Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH APENDICITIS

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu :

Disusun Oleh :

1. Desi Siagian (195140118P)


2. Putri Rizky Alin Sukma (195140193P)
3. Repki (195140130P)
4. Ria Nadila (195140136P)

UNIVERSITAS MITRA LAMPUNG


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
BANDAR LAMPUNG
2020

1
KATA PENGHANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa selalu memberikan
rahmat, taufik, ,serta hidayah-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah.Selain itu, makalah disusun guna memberikan informasi dan
pengetahuan. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini
disebabkan keterbatasan pengetahuan dan waktu yang dimiliki penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna
menyempurnakan makalah ini di masa yang akan datang agar lebih baik.

Bandar Lampung, 20 April 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar …............................…………………….…………...……………...............ii


Daftar Isi …………………...………………..……………………......................….….........iii

Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang………......................……....…………………….…………………….....4
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................4
1.3 Tujuan Masalah.....................................................................................................................4

Bab II Pembahasan
2.1 Pengetian Apendisitis..........................................................................................................5
2.2 Insidensi Apendisitis...........................................................................................................5
2.3Etiologi Apendisitis..............................................................................................................6
2.4 Tanda Dan Gejala Apendisitis.............................................................................................7
2.5 Patofisiologi Apendisitis......................................................................................................8
2.6 Pemeriksaan Penunjang Apendisitis...................................................................................10
2.7Tatalaksana Medis Apendisitis............................................................................................11
2.8 Tatalaksana Perawatan Apendisitis....................................................................................11
2.8 .1Pengkajian...................................................................................................................11
2.8 .2Diagnosa Keperawatan...............................................................................................12
2.8 .2 Tujuan dan Intervensi Keperawatan..........................................................................13

Bab III Penutup


Kesimpulan.…………….............................................……....................................................19
Saran........................................................................................................................................19

Daftar Pustaka

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir,
appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi (Chang,2010).
Apendisitis merupakan suatu kondisi  dimana infeksi terjadi di umbai cacing.  Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai  cacing yang terinfeksi.Sebagai penyakit yang paling sering memerlukan
tindakan bedah kedaruratan, apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada
apendiks vermiformis. Apendiks vermiformis yang disebut pula umbai cacing atau lebih dikenal
dengan nama usus buntu, merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat pada sekum.
Apendisitis dapat terjadi pada segala usia dan megenai laki – laki serta perempuan sama banyak.
Akan tetapi pada usia antara pubertas dan 25 tahun, prevalensi apendisitis lebih tinggi pada laki –
laki. Sejak terdapat kemajuan dalam terapi antibiotik, insidensi dan angka kematian karena
apendisitis mengalami penurunan. Apabila tidak ditangani dengan benar, penyakit ini hampir
selalu berkibat fatal  (Kowalak,  2011).

1.2  Rumusan Masalah
1.   Apa Definisi dari apendisitis?               
2.   Apa insidensi dari apendisitis?
3.   Apa tanda dan gejala apendisitis?                                                         
4.   Apa patofisiologi dari apendisitis?
5.   Proses keperawatan ?
                                                                                      
1.3 Tujuan Penulisan
1.      Untuk Mengetahui Definisi dari apendisitis
2.      Untuk Mengetahui Dari apendisitis
3.      Untuk Mengetahui Tanda dan gejala apendisitis
4.      Untuk Mengetahui patofisiologi apendisitis
5.      Untuk Mengetahui Proses keperawatan

4
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir,


appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi (Chang,2010).
Apendisitis merupakan suatu kondisi  dimana infeksi terjadi di umbai cacing.  Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai  cacing yang terinfeksi.Sebagai penyakit yang paling sering memerlukan
tindakan bedah kedaruratan, apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada
apendiks vermiformis. Apendiks vermiformis yang disebut pula umbai cacing atau lebih dikenal
dengan nama usus buntu, merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat pada sekum.
Apendisitis dapat terjadi pada segala usia dan megenai laki – laki serta perempuan sama banyak.
Akan tetapi pada usia antara pubertas dan 25 tahun, prevalensi apendisitis lebih tinggi pada laki –
laki. Sejak terdapat kemajuan dalam terapi antibiotik, insidensi dan angka kematian karena
apendisitis mengalami penurunan. Apabila tidak ditangani dengan benar, penyakit ini hampir
selalu berkibat fatal  (Kowalak,  2011).

2.2 Insidensi

Apendisitis dapat terjadi pada segala usia dan megenai laki – laki serta perempuan sama
banyak. Akan tetapi pada usia antara pubertas dan 25 tahun, prevalensi apendisitis lebih tinggi
pada laki – laki. Sejak terdapat kemajuan dalam terapi antibiotik, insidensi dan angka kematian
karena apendisitis mengalami penurunan. Apabila tidak ditangani dengan benar, penyakit ini
hampir selalu berkibat fatal  (Kowalak,  2011).

Pada umumnya post operasi appendiktomi mengalami nyeri akibat bedah luka operasi.
Menurut Maslow bahwa kebutuhan rasa nyaman merupakan kebutuhan dasar setelah kebutuhan
fisiologis yang harus terpenuhi.  Seorang yang mengalami nyeri akan berdampak pada aktivitas
sehari-hari. Seorang tersebut akan terganggu pemenuhan kebutuhan istirahat tidur, pemenuhan
individu, juga aspek interaksi sosialnya yang dapat berupa menghindari percakapan, menarik diri

5
dan menghindari kontak. Selain itu seorang yang mengalami nyeri hebat akan berkelanjutan,
apabila tidak ditangani pada akhirnya dapat mengakibatkan syok neurogenic pada orang tersebut
(Gannong, 2010).

Angka kejadian appendicitis cukup tinggi di dunia. Berdasarkan  Word Health Organisation
(2010) yang dikutip oleh Naulibasa (2011), angka mortalitas akibat appendicitis adalah 21.000
jiwa, di mana populasi laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Angka mortalitas
appendicitis sekitar 12.000 jiwa pada laki-laki dan sekitar 10.000 jiwa pada perempuan.

Di Amerika Serikat terdapat 70.000 kasus appendicitis setiap tahnnya. Kejadian appendicitis
di Amerika memiliki insiden 1-2 kasus per 10.000 anak pertahunya antara kelahiran sampai
umur 4 tahun. Kejadian appendicitis meningkat 25 kasus per 10.000 anak pertahunnya antara
umur 10-17 tahun di Amerika Serikat. Apabila dirata-rata appedisitis 1,1 kasus per 1000 orang
pertahun di Amerika Serikat.

Insiden appendicitis cukup tinggi termasuk Indonesia merupakan penyakit urutan keempat
setelah dyspepsia, gastritis dan duodenitis dan system cerna lainnya (Stefanus Satrio.2009).
Secara umum di Indonesia, appendicitis masih merupakan penyokong terbesar untuk pasien
operasi setiap tahunnya.hasil laporan dari RS Gatot Soebroto, Jakarta tahun 2006  sebabkan oleh
pola makan pasien yang rendah akan serat setiap harinya (Depkes RI ,2007).

2.3 Etiologi

Banyak hal yang mempengaruhi terjadinya apendisitis. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus
disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris terdapat pula
menyebabkan sumbatan. Selain hal tersebut, penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti Entamoeba histolyca
(Sjamsuhidayat & de Jong, 2012).

Berdasarkan studi epidemiologi, kebiasaan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi
sangat berperan terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi meningkatkan tekanan intrasekal
yang dapat berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan

6
kuman flora 6 kolon biasa. Hal ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut
(Sjamsuhidayat & de Jong, 2012).

Appendisitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Beberapa faktor yang
menyebabkan appendisitis yaitu sumbatan lumen appendiks yang dianggap sebagai pencetus
selain hiperplasia jaringan limfe,fekalit,tumor apendiks dan dapat disebabkan oleh cacing askaris
yang dapat menimbulkan sumbatan. Selain faktor diatas juga ada faktor lain yang menjadi
penyebab dari appendisitis yaitu erosi mukosa appendiks karena adanya parasit seperti
E.histolitica appendik juga dapat disebabkan karena kebiasaan makan makanan yang rendah
serat sehingga dapat menimbulkan konstipasi sehingga dapat memepengaruhi terhadap
timbulnya appendicitis, konstipasi akan menaikan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, 2010).

2.4 Tanda dan gejala

Apendisitis sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai
cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum
lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
ada muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke
kanan bawah ke titik Mc. Burney dan nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat (Sjamsuhidayat & de Jong, 2012).

Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, dan hilangnya
nafsu makan, dan selain itu nyeri tekan lepas juga sering dijumpai pada klien dengan apendisitis.
Nyeri dapat dirasakan saat defekasi atau pun saat berkemih.

Nyeri saat defekasi menunjukkan bahwa ujung apendik berada di dekat rektum, sedangkan
nyeri saat berkemih menunjukkan bahwa letak ujung apendik dekat dengan kandung kemihh atau
ureter (Smeltzer & Bare, 2012).

7
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dantanda
rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltis meningkat, pengosongan rektum akan
menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung 8 kemih dapat
terjadi peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya (Sjamsuhidayat & de Jong,
2012).

Manifestasi Klinis menurut Lippicott williams &wilkins (2011) yaitu :

a) Nyeri periumbilikal atau epigastik kolik yang tergeneralisasi maupun


setempat,anoreksia,mual muntah.
b) Nyeri setempat pada perut bagian kanan bawah.
c) Regiditas abdominal seperti papan.
d) Respirasi retraktif.
e) Rasa perih yang semakin menjadi.
f) Spasma abdominal semakin parah.
g) Rasa perih yang berbalik (menunjukan adnya inflamasi peritoneal ).
h) Gejala yang minimal dan samar rasa perih yang ringan pada pasien lanjut usia.

2.5 Patofisiologis

Patofisiologi dari apendisitis dimulai dari terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat
terlipat atau tersumbat, kemungkinan disebabkan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor,
atau beda asing. Proses inflamasi ini menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal, sehingga
menimbulkan nyeri abdomen dan menyebar secara hebat dan progresif dalam beberapa jam
terlokalisasi di kuadran kanan bawah abdomen. Hal tersebut menyebabkan apendik yang
terinflamasi tersebut berisi pus (Smeltzer & Bare, 2012).

Menurut bagian bedah staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2012),
patofisiologi apendisitis mula-mula disebabkan oleh sumbatan lumen. Obstruksi lumen apendiks
disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Feses yang
terperangkap dalam lumen apendiks mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang
akhirnya menjadi penyebab sumbatan tersebut.sumbatan lumen tersebut menyebabkan keluhan
sakit disekitar umbilikus dan epigastrium, mual dan muntah. Proses selanjutnya adalah invasi

8
kuman Entamoeba Coli dan spesies bakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa,
lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum parietalis kemudian terjadilah peritonitis lokal
kanan bawah, hal ini menyebabkan suhu tubuh mulai naik. Gangren dinding apendiks
disebabkan oleh oklusi pembuluh darah dinding apendiks akibat distensi lumen apendiks. Bila
tekanan intra lumen meningkat maka akan terjadi perforasi yang ditandai 7 dengan kenaikan
suhu tubuh dan menetap tinggi. Tahapan peradangan apendisitis dimulai dari apendisitis akuta
yakni sederhana tanpa perforasi, kemudian menuju apendisitis akuta perforata yani apendisitis
gangrenosa.

Apendisitis mula-mula disebabkan oleh sumbatan lumen. Penyempitan lumen akibat


hiperplasia jaringan limfoid submukosa menyebabkan feses mengalami penyerapan air dan
terbentuk fekolit yang merupakan kausa sumbatan. Sumbatan lumen apendiks menyebabkan
keluhan sakit di sekitar umbilikus dan epigastrium, mual dan muntah (Reksoprodjo, 2010).

Apendisitis dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks
dalam waktu 24-48 jam pertama. Untuk membatasi  proses peradangan pertahanan tubuh
menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa
peraiapendikuler. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
membentuk jaringan parut yang melekat dengan jaringan sekitarnya, sehingga dapat
menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Jika organ ini meradang akut kembali
maka akan mengalami eksaserbasi akut (Sjamsuhidajat, 2010).

2.6 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap & C-reactive protein (CRP). Pada pemeriksaan darah
lengkap ditemukan dengan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3(leukositosis ) dan
neutrofil diatas 75 %, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yg meningkat. CRP
ialah salah satu komponen protein fase akut yg dapat meningkat 4-6 jam setelah terjadi suatu
proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas
& spesifisitas CRP yakni 80 % dan 90 %.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan USG ( ultrasonografi ) & CT-scan ( Computed Tomography
Scanning ). Pada pemeriksaan USG ditemukan adanya bagian memanjang pada tempat yg

9
terjadi sebuah inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
adanya bagian yg menyilang dengan fekalith & perluasan dari appendiks yg mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90 – 94 % dengan angka
sensitivitas & spesifisitas mencapai 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat
akurasi sekitar 94-100% dengan sensitivitas & spesifisitas yg tinggi yakni 90 – 100 % dan 96
– 97 %.
3. Analisa urin
Bertujuan untuk menentukan sebuah diagnosa batu ureter & kemungkinan terjadinya infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri pada perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati & tingkatan amylase
Membantu menentukan diagnosa peradangan hati, kandung empedu, &pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin ( B-HCG )
Untuk memeriksa apakah adanya kemungkinan hamil.
6. Pemeriksaan barium enema
Untuk menentukan lokasi dari sekum. Pemeriksaan Barium enema & Colonoscopy
merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan terjadi karsinoma colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen
Tidak menunjukkan adanya tanda pasti Apendisitis, namun memiliki arti penting dalam
membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

2.7 Tatalaksana Medis


Penatalaksanaan yang bisa dilakukan pada penderita apendisitis mencangkup penanggulangan
konservatif & tindakan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama di berikan pada penderita yg tidak mempunyai akses ke
pelayanan bedah berupa pemberian terapi antibiotik. Pemberian terapi antibiotik berguna
untuk mencegah terjadinya infeksi. Umumnya pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum
dilaksanakan tindakan operasi dilakukan penggantian cairan & elektrolit, serta pemberian
terapi antibiotik sistemik.
2. Operasi

10
Apabila diagnosa sudah tepat & jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yg dilakukan
ialah dengan operasi untuk membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi
dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan adanya abses dan perforasi. Pada abses
appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dilaksanakan pencegahan tersier yaitu agar dapat mencegah terjadinya sebuah
komplikasi yg lebih berat seperti komplikasi pada intra-abdomen. Komplikasi utama ialah
infeksi luka & abses intraperitonium. Apabila di perkirakan terjadi perforasi maka abdomen
biasanya dicuci dengan garam fisiologis atau terapi antibiotik. Pasca appendektomi di
perlukan pelaksanaan perawatan intensif & pemberian antibiotik dengan lama terapi
disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.

2.8 Tatalaksanaan perawatan


Penatalaksanaan yang bisa dilakukan pada penderita apendisitis oleh perawat adalah
memberikan edukasi kepada pasien untuk tirah baring dalam posisi semi fowler, lalu
melakukan pemasangan NGT, menyarankan untuk puasa, koreksi cairan dan elektrolit, dan
pemberian antibiotic sesuai dengan advice dokter penanggungjawab.

2.8.1 Pengkajian (head to toe)


A. Pengkajian
 Wawancara riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
 Keluhan utama klien akan mendapat nyeri disekitar epigastrium menjalar keperut bawah
kanan. Timbul keluhan perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri
dipusat atau di eigastrium dirasakan dengan beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri
dirasakan terus menerus. Dapat hilang timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang
menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual muntah.
 Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah keehatan klien
sekarang.
 Diet, kebiasaan makan makanan rendah serat.
 Kebiasaan eliminasi.

11
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat
 Sirkulasi :takikardi
 Respirasi : takipnoe, pernafasan dangkal.
 Aktifitas/istirahat : malaise
 Eliminasi : konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
 Distensi abdomen,nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
 Kenyamanan/nyeri, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat
berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk,
atau nafas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah pada karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
 Demam lebih dari 38*c.
 Data psikologi klien tampak gelisah.
 Adanya perubahan denyut nadi dan pernafasan.
 Adanya pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada
daerah prolitotomi.
 Berat badan sebagai indikator untuk menentukan pemberian obat.

2.8.2 Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap infeksi behubungan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak
adekuatnya pertahanan utama.
2. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah.
4. Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah.

12
2.8.3 Tujuan Dan Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Planning Intervensi Rasional


1. Resiko Tujuan: Mandiri ·  1. Dugaan adanya
terjadinya Kriteria Hasil : 1. Awasi tanda vital. infeksi/terjadinya
infeksi Meningkatkan Perhatikan demam, sepsis, abses,
berhubungan penyembuhan luka menggigil, berkeringat, peritonitis.
dengan dengan benar, bebas perubahan mental, 2. Menurunkan resiko
perforasi tanda infeksi atau meningkatkan nyeri penyebaran bakteri.
pada inflamasi. abdomen. 3. Memberikan deteksi
Apendiks a.   2. Lakukan pencucian dini terjadi proses 
dan tidak tangan yang baik dan infeksi, dan/atau
adekuatnya perawatan luka aseptic. pengawasan
pertahanan Berikan perawatan penyembuhan
utama. paripurna. peritonitis yang telah
3. Lihat insisi dan balutan. ada sebelumnya.
Catat karakteristik drainase·  4. Pengetahuan tentang
luka/drein (bisa kemajuan situasi
dimasukkan), adanya memberikan dukungn
eritema. emosi, membantu
·4. Berikan informasi yang menurunkan ansietas.
tepat, jujur pada·  5. Kultur pewarnaan
pasien/orang terdekat. Gram dan sensitivities
Kolaborasi berguna untuk
5. Ambil contoh drainase mengidentifikasikan
bila diindikasikan. organism penyebab
6. Berikan antibiotic sesuai dan pilihan terapi.
indikasi.  ·  6. Mungkin diberikan
7. Bantu irigasi dan drainase secara profilaktik atau
bila diindikasikan menurunkan jumlah
organism (pada infeksi
yang telah ada
pertumbuhannya pada
rongga abdomen.
·  7. Dapat diperlukan
untuk mengalirkan isi
abses terlokalisir.

2. Volume Tujuan : Mandiri ·    

13
No Diagnosa Planning Intervensi Rasional
cairan Kriteria Hasil :·  1. Awasi tekanan darah 1. Tanda yang
kurang dari Mempertahankan nadi. membantu
kebutuhan keseimbangan ·   2. Lihat membrane mengidentifikasikan
berhubungan cairan dibuktikan mukosa, kaji tugor kulit fluktuasi volume
dengan mual oleh kelembaban dan pengisian kapiler. intravaskuler.
dan muntah. membrane mukosa,·  3. Awasi masukan dan·  2. Indicator
turgor kulit baik, haluaran, catat warna keadekuatan sirkulasi
tanda-tanda vital urine/konsentrasi, berat perifer dan hidrasi
stabil, dan secara jenis. seluler.
individual haluaran·  4. Auskultasi bising usus,· 3. Penurunan haluaran
urine adekuat. catat kelancaran flatus, urin pekat dengan
gerakan usus. peningkatan berat jenis
·  5. Berikan perawatan mulut diduga
sering dengan perhatian dehidrasi/kebutuhan
khusus pada perlindungan peningkatan cairan.
bibir. ·   4. Indicator
6. Kolaborasi Pertahankan kembalinya peristaltic,
penghisapan gaster/usus. kesiapan untuk
·  7. Berikan cairan IV dan pemasukan per oral.
elektrolit ·  5. Dehidrasi
mengakibatkan bibir
dan mulut kering dan
pecah-pecah
·     Selang NG biasanya
dimasukkan pada
praoperasi dan
dipertahankan pada
fase segera
pascaoperasi  untuk
dekompresi usus,
meningkatkan istirahat
usus, mencegah
mentah.
· 6. Peritoneum bereaksi
terhadap iritasi/infeksi
dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan
yang dapat
menurunkan volume
sirkulasi darah,
14
No Diagnosa Planning Intervensi Rasional
mengakibatkan
hipovolemia.
· 7. Dehidrasi dapat
terjadi
ketidakseimbangan
elektrolit

3. Nutrisi Tujuan : Mandiri


kurang dari Kriteria Hasil : BB 1. Buat jadwal 1. Setelah
kebutuhan normal,
masukan tiap jam. anjurkan tindakan pembagian,
berhubungan
dengan mengukur cairan/makanan kapasitas gaster
terjadinya dan minum sedikit demi menurun kurang lebih
mual dan
sedikit atau makan dengan 50 ml, sehingga perlu
muntah.
perlahan. makan sedikit/sering.
2. Timbang berat 2. Pengawasan
badan tiap hari. buat jadwal kehilangandan alat
teratur setaelah pengkajian kebutuhan
pulang.Tekankan nutrisi/keefektifan
pentingnya menyadari terapi.
kenyang dan menghentikan 3. Makan
masukan. berlebihan dapat
3. Beritahu pasien menyebabkan
untuk duduk saat mual/muntah atau
makan/minum. kerusakan operasi
4. Tentukan makanan pembagian.
yang membentuk gas. 4. Menurunkan
5. Diskusikan yang kemungkinan aspirasi.
disukai pasien dan masukan 5. Dapat
dalam diet murni. mempengaruhi nafsu
6. Kolaborasi makan/pencernaan dan
Berikan diet cair, lebih membatasi masukan
lembut, tinggi protein dan nutrisi.

15
No Diagnosa Planning Intervensi Rasional
serat, dan rendah lemak, 6. Dapat
dengan tambahan cairan meningkatkan masukan,
sesuai kebutuhan. meningkatkan rasa
7. Rujuk ke ahli gizi berpartisipasi/kontrol.
Berikan tambahan vitamin 7. Memberikan
seperti B12 injeksi, folat, nutrisi tanpa menambah
dan kalsium sesuai kalori. catatan: diet cair
indikasi. biasanya dipertahankan
selama 8 minggu
setelah prosedur
pembagian.
Perlu bantuan dalam
perencanaan diet yang
memenuhi kebutuhan
nutrisi.
Tambahan dapat
diperlukan untuk
mencegah anemia
karena gangguan
absorpsi. Peningkatan
motilitas usus setelah
prosedur bypass
merendahkan kadar
kalsium dan
meningkatkan absorpsi
oksalat, dimana dapat
menimbulkan
pembentukan batu
urine.
4. Nyeri Tujuan : Mandiri ·     
berhubungan Kriteria hasil ·  1.
: Kaji nyeri, catat lokasi, 1. Berguna dalam

16
No Diagnosa Planning Intervensi Rasional
dengan Pasien tampak rileks karakteristik, berat (skala pengawasan
adanya insisi mampu tidur/ 0-10). Sakit dan laporkan keefektifan obat,
bedah istirahat dengan perubahan nyeri dengan kemajuan
tepat. tepat. penyembuhan.
·  2. Pertahankan istirahat 2. Perubahan
dengan posisi semi-fowler. pada kerakteristik
·  3. Dorong ambulasi dini. nyeri menunjukkan
· 4. Berikan aktivitas hiburan. terjadinya
5. Kolaborasi Pertahankan abses/peritonitis,
puasa/penghisapan NG memerlukan upaya
pada awal evaluasi medic dan
· 6. Berikan analgesic sesuai intervensi.
indikasi 3. Gravitasi
· 7. Berikan kantong es pada melokalisasi eksudat
abdomen. inflamasi dalam
abdomen bawah atau
pelvis, menghilangkan
tegangan abdomen
yang bertambah
dengan posisi
terlentang.
4. Meningkatkan
normalitas fungsi
organ, contoh
merangsang peristaltic
dan kelancaran flatus,
menurunkan ketidak
nyamanan abdomen.
5. Focus
perhatian kembali,
meningkatkan
relaksasi dan dapat
meningkatkan
kemampuan koping.
6. Menurunkan
ketidaknyamanan pada
peristaltic usus dini
dan iritasi
gaster/muntah.
7. Menghilangkan
17
No Diagnosa Planning Intervensi Rasional
nyeri mempermudah
kerja sama intervensi
terapi lain contoh
ambulasi, batuk.
· Menghilangkan dan
mengurangi nyeri
melalui penghilangan
rasa ujung saraf.

BAB 3
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

18
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks).
Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa
pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal
usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di
perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak
mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)

4.2  Saran

Mahasiswa keperawatan harus benar-benar memahami konsep dasar penyakit apendisitis dan
diverkulitis ini sebelum benar-benar mempraktekkannya di rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

19
Kowalak, Jenifer P.2011.Buku Ajar Fisiologi.Jakarta: EGC.

Secara Hispatologis Appendisits Di RSCM Tahun 2005.Jakarta:Rineka Cipta

WHO.2010.Prevalensi Penyakit Apendiktomi.Jakarta:EGC

Sjamsuhida at.2010.Klasifikasi Appendisitis.Jakarta:EGC

Reksoprodjo.2010.Patofisiologi appendicitis.Jakarta:PT.Rineka Cipta

Kowalak, Jenifer P.2011.Buku Ajar Fisiologi.Jakarta: EGC.

http://eprints.umm.ac.id/41408/3/jiptummpp-gdl-sitidewiam-50971-3-bab2.pdf

20

Anda mungkin juga menyukai