Anda di halaman 1dari 43

Tokoh - Tokoh Islam dalam dunia kesehatan

Para ilmuwan Muslim tak hanya mempelajari buku-buku yang


diterjemahkan dari bahasa Yunani, namun juga mengembangkan,
mengkritisi serta menemukan sesuatu yang baru dalam studi anatomi dan
studi lainnya terutama yang berhubungan dengan kesehatan.
Berikut ini beberapa ilmuwan islam dalam dunia kesehatan yang
termahsyur, antara lain :
1. Ibnu Sina / Avicenna (980 M - 1037 M).

Ibnu Sina adalah seorang penulis yang produktif dimana sebagian besar
karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan. Bagi banyak orang,
beliau adalah "Bapak Pengobatan Modern" dan masih banyak lagi sebutan
baginya yang kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya di bidang
kedokteran. Karyanya yang sangat terkenal adalah Qanun fi Thib yang
merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad.
Penemuan-penemuannya berupa :
• Orang pertama kali yang mengungkapkan, mencatat dan
menggambarkan anatomi tubuh manusia secara lengkap, kemudian
mengambil kesimpulan bahwa setiap bagian tubuh manusia, dari ujung
rambut hingga ujung kaki saling berhubungan.
• Orang pertama yang merumuskan bahwa kesehatan fisik dan kesehatan
jiwa berkaitan erat dan saling mendukung.
• Dalam bidang kedokteran kontemporer, Beliau banyak berjasa dalam
bidang Pathology dan Farmasi.
• Orang pertama yang menemukan peredaran darah manusia yang
selanjutnya disempurnakan oleh William Harvey setelah 600 tahun
kemudian.
• Tercatat juga sebagai orang pertama kali yang mengatakan bahwa bayi
selama masih dalam kandungan mengambil makanan lewat tali pusarnya.
• Penemu berbagai bahan nabati baru Zanthoxyllum budrunga, dimana
tumbuh- tumbuhan banayak membantu terhadap beberapa penyakit
tertentu seperti radang selaput otak (meningitis)
• Orang pertama kali yang mempraktekkan pembedahan penyakit-
penyakit bengkak yang ganas lalumenjahitnya,
• Serta terkenal sebagai dokter ahli jiwa dengan cara modern yang kini
disebut Psikoterapi.
Beberapa karya Ibnu Sina yang terkait antara ekologi dan kesehatan
antara lain, proses pelapukan, tipe udara termasuk kualitasnya dan cara
perawatannya, penyakit-penyakit yang disebabkan udara yang tidak
murni, serta cara mendesain rumah dan pemilihan lokasi rumah
berdasarkan kesehatan.
Selain itu, sang dokter agung itu juga membahas tentang kualitas
makanan dan dampaknya terhadap kesehatan, binatang-binatang yang
menimbulkan polusi dan penyakit.Ia juga menyebutkan tanda-tanda alam
yang menunjukkan bakal munculnya wabah atau bencana antara lain,
tikus dan binatang-binatang di dalam tanah keluar ke permukaanan. Ini
merupakan fenomena alam yang disebutkan oleh Ibn sina untuk pertama
kalinya.

2. Abu Bakar Muhammad ibnu Zakariya Razi atau al-Razi (865 M- 925 M)
Penemuan – penemuannya Berupa :
• Kritikan terhadap teori Galen yang menyatakan bahwa tubuh memiliki
empat jenis "humor" (zat cair), yang menjadi kunci keseimbangan bagi
kesehatan dan mengatur suhu tubuh secara merata.
• Al-Razi mencatat bahwa minuman hangat akan meningkatkan panas
tubuh ke derajat lebih tinggi dari suhu alami. Sehingga minuman akan
memicu respons dari tubuh, bukan hanya mentransfer sendiri hangat atau
dingin itu.
Penemuannya tersebut di buktikan melalui percobaan. Ia memasukkan
suatu cairan dengan temperatur berbeda ke dalam tubuh dengan
peningkatan atau penurunan panas tubuh, yang mirip dengan suhu cairan
tertentu.

3. Abu All Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham / Alhazen (965 M - 1040


M).
Bashar Saad dalam karyanya bertajuk "Tradition and Perspectives of Arab
Herbal Medicine: A Review", Evidence-based Complementary and
Alternative Medicine, menjelaskan, kontribusi al-Haitham dalam bidang
anatomi dan fisiologi. Menurut Saad, sang ilmuwan Muslim terkemuka itu
banyak melakukan perbaikan tentang proses persepsi penglihatan dalam
Kitab Optik-nya, yang diterbitkan pada 1021 M.

"Dokter Muslim melakukan inivasi dan terobosan dalam bidang fisiologi,


salah satunya dengan menggunaka hewan untuk percobaan,'' imbuh Saad.
Malah, menurut Emile Savage-Smith dalam karyanya bertajuk Attitudes
Toward Dissection in Medieval Islam, dokter Muslim di era kejayaan Islam
juga menemukan ilmu pembedahan manusia.

4. Ibnu Nafis (1210 M -1288 M).


Penemuan – penemuannya berupa :
• orang pertama yang secara akurat mendeskripsikan peredaran darah
dalam tubuh manusia. Tak heran, jika Ibnu Nafis dikenal sebaga bapak
fisiologi sirkulasi.
• Selain itu, al-Nafis secara tegas mengungkapkan, ‘’Jantung hanya
memiliki dua kamar. Dan antara dua bagian itu sungguh tidak.
fisikawan berkebangsaan Mesir, Muhyo Al- Deen Altawi yang berhasil
menguak kiprah Al-Nafsi lewat risalah berjudul Commentary on the
Anatomy of Canon of Avicenna. Menurut Altawi, kontribusi al-Nafis dalam
dunia kedokteran tak hanya di bidang fisiologi. Ia juga dikenal sebagai
dokter yang menyokong kedokteran ekperimental, postmortem otopsi,
serta bedah manusia. Sejarah juga mencatat Al-Nafis sebagai dokter
pertama yang menjelaskan konsep metabolisme. Tak heran bila dia lalu
mengembangkan aliran kedokteran Nafsian tentang sistem anatomi,
fisiologi, psikologi, dan pulsologi.
Aliran Nafsian yang dikembangkannya itu bertujuan untuk menggantikan
doktrin- doktrin kedokteran yang dicetuskan pendahulunya yakni Ibnu
Sina alias Avicena dan Galen – seorang dokter Yunani. Al-Nafis menilai
banyak teori yang dikemukakan kedua dokter termasyhur itu keliru.
Antara lain tentang denyut, tulang, otot, panca indera, perut, terusan
empedu, dan anatomi tubuh lainnya.
Guna meluruskan teori dan doktrin kedok teran yang dianggapnya keliru
itu, al-Nafsi lalu menggambar diagram yang melukiskan bagian-bagian
tubuh yang berbeda dalam sistem fisiologi (kefaalan) yang
dikembangkannya. Dalam Kitab Sharh al-Adwiya al-Murakkaba, al-Nafis
mengomentari Canon of Medicine karya Ibnu Sina.
Dalam bidang fisiologi, al-Nafis mengungkapkan, ''Darah dari kamar kanan
jantung harus menuju bagian kiri jantung, namun tak ada bagian apapun
yang menjembatani kedua bilik itu. Sekat tipis pada jantung tidak
berlubang.'' Al-Nafis pun menambahkan, ‘’Dan bukan seperti apa yang
dipikirkan Galen, tak ada pori-pori tersembunyi di dalam jantung. Darah
dari bilik kanan harus melewati vena arteriosa (arteri paru-paru) menuju
paru-paru, menyebar, berbaur dengan udara, lalu menuju arteria venosa
(vena paru-paru) dan menuju bilik kiri jantung dan bentuk ini merupakan
spirit vital.’
5. Qusta ibnu Luqa
Qusta ibnu Luqa dikenal sebagai salah seorang penerjemah dan penulis
buku terkemuka di abad ke-10 M. Salah satu karyanya yang terkait dengan
isu lingkungan adalah risalah tentang penyakit menular. Ibnu Luqa
mengungkapkan, penyakit menular berpindah dari tubuh yang sakit ke
tubuh yang sehat. Sedangkan penularannya melalui berbagai macam cara
antara lain, melalui udara di sekitar penderita dan melalui infeksi.
Dalam risalahnya, dia juga menerangkan hubungan antara penyakit
menular dengan polusi lingkungan. Polusi yang berasal dari bumi antara
lain; uap dari hutan dan rawa-rawa, asap dari gunung berapi, dan asap
dari jenazah yang dibakar. Lingkungan yang banyak polusinya membuat
penyakit menular bisa menular dengan lebih cepat.
Ia juga mengungkapkan, faktor ekstrem dari langit juga bisa membuat
orang-orang menjadi mudah sakit, antara lain; panas yang sangat
ekstriem pada musim panas dan dingin yang sangat ekstrim pada musim
dingin. Dalam cuaca yang sangat ekstrem, papar Ibnu Luqa, kekebalan
tubuh manusia cenderung menurun.
Salah satu karya besar yang ditulis Ibnu Luqa adalah buku pedoman
kesehatan bagi para jamaah haji yang berjudul Medical Regime for the
Pilgrims to Mecca. Buku tersebut berisi petunjuk kesehatan bagi para
jamaah haji yang akan menghadapi lingkungan ekstrem di kota Makkah.
Beberapa bab dalam buku tersebut juga berisi tentang kaitan antara
lingkungan dengan penyakit diantaranya: Pada bab empat, Ibnu Luqa
membahas tentang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh
hembusan angin yang berbeda-beda. Selain itu, pada bab enam, ia juga
memaparkan tentang batuk dan pilek yang disebabkan oleh perubahan
cuaca dan bagaimana cara menyembuhkannya.
Pada bab ketujuh, Ibnu Luqa juga mengkaji tentang penyakit mata yang
disebabkan oleh debu dan angin serta cara menanganinya. Dalam bab
kedelapan, sang ilmuwan membahas tentang pengujian tentang berbagai
macam air untuk mencari tahu jenis air yang terbaik. Pada bab
selanjutnya, Ibnu Luqa memaparkan cara memperbaiki air yang telah
terkontaminasi.
6. Al-Tamimi

Buku al-Tamimi mengenai hubungan antara ekologi dengan lingkungan


bisa dibilang cukup lengkap pada abad ke-10 M. Al-Tamimi membuat buku
secara berseri, buku tersebut diklasifikasikan sebagai berikut: Pertama,
berbagai macam tipe polusi udara di negara-negara Islam dan
hubungannya dengan kondisi geografi.
Kedua, tentang berbagai macam penyakit akibat polusi udara dan
berbagai macam infeksi alami. Ketiga, tentang prosedur hieginisasi
lingkungan ketika epidemi penyakit terjadi. Keempat tentang cara
mengatasi polusi air. Kelima, cara merawat air di kolam dan berbagai
macam polusinya.
Keenam, obat untuk menguatkan ketahanan tubuh. Ketujuh, tentang
penggunaan wewangian, musik dan terapi psikologi guna meningkatkan
kekebalan tubuh dari infeksi. Kedelapan, al-Tamimi juga membahas ciri-
ciri cacar dan campak serta cara mengobatinya. Kesembilan, sang dokter
juga membahas tentang obat-obatan bagi penderita masuk angin.
Selain buku tersebut, dia juga menulis buku tentang jus asam dan acar
untuk mencegah penyakit , buku berisi metode untuk memperbaiki
tingkat kualitas udara, dan meningkatkan ketahan tubuh dari penyakit.

Tokoh Dunia Keperawatan Dalam Sejarah Islam


Setelah Rasulullah menyampaikan risalah Islam, banyak tokoh-tokoh
Islam di bidang ilmu pengetahuan  lahir, pada saat itu Islam memegang
peranan penting di semua bidang ilmu pengetahuan seperti Filsafat,
Astronomi, Matematika dan bahkan di bidang kesehatan, untuk bidang
kesehatan mereka adalah : Ibnu Qoyyim Al-Jauzy, Ibnu Sina ( Avicenna ),
Abu bakar Ibnu Zakariya Ar-Razi ( Ar-Razi ), Imam al Ghazali, Abu Raihan
Muhammad Al-Biruni  dan tak ketinggalan untuk dunia keperawatan
seorang tokoh muslimah yang ikut membantu rasul untuk mengobati kaum
muslimin yang terluka yang bernama RUFAIDAH BINTI SA' AD Al- Asalmiya,
Ummu Attiyah, dan masih banyak lagi tokoh ilmu pengetahuan dan
keperawatan lainnya baik di jaman rasul maupun sesudah kerasulan.
Banyak perawat-perawat muslim tidak mengenal Rufaidah binti Sa' ad,
mereka lebih mengenal tokoh keperawatan yang berasal dari dunia barat
yaitu Florence Nighttingale seorang tokoh keperawatan yang berasal dari
Inggris.
Apabila temen-temen mau menelaah lebih jauh lagi ke belakang jauh
sebelum agama Islam menyentuh dunia barat, dunia barat saat itu
mengalami masa kegelapan dan kebodohan di karnakan kebijakan dari
pihak gereja yang lebih banyak menguntungkan mereka, tapi disisi lain di
belahan dunia lainnya yaitu Jazirah Arab dimana Islam telah di ajarkan
oleh Rasulullah ilmu pengetahuan mengalami kemajuan terutama dlm
duni keperawatan. Bukan berarti rasul menjadi seorang tabib tapi dalam
ajaran Islam yang beliau sampaikan mengandung  ajaran dan nilai-nilai
kesehatan seperti: pentingnya menjaga kebersihan diri ( Personal
Hygiene ), menjaga kebersihan makanan, mencuci tangan, ibadah puasa,
berwudhu dan lain sebagainya.

Sekarang saya akan menjelaskan secara ringkas siapa Rufaidah binti Sa'
ad:).
Rufaidah binti Sa'ad memiliki nama lengkap Rufaidah binti Sa'ad Al Bani
Aslam Al-Khazraj yang tinggal di Madinah, dia lahir di Yathrib dan
termasuk kaum Ansar yaitu suatu golongan yang pertama kali menganut
Islam di Madinah. Ayahnya seorang dokter dan dia mempelajari ilmu
keperawatan saat membantu ayahnya. Dan saat kota Madinah
berkembang Rufaidah mengabdikan dirinya merawat kaum muslimin yang
sakit dan membangun tenda di luar Mesjid Nabawi saat dalam keadaan
damai. Dan saat perang Badar, Uhud, Khandaq, dia menjadi sukarelawan
dan merawat korban yang terluka akibat perang. Dia juga mendirikan
Rumah Sakit lapangang sehingga terkenal saat perang dan Rasulullah SAW
pun memerintahkan agar para korban yang terluka di bantu oleh dia.
Rufaidah juga melatih beberapa kelompok wanita untuk menjadi perawat
dan dalam perang Khibar mereka meminta ijin kepada rasul untuk ikut di
garis belakang pertempuran untuk merawat mereka yang terluka dan
rasul pun mengijinkannya. 
Inilah dimulainya awal mula dunia medis dan dunia keperawatan.
Rufaidah juga memberikan perhatian terhadap aktifitas masyarakat,
kepada anak yatim, penderita gangguan jiwa, beliau mempunyai
kepribadian yang luhur dan empati sehingga memberikan pelayanan
keperawatan kepada pasiennya dengan baik dan teliti. Sentuhan sisi
kemanusiaan ini penting bagi seorang perawat (nurse),sehingga sisi
tekhnologi dan sisi kemanusiaan ( human touch ) jadi seimbang.

Itulah sejarah singkat tokoh keperawatan dalam sejarah Islam dan saya
akan menjelaskan sejarah perkembangan dunia keperawatan dalam dunia
Islam
1. Masa penyebaran Islam ( The Islamic Period ) 570 - 632 M. Pada
masa ini keperawatan sejalan dengan perang kaum muslimin / jihad
( holy wars ), pada masa ini lah Rufaidah binti Sa' ad memberikan
kontribusinya kepada dunia keperawatan.
2. Masa setelah Nabi ( Post prophetic era ) 632 - 1000 M. Masa ini
setelah nabi wafat, pada masa ini lebih di dominasi oleh kedokteran dan
mulai muncul tokoh2 Islam dalam dunia kedokteran seperti Ibnu Sinna
( Avicenna ), Abu bakar ibnu Zakariya Ar-Razi ( Ar-Razi ), bahkan Ar-Razi
sendiri menulis dua karangang tentang " The Reason why some persons
and common people leave a physician even if he is clever "
3. Masa pertengahan 1000 - 1500 M. Pada masa ini negara-negara arab
membangun RS dengan baik dan mengenalkan perawatan orang sakit, dan
di RS tsb dimulai pemisahan antara kamar perawatan laki-laki dan
perempuan dan sampai sekarang banyak di ikuti semua RS di seluruh
dunia.
4. Masa Modern ( 1500 - sekarang ). Pada masa inilah perawat-perawat
asing dari dunia barat mulai berkembang dan mulai ada. Tapi pada masa
ini seorang perawat bidan muslimah pada tahun 1960 yang bernama
Lutfiyyah Al-Khateeb mendapatkan Diploma Keperawatan di Kairo.
Jadi, demikianlah sekelumit dunia keperawatan dalam Islam
dan saya ingin mengajak para pembaca terutama para perawat
bahwa ilmu pengetahuan sudah dimulai oleh islam terutama
dunia kesehatan dan keperawatan sudah ada di jaman rasul.
Saya bukan menganggap ilmu-ilmu dari dunia barat tsb buruk
dan tidak bagus tapi sekali lagi saya katakan sebelum dunia
barat mengenal ilmu pengetahuan dunia Islam sudah
mengenalnya dan bahkan lahirnya tokoh-tokoh yang menguasai
ilmu pengetahuan.

Pemikiran-Pemikiran Ibnu Sina dalam Bidang Filsafat


1.     Pemikiran-Pemikiran Ibnu Sina dalam Bidang
Filsafat
Dalam filsafat, Ibnu Sina termasuk segelintir pemikir Muslim yang
berupaya mewujudkan salah satu kewajiban yang ditetapkan oleh
Tuhan bahwa akal manusia mesti dipakai untuk memikirkan hal-
hal yang ada dalam semesta ini. Dalam hal metafisika, dia banyak
memakai kaidah Aristoteles dan Plato untuk diterapkan  terhadap
akidah Islam.[1]
 

Mengenai kehendak Tuhan, secara terperinci dalam buku Tahafut


al-Falasifah karya al-Ghozali mengemukakan pendapat Ibnu Sina
(yang kemudian dibantahnya) dapat diringkas dalam dua ulasan
sebagai berikut:

Pertama, Tuhan adalah suatu yang maujud yang bukan –dalam-


materi. Setiap materi adalah akal murni. Semua obyek akal dapat
diketahui oleh-Nya. Yang menghalangi akal untuk mengetahui
segala suatu cara  keseluruhan adalah berkaitan dan
kesibukannya dengan materi. Jiwa manusia sibuk dengan
pengarahan materi, yaitu fisik . Apabila kematian telah
mengakhiri kesibukannya, dan apabila fisik tidak terkotori oleh
libido badani dan sifat-sifat buruk  -yang bisa merasuk ke
dalamnya seperti infeksi bagi tubuh –realitas segala obyek
pemikiran (ma’quulat) akan tersingkap baginya sedemikian rupa.
Demikianlah, disepakati pula bahwa semua malaikat mengetahui
segala obyek pemikiran (ma’qulat), tanpa kecuali, karena semua
malaikat juga akal-akal murni yang tidak berada dalam materi.[2]
Kedua, tesis Ibnu Sina dapat dikemukakan sebagai berikut:

Meskipun kami tidak mengatakan bahwa Tuhan adalah yang


berkehendak atas kebermulaan alam, dan bahwa alam semesta
memiliki awal dalam kalkulasi rangkaian waktu, kami pun
mengatakan bahwa alam semesta adalah karya-Nya, dan bahwa
alam berasak dari-Nya. Namun, yang ingin kami kataka ialah
bahwa Dia masih tetap mempunyai sifat yang dimiliki oleh para
pelaku. Maka Dia masih tetap merupakan seorang pelaku (fa’il).
Tetapi di luar semua ini, kami tidak sepakat dengan yang lain.
Sejauh pertanyaan fundamental “apakah merupakan karya
Tuhan” diperhatikan, mutlak tak ada perbedaan pendapat.
Apabila telah disepakati bahwa seorang pelaku harus mengetahui
pekerjaannya, maka semuanya –menurut keyakinan kami-
berasal dari karya-Nya.[3]
Adapun filsafat Ibnu Sina secara padat dapat disebutkan sebagai
berikut:

Dasar Pokok             = Allah

Akal Pertama            = Mengetahui inti nyawa dan sumbernya.

Akal Kedua                          = (a). Jiwa dan (b). Butuh yang terdiri


dari dalam Sembilan    daerah. Sendi akal kedua ini terdiri atas
(a). Wajib, (b). Mungkin.

Akal Ketiga              = (a). Jiwa dan (b). Tubuh yang dipengaruhi


alam, terutama bintang Saturnus. Bersendikan pula atas; (a).
Wajib, (b). Mungkin.
Menurut keterangannya, Akal Pertama dapat menciptakan
barang-barang baik yang disukainya. Akal Kedua, adalah
pengetahuan yang menentukan kebaikan. Akal Ketiga adalah
pikiran Ketuhanan, untuk memperoleh dan menghasilkan
kebaikan.[4]
Mengenai kenabian, Ibnu Sina mengakui hakikat kenabian,
keharusan adanya kenabian, dan pentingnya kenabian. Meskipun
demikian, dia berpendapat bahwa para nabi –agar risalah mereka
dapat difahami dan diterima oleh orang awam-  hendaknya
menggunakan rumus-rumus, contoh-contoh, dan kiasan yang
dapat diterima secara harfiah oleh orang awam. Sebaliknya, bagi
orang yang otaknya cemerlang tidak perlu menggunakan metode
tersebut.

Selain itu, menurutnya surga dan neraka bersifat ruhani, bukan


jasmani, karena jasad manusia tidak kekal. Bahkan ia
berpendapat bahwa kebangkitan jasad tidak dapat diterima oleh
akal. Alam semesta ini, dalam pendapatnya bersifat qadim, tidak
ada akhirnya. Jika jasad ini dibangkitkan, berarti alam semesta ini
tidak qadim, akan berakhir. Dia berpendapat bahwa manusia
memiliki kebebasan, tetapi semua perbuatannya harus
dipertanggung jawabkan. Manusia mempunyai piliha dan tidak
terbelenggu. Dia juga berpendapat bahwa kebahagiaan tertinggi
ialah kebahagiaan berfikir secara ruhani, bukan secara fisik; yaitu
merenungkan Allah SWT, berhubungan dengan-Nya, dan
melihatnya secara ruhani. Dengan kata lain, melihat Allah
merupakan tujuan tertinggi, tujuan terakhir.[5]

PEMIKIRAN IBNU SINA TENTANG KESEHATAN


Ibnu Sina merupakan seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter Islam.
Sumbangannya dalam bidang kedokteran bukan saja diakui oleh dunia Islam
tetapi juga oleh para sarjana Barat. Nama lengkap Ibnu Sina ialah Abu Ali
Al-Hussian Ibnu Abdullah. Tetapi di Barat, beliau lebih dikenali sebagai
Avicenna.
Ibnu Sina dilahirkan di Persia, sekarang sudah menjadi bagian Uzbekistan
pada tahun 370H/980 M. Pengajian peringkat awalnya bermula di Bukhara
dalam bidang bahasa dan sastra. Selain itu, beliau turut mempelajari ilmu-
ilmu lain seperti geometri, logika, matematika, sains, fiqih, dan kedokteran.
Walaupun Ibnu Sina menguasai berbagai ilmu pengetahuan termasuk
falsafah tetapi beliau lebih menonjol dalam bidang kedokteran . Bagi banyak
orang, beliau adalah “Bapak Pengobatan Modern”. George Sarton menyebut
Ibnu Sina “ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling
terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu”. Bukunya yang paling
terkenal adalah The Book of Healing dan The Canon of Medicine, dikenal
juga sebagai sebagai Qanun (judul lengkap: Al-Qanun fi At Tibb).
Ibnu Sina mulanya menjadi terkenal setelah berhasil menyembuhkan
penyakit Putra Nub Ibnu Nas Al-Samani yang gagal diobati oleh dokter yang
lain.
Bukunya Al Qanun fil Tabib telah diterbitkan di Roma pada tahun 1593
sebelum dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Precepts of
Medicine. Dalam jangka waktu tidak sampai 100 tahun, buku itu telah
dicetak ke dalam 15 bahasa. Pada abad ke-17, buku tersebut telah dijadikan
sebagai bahan rujukan diuniversitas-universitas Itali dan Perancis. Bahkan
hingga abad ke-19, bukunya masih dicetak ulang dan digunakan oleh para
pelajar kedokteran.
Ibnu Sina juga telah menghasilkan sebuah buku yang diberi judul Remedies
for The Heart . Dalam buku itu, beliau telah menceritakan dan menguraikan
760 jenis penyakit bersama dengan cara untuk mengobatinya. Hasil tulisan
Ibnu Sina sebenarnya tidak terbatas kepada ilmu kedokteran  saja. Tetapi
turut merangkum bidang dan ilmu lain seperti metafisika, musik, astronomi,
syair, prosa, dan agama.
Penguasaannya dalam berbagai bidang ilmu itu telah menjadikannya seorang
tokoh sarjana yang serba bisa. Ibnu Sina juga menduduki peringkat pertama
dalam bidang ilmu logika sehingga diberi gelar guru ketiga. Dalam bidang
penulisan, Ibnu Sina telah menghasilkan ratusan karya termasuk kumpulan
risalah yang berisi hasil sastra kreatif.
Hal yang lebih menakjubkan pada Ibnu Sina ialah beliau juga merupakan
seorang ahli falsafah yang terkenal. Beliau pernah menulis sebuah buku
berjudul An-Najah yang membicarakan persoalan falsafah. Pemikiran
falsafah Ibnu Sina banyak dipengaruhi oleh aliran falsafah Al-Farabi yang
telah menghidupkan pemikiran Aristoteles. Oleh sebab itu, pandangan
kedokteran Ibnu Sina turut dipengaruhi oleh asas dan teori perubatan
Yunani khususnya Hippocrates.
Kedokteran Yunani berasaskan teori empat unsur yang dinamakan humours
yaitu darah, lendir,  empedu kuning (yellow bile), dan empedu hitam (black
bile). Menurut teori ini, kesehatan seseorang mempunyai hubungan dengan
campuran keempat unsur tersebut. Keempat  unsur itu harus berada pada
kadar yang seimbang dan apabila keseimbangan ini diganggu maka seseorang
akan mendapat penyakit.
Setiap individu dikatakan mempunyai formula keseimbangan yang berlainan.
Meskipun teori itu didapati tidak tepat tetapi telah meletakkan satu landasan
kukuh kepada dunia kedokteran untuk mengenal pasti penyakit pada
manusia. Ibnu Sina telah menapis teori-teori Yunani ini dan
mengislamkannya.
Ibnu Sina percaya bahwa setiap tubuh manusia terdiri dari empat unsur
yaitu tanah, air, api, dan angin. Keempat unsur ini memberikan sifat lembap,
sejuk, panas, dan kering serta sentiasa bergantung kepada unsur lain yang
terdapat dalam alam ini.
Pengaruh pemikiran Yunani bukan saja dapat dilihat dalam pandangan Ibnu
Sina mengenai kesehatan, tetapi juga bidang falsafah. Ibnu Sina berpendapat
bahwa matematika boleh digunakan untuk mengenal Tuhan. Pandangan
semacam itu pernah dikemukakan oleh ahli falsafah Yunani seperti
Pythagoras untuk menguraikan mengenai sesuatu kejadian. Bagi Pythagoras,
sesuatu hal mempunyai angka-angka dan angka itu berkuasa di alam ini.
Berdasarkan pandangan itu, maka Imam Al-Ghazali telah mencap faham
Ibnu Sina sebagai sesat dan lebih berbahaya daripada kepercayaan Yahudi
dan Nasrani.
Sebenarnya, Ibnu Sina tidak pernah menolak kekuasaan Tuhan. Dalam buku
An-Najah, Ibnu Sina telah menyatakan bahwa pencipta yang dinamakan
sebagai Wajib al-Wujud ialah satu. Dia tidak berbentuk dan tidak boleh
disamakan dengan apapun.
Tetapi tidaklah wajib segala yang wujud itu datang dari Wajib al-Wujud
sebab Dia berkehendak bukan mengikut kehendak. Walau bagaimanapun,
tidak menjadi halangan bagi Wajib al-Wujud untuk melimpahkan segala
yang wujud sebab kesempurnaan dan ketinggian-Nya.
Pemikiran Ibnu Sina ini telah rnencetuskan kontroversi dan telah di tetapkan
sebagai satu percobaan untuk membahas zat Allah. Al-Ghazali telah menulis
sebuah buku yang berjudul Tahafat Al-Falasifah (Tidak Ada Kesinambungan
Dalam Pemikiran Ahli Falsafah) untuk membahas pemikiran Ibnu Sina dan
al-Farabi.
Antara persoalan yang diutarakan oleh Al-Ghazali ialah penyangkalan
terhadap kepercayaan dalam keabadian planet bumi, penyangkalan terhadap
penafian Ibnu  Sina dan Al-Farabi mengenai pembangkitan jasad manusia
dengan perasaan kebahagiaan dan kesengsaraan di surga atau neraka.
Walau apa pun pandangan yang dikemukakan, sumbangan Ibnu Sina dalam
perkembangan falsafah Islam tidak mungkin dapat dinafikan. Bahkan beliau
boleh dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab menyusun ilmu
falsafah dan sains dalam Islam. Sesungguhnya, Ibnu Sina tidak saja unggul
dalam bidang kedokteran tetapi kehebatan dalam bidang falsafah melampaui 
gurunya sendiri yaitu Al-Farabi.
YANG KE 2
PEMIKIRAN IBNU SINA

Abu Ali Al-Husein Ibn Abdullah Ibn Sina lahir di Bukhara tahun
370 h/980 m. Ia dianggap seorang yang cerdas, karena dalam
usia yang sangat muda (17 Tahun) Ibnu Sina telah di kenal
sebagai filosof dan dokter terkemuka di Bukhara selain itu Ibnu
Sina juga dikenal sebagai tokoh yang luar biasa. Kecuali seorang
ilmuwan ia juga dapat melakukan berbagai macam pekerjaan
dengan baik seperti dalam bidang kedokteran, pendidikan,
penasehat politik, pengarang dan bahkan menjadi waziar
(mentri).

Sebagai ilmuwan Ibnu Sina telah berhasil menyumbangkan buah


pemikirannya dalam buku karangannya yang berjumlah 276
buah. Diantara karya besarnya adalah Al-Syifa berupa ensiklopedi
tentang fisika, matematika dan logika. Kemudian Al-Qanur Al-
Tabibb adalah sebuah ensiklopedi kedokteran.

Pemikiran Ibnu Sina yang banyak keterkaitannya dengan


pendidikan, barangkali menyangkut pemikirannya tentang filsafah
ilmu.

Menurut Ibnu Sina ilmu terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Ilmu yang tak kekal


2. Ilmu yang kekal (hikmah). Ilmu yang kekal dipandang dari
peranannya sebagai alat disebut logika.

Berdasarkan tujuannya maka ilmu dapat dibagi menjadi 2 (dua),


yaitu:
1. Ilmu praktis seperti ilmu kealaman, matematika, ilmu
ketuhanan dan ilmu kulli.
2. Ilmu praktis adalah ilmu akhlak, ilmu kepengurusan, rumah
ilmu, pengurusan kota dan ilmu nabi (syariah).

Menurut Ibnu Sina pendidikan yang diberikanoleh nabi pada


hakikatnya adalah pendidikan kemanusiaan. Bahwa pemikiran
pendidikan Ibnu Sina bersifat komprehensif.

Menurut Ibnu Sina tujuan pendidikan adalah untuk mencapai


kebahagiaan (sa’adat) kebahagian dicapai secara bertingkat,
sesuai dengan tingkat pendidikan yang dikemukakannya, yaitu
kebahagiaan pribadi, kebahagiaan rumah tangga, kebahagiaan
masyarakat, kebahagian manusia secara menyeluruh dan
kebahagian akhir adalah kebahagian manusia di hari akhirat.
Kebahagian manusia secara menyeluruh menurut Ibnu Sina
hanya akan mungkin dicapai melalui risalah kenabian. Jadi para
nabilah yang membawa manusia mencapai kebahagian secara
menyeluruh.

Dalam pemikiran pendidikannya Ibnu Sina telah menguraikan


tentang psikologi pendidikan, terlihat dari uraian-uraiannya
mengenai hubungan anak dengan tingkatan usia, kemauan dan
bakat anak. Dengan mengetahui latar belakang tingkat
perkembangannya, bakat dan kemauan anak maka bimbingan
yang di berikan kepada anak akan lebih berhasil. Menurut Ibnu
Sina kecendrungan manusia untuk memilih pekerjaan yang
berbeda dikarenakan didalam diri manusia terdapat faktor yang
tersembunyi yang sukar dipahami / dimengerti dan sulit untuk di
ukur kadarnya.

Pemikiran pendidikan Ibnu Sina tampaknya telah membuka


selubung keagungan tokoh ini. Di dunia barat sendiri pemikiran
pendidikan anak baru dilakukan menjelang abad ke-18. Dietrich
Tiediman (1787) merupakan orang pertama kali di dunia barat
yang menyusun psikologi anak-anak. Kemudian disusul oleh buku
Die Seele Des Kindes karangan Wilhelm Preyer (1882) barulah
para ahli pendidikan di barat mempelajari anak-anak melalui
kajian ilmiah.
Ahli-ahli pendidikan islam terutama Ibnu Sina dan Al-Ghazali
ternyata telah mengemukakan pemikiran tentang psikologi
perkembangan.

Jalaluddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada. 1996, hal 136-138.

IBNU HAYTAM
Ibnu Haitham

NAMA TOKOH
o Abu Ali Muhammad bin al-Hasan bin al-Haitham al-Basri Al-
Misri.
o Beliau lebih dikenali dengan nama samaran Ibnu Haitham.
o Di dunia Barat beliau telah dikenali dengan beberapa nama
seperti Alhazen, Avennathan, dan Avenetan, tetapi lebih
terkenal dengan panggilan sebagai Alhazen.
LATARBELAKANG
o Dilahirkan pada 354 H bersamaan dengan 965 M, di negeri
Basrah, Iraq.
o Beliau dibesarkan di bandar Basrah dan Baghdad, dua kota
yang menjadi pusat ilmu pengetahuan Abbasiyah pada masa
itu.
o Di dua kota inilah beliau memulakan pendidikan awalnya
sebelum dilantik menjadi pegawai pemerintah di bandar
kelahirannya. Setelah beberapa lama berkhidmat dengan
pihak pemerintah di sana, beliau mengambil keputusan
merantau ke Ahwaz dan Baghdad. Di perantauan beliau telah
melanjutkan pengajian dan menumpukan perhatian pada
penulisan
o Keintelektualan Ibnu Haitham terbukti ketika beliau masih
menjadi seorang pelajar dengan kecenderungan beliau
terhadap pelbagai bidang ilmu. Beliau tidak jemu menimba
ilmu pengetahuan, baik agama mahupun umum seperti ilmu
matematik, fizik, astronomi, perubatan, falsafah, mantik dan
lain-lain lagi.
o Beliau adalah salah seorang tokoh cendakiawan sains yang
terkenal dan termasyhur dengan ketinggian ilmunya di tanah
Arab dan di benua Eropah pada zamannya.
o Kemasyhurannya sebagai ilmuwan menyebabkan
pemerintah Bani Fatimiyah di Mesir waktu itu, iaitu
Pemerintah Khalifah Al-Hakim bin Amirillah (386-411H/996-
1021M) mengundangnya ke Mesir. Maksud undangan Dinasti
Fatimiyah itu adalah memanfaatkan keluasan ilmu yang
dimiliki oleh Ibnu Haitham. Beliau diharapkan mampu
mengatur banjir Sungai Nil yang kerap kali melanda negeri itu
setiap tahun. Sayangnya, beliau tidak dapat mewujudkan
rancangan takungan raksasa yang dibuatnya kerana kurang
peralatan canggih yang ada pada masa itu. Untuk melindungi
dirinya dari kemurkaan pemerintah, beliau kemudian
meninggalkan pekerjaan itu dengan berpura-pura hilang
ingatan. Sehingga pada tahun 1021 Sultan Al- Hakim bin
Amirillah telah mangkat dan dari tarikh itulah Ibnu Haitham
kembali normal dan aktif dalam kegiatan ilmu.
o Ibnu Haitham datang berlindung dan mengabdikan diri di
Universiti al-Azhar, dan terus menyambung usaha ilmiahnnya
dalam bidang yang cukup saintifik. Beliau juga turut
menterjemahkan buku-buku matematik dan falak ke bahasa
Arab, terutama dari bahasa Latin.
o Sebelum itu beliau telah pergi ke Andalusia (Sepanyol),
kiblat ilmu pengetahuan Eropah pada masa itu. Di sana
beliau mempelajari optik sehingga terkenal dalam bidang
optik.
o Pada tahun terakhir hayat beliau, beliau kembali ke Kaherah
(Mesir) dan sebagai ahli matematik hingga akhir hayatnya.
o Ibnu Haitham meninggal dunia di Kaherah pada tahun
1039M katika usianya 74 tahun.
SUMBANGAN IBNU HAITHAM
* TEORI HUKUM PEMBIASAN (fenomena atmosfera)
o  Selama di Sepanyol, Ibnu Haitham melakukan beberapa
penyelidikan dan percubaan ilmiah berhubung dengan bidang
optik. Penemuannya yang terkenal ialah “hukum pembiasan”,
iaitu hukum fizik yang menyatakan bahawa sudut pembiasan
dalam pancaran cahaya sama dengan sudut masuk Menurut
pengamatan Ibnu Haitham, beliau berpendapat bahawa
cahaya merah di kaki langit di waktu pagi (fajar) bermula
ketika matahari berada di 19 darjah di bawah kaki langit.
Sementara cahaya warna merah di kaki langit di waktu senja
(syuruk) akan hilang apabila matahari berada 19 darjah di
bawah kaki langit selepas jatuhnya matahari. Dalam fizik
moden, hukum ini dikenali dengan nama “hukum pembiasan
Snell” yang bersempena nama ahli fizik Belanda, Willebrord
van Roijen Snell.
 
*TEORI PENGLIHATAN (optik)
o Dengan menggunakan kaedah matematik dan moden fizik
yang baik beliau dapat membuat eksperimen yang teliti, Ibnu
Haitham telah meletakkan optik pada batu asas yang kukuh.
Beliau telah menggabungkan teori dan eksperimen dalam
penyelidikannya. Dalam penyelidikan, beliau telah mengkaji
gerakan cahaya, ciri-ciri bayang dan imej dan banyak lagi
fenomena optik yang penting. Beliau telah menolak teori
Ptolemy dan Euclid yang mengatakan bahawa manusia
melihat benda melalui pancaran cahaya yang keluar dari
matanya. Tetapi menurut Ibnu Haitham, bukan mata yang
memberikan cahaya tetapi benda yang dilihat itulah yang
memantulkan cahaya ke mata manusia.
 
*CERMIN KANTA CEKUNG DAN KANTA CEMBUNG
o Ibnu Haitham telan menggunakan mesin lathe (larik) untuk
membuat cermin kanta cekung dan kanta cembung untuk
penyelidikannya. Dengan ini beliau telah mengkaji tentang
cermin sfera dan cermin parabolik. Beliau mengkaji Aberasi
Sfera dan memehami bahawa dalam cermin parabola
kesemua cahaya dapat tertumpu pada satu titik.
 
*TEORI BIASAN CAHAYA
o Teori ini agak mengkagumkan, beliau telah menggunakan
segi empat halatuju pada permukaan biasan beberapa abad
sebelum Isaac Newton memperkenalkannya di dunia Barat.
Beliau juga percaya kepada prinsip masa tersingkat bagi
rentasan cahaya (Prinsip Fermat).
*AHLI BIDANG FALSAFAH
o Ibnu Haitham telah disenaraikan diantara salah seorang ahli
falsafah Aristo. Dikalangannya adalah sahabat beliau iaitu
Ibnu Sina dan al-Biruni. Ibnu Haitham mendahului Kant lebih
tujuh abad lamanya. Teori yang dilebalkan dari Kant
sebenarnya datang dari beliau iaitu: “bahawa untuk
mencapai kebenaran hendaklah dengan mengetahui
pendapat-pendapat yang berunsur kepada kenyataan yang
dapat digambarkan dengan akal rasional”.
 
*BIDANG ASTRONOMI
o Beliau melanjutkan pendapat ilmuwan Yunani tentang
proses pengubahan langit abstrak menjadi benda-benda
padat. Dalam karya astronominya, beliau melukis gerakan
planet-plenet, tidak hanya dalam terma eksentrik dan
episiklus, tetapi juga dalam satu model fizik. Pendapatnya
banya mempengaruhi Dunia Pemikiran Barat pada zaman
Johannes Kepler. Tiga abad kemudian karya ini ditukar dalam
bentuk ikhtisar oleh astronomi muslim iaitu Nasiruddin at-
Tusi.
 
 
*BIDANG FIZIK
o Dalam bidang fizik Ibnu Haitham telah mengkaji tentang
gerakan yang membawa beliau menemui prinsip intersia dan
statik. Beliau telah mengasaskan dan menjadikan optik
menjadi satu sains baru. Banyak kajian beliau telah
mendahului dan diikuti oleh Francis Bacon, Leonardo da Vinci,
dan Johannes Kepler.
KARYA-KARYA AGUNG IBNU HAITHAM
o Ibnu Haitham merupakan ilmuwan yang produktif dan
memiliki banyak karya penulisan dalam pelbagai cabang
ilmu. Beliau telah menulis tidak kurang daripada 200 judul
buku, namun hanya sedikit yang terselamat. Di antaranya
ialah:
o Maqalah fi Istikhraj Samt al-Qiblah(penyusunan kota),
Maqalah fi hayat al-Alam(astronomi), Kitab fi al-
Minasit(kamus optik), Fi al-Maraya al-Muhriqah bi al-
Dawair(cermin yang membakar), Maqalah fi Daw al-
Qamar(cahaya dan gerakan langit), Zawahir al-hasaq(gejala
senja), Fi Kayfiyat al izlal, Fi al-Asar Allazi al-Qamar, Fi ad-
Dawar, Fi al-Makan, fi al-Mulumar, Fi Misahat al-Mujassamah
al- Mukafi, Fi Irtifa al-Quth, semua itu adalah tentang kajian
ilmu fizik dan astronomi. Karya-karya tersebut adalah
berhubung dengan ilmu fizik dan matematik, iaitu di antara
ilmu yang sangat dikuasainya, hampir keseluruhannya telah
diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Eropah.
o Ibnu Haitham juga pernah menulis empat buah risalah
tentang ilmu cahaya dan ilmu ukur. Risalah-risalah tersebut
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dan telah
tersebar dengan meluas di Eropah sejak tahun 1907M.
o Al-Munadzir adalah satu daripada karya Ibnu Haitham yang
teragung tentang bidang kajian optik dan buku tersebut
pernah menjadi rujukan kepada para ahli kaji optik
selepasnya. Karya ini diterjemahkan oleh Witelo pada tahun
1270M dan kemudiannya diterbitkan oleh F. Risner pada
tahun 1572M dengan nama Thesaurus Opticae.
KESIMPULAN
Sumbangan Ibnu Haitham kepada ilmu sains dan falsafah amat
banyak. Kerana itulah Ibnu Haitham dikenali sebagai seorang
yang miskin dari segi material tetapi kaya dengan ilmu
pengetahuan. Beberapa pandangan dan pendapatnya masih
relevan sehingga ke hari ini. Walau bagaimanapun sebahagian
karyanya lagi telah “dicuri” dan “diceduk” oleh ilmuwan Barat
tanpa memberikan penghargaan yang sewajarnya kepada beliau.
Sesungguhnya barat patut berterima kasih kepada Ibnu Haitham
dan para sarjana Islam kerana tanpa mereka kemungkinan dunia
Eropah masih diselubungi dengan kegelapan. Kajian Ibnu Haitham
telah menyediakan landasan kepada perkembangan ilmu sains
dan pada masa yang sama tulisannya mengenai falsafah telah
membuktikan keaslian pemikiran sarjana Islam dalam bidang ilmu
tersebut yang tidak lagi dibelenggu oleh pemikiran falsafah
Yunani.

Setelah dikaji mengenai latarbelakang kehidupan Ibnu Haitham,


dapat kita memberi kesimpulan bahawa Ibnu Haitham adalah
seorang tokoh ilmuwan Islam yang sangat disegani dan
termasyhur pada zamannya. Azam beliau untuk meningkat taraf
hidup umat Islam dan usahanya mendekatkan diri kepada Allah
tidak sia-sia. Ibnu Haitham tidak pernah puas menuntut ilmu
sehingga penghujung nafasnya yang terakhir. Berkat hasil usaha
dan ikhtiarnya beliau telah menjadi seorang cendakiawan yang
terkenal. Beliau bukan sekadar tokoh ilmuwan sahaja, malahan
beliau amat menitik beratkan pendidikan agama sepanjang beliau
menuntut ilmu. Ibnu Haitham memainkan pengaruh yang besar di
tanah Arab dan juga seluruh dunia Barat. Beliau telah
memberikan sumbangan besar dalam dunia ilmu pengetahuan
moden. Contohnya, teori optiknya mempengaruhi ilmuwan
Eropah seperti Roger Bacon dan Johannes Kepler. Penyelidikan
ilmiahnya menjadi asas penyelidikan yang kemudian diguna pakai
dan dikembangkan di Barat. Sebagai seorang penuntut perlulah
kita mencontohi beliau dan sebagai pendorong semangat untuk
meningkatkan mutu pembelajaran serta mendekatkan diri 
kepada Allah SWT.sumber : Mohamad Fuad Bin Haji Ishak

IBNU SINA, PAHLAWAN DAN TOKOH


KESEHATAN ISLAM
MARET 14, 2012 MITROTHEMAKS TINGGALKAN KOMENTAR

Ibnu Sina atau Avicenna merupakan seorang dokter, ilmuwan, filsuf


sekaligus pahlawan. Ibnu Sina lahir pada abad ke-10 atau tepatnya pada
tahun 340H/980 M di sebuah wilayah di Persia bernama Afsyana, Bukhara
yang kini masuk wilayah negara Uzbekistan dan meninggal pada tahun
428H/1037 M di Hamadzan dalam usia 57 tahun.

Merujuk pada Majalah Barokah, Edisi IV/Mei 2010, hal 19-21, Ibnu Sina
dilahirkan dengan nama lengkap Abu Ali Al-Husain ibn Abdullah ibn Sina.
Pada masa remaja, Ibnu Sina sudah menghafal Al-Quran dan menguasai
dasar-dasar ilmu fisika, metafisika, logika, dan kedokteran.

Bakatnya dibidang kesehatan terlihat ketika pada usianya ke-17 tahun,


berhasil mengobati penyakit Khalifah Nuh ibn Al-Manshur (976-997), salah
seorang penguasa Dinasti Samaniah. Padahal banyak tabib dan ahli
pengobatan yang hidup pada masa itu tidak satupun yang sukses
menyembuhkan penyakit sang khalifah. Berkat kepiawaiannya itulah, Ibnu
Sina diberi kebebasan mengakses buku-buku literatur koleksi pribadi sang
khalifah, dimana pada saat itu buku-buku yang memuat ilmu pengetahuan
masih sangat langka sehingga jarang ditemukan. Koleksi buku sang khalifah
disimpan dalam perpustakaan kerajaan yang kuno dan antik. Sebenarnya,
Ibnu Sina juga diberi penghargaan tinggal di istana sang khalifah tetapi
ditolaknya secara halus dan lebih memilih memperluas wawasannya melalui
perpustakaan sang penguasa Dinasti Samaniah.

Ayahnya berasal dari Balkh Khorasan adalah seorang pegawai tinggi pada
masa Dinasti Samaniah (204-395 H/819-1005 M). Ayah dari Ibnu Sina
meninggal ketika ia baru berusia 22 tahun sehingga ia meninggalkan kota
kelahirannya, Bukhara dan memilih mengembara menuntut ilmu menuju
Jurjan, lalu ke Khawarazmi hingga menetap di Hamadzan (Iran). Di kota kecil
Jurjan, Ibnu Sina bertemu dengan seorang sastrawan dan ulama besar Abu
Raihan Al-Biruni dan berguru kepadanya. Kota selanjutnya Rayy dan
Hamadzan, sambil mulai menulis sebuah buku yang terkenal Qanun fi Thib,
sejak usia 22 tahun (1022 M) dan berakhir pada tahun wafatnya (1037 M).

Di bidang kedokteran ia mendapat julukan Pangeran Para Dokter dan Raja


Obat. Banyak para pembesar negeri pada masa itu yang mengundangnya
untuk memberikan pengobatan. Para pembesar negeri tersebut di antaranya
Ratu Sayyidah serta Sultan Majdud dari Rayy, Syamsu Dawla dari Hamadzan,
dan Alaud Dawla dari Isfahan. Karenanya dalam dunia Islam, ia dianggap
sebagai puncah atau Bapak ilmu kedokteran (Suaramedia.com).
Karya Monumental
Puncak pemikiran Ibnu Sina berlangsung pada Abad Pertengahan (abad ke
10) ketika Eropa dilanda zaman kegelapan. Ibnu Sina mampu menemukan
metode dan dasar argumentasi filsafat Islam dan menandingi pemikiran
rasional tradisi intelektual Hellenisme Yunani. Kemahsyuran nama Ibnu Sina
melintasi batas-batas negara dan agama dan tersebar di beberapa
perpustakaan Barat dan Timur.

Karya monumentalnya yang terkenal di kalangan ilmuwan Barat


adalah Canon of Medicine (Aturan Pengobatan) atau dalam bahasa
Arab Qanun fi Thib yang terbit pada tahun 1323 M di India dan tahun 1593 M
di Roma. Buku ensiklopedia ini berisi jutaan item tentang pengobatan dan
obat-obatan dan memperkenalkan penyembuhan secara sistematis, serta
dijadikan rujukan selama tujuh abad lamanya. Buku inilah yang menobatkan
Ibnu Sina sebagai Bapak Kedokteran Dunia.
Ibnu Sina pertama kali mengungkap, mencatat dan menggambarkan
anatomi tubuh manusia secara lengkap. Kemudian ia mengambil kesimpulan
bahwa, setiap bagian tubuh manusia, dari ujung rambut hingga ujung kaki
kuku saling berhubungan. Ibnu Sina juga adalah orang yang pertama kali
merumuskan, bahwa kesehatan fisik dan kesehatan jiwa berkaitan erat dan
saling mendukung. Dalam ilmu kedokteran kontemporer, Ibnu Sina sangat
berjasa dalam bidang pathology dan farmasi, yang menjadi bagian penting
dari ilmu kesehatan dan kedokteran.

Melalui Al-Qanun fit-Thibb, Ibnu Sina sebagai orang pertama yang


menemukan peredaran darah manusia, dimana enam ratus tahun kemudian
disempurnakan oleh William Harvey. Ibnu Sina juga tercatat pertama kali
mengatakan bahwa bayi selama masih dalam kandungan mengambil
makanannya lewat tali pusarnya. Ibnu Sina juga banyak menemukan bahan
nabati baru Zanthoxyllum budrunga – dimana tumbuh – tumbuhan banyak
membantu terhadap beberapa penyakit tertentu seperti radang selaput otak
(miningitis). Ibnu Sina yang pertama kali mempraktekkan pembedahan
penyakit-penyakit bengkak yang ganas lalu menjahitnya. Ibnu Sina juga
terkenal sebagai dokter ahli jiwa dengan cara – cara modern yang kini
disebut psikoterapi.

Buku lainnya yang banyak dirujuk para ilmuwan adalah karya filsafatnya
yang dihimpun dalam buku berjudul “Asy-Syifa” yang membahas tentang
fisika, metafisika, matematika dan logika, dalam bahasan Latin kitab ini
dikenal dengan nama Sanati. Judul kitab karya Ibnu Sina ini mengulas cara-
cara pengobatan sekaligus obatnya dan kini menjadi semacam ensiklopedia
filosofi dunia kedokteran, terdiri dari 18 jilid. Buku tersebut dicetak lintas
negara seperti di Roma pada tahun 1593 M dan di Mesir pada tahun 1331 M.
Ringkasan kajian dalam Asy-Syifa juga dimuat dalam buku “An-Najat” khusus
mengulas tentang fisika dan metafisika dan dicetak di sebuah percetakan
batu di Teheran. Sementara bidang logika dimuat dalam buku “Al-Burhan”
dan terbit pada tahun 1954 di Kairo.

Asy-Syifa, begitu judul kitab karya Ibnu Sina ini, sebuah kitab tentang cara-
cara pengobatan sekaligus obatnya terdiri atas 18 jilid. Kitab ini di dunia ilmu
kedokteran menjadi semacam ensiklopedia filosofi dunia kedokteran. Dalam
bahasan latin, kitab ini di kenal dengan nama Sanatio, atau Sufficienta.
Naskah selengkap buku As- Syifa (The Book of Recovery or The Book of
Remedy = Buku tentang Penemuan, atau Buku tentang Penyembuhan)
sekarang ini tersimpan di Oxford University London.

Mengingat pentingya karya Ibnu Sina, pemerintah Arab Saudi bekerjasama


dengan pemerintah Mesir membentuk panitia penyunting “Ensiklopedia Asy-
Syifa” pada tahun 1951. Sementara Bab ke-6 dari Kitab As-Syifa yang
mengulas tentang landasan psikologi modern diterjemahkan dan diterbitkan
oleh sebuah lembaga keilmuan di Praha dan juga diterjemahkan kedalam
Bahasa Prancis. Sementara karya filsafat Ibnu SIna yang lain berjudul “Al-
Isyarat wa al-Tanbihat” pernah diterbitkan di Kairo pada tahun 1947 dan di
Leiden, Belanda pada tahun 1892.

Pemikiran Ibnu Sina banyak mempengaruhi para teolog dan pemikir Barat
seperti Thomas Aquinas, Gundisalvus, Robert Grosseteste dan Roger Bacon.
Aquinas dari Orde Dominikian diilhami pemikiran Ibnu Sina dalam
perumusan kembali teologi Katolik Roma. Sedangkan Gundisalvus dalam
karyanya “De Anima” sebagian besar isinya disalin dari pemikiran Ibnu Sina.

Sepanjang hidupnya Ibnu Sina menulis berbagai macam karya yang


berkaitan dengan bidang yang diminatinya yang jumlahnya mencapai 250
karya, baik dalam bentuk buku maupun risalah. Buku ini berkaitan dengan
bidang astronomi berjudul “Al-Magest”diantara berisi, bantahan terhadap
pandangan Euclides, serta meragukan pandangan Aristoteles yang
menyamakan bintang-bintang tak bergerak. Menurutnya, bintang-bintang
yang tak bergerak tidak berada dalam satu globe.
Bagi Keluarga Besar Universitas Muslim Indonesia (UMI), Ibnu Sina selain
sebagai tokoh pemikiran dan ilmuwan besar Islam, juga sebagai pahlawan
kesehatan Islam. Kebesaran nama Ibnu Sina diabadikan oleh UMI Makassar
pada sebuah Rumah Sakit yang berdiri megah di kawasan Panaikang, depan
Kampus UMI. RS ini melayani pasien lintas agama, dan lintas sosial-ekonomi
dengan diperbolehkannya pemegang jamkesmas untuk berobat di RS
tersebut, disamping sebagai rumah sakit pendidikan.
Tokoh-tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya
Makalah disusun oleh: Agus Setiawan & Armawan
BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Sebagaimana kita ketahui bersama tentang pembahasan kami ini bertema “ Tokoh-
tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya”. Tentu hal ini sangat menarik untuk kita bahas
dan pengupas dengan seksama guna menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang
filsafat, terutama filsafat Islam. Filsafat merupakan bagian dari hasil kerja berpikir
dalam mencari hakikat segala sesuatu secara sistematis, radikal dan universal.
Sedangkan filsafat Islam itu sendiri adalah hasil pemikiran filosof tentang ketuhanan,
kenabian, manusia dan alam yang disinari ajaran Islam dalam suatu aturan pemikiran
yang logis dan sistematis serta dasar-dasar atau pokok-pokok pemikirannya
dikemukakan oleh para filosof Islam.

1.2. Rumusan Masalah


Dalam pembahasan ini banyak yang dapat kita ketahui dan menimbulkan banyak
pertanyaan , antara lain:

1. Apa itu filsafat Islam ?


2. Bagaimana pemikiran para filosof Islam?
3. Bagaimana pandangan para filsuf Islam terhadap pemikiran Plato, Aristoteles, dan
Plotinus ?
1.3.Tujuan Penulisan

Dalam hal ini, tentu kita mempunyai tujuan mengenai penulisan ini, diantaranya kita
ingin tahu tentang pemikiran para filosof Islam, dan perlu kita ketahui bersama bahwa
filsuf Islam tidak kalah pelosof Barat, terutama dalam hal filsafat atau pemikiran.

1.4 Manfaat

Setiap sesuatu yang kita pelajari pasti akan berdampak pada perkembangan
pengetahuan kita, termasuk dalam pembahasan kita ini yaitu “Tokoh-tokoh Filsafat
Islam dan Pemikirannya”. Kita bisa mengambil pembelajaran dalam hal pemikiran para
filsuf Islam, baik dalam bidang tasawuf, jiwa, politik dan banyak lagi yang lainnya.

BAB II

Tokoh-tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya

A.    Al-Kindi

1.      Sejarah Hidup

Al-Kindi, nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’kub ibnu Ishaq ibnu al-Shabbah ibnu
‘Imron ibnu Muhammad ibnu al-Asy’as ibnu Qais al-Kindi. Kindah merupakan suatu
nama  kabilah terkemuka pra-Islam yang merupakan cabang dari Bani Kahlan yang
menetap di Yaman. Kabilah ini pulalah yang melahirkan seorang tokoh sastrawan yang
terbesar kesusasteraan Arab, sang penyair pangeran Imr Al-Qais, yang gagal untuk
memulihkan tahta kerajaan Kindah setelah pembunuhan ayahnya.

Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H dari keluarga kaya dan terhormat.
Ayahnya, Ishaq ibnu Al- Shabbah, adalah gubernur Kufah pada masa pemerintahan Al-
Mahdi dan Ar-Rasyid. Al-kindi sendiri mengalami masa pemerintahan lima khalifah
Bani Abbas, yakni Al-Amin, Al-Ma’mun, Al-Mu’tasim, Al- Wasiq, dan Al-Mutawakkil.

Dalam hal pendidikan Al-Kindi pindah dari Kufah ke Basrah, sebuah pusat studi bahasa
dan teologi  Islam. Dan ia pernah menetap di Baghdad, ibukota kerajaan Bani Abbas,
yang juga sebagai jantung kehidupan intelektual pada masa itu. Ia sangat tekun
mempelajari berbagai  disiplin ilmu. Oleh karena itu tidak heran jika ia dapat
menguasai ilmu astronomi,ilmu ukur, ilmu alam, astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik
meteorologi,, optika, kedokteran, matematika, filsafat, dan politik. Penguasaannya
terhadap filsafat dan ilmu lainnya telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama
yang berkebangsaan Arab dalam jajaran filosof terkemuka. Karena itu pulalah ia  dinilai
pantas menyandang gelar Faiasuf al-‘Arab ( filosof berkebangsaan Arab).

2.      Filsafat atau Pemikirannya

a.      Talfiq
Al-Kindi berusaha memadukan (talfiq) antara agama dan filsafat. Menurutya filsafat
adalah pengetahuan yang benar ( knowledge of truth). Al-Qur’an yang membawa
argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan
dengan kebenaran yang dihasilkan oleh filsafat. Karena itu mempelajari filsafat dan
berfilsafat tidak dilarang bahkan teologi bagian dari filsafat, sedangkan umat Islam
diwajibkan mempelajari teologi. Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan
kebaikan sekaligus menjadi tujuan  dari keduanya. Agama disamping wahyu
mempergunakan akal, dan filsafat juga mempergunakan akal. Yang benar pertama bagi
Al-Kindi ialah Tuhan. Filsafat dengan demikian membahas tentang Tuhan dan agama
ini pulalah dasarnya. Filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan.

Dengan demikian, orang yang menolak filsafat maka orang itu menurut Al-Kindi telah
mengingkari kebenaran, kendatipun ia menganggap dirinya paling benar. Disamping
itu, karena pengetahuan tentang kebenaran termasuk pengetahuan tentang Tuhan,
tentang ke-Esaan-Nya, tentang apa yang baik dan berguna, dan juga sebagai alat untuk
berpegang teguh kepadanya dan untuk menghindari hal-hal sebaliknya. Kita harus
menyambut dengan gembira kebenaran dari manapun datangnya. Sebab, “tidak ada
yang lebih berharga bagi para pencari kebenaran daripada kebenaran itu sendiri”.
Karena itu tidak tidak wajar merendahkan dan meremehkan orang yang mengatakan
dan mengajarkannya. Tidak ada seorang pun akan rendah dengan sebab kebenaran,
sebaliknya semua orang akan menjadi mulia karena kebenaran. Jika diibaratkan maka
orang yang mengingkari kebenaran tersebut tidak beda dengan orang yang
memperdagangkan agama, dan pada akikatnya orang itu tidak lagi beragama.

Pengingkaran terhadap hasil-hasil filsafat karena adanya hal-hal yang bertentangan


dengan apa yang menurut mereka telah mutlak digariskan Al-Qur’an. Hal semacam ini
menurut Al-Kindi, tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak filsafat, karena hal itu
dapat dilakukan ta’wil. Namun demikian, tidak bisa dipungkiri perbedaaan antara
keduanya, yaitu:

1)      Filsafat termasuk humaniora yang dicapai filosof dengan berpikir, belajar,
sedangkan agama adalah ilmu ketuhanan yang menempati tingkat tertinggi karena
diperoleh tanpa melalui proses belajar, dan hanya diterima secara langsung oleh para
Rasul dalam bentuk wahyu.
2)      Jawaban filsafat menunjukan ketidakpastian ( semu ) dan memerlukan berpikir
atau perenungan. Sedangkan agama lewat dalil-dalilnya yang dibawa Al-Qur’an
memberi jawaban secara pasti dan menyakinkan dengan mutlak.

3)      Filsafat mempergunakan metode logika, sedangkan agama mendekatinya dengan


keimanan.

Walaupun Al-Kindi termasuk pengikut rasionalisme dalam arti umum, tetapi ia tidak
mendewa-dewakan akal.

b.      Jiwa

Tentang jiwa, menurut Al-Kindi; tidak tersusun, mempunyai arti penting, sempurna
dan mulia. Substansi ruh berasal dari substansi Tuhan. Hubungan ruh dengan Tuhan
sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual,
ilahiah, terpisah dan berbeda dari tubuh. Sedangkan jisim mempunyai sifat hawa nafsu
dan pemarah. Antara jiwa dan jisim, kendatipun berbeda tetapi saling berhubungan dan
saling memberi bimbingan. Argumen yang diajukan Al-Kindi tentang perlainan ruh dari
badan ialah ruh menentang keinginan hawa nafsu dan pemarah. Sudah jelas bahwa
yang melarang tidak sama dengan yang dilarang.

Dengan pendapat Al-Kindi tersebut, ia lebih dekat kepada pemikiran Plato ketimbang
pendapat Aristoteles. Aristoteles mengatakan bahwa jiwa adalah baharu, karena jiwa
adalah bentuk bagi badan. Bentuk tidak bisa tinggal tanpa materi, keduanya
membentuk kesatuan isensial, dan kemusnahan badan membawa kepada kemusnahan
jiwa. Sedangkan Plato berpendapat bahwa kesatuan antara jiwa dan badan adalah
kesatuan accidental dan temporer. Binasanya badan tidak mengakibatkan lenyapnya
jiwa. Namun Al-Kindi tidak menyetujui Plato yang mengatakan bahwa jiwa berasal dari
alam ide. Al-Kindi berpendapat bahwa jiwa mempunyai tiga daya, yakni: daya bernafsu,
daya pemarah, dan daya berpikir. Kendatipun bagi Al-Kindi jiwa adalah qadim, namun
keqadimannya berbeda dengan qadimnya Tuhan. Qadimnya jiwa karena diqadimkan
oleh Tuhan.

3.      Moral
Menurut Al-Kindi, filsafat harus memperdalam pengetahuan manusia tentang diri dan
bahwa sorang filosof wajib menempuh hidup susila. Kebijaksanaan tidak dicari untuk
diri sendiri (Aristoteles), melainkan untuk hidup bahagia. Al-Kindi mengecam para
ulama yang memperdagangkan agama untuk memperkaya diri dan para filosof yang
memperlihatkan jiwa kebinatangan untuk mempertahankan kedudukannya dalam
negara. Ia merasa diri korban kelaliman negara seperti Socrates. Dalam kesesakkan jiwa
filsafat menghiburnya dan mengarahkannya untuk melatih kekangan, keberanian dan
hikmak dalam keseimbangan sebagai keutamaan pribadi, tetapi pula keadilan untuk
meningkatkan tata negara. Sebagai filsuf, Al-Kindi prihatin kalau-kalau syari’at kurang
menjamin perkembangan kepribadian secara wajar. Karena itu dalam akhlak atau
moral dia mengutamakan kaedah Socrates.

B.     Al-Farabi

1.      Biografi

Nama lengkapnya Abu Nashr Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhan ibn Auzalagh.
Dikalangan orang-orang latin abad tengah, Al-Farabi lebih dikenal dengan Abu Nashr.
Ia lahir di Wasij, Distrik Farab (sekarang kota Atrar), Turkistan pada 257 H. Pada tahun
330 H, ia pindah ke Damaskus dan berkenalan dengan Saif al-Daulah al-Hamdan,
sultan dinasti Hamdan di Allepo. Sultan memberinya kedudukan sebagai seorang ulama
istana dengan tunjangan yang sangat besar, tetapi Al-Farabi memilih hidup sederhana
dan tidak tertarik dengan kemewahan dan kekayaan. Al-Farabi dikenal sebagai filsuf
Islam terbesar, memiliki keahlian dalam banyak bidang keilmuan dan memandang
filsafat secara utuh dan menyeluruh serta mengupasnya secara sempurna, sehingga
filsuf yang datang sesudahnya, seperti Ibnu Sina dan Ibn Rusyd banyak mengambil dan
mengupas sistem filsafatnya.

2.      Pemikirannya

a)      Pemaduan Filsafat

Al-Farabi berusaha memadukan beberapa aliran  filsafat yang berkembang sebelumnya


terutama pemikiran Plato, Aristoteles, dan Plotinus, juga antara agama dan filsafat.
Karena itu ia dikenal filsuf sinkretisme yang mempercayai kesatuan filsafat. Dalam ilmu
logika dan fisika, ia dipengaruhi oleh Aristoteles. Dalam masalah akhlak dan politik, ia
dipengaruhi oleh Plato. Sedangkan dalam hal matematika, ia dipengaruhi oleh Plotinus.
Untuk mempertemukan dua filsafat yang berbeda seperti dua halnya Plato dan
Aristoteles mengenai idea. Aristoteles tidak mengakui bahwa hakikat itu adalah idea,
karena apabila hal itu diterima berarti alam realitas ini tidak lebih dari alam khayal atau
sebatas pemikiran saja. Sedangkan Plato mengakui idea merupakan satu hal yang
berdiri sendiri dan menjadi hakikat segala-galanya. Al-Farabi menggunakan
interpretasi batini, yakni dengan menggunakan ta’wil bila menjumpai pertentangan
pikiran antara kedanya. Menurut Al-Farabi, sebenarnya Aristoteles mengakui alam
rohani yang terdapat diluar alam ini. Jadi kedua filsuf tersebut sama-sama mengakui
adanya idea-idea pada zat Tuhan. Kalaupun terdapat perbedaan, maka hal itu tidak
lebih dari tiga kemungkinan:

1)      Definisi yang dibuat tentang filsafat tidak benar

2)      Adanya kekeliruan dalam pengetahuan orang-orang yang menduga bahwa antara
keduanya terdapat perbedaan dalam dasa-dasar falsafi.

3)      Pengetahuan tentang adanya perbedaan antara keduanya tidak benar, padahal
definisi keduanya tidaklah berbeda, yaitu suatu ilmu yang membahas tentang yang ada
secara mutlak.

Adapun perbedaan agama dengan filsafat, tidak mesti ada karena keduanya mengacu
kepada kebenaran, dan kebenaran itu hanya satu, kendatipun posisi dan cara
memperoleh kebenran itu berbeda, satu menawarkan kebenaran dan lainnya mencari
kebenaran. Kalaupun terdapat perbedaan kebenaran antara keduanya tidaklah pada
hakikatnya, dan untuk menghindari itu digunakab ta’wil filosofis. Dengan demikian,
filsafat Yunani tidak bertentangan secara hakikat dengan ajaran Islam, hal ini tidak
berarti Al-farabi mengagungkan filsafat dari agama. Ia tetap mengakui bahwa ajaran
Islam mutlak kebenarannya.

b)     Jiwa

Adapun  jiwa, Al-Farabi juga dipengaruhi oleh filsafat Plato, Aristoteles dan Plotinus.
Jiwa bersifat ruhani, bukan materi, terwujud setelah adanya badan dan tidak
berpindah-pindah dari suatu badan ke badan lain. Kesatuan antara jiwa dan jasad
merupakan kesatuan secara accident, artinya antara keduanya mempunyai substansi
yang berbeda dan binasanya jasad tidak membawa binasanya jiwa. Jiwa manusia
disebut al-nafs al-nathiqah, yang berasal dari alam ilahi, sedangkan jasad berasal dari
alam khalq, berbentuk, beruapa, berkadar, dan bergerak. Jiwa diciptakan tatkala jasad
siap menerimanya.

Mengenai keabadian jiwa, Al-Farabi membedakan antara jiwa kholidah dan jiwa fana.
Jiwa khalidah yaitu jiwa yang mengetahui kebaikan dan berbuat baik, serta dapat
melepaskan diri dari ikatan jasmani. Jiwa ini tidak hancur dengan hancurnya badan.

c)      Politik

Pemikiran Al-Farabi lainnya yang sangat penting adalah tentang politik yang dia
tuangkan dalam karyanya, al-Siyasah al- Madiniyyah (Pemerintahan Politik) dan ara’ al-
Madinah al-Fadhilah (Pendapat-pendapat tentang Negara Utama) banyak dipengaruhi
oleh konsep Plato yang menyamakan negara dengan tubuh manusia. Ada kepala,
tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya yang masing-masing mempunyai fungsi
tertentu. Yang paling penting dalam tubuh manusia adalah kepala, karena kepalalah
(otak) segala perbuatan manusia dikendalikan, sedangkan untuk mengendalikan  kerja
otak dilakukan oleh hati. Demikian juga dalam negara. Menurut Al-Farabi yang amat
penting dalam negara adalah pimpinannya atau penguasanya, bersama-sama dengan
bawahannya sebagai mana halnya jantung dan organ-organ tubuh yang lebih rendah
secara berturut-turut. Pengusa ini harus orang yang lebih unggul baik dalam bidang
intelektual maupun moralnya diantara yang ada. Disamping daya profetik yang
dikaruniakan Tuhan kepadanya, ia harus memilki kualitas-kualitas berupa: kecerdasan,
ingatan yang baik, pikiran yang tajam, cinta pada pengetahuan, sikap moderat dalam
hal makanan, minuman, dan seks, cinta pada kejujuran, kemurahan hati,
kesederhanaan, cinta pada keadilan, ketegaran dan keberanian, serta kesehatan jasmani
dan kefasihan berbicara.

Tentu saja sangat jarang orang yang memiliki semua kualitas luhur tersebut, kalau
terdapat lebih dari satu, maka menurut Al-Farabi yang diangkat menjadi kepala negara
seorang saja, sedangkan yang lain menanti gilirannya. Tetapi jika tidak terdapat seorang
pun yang memiliki secara utuh. Dua belas atribut tersebut, pemimpin negara dapat
dipikul secara kolektif antara sejumlah warga negara yang termasuk kelas pemimpin.

Pemikiran Al-Farabi tentang kenegaraan terkesan ideal sebagaimana halnya konsepsi


yang ditawarkan oleh Plato. Hal ini dimungkinkan, Al-Farabi tidak pernah memangku
suatu jabatan pemerintahan, ia lebih menyenangi berkhalawat, menyendiri, sehingga ia
tidak mempunyai peluang untuk belajar dari pengalaman dalam pengelolaan urusan
kenegaraan. Kemungkinan lain yang melatarbelakangi pemikiran Al-Farabi itu adalah
situasi  pada waktu itu, kekuasaan Abbassiyah diguncangkan oleh berbagai gejolak,
pertentangan dan pemberontakan.

C.    Ibnu Sina

1.      Biografi

Nama lengkapnya Abu Ali al- Husien ibn Abdullah ibn Hasan ibn Ali ibn Sina. Ia
dilahirkan didesa Afsyanah, dekat Buhkara, Persia Utara pada 370 H. Ia mempunyai
kecerdasan dan ingatan yang luar biasa sehingga dalam usia 10 tahun telah mampu
menghafal Al-Qur’an, sebagian besar sastra Arab dan juga hafal kitab metafisika
karangan Aristoteles setelah dibacanya empat puluh kali. Pada usia 16 tahun ia telah
banyak menguasai ilmu pengetahuan, sastra arab, fikih, ilmu hitung, ilmu ukur, filsafat
dan bahkan ilmu kedokteran dipelajarinnya sendiri.

2.      Pemikirannya

a)      Kenabian

Sejalan dengan teori kenabian dan kemukjizatan, ibnu Sina membagi manusia kedalam
empat kelompok:  mereka yang kecakapan teoretisnya telah mencapai tingkat
penyempurnaan yang sedemikian rupa sehingga mereka tidak lagi membutuhkan guru
sebangsa manusia, sedangkan kecakapan praktisnya telah mencapai suatu puncak yang
demikian rupa sehingga berkat kecakapan imajinatif mereka  yang tajam mereka
mengambil bagian secara langsung pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa masa kini
dan akan datang. Kemudian mereka memiliki kesempurnaan daya intuitif, tetapi tidak
mempunyai daya imajinatif. Lalu orang yang daya teoretisnya sempurna tetapi tidak
praktis. Terakhir adalah orang yang mengungguli sesamanya hanya dalam ketajaman
daya praktis mereka.

Nabi Muhammad memiliki syarat-syarat yang dibutuhkan seorang Nabi, yaitu memiliki
imajinasi yang sangat kuat dan hidup, bahkan fisiknya sedemikian kuat sehingga ia
mampu mempengaruhi bukan hanya pikiran orang lain, melainkan juga seluruh materi
pada umumnya. Dengan imajinatif yang luar biasa kuatnya, pikiran Nabi, melalui
keniscayaan psikologis yang mendorong, mengubah kebenaran-kebenaran akal murni
dan konsep-konsep menjadi imaji-imaji dan simbol-simbol kehidupan yang demikian
kuat sehingga orang yang mendengar atau membacanya tidak hanya menjadi percaya 
tetapi juga terdorong untuk berbuat sesuatu. Apabila kita lapar atau haus, imajinasi kita
menyuguhkan imaji-imaji yang hidup tentang makanan dan minuman. Pelambangan
dan pemberi sugesti ini, apabila ini berlaku pada akal dan jiwa Nabi, menimbulkan
imaji-imaji yang kuat dan hidup sehingga apapun yang dipikirkan dan dirasakan oleh
jiwa Nabi, ia benar-benar mendengar dan melihatnya.

b)     Tasawuf

Tasawuf, menurut ibnu Sina tidak dimulai dengan zuhud, beribadah dan meninggalkan
keduniaan sebagaimana yang dilakukan orag-orang sufi sebelumnya. Ia memulai
tasawuf dengan akal yang dibantu oleh hati. Dengan kebersihan hati dan pancaran akal,
lalu akal akan menerima ma’rifah dari al-fa’al. Dalam pemahaman bahwa jiwa-jiwa
manusia tidak berbeda lapangan ma’rifahnya dan ukuran yang dicapai mengenai
ma’rifah, tetapi perbedaannya terletak pada ukuran persiapannya untuk berhubungan
dengan akal fa’al.

Mengenai bersatunya Tuhan dan manusia atau bertempatnya Tuhan dihati diri manusia
tidak diterima oleh ibnu Sina, karena manusia tidak bisa langsung kepada Tuhannya,
tetapi melalui prantara untuk menjaga kesucian Tuhan. Ia berpendapat bahwa puncak
kebahagiaan itu tidak tercapai, kecuali hubungan manusia dengan Tuhan. Karena
manusia mendapat sebagian pancaran dari perhubungan tersebut. Pancaran dan sinar
tidak langsung keluar dari Allah, tetapi melalui akal fa’al.

D.    Al-Razi

1.      Sejarah lahir

Nama lengkap al-razi adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Zakaria ibnu Yahya Al-Razi.
Dalam wacana keilmuan barat, beliau dikenal dengan sebutan Razhes. Ia dilahirkan di
Rayy, sebuah kota tua yang masa lalu bernama Rhoges, dekat Teheran, Republik Islam
Iran pada tanggal 1 Sya’ban 251 H/865 M. Perlu diingat bahwasanya tempat yang ia
tinggali yakni Iran ,yang sebelumnya terkenal dengan sebutan Persia, merupakan
tempat dimana terjadinya pertemuan berbagai kebudayaan terutama kebudayaan
Yunani dan Persia. Dengan suasana seperti lingkungan seperti ini mendorong bakat Al-
Razi tampil sebagai seorang intelektual.

Ada beberapa nama tokoh lain yang juga dipanggil al-razi, yakni Abu Hatim Al-Razi dan
Najmun Al-Razi. Oleh karena itu, untuk membedakan Al-Razi dengan yang lainnya,
perlu ditambahkan dengan sebutan Abu Bakar, yang merupakan nama kun-yah-nya
(gelarnya).
Beliau pernah menjadi tukang intan pada mudanya, penukar uang, dan pemain kecapi.
Lalu beliau memusatkan perhatiannya pada ilmu kimia dan meninggalkannya akibat
eksperimen-eksperimen yang dilakukannya yang menyebabkan mata terserang
penyakit. Setelah itu, beliau mendalami ilmu kedokterang dan filsafat yang ada pada
masa itu.

Ayahnya berharap Al-razi menjadi seorang pedagang besar, maka dari itu ayahnya
membekali Al-razi ilmu-ilmu perdagangan. Akan tetapi, Al-Razi lebih memilih kepada
bidang intelektual ketimbang dengan perdagangan karena menurutnya bidang
intelektual merupakan perkara yang lebih besar ketimbang urusan dengan materi
belaka.

Karena ketekunannya dalam bidang kedoteran dan filsafat, Al-Razi menjadi terkenal
sebagai dokter yang dermawan, penyayang kepada pasien-pasiennya, oleh karena tiu
dia sering memberi pengobata cuma-Cuma kepada orang miskin. Dan karena
reputasinya dalam kedokteran, dia pernah mejabat sebagai kepala rumah sakit Rayy
pada masa pemerintahan Gubernur Al-Mansur ibnu Ishaq. Kemudian dia berpindak ke
Baghdad dan memimpin rumah saki di sana pada masa pemerintahan Khlifah Al-
Muktafi. Setelah Al-Muktafi meninggal, ia kembali ke kota kelahirannya, kemudian id
berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri lainnya dan meninggal dunia pada tanggal
5 Sya’ban 313 H/ 27 Oktober 925 dalam usia 60 tahun.

2.      Karyanya

Mengenai karyanya, tentu berkaitan dengan siapa dia belajar, dan siapa yang
mengajarkan ilmu pengetahuan kepadanya. Menurut Al-Nadim, beliau belajar filsafat
kepada Al-Bakhli yang menguasai filsafat dan ilmu-ilmu kuno. Ia sangat rajin dalam
menulis dan membaca, mungkin inilah yang menyebabkan penglihatannya secara
berangsur-angsur melemah dan akhirnya buta total. Ia menolak akan untuk di obati
dengan mengatakan bahwa pengobatan untuknya itu sia-sia karena tak sebentar lagi dia
akan meninggal.

Tak heran jika karya-karyanya sangat banyak sekali bahkan dia menuliskan pada salah
satu kitabnya, bahwasanya dia menulis tidak kurang sari 200 karya tulis dalam berbagai
ilmu pengetahuan. Karya-karyanya yang meliputi:

1. Ilmu Falak,
2. Matematika,
3. Bidang kimia, yang terkenal dengan Kitab As-rar
4. 4.      Bidang kedoteran, yang terkenal dengan al-mansuri Liber al-Almansoris
5. 5.      Bidang Medis, yang terkenal dengan kitab Al-Hawi,
6. 6.      Mengenai penyakit cacar dan pencegahannya, yakni Kitab al-Judar wa al-
Hasbah
Sebagian dari karyanya telah dikumpulkan menjadi satu kitab yang bernama al-Rasa’il
Falsafiyyat dan buku-buku yang lainnya seperti Thib al-Ruhani, al-Sirah al-
Falsafah dan lain sebagainya. Dia terkenal sebagai ahli kimia dan ahli kedokteran
dibanding dengan sebagai filosof.
3.      Filsafatnya

Lima Kekal ( Al-Qadiim )


Karena filsafatnya terkenal dengan 5 yang kekal, maka kami sebagai pemakal
memasukannya dalam makalah kami. Sebenarnya pemikirannya sangat banyak, akan
tetapi yang akan kami bahas disini hanya pada pemikirannya mengenai 5 hal yang
kekal.

5 hal yang kekal itu antara lain; Al-Baary Ta’ala (Allah Ta’ala), Al-Nafs Al-Kulliyyat (jiwa
universal), Al-Hayuula al-Uula (materi pertama), al-Makaan al-Muthlaq (tampat/ruang
absolut), dan al-Zamaan al-Muthlaq (masa absolut). Dan dia juga mengklasifikasinya
pada yang hidup dan aktif. Yang hidup dan aktif itu Allah dan jiwa, yang tidak
hidup dan pasifitu materi, yang tidak hidup, tidak aktif, dan tidak pula pasif itu ruang
dan waktu.
Al-Baary Ta’ala (Allah Ta’ala), menurutnya Allah itu kekal karena Dia-lah yang
menciptakan alam ini dari bahan yang telah ada dan tidak mungkin dia menciptakan ala
mini dari ketiadaan (creatio ex nihilo). Al-Nafs Al-Kulliyyat (jiwa
universal), menurutnya jiwa merupakan sesuatu yang kekal selain Allah, akan tetapi
kekekalannya tidak sama dengan kekekalan Allah. Al-Hayuula al-Uula (materi
pertama), disebut juga materi mutlak yang tidak lain adalah atom-atom yang tidak bisa
dibagi lagi, dan menurutnya mengenai materi pertama, bahwasanya ia juga kekal
karena diciptakan oleh Pencipta yang kekal.
Sebelumnya dia berpendat bahwa materi bersifat kekal dank arena materi ini
menempati ruang, maka Al-Makaan al-Muthlaq (tampat/ruang absolute) juga kekal.
Ruang dalam pandangannya dibedakan menjadi dua kategori, yakni ruang pertikular
yang terbatas dab terikat dengan sesuatu wujud yang menempatinya,  dan ruang
universal yang tidak terikat dengan maujud dan tidak terbatas.
Seperti ruang, dia membedakan pula Al-Zamaan al-Muthlaq (masa absolut) padad dua
kategori yakni; waktu yang absolut/mutlak yang bersifat qadiim dan substansi yang
bergerak atau yang mengalir (jauhar yajri), pembagian yang kedua yaitu waktu mahsur.
Waktu mahsur adalah waktu yang berlandaskan pada pergerakan planet-planet,
perjalanan bintang-bintang, dan mentari. Waktu yang kedua ini tidak kekal.
Menurutnya, bahwasanya waktu yang kekal sudah ada terlebih dahulu sebelum adanya
waktu yang terbatas.
E.     Ibnu Miskawaih

1.      Sejarah lahir

Nama lengkap Ibnu Miskawaih adalah Abu Ali Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ya’kub
ibnu Miskawaih. Ia dilahirkan di kota Rayy, Iran pada tahun 330 H/ 941 M dan wafat di
asfahan pada tanggal 9 Shafar 421 H/ 16 Februari 1030 M. Dari buku yang kami
dapatkan, tidak ada penjelasan yang sangat rinci mengungkapkan biograpinya. Namun,
ada beberapa hal yang perlu dijelaskan, bahwa ibnu miskawaih belajar sejarah
terutamaTaarikh al-Thabari kepada Abu Bakar Ibnu Kamil Al-Qadhi dan belajar
filsafat kepada Ibnu Al-Khammar, mufasir kenamaan karya-karya aristoteles.
Ibnu Miskawaih adalah seorang penganut syi’ah. Hal ini didasarkan pada
pengabdiannya kepada sultan dan wazir-wazir syi’ah pada masa pemerintahan Bani
Buwaihi ( 320 – 448 M ). Dan ketika sultan Ahmad ‘Adhud Al-Daulah menjabat sebagai
kepala pemerintahan, ibnu Miskawaih menduduki jabatan yang penting, seperti
pengangkatannya sebagaiKhazin, penjaga perpustakaan Negara dan bendarahara
negara.
2.      Karyanya

Dalam karyanya dalam disiplin ilmu meliputi kedokteran, sejarah dan filsafat. Akan
tetapi, dia lebih terkenal sebagai seorang filosof akhlak, ( al-falsafat al-‘amaliyat )
ketimbang dengan seorang filosof ketuhanan ( al-falsafat al-nazhariyyat al-Illahiyat ).
Dalam buku The History of the Muslim Philoshopy disebutkan bahwa karya tulisannya
itu; Al-Fauz al-Akbar, al-Fauz al-Asghar, Tajaarib al-Umaan ( sebuah sejarah tentang
banjir besar yana ditulis pada tahun 369 H/ 979 M), Uns al-Fariid ( yakni koleksi
anekdot, syair, peribahasa, dan kata-kata hikmah ), Tartiib al-Sa’adat ( isinya ahlak dan
politik ), al-Mustaufa ( isinya syair-syair pilihan ), al-Jaami’, al-Siyaab, On the Simple
Drugs ( tentang kedokteran ), On the composition of the Bajats ( tentang kedokteran ),
Kitaab al-Ashribah ( tentang minuman ), Tahziib al-Akhlak ( tentang akhlak ),
Risaalat fi al-Lazza wa al-Aalam fil jauhar al-Nafs, ajwibaat wa As’ilat fi al-Nafs wa
al-‘Aql, Al-Jawaab fi Al-Masaa’il al-Salas, Risaalat fi Jawaab fi Su’al Ali ibnu
Muhammad Abuu Hayyan al-Shufii fi HAqiiqat al-‘Aql, dan Tharathat al-Nafs.
3.      Akhlak

Ibnu miskawaih yang terkenal sebagai seorang yang moralis berpendapat bahwa akhlak 
adalah suatu sikap atau keadaan jiwa yang mendorongnya untuk berbuat tanpa berpikir
dan sama sekali tidak ada pertimbangan. Dengan kata lain, ahklak adalah tindakan yang
tidak ada sama sekali pertentangan dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Menurut
kami, ungkapan beliau mengenai hal ini sama dengan perkataan plato yang mengatakan
bahwasanya cinta adalah gerak jiwa yang kosong.

Ibnu Miskawaih juga membagi tingkah laku pada dua unsur yakni; unsur watak
naluriah dan unsur watak kebiasaan dengan melakukan latihan ( riyadhoh ). Serta dia
berpandangan bahwa jiwa mempunyai tiga daya yang mana apabila ketigak daya ini
beserta sifat-sifatnya selaras, maka akan menimbulkan sifat yang keempat yakni adil.
Adapun tiga daya yang dia maksud adalah; daya pikir, daya marah, dan daya keinginan.
Sedangkan yang dia maksud dengan sifat utama mengenai ketiga daya ini antara lain
adalah; sifat hikmah merupakan sifat utama bagi jiwa yang berpikir yang mana hikmah
ini lahir dari ilmu. Rasa berani merupakan sifat utama bagi jiwa marah yang mana sifat
berani ini timbul dari sifat hilm ( mawas diri ). Sedangkan sifat utama bagi jiwa
keinginan adalah sifat murah yang merupakan sifat utamanya yang lahir
dati ‘iffah ( memelihara kehormatan diri ).
Dapat disimpulkan bahwasanya sifat utama itu antara lain; hikmah, berani, dan murah
yang apabila ketiga sifat utama ini selaras, maka sifati keempat akan timbul darinya,
yakni keadilan. Sedangkan lawan dari semua sifat itu adalah bodoh, rakus, penakut, dan
zalim.

F.     Ibnu Rusyd

1.      Sejarah kelahirannya

Nama asli dari Ibnu Rusyd adalah Abu Al-Walid Muhammad ibnu Ahmad ibnu
Muhammad ibnu Rusyd, beliau dilahirkan di Cordova, Andalus pada tahun 510 H/ 1126
M, 15 tahun setelah kematiannya imam ghazali. Di dunia barat dia lebih terkenal
dengan sebutan Averros, sedang di dunia islam sendiri lebih terkenal dengan nama ibnu
Rusyd. Ibnu Rusyd adalah keturunan keluarga terhormat yang terkenal sebagai tokoh
keilmuwan, sedang ayah dan kakeknya adalah mantan hakim di andalus. Pada tahun
565 H/ 1169 M dia diangkat menjadi seorang hakim di Seville dan Cordova. Dan pada
tahun 1173 ia menjadi ketua mahkamah agung, Qadhi al-Qudhat di Cordova.
Salah satu faktor yang membuatnya menjadi seorang ilmuwan adalah karena dia
tumbuh dan hidup dalam keluarga yang Ghirah-nya besar sekali dalam bidang
keilmuwan. Akan tetapi yang menjadi faktor utamanya karena ketajamannya dalam
berpikir serta kejeniusan otaknya. Dengan semua faktor-faktor di atas, tidaklah heran
apabila dia menjadi seorang ilmuwan Muslim yang terkemuka.
Hal yang sangat mengagumkan dari ibnu Rusyd adalah semenjak dia sudah mulai
berakal ( masa baligh ) hampir semua hidupnya ia pergunakan untuk belajar dan
membaca. Tak pernah dia melewatkan waktunya selain untuk berpikir dan membaca,
kecuali pada malam ayahnya meninggal dan ketika malam pernikahannya. Dengan
keadaan seperti ini, membuat pemikirannya semakin tajam dan kuat dari waktu ke
waktu.

Kehidupannya sebagai seorang hakim tidaklah mulus, ibnu Rusd pernah mengalami
akan tuduhan pahit, yang pada dasarnya hanya untuk keperluan mobilisasi menghadapi
pemberontakkan Kristen Spanyol, dia di tuduh kafir, lalu dia di adili dan sebagai
hukumannya dia di buang ke Lucena, dekat Cordova. Tidak hanya itu saja, semua
jabatannya sebagai hakim mahkamah agung dicopot serta semua bukunya di bakar,
kecuali buku yang bersifat ilmu pengetahuan murni ( sains ), seperti kedokteran,
matematika dan astronomi.
Setahun lamanya ibnu Rusyd mengalami masa yang sangat getir itu, dan pada tahun
1197 M, khlifah mencabut hukumannya dan mengembalikkan semua pangkat yang
pernah dia pegang sebelumnya. Ibnu Rusyd meninggal 10 desember 1198 M/ 9 Shafar
595 H di marakesh dalam usia 72 tahun menurut perhitungan Masehi dan 75 tahun
menurut perhitungan tahun Hijriyah.

2.      Karyanya

Tulisan ibnu Rusyd yang dapat kita dapati pada sekarang ini antara lain; Fashl al-
Maqaal fi maa bain al-Hikmat wa al-Syari’ah min al-Ittishaal, buku ini berisikan
korelasi antara agama dan filsafat. Al-Kasyf’an Manaahij al-Sdillah fi Aqaa’id al-Millat,
sedang buku ini berisikan tentang kritik terhadap metode para ahli ilmu kalam dan
sufi. Tahaafut al-Tahaafut, kitab ini berisikan tentang kritikan terhadap imam ghazali
yang kitabnya berjudul Tahaafut al-Falaasifah. Sedangkan karnyanya dalam bidah
fiqih yaitu buku yang berjudul Bidaayat al-Mujtahid wa Nihaayat al-Muqtashid.
3.      Hukum Sebab-Akibat dan Hubungannya dengan Mukjizat

Berikut ini merupakan bantahan Ibnu Ruysd terhadap imam ghazali mengenai sebab-
akibat yang memang merupakan kejadian yang keluar dari kebiasaan;

1. Terdapat hubungan yang dharuuriiy ( pasti ) antara sebab dan akibat


Menurut ibnu rusyd, bahwasanya semua benda atau segala sesuatu yang ada di alam ini
memiliki sifat dan cirri tertentu yang disebut dengan zatiyah. Dengan arti bahwasanya
untuk terwujudnya sesuatu keadaan mesti ada daya atau kekuatan yang telah ada
sebelumnya. Menurut ibnu Rusyd, kita bisa mengenali mawjud yang ada ini dengan
adanya hukum sebab-akibat zatiyah, maka dengan itu pula kita bisa membedakan
antara satu dengan lainnya.
Misalnya, api yang sifat zatiyyah-nya adalah membakar, air yang sifat zatiyyah-nya
adalah membasahi. Sifat membakar dan membasahi ini adalah sifat zatiyyah-nya dan
merupakan pembedan antara api dengan air, jika tidak ada sifat tertentu, tentunya air
dan api sama saja, tidak ada bendanya, akan tetapi hal ini adalah sesuatu yang mustahil.
1. Hubungan sebab-akibat dengan adat atau kebiasaan
Menurut ibnu rusyd, bahwasanya al-ghazali tidaklah jelas dalam mengemukakan
pendapatnya mengenai sebab-akibat yang dianggap sebagai adat atau kebiasaan. Ibnu
Rusyd mempertanyakan apakah yang al-ghazali maksud ini adalah adat fa’il (Allah),
atau adat maujud, atau juga adat bagi kita dalam menentukan suatu sifat atau predikat
terhadap maujud ini.
Kalaulah yang dimaksudnya adalah adat Allah, hal ini mustahil karena apa yang disebut
dengan adat adalah suatu kemampuan atau potensi yang diusahakan oleh fa’il yang
mengkibatkan berulang-ulangnya perhatin mawjud ini. Hal ini sangat bertentangan
dengan ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa sunnatullah tidak akan berganti dan
tidak berubah[1]. Jika yang dimaksudnya adalah adat bagi maujud, maka hal ini hanya
akan berlaku bagi yang memiliki roh atau nyawa karena bagi yang selain itu, bukanlah
adat namanya, tetapi tabia’at. Dan apabila yang dia maksud adalah adat bagi kita dalam
menentukan suatu sifat atau predikat terhadap mawjud, sepert si fulan baik san
sebagainya, maka hal ini mawjud terlepas daripada nisbat (hubungan)-nya
kepada fa’il(Allah).
1. Hubungan sebab-akibat dengan akal
Menurut ibnu Rusyd; pengetahuan akal tidak lebih daripada pengetahuan tentang
gejala yang mawjud beserta sebab-akibatnya yang menyertainya. Pengingkaran
terhadap sebab-akibat berarti pengingkaran terhadap akal dan ilmu pengetahuan.
1. Hubungan sebab-akibat dengan mukjizat
Di awali dengan pendapatnya imam Ghazali, ketika seseorang percaya akan
keniscayaan, maka akan mengakibatkannya tidak percaya terhadap adanya mukjizat
nabi. Mengenai hal ini, ibnu rusyd membedakan antara dua mukjizat; mukjizat al-
Barraaniy dan mukjizat al-Jawaaniy.
Mukjizat al-Barraaniy, adalah mukjizat yang diberikan kepada seorang Nabi, tetapi
tidak sesuai dengan risalah kenabiannya, seperti tongkat nabi musa yang merumbah
menjadi ular, nabi Isa yang dapat menghidupkan orang mati, dan lainnya. Mukjizat
seperti ini yang saat itu dipandang sebagai mukjizat atau perbuatan diluar kebiasaan
dan boleh jadi satu waktu dapat diungkapkan oleh pengetahuan. Ketika ilmu
pengetahuan dapat mengungkapkannya, maka ia tidak dipandang sebagai mukjizat lagi.
Mukjizat al-Jawaaniy, adalah mukjizat yang diberikan kepada seorang nabi yang sesuai
dengan risalah kenabiannya, seperti mukjizatNabi Muhammad yakni al-Quran.
Mukjizat seperti inilah yang dipandang oleh ibnu Rusyd sebagai mukjizat yang
sebenarnya, karena al-quran tidak dapat diungkapkan oleh pengetahuan (sains) dimana
pun dan kapan pun.
Bab lll

Penutupan
Dari apa yang kami tuliskan dalam makalah ini, sebebenarnya terdapat keterbatasan,
yakni tidak semua para filosof muslim kami bahas dalam makalah ini, terutama lagi
tidak semua pula pendangan-pandangan para filosof yang kami tuliskan pada makalah
ini, hanya beberapa saja yang kami anggap mereka terkenal dalam bidang keilmuan
yang kami tuliskan. Masih banyak lagi filosof muslim yang tidak kami tuliskan, seperti
ibnu thufail, ibnu bajjah, ikhwan al-shafa dan lain sebagainya.

Dapat disimpulkan, dari lahirnya para tokoh di atas tadi yang menjadi sebab adanya
karya-karya mereka yang banyak, merupakan hal yang membanggakan bagi khazanah
keilmuan islam. Sayangnya saja, karya-karya mereka yang banyak itu tidak kita temui
secara keseluruhan pada saat ini, karena terjadinya keadaan-keadaan yang menyulitkan
para filosof, seperti halnya kejadian yang menimpa ibnu rusyd yang karya-karyanya di
bakar.

Tapi, bukan berarti kita tidak dapat mempelajari karya-karya mereka yang tersisa saat
ini, kita juga dapat mempelajari karya-karya filosof yang lahir setelah mereka dan
dengan sebab ini pula banyak karya-karya baru yang mereka tuliskan sehingga kita
sebagai orang muslim tidak kehilangan akan khazanah keilmuan berkat jerih payah
mereka.

Semoga dengan apa yang kami tuliskan ini bermanfaat, setidaknya menambah
pengetahuan mengenai filosof muslim dan pemikirannya meski sedikit yang kami
cantumkan pada makalah kami. Semoga dapat membantu bagi yang membutuhkan.
Amiin.

Daftar Pustaka

Muhammad Yusuf Musa, falsafat al-Ahklaq fi al-Islam, kairo: Dar al-A’raf, 1945


Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, M.A., filsafat islam, filosof dan filsafatnya, jakarta: rajawali
pers, 2004
Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta, Paramadina, 1997
Nasution Hasyimsyah, filsafat islam, jakarta, Gaya media Pratama, 1998.

Anda mungkin juga menyukai