Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“SIROSIS HEPATIS”

Disusun Oleh:
Desy Fatmawati 195140121P
Rini Utami Hauzani 195140191P
Martia Sariningsih 195140138P
Rama Gilang Nugraha 195140129P

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN KONVERSI


UNIVERSITAS MITRA INDONESIA
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penyusun masih
diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. makalah yang
berjudul ”Sirosis Hepatis’ ini disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa dari mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah II di Jurusan Keperawatan Konversi Universitas Mitra
Indonesia.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah
ini dimasa mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat
pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan pembaca.

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................... 1


Kata Pengantar .............................................................................................. 2
Daftar Isi ......................................................................................................... 3
A. Pengertian Sirosis Hepatis ......................................................................... 4
B. Insidensi Sirosis Hepatis ............................................................................ 4
C. Etiologi Sirosis Hepatis.............................................................................. 5
D. Tanda dan Gelaja Sirosis Hepatis ............................................................. 7
E. Patifisiologi Sirosis Hepatis ....................................................................... 10
F. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 11
G. Tatalaksana Medis ..................................................................................... 12
H. Tatalaksana Perawatan ............................................................................... 14
H1 Pengkajian ............................................................................................ 16
H2 Diagnosa Keperawatan ........................................................................ 18
H3 Tujuan Keperawatan ............................................................................ 19
H4 Intervensi Keperawatan........................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 21

3
A. Pengertian Sirosis Hepatis

Sirosis Hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar
yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar (M. B.,
Dayrit, M. W., & Siswadi, Y. 2008). Sirosis hati adalah penyakit kronis progresif dicirikan
dengan fobrosis luas (jaringan parut) dan pembentukan nodul (M. Black, 2014). Sirosis hati
merupakan komplikasi penyakit hati yang ditandai dengan menghilangnya sel-sel hati dan
pembentukan jaringan ikat dalam hati yang ireversibel (PPHI, 2013). Sirosis hepatic adalah
penyakit kronis progresif yang dikarakteristikan oleh penyebaran inflamasi dan fibrosis pada
hepar. Jaringan parut menggantikan sel-sel parenkim hepar normal sebagai upaya hepar untuk
meregenerasi sel-sel nekrotik (Engram, B. 1999).
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatic yang berlansung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regenerative (S. Aru, 2009). Kesimpulannya, sirosis hati adalah penyakit
kronis progresif pada hati yang menimbulkan terjadinya jaringan parut dan pembentukan nodul
dan menyebabkan distorsi struktur hepar serta kegagalan fungsi hati

B. Insidensi
Berdasarkan data epidemiologi yang tersedia, sirosis merupakan penyakit ke-14 penyebab
kematian di dunia. Di Amerika, penyebab tersering adalah hepatitis tipe C, sedangkan di
seluruh dunia, penyebab terbanyak adalah hepatitis tipe B.
1) Global
Sirosis yang disebabkan konsumsi alkohol terdapat pada 13.7 per 100,000 orang di
Amerika. Pada tahun 2011, sebuah studi menunjukkan peningkatan prevalensi sirosis dari
9% pada tahun 1996 menjadi 18.5% pada tahun 2006 di Amerika. Sedangkan di Inggris,
insidensi sirosis adalah sebesar 16.99 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2001. Pasien
yang dirawat di Inggris dengan sirosis meningkat 48.6% dari 2005-2006 sampai 2014-2015.
2) Indonesia
Di Indonesia, data mengenai prevalensi sirosis hepatis masih sangat terbatas. Terdapat
3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam di rumah sakit umum
pemerintah di Indonesia yang merupakan pasien sirosis. Suatu penelitian di Rumah Sakit
Dr. Sardjito Yogyakarta menunjukkan bahwa terdapat 4.1% pasien dengan sirosis selama
satu tahun dari seluruh pasien penyakit dalam yang dirawat. Di Indonesia, sirosis yang
disebabkan oleh alkohol jarang terjadi. Penelitian lainnya pada tahun 2008-2010 di Rumah
4
Sakit dr. Soedarso Pontianak menunjukkan bahwa 21,37% dari seluruh pasien dengan
penyakit hati dan saluran empedu merupakan sirosis hepatis yang dekompensata. Pada
penelitian tersebut, disebutkan pula bahwa penyebab terbanyak sirosis hepatis adalah
infeksi hepatitis B. Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan saluran cerna atas.

3) Mortalitas
Mortalitas pasien dengan sirosis memiliki nilai yang sangat bervariasi. Berdasarkan suatu
penelitian di Amerika, mortalitas dalam 1 tahun berjumlah 1-67% tergantung dari kejadian
dekompensasi:
▪ Tanpa komplikasi: 1% per tahun
▪ Sirosis dengan varises esofagus: 3-4% per tahun
▪ Sirosis dekompensata dengan asites: 20% per tahun
▪ Sirosis dengan perdarahan gastrointestinal: 57% per tahun
▪ Sirosis disertai infeksi dan gagal ginjal: 67% per tahun [5]
Penelitian lainnya di Eropa menunjukkan pasien dengan gagal ginjal, yang menandakan
adanya penyakit hepar stadium akhir, memiliki mortalitas sebesar 50% pada 1 bulan.
Mortalitas pada pasien sirosis yang disertai infeksi adalah sebesar 30% pada bulan pertama
setelah infeksi, dan meningkat 30% pada tahun berikutnya. Selain itu, ensefalopati
meningkatkan mortalitas dalam 1 tahun menjadi 64%. Pada varises esofagus yang disebabkan
oleh sirosis, mortalitas mencapai 15-25% pada minggu ke-6. Akan tetapi, angka tersebut
berubah apabila disertai dengan komplikasi lain. Dengan komplikasi lain disertai varises
esofagus, mortalitas dapat mencapai 80% dalam 5 tahun.

C. Etiologi
Penyebab dari sirosis hepatic adalah :
1) Virus Hepatitis B, C, D
VHB ditularkan melalui darah dan cairan tubuh seperti air liur, air mani, cairan vagina dan
air susu ibu. Virus masuk ke tubuh lewat kulit atau selaput lendir tubuh yang rusak. Masa
inkubasi 28 – 160 hari, rata rata 75 hari. Di daerah endemik penularan sering terjadi pada
waktu persalinan atau pada awal pemberian makanan bayi. Penularan dari ibu ke bayi
merupakan penyebab terbesar hepatitis menahun yang mudah berkembang menjadi kanker
hati.
VHC terutama ditularkan melalui darah. Transfusi darah merupakan cara penularan yang
ter-penting. Masa inkubasi rata rata 7 minggu. Orang yang mempunyai risiko tinggi

5
mendapat VHC ialah mereka yang memerlukan tranfusi darah berulang, menjalani cuci
darah, cangkok organ dll. Cara penularan virus hepatits D sama dengan hepatitis virus
B. Yang unik ialah untuk bisa terinfeksi VHD diperlukan bantuan VHB, sehingga VHD
hanya dapat menginfeksi penderita yang terkena hepatitis B. Infeksi ini dapat terjadi
bersamaan maupun sebagai infeksi tambahan pada penderita VHB. Masa inkubasi VHD
ialah sekitar 35 hari.
2) Alkohol
Dr. Laurentius Panggabean, SpKJ, MS mengatakan batas maksimal tubuh manusia terhadap
minuman alkohol adalah 220 liter. Alkohol yang masuk kedalam tubuh akan menyebabkan
terjadinya perubahan metabolisme dalam hati dengan menurunkan pembentukan dan
pelepasan lipoprotein sehingga terjadinya nekrosis, fibrosis, dan kerusakan jaringan hati
fungsional yang berkelanjutan menjadi pembentukan nodul dan penyusutan organ hati.
3) Kelainan pada kantung empedu
Ketika saluran empedu di hati meradang dan menyumbat aliran empedu dihati dari empedu
yang dapat merusak sel hati dan menyebabkan sirosis hati (pembentukan jaringan parut pada
hati). Atresia bilier adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh saluran empedu tidak ada
atau terluka, adalah penyebab paling umum dari sirosis pada bayi.
4) Gagal jantung kanan
Kegagalan jantung kanan Kegagalan jantung dalam jangka waktu yang panjang akan
mengurangi pemasokan O2 kedalam hati yang dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis dan
pembentukan jaringan ikat pada hati.

Faktor resiko terjadinya sirosis hepatic adalah:


1) Penyalahgunaan alkohol
2) Hubungan seksual tanpa pengaman
3) Penyakit bawaan seperti hemokromatis, Wilson’s Disease, dan penyakit hepatitis autoimun
4) Penyuntikan sebagai transmisi dari virus hepatitis B dan C
5) Intrahepatik dan ekstrahepatik
6) Hepatotoksin (toksik)
7) Obat-obatan yang menyebabkan lesi patologis bervariasi luas pada hati. Contoh obat yang
mengakibatkan gejala seperti siriosis bilier: Asam valproat + klorpromazin, Fenotiazin,
Klorpropamid + eritromisin, Tiabendazol, Tolbutamid, Fenitoin, Imipramin.
8) Faktor genetika yang belum teridentifikasi

6
D. Tanda Dan Gejala
1) Manifestasi Awal
Sirosis hati biasanya timbul secara tersembunyi dengan gejala yang mendadak. Dimulai
dengan gangguan pada GI meliputi :
• Anoreksia
• dispepsia (nyeri saat setelah makan)
• flatulens (perut kembung)
• mual dan muntah
• serta perubahan kebiasaan BAB (diare atau konstipasi).
Hal tersebut merupakan hasil dari metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Biasanya
pasien akan merasa nyeri tumpul pada abdomen kuadran kanan atas atau epigastrium.
Manifestasi lainnya adalah demam, kelemahan, berat badan menurun, pembesaran hati dan
limfa. Biasanya hati akan teraba pada pasien dengan penyakit sirosis hati.

2) Manifestasi Lanjutan
Gejala lanjutan mungkin akan lebih parah dan merupakan hasil dari gagal hati dan hypertensi
portal. Antara lain :
• Jaundice atau kekuningan
• Jaundice ini disebabkan oleh gangguan fungsi dari sel-sel hati dan penekanan pada
kantung empedu berhubungan dengan pertumbuhan jaringan yang berlebihan.
• Gangguan pada kulit
• Pada pasien dengan sirosis hati, akan terlihat gangguan kulit seperti:
- Spider nevi (kondisi medis yang ditandai dengan terlihatnya, vena yang sedikit
terpilin bewarna merah, ungu atau biru yang terlihat seperti cabang-cabang pohon
atau sarang laba-laba pada permukaan kulit) yang biasa muncul dihidung, dipipi,
bagian atas tubuh, leher dan bahu. Hal ini terjadi karena peningkatan estradiol
(melindungi jantung, tulang dan otak).
- Palmar erythema yang biasanya timbul ditangan. Kedua gangguan kulit tersebut
terjadi akibat meningkatnya sirkulasi estrogen karena gangguan hati dalam
metabolisme hormon steroid.
- Kaput medusa adalah pelebaran vena-vena kutaneus di sekeliling umbilikus, yang
terlihat pada bayi baru lahir dan pasien-pasien yang menderita sirosis hepatis dan

7
penyumbatan vena porta. Hal ini disebabkan karena hipertensi portal,
periumbilikalis vena agunan dilatasi.
- Pembesaran vena cutaneous disekililing umbilikus yang terjadi pada penderita.
- Kulit kering
- Pruritus karena produk garam empedu yang menumpuk di bawah kulit.
- Ptechiae
- Alopesia (kebotakan berkurangnya hormone testosteron)
- Edema perifer akibat hipoalbuminemia dan retensi garam dan air dan gagalnya sel
hati untuk menginaktifkan aldosteron dan hormon antidiuretic

3) Masalah hematologic
Pada pasien dengan sirosis hati , akan terjadi masalah hematologi yang terjadi seperti :
• Thrombositopenia adalah jumlah platelet yang berkurang ( 150.000 –
450.000/microliter dikarenakan berkurangnya produksi atau meningkatnya
penghancuran trombosit.
• Leukopenia adalah rendahnya jumlah total sel darah putih (leukosit) dibanding nilai
normal. Sedangkan nilai normal jumlah total sel darah putih adalah 5.000-10.000 per
milimeter kubik.
• Anemia
• Epitaksis
• Hemorroid
• Hematemesis
• Hyperbilirubinemia dikarenakan terganggunya proses pembuangan bilirubin.
• Gangguan koagulasi. Hal ini terjadi karena adanya pembesaran limfa. Kecenderungan
perdarahan melalui hidung, gusi, menstruasi berat dan mudah memar akibat kurangnya
pembentukan faktor-faktor pembengkuan oleh hati.

4) Gangguan endokrin
Gangguan endokrin yang terjadi adalah :
Gangguan metabolisme dan ketidakaktifan hormon adrenocortical, estrogen dan
testosteron pada penderita. Pada pria biasanya terjadi pertumbuhan payudara yang
abnormal. Ini adalah akibat kelainan hormon estrogen dan testosteron yang menyebabkan

8
pertumbuhan jaringan payudara secara berlebihan, kehilangan rambut pada axila dan
pubis, penyempitan testikular, impotensi, dan penurunan libido (gairah seksual). Pada
wanita muda terjadi amenorrhea, sedangkan pada wanita usia lanjut akan terjadi
perdarahan pada vagina. Ascites juga terjadi pada kondisi pasien ini karena adanya
tekanan hidrostatis dan retensi usus serta retensi natrium dan air

5) Gangguan neurologis
Gangguan yang sering terjadi biasanya encefalopati hepatik akibat kelainan metabolisme
amonia dan peningkatan kepekaan otak pada racun, penurunan mental.

6) Gangguan Respirasi
Gangguan respirasi yang terjadi adalah :
• Fetor hepatikum adalah bau apek manis yang terdeteksi dari nafas akibat ketidak
mampuan hati dalam memetabolisme metionin
• Takipnea

7) Gangguan Eliminasi
Gangguan Eliminasi yang terjadi adalah :
• Feces berwarna pucat dan urin berwarna gelap, sering flatus, jarang berkemih.
• Steatorrhea

8) Gangguan Muscoskeletal
Gangguan Muscoskeletal yang terjadi adalah :
• Tingling
• Baal
• Tremor
• Distensi

9) Gangguan Abdomen
Gangguan abdomen yang terjadi adalah :
• Nyeri di daerah epigastrium
• Dilatasi vena abdomen

9
E. Patofisiologi
Sirosis dapat disebabkan oleh penyakit infeksi yaitu hepatitis virus. Hepatitis virus
sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari sirosis Hepatitis. Secara klinis telah
dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk menetap dan
memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan
hepatitis virus A. Pada infeksi hepatitis virus terasa nyeri tekan pada hati, hati membesar hingga
panjangnya mencapai 12 hingga 14 cm. Penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang
menjadi sirosis karena banyak menjadi kerusakan hati yang kronis.
Pada penderita sirosis hepatis hati membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh
lemak. Setelah terjadi peradangan dan membesar. Hati mencoba memperbaiki dengan
membentuk bekas luka dan parut kecil. Parut ini disebut fibrosis yang membuat hati lebih sulit
melakukan fungsinya. Sewaktu kerusakan berjalan, semakin banyak part terbentuk dan
menyatu, dalam tahap selanjutnya disebut sirosis. Pada sirosis, area hati yang rusak dapat
menjadi permanen. Darah tidak dapat mengalir dengan baik pada jaringan hati yang rusak, dan
hati mulai menciut serta menjadi keras. Nyeri abdomen dapat terjadi akibat dari pembesaran
hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa
hati (Smeltzer &Bare : 2004 ).
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan
sebagian lagi disebabkan oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif
praktis akan berkumpul dalam vena porta dan di bawa ke hati. Cairan yang kaya protein dan
menumpuk dirongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi
akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan (Smeltzer &Bare : 2004 ).
Peritonitis bakteri dapat berkembang pada pasien sirossis dengan asites, dengan tidak
adanya sumber intra-abdominal infeksi atau abses. Dengan tidak adanya sumber intra-
abdominal infeksi atau abses. Bakterimia merupakan penyebab infeksi yang paling
mungkin. Tanda-tanda klinis mungkin tidak ada. Paracentesis mungkin diperlukan untuk
diagnosis, terapi antibiotik efektif dalam pengobatan dan pencegahan episode berulang
spontan peritonitis bakteri (Smeltzer& Bare : 2004).
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotic juga
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam system gastrointestinal pada
pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal kedalam pembuluh darah dengan tekanan
yang lebih rendah. Sebagai akibatnya penderita sirosis sering memperlihatkan distensi
pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusa),
dan distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esophagus, lambung, dan
10
rectum bagian bawah merupakan daerah yang serinng mengalami pembentukan pembuluh
darah kolateral. Distensi pembuluh pembuluh darah ini akan membentuk varises atau hemoroid
tergantung pada lokasinya ( Smeltzer& Bare : 2004 ).
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi
akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami rupture dan mengalami perdarahan.
Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata
dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami
hematemesis ringan, sisanya akan mengalami hemoragi masif dari rupture varises pada
lambung dan esophagus.( Smeltzer& Bare : 2004 ). Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis
ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga
menjadi predisposisi untuk terjadi edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan
menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium (Smeltzer& Bare : 2004).
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak
memadai (terutama vitamin A, C, dan K ), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering
dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoraghik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin
K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak
adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis
hepatis ( Smeltzer& Bare : 2004 ). Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental
dengan ensefalopati dan koma hepatic yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi
perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup prilaku umum pasien, kemampuan kognitif,
orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara ( Smeltzer& Bare : 2004)

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
1) Pada darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom nomosister, hipokrom
mikrosister/hipokrom makrosister.
2) Kenaikan kadar enzim transaminase-SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat
ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat
kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan billirubin, transaminase dan gamma GT
tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3) Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin
yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.

11
4) Pemeriksaan CHE (kolinesterasi). Ini penting karena bila kadar CHE turun,
kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal/tambah turun akan menunjukkan
prognosis jelek.
5) Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet,
bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukkan kemungkinan telah terjadi
sindrom hepatorenal.
6) Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg, HcvRNA, untuk
menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) penting
dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi ke arah keganasan.
Pemeriksaan penunjang lainnya:
1) Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esophagus
untukkonfirmasi hipertensi portal.
2) Esofagoskopi : dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi sirosis
hati/hipertensi portal.
3) Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat
pemeriksaan rutin pada penyakit hati.

G. Penatalaksanaan Medis
Tidak ada obat yang begitu spesifik untuk sirosis hepatis. Namun, ada obat-obat yang
digunakan untuk mengobati tanda gejala dan komplikasi dari penyakit hati. Antara lain sebagai
berikut :
• Obat Oral
• Vasopressin (Pitressin)
Homeostasis dan mengontrol perdarahan di varises esofagus, penyempitan dari arteri
splanchnic
• Propanolol (Inderal)
Obat ini bekerja dengan cara menurunkan tekanan vena portal, mengurangi perdarahan
varises esophagus.
• Lactulose (Cephulac)
Obat ini bekerja dengan melakukan pengasaman pada kotoran di usus dan menjebak
amonia, menyebabkan itu tereliminasi dalam kotoran
• Neomycin Sulfate

12
Obat ini bekerja dengan cara mengurangi flora bakteri, mangurangi formasi dari
ammonia
• Chlorpromazine
Obat ini berfungsi untuk mengendalikan mual dan muntah
• Magnesium Sulfate
Obat ini bekerja dengan melakukan penggantian magnesium, hypomagnesemia terjadi
dengan disfungsi hati
• LACTULAX 60 Ml Sirup
Obat ini berfungsi untuk mengatasi Konstipasi kronik dan ensefalopati portal sistemik
• Diuretics
- Spironolactone (Aldactone)
Obat ini bekerja dengan cara menghambat terbuangnya kalium dari tubuh. Karena
itu, obat ini juga bisa mengatasi kadar potasium rendah dan memblok aksi aldosteron
- Amiloride (Midamor)
Obat ini bekerjan dengan cara menghambat reabsorbsi natrium dan sekresi kalium
- Triamterene (Dyrenium)
Obat ini bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi natrium dan sekresi kalium
- Chlorothiazide (Diuril)
Ubat ini bekerja bekerja pada tubulus proksimal untuk mengurangi reabsorbsi
natrium dan air.
- Furosemide (Lasix)
Obat ini bekerja bekerja pada tubulus distal dan loop of henle untuk mencegah
reabsorbsi natrium dan air
• Obat injeksi
- NaCl 0,9%
Untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi.
- Omeprazol inj
Untuk mengurangi nyeri pada ulu hati, namun obat ini memiliki efek samping yang
mempunyai kadar kalsium tubuh yang rendah atau gangguan tulang.
- Vit K inj
Vitamin K untuk membantu mengikat kalsium ke dalam tulang dan menempatkannya di
tempat yang tepat.
- Tutofusin

13
Cairan ini bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit pasien khususnya
saat pasien mengalami dehidrasi isotonik dan kehilangan cairan intraselular.
c. Pembedahan
• Laparoskopi
Tindakan ini dilakukan untuk melihat kemungkinan pertumbuhan jaringan parut pada hati
dan sejauh maka telah terjadi pembentukan jaringan parut.
• Transplantasi hati
Operasi transplantasi hati dimulai dengan mengambil organ hati dari pasien dan
menggantinya dengan hati yang berasal dari donor namun dengan beberapa konplikasi. Usia
harapan hidup setelah transplantasi hati sangat beragam, tergantung dari kondisi masing-
masing. Secara umum, lebih dari 70% pasien yang menjalani transplantasi hati berhasil
bertahan hidup selama setidaknya lima tahun setelah operasi.

H. Penatalaksanaan Keperawatan
• Bed Rest
Pasien dengan penyakit sirosis hati umumnya mengalami keletihan, sehingga perlu
diistirahatkan supaya dapat mengembalikan energy dalam tubuh.
• Positioning
Pasien dengan sirosis hati umumnya mengalami nyeri hebat, sehingga perawat perlu
memberikan intervensi mandiri pada pasien misalnya dengan melakukan positioning untuk
mengurangi rasa nyeri pada pasien.
• Edukasi teknik relaksasi
Mengajarkan kepada klien teknik relaksasi seperti membaca buku atau koran, menonton film
jika teknologi memungkinkan, mengobrol dengan keluarga atau pasien lain, sehingga dapat
melupakan nyeri yang menyerangnya.
• Membantu pasien mobilisasi
Pasien dengan sirosis hati umumnya yang mengalami kelemahan tidak mampu berpindah dari
tempat tidur kekursi, atau pun jika pasien ingin kekamar mandi, jadi, sebagai perawat perlu
membantu pasien untuk mobilisasi.
• Membantu pasien memenuhi ADL
Pasien dengan sirosis hati umumnya tidak dapat memenuhi ADL nya dengan baik, akibat
kelemahan, edema atau nyeri yang menyerangnya, perawat perlu membantu pasien untuk
memenuhi ADL nya baik itu secara penuh maupun sebagian.

14
• Membantu pasien perawatan mulut
Pasien dengan sirosis hati biasanya mengalami mulut dan nafas yang berbau menyengat
dan pasien seringkali mengalami mual dan muntah.
• Terapi Nutrisi
Pasien dengan sirosis hati umumnya mengalami mual dan muntah hingga menyebabkan
turunnya berat badan hingga anoreksia, oleh Karena itu perawat perlu memberikan terapi
nutrisi yang adekuat kepada pasien, diet yang biasanya diberikan adalah diet tinggi kalori
hingga 3000kkl/hari, seperti:
• Diet rendah protein
Diet ini sangat baik diberikan karena fungsi hati yang sudah terganggu dan tidak bisa
memetabolismen protein dengan baik, sehingga memungkinkan tubuh untuk kelebihan protein.
Diet rendah protein secara rutin direkomendasikan untuk pasien dengan sirosis, dengan
harapan untuk mengurangi produksi ammonia usus dan mencegah eksaserbasi ensefalopati hati
Makanan rendah protein dapat ditemukan di dalam buah-buahan dan sayur-sayuran. Perlu
dibatasi pemberian daging-dagingan, telur, ikan, susu dan makanan-makanan yang terbuat dari
bahan yang tinggi protein.
• Diet rendah lemak
Akibat dari fungsi hati yang terganggu adalah ketidakmampuan memetabolisme dan
mengolah lemak dalam tubuh, sehingga tubuh kelebihan lemak yang biasanya dikeluarkan
melalui feses. Oleh karena itu diet rendah lemak sangat cocok untuk pasien ini, untuk
mengurangi kerja hati dan meminimalkan asupan lemak kedalam tubuh. Makanan rendah
lemak dapat di temui pada buah-buahan dan sayur.
Pasien sirosis dengan asites dan edema adalah menerapkan diet rendah natrium. Tingkat
pembatasan sodium tergantung pada kondisi pasien.

• Parasentesis
Parasentesis adalah tindakan untuk melakukan pengambilan cairan di dalam rongga tubuh
untuk mengatasi penimbunan cairan secara tidak normal di rongga peritoneum. Parasentesis
dilakukan untuk alasan diagnostic dan bila asites menyebabkan kesulitan bernafas yang berat
akibat volume cairan yang besar. Parasentesis cairan asites dapat dilakukan 5-10 ltr/hr, dengan
catatan harus dilakukan infuse albumin sebanyak 6-8 gr/L cairan asites yang dikeluarkan. Efek
dari parasentesis adalah hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia, ensefalopati hepatica dan

15
gagal ginjal. Cairan asites dapat mengandung 10-30 gr protein/L, sehingga albumin serum
kemudian mengalami deplesi, mencetuskan hipotensi dan tertimbunnya kembali cairan asites.
• Ligasi varises
Mengikat pembuluh darah yang sedang berdarah dengan pita elastis. Ini adalah
pengobatan pilihan untuk perdarahan varices esophagus. Selama prosedur ini, dokter
menggunakan endoskopi untuk menjerat varises dengan band elastis, yang pada dasarnya
mencekik pembuluh darah. Ligasi Variceal biasanya menyebabkan komplikasi serius lebih
sedikit daripada perlakuan lainnya. Ini juga kurang kemungkinan mengakibatkan pendarahan
berulang
• Balon tamponade
Prosedur ini kadang-kadang digunakan untuk menghentikan pendarahan parah sambil
menunggu prosedur yang lebih permanen. Tabung A dimasukkan melalui hidung dan ke dalam
perut dan kemudian meningkat. Tekanan terhadap pembuluh darah sementara dapat
menghentikan pendarahan.
• Pintasan portosistemik intrahepatik transjugularis.
Dalam prosedur ini tabung kecil yang disebut shunt ditempatkan antara vena portal dan vena
hati, yang membawa darah dari hati kembali ke jantung. Tabung ini tetap terbuka dengan stent
logam. Dengan menyediakan jalur buatan untuk darah melalui hati, shunt sering dapat
mengontrol perdarahan dari varises kerongkongan. Tapi TIPS dapat menyebabkan sejumlah
komplikasi serius, termasuk gagal hati dan ensefalopati, yang dapat berkembang ketika racun
yang biasanya akan disaring oleh hati dilewatkan melalui shunt langsung ke dalam aliran darah.
TIPS terutama digunakan ketika semua pengobatan lain gagal atau sebagai tindakan sementara
pada orang menunggu pencangkokan hati.

H.1 PEMERIKSAAN FISIK

a) Keadaan Umum : Cukup

b) Kesadaran : Compos Mentis

c) Tanda-Tanda Vital:

• Tekanan darah = 110/90 mmHg

• Suhu tubuh 36.1oC,

• RR = 24X/menit

16
• Nadi=96X/menit (regular)

• BB sebelum sakit : 69 kg dan BB saat sakit : 58 kg, TB: 167cm, LILA :27 cm

d) Kepala

Simetris, pusing, benjolan tidak ada. Rambut tumbuh merata dan tidak botak, rambut

berminyak dan tidak rontok

• Wajah

Simetris, odema , otot muka dan rahang kekuatan normal, sianosis tidak ada, Wajah

menyeringai dan meringgis karena kesakitan

• Mata

Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemia, pupil isokor dan sklera ikterus

(berwarna kuning), reflek cahaya positif serta tajam penglihatan menurun.

• Telinga

Tidak ada serumen, membran timpani dalam batas normal

• Hidung

Deformitas (kelainan bentuk), mukosa, secret, bau, obstruksi, polip tidak ada,

pernafasan cuping hidung tidak ada.

• Mulut

Tidak ada stomatitis dan mukosa bibir tampak kering.

e) Leher

Fungsi menelan normal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran vena

jugularis, dan tidak ada kaku kuduk.

f) Dada dan Thoraks

• Inspeksi : Bentuk dada simetris, dan napas dangkal

• Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan

• Perkusi : suara paru sonor

17
• Auskultasi : Terdapat ronchi

g) Abdomen

• Inspeksi : Terdapat asites dan terlihat spider nevi

• Auskultasi :bising usus 17x/menit

• Palpasi :Nyeri tekan di daerah epigastrium dan didaerah sekitar organ hati

saat di palpasi terasa kenyal dan terdapat asites

• Perkusi : Tympani

h) Ekstrimitas

• Atas : Akral hangat, terpasang infus di tangan kanan, tidak ada luka ,dan tidak ada

kelumpuhan.

• Bawah : tidak terjadi kelumpuhan, tidak ada luka, dan tidak terpasang infus di kaki

kanan maupun kiri.

i) Genetalia

Fungsi genetalia baik dan terpasang kateter.

j) Integumen

Seluruh bagian tubuh terlihat kekuningan, kulit tampak kusam dan kering serta turgor kulit

menurun.

H.2 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pengumpulan cairan intra

abdomen, penurunan ekspansi paru akibat asites, akumulasi secret berlebihan.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang.

3. Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan spasme otot abdomen

18
H.3 Tujuan Keperawatan

1. Gangguan ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pengumpulan cairan intra

abdomen, penurunan ekspansi paru akibat asites, akumulasi secret berlebihan.

Tujuan Keperawatan:

Setelah dilakukan askep 1x24 diharapkan Gangguan ketidakefektifan pola nafas

Kriteria Hasil:

-Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (12-18/menit) tanpa terdengarnya suara

pernapasan tambahan.

-Memperlihatkan pengembangan toraks yang penuh tanpa gejala pernapasan dangkal.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang.

Tujuan Keperawatan:

Setelah dilakukan askep 1x24 diharapkan Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi

Kriteia Hasil :

- BB dapat meningkat

- gangguan kebutuhan nutrisi dapat teratasi

-NGT dapat secepatnya dilepas dari pasien

3. Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan spasme otot abdomen

Tujuan Keperawatan:

Setelah dilakukan askep 1x24 diharapkan Nyeri dan gangguan rasa nyaman

Kriteria Hasil:

-nyeri pada pasien berkurang

-nyeri pada pasien tidak dirasakan lagi.

19
H.4 Intervensi Keperawatan

1. Gangguan ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pengumpulan cairan intra

abdomen, penurunan ekspansi paru akibat asites, akumulasi secret berlebihan

Intervensi keperawatan:

1.Awasi frekwensi, kedalaman dan upaya pernafasan.

2.Berikan O2 sesuai indikasi

3.Berikan posisi semi fowler

4.Monitor jumlah pernapasan

dengan observasi TTV

5.Kolaborasi dengan tim medis dalam pemantauan perkembangan pasien

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang.

Intervensi keperawatan:

1. Motivasi pasien untuk makan makanan sesuai diit yang dianjurkan dan suplemen makanan.

2.Tawarkan makanan dengan porsi sedikit tapi sering.

3.Hidangkan makanan yang menimbulkan selera dan menarik dalam penyajiannya.

4.Pelihara hygiene oral sebelum makan.

5.kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberiaan diit

3. Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan spasme otot abdomen

Intervensi keperawatan:

1. Hitung dan tentukan skala nyeri

2. Kaji dan catat nyeri dan karakteristiknya : lokasi, kwalitas, frekuensi dan durasi

3. Berikan kompres hangat pada abdomen yang sakit

4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi

5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi analgesik

20
DAFTAR PUSTAKA

C. N. (2015, August 14). Cirrhosis of the Liver: Causes, Symptoms and Treatments. Retrieved
May 24, 2016, from http://www.medicalnewstoday.com/articles/172295.php

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan
keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldof, G. (2014). Medical-Surgical Nursing:
Pearson New International Edition: Critical Thinking in Patient Care Pearson
custom library (5th ed.). London, England: Pearson Education.

Long, G. (2007). Virtual clinical excursions--medical-surgical for Lewis, Heitkemper, Dirksen,


O'Brien and Bucher: Medical -surgical nursing: Assessment an ,management of clinical
problems (7th ed., Vol. 2). St. Louis: Mosby/Elsevier.

M. B., Dayrit, M. W., & Siswadi, Y. (2008). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguuan Hati.
Jakarta, Indonesia: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
Thomson, A. D., & Cotton, R. E. (1997). Catatan Kuliah Patologi (3rd ed.). Indonesia: EGC.

Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
Waugh, A. (2006). Ross and Wilson Anatomy and Physiology: In health and illness (10th ed.).
Edinburgh: Churchill Livingston.

21

Anda mungkin juga menyukai