Anda di halaman 1dari 16

GUILLAINE BARRE SYNDROM

MAKALAH
Memenuhi tugas mata kuliah
Patologi
Yang dibimbing oleh Ibu Rizki Mustika Reswari SST, MPH

Oleh:
- Dewi Muflihah (1501470011)
- Kulsum Febri Dwi S (1501470012)
- Dwi Andika Mulya S (1501470013)
- Noor Rochmat H (1501470014)
- Normalita Dwi P S (1501470016)
- Yusi Idah Safitri (1501470017)
- Alifah F Izzah (1501470018)
- Anggun Nilam Cahya (1501470019)

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN LAWANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MALANG
Juni 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul
“GUILLAINE BARRE SYNDROM” ini dapat terselesaikan. Pembahasan ini
bertujuan untuk mengetahui segala sesuatu tentang penyakit Guillaine Barre
Syndrom.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Rizki Mustika Reswari SST, MPH selaku dosen mata kuliah Patologi yang
telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah pembahasan ini.
2. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan baik moril maupun
materil.
3. Teman-teman sekelas yang telah menyumbangkan banyak ide terhadap laporan
penelitian ini.
4. Dan pihak-pihak lain yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata
sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan ataupun penulisannya. Mungkin
dalam makalah pembahsan ini terdapat banyak kata yang kurang tepat, untuk itu
penulis mohon maaf. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi
penulis untuk lebih baik di masa yang akan datang.
Semoga makalah pembahasan ini dapat memberikan informasi bagi
masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.

Lawang, 06 Juni 2016


Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR..............................................................................................
ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................
1
1.1. Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
1.3. Tujuan Pembahasan................................................................................. 2
1.4. Manfaat Pembahasan............................................................................... 2
1.4.1. Bagi Mahasiswa.........................................................................................
2
1.4.2. Bagi Dosen................................................................................................
2
1.4.3. Bagi Masyarakat........................................................................................
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
3
2.1. Definisi...............................................................................................................
3
2.2. Etiologi...............................................................................................................
4
2.3. Patogenesis.........................................................................................................
5
2.4. Patofisiologis.......................................................................................................
6
BAB III PENUTUP.................................................................................................
11
3.1. Kesimpulan........................................................................................................
11
3.2. Saran..................................................................................................................
11
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
12

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Guillaine Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit autoimun yang
menimbulkan peradangan dan kerusakan mielin (material lemak, terdiri dari
lemak dan protein yang membentuk selubung pelindung di sekitar beberapa jenis
serat saraf perifer). Gejala dari penyakit ini mula-mula adalah kelemahan dan mati
rasa di kaki yang dengan cepat menyebar menimbulkan kelumpuhan. Penyakit ini
perlu penanganan segera dengan tepat, karena dengan penanganan cepat dan tepat,
sebagian besar sembuh sempurna (Inawati, 2010)
Guillaine Barre Syndrome merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup
sering dijumpai pada usia dewasa muda. GBS ini seringkali mencemaskan
penderita dan keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada
beberapa keadaan dapat menimbulkan kematian, meskipun pada umumnya
mempunyai prognosa yang baik (Japardi, 2002).
Guillaine Barre Syndrome adalah suatu penyebab disabilitas jangka
panjang yang penting untuk sedikitnya 1,000 orang tiap tahun di Amerika Serikat.
Karena GBS terjadi pada umur yang relatif muda dan harapan hidup yang masih
panjang setelah GBS,setidaknya 50.000 orang di Amerika Serikat mengalami efek
residual dari GBS. Lebih kurang 40% pasien yang diopname dengan GBS akan
memerlukan rehabilitasi saat dirawat.
Di Indonesia sendiri, angka kejadian penyakit GBS kurang lebih 0,6-1,6
setiap 10.000-40.000 penduduk. Perbedaan angka kejadian di negara maju dan
berkembang tidak nampak. Kasus ini cenderung lebih banyak pada pria
dibandingkan wanita. Data RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta
menunjukkan pada akhir tahun 2010-2011 tercatat 48 kasus GBS dalam satu
tahun dengan berbagai varian jumlahnya per bulan. Pada Tahun 2012 berbagai
kasus di RSCM mengalami kenaikan sekitar 10% (Mikail, 2012).
Keadaan tersebut di atas menunjukkan walaupun kasus penyakit GBS
relatif jarang ditemukan namun dalam beberapa tahun terakhir ternyata jumlah
kasusnya terus mengalami peningkatan. Meskipun bukan angka nasional negara
Indonesia, data RSCM tidak dapat dipisahkan dengan kasus yang terjadi di negara
ini, karena RSCM merupakan salah satu Rumah Sakit pusat rujukan nasional.
Berdasarkan fakta di atas perlu kita mengenal penyakit GBS secara lebih rinci.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan penyakit Guillaine Barre Syndrom?
1.2.2. Apa saja hal-hal yang menyebabkan penyakit Guillaine Barre Syndrom?
1.2.3. Bagaimana proses patogenesis dari penyakit Guillaine Barre Syndrom?
1.2.4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Guillaine Barre Syndrom?
1.3. Tujuan Pembahasan
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian penyakit Guillaine Barre Syndrom.
1.3.2. Untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan Guillaine Barre Syndrom.
1.3.3. Untuk mengetahui proses patogenesis penyakit Guillaine Barre Syndrom.
1.3.4. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit Guillaine Barre Syndrom.
1.4. Manfaat Pembahasan
1.4.1. Bagi Mahasiswa
- Mahasiswa dapat mengetahui segala hal tentang penyakit Guillaine Barre
Syndrom.
- Mahasiswa dapat menyebarkan pengetahuan tentang penyakit Guillaine Barre
Syndrom.
- Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana mengidentifikasi penyakit Guillaine
Barre Syndrom.
1.4.2. Bagi Dosen
- Dosen menjadi lebih terarah dalam memberikan kuliah tentang penyakit
Guillaine Barre Syndrom.
- Dosen dapat membuat kuliah menjadi lebih menarik dan mengena kepada
mahasiswa dengan membuat bahan mengajar secara kreatif dan inovatif.
1.4.3. Bagi Masyarakat
- Masyarakat mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit Guillaine Barre
Syndrom.
- Masyarakat mengetahui bagaimana cara mengidentifikasi penyakit Guillaine
Barre Syndrom.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Gullaine Barre Syndrom (GBS) adalah gangguan yang jarang di tubuh
anda, sistem kekebalan tubuh menyerang saraf Anda. GBS adalah penyakit yang
biasanya terjadi satu atau dua minggu setelah infeksi virus ringan seperti sakit
tenggorokan, bronkitis, atau flu, atau setelah vaksinasi atau prosedur bedah.
Untungnya, GBS relatif jarang terjadi, hanya mempengaruhi 1 atau 2 orang per
100.000. Kelemahan dan mati rasa di kaki biasanya merupakan gejala pertama.
Sensasi ini dapat dengan cepat menyebar, akhirnya melumpuhkan seluruh tubuh.
Parry mengatakan bahwa, Gullaine Barre Syndrom adalah suatu
polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1
sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, Gullaine Barre Syndrom
merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi
secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf
perifer, radiks, dan nervus kranialis (Japardi, 2002).
Gullaine Barre Syndrom merupakan suatu kelompok heterogen dari proses
yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem
imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. Kelainan ini ditandai oleh adanya
disfungsi motorik, sensorik, dan otonom. Dari bentuk klasiknya, GBS merupakan
suatu polineuopati demielinasi dengan karakteristik kelemahan otot asendens yang
simetris dan progresif, paralisis, dan hiporefleksi, dengan atau tanpa gejala
sensorik ataupun otonom. Namun, terdapat varian GBS yang melibatkan saraf
kranial ataupun murni motorik. Pada kasus berat, kelemahan otot dapat
menyebabkan kegagalan nafas sehingga mengancam jiwa (Judarwanto, 2009).
Menurut Centers of Disease Control and Prevention / CDC (2012),
Guillain Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem kekebalan
seseorang menyerang sistem syaraf tepi dan menyebabkan kelemahan otot bahkan
apabila parah bisa terjadi kelumpuhan. Hal ini terjadi karena susunan syaraf tepi
yang menghubungkan otak dan sumsum belakang dengan seluruh bagian tubuh
kita rusak. Kerusakan sistem syaraf tepi menyebabkan sistem ini sulit
menghantarkan rangsang sehingga ada penurunan respon sistem otot terhadap
kerja sistem syaraf.
Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu
Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post
Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating
Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending
paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.
2.2. Etiologi
Penyebab pasti dari Gullaine Barre Syndrom (GBS) sampai saat ini masih
belum dapat diketahui dan masih menjadi bahan perdebatan. Tetapi pada banyak
kasus, penyakit ini sering dihubungkan dengan penyakit infeksi viral, seperti
infeksi saluran pernafasan dan saluran pencernaan. GBS sering sekali
berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus GBS yang
berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu
sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau
infeksi gastrointestinal.
Semua kelompok usia dapat terkena penyakit ini, namun paling sering
terjadi pada dewasa muda dan usia lanjut. Pada tipe yang paling berat, sindroma
Guillain-Barre menjadi suatu kondisi kedaruratan medis yang membutuhkan
perawatan segera. Sekitar 30% penderita membutuhkan penggunaan alat bantu
nafas sementara.
Kondisi yang khas adanya kelumpuhan yang simetris secara cepat yang
terjadi pada ekstremitas yang pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi
viral. Virus yang paling sering menyebabkan penyakit ini adalah Cytomegalovirus
(CMV), HIV, Measles dan Herpes Simplex Virus. Sedangkan untuk penyebab
bakteri paling sering oleh Campylobacter jejuni. Tetapi dalam beberapa kasus
juga terdapat data bahwa penyakit ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan
autoimun.
Lebih dari 60% kasus mempunyai faktor predisposisi antara satu sampai
beberapa minggu sebelum onset. Beberapa keadaan/ penyakit yang mendahului
dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:
 Infeksi
 Vaksinasi
 Pembedahan
 Diare
 Peradangan saluran nafas atas
 Kelelahan
 Demam
 Kehamilan/ dalam masa nifas
 Penyakit sistematik:
- keganasan
- systemic lupus erythematosus
- tiroiditis
- penyakitAddison
2.3. Patogenesis
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa
imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada
sindroma ini adalah:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi.
2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi.
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi.
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya.
Pada SGB, gangliosid merupakan target dari antibodi. Ikatan antibodi dalam
sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin. Alasan
mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari sistem
imun belum diketahui, tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga sebagai
penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh. Hal ini didapatkan dari
adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid dari tubuh manusia.
Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang menyebabkan terjadinya diare,
mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari gangliosid GM1. Pada
kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni, kerusakan terutama terjadi pada
degenerasi akson. Perubahan pada akson ini menyebabkan adanya cross-reacting
antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk merespon adanya epitop yang sama.
Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang menginisisasi imunitas humoral
maka sel-T merespon dengan adanya infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer.
Terbentuk makrofag di daerah kerusakan dan menyebabkan adanya proses
demielinisasi dan hambatan penghantaran impuls saraf.
2.4. Patofisiologi
Gambar 4.1. Bagan patofisiologi GBS (www.nature.com)
Tidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat
menyerang sejumlah orang. Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah
bahwa sistem imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu
penyakit yang disebut sebagai penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini
menyerang benda asing dan organisme pengganggu; namun pada GBS, sistem
imun mulai menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson saraf
perifer, atau bahkan akson itu sendiri.  
Terdapat sejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba
menyerang saraf, namun teori yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan
bahwa organisme (misalnya infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah
keadaan alamiah sel-sel sistem saraf, sehingga sistem imun mengenalinya sebagai
sel-sel asing. Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel imun, seperti
halnya limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang
tersensitisasi bersama dengan limfosit B akan memproduksi antibodi melawan
komponen-komponen selubung myelin dan menyebabkan destruksi dari myelin.
Akson adalah suatu perpanjangan sel-sel saraf, berbentuk panjang dan
tipis; berfungsi sebagai pembawa sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh
suatu selubung yang dikenal sebagai myelin, yang mirip dengan kabel listrik yang
terbungkus plastik. Selubung myelin bersifat insulator  dan melindungi sel-sel
saraf. Selubung ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf
yang ditransmisikan.  Sebagai contoh, sinyal dari otak ke otot dapat
ditransmisikan pada kecepatan lebih dari 50 km/jam.
Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak
diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus Ranvier; dimana daerah ini merupakan
daerah yang rentan diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada
daerah ini, sehingga semakin banyak terdapat nodus ini, transmisi sinyal akan
semakin lambat.
Pada GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi
terhadap adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti bakteri ataupun
virus. Antibodi yang bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin serta
merusaknya, dengan bantuan sel-sel leukosit, sehingga terjadi inflamasi pada
saraf. Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan sekret kimiawi yang akan
mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya membentuk materi lemak penghasil
myelin. Dengan merusaknya, produksi myelin akan berkurang, sementara pada
waktu bersamaan, myelin yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh. Seiring
dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur secara
bertahap. Saraf motorik, sensorik, dan otonom akan diserang; transmisi sinyal
melambat, terblok, atau terganggu; sehingga mempengaruhi tubuh penderita.
Hal ini akan menyebabkan kelemahan otot, kesemutan, kebas, serta
kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk berjalan.  Untungnya, fase ini
bersifat sementara, sehingga apabila sistem imun telah kembali normal, serangan
itu akan berhenti dan pasien akan kembali pulih.
Seluruh saraf pada tubuh manusia, dengan pengecualian pada otak dan
medulla spinalis, merupakan bagian dari sistem saraf perifer, yakni terdiri dari
saraf kranialis dan saraf spinal. Saraf-saraf perifer mentransmisikan sinyal dari
otak dan medulla spinalis, menuju dan dari otot, organ, serta kulit. Tergantung
fungsinya, saraf dapat diklasifikasikan sebagai saraf perifer motorik, sensorik, dan
otonom (involunter).
Pada GBS, terjadi malfungsi pada sistem imunitas sehingga muncul
kerusakan sementara pada saraf perifer, dan timbullah gangguan sensorik,
kelemahan yang bersifat progresif, ataupun paralisis akut. Karena itulah GBS
dikenal sebagai neuropati perifer.
GBS dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang
terjadi. Bila selubung myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur ,
transmisi sinyal saraf yang melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga
timbul sensasi abnormal ataupun kelemahan. Ini adalah tipe demyelinasi; dan
prosesnya sendiri dinamai demyelinasi primer.
Akson merupakan bagian dari sel saraf 1, yang terentang menuju sel saraf
2. Selubung myelin berbentuk bungkus, yang melapisi sekitar akson dalam
beberapa lapis. Pada tipe aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak dalam proses
demyelinasi sekunder; hal ini terjadi pada pasien dengan fase inflamasi yang
berat. Apabila akson ini putus, sinyal saraf akan diblok, dan tidak dapat
ditransmisikan lebih lanjut, sehingga timbul kelemahan dan paralisis pada area
tubuh yang dikontrol oleh saraf tersebut. Tipe ini terjadi paling sering setelah
gejala diare, dan memiliki prognosis yang kurang baik, karena regenerasi akson
membutuhkan waktu yang panjang dibandingkan selubung myelin, yang sembuh
lebih cepat.
Tipe campuran merusak baik akson dan myelin. Paralisis jangka panjang
pada penderita diduga akibat kerusakan permanen baik pada akson serta selubung
saraf. Saraf-saraf perifer dan saraf spinal merupakan lokasi utama demyelinasi,
namun, saraf-saraf kranialis dapat juga ikut terlibat.
Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase:
1. Fase progresif 
Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal
sampai gejala menetap, dikenal sebagai ‘titik nadir’. Pada fase ini akan
timbul nyeri, kelemahan progresif dan gangguan sensorik; derajat
keparahan gejala bervariasi tergantung seberapa berat serangan pada
penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai nadir klinis pada waktu yang
sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi secepatnya akan
mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko
kerusakan fisik yang permanen. Terapi berfokus pada pengurangan nyeri
serta gejala.
2. Fase plateau
Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana
tidak didapati baik perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah
berhenti, namun derajat kelemahan tetap ada sampai dimulai fase
penyembuhan. Terapi ditujukan terutama dalam memperbaiki fungsi yang
hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada. Perlu dilakukan
monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi,
keseimbangan cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di
fase ini. Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat,
perawatan khusus, serta fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri
hebat akibat saraf yang meradang serta kekakuan otot dan sendi; namun
nyeri ini akan hilang begitu proses penyembuhan dimulai. Lama fase ini
tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien langsung mencapai fase
penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain mungkin bertahan
di fase plateau selama beberapa bulan, sebelum dimulainya fase
penyembuhan.
3. Fase penyembuhan 
Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi, dengan
perbaikan dan penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi
antibody yang menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-angsur
menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi. Terapi pada fase ini
ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk membentuk otot pasien dan
mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal, serta
mengajarkan penderita untuk menggunakan otot-ototnya secara optimal.
Kadang masih didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang
beregenerasi. Lama fase ini juga bervariasi, dan dapat muncul relaps.
Kebanyakan penderita mampu bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun
pasien lainnya tetap menunjukkan gejala ringan samapi waktu yang lama
setelah penyembuhan. Derajat penyembuhan tergantung dari derajat
kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Guillaine Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit autoimun yang
menimbulkan peradangan dan kerusakan mielin (material lemak, terdiri dari
lemak dan protein yang membentuk selubung pelindung di sekitar beberapa jenis
serat saraf perifer). Gejala dari penyakit ini mula-mula adalah kelemahan dan mati
rasa di kaki yang dengan cepat menyebar menimbulkan kelumpuhan.
Penyebab pasti dari Gullaine Barre Syndrom (GBS) sampai saat ini masih
belum dapat diketahui dan masih menjadi bahan perdebatan. Tetapi pada banyak
kasus, penyakit ini sering dihubungkan dengan penyakit infeksi viral, seperti
infeksi saluran pernafasan dan saluran pencernaan.
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi.
Tidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat
menyerang sejumlah orang. Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah
bahwa sistem imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu
penyakit yang disebut sebagai penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini
menyerang benda asing dan organisme pengganggu; namun pada GBS, sistem
imun mulai menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson saraf
perifer, atau bahkan akson itu sendiri.
3.2. Saran
Disarankan kepada seluruh masyarakat setelah menegetahui apa yang
dimaksud dengan penyakit Guillaine Barre Syndrom dapat mengerti bahwa
penyakit ini cukup berbahaya. Sehingga dapat mengetahui apa yang harus
dilakukan apabila menemui orang dengan gejala yang telah dijabarkan.

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi:Konsep. Klinik Proses-


Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Parry G.J. 1993. Guillain-Barre Syndrome. New York : Theime Medical Publisher.
Davids, HR. 2008. Guillain-Barre Syndrome.
(http://emedicine.medscape.com/article /315632-overview.html), diakses pada 30 Mei
2016.
Burnts, T. 2008. Guillain-Barre Syndrome. (http://www.thieme-connect.com/
ejournals/html/sin/doi/10.1055/s-2008-1062261.html), diakses pada 30 Mei 2016.
Japardi I. 2002. Sindroma Guillan-Barre. (http://library.usu.ac.id/download/fk/
bedah-iskandar%20japardi46.pdf), diakses pada 31 Mei 2016.
Inawati. 2010. Sindrom Guillan Barre (GBS). (http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/
archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%20Desember%202010/SINDROM
%20GUILLAIN%20BARRE.pdf), diakses pada 31 Mei 2016.
Israr, Y., dkk. 2009. Sindroma Guillaine-Barre. (http://www.Files-of-DrsMed.tk/
guillaine_barre_syndrome_files_of_drsmed.pdf), diakses pada 31 Mei 2016
Saharso D. 2006. Sindroma Guillan-Barre (SGB), (http://www.pediatrik.com/isi03.
php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=061214-
mvib207.html), diakses tanggal 31 Mei 2016.
Judarwanto, W. 2009. Sindroma Guillain-Barre (GBS) : Patofisiologi dan Diagnosis,
(https://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/14/guillain-barre-syndrome-gbs-
patofisiologi-manifestasi-klinis-dan-diagnosis/ ), diakses pada 02 Juni 2016.

Anda mungkin juga menyukai