas. Masyarakat kalangan atas berusaha memasukkan
kepentingannya pada aturan yang ditetapkan. Hal ini membuat kaum miskin semakin
terpojok dan membuat kaum elite yang idealis berpikir bagaimana caranya untuk
memberikan bantuan hukum bagi kalangan miskin. Bantuan diberikan dengan dua cara,
yaitu: Melalui proses Yuridis, yaitu pendampingan hukum terhadap kasus yang menimpa
kaum miskin atau biasa disebut dengan Legal Aid dan proses legislatif yang dilakukan
dengan cara memperjuangkan hak-hak kaum miskin dalam pembuatan suatu undang-undang
yang biasa disebut dengan Legal Service.

Stratifikasi sosial memang tidak dapat dihilangkan. Namun sebenarnya hal tersebut
tidak perlu dihilangkan. Karena merupakan sebuah dinamika dalam masyarakat, stratifikasi
dengan sistem yang terbuka akan menimbulkan sebuah persaingan yang sehat. Kaum strata
atas akan berusaha meraih strata atas, sedangkan masyarakat strata atas akan
mempertahankan kedudukannya. Hal yang harus dihilangkan adalah diskriminasi dalam
hukum. Tidak seharusnya hukum hanya dibuat oleh kaum strata atas saja. Hukum
menyangkut kehidupan setiap orang, tidak peduli dari strata atas atau bawah. Oleh karena itu,
hukum seharusnya dibuat secara bersama-sama yakni semua kalangan harus dilibatkan dalam
sebuah perumusan hukum agar hukum dapat diterima semua pihak.

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa stratifikasi sosial merupakan
pembedaan masyarakat atau penduduk berdasarkan kelas-kelas yang telah ditentukan secara
bertingkat berdasarkan dimensi kekuasaan, kehormatan, tingkat pendidikan, ekonomi dan
sebagainya.

Stratifikasi sosial terdiri dari dua unsur, yaitu kedudukan (status) dan peranan (role).
Kedudukan dan peranan merupakan dua unsur yang memiliki arti penting bagi sistem sosial.
Adapun yang mempengaruhi stratifikasi sosial terhadap fungsi hukum adalah disebabkan
karena ada asumsi yang mengatakan bahwa yang menentulan hukum yang berlaku adalah
masyarakat kalangan atas. Masyarakat kalangan atas berusaha memasukkan kepentingannya
pada aturan yang ditetapkan. Hal ini membuat kaum muskin semakin terpojok.

Rule Of Law berarti persamaan di hadapan hukum, yaitu setiap warga negara harus
tunduk kepada hukum. Dalam hal ini stratifikasi sosial yang terdapat pada setiap masyarakat
tujuan kajiannya tidak lain hanya untuk mengidentifikasi fakta yang mungkin ada manfaatnya
di dalam pelaksanaan penegakan hukum saat ini yang banyak di persoalkan oleh masyarakat
indonesia terutama masyarakat yang mendiami wilayah perkotaan. Hukum diartikan sebagai
peraturan yang ditetapkan oleh penguasa, peraturan-peraturan tersebut bisa bersifat umum
dan bisa pula bersifat khusus berdasarkan dari sudut ruang lingkup normanya. Jadi, hukum
disini diartikan sebagai suatu jenis Social Control yang ditetapkan oleh penguasa.

Suatu variabel adalah karakteristik dari suatu gejala yang berubah-ubah, tergantung
dari situasi atau kondisi dimana keadaan tersebut berada atau terjadi. Secara kuantitatif terjadi
lebih banyak proses hukum apabila frekuensi gugatan pada suatu peradilan negeri tinggi bila
dibandingkan dengan keadaan suatu pengadilan yang sama sekali kurang terjadi gugatan-
gugatan. Contoh: peraturan-peraturan tertulis mengenai peruntukan tanah yang dikeluarkan
oleh Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta selama periode antara tahun 1966
sampai dengan tahun 1970. Pendekatan sosiologis sebagai salah satu dasar perilakuan yang
nyata ataupun fakta yang dilihat, pada suatu ketika jenis-jenis social control lainnya lebih
menonjol peranannya dari pada hukum integrasi dan keteraturan dalam masyarakat tidak
hanya disebabkan oleh adanya hukum, akan tetapi justru mungkin karena adanya jenis-jenis
social control lain seperti kaidah-kaidah kesusilaan, kesopanan dan lain sebagainya.
Ketika pengadilan sosial oleh pemerintah yang sering dinamakan hukum tidak jalan,
maka bentuk lain dari pengendalian sosial yang otomatis akan muncul. Berbagai tindakan
anarki, baik dalam wujud tindakan main hakim sendiri maupun tawuran pertikaian suku,
agama, ras dan antar golongan (SARA) serta jenis-jenis lainnya. Kini menjadi fenomena yang
tampak diberbagai tempat ditanah air, para petinggi hukum hanya bicara tentang keberadaan
rambu-rambu hukum yang memang ada tetapi dalam kenyataannya justru tidak berdaya.
Berbagai tindakan anarkis yang terjadi belakangan ini merupakan perwujudan dari apa yang
diistilahkan oleh Smelser sebagai a hostile outburst (ledakan kemarahan) atau a hostile
frustation (ledakan tumpukan kekecewaan).

Bagaimana mungkin masyarakat akan pulih kepercayaannya jika yang mereka


saksikan dalam proses penegakan hukum, terutama yang berkaitan dengan kasus-kasus KKN
kelas kakap, masih dialunkan oleh syair Aku Masih Seperti Yang Dulu. Tampak benar oleh
mata hati masyarakat bahwa asas Equal Justice Under Law masih merupakan Lips Service.

Kondisi keterpurukan hukum di Indonesia saat ini hanya mungkin diatasi jika para
penegak hukum lebih banyak bertanya kepada hati nuraninya daripada perutnya, sehingga
apa yang disebut benar dan adil oleh masyarakat mampu diimplikasikan oleh para penegak
hukum melalui putusan-putusan hukum di pengadilan.

KELOMPOK 5 : Keberadaan Hukum Dalam Masyarakat Dalam Konteks


Pengertian Hukum

Dalam arti luas, penegakan hukum dari segi subyeknya dapat diartikan sebagai
keterlibatan seluruh subyek hukum dalam setiap hubungan hukum untuk penegakan
hukum. Selanjutnya, penegakan hukum dari sudut pandang obyeknya atau hukum itu
sendiri juga dapat dibedakan dalam arti luas dan sempit. Penegakan hukum dalam arti
luas dapat berarti penegakan hukum yang mencakup atau meliputi nilai-nilai keadilan
yang hidup di tengah masyarakat dan nilai-nilai keadilan yang terkandung dalam
hukum formal itu sendiri.
Faktor kesadaran hukum ini sangat memainkan peran penting dalam
perkembangan hukum artinya semakin lemah tingkat kesadaran masyarakat, semakin
lemah pula kepatuhan hukumnya sebaliknya semakin kuat kesadaran hukumnya
semakin kuat pula faktor kepatuhan hukum. Sehingga proses perkembangan dan
efektifitas hukum dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata
untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis

KELOMPOK 6 : Hukum dan Politik dalam Penyelesaian Konflik dan Mewujudkan


Keadilan

A. Kondisi Politik, Hukum , Ekonomi dan Budaya di Indonesia


Hukum di Indonesia yang bisa kita lihat saat ini bisa dikatakan sebagaii
hukum yang carut marut, karena dengan adanya pemberitaan mengenai masalah
penegakan hukum di media cetak maupun media elektronik kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa hukum di Indonesia carut marut.

Sebenarnya permasalahan hukum di Indonesia terkait dengan konflik di


masyarakat dari sudut pandang sosiologi hukum dapat disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya yaitu sistem peradilannya, perangkat hukumnya, inkonsistensi penegakan
hukum, intervensi kekuasaan, maupun perlindungan hukum.

Kaitan kondisi politik dan hukum sangat menarik untuk dikemukakan


pendapat Philipe Nonet dan Philip Selznick yang mengetengahkan suatu teori
mengenai keadaan dasar hukum dalam masyarakat, yaitu:

a. Hukum Represif,
Hukum represif yaitu hukum yang merupakan alat kekuasaan represif.
Hukum represif banyak mengandalkan paksaan tanpa memikirkan kepentingan
yang ada dipihak rakyat.

Pada umumnya hukum represif menunjukkan ciri sebagai berikut :


 institusi-instutusi hukum langsung terbuka bagi kekuasaan politik, hukum
diidentikkan dengan Raison d’etat;

 Perspektif resmi mendominasi segalanya. Dalam perspektif ini penguasa


cenderung mengidentifikasikan kepentingannya dengan kepentingan
masyarakat

 Kepentingan bagi rakyat untuk mendapatkan keadilan dimana mereka


dapat memperoleh perlindungan dan jawaban atas keluhan-keluhannya,
apabila keadilan semacam itu memang ada, adalah terbatas

 Badan-badan khusus seperti polisi misalnya menjadi pusat-pusat


kekuasaan yang bebas;

 Suatu rezim hukum rangkap melembagakan keadilan kelas dengan


mengkonsolidasikan dan mengesahkan pola-pola subordinasi sosial;

 Hukum dan otoritas resmi dipergunakan untuk menegakkan konformitas


kebudayaan.

b. Hukum Otonom
Hukum otonom yaitu hukum sebagai pranata yang mampu menjinakkan
refresi dan melindungi integritasnya sendiri. Karakter khas dari hukum otonom
dapat diringkas sebagai berikut:
 hukum terpisah dari politik. Secara khas system hukum ini menyatakan
kemandirian kekuasaan peradilan dan membuat garis tegas antara fungsi-
fungsi legislative dan yudikatif;
 tertib hukum mendukung mendukung model peraturan (model of rules).
Focus pada peraturan membantu menerapkan ukuran bagi akuntabilitas
para pejabat. Pada saat yang sama, ia membatasi kreatifitas institusi-
institusi hukum maupun resiko campur tangan lembaga-lembaga hukum
dalam wilayah politik;
 prosedur adalah jantung hukum. Keteraturan dan keadilan (fairness) dan
bukannya keadilan substantive merupakan tujuan utama dan kompetensi
utama dari tertib hukum;
 Ketaatan pada hukum: dipahami sebagai kepatuhan yang sempurna
terhadap peraturan-peraturan hukum positif.
c. Hukum Responsif
Hukum responsif yaitu hukum yang merupakan sarana respon atas
kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Adapun karakteristik dari hukum
responsive yakni:
 dinamika perkembangan hukum meningkatkan otoritas tujuan dalam
pertimbangan;
 tujuan membuat kewajiban hukum semakin problematic, sehingga
mengundurkan klaim hukum terhadap kepatuhan dan membuka
kemungkinan bagi konsepsi tatanan semakin tidak kaku dan semakin
bersdifat perdata;
 karena hukum memiliki keterbukaan dan fleksibelitas, advokasi hukum
memasuki suatru dimensi politik dan laluy meningkatkan kekuatan-
kekuatan yang dapat membantu mengoreksi dan mengubah institusi
hukum yang juga mengancam memperlemah integritas institusional;
 di dalam lingkungan yang penuh tekanan, otoritas yang berkelanjutan dari
tujuan hukum dan integritas dari tatanan hukum tergantung pada model
institusi hukum yang lebih kompeten.

B. Hukum dan Penyelesaian Konflik Sosial


Salah satu sumber utama konflik dan kekerasan di berbagai daerah adalah
kondisi penegak hukum di Indonesia yang sangat lemah. Ditambah lagi berbagai
bentuk diskriminasi dan marginalisasi dalam pengauran sosial-ekonomi, politik dan
pemanfaatan sumber daya alam bahkan kehidupan budaya.
Pelaksanaan hukum di Indonesia telah melembagakan kekerasan dalam
berbagai bentuk pengaturan, kebijakan dan putusan hukum yang menyebabkan
terjadinya ketimpangan sosial ekonomi, diskriminasi dan perilaku kekerasan sehari-
hari. Keadaan tersebut disebabkan masyarakat Indonesia tertentu mengalami kesulitan
untuk mengenali lagi referensi lain dalam kehidupan sosialnya selain kekerasan itu
sendiri.
Fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial dapat diterangkan sebagai
fungsi hukum untuk menetapkan tingkah laku mana yang dianggap merupakan
penyimpangan terhadap aturan hukum, dan apa sanksi atau tindakan yang dilakukan
oleh hukum jika terjadi penyimpangan tersebut.

C. Mewujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Perwujudan keadilan dan keadilan sosial dalam Negara hukum Indonesia
merupakan unsur utama, mendasar, sekaligus unsur yang paling rumit dan luas
dimensinya. Keadilan sebagai kemauan yang bersifat tetap dan terus-menerus untuk
memberikan kepada setiap orang, apa yang seharusnya diterima. Untuk itu semua
tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan mempertahankan kebahagiaan dan
kesejahtaraan masyarakat adalah adil. Keadilan dan keadilan sosial memiliki
pertemalian yang erat,dalam konteks negara hukum Indonesia. Terwujudnya keadilan
sosial, harus didasarkan atas keadilan, ketertiban dan keteraturan, dimana setiap orang
mendapatkan kesempatan membangun kehidupan yang layak sehingga tercipta
kesejahteraan umum. Amanat Konstitusi menegaskan Keadilan sosial selalu ditujukan
untuk mewujudkan atau terciptanya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Perwujudan keadilan sosial menghendaki upaya pemerataan sumber daya
agar kelompok masyarakat yang lemah dapat dientaskan dari kemiskinan dan agar
kesenjangan sosial ekonomi di tengah-tengah masyarakat dapat dikurangi.

KELOMPOK 7 :

Masyarakat dalam pertumbuhannya selalu berkembang, dimulai dari keluarga


sebagai masyarakat yang paling kecil atau masyarakat sederhana kemudian berkembang
menjadi semakin kompleks atau masyarakat modern. Perkembangan masyarakat tadi pasti
dibarengi dengan timbulnya hukum untuk mengatur dan mempertahankan sistem pergaulan
hidup anggota – anggotanya. Keberadaan hukum didalamnya adalah sebagai peraturan yang
bersifat umum dimana seseorang atau kelompok secara keseluruhan ditentukan batas – batas
hak dan kewajibannya. Mengacu kepada hak dan kewajiban, maka aturan yang paling tepat
adalah apa yang dinamakan hukum. Demikian dapat diketahui bahwa hukum dapat mengatur
segala kepentingan manusia mulai dari jabang bayi yang masih dalam kandungan ibunya
sampai seorang ibu itu meninggal dunia. Salah satu fungsi hukum adalah sebagai alat
penyelesaian sengketa atau konflik, disamping fungsi yang lain sebagai alat pengendalian
sosial dan alat rekayasa sosial. Pembicaraan tentang hukum barulah dimulai jika terjadi suatu
konflik antara dua pihak yang kemudian diselesaikan dengan bantuan pihak ketiga.

Dalam hal ini munculnya hukum berkaitan dengan suatu bentuk penyelesaian konflik
yang bersifat netral dan tidak memihak. Pelaksanaan hukum di Indonesia sering dilihat dalam
kacamata yang berbeda oleh masyarakat. Hukum sebagai dewa penolong bagi mereka yang
diuntungkan, dan hukum sebagai hantu bagi mereka yang dirugikan. Hukum yang seharusnya
bersifat netral bagi setiap pencari keadilan atau bagi setiap pihak yang sedang mengalami
konflik seringkali bersifat diskriminatif, memihak kepada yang kuat dan berkuasa. Adanya
ketimpangan pelaksanaan hukum tersebut maka timbullah pemasalahan hukum di Indonesia.
Permasalahan hukum di Indonesia terjadi karena beberapa hal, baik dari system peradilannya,
perangkat hukumnya, inkonsisten penegakan hukum, intervensi kekuasaan, maupun
perlindungan hukum.

Penegakan hukum

Penegakan hukum memang telah menjadi persoalan yang hingga saat ini mungkin
masih menimbulkan tanda tanya. Bukan tanpa alasan, namun karena secara faktual telah
banyak kasus-kasus hukum yang terlewatkan dan gagal dieksekusi oleh aparat penegak
hukum.

Menurut  Adnan Topan Husodo (Wakil Koord. ICW), selama kurun waktu sepuluh
tahun, yakni sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2012 dalam pemantauan ICWÂ telah
ditemukan sekitar empat puluh sembilan (49) terpidana dalam kasus korupsi yang putusan
terhadap mereka tidak dapat dieksekusi karena berbagai alasan.

Aparatur Penegak Hukum

Aparatur penegak hukum dapat diartikan sebagai sebagai seluruh institusi dan aparat
penegak hukum yang terlibat dalam proses penegakan hukum. Setidaknya ada 3 elemen
penting yang mempengaruhi kinerja penegakan aturan hukum, antara lain: institusi penegak
hukum termasuk sarana dan prasarana yang mendukung dan mekanisme atau tata kerja yang
berlaku di lembaga tersebut. Selanjutnya adalah budaya kerja aparat penegak hukum
termasuk kesejahteraannya. Selanjutnya yang ketiga adalah peraturan yang mendukung
kinerja lembaga penegak hukum, baik hukum materil maupun hukum acara.

Pengaruh kesadaran hukum dalam perkembangan hukum


Dalam tubuh hukum terjadi semacam perkembangan sehingga sampai pada hukum
yang maju, atau diasumsi maju seperti yang dipraktekan saat ini oleh berbagai negara.
Perkembangan hukum itu sendiri umumnya terjadi sangat lamban meskipun sekali terjadi
agak cepat. Namun perkembangan dari hukum kuno pada hukum modern merupakan
perjuagan manusia tiada akhir satu dan lain hal disebabkan masyarakat , dimana hukum
berlaku berubah terus menerus dalam perkembangan hukum itu sendiri terkadang dilakukan
dengan revisi atau amendemen terhadap undang – undang yang sudah ada tetapi sering pula
dilakukan dengan menganti undang – undang lama dengan undang – undang baru. Bahkan
hukum modern telah menetukan prinsip dan asas hukum yang baru dan meninggalkan prinsip
dan asas hukum yang lama dan sudah cenderung ketinggalan zaman. Dalam hubungannya
dengan perkebangan masyarakat, hukum mengatur tentang masalah struktur sosial nilai –
nilai dan larangan – larangan atau hal – hal yang menjadi tabu dalam masyarakat.

Penegakan Hukum dan Keadilan Dalam Konteks Negara Hukum dan Masyarakat

Indonesia adalah Negara hukum, demikian penegasan Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945.
Terlepas dari kesederhaan rumusan pasal dimaksud terkandung suatu pertanyaan yang
berkaitan dengan penegakan hukum dalam konteks Negara hukum, dan mengingat Republik
Indonesia adalah Negara demokratis, berarti hukum yang ditegakkan adalah dalam lingkup
masyarakat demokratis. Tegasnya hukum dan keadilan yang menjadi pedoman dalam
masyarakat Negara Republik Indonesia tidak lepas dari konteks Negara hukum dan
masyarakat demokratis yang dianut dalam UUD 1945.

Berkenaan dengan hal tersebut, setidak-tidaknya di dalam UUD 1945 terdapat lima
hal yang berkaitan dengan penegakan hukum dan keadilan, yaitu: 1) mengenai subtansi, 2)
batasan penegakan, 3) kewenangan penegakan, 4) mekanisme penegakan hukum dan
keadilan, dan 5) bentuk pengaturan hukum dan keadilan.

Secara subtansial, UUD 1945 menegaskan kebebasan dan hak atas kebebasan sebagai
intisari hukum dan keadilan yang diatur dalam suatu bentuk peraturan perundang-undangan
sesuai dengan pasal-pasal terkait dengan hal dimaksud. Di dalam alinea keempat Pembukaan
UUD 1945 terkandung landasan subtansi dari hukum dan keadilan yaitu hukum dan keadilan
yang mencerminkan adanya kedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mengenai batasan penegakan hukum dan keadilan, UUD 1945 menegaskan hukum
dan keadilan yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan yang diadakan untuk itu,
serta batasan yang berkaitan dengan pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-
nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis seperti
ditegaskan pada Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945

Mengenai kewenangan penegakan hukum, UUD 1945 menempatkan lembaga


lembaga pelaku kekuasaan kehakiman dan lembaga kepolisian sebagai lembaga penegak
hukum. Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa: “Kekuasaan kehakiman dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tatausaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Kemudian
Pasal 30 Ayat (4) UUD 1945: “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara
yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”. Sementara itu terait dengan hakim sebagai
penegak hukum, Pasal 24B Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa: “Komisi Yudisial
bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai
wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim”.

Mengenai mekanisme penegakan hukum dan keadilan, UUD 1945 menegaskan dalam
suatu peradilan seperti ditegaskan pada Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945, bahwa: “Kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan”, hal ini menempatkan peradilan sebagai penyelenggaraan
penegakan hukum dan keadilan.

Mengenai bentuk pengaturan hukum dan keadilan, UUD 1945 menegaskan undang-
undang sebagai bentuk peraturan perundang-undangan yang dipergunakan sebagai wadah
hukum dan keadilan, termasuk di dalam atas keberadaan kesatuan masyarakat hukum adapt,
seperti ditegaskan pada Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945, bahwa: “Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.
Mengacu kepada penegakan hukum dan keadilan sebagai hal yang lebih bersifat
praksis dari keberadaan undang-undang sebagai wadah pengaturan hukum dan keadilan,
maka hal yang bersifat “demokratis” menjadi warna utama dari prinsip Negara hukum,
seperti dalam hal penegakkan dan perlindungan hak asasi manusia pada Pasal 28I Ayat (5)
UUD 1945: “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip
negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan”. Hal ini kemudian dipertegas dengan
adanya parameter keadilan dalam hal menjalankan hak dan kebebasan, seperti ditegaskan
pada Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945: “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap
orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-
nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis

Dalam arti luas, penegakan hukum dari segi subyeknya dapat diartikan sebagai
keterlibatan seluruh subyek hukum dalam setiap hubungan hukum untuk penegakan hukum.
Selanjutnya, penegakan hukum dari sudut pandang obyeknya atau hukum itu sendiri juga
dapat dibedakan dalam arti luas dan sempit. Penegakan hukum dalam arti luas dapat berarti
penegakan hukum yang mencakup atau meliputi nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah
masyarakat dan nilai-nilai keadilan yang terkandung dalam hukum formal itu sendiri.

Faktor kesadaran hukum ini sangat memainkan peran penting dalam perkembangan
hukum artinya semakin lemah tingkat kesadaran masyarakat, semakin lemah pula kepatuhan
hukumnya sebaliknya semakin kuat kesadaran hukumnya semakin kuat pula faktor kepatuhan
hukum. Sehingga proses perkembangan dan efektifitas hukum dapat dirasakan langsung oleh
masyarakat. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis
KELOMPOK 8 :
Latar Belakang Sosiologi Hukum
Dilihat dari sudut historis istilah sosiologi hukum untuk pertama kali
digunakan oleh seorang Italia yang bernama Anzilotti pada tahun 1882. Dari sudut
perkembangannya sosiologi hukum pada hakekatnya lahir dari hasil –hasil pemikiran-
pemikiran para ahli pemekir, baik dibidang filsafat hukum, ilmu hukum maupun
sosiologi.Hasil-hasil pemikiran tersebut tidak saja berasal dari individu-individu, akan
tetapi berasal Dari madzhab-madzhab atau aliran-aliran yang mewakili sekelompok
ahli pemikir yang pada garis besarnya mempunyai pendapat yang tidak banyak
berbeda. Betapa besarnya pengaruh filsafat hukum dan ilmu hukum terhadap
pembentukan sosiologi hukum, nyata sekali dari ajaran-ajaran beberapa madzhab dan
aliran yang memberikan masukan-masukan pada sosiologi hukum. Masukan yang
diberikan dari aliran dan madzhab sangat berpengaruh baik secara langsung maupun
tidak langsung bagi sosiologi hukum. Sosiologi hukum sebagai cabang ilmu yang
berdiri sendiri merupkan ilmu social

yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan bersama manusia dengan


sesamanya , yakni kehidupan sosial atau pergaulan hidup,singkatnya sosiolgi hukum
memepelajari masyarakat , khususnya gejala hukum dari masyarakat.Pada hakekatnya
masyarakat dapat ditelaah dari dua sudut yakni sudut struktural dan sudut
dinamikanya.segi struktural dinamakan pula struktur sosial yaitu kaedahkaedah
sosial , lembaga-lembaga sosial serta kelompok-kelompok sosial serta lapisan–lapisan
sosial.

Meskipun pada hakekatnya sosiologi hukum secara relatif masih muda


usianya dan masih baru bagi Indonesia (baik bagi pendidikan hukum maupun ilmu-
ilmu sosila lainnya pada taraf kesarjanaan ) namun didalam karya –karya para sarjana
hukumIndonesia seringkali terselip generalisasi-generalisasi sosiologi hukum.
Mungkin ini bukan merupakan hasil-hasil pemikiran yang secara langsung ikut
membentuk atau berperan dalam pembentukan sosiologi hukum, namun dapat
dikatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan hasilhasil tersebut tidak dapat
diabaikan begitu saja.

Sosiologi Hukum memandang hukum dari luar hukum. Sosiologi Hukum


mencoba untuk memperlakukan sistem hukum dari sudut pandang ilmu sosial. Pada
dasarnya sosiologi hukum berpendapat bahwa hukum hanya salah satu dari banyak
dari sistem sosial dan bahwa justru sistem-sistem sosial lain yang juga ada didalam
masyarakatlah yang memberi arti dan pengaruh terhadap hukum.

Sosiologi hukum sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri merupakan ilmu
sosial yang mempelajari kehidupan bersama manusia dengan sesamanya, yakni
kehidupansosial atau pergaulan hidup, singkatnya sosiologi hukum mempelajari
masyrakat, khususnya gejala hukum dari masyrakat. Pada hakekatnya masyrakat
dapat ditelaah dari dua sudut yaknisudut struktural dan sudut dinamikanya. Segi
struktur dinamakan pula struktur soaial yaitu kaedah-kaedah sosial, lembagalembaga
sosial serta kelompok-kelompok sosial serta lapisan lapisan sosial. Sosiologi hukum
mempunyai peranan yang penting bagai aparat penegak hukum agar dapat bekerja
lebih profesional dan menurut peraturan perundangundangan yang belaku.

Ruang Lingkup Sosiologi Hukum


Ada banyak pendekatan atau teori yang digunakan untuk memahami Sosiologi
Hukum, yaitu meliputi Teori Perilaku,Teori Fungsional, Teori Konflik, Teori
Sosialisasi, dan Teori Sistem. Akan tetapi pada perkembangan lebih lanjut, ternyata
teori sistem dapat menyatukan beberapa teori yang lainnya. Dengan keragaman yang
ada itu, bukan berarti bahwa Sosiologi Hukum tidak berhasil menemukan kristalisasi
dalam penentuan ruang lingkupnya, karena apabila dicermati satu per satu dan
masing-masing teori atau pendekatan yang ada, semuanya menunjukkan bahwa
Sosiologi Hukum berusaha mempelajari keterkaitan antara aspek hukum dan aspek-
aspek sosial.

Teori perilaku, sebagai hasil karya Skinner dan kawan-kawan (Ritzer, 1980:
142-152) yang mendasarkan pada keterkaitan antara stimulus dan respons. Dalam
melihat kecenderungan itu teori ini akan menuturkan bahwa kelahiran budaya, nilai,
dan norma-norma sosial adalah respons dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam
kehidupan manusia, termasuk sifat yang heterogen. Jadi dengan kata lain dapat
dinyatakan bahwa berkenaan dengan adanya perubahan yang terjadi dalam kehidupan
manusia, maka diperlukan serangkaian pedoman perilaku sebagaimana tersebut di
atas.

Teori fungsional sebagaimana dicetuskan oleh Emile Durkheim dan kemudian


dikembangkan oleh Robert K. Merton (Ritzer, 1980: 48-52) menekankan pada
keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam
masyarakat. Berbeda dengan Durkheim dan Merton, Dahrendorf melihat bahwa
masyarakat itu mempunyai dua wajah, yaitu konsensus dan konflik, sehingga dalam
perkembangannya teori Sosiologi mengenal dua pandangan, meliputi: Teori integrasi
dan konflik. Di satu sisi teori konsensus memfokuskan pada nilai-nilai integrasi dalam
masyarakat.teori konflik justru memandang masyarakat sebagai senantiasa berada
dalam proses perubahan yang ditandai dengan pertentangan yang terus menerus di
antara unsur-unsurnya. Tugas utama menganalisis konflik adalah mengidentifikasi
berbagai peranan kekuasaan dalam masyarakat. Teori konflik terlalu mengabaikan
keteraturan dan stabilitas yang memang ada dalam masyarakat.

Teori Sosialisasi, menempatkan hukum sebagai agen sosialisasi, hukum akan


menjadi alat bagi manusia untuk memperkenalkan pola-pola perilaku yang semestinya
dilakukan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Teori Sistem, hampir sama dengan teori fungsional, bahwa di dalam


kehidupan manusia ada sejumlah unsur yang saling berkaitan dan saling memberi
fungsi. Apabila ada satu unsur saja yang tidak berfungsi, maka unsur yang lain akan
mengalami hambatan. Demikian juga hukum, yang bagi kehidupan manusia,
keberadaannya sangat diperlukan. Berbagai pendekatan atau teori-teori di atas,
ternyata pada dasarnya menyatakan bahwa antara hukum dan kehidupan sosial
terdapat hubungan yang saling mengait. Apapun kedudukannya, manusia memerlukan
keberadaan hukum, dan hukum pun sangat memerlukan wadah atau penggunanya.
Dalam kehidupannya, manusia memiliki budaya, yang mengatur manusia dalam
rangka berinteraksi dengan sesamanya, dan apabila budaya dirasa kurang kuat dalam
kedudukannya sebagai pedoman hidup manusia, maka hukumlah yang akan hadir
melengkapinya.

Anda mungkin juga menyukai