Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang

didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang bersifat konprehensif

terdiri dari bio-psiko-sosio-spiritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada

klien usia lanjut, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat (UU RI No.38 tahun 2014). Pengertian lain dari

keperawatan gerontik adalah praktek keperawatan yang berkaitan dengan penyakit

pada proses menua. Sedangkan menurut Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik

adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang berfokus pada

pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta

evaluasi.

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua

bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur

mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya

tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti

didalam Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa

pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil

dan makmur berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945, telah

menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan

hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak

diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan


kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai

keagamaan dan budaya bangsa. Menua atau menjadi tua adalah suatu

keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan

proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi

dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang

berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua

(Nugroho, 2006).

Seiring dengan proses menua, tubuh akan mengalami berbagai masalah

kesehatan atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif dan salah satu

masalah kesehatan akibat proses penuaan yang paling banyak dialami lansia

adalah pada sistem kardiovaskuler. Perubahan – perubahan normal pada jantung

seperti kemampuan memompa dari jantung harus bekerja lebih keras sehingga hal

ini menyebabkan terjadi peningkatan tekanan darah atau gangguan kesehatan

hipertensi (Maryam, 2008).

Seseorang dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darahnya tinggi atau

melampaui nilai tekanan darah yang normal yaitu 140/80 mmHg (Korneliani,

2012). Jenis hipertensi yang khas sering ditemukan pada lansia adalah isolated

systolic hypertension (ISH), di mana tekanan sistoliknya saja yang tinggi (di atas

140 mmHg), namun tekanan diastolik tetap normal (di bawah 90 mmHg). Lansia

yang berumur di atas 80 tahun sering mengalami hipertensi persisten, dengan

tekanan sistolik menetap di atas 160 mmHg (Arif, 2013).

World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2012 sedikitnya

sejumlah 839 juta kasus hipertensi diperkirakan menjadi 1,15 milyar pada tahun

2025 atau sekitar 29% dari total penduduk dunia, menurut National Health and
Nutrition Examination Survey (NHNES), insiden hipertensi pada orang dewasa di

Amerika tahun 2010 – 2012 adalah sekitar 39 – 51% yang berarti bahwa terdapat

58 – 65 juta orang menderita hipertensi (Triyanto, 2014). Di Indonesia, data dari

laporan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013 terjadi peningkatan prevalensi

hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah di diagnosis tenaga kesehatan

dan minum obat hipertensi) dari 7,6% tahun 2007 menjadi 9,5% tahun 2013

(Riskesdas, 2013).

Menurut hasil Riset Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2013

mempunyai prevalensi sebesar 37,4%, Provinsi Jawa Timur menempati urutan ke

dua setelah Provinsi Jawa Barat dengan penderita Hipertensi terbanyak di Pulau

Jawa. Menurut Survei Terpadu Penyakit atau disingkat STP Puskesmas di Jatim

tahun 2016, sejumlah daerah di Jatim yang paling banyak menyumbang pasien

penderita hipertensi Kabupaten Malang, jumlah penderita 31.789 orang. Disusul

Kota Surabaya peringkat ke -2 sejumlah 28.970 penderita, Madura peringkat ke-3

sebanyak 28.955 penderita (Dinkes Prov. Jawa Timur 2016). Data mengenai PTM

di Kabupaten Malang terutama penyakit hipertensi merupakan penyakit tertinggi

di Kabupaten Malang pada tahun 2018 sebanyak 147.828 (Dinkes Kab. Malang

2018).

Ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan hipertensi diantaranya

yaitu: riwayat keluarga, individu dengan riwayat keluarga hipertensi mempunyai

risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada orang yang tidak

mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Obesitas, hal ini disebabkan

lemak dapat menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah sehingga dapat

meningkatkan tekanan darah. Stress, atau situasi yang menimbulkan distress dan
menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang (Korneliani, 2012).

Berdasarkan WHO (2020) outbreak dari Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)

secara menyeluruh memberikan stress pada dunia, termasuk pada lansia yang

dapat mengganggu kualitas tidur lansia. Lasia yang mempunyai kualitas tidur

yang jelek maka mempunyai resiko tinggi mengalami penyakit jantung, depresi,

resiko jatuh serta kecelakaan (Azri et al, 2016); termasuk beresiko terjangkit

terserang COVID-19. Lansia juga dikatakan sebagai salah satu populasi yang

bersiko mengalami severe COVID-19 disease bila terjangkit virus COVID-19

sehingga resiko kematian pada lansia lebih tinggi (WHO, 2020).

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan pandemi yang sekarang

menjadi ancaman global, dimana virus ini dapat menyebabkan berbagai gejala

seperti pneumonia, demam, kesulitan bernapas, dan infeksi paru-paru. Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) menggunakan istilah COVID-19 pada penyakit corona

virus (SARS-CoV-2) (Adhikari et al., 2020). Terhitung sampai tanggal 7 April

2020, telah didapatkan kasus COVID-19 sebanyak 1.214.466 kasus yang telah

dikonfirmasi dan didapatkan kasus kematian akibat COVID-19 sebanyak 67.767

kematian dari 211 negara. (BNPB, 2020).

Data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menunjukkan

adanya peningkatan setiap harinya dimana pada tanggal 7 April 2020, telah di

dapatkan kasus COVID-19 sebanyak 2.738 kasus penderita dalam perawatan

sebanyak 2.313 kasus sembuh sebanyak 204 orang, sedangkan yang telah

meninggal sebanyak 221 orang (BNPB, 2020). Kabupaten Malang Provinsi Jawa

Timur termasuk dalam zona merah dengan jumlah ODP (Orang Dengan

Pemantauan) sebanyak 78 orang, PDP (Pasien Dalam Pengawasan) sebanyak 24


orang dan pasien yang terkonfirmasi positif corona sebanyak 5 orang. (Azmi,

2020).

Desa Dilem merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kepanjen

Kabupaten Malang yang terdapat 5.138 penduduk dengan angka kejadian ODR

(Orang dengan Resiko) sebanyak 22 orang dan ODP (Orang Dengan Pengawasan)

sebanyak 2 orang (data primer, 2020). Hasil wawancara yang sudah dilakukan

kepada kepala desa Dilem terkait penanganan masalah pandemic COVID-19

adalah melakukan sosialisasi dan penyemprotan di seluruh wilayah Desa Dilem

yang dilakukan secara bertahap, hal ini dilakukan dengan tujuan agar

meningkatkan pengetahuan warga desa tentang COVID-19. Penatalaksaan yang

dilakukan di Desa Dilem masih secara umum, belum ada penalataksanaan khusus

untuk pencegahan penularan COVID-19 terkait dengan populasi lansia yang

mengalami Hipertensi, yang mana diharapkan mampu mengurangi risiko

kematian pada Lansia.

Penurunan angka hipertensi atau pencegahan tersier hipertensi pada

umumnya dilakukan intervensi melalui 2 cara, yaitu Farmakologi dan

Nonfarmakologi. Intervensi farmakologi hipertensi dengan menggunakan obat

obatan, antara lain obat diuretic, ace inhibitor, beta bloker, calsium antagonis,

alfa bloker dan lainya (Santoso 2015). Hasil penelitan (Hidayat, 2011)

menunjukkan bahwa pemberian tambahan terapi nonfarmakologis efektif untuk

mencegah kenaikan tekanan darah pada penderita hipertensi stadium 1. Terapi

nonfarmakologi yang biasa dilakukan yaitu dengan cara mengatur pola hidup

seperti, olahraga teratur, mengurangi asupan garam, terapi komplementer dan

lainnya.
Terapi komplementer bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya adalah

dengan terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, terapi tawa,

akupuntur, akupresur, aromaterapi, refleksiologi dan hidroterapi. Penatalaksanaan

non farmakologi seperti akupuntur, akupresur dan terapi lainnya dalam

pelaksanaannya banyak sekali ketidakefektifannya seperti harus dilakukan dengan

pendamping tenaga kesehatan lain, tidak dapat dilakukan secara mandiri di rumah

(PERKI, 2015).

Light Therapy merupakan salah satu treatment untuk Delayed Phased

Syndrome dimana seseorang mengalami ganguuan irama cirkandian dalam proses

tidurnya yang diakibatkan oleh berbagai masalah kesehatan seperti hipertensi

yang kebanyakan lansia alami dalam memulai tidurnya. Penelitian yang dilakukan

oleh Nuran Akdemir, 2017 menyatakan bahwa Terapi cahaya telah terbukti

sebagai terapi non-farmakologis yang efektif untuk meningkatkan kualitas tidur di

antara orang tua yang sehat yang berikan selama 6-7 hari dengan lampu tidur yang

mempunyai cahaya satu sisi. (Nuran Akdemir, 2017)

Sinar cahaya dalam ruangan akan mempengaruhi hormon melatonin. Lampu

yang mati atau redup saat tidur akan membuat kinerja hormon melantonin

maksimal sehingga tubuh dan otak beristirahat secara penuh. Cahaya yang

diterima di siang hari merangsang fotoreseptor dan nukleus suprachiasmatic

melalui retina dan memaksa sekresi melatonin di kelenjar pituitari terjadi pada

malam hari (Wu dan Swaab 2007; Montgomery dan Dennis 2002; Mishima et al

2001). Banyak penelitian membuktikan bahwa terapi cahaya secara efektif

meningkatkan kuantitas dan kualitas tidur pada lansia (Montgomery dan Dennis

2002). Untuk pengobatan masalah tidur, cahaya harus digunakan dengan volume
2.500-10.000 Lux selama 30 menit hingga 2 jam di pagi hari atau di malam hari

(Montgomery dan Dennis 2002; Chesson et al 1999).

Chen et al (2015) menemukan bahwa durasi tidur yang terlalu lama atau

terlalu singkat merupakan faktor risiko tekanan darah tinggi dan aktivitas saraf

simpatik akan meningkat jika seseorang memiliki durasi tidur yang pendek

sehingga orang tersebut mudah stres yang dapat berakibat pada naiknya tekanan

darah. Risiko ini diketahui lebih mungkin terjadi pada wanita dibandingkan pria.

Tidur memiliki peran yang penting dalam menjaga sistem imunitas tubuh, sistem

metabolisme, daya ingat, pembelajaran, serta fungsi penting lainnya.

Sistem imun pada lansia merupakan pelindung tubuh tetapi seiring dengan

bertambahnya usia sistem imun tidak dapat bekerja secara maksimal, karena hal

tersebut lansia rentan terserah berbagai penyakit, termasukk COVID-19, untuk

menurunkan tingkat penularan COVID-19 pada lansia maka perlu dilakukan

sebuah tindakan dalam menjaga imunitas lansia selama dirumah salah satunya

menjaga daya tahan tubuh lansia dengan menjaga pola tidur dan meningkatkat

kualitas tidur pada lansia (dr. Meva,2020).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan tema pengaruh Light Therapy terhadap penurunan Tekanan Darah terkait

Kualitas Tidur sehubungan dengan Kecemasan karena COVID-19 pada Lansia

dengan Hipertensi di Desa Dilem Kecamatan Kepanjen, yaitu untuk menambah

pengetahuan dan merubah perilaku lansia Desa Dilem terkait salah satu terapi

non-farmakologis (Light Therapy) dalam upaya untuk menurunkan Tekanan

Darah sehubungan dengan kualitas tidur yang dapat dipengaruhi oleh kecemasan

karena COVID-19.
B. Tujuan Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh Light Therapy terhadap Kualitas Tidur pada

Lansia dengan Hipertensi di Desa Dilem Kecamatan Kepanjen.

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Institusi Pendidikan

Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan tambahan untuk

pembelajaran tentang pengaruh Light Therapy terhadap Kualitas Tidur

pada Lansia dengan Hipertensi.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

petugas Kesehatan tentang tentang pengaruh Light Therapy terhadap

Kualitas Tidur pada Lansia dengan Hipertensi.

3. Bagi Masyarakat

Dari hasil penelitian ini diharapkan masyarakat dapat mengetahui dan

mempraktekkan terapi non farmakologis Light Therapy dalam upaya

untuk memperbaiki Kualitas Tidur.

Arif, D., Rusnoto, & Hartinah, D. (2013). Factors relating to the incident of
Hypertension in elderly in Klumpit village mobile community health the
center of gribig community health center, district Kudus, JIKK, 4(2), pp.
18-34
Azri, M.A., Dahlan, A., Masuri, M.G., & Isa, K.A.M. (2016). Sleep quality
among older person in institutions, ScienceDirect Procedia – Social and
Behavorial, 234, pp. 74-82

https://www.alodokter.com/alasan-mengapa-lansia-lebih-rentan-terhadap-virus-corona.
Dr. Meva Nareza.
Chen, X., Wang, R., Zee, P., Lutsey, P. L., Javaheri, S., & Alcántara, C. (2015).
Racial/ethnic differences in sleep disturbances : the multi-ethnic study of
atherosclerosis (MESA). Sleep, 38(6), 877– 888D.
https://doi.org/10.5665/sleep.4732
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Korneliani, K, & Meida, D. (2012). Obesitas dan stress dengan kejadian
Hipertensi, Jurnal Kesehatan Masyarakat Unnes, 7(2), pp. 117-121
Kemenkes RI
Nugroho. 2006. “Komunikasi Dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC
Maryam, Siti. 2008. “Menengenal Usia Lanjut dan Perawatannya”. Jakarta:
Salemba Medika
PERKI, 2015, Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular,
edisi pert., Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia,
Jakarta.
World Health Organization. (2020). Coronavirus disease 2019 (COVID-19)
Situation Report – 51

Anda mungkin juga menyukai