Anda di halaman 1dari 12

Anemia pada Remaja Putri

1. Pengertian Anemia
Anemia adalah kekurangan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah yang
disebabkan kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin.
Kadar Hb normal pada remaja perempuan adalah 12 gr/dl. Remaja dikatakan
anemia jika kadar Hb <12 gr/dl (Proverawati & Asfuah, 2009). Menurut Smeltzer
dan Bare (2002), anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel
darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. Anemia
bukan merupakan pencerminaan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi
tubuh. Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah
hemoglobin untuk mengangku oksigen ke jaringan. Perempuan lebih rentan
anemia dibanding dengan laki-laki Kebutuhan zat besi pada perempuan adalah 3
kali lebih besar daripada pada laki-laki. Perempuan setiap bulan mengalami
menstruasi yang secara otomatis mengeluarkan darah. Itulah sebabnya perempuan
membutuhkan zat besi untuk mengembalikan kondisi tubuhnya kekeadaan
semula. Hal tersebut tidak terjadi pada laki-laki. Demikian pula pada waktu
kehamilan, kebutuhan akan zat besi meningkat 3 kali dibanding dengan pada
waktu sebelum kehamilan. Ini berkaitan dengan kebutuhan perkembangan janin
yang dikandungnya.
2. Tanda-tanda Anemia
Menurut Proverawati & Asfuah (2009), tanda-tanda anemia pada remaja
putri adalah :
a. Lesu, lemah, letih, lelah dan lunglai (5L)
b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang.
c. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan
menjadi pucat.
3. Penyebab Anemia
Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam
pembentukan hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena
gangguan absorpsi. Zat gizi yang bersangkutan adalah besi, protein, piridoksin
(vitamin B6) yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis hem didalam
molekul hemoglobin, vitamin C yang mempengaruhi absorpsi dan pelepasan besi
dari transferin ke dalam jaringan tubuh, dan vitamin E yang mempengaruhi
membran sel darah merah (Almatsier, 2009). Anemia terjadi karena produksi sel-
sel darah merah tidak mencukupi, yang disebabkan oleh faktor konsumsi zat gizi,
khususnya zat besi. Pada daerah-daerah tertentu, anemia dapat dipengaruhi oleh
investasi cacing tambang. Cacing tambang yang menempel pada dinding usus dan
memakan-makanan membuat zat gizi tidak dapat diserap dengan sempurna.
Akibatnya, seseorang menderita kurang gizi, khususnya zat besi. Gigitan cacing
tambang pada dinding usus juga menyebabkan terjadinya pendarahan sehingga
akan kehilangan banyak sel darah merah. Pendarahan dapat terjadi pada kondisi
eksternal maupun internal, misalnya pada waktu kecelakaan atau menstruasi yang
banyak bagi perempuan remaja (Supariasa, 2001). Salah satu penyebab kurangnya
asupan zat besi adalah karena pola konsumsi masyarakat Indonesia yang masih
didominasi sayuran sebagai sumber zat besi (non heme iron). Sedangkan daging
dan protein hewani lain (ayam dan ikan) yang diketahui sebagai sumber zat besi
yang baik (heme iron), jarang dikonsumsi terutama oleh masyarakat di pedesaan
sehingga hal ini menyebabkan rendahnya penggunaan dan penyerapan zat besi
(Sediaoetama, 2003). Selain itu penyebab anemia defisiensi besi dipengaruhi oleh
kebutuhan tubuh yang meningkat, akibat mengidap penyakit kronis, kehilangan
darah karena menstruasi dan infeksi parasit(cacing). Di Indonesia penyakit
kecacingan masih merupakan masalah yang besar untuk kasus anemia defisiensi
besi, karena diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc setiap harinya
(Proverawati & Asfuah (2009).
4. Dampak Anemia Bagi Remaja Putri
Menurut Sediaoetama (2003), dampak anemia bagi remaja putri adalah :
a. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
b. Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal.
c. Menurunkan kemampuan fisik olahraga.
d. Mengakibatkan muka pucat.
5. Pencegahan Anemia
Menurut Almatzier (2009), cara mencegah dan mengobati anemia adalah :
a. Meningkatkan Konsumsi Makanan Bergizi.
1) Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan
hewani (daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayuran
berwarna hijau tua, kacang-kacangan, tempe).
2) Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C
(daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas) sangat
bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus.

b. Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum Tablet Tambah
Darah (TTD). Tablet Tambah Darah adalah tablet besi folat yang setiap tablet
mengandung 200 mg Ferro Sulfat atau 60 mg besi elemental dan 0,25 mg
asam folat. Wanita dan Remaja Putri perlu minum Tablet Tambah Darah
karena wanita mengalami haid sehingga memerlukan zat besi untuk
mengganti darah yang hilang. Wanita mengalami hamil, menyusui, sehingga
kebutuhan zat besinya sangat tinggi yang perlu dipersiapkan sedini mungkin
semenjak remaja. Tablet tambah darah mampu mengobati wanita dan remaja
putri yang menderita anemia, meningkatkan kemampuan belajar, kemampuan
kerja dan kualitas sumber daya manusia serta generasi penerus.
Meningkatkan status gizi dan kesehatan remaja putri dan wanita. Anjuran
minum yaitu minumlah 1 (satu) Tablet Tambah Darah seminggu sekali dan
dianjurkan minum 1 tablet setiap hari selama haid. Minumlah Tablet Tambah
Darah dengan air putih, jangan minum dengan teh, susu atau kopi karena
dapat menurunkan penyerapan zat besi dalam tubuh sehingga manfaatnya
menjadi berkurang.
c. Mengobati penyakit yang menyebabkan atau memperberat anemia seperti:
kecacingan, malaria dan penyakit TBC.

6. Kebutuhan zat besi pada remaja putri


Kebutuhan zat besi pada remaja putri dipengaruhi oleh :
a. Pertumbuhan Fisik
Pada usia remaja tumbuh kembang tubuh berlangsung lambat bahkan akan
berhenti menjelang usia 18 tahun, tidak berarti faktor gizi pada usia ini tidak
memerlukan perhatian lagi. Selain itu keterlambatan tumbuh kembang tubuh pada
usia sebelumnya akan dikejar pada usia ini. Ini berarti pemenuhan kecukupan gizi
sangat penting agar tumbuh kembang tubuh berlangsung dengan sempurna. Taraf
gizi seseorang,dimana makin tinggi kebutuhan akan zat besi, misalnya pada masa
pertumbuhan, kehamilan dan penderita anemia (Moeji, 2003).
b. Aktivitas Fisik
Sifat energik pada usia remaja menyebabkan aktivitas tubuh meningkat
sehingga kebutuhan zat gizinya juga meningkat (Moeji, 2003).

7. Asupan Makan
Untuk memproduksi sel darah merah, diperlukan serangkaian zat gizi. Yang
paling penting adalah zat besi, vitamin Bc (asam folat), dan vitamin B12
(cyanocobalamine). Bahan lain yang perlu tersedia : protein, piridoksin (vitamin
B6), asam askorbat (ascorbic acid, bahan dasar vitamin C), vitamin E, dan
tembaga (Proverawati & Asfuah, 2009). Dalam mengkonsumsi makanan, jangan
hanya memperhatikan faktor yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi.
Konsumsi makanan sehari-hari yang mengandung zat besi, tetapi juga
mengandung zat penghambat yang tinggi, dapat menyebabkan terjadinya
kekurangan zat besi. Beberapa faktor tersebut adalah tannin dalam teh, fitat,
oksalat dalam sayur hijau, polifenon dalam kedelai dan serat makanan. Zat besi
dengan senyawa tersebut akan membentuk senyawa kompleks yang sulit untuk
diserap usus (Arisman, 2004).
8. Perdarahan
Anemia yang paling umum ditemui di Indonesia adalah anemia yang terjadi
karena produksi sel-sel darah merah tidak mencukupi, yang disebabkan oleh
faktor konsumsi zat gizi, khususnya zat besi. Pada daerah - daerah tertentu,
anemia dapat dipengaruhi oleh investasi cacing tambang. Cacing tambang yang
menempel pada dinding usus dan memakan makanan zat gizi tidak dapat diserap
secara sempurna. Akibatnya, seseorang menderita kurang gizi, khususnya zat besi.
Gigitan cacing tambang pada dinding usus juga menyebabkan terjadinya
perdarahan sehingga tubuh akan kehilangan banyak sel darah merah. Perdarahan
dapat terjadi pada kondisi internal maupun eksternal, misalnya pada waktu
kecelakaan atau menstruasi yang banyak bagi perempuan remaja. Perdarahan
dapat pula terjadi karena perdarahan kronis, yaitu perdarahan yang terjadisedikit-
sedikit akibat kanker pada saluran pencernaan, wasir, dan lainnya. Perdarahan
yang terjadi secara terus-menerus itulah yang menyebabkan anemia (Arisman,
2004).

9. Konsumsi Zat Besi


Dalam makanan terdapat 2 macam zat besi yaitu besi heme (40%) dan besi non
hem. Besi non hem merupakan sumber utama zat besi dalam makanan. Terdapat
dalam semua jenis sayuran misalnya sayuran hijau, kacang-kacangan, kentang dan
serealia serta beberapa jenis buah-buahan. Sedangkan besi hem hampir semua
terdapat dalam makanan hewani antara lain daging, ikan, ayam, hati dan organ –
organ lain (Almatsier, 2001).
Dalam masa remaja, khususnya remaja putri sering sangat sadar akan bentuk
tubuhnya, sehingga banyak yang membatasi konsumsi makanannya. Bahkan
banyak yang berdiit tanpa nasehat atau pengawasan seorang ahli kesehatan dan
gizi, sehingga pola konsumsinya sangat menyalahi kaidah-kaidah ilmu gizi.
Banyak pantang atau tabu yang ditentukan sendiri berdasarkan pendengaran dari
kawannya yang tidak kompeten dalam soal gizi dan kesehatan, sehingga terjadi
berbagai gejala dan keluhan yang sebenarnya merupakan gejala kelainan gizi.
Banyak remaja putri yang sering melewatkan dua kali waktu makan dan lebih
memilih kudapan. Padahal sebagian besar kudapan bukan hanya hampa kalori,
tetapi juga sedikit sekali mengandung zat gizi, selain dapat mengganggu
(menghilangkan) nafsu makan. Selain itu remaja khususnya remaja putri semakin
menggemari junk food yang sangat sedikit (bahkan ada yang tidak ada sama
sekali) kandungan kalsium, besi, riboflavin, asam folat, vitamin A dan vitamin
(Djaeni, 2000).
10. Penyerapan Zat Besi
Besi-hem yang merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat
dalam daging hewan dapat diserap oleh tubuh dua kali lipat daripada besi-nonhem
Penyerapan zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu :
a. Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang dibutuhkan.
b. Bila besi simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan meningkat.
c. Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat menurunkan
penyerapan. Asam klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe 2+ yang lebih
mudah diserap oleh mukosa usus.
d. Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat
meningkatkan absorbsi karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri
menjadi ferro. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi besi dari makanan
melalui pembentukan kompleks ferro askorbat. Kombinasi 200 mg asam
askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan besi sebesar 25-
50 %.
e. Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentuknya kompleks
besi, fosfat yang tidak dapat diserap.
f. Adanya fitat dan oksalat dalam sayuran, serta tanin dalam teh juga akan
menurunkan ketersediaan Fe.
g. Protein hewani dapat meningkatkan penyerapan Fe.
h. Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan penyerapan Fe.
i. Penyakit infeksi juga dapat menurunkan penyerapan Fe.

11. Permasalahan gizi pada Remaja Putri

Permasalahan gizi yang dihadapi remaja salah satunya adalah masalah


anemia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, menunjukkan
bahwa prevalensi anemia di Indonesia yaitu 21,7%. Penderita anemia berumur 5
-14 tahun sebesar 26,4% dan penderita berumur 15-24 tahun sebesar 18,4%
(Kemenkes RI, 2014). Penderita anemia pada remaja juga dilaporkan tinggi
berdasarkan data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012 dengan
rincian yaitu prevalensi anemia pada balita sebesar 40,5%, ibu hamil sebesar
50,5%, ibu nifas sebesar 45,1%, remaja puteri usia 10-18 tahun sebesar 57,1%,
dan usia 19-45 tahun sebesar 39,5%. Wanita mempunyai risiko terkena anemia
paling tinggi terutama pada remaja puteri. Anemia merupakan suatu keadaan
dimana komponen di dalam darah yaitu hemoglobin (Hb) dalam darah jumlahnya
kurang dari kadar normal. Remaja puteri memiliki risiko sepuluh kali lebih besar
untuk menderita anemia dibandingkan dengan remaja putera. Hal ini dikarenakan
remaja puteri mengalami menstruasi setiap bulannya dan sedang dalam masa
pertumbuhan sehingga membutuhkan asupan zat besi yang lebih banyak.
Penentuan anemia juga dapat dilakukan dengan mengukur hematokrit (Ht) yang
ratarata setara dengan tiga kali kadar hemoglobin. Batas kadar Hb remaja puteri
untuk mendiagnosis anemia yaitu apabila kadar Hb kurang dari 12 gr/dl (Tarwoto,
2010)
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia
terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita
anemia. Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada remaja putri.
Anemia defisiensi besi rentan terjadi pada remaja putri karena meningkatnya
kebutuhan zat besi selama masa pertumbuhan. Tubuh membutuhkan sejumlah
besar nutrisi, termasuk zat besi, yang terutama digunakan oleh darah untuk
mengangkut oksigen. Zat besi yang tidak mencukupi akan memicu anemia.
Ditambah lagi, kehilangan darah pada masa menstruasi juga meningkatkan risiko
anemia.
Menurut WHO, pada tahun 2010 angka kejadian anemia pada remaja putri
di Negara-negara berkembang sekitar 53,7% dari semua remaja putri, anemia
sering menyerang remaja putri disebabkan karena keadaan stres, haid, atau
terlambat makanan. Sedangkan pada tahun 2013, prevalensi anemia dunia berkisar
40-88% (WHO, 2010). Prevalensi anemia pada remaja putri di benua Afrika
adalah 44,4%, benua Asia 33,0%, benua Eropa 15,2%, benua Amerika Latin dan
Caribbean (LAC) 23,5%, Benua Amerika Utara 7,6% dan Benua Oceania
prevalensi anemia sebesar 20,2% (WHO, 2010).
Provinsi Lampung tercatat sebagai peringkat pertama diwilayah sumatera
untuk jumlah penderita anemia. Menurut survey yang dilakukan mercy Corps
dari sampel 641 siswi ternate 56,25% siswi menderita anemia defisiensi gizi,
prevalensi anemia untuk Lampung lebih tinggi dari nasional yaitu 27% (Lampung
sehat, 2011). Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Lampung tahun
2010 Presentasi anemia pada remaja sebesar 25,9 %. Berdasarkan Profil
Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2011 untuk cakupan pelayanan kesehatan
remaja, Kabupaten Tanggamus menempati urutan ke delapan dengan presentasi
38,17%
Masalah gizi pada remaja terjadi baik dalam bentuk gizi lebih maupun gizi
kurang. Kejadian anemia merupakan salah satu sebab sekaligus akibat terjadinya
gizi kurang pada remaja. Bila ditelusuri ke arah hulu, salah satu sebab terjadinya
anemia dan kekurangan energi kronis adalah pola konsumsi sumber pangan zat
besi. Pola konsumsi termasuk pengetahuan gizi remaja berdasarkan pedoman gizi
seimbang perlu diteliti lebih jauh terutama pengetahuan tentang zat besi. Hasil
penelitian Fauzi (2012) menyatakan bahwa pengetahuan gizi pada remaja
khususnya tentang zat besi masih sangat rendah. Pedoman umum gizi seimbang
yang sudah dicanangkan pemerintah sejak lama dapat menjadi acuan bagi
pengetahuan gizi yang sehat. Remaja yang sehat merupakan aset sumberdaya
manusia bagi kelangsungan hidup penerus bangsa.
Remaja puteri mempunyai risiko yang lebih tinggi terkena anemia
daripada remaja putera. Alasan pertama karena setiap bulan pada remaja puteri
mengalami haid. Seorang wanita yang mengalami haid yang banyak selama lebih
dari lima hari dikhawatirkan akan kehilangan besi, sehingga membutuhkan besi
pengganti lebih banyak daripada wanita yang haidnya hanya tiga hari dan sedikit.
Alasan kedua adalah karena remaja puteri seringkali menjaga penampilan,
keinginan untuk tetap langsing atau kurus sehingga berdiet dan mengurangi
makan. Diet yang tidak seimbang dengan kebutuhan zat gizi tubuh akan
menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi yang penting seperti besi (Arisman,
2008). Dampak yang ditimbulkan dari anemia antara lain menurunnya
kemampuan motorik anak, menurunnya skor IQ, menurunnya kemampuan
kognitif, mental anak, menurunnya produktifitas remaja, komplikasi kehamilan
dan janin pada ibu hamil, gangguan pertumbuhan, imunitas serta rentan terhadap
racun dari logam berat (Ros & Horton, 1998).

11. Pencegahan dan Pengobatan

Pencegahan anemia gizi menggunakan metode pendekatan makanan


berfungsi untuk meningkatkan asupan mikronutrien. Dengan pendekatan berbasis
makanan yang harus diperhatikan pertama kali adalah produksi pangan,
pengolahan, permasaran, dan persiapan makanan. Selanjutnya adalah pemberian
distribusi makanan pada keluarga dan pada kelompok yang rentan.
Mempromosikan makanan yang kaya zat besi, seperti sapi, unggas, ikan, kacang-
kacangan, dan sayuran berdaun hijau serta makanan yang dapat meningkatkan
absorpsi besi, seperti buah, sayur yang mengandung vitamin A, vitamin C, dan
asam folat perlu dilakukan. Memudahkan ketersediaan dan akses untuk
mendapatkan sumber pangan perlu diperhatikan (WHO, 2001).
Pencegahan dan pengobatan anemia dapat ditentukan dengan
memperhatikan faktor-faktor penyebabnya, jika penyebabnya adalah masalah
nutrisi, penilaian status gizi dibutuhkan untuk mengidentifikasi zat gizi yang
berperan dalam kasus anemia. Anemia gizi dapat disebabkan oleh berbagai acam
zat gizi penting pada pembentukan hemoglobin. Defisiensi besi yang umum
terjadi di dunia merupakan penyebab utama terjadinya anemia gizi (Fatmah,
2011). Kurangnya zat besi dalam makanan dapat mengakibatkan anemia
(Proverawati dan Asfuah,2009). Terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan
untuk mencegah dan menanggulangi anemia akibat kekurangan konsumsi besi.
Upaya pertama meningkatkan konsumsi besi dari sumber alami melalui
pendidikan atau penyuluhan gizi kepada masyarakat, terutama makanan sumber
hewani yang mudah diserap, juga makanan yang banyak mengandung vitamin C,
dan vitamin A untuk membantu penyerapan besi dan membantu proses
pembentukan hemoglobin. Kedua, melakukan fortifikasi bahan makanan yaitu
menambah besi, asam folat, vitamin A, dan asam amino essensial pada bahan
makanan yang dimakan secara luas oleh kelompok sasaran.Ketiga melakukan
suplementasi besi folat secara rutin kepada penderita anemia selama jangka waktu
tertentu untuk meningkatkan kadar hemoglobin penderita secara cepat (Depkes,
1996).
Pendidikan atau penyuluhan gizi adalah pendekatan edukatif untuk
menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan dalam
meningkatkan perbaikan pangan dan status gizi (Suhardjo, 1989; Madanijah,
2004). Harapannya adalah orang bisa memahami pentingnya makanan dan gizi,
sehingga mau bersikap dan bertindak mengikuti norma-norma gizi (Suhardjo,
1989). Pendidikan gizi secara komprehensif yaitu pada anak anemia, guru dan
orang tua diberikan dengan harapan pengetahuan gizi anak, guru dan orang tua
serta pola makan makan anak akan berubah sehingga asupan makan terutama
asupan besi anak akan lebih baik. Dengan asupan besi yang lebih baik, maka
kadar hemoglobin anak akan meningkat. Pada dasarnya program pendidikan gizi
bertujuan merubah perilaku yang kurang sehat menjadi perilaku yang lebih sehat
terutama perilaku makan (Sahyoun et al, 2004). Beberapa penelitian di berbagai
negara menemukan bahwa pendidikan gizi sangat efektif untuk merubah
pengetahuan dan sikap anak terhadap makanan, tetapi kurang efektif untuk
merubah praktek makan (Februhartanty, 2005). Pengetahuan merupakan hasil
proses penginderaan terhadap objek tertentu. Proses penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman rasa
dan melalui kulit. Pengetahuan merupakan faktor dominan yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang.

12. Usaha Pemerintah mengurangi angka Kejadian Animea


Salah satu cara pemerintah dalam mengurangi angka kejadian anemia
khususnya pada remaja putri adalah dengan memberikan tablet tambah darah.
Kegiatan ini merupakan implementasi dari peraturan menteri kesehatan no 88
tahun 2014 tentang standar tablel tambah darah bagi wanita usia subur dan ibu
hamil serta surat edaran dirjen kesehatan masyarakat kemenkes RI Nomor
HK.03.03/V/0595/2016 tentang pemberian tablet tambah darah. Upaya ini
dilakukan sebagai usaha pemerintah membangun SDM melalui pemenuhin gizi
seimbang bagi remaja. Target pemerintah yang dituangkan dalam rencana
strategis kementerian kesehatan tahun 2015-2019 adalah presentase remaja putri
yang mendapat tablet tambah darah di tahun 2019 sebesar 30% (Kemenkes,
2015). Tablet tambah darah yang diberikan mengandung 200 mg zat besi dalam
bentuk ferro sulfat/ferro fumarat atau ferro glukonat dan 0,25 mg asam folat.
DAFTAR PUSTAKA
Arisman, M.B. (2008). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Aeni, T. (2012).Faktor – Faktor Penyebab Kejadian Anemia pada Remaja Putri


(Studi Kasus pada SMK Negeri 1 Kota Tegal). Under Graduates thesis,
Universitas Negeri Semarang.

BKKBN. (2016). Data survei Kesehatan Reproduksi Indonesia. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (1996). Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi di


Indonesia. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

Fadila,I & Kurniawati, H (2017). Analisis Pengetahuan Gizi Terkait Pedoman


Gizi Seimbang dan Kadar Hb Remaja Puteri.Jurnal Biotika Vol 16. No 1(2018)

Farida, I. (2006). Determinan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di Kecamatan


Gebog Kabupaten Kudus Tahun 2006. Program Pascasarjanan Universitas
Diponegoro.
Fatmah. (2011). Gizi dan Kesehatan Masyarakat:Anemia. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
.
Fauzi, C A. (2012) Analisis Pengetahuan dan Perilaku Gizi Seimbang Menurut
Pesan ke 6,10,11,12 Dari Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) pada Remaja.
Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol 3 No 2 Agustus 2012:91 – 105

Februhartanty, J. (2005). Nutrition Education: It Has Never Been an Easy Case


for Indonesia. Food and Nutrition Bulletin. 26(2): S267-S274

Infodatin (2014). Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI. ISSN 322442-7659

Kemenkes RI, 2013-2014. Prevalensi anemia di Indonesia.


Kemenkes RI, (2015). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-
2019.

Keputusan menkes RI Nomor HK. 02.02/MENKES/52/2015. Kementerian


Kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai