Anda di halaman 1dari 60

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALU OLEO


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

LAPORAN FIELDTRIP GEOLOGI DASAR


KECAMATAN WOLASI - DESA TOROBULU
KABUPATEN KONAWE SELATAN
SULAWESI TENGGARA

OLEH :
KELOMPOK 4

ITA JUITA
R1D119009

KENDARI
2019
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS HALU OLEO
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

Laporan Fieldtrip Geologi Dasar

Oleh :
Kelompok 4

Ita Juita
R1D119009

Koordinator Asisten Asisten Pembimbing I Asisten Pembimbing II

Muh.Iqbal Arsyidik Sri Muliati La Ode Maulid


R1D116062 R1D116043 R1D117014

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Erwin Anshari,S.Si.,M.Eng
Nip. 19880628 201504 1 001

ii
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS HALU OLEO
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

Laporan Fieldtrip Geologi Dasar

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Akademik


Untuk Melulusi Mata Kuliah Geologi Dasar
Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas
Ilmu Dan Teknologi Kebumian Universitas
Halu Oleo

Oleh :

Kelompok 4

Ita Juita
R1D119009

Kendari
2019

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Alat dan bahan beserta Kegunaannya


Tabel 3.1 Klasifikasi besar butir menggunakan Skala Wenworth

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1.1 Jenis-Jenis Sortasi


Gambar 3.1.2 Jenis-Jenis Derajat Kebundaran
Gambar 3.1.3 Jenis-Jenis Kemas
Gambar 3.2.1 Bentang Alam Alluvial
Gambar 3.2.2 Bentang Alam Structural
Gambar 3.2.3 Bentang Alam Karst
Gambar 3.2.4 Bentang Alam Eolian
Gambar 3.2.5 Bentang Alam Laut dan Pantai
Gambar 3.2.6 Jenis-Jenis Gunung Api
Gambar 3.2.7 Jenis-jenis Pola Aliran Sungai
Gambar 3.3.1 Jenis-Jenis Sesar
Gambar 4.1 Singkapan Batuan Metamorf (Batuslate)
Gambar 4.2 Singkapan Batuan Sedimen Klastik (BatuPasir)
Gambar 4.3 Singkapan Batuan Beku (Batuperidotit)
Gambar 4.4 Singkapan Batuan Sedimen Non Klastik
(Batugamping Kristalin)

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada tuhan yang maha esa,
karena atas izin dan ridha-nya lah Fieldtrip Geologi Dasar sebagai
rangkaian acara Praktikum Geologi Dasar dapat terlaksana tanpa ada
hambatan yang berarti. Penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada
orangtua yang selalu mesupport walaupun dari jauh. Kepada dosen-dosen
yang telah membagi ilmu kepada kami. Terima kasih juga ingin penulis
sampaikan kepada kakak-kakak asisten Praktikum Geologi Dasar, yang
telah membimbing kami sampai sekarang, tak lupa juga kepada teman-
teman yang telah membantu, menemani dan mensupport kami.
Fieldtrip Adalah Kegiatan Rutin di Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Halu Oleo. Kegiatan Ini dilaksanakan agar para mahasiswa
Teknik Pertambangan mampu mengetahui keadaan geologi secara
langsung karena keadaan geologi di alam tidak selalu sama dengan yang
ada di teorinya.
Laporan ini disusun berdasarkan pada Praktikum Geologi Dasar
yang diberikan selama pertemuan dan juga dari beberapa referensi yang
sudah ada dan digunakan sebagai pelengkap tugas praktikum yang telah
dilaksanakan di Laboratorium Geologi Dasar. Penulis menyadari bahwa
laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis dengan
senang hati menerima kritik dan saran untuk perbaikan maupun
penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.
Kendari, 22 Desember 2019

Penulis

vi
DAFTAR ISI
Halaman Judul.......................................................................................i
Halaman Pengesahan...........................................................................ii
Halaman Tujuan.....................................................................................iii
Daftar Tabel...........................................................................................iv
Daftar Gambar.......................................................................................v
Kata Pengantar......................................................................................vi
Daftar Isi.................................................................................................vii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang..........................................................................1
1.2 Maksud dan Tujuan...................................................................2
1.3 Waktu, Letak dan Kesampaian Daerah....................................2
1.4 Alat dan Bahan .........................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian....................................................................4
Bab II Geologi Regional
2.1 Geomorfologi Regional............................................................5
2.2 Stratigrafi Regional..................................................................6
2.3 Struktur Regional.....................................................................10
2.4 Geologi Lokal Daerah Wolasi, Laeya dan Torobulu................10
Bab III Landasan Teori
3.1 Batuan......................................................................................12
A. Batuan Beku...........................................................................12
B. Batuan Sedimen.....................................................................18
C. Batuan Metamorf....................................................................22
3.2 Geomorfologi..........................................................................26
A. Bentang Alam.........................................................................26
B. Sungai....................................................................................32
3.3 Struktur Geologi......................................................................36
A. Lipatan....................................................................................36
B. Kekar......................................................................................36
C. Sesar......................................................................................38

vii
Bab IV Hasil Dan Pembahasan
4.1 Hasil Penelitian...................................................................41
4.1.1 Deskripsi Data Singkapan...............................................42
4.2 Pembahasan.......................................................................45
4.2.1 Kondisi Litologi................................................................45
4.2.2 Kondisi Geomorfologi......................................................47
Bab V Diskusi
5.1 Tema Diskusi Yang Diambil....................................................49
Bab VI Penutup
6.1 Kesimpulan..............................................................................50
6.2 Saran.......................................................................................51

Daftar Pustaka
Lampiran

viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sulawesi dan pulau-pulau kecil di sekitarnya mempunyai kondisi
geologi yang kompleks. Hal ini disebabkan kawasan itu merupakan
tempat tumbukan aktif dari tiga lempeng (tripple junction): lempeng
hindia-australian yang bergerak relatif ke arah utara, lempeng samudra
pasifik bergerak relatif ke barat, dan lempeng eurasi yang relatif diam.
Tumbukan ketiganya mengakibatkan (di antaranya) kawasan itu
mempunyai struktur geologi dan stratigrafi yang rumit, serta komposisi
batuan yang beragam. Akan tetapi, kerumitan itu justru menarik para
ahli ilmu kebumian dari dalam dan luar negeri untuk meneliti.pulau
sulawesi mempunyai bentuk seperti huruf “k” yang ujung kiri atasnya
memanjang dan berputar searah jarum jam sehingga hampir barat-
timur. Bagian itu dinamai lengan utara, sedangkan bagian di bawahnya
yang memanjang baratlaut-tenggara diberi nama lengan timur. Kaki
kirinya (belakang) disebut lengan selatan dan kaki kanan (depan)
dinamai lengan tenggara. Daerah pertemuan keempat lengan itu
dinamai bagian tengah sulawesi, sedangkan bagian yang melengkung,
menghubungkan bagian tengah sulawesi dengan lengan utara disebut
leher sulawesi.
Sulawesi tenggara merupakan bagian dari pulau Sulawesi. Pulau
Sulawesi sendiri berbentuk mirip huruf K, sehingga jika diibaratkan
sebuah gari dengan dua buah lengan maka  letak Sulawesi tenggara
berada pada lengan tenggara dari Pulau Sulawesi.Posisi sulawesi
tenggara sendiri terbentuk akibat tumbukan (collition) dua buah
lempeng besar, yaitulempeng benua yang berasal dari Australia dan
lempeng samudra yang berasal dari Pasifik. Akibat tumbukan tersebut
maka daerah Sulawesi tenggara (berdasarkan tektonostratigrafi) terdiri
dari 3 group utama batuan penyusunnya, yaitu Continental terrane,
Oceanic terrane, dan Sulawesi Molasse.

1
Dari Latar Belakang diatas, maka dilakukan penelitian Di
Kecamatan Wolasi sampai Kecamatan Torobulu dalam rangka untuk
melakukan Praktikum Lapangan Geologi Dasar yang bertujuan untuk
melihat, mengamati, dan menganalisis Kondisi Geologis dari daerah
tersebut yang mana daerah ini merupakan bagian dari Pulau Sulawesi
khususnya Sulawesi Tenggara.

1.2 Maksud Dan Tujuan


1.2.1 Maksud
Maksud Dari Fieldtrip Geologi Dasar Ini Adalah untuk mengetahui
dan melihat langsung singkapan batuan serta mendeskripsikan batuan
dan minera-mineral yang terkandung dalam batuan tersebut, dimana di
daerah penelitian dilakukan di Kecamatan Wolasi sampai kecamatan
Torobulu Kabupaten Konawe Selatan.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari Fieldtrip Geologi Dasar ini adalah agar dapat
menentukan jenis-jenis batuan, dapat mendeskripsikan batuan dan dapat
menentukan arah penyebaran batuan serta dapat menentukan besar
slope pada singkapan.

1.3 Waktu, Letak Dan Kesampaian


Fieldtrip Geologi Dasar Ini Dilaksanakan Pada Hari Sabtu, 21
Desember 2019 Yang Bertempat Di Kecamatan Wolasi sampai
kecamatan torobulu Kabupaten Konawe Selatan. Perjalanan ke
lapangan di Kecamatan wolasi dimulai dari Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian Universitas Halu Oleo pada Pukul 06.00 WITA
dengan menggunakan tiga unit Bus. Untuk sampai di stasiun satu
membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Dari stasiun 1 ke stasiun 2
membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Dari stasiun 2 ke stasiun 3
membutuhkan waktu sekitar 3 jam. Dari stasiun 3 ke stasiun 4

2
membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Stasiun ke 4 merupakan stasiun
terakhir dalam penelitian yang bertempat di kecamatan torobulu. Di
stasiun tersebut praktikan, asisten dan dosen beristirahat sejenak.
Sekitar pukul 14.00 WITA praktikan, asisten dan dosen kembali ke
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Universitas Halu Oleo.

1.4 Alat Dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada kegiatan Fieldtrip Geologi
Dasar dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.1 Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya
No Alat Dan Bahan Kegunaan
.
1. Kompas Sebagai Alat penunjuk arah, penentuan strike
dan dip, penentuan slope dan arah
penggambaran.
2. Palu Geologi Sebagai alat untuk mengambil sampel
3. GPS Sebagai alat untuk menetukan titik koordinat
4. Kantong Sampel Sebagai tempat untuk menyimpan sampel
5. Karung Sebagai tempat untuk mengumpulkan sampel
yang telah diindentifikasi dan menyimpan
semua peralatan
6. Buku lapangan Sebagai tempat untuk menulis hasil identifikasi
batuan
7. Clipboard Sebagai pengalas
8. Roll meter Sebagai alat untuk mengukur panjang
singkapan batuan
9. ATK Sebagai alat tulis menulis
10. Komaparator Sebagai alat untuk menentukan ukuran butir
Batuan batuan
11. HCl 0,1 M Sebagai Bahan untuk menguji kandungan
karbonat

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari Kegiatan Fieldtrip Geologi Dasar ini agar mahasiswa
dapat lebih mengenal dan dapat mendeskripsikan jenis batuan pada

3
singkapan dan dapat menentukan strike dan dip pada singkapan
dilapangan serta dapat mengetahui kondisi geologi daerah Wolasi
sampai Torobulu.

4
BAB II
GEOLOGI REGIONAL

2.1 Geomorfologi Regional


Berdasarkan Relief, Ketinggian, Batuan Penyusunnya Dan Stadia
Wilayah, Kabupaten Konawe Selatan Secara Umum Dapat
Dikelompokkan Menjadi Empat Satuan Morfologi Yaitu :
1) Satuan Morfologi Pegunungan
Satuan Morfologi Pegunungan Melampar Dibagian Timur
Sekitar Pegunungan Laonti Dan Wolasi Dan Menempati ± 20% Dari
Luas Keseluruhan Daerah Penyelidikan, Dengan Ketinggian 300 M
Diatas Permukaan Laut. Secara Umum Satuan Morfologi Ini
Disusun Oleh Batuan Termalihkan Hanya Sebagian Kecil Disusun
Oleh Batuan Lainnya. Satuan Ini Tertutupi Oleh Vegetasi Yang
Sedang Hingga Lebat Dan Setempat Sebagian Lahan Perkebunan
Masyarakat.
2) Satuan Morfologi Perbukitan
Satuan Morfologi Perbukitan Tersebar Dibeberapa Daerah
Yaitu Daerah Palangga, Kolono, Konda, Landono Dan Setempat
Tinanggea Dan Menempati Sekitar 40% Dari Keseluruhan Luas
Daerah Konawe Selatan, Dengan Ketinggian Diatas 75 M Dari
Permukaan Air Laut.
Satuan Ini Secara Umum Tersusun Oleh Batuan Dari
“Malasa Sulawesi” Yang Tersebar Di Bagian Utara, Tengah Sampai
Di Selatan Daerah Ini Dan Sebagian Lainnya Disusun Oleh Batuan
Malih, Batu Gamping Dan Ultrabasa. Satuan Ini Tertutupi Oleh
Lahan Perkebunan Seperti Kakao, Cengkeh, Mente. Vanil Dan
Tanaman Lainnya Dan Sebagian Masih Merupakan Hutan Yang
Bervegetasi Sedang-Lebat.

5
3) Satuan Morfologi Kras
Satuan Morfologi Kras Tersebar Di Bagian Timur Yaitu
Daerah Moramo Pegunungan Kumi-Kumi Dan Menerus Di Teluk
Wawosunggu Dan Setempat Di Wolasi. Satuan Ini Berada Pada
Ketinggian ± 75m-500m Diatas Permukaan Air Laut. Pada Satuan
Ini Banyak Dijumpai Gua-Gua Kapur Dan Sungai Bawah Tanah
Serta Umumnya Tertutupi Oleh Tanaman Keras, Satuan Ini
Menempati Sekitar 15% Dari Keseluruhan Luas Daerah Konawe
Selatan.
4) Satuan Morfologi Pedataran
Satuan Morfologi Pedataran Tersebar Cukup Luas Dan
Melampar Disekitar Daerah Tinanggea, Pesisir Pantai, Kolono,
Roda, Landono, Palangga , Lainea, Konda Dan Ranomeeto.
Satuan Ini Menempati Sekitar 25% Dari Keseluruhan Luas Wilayah
Kabupaten Konawe Selatan Dengan Ketinggian Dibawah 75 M Dari
Permukaan Air Laut. Satuan Morfologi Pedataran Dimanfaatkan
Oleh Masyarakat Sebagai Lahan Persawahan, Pertambangan,
Perkebunan Dan Pemukiman.

2.2 Stratigrafi Regional


Berdasarkan Ciri Fisik Yang Dijumpai Di Lapangan Serta
Kesebandingan Yang Dilakukan Terhadap Peta Geologi Lembar Kolaka
Dan Peta Lembar Geologi Lasusua Kendari, Batuan Penyusun Daerah
Konawe Selatan Dapat Dikelompokkan Kedalam 9 Satuan Yang Terdiri
Dari Batuan Tua Ke Batuan Lebih Muda Adalah Sebagai Berikut :
1) Satuan Batupasir Malih
Satuan Batuan Ini Tersebar Dibeberapa Lokasi Di Daerah
Konawe Selatan Yaitu Daerah Boroboro, Wolasi, Kolono Dan
Sekitar Angata. Satuan Batupasir Malih Ini Terdiri Dari Batupasir
Termalihkan Dengan Berbagai Variasi, Ukuran Butir Yaitu Serpih
Hitam, Serpih Merah, Filit, Batu Sabak Dan Setempat Kwarsit.

6
Satuan Ini Telah Mengalami Tektonik Yang Sangat Kuat Dan
Berulang-Ulang. Hal Ini Diperlihatkan Dengan Keadaan Sekarang
Yaitu Umumnya Terlipat, Terkekarkan, Tersesarkan, Selain Itu
Hampir Seluruh Singkapan Yang Dijumpai Mengalami Perombakan
Yang Kuat. Berdasarkan Ciri Fisik Yang Dijumpai, Satuan Ini Dapat
Disebandingkan Dengan Formasi Meluhu Berumur Trias - Trias
Akhir, Satuan Ini Memiliki Ketebalan Tidak Kurang Dari 1000 M.
2) Satuan Batugamping Malih
 Satuan Batugamping Malih, Tersebar Di Bagian Tenggara
Dan Selatan Kabupaten Konawe Selatan Yaitu Di Sekitar Daerah
Moramo, Dan Kolono. Satuan Ini Didominasi Oleh Batugamping
Yang Termalihkan, Lemah, Selain Itu Satuan Ini Juga Disusun Oleh
Lempung Yang Tersilikatkan Dan Kalsilutit.
Satuan Batugamping Malih Secara Umum Telah Mengami
Deformasi Kuat, Sehingga Batuan Dari Satuan Ini Umumnya Telah
Tersesarkan Dan Terkekarkan. Berdasarkan Ciri Fisik Yang
Dijumpai Di Lapangan, Satuan Ini Dapat Disebandingkan Dengan
Formasi Laonti Yang Berumur Trias Akhir. Satuan Yang Memiliki
Ketebalan ± 500 M Ini Memiliki Hubungan Yang Saling Menjemari
Dengan Formasi Meluhu Sebanding Dari Satuan Batupasir Malih.
3)  Satuan Ultrabasa
    Satuan Ultrabasa Tersebar Dibagian Selatan Daerah
Konawe Selatan Yaitu Disekitar Daerah Torobulu, Moramo Dan
Daerah Trans Tinanggea Bagian Selatan. Satuan Ini Terdiri Dari
Peridotit, Dunit, Gabro, Basal Dan Serpentinit.
               Secara Umum Satuan Ultrabasa Ini Telah Mengalami
Pelapukan Yang Kuat, Sehingga Soil Di Sekitar Daerah Yang
Tersusun Oleh Batuan Ini Sangat Tebal. Batuan Ultrabasa Ini
Diperkirakan Merupakan Batuan Tertua Dan Alas Di Mandala
Sulawesi Timur Dan Diduga Berumur Kapur Awal.

7
Satuan Ini Bersentuhan Secara Tektonik Dengan Batuan
Mesozoikum Dan Paleogen Dan Secara Tak Selaras Tertindih Oleh
Batuan Sedimen Tipe Molasa Neogen Dan Kuarter
4) Satuan Konglomerat
               Satuan Ini Tersebar Pada Bagian Selatan Yaitu Di Sekitar
Tinanggea Bagian Selatan, Satuan Ini Terdiri Dari Konglomerat,
Batupasir, Lempung Dan Serpih. Satuan Konglomerat Menindih
Secara Tidak Selaras Satuan Batuan Yang Ada Di Bawahnya.
Berdasarkan Kesamaan Fisik Yang Dijumpai, Satuan Ini Dapat
Disebandingkan Dengan Formasi Langkowala, Plandua, Berumur
Miosan Akhir Hingga Pliosen, Dengan Memiliki Ketebalan
Berkisar  450 M.
5) Satuan Kalkarenit
               Satuan Ini Tersebar Di Bagian Selatan Daerah Konawe
Selatan Yaitu Disekitar Daerah Lapuko Dan Tinanggea. Satuan Ini
Terdiri Dari Kalkarenit, Batugamping, Koral, Batupasir Dan Napal.
               Berdasarkan Kesamaan Fisik Yang Dijumpai, Satuan Ini
Dapat Disebandingkan Dengan Formasi Emoiko Berumur Pliosen.
Satuan Ini Mempunyai Ketebalan Berkisar 200 M Dengan
Lingkungan Pengendapan Laut Dangkal Hingga Transisi.
6) Satuan Batulempung
               Satuan Tersebar Dibagian Selatan Daerah Konawe
Selatan Yaitu Disekitar Sebelah Selatan Lapuko, Yang Terdiri Dari
Lempung, Napal Pasiran Dan Batupasir. Satuan Ini Memiliki
Hubungan Yang Saling Menjemari Dengan Satuan Kalkarenit.
Berdasarkan Kesamaan Fisik Yang Dijumpai Di Lapangan, Satuan
Ini Dapat Disebandingkan Dengan Formasi Boipinang, Berumur
Pliosen. Satuan Ini Memiliki Ketebalan Berkisar 150 M Dengan
Lingkungan Pengendapan Transisi Hingga Laut Dangkal.

8
7)  Satuan Batupasir
Satuan Ini Tersebar Dibagian Selatan Daerah Konawe Selatan
Yaitu Disekitar Daerah Palangga, Tinanggea Dan Motaha. Satuan
Ini Terdiri Dari Batupasir, Konglomerat Dan Lempung.
Berdasarkan Kesamaan Fisik Yang Dijumpai Di Lapangan, Satuan
Ini Dapat Disebandingkan Dengan Formasi Alangga, Yang
Berumur Pliosen. Satuan Ini Memiliki Ketebalan Berkisar 250 M
Dengan Lingkungan Pengendapan Darat Hingga Transisi Dan
Menindih Secara Tak Selaras Semua Batu-Batuan Yang Berada
Dibawahnya.
8)  Satuan Batugamping Koral
Satuan Ini Tersebar Dibagian Selatan Daerah Konawe Selatan
Yaitu Disekitar Daerah Torobulu. Satuan Ini Terdiri Dari
Batugamping Koral, Dan Batugamping Pasiran Memiliki Ketebalan
Berkisar 100 M. Berdasarkan Kesamaan Fisik Yang Dijumpai Di
Lapangan Maka Satuan Ini Dapat Disebandingkan Dengan Formasi
Buara. Berumur Pliosen Hingga Holosen Dengan Lingkungan
Pengendapan Laut Dangkal. Satuan Ini Memiliki Hubungan Yang
Menjemari Dengan Satuan Batupasir Dan Menindih Secara Tidak
Selaras Satuan Batuan Yang Berada Dibawahnya.
9)  Satuan Aluvial
 Satuan Ini Tersebar Disekitar Aliran Sungai Besar, Pantai Dan
Rawa Di Daerah Konawe Selatan. Endapan Aluvial Yang Ada
Merupakan Endapan Sungai, Pantai Dan Rawa, Berupa Kerikil,
Kerakal, Pasir, Lempung Dan Lumpur. Endapan Alluvial Merupakan
Satuan Batuan Penyusun Yang Paling Muda Dan Menindih Secara
Tidak Selaras Seluruh Batuan Yang Berada Dibawahnya Berumur
Resen Dengan Ketebalan Tidak Lebih Dari 20 Meter.

9
2.3 Struktur Regional
 Daerah Ini Tidak Dapat Dipisahkan Dengan Proses Tektonik Yang
Telah Dan Mungkin Masih Berlangsung Di Daerah Ini, Dimana
Diperlihatkan Oleh Kondisi Batuan Terutama Oleh Batuan Yang Berumur
Pra Tersier Yang Umumnya Telah Mengalami Perlipatan Dan
Perombakan Yang Cukup Kuat Dan Berulang-Ulang.
 Struktur Geologi Yang Dijumpai Di Daerah Konawe Selatan, Meliputi
Lipatan, Kekar Dan Sesar. Lipatan Dapat Dijumpai Dibeberapa Tempat
Dimana Batupasir Malih Tersingkap, Namun Sangat Sulit Untuk
Menentukan Arah Sumbu Lipatannya Karena Telah Terombakkan.
       Kekar Dijumpai Hampir Seluruh Satuan Batuan Penyusun
Daerah Ini, Kecuali Alluvium Dan Batuan Kelompok Batuan Molasa Yang
Tidak Terkonsolidasi Dengan Baik. Sesar Utama Yang Terjadi Di Daerah
Ini Dapat Dijumpai Di Daerah Kolono, Yang Mana Sesar Kolono Ini
Hampir Memotong Seluruh Batuan Kecuali Aluvial.

2.4 Geologi Lokal Daerah Wolasi, Laeya Dan Torobulu


Wolasi Menempati ± 30% Dari Luas Keseluruhan Daerah
Penyelidikan, Dengan Ketinggian 300 M Diatas Permukaan Laut. Secara
Umum Satuan Morfologi Ini Disusun Oleh Batuan Termalihkan Hanya
Sebagian Kecil Disusun Oleh Batuan Lainnya. Satuan Ini Tertutupi Oleh
Vegetasi Yang Sedang Hingga Lebat Dan Setempat Sebagian Lahan
Perkebunan Masyarakat.
Laeya menempati kurang lebih 30% dari luas keseluruhan daerah
penyelidikan, dengan ketinggian kurang dari 100 meter diatas permukaan
laut. Di daerah ini dijumpai satuan batuan yang tersebar yakni satuan
batuan pasir malih yang terdiri dari batu pasir termalihkan dengan
berbagai variasi. Satuan ini telah mengalami tektonik yang berulang, tata
guna lahan yang dijumpai adalah perkebunan dan dijumpai singkapan
batuan selaras dengan daerah disekitarnya

10
Torobulu menempati kurang lebih 40% dari luas keseluruhan
daerah penyelidikan, dengan ketinggian kurang lebih 100 meter diatas
permukaan laut. Secara Umum satuan morfologi pedataran tersebar di
daerah ini. satuan morfologi pedataran dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai lahan pertambangan, perkebunan dan permukiman. satuan
utrabasa juga tersebar di daerah ini yang berarti adanya pelapukan kuat,
sehingga soil didekitar daerah yang tersusun oleh batuan ini sangat tebal.

11
BAB III
LANDASAN TEORI

3.1 Batuan
Batuan merupakan kumpulan mineral yang telah membeku. Batuan
juga merupakan elemen kulit bumi yang menyediakan mineral-mineral
anorganik melalui proses pelapukan dan menghasilkan tanah. Batuan
mempunyai komposisi mineral, sifat-sifat fisik, dan umur yang bermacam-
macam. Umumnya batuan merupakan gabungan dari dua mineral atau
lebih. Mineral adalah suatu zat anorganik yang mempunyai komposisi
kimia dan struktur atom tertentu. Jumlah mineral sangat banyak  jenisnya
ditambah dengan jenis kombinasinya. Batuan terbagi menjadi tiga jenis
yaitu :
A) Batuan Beku
Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, “api”)
adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan
mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah
permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas
permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik).
Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun
batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya,
proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut:
kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan komposisi.
Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian
besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi.
Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal
utama, yaitu kritalinitas, Granularitas dan Bentuk Kristal. Mari kita bahas
ketiga hal penting tersebut satu persatu.

12
1. Kristalinitas
Kristalinitas merupakan derajat kristalisasi dari suatu batuan
beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam
fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang
berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga
dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma. Apabila
magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya
kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka
kristalnya akan halus, akan tetapi jika pendinginannya berlangsung
dengan cepat sekali maka kristalnya berbentuk amorf. Dalam
pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:

 Holokristalin adalah batuan beku dimana semuanya tersusun


oleh kristal. Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan
plutonik, yaitu mikrokristalin yang telah membeku di dekat
permukaan.
 Hipokristalin adalah apabila sebagian batuan terdiri dari massa
gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
 Holohialin adalah batuan beku yang semuanya tersusun dari
massa gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava
(obsidian), dike dan sill, atau sebagai fasies yang lebih kecil dari
tubuh batuan.
2. Granularitas
Granularitas dapat diartikan sebagai besar butir (ukuran)
pada batuan beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur
ukuran butir, yaitu:
a. Fanerik atau fanerokristalin, Besar kristal-kristal dari
golongan ini dapat dibedakan satu sama lain secara
megaskopis dengan mata telanjang. Kristal-kristal jenis
fanerik ini dapat dibedakan menjadi:

13
 Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
 Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5
mm.
 Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.
 Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih
dari 30 mm.

b. Afanitik, Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak bisa dibedakan


dengan mata telanjang sehingga diperlukan bantuan mikroskop.
Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh kristal, gelas
atau keduanya. 
Dalam analisis mikroskopis dibedakan menjadi tiga yaitu :

 Mikrokristalin, Jika mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati


dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 –
0,01 mm.
 Kriptokristalin, jika mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil
untuk diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran
butiran berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.
 Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.

3. Bentuk Kristal
Bentuk kristal merupakan sifat dari suatu kristal dalam
batuan, jadi bukan sifat batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari
pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:

 Euhedral, jika batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang
kristal.
 Subhedral, jika sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat
lagi.
 Anhedral, jika mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.

14
 Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk
kristal, yaitu:
 Equidimensional, jika bentuk kristal ketiga dimensinya sama
panjang.
 Tabular, jika bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu
dimensi yang lain.
 Prismitik, jika bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua
dimensi yang lain.
 Irregular, jika bentuk kristal tidak teratur.

4. Hubungan Antar Kristal


Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi diartikan
sebagai hubungan antara kristal atau mineral yang satu dengan
yang lain dalam suatu batuan. hubungan antar kritak dapat dibagi
menjadi beberapa jenis antara lain sebagai berikut :

 Equigranular, yaitu jika secara relatif ukuran kristalnya yang


membentuk batuan berukuran sama besar. Berdasarkan
keidealan kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi menjadi
tiga, yaitu:
 Panidiomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-
mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang euhedral.
 Hipidiomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-
mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang subhedral.
 Allotriomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-
mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang anhedral.
 Inequigranular, yaitu jika ukuran butir kristalnya sebagai
pembentuk batuan tidak sama besar. Mineral yang besar
disebut fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau matrik
yang bisa berupa mineral atau gelas.

15
Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat di
lapangan saja, misalnya:

1. Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari
batuan vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.
2. Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-
kekar yang tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran.
Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada contoh-contoh
batuan (hand speciment sample), yaitu:
3. Masif, yaitu jika tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas
(tidak menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak
menunjukkan adanya fragmen lain yang tertanam dalam tubuh
batuan beku.
4. Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan
oleh keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-
lubang tersebut menunjukkan arah yang teratur.
5. Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi
lubang-lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak
teratur.
6. Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi
oleh mineral-mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau
karbonat.
7. Xenolit, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya
fragmen/pecahan batuan lain yang masuk dalam batuan yang
mengintrusi.

Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif),


sedangkan struktur-struktur yang ada pada batuan beku dibentuk
oleh kekar (joint) atau rekahan (fracture) dan pembekuan magma,
misalnya: columnar joint (kekar tiang), dan sheeting joint (kekar
berlembar).

16
Cara menentukan kandungan mineral pada batuan beku,
dapat dilakukan dengan menggunakan indeks warna dari batuan
kristal. Berdasarkan warna mineral sebagai penyusun batuan beku
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu mineral Felsik dan Mineral
Mafik.

 Mineral felsik, merupakan mineral yang berwarna terang,


terutama terdiri dari mineral kwarsa, feldspar, feldspatoid dan
muskovit.
 Mineral mafik, merupakan mineral yang berwarna gelap,
terutama biotit, piroksen, amphibol dan olivin.

Berdasarkan cara terjadinya, kadungan SiO2 dan indeks


warna batuan beku dapat diklasifikan. Sehingga dapat ditentukan
nama batuan yang berbeda-beda meskipun dalam jenis batuan
yang sama.
Menurut Rosenbusch (1877-1976) Klasifikasi batuan beku
berdasarkan cara terjadinya dapat dibagi menjadi sebagai berikut :

 Effusive rock, merupakan batuan beku yang terbentuk di


permukaan.
 Dike rock, merupakan batuan beku yang terbentuk dekat
permukaan.
 Deep seated rock, merupakan batuan beku yang jauh di dalam
bumi. Oleh W.T. Huang (1962), jenis batuan ini disebut plutonik,
sedang batuan effusive disebut batuan vulkanik.

Klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan SiO2 (C.L.


Hugnes, 1962), antara lain :

 Batuan beku asam, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2


lebih dari 66%. Contohnya adalah riolit.

17
 Batuan beku intermediate, batuan beku yang memiliki kandungan
SiO2 antara 52% – 66%. Contohnya adalah dasit.
 Batuan beku basa, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2
antara 45% – 52%. Contohnya adalah andesit.
 Batuan beku ultrabasa, batuan beku yang memiliki kandungan
SiO2 kurang dari 45%. Contohnya adalah basalt.

Sedangkan klasifikasi batuan beku berdasarkan indeks warna


menurut S.J. Ellis (1948) antara lain sebagai berikut :

 Batuan beku Holofelsic, batuan beku dengan indeks warna kurang


dari 10%.
 Batuan beku Felsic, batuan beku dengan indeks warna 10%
sampai 40%.
 Batuan beku Mafelsic, batuan beku dengan indeks warna 40%
sampai 70%.
 Batuan Beku Mafik, batuan beku dengan indeks warna lebih dari
70%.

B) Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil
pemadatan endapan yang berupa bahan lepas.  Menurut
( Pettijohn, 1975 ) batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk
dari akumulasi material hasil perombakan batuan yang sudah ada
sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun organisme, yang di
endapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang kemudian
mengalami pembatuan. Menurut Tucker (1991), 70 % batuan di
permukaan bumi berupa batuan sedimen. Tetapi batuan itu hanya
2 % dari volume seluruh kerak bumi. Ini berarti batuan sedimen
tersebar sangat luas di permukaan bumi, tetapi ketebalannya relatif

18
tipis. Batuan sedimen terbagia menjadi dua berdasarkan atas
asalnya :
1) Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen klastik merupakan batuan sedimen yang
terbentuk dari pengendapan kembali detritus atau pecahan batuan
asal. Batuan asal dapat berupa batuan beku, metamorf dan
sedimen itu sendiri. Batuan sedimen diendapkan dengan proses
mekanis, terbagi dalam dua golongan besar dan pembagian ini
berdasarkan ukuran besar butirnya.
2) Batuan Sedimen Non-Klastik
Batuan sedimen Non-Klastik merupakan batuan sedimen
yang terbentuk sebagai hasil penguapan suatu larutan, atau
pengendapan material di tempat itu juga (insitu).

Tekstur batuan sedimen yaitu :


a. Ukuran butir
Dalam pemerian ukuran butir digunakan pedoman ukuran
dari “Skala Wentworth” yaitu :
Tabel 3.1 Klasifikasi besar butir menggunakan Skala Wenworth

19
b. Sortasi atau Derajat Pemilahan
Derajat pemilahan adalah tingkat keseragaman dari butiran
pembentuk batuan pembentuk batuan sedimen. Derajad
pemilahan inipun hanya dapat diamati secara megaskopis pada
batuan yang bertekstur kasar. Tingkat-tingkat dalam derajad
pemilahan ini adalah :
  Pemilahan baik    (well sorted)
 Pemilahan sedang (moderately sorted)
 Pemilahan buruk  (poorly sorted)

Gambar 3.1.1 Jenis-jenis Sortasi

c. Derajat Pembundaran (Roundness)


Yaitu nilai membulat/meruncingnya fragmen pembentuk
batuan sedimen, dimana untuk ini diberikan 5 kategori, yaitu:
1. Angular    (menyudut)
2. Sub-Angular (menyudut tanggung)
3. Sub-Rounded (membulat tanggung)
4. Rounded  (membulat)
5. Well Rounded     (membulat baik)

Kebundaran/roundness: menyatakan kebundaran atau


ketajaman sudut butiran, yang mencerminkan tingkat abrasi selama
transportasi.
 Merupakan sifat permukaan dari butiran
 Disebabkan oleh pengaruh transport terhadap butiran

20
Gambar 3.1.2 Jenis-jenis Derajat kebundaran

d. Kemas (Fabric)
Kemas/fabric merupakan sifat hubungan antar butir
sebagai fungsi orientasi butir dan packing, secara umum dapat
memberikan gambaran tentang arah aliran dalam sedimentasi
serta keadaan porositas dan permeabilitas batuan. Di dalam
batuan sedimen klastik dikenal dua macam kemas, yaitu:
  Kemas Terbuka, Butiran tidak saling bersentuhan
(mengambang di dalam matrik).
 Kemas Tertutup, Butiran saling bersentuhan satu sama lain.

Gambar 3.1.3 Jenis-jenis Kemas

21
Struktur batuan sedimen:
Macam-macam struktur:
1. Masif, Bila tidak menunjukkan struktur dalam atau ketebalan
lebih dari 120 cm.
2. Perlapisan sejajar, Bila bidang perlapisan saling sejajar.
Ketebalannya lebih dari 1 cm
3. Laminasi, Perlapisan sejajar yang ukuran atau ketebalannya
lebih kecil dari 1 cm. Terbentuk dari suspensi tanpa adanya
mekanik.
4. Perlapisan pilihan (graded bedding), Bila perlapisan disusun
atas butiran yang berubah teratur dari halus ke kasar pada
arah vertikal, terbentuk pada arus pekat.
5. Perlapisan silang siur, Perlapisan yang membentuk sudut
terhadap bidang lapisan yang berada di atas atau di bawah
dan dipisahkan oleh bidang erosi, terbentuk intensitas arus
yang berubah-ubah.

C. Batuan Metamorf
Batuan metamorf atau batuan malihan ini merupakan sekelompok
batuan yang merupakan hasil dari ubahan atau transformasi dari suatu
tipe batuan yang sudah ada sebelumnya (protolith)oleh suatu proses yang
disebut dengan metamorfosis atau mengalami perubahan bentuk.
Batuan metamorf ini mempunyai kegunaan sangat penting bagi
manuasia. Melalui penelitian yang dilakukan pada batuan metamorf ini
dapat diperoleh informasi yang sangat penting mengenai suhu dan juga
tekanan yang terjadi jauh di dalam permukaan bumi. Namun saat ini
batuan metamorf telah banyak yang tersingkap di permukaan bumi
dikarenakan adanya erosi tanah dan juga pengangkatan.
Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf
dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non
foliasi. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral

22
penyusun batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak
memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan
metamorf.

Struktur Foliasi
a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral
pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral
granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral
pipih.
c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan
kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral
dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.

Struktur Non Foliasi


a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran
mineral relatif seragam.
b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya
penghancuran terhadap batuan asal.
c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya
orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya
halus.
d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan
permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar
dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal
berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari
butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.

23
g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya
mempunyai ukuran beragam.
h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang
berbentuk jarus atau fibrous.

Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara


tipikal penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik.
Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran
seragam disebut dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih
mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih
besar tersebut dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam
pemeriksaan sekilas, mungkin membingungkan dengan fenokris (pada
batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat
mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik. Pengujian
mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran dari
material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya
dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling
sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat
diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih
cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya.
Termasuk material yang menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau
penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti
skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast atau
poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan
metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa
atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German
untuk “mata”), dan umumnya hasil dari kataklastik (penghancuran,
pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik.
Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.

24
Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur
batuan asal sudah tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan
kenampakan yang sama sekali baru. Dalam penamaannya
menggunakan akhiran kata –blastik. Berbagai kenampakan tekstur
batuan metamorf dapat dilihat pada Gambar 3.13.
a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan
beku), hanya kristal besarnya disebut porfiroblast.
b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir
mineral seragam.
c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan
mineral saling sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya
mineral-mineral prismatik yang sejajar dan terarah.
e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral
berbentuk euhedral.
f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun
mineralnya berbentuk anhedral.
 
Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa
dari batuan asal masih bisa diamati. Dalam penamaannya
menggunakan awalan kata –blasto.
a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal
yang porfiritik.
b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal
sedimen yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir.
c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya
ukuran butirnya sama dengan pasir.
d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal
sedimen yang ukuran butirnya lempung.

25
3.2 Geomorfologi
Geomorfologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari tentang
bentuk alam dan proses yang membentuknya. Para ahli geomorfologi
mencoba untuk memahami kenapa sebuah bentang alam terlihat seperti
itu, untuk memahami sejarah dan dinamika bentang alam, dan
memprediksikan perubahan pada masa depan dengan menggunakan
kombinasi pengamatan lapangan, percobaan dan modeling. Geomorfologi
dipejari di geografi, geologi, geodesi, archaeology, dan teknik kebumian.
Ditinjau dari asal bahasa, geomorfologi terdiri dari tiga kata, yaitu geos,
morphos, dan logos. Geos berarti bumi, morphos berarti bentuk, dan logos
berarti ilmu. Sehingga geomorfologi dimengerti sebagai ilmu yang
mempelajari bentuk permukaan bumi.

A. Bentang Alam
Bentang alam adalah pemandangan alam atau daerah dengan
aneka ragam bentuk permukaan bumi yang sekaligus merupakan suatu
kesatuan. Bentang alam merupakan suatu unit geomorfologis yang
dikategorikan berdasarkan karakteristik seperti elevasi, kelandaian,
orientasi, stratifikasi, paparan batuan, dan jenis tanah. Jenis-jenis
bentang alam antara lain adalah bukit, lembah, tanjung, dan lain-lain,
sedangkan samudera dan benua adalah contoh jenis bentang alam
tingkat tertinggi. Beberapa faktor, mulai dari lempeng tektonik hingga
erosi dan deposisi dapat membentuk dan mempengaruhi bentang alam.
Faktor biologi dapat pula mempengaruhi bentang alam, contohnya
adalah peranan tumbuh-tumbuhan dan ganggang dalam pembentukan
rawa serta terumbu karang. Istilah - istilah bentang alam tidak hanya
dibatasi bagi bentukan dipermukaan bumi, melainkan dapat pula
digunakan pada permukaan planet dan obyek-obyek lain di alam
semesta. Bentang alam sering disebut juga dengan kenampakan alam.
 

26
Bentang alam (landform) permukaan bumi menurut Van Zuldam
(1979), diklasifikasikan berdasarkan asal terbentuknya atau genesisnya
dibagi menjadi :

1. Bentang alam alluvial


2. Bentang alam struktural
3. Bentang alam kars
4. Bentang alam eolian
5. Bentang alam laut dan pantai
6. Bentang alam vulkanik

          A. Bentang Alam  Alluvial

Gambar 3.2.1 Bentang alam alluvial


Bentang alam alluvial adalah bentang alam yang terbentuk dari proses
yang berkaitan dengan air permukaan/aliran sungai (proses fluvial).
Sungai itu sendiri dapat dibedakan berdasar keberadaan saluran yang
tetap menjadi :
a. Stream; aliran sungai belum memiliki saluran yang tetap (masih dapat
berpindah).
b. River; aliran sungai telah memiliki saluran yang permanen.

27
Sungai dapat diklasifikasikan kembali berdasarkan stadium erosinya
menjadi :
a. Sungai muda; bercirikan erosi vertical efektif, relative lurus dan
mengalir di atas batuan induk, tidak terjadi sedimentasi, dan
penampang berbentuk V.
b. Sungai dewasa; bercirikan erosi lateral efektif dan relatif kecil,
terdapatnya cabang-cabang sungai dan penampang berbentuk U.
c. Sungai tua; bercirikan erosi lateral sangat efektif dengan aliran berliku-
liku (meander), anak sungai relatif lebih banyak dibandingka dengan
sungai dewasa.
Proses fluvial adalah suatu proses baik kimia maupun fisika yang
menyebabkan perubahan bentang alam/bentuk permukaan bumi karena
pengaruh air permukaan. Proses fluvial dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Erosi; proses terkikisnya batuan (abrasi, korosi, coring, scouring)
b. Transportasi; proses terangkutnya material-material hasil erosi.
c. Sedimentasi; proses terendapnya material hasil erosi yang telah
mengalami proses transportasi.
Proses transportasi dan sedimentasi sangat dipengaruhi oleh faktor
kekentalan, kepekatan dan kecepatan aliran sungai.

        B. Bentang alam Struktural

Gambar 3.2.2 Bentang alam struktural


Bentang alam struktural merupakan kenampakan morfologi yang
pembentukannya dikontrol sepenuhnya oleh struktur geologi daerah yang

28
bersangkutan. struktur yangg dominan merupakan struktur sekunder, atau
struktur yg terbentuk setelah batuannya ada.

C. Bentang Alam Karst

Gambar 3.2.3 Bentang alam karst


Karst adalah istilah dalam bahasa Jerman yang diambil dari istilah
Slovenian kuno yang berarti topografi hasil pelarutan (solution topography)
(Blomm,1979). Menurut Jenning (1971, dalam Blomm 197), topografi karst
didefinisikan sebagai lahan dengan relief dan pola penyaluran yang aneh,
berkembang pada batuan yang mudah larut (memiliki derajat kelarutan
yang tinggi) pada air alam dan dijumpai pada semua tempat pada lahan
tersebut. Flint dan Skinner (1977) mendefinisikan topography karst
sebagai daerah yang berbatuan yang mudah larut dengan surupan (sink)
dan gua yang berkombinasi membentukk topografi yang aneh (peculiar
topography) dan dicirikan oleh adanya lembah kecil, penyaluran tidak
teratur, aliran sungai secara tiba-tiba masuk kedalam tanah meninggalkan
lembah kering dan muncul sebagai mata air yang besar.
Berdasarkan kedua definisi diatas maka dapat ditetapkan suatu
pengertian tentang topografi karst yaitu : “Suatu topografi yang terbentuk
pada daerah dengan litologi berupa batuan yang mudah larut,
menunjukkan relief yang khas, penyaluran yang tidak teratur, aliran
sungainya secara tiba-tiba masuk kedalam tanah dan meninggalkan
lembah kering untuk kemudian keluar ditempat lain sebagai mata air yang
besar”.Dari sebaran batugamping yang ada, Indonesia merupakan

29
wilayah yang potensial sebagai kawasan kars. Dari kondisi geologinya
Indonesia kaya akan batugamping. Tetapi tidak semua batugamping yang
ada diwilayah Indonesia dapat berkembang menjadi bentang alam kars
    D. Bentang Alam Eolian

Gambar 3.2.4 Bentang alam eolian


Bentang alam eolian adalah bentang alam yang terbentuk sebagai
pengaruh dari angin. Dalam hal ini, bentang alam eolian akan lebih terlihat
di daerah gurun (gurun pasir) karena sedikitnya faktor penghalang dan
ketiadaan faktor pengikat oleh material-material bebas. Di daerah ini,
proses pembentukan yang terjadi pada umumnya meliputi proses
pengikisan oleh angin dan proses sedimentasi. Proses sedimentasi
(pengendapan) oleh angin ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
·         Dune; merupakan bukit yang terbentuk sebagai hasil dari timbunan
pasir oleh hembusan angin. Dune akan sangat dipengaruhi oleh kuatnya
hembusan dan kecepatan angin, bentuk dari permukaan dan adanya
rintangan. Dune memiliki berbagai macam tipe, yaitu :
a. Star dune; dune dengan banyak punggung bukit pasir ridge yang
bertemu pada satu titik.
b. Transverse dune; dune yang terbentuk di sepanjang jejak angin.
c. Barchan; bukit pasir lengkung bertanduk.
d. Loess; merupakan daerah yang luas yang tertutup oleh material-
material halus.

30
E. Bentang alam Laut dan Pantai

Gambar 3.2.5 Bentang alam laut dan pantai


Wilayah pantai, seperti juga wilayah-wilayah lain di bumi, terbentuk
oleh berbagai proses geologi yaitu proses endogen yang diprakarsai oleh
proses yang terjadi dari dalam bumi, dan proses exogen yang dimotori
oleh kegiatan dari luar bumi.Proses endogen bermula dari gerak-gerak
daari dalam bumi seperti gempa bumi, letusan gunungapi; proses tersebut
membentuk benua, lautan, deretan pegunungan, dsb. Proses exogen
diprakarsai oleh pancaran sinar matahari, kegiatan atmosfir tanah, erosi
oleh air/angin/es, transport sediment, dan sedimentasi di berbagai tempat.

      F.     Bentang Alam Vulkanik


Bentang alam vulkanik adalah bentang alam yang terbentuk
sebagai akibat dari proses atau kegiatan vulkanisme/gunung berapi.
Vulkanisme dibagi dalam menjadi tiga macam :
a. Vulkanisme letusan; vulkanisme pada magma yang bersifat basa dan
kental. Memiliki karakteristik letusan yang kuat dan umumnya
menghasilkan material piroklastik serta membentuk gunung api terjal.
b. Vulkanisme lelehan; vulkanisme pada magma asam dan bersifat
encer, dimana vulkanisme ini memiliki letusan yang lemah.
Vulkanisme jenis ini akan membentuk gunung api jenis perisai.
c. Vulkanisme campuran; vulkanisme pada magma intermediate,
umumnya membentuk gunung api strato.

31
   Gunung api dapat dibedakan berdasarkan tipe erupsinya menjadi :
a. Tipe Hawaii (perisai); tipe gunung ini memiliki tipe vulkanisme
lelehan dengan bentuk kubah yang relatif landai, umumnya tedapat
kaldera.
b. Tipe Krakatau; memiliki tipe vulkanisme lelehan dan letusan.
c. Tipe Pelee; memiliki tipe vulkanisme letusan dengan bentuk
bentang gunung kerucut.

Gambar 3.2.6 Jenis-jenis Gunung Api


B. Sungai
Sungai merupakan bagian permukaan bumi yang letaknya lebih
rendah daripada permukaan tanah di sekitarnya dan menjadi media alir air
menuju laut, danau atau rawa. Sungai menjadi bagian yang sulit
dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Sungai tidak hanya terdapat di
pedesaan namun terdapat juga di area kota. Secara umum, aliran sungai
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian hulu, bagian tengah, dan bagian
hilir. Masing-masing bagian sungai tersebut memiliki ciri tersendiri yang
membedakan ketiganya. Bagian- bagian Sungai yaitu:

32
1. Bagian Hulu
Sungai pada bagian hulu biasanya memiliki arus yang kuat akibat
lereng yang curam. Karena arus yang kuat, pengikisan yang umum terjadi
adalah pengikisan pada dasar sungai.
2. Bagian Tengah
Di bagian tengah, kekuatan arus mulai berkurang karena
kecuraman lereng mulai berkurang pula. Badan sungai mulai melebar dan
berkelok sehingga arus juga melambat.
3. Bagian Hilir
Di bagian hilir, kekuatan arus sudah sangat pelan. Badan sungai
juga semakin lebar dibandingkan bagian-bagian sungai yang lainnya.
Aliran sungai juga lemah dan membuat bentuk sungai berbentuk berkelok-
kelok. Kelokan sungai sering berpindah-pindah sehingga terdapat aliran
sungai yang terpotong dan membentuk cekungan air yang berbentuk tapal
kuda.

Sungai merupakan bagian di permukaan bumi yang menjadi tempat


berkumpulnya air dan air tersebut kemudian mengalir ke tempat yang
lebih rendah. Air tersebut mengalir dan membentuk saluran. Awalnya,
saluran tersebut hanya berukuran kecil. Akan tetapi, setelah berjalan
mengalir ke bagian lain, air tersebut akan mengikis area-area yang
dilewatinya. Saluran air tersebut akan menimbulkan dampak-dampak
seperti pengikisan, pengangkutan, penimbunan, dan pengendapan.
Proses-proses tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kemiringan
sungai, volume atau jumlah air dan kecepatan alirnya. Kemiringan yang
lebih curam mengakibatkan tingkat pengangkutan dan pengikisan yang
lebih tinggi.

Berdasarkan kondisi aliran airnya, sungai dapat dibedakan menjadi


tiga jenis sebagai berikut :

33
1. Sungai permanen, yakni sungai yang sepanjang tahun debit aliran
airnya relatif tetap. Jenis-jenis ini biasa dimanfaatkan untuk sarana
transportasi. Contohnya sungai-sungai di Kalimantan, Sumatra, dan
Papua.
2. Sungai periodik, yaitu sungai yang aliran airnya sepanjang tahun tidak
tetap, di musim penghujan banyak airnya, sedangkan di musim
kemarau sedikit airnya. Contohnya sungai-sungai di Pulau Jawa.
3. Sungai episodik atau sungai euphimeral, yaitu sungai yang hanya berair
di musim hujan, sedangkan di musim kemarau sangat sedikit bahkan
sampai kering. Contoh sungai-sungai di Nusa Tenggara Timur.

Berdasarkan sumber airnya sungai-sungai dibedakan menjadi tiga


jenis yaitu sebagai berikut.
1. Sungai hujan, yaitu sungai yang sumber airnya berasal dari curah
hujan baik secara langsung atau melalui mata air yang tersimpan di
dalam tanah pada saat hujan berlangsung. Sebagian besar sungai-
sungai di Indonesia adalah sungai hujan.
2. Sungai gletser, yaitu sungai yang sumber airnya berasal dari pencairan
salju yang terdapat di daerah lintang tinggi atau di pegunungan tinggi
yang tertutup oleh salju. Contoh di Indonesia terdapat di sekitar
Puncak Jayawijaya.
3. Sungai campuran, yaitu sungai yang sumber airnya berasal dari air
hujan dan pencairan salju atau es.

Aliran sungai akan menyusun pola tertentu yang disebut pola aliran
sungai.  Pola aliran sungai dapat digolongkan menjadi tujuh macam, yaitu
sebagai berikut.
1. Pola Dendritis, yaitu pola aliran sungai yang dicirikan oleh anak-anak
sungainya yang bermuara ke sungai induk secara tidak teratur.
2. Pola Sentripetal (memusat), yaitu pola aliran sungai yang memusat
pada suatu cekungan atau kawah.

34
3. Pola Sentrifugal (radial), yaitu pola aliran sungai yang tersebar dari
suatu puncak, seperti di daerah gunungapi dan perbukitan.
4. Pola Trellis, yaitu pola aliran sungai yang paralel dengan anak-anak
sungainya bergabung secara tegak pada sungai induk.
5. Pola Rektangular, yaitu pola aliran sungai yang dicirikan dengan
sungai induk dan anak-anak sungainya membentuk sudut 90º.
6. Pola Annular, yaitu pola aliran sungai yang bentuknya melingkar
(domes).
7. Pola Pinnate, yaitu pola aliran sungai di mana anak-anak sungainya
bermuara ke sungai induk membentuk sudut yang lancip.

Gambar 3.2.7 Jenis-jenis Pola Aliran Sungai

35
3.3.Struktur Geologi
A. Lipatan
Lipatan adalah deformasi lapisan batuan yang terjadi akibat dari
gaya tegasan sehingga batuan bergerak dari kedudukan semula
membentuk lengkungan. Berdasarkan bentuk lengkungannya lipatan
dapat dibagi dua, yaitu a). Lipatan Sinklin adalah bentuk lipatan yang
cekung ke arah atas, sedangkan lipatan antiklin adalah lipatan yang
cembung ke arah atas.
Berdasarkan kedudukan garis sumbu dan bentuknya, lipatan dapat
dikelompokkan menjadi :

1. Lipatan Paralel adalah lipatan dengan ketebalan lapisan yang


tetap.
2. Lipatan Similar adalah lipatan dengan jarak lapisan sejajar dengan
sumbu utama.
3. Lipatan Harmonik atau disharmonik adalah lipatan berdasarkan
menerus atau tidaknya sumbu utama.
4. Lipatan Ptigmatik adalah lipatan terbalik terhadap sumbunya
5. Lipatan Chevron adalah lipatan bersudut dengan bidang planar
6. Lipatan isoklin adalah lipatan dengan sayap sejajar
7. Lipatan Klin Bands adalah lipatan bersudut tajam yang dibatasi
oleh permukaan planar.

Disamping lipatan tersebut diatas, dijumpai juga berbagai jenis


lipatan, seperti Lipatan Seretan (Drag folds) adalah lipatan yang
terbentuk sebagai akibat seretan suatu sesar.

B. kekar
Kekar merupakan struktur rekahan yang terdapat pada batuan,
tetapi tidak memperlihatkan atau menunjukan adanya pergeseran.
Selain itu, kekar juga dapat dikatakan sebagai bagian permukaan atau
bidang yang memisahkan batuan namun sepanjang bidang tersebut

36
belum pernah terjadi pergeseran. Selain bidang datar, kekar juga dapat
berupa bidang lengkung. Secara umum, kekar dapat dicirikan oleh:

 Pemotongan pada bidang perlapisan batuan.


 Terdiri atas mineral lain (mineralisasi) seperti kuarsa, kalsit dan lain
sebagainya.
 Penampakan dari breksiasi.

Secara geometri, kekar dibagi menjadi:

 Kekar jurus (strike joints), jika arah jurus kekar sejajar atau hampir
sejajar dengan jurus bidang lapisan batuan sedimen, struktur
gneissic gneiss, dan struktur sekis.
 Kekar turun (dip joints), jika arah jurus bidang kekar sejajar atau
hampir sejajar dengan arah dari dip pada lapisan batuan, dip struktur
gneissic atau schistosity.
 Oblique (diagonal joint), jika arah jurus bidang kekar berada di
antara jurus dan arah dip batuan yang bersangkutan.
 Bedding joint, jika bidang kekar sejajar dengan lapisan batuan
sedimen.

Berdasarkan genesisnya, kekar dibedakan menjadi:

1. Kekar Kolom

Biasanya terdapat pada batu basalt namun terkadang terdapat juga


pada batuan beku jenis lainnya. Kolom – kolom yang terdapat pada
kekar ini berkembang secara tegak lurus pada permukaan pendinginan.
Oleh karena itu, pada sill atau aliran tersebut akan berdiri secara
vertikal sedangkan pada bagian dike berada pada posisi horizontal.

37
2. Kekar Tarik (tension joint)

Jika bidang kekar berada tegak lurus terhadap arah gaya tarik yang
bekerja pada batuan. Ciri-ciri yang ada di lapangan yaitu:

 Selalu dalam keadaan terbuka.


 Bidang kekar tidak rata.
 Pola tidak beratur, jika teratur biasanya akan berbentuk pola kotak-
kotak.
 Karena terbuka, maka mudah terisi oleh mineral yang disebut
dengan vein.

3. Kekar Gerus (shear joint)

Kekar ini disebabkan oleh gaya kompresi yang biasanya menggeser


atau menyesarkan batuan. Ciri-cir yang ada di lapangan yaitu:

 Memotong komponen batuan.


 Memotong seluruh batuan.
 Biasanya bidang licin.
 Terdapat goresan garis.
 Terdapat joint berbentuk belah ketupat.

C. Sesar
Sesar atau patahan merupakan bentuk rekahan pada lapisan
batuan yang mengakibatkan satu blok batuan bergerak relatif terhadap
blok yang lain. Pergerakan yang terjadi biasanya pergerakan relatif turun,
relatif naik atau bergerak relatif mendatar terhadap blok lain. Jika terjadi
pergerakan secara tiba – tiba pada bidang sesar, maka akan
menimbulkan gempa bumi.

38
Sesar adalah bidang rekahan atau zona pada batuan yang sudah
mengalami pergeseran. Terjadinya sesar dapat ditemui pada sepanjang
retakan kerak bumi yang mengalami slip di antara dua sisi yang ada
pada sesar. Beberapa istilah yang sering dipakai pada sesar yaitu:

1. Jurus sesar (strike of fault): Arah dari garis perpotongan di bidang


sesar dengan bidan horizontal dan diukur dari arah utara.
2. Kemiringan sesar (dip of fault): Sudut yang terbentuk di antara
bidang sesar dengan bidang horizontal dan diukur tegak lurus strike.
3. Net slip: Pergeseran relatif dari suatu titik yang pada awalnya
berimpit pada bidang sesar akibat adanya sesar.
4. Rake: Sudut yang terbentuk oleh net slip dengan strike slip
(pergeseran horisontal) pada bidang sesar.
5. Hanging wall: Bagian dari tubuh batuan yang berada di atas bidang
sesar.
6. Foot wall: Bagian dari tubuh batuan yang berada di bawah bidang
sesar.

Secara garis besar, sesar dibagi menjadi 2 yaitu sesar buta dan
sesar tampak. Sesar buta merupakan sesar yang terjadi di bawah
permukaan bumi dan ditutupi oleh lapisan sedimen. Sedangkan sesar
tampak adalah sesar yang mencapai permukaan bumi sehingga mudah
untuk dilihat. Ciri – ciri dari sesar yaitu:

 Adanya pengulangan lapisan atau hilangnya lapisan batuan


 Terdapat struktur yang tidak terus menerus
 Kenampakan khas pada zona sesar (minolit, breksi sesar,
horses/linces, seretan)
 Kenampakan khas pada bidang sesar (gores sesar, gores sesar)
 Terdapat perbedaan fasis sedimen

Berdasarkan sifat geraknya, sesar diklasifikasikan menjadi 3 jenis:

39
Gambar 3.3.1 Jenis-jenis sesar

1. Sesar normal, gerakan hanging wall relatif turun terhadap foot wall
2. Sesar naik, gerakan hanging wall relaif naik terhadap foor wall
3. Sesar mendatar, gerakan relatif mendatar pada bagian yang
tersesar, di sini tidak ada istilah hanging wall dan foot wall.

40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4. 1.1 Deskripsi Data Singkapan
 Stasiun 1

Gambar 4.1
Singkapan Batuan Metamorf (Batuslate)

Pada stasiun pertama dijumpai singkapan Batuan Metamorf yang


berlokasi di Wolasi dengan cuaca yang cerah yang mempunyai titik
koordinat S 4º8´38.04” dan E 122º30´02.07” dengan slope sebesar 42º
yang arah penggambarannya N 330 ºE dengan dimensi 40 × 20 M bersifat
insitu serta hubungan dengan batuan disekitarnya selaras. Adapun jenis
batuannya batuan metamorf yang mempunyai warna lapuk berwarna
coklat dan warna segarnya berwarna abu-abu. Teskturnya yaitu
Blastopsevit dengan struktur Slaty Cleavage. Berdasarkan sifat fisik diatas
dapat disimpulkan nama batuannya yaitu BatuSlate. Kemudian Relief
singkapan batuan curam dengan tipe morfologi pegunungan yang

41
mempunyai tingkat pelapukan baik serta sekitaran singkapan banyak
dijumpai Hutan. Pada singkapan dijumpai adanya lapisan, foliasi dan
kekar sedangkan untuk lipatan dan sesar tidak dijumpai pada singkapan
tersebut.

 Stasiun 2

Gambar 4.2 Singkapan Batuan Sedimen Klastik (Batupasir)

Pada stasiun kedua dijumpai singkapan Batuan Sedimen Klastik


yang berlokasi di Laeya dengan cuaca yang cerah yang mempunyai titik
koordinat S 4º15´44.01” dan E 122º29´32.09” dengan Slope sebesar 24º
yang arah penggambarannya N 150 ºE dengan dimensi 8 × 2 M bersifat
insitu serta hubungan dengan batuan disekitarnya selaras. Adapun jenis
batuannya Batuan Sedimen Kastik yang mempunyai warna lapuk
berwarna coklat dan warna segarnya berwarna abu-abu. Tesktur dari

42
batuan tersebut terdiri dari Ukuran butir pasir halus, Sortasinya buruk,
derajat kebundarannya Angular, Kemasnya termasuk kemas terbuka,
porositas dan Permeabilitasnya baik dengan struktur perlapisan sejajar.
Berdasarkan sifat fisik diatas dapat disimpukan nama batuannya yaitu
Batu Pasir. Kemudian Relief singkapan batuan agak curam dengan tope
morfologi perbukitan yang mempunyai tingkat pelapukan baik serta
sekitaran singkapan banyak dijumpai Perkebunan Kedudukan batuan
sebesar N 280 ºE/31º kemudian pada singkapan tidak dijumpai adanya
flliasi, lipatan dan sesar sedangkan untuk kekar dijumpai pada singkapan.

 Stasiun 3

Gambar 4.1.1.3 Singkapan Batuan Beku (Batuperidotit)

Pada stasiun ketiga dijumpai singkapan Batuan Beku yang


berlokasi di Torobulu dengan cuaca yang Berawan yang mempunyai titik

43
kordinat S 4º15´43.02” dan E 122º24´31.04” dengan slope sebesar 40º
yang arah penggambarannya N 20 ºE dengan dimensi 15 × 5 M bersifat
Eksitu serta hubungan dengan batuan disekitarnya selaras. Adapun jenis
batuannya Batuan Beku yang mempunyai warna lapuk berwarna Cokat
kekuningan dan warna segarnya berwarna Hitam Teksturnya terdiri dari
Kristalinitas jenis Holokristalin, Granulitas jenis Faneritik, Fabrik jenis
Anhedral dan Relasinya jenis Inequigranular dengan struktur Masif.
Berdasarkan sifat fisik diatas dapat disimpukan nama batuannya yaitu
BatuPeridotit Kemudian Relief singkapan batuan curam dengan tipe
morfologi Pedataran yang mempunyai tingkat peapukan baik serta
sekitaran singkapan banyak dijumpai Pemukiman. Pada singkapan tidak
dijumpai adanya foliasi, kekar, lipatan dan sesar.

 Stasiun 4

Gambar 4.4 Singkapan Batuan Sedimen Non Klastik (Batugamping Kristalin)

Pada stasiun keempat dijumpai singkapan Batuan Sedimen Non


Kastik yang berlokasi di Torobulu dengan cuaca cerah yang mempunyai

44
titik koordinat S 4º24´47.01” dan E 122º26´50.07” dengan slope sebesar
52º yang arah penggambarannya N 10 ºE dengan dimensi 30 × 10 M
bersifat Insitu serta hubungan dengan batuan disekitarnya selaras.
Adapun jenis batuannya Batuan Sedimen Non Kastik yang mempunyai
warna lapuk berwarna Coklat dan warna segaranya berwarna Putih.
Teksturnya termasuk Kristalin dengan Struktur Goode. Berdasarkan sifat
fisik diatas dapat disimpukan nama batuannya yaitu
BatuGampingKristalin. Kemudian Relief Singkapan batuan Curam dengan
tipe morfologi Pedataran yang mempunyai tingkat pelapukan baik serta
singkapan banyak dijumpai Hutan. Kedudukan batuan sebesar N85ºE/22º
dan pada singkapan tidak dijumpai adanya foliasi, lipatan, sesar dan
kekar.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Kondisi Litologi
Batu Slate merupakan batuan dari jenis batu malihan atau
batuan metamorf. Batu Slate atau batu sabak ini merupakan batu yang
berasal dari proses metamorfosis batuan sedimen Shale atau
Mudstone (lebih dikenal dengan nama batu lempung) ketika berada
pada suhu dan temperatur yang rendah. Batu slate atau batu sabak
memiliki struktur foliasi dan juga tersusun atas butiran yang sangat
halus. Batu sabat tersusun atas berbagai mineral seperti Quartz,
Muscovite dan Illite. Adapun genesa dari BatuSlate yaitu Slate
merupakan batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfosisme
batuan sedimen Shale atau Mudstone (batulempung) pada temperatur
dan suhu yang rendah. Memiliki struktur foliasi (slaty cleavage) dan
tersusun atas butir-butir yang sangat halus (very fine grained). Batuan
ini dapat berasosiasi dengan minera Kuarsa. BatuSlate dapat dijumpai
pada daerah-daerah patahan dan lipatan seperti diwiayah alahan
panjang (Sumatera Barat) dan Sidikalang (Sumatera Utara). Kemudian
BatuSlate juga dapat digunakan untuk memproduksi atap dan juga

45
dapat digunakan sebagai interior lantai, paving, maupun agregat
dekoratif serta dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
panel listrik dan kotak saklar.
Batu Pasir Merupakan batuan sedimen klastik yang terdiri dari
butiran mineral yang berukuran pasir atau bahan organik . Genesa dari
Batu Pasir yaitu terbentuk dari butiran-butiran yang terbawa oleh
pergerakan air seperti ombak pada suatu pantai atau saluran di suatu
sungai. Batu pasir dapat berasosiasi dengan dengan Batu pasir halus
dan Batu pasir kasar. Batu Pasir dapat dijumpai pada daerah
perbukitan seperti pada daerah Laeya di Konawe Selatan. Batu Pasir
dapat digunakan sebagai bahan konstruksi dan sebagai batu asah.
Batuan Peridotit merupakan batuan beku padat berbutir kasar
dan sebagian besar terdiri dari mineral olivin dan piroksen. Peridotit
adalah batuan ultramafik karena mengandung kurang dari 45% silika
peridotit tinggi akan magnesium, dengan proporsi olivin yang tinggi
dengan besi yang cukup. Genesa dari batuan ini terbentuk dari hasil
pembekuan magma berkomposisi ultra basa pada kedalaman tertentu
dari permukaan bumi yang merupakan suatu batuan ultramafic yang
memiliki butiran kasar dengan suatu tenunan crystallkine, merupakan
karakteristik dari kerak samudra bagian bawah. Batuan ini dapat
berasosiasi dengan mineral olivin dan piroksen.Batuan ini dapat
dijumpai di daerah perbukitan seperti pada daerah Torobulu (Konawe
Selatan) . Batuan peridotit dapat digunakan sebagai batu setengah
permata sebagai bahan untuk perhiasan dan abrasif(Ampelas).
Batugamping Kristalin merupakan salah satu jenis batuan
sedimen non klastik yang terbentuk dari batuan sedimen seperti yang
kita kira, batuan sedimen terbentuk dari batuan sedimen , tidak juga
terbentuk dari clay dan sand melainkan batuan ini terbentuk dari batu-
batuan bahkan juga terbentuk dari kerangka kalsit yang berasal dari
organisme mikroskopik di laut yang dangkal. sehingga sebagian
perlapisan batu gamping hampir murni dari kalsit dan pada perlapisan

46
yang lain terdapat sejumlah kandungan silt atau clay yang membantu
ketahanan dari batu gamping tersebut terhadap cuaca. Genesa dari
Batugamping Kristalin yaitu terbentuk dari hasil rekristalisasi
batugamping klastik, batugamping terumbu atau batugamping afanitik
dan tidak terbentuk secara angsung dari pengendapan. Proses
pembentukan Batugamping kristalin terjadi pada saat diagenesis yang
disebut neomorphoisme. Batu ini dapat berasosiasi dengan mineral
Kalsit. Batu ini dapat dijumpai di daerah Pedataran seperti pada
daerah Torobulu, Konawe Selatan Batu ini dapat digunakan sebagai
pencegah penyakit tanaman dan pembuatan pupuk dalam dunia
pertanian, bahan-bahan pembuatan kerajinan dalam seni budaya serta
dapat digunakan sebagai bahan mentah utama dalam pembuatan
portald cement dan digunakan dalam industri pembuatan gelas serta
membuat kalsium daam pabrik gula juga untuk pembuatan gas CO2,
CaC, CaO dan CaCl2 sebagai bahan pemberi warna dalam industri
minyak dan lemak.

4.2.2 Kondisi Geomorfologi


Pada stasiun pertama di Daerah Wolasi kondisi geomorfologinya
termasuk Pegunungan dan menempati ± 30% Dari Luas Keseluruhan
Daerah Penyelidikan, daerah ini dikategorikan sebagai daerah
pegunungan karena memiliki Ketinggian 300 M Diatas Permukaan Laut.
Secara Umum Satuan Morfologi Ini Disusun Oleh Batuan Termalihkan
Hanya Sebagian Kecil Disusun Oleh Batuan Lainnya. Satuan Ini Tertutupi
Oleh Vegetasi Yang Sedang Hingga Lebat Dan Setempat Sebagian
Lahan Perkebunan Masyarakat..
Pada stasiun kedua di Daerah Laeya Kondisi Geomorfologinya
termasuk perbukitan dan Menempati Sekitar 40% Dari Keseluruhan Luas
Daerah Konawe Selatan, daerah ini dikategorikan sebagai daerah
perbukitan karena memiliki Ketinggian Diatas 100 M diatas Permukaan Air
Laut. Saat penelitian dijumpai singkapan batuan sedimen klastik dengan

47
nama batuan batu pasir yang disampingnya terdapat sungai stadia remaja
dengan tata guna lahan sebagai perkebunan
Pada stasiun ketiga di Daerah Torobulu kondisi geomorfologinya
termasuk pedataran dan menempati Sekitar 20% Dari Keseluruhan
daerah penyelidikan, daerah ini dikategorikan sebagai daerah pedataran
karena memiliki ketinggian Diatas 75 M Dari Permukaan Air Laut dan
dijumpai singkapan batuan beku dengan nama batuan Peridotit dengan
tata guna lahannya sendiri untuk kegiatan pertambangan, pemukiman
warga dan perkebunan.
Pada stasiun keempat di Daerah Torobulu masih merupakan daerah
Pedataran, meski berada disekitaran laut namun singkapannya yakni
singkapan batuan sedimen non Klastik yang pada saat penelitian
disimpulkan nama batuannya yaitu batugamping kristalin, masih di
pedataran yang tidak jauh dari lokasi penelitian. Masih banyak dijumpai
pemukiman warga, dengan tata guna lahan sebagai pemukiman dan
perkebunan oleh warga.

48
BAB V
DISKUSI
5.1 Tema diskusi yang diambil
“ Kehadiran Tambang Oleh Pihak PT.WINN di Daerah Permukiman
warga Kecamatan Torobulu Kabupaten Konawe Selatan”

Menurut UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan


Batubara sebagai sumber daya alam yang tidak terbaharukan merupakan
kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat. Dari isi UU diatas kami mengutip kata
“kesejahteraan rakyat” yang dimana isi UU tersebut tidak sesuai dengan
Kehadiran Tambang oleh pihak PT WINN di Daerah Pemukiman warga
kecamatan Torobulu karena kehadiran tambang tersebut menganggu
kenyamanan warga setempat dan juga tambang tersebut berpotensi
merusak lingkungan.serta kendaraan berat yang keluar masuk area
tambang dapat membahayakan keselamatan anak sekolah dasar yang
dekat dari area tambang tersebut serta menjadi salah satu penyebab
rusaknya jalanan di daerah tersebut. Dari dampak-dampak di atas sudah
terllihat jelas bahwa Kehadiran tambang di pemukiman warga kecamatan
Torobulu menganggu kesejahteraan rakyat.
Adapun solusi yang bisa kami ajukan mengenai pendapat kami
yang tidak setuju akan kehadiran tambang oleh pihak PT WINN di daerah
permukiman warga yaitu agar pemerintah bisa lebih tegas lagi dalam
mengeluarkan surat izin membuka lahan tambang agar kejadian seperti di
daerah Torobulu tidak terjadi lagi di daerah-daerah lain yang ada di
Indonesia khususnya di Sulawesi Tenggara.

49
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari Fieldtrip Geologi Dasar yaitu :
1. Pada daerah wolasi ditemukan singkapan Batuan Metamorf dengan
hasil identifikasi batuannya BatuSlate. Di daerah wolasi ini
merupakan Stasiun pertama dalam kegiatan Fiedtrip Geologi Dasar.
Dimana pada daerah wolasi ini kondisi morfologinya termasuk
Pegunungan sehingga di daerah sekitar wolasi banyak dijumpai
Hutan.
2. Pada Daerah Laeya ditemukan singkapan Batuan Sedimen Klastik
dengan hasil identifikasi batuannya Batu Pasir. Dimana pada derah
laeya ini kondisi morfologinya termasuk Perbukitan. Di daerah Laeya
ini merupakan stasiun kedua dalam kegiatan Fiedtrip Geologi Dasar.
Dimana pada daerah Laeya ini kondisi morfologinya termasuk
Perbukitan sehingga di daerah sekitar Laeya tersebut juga banyak
dijumpai Hutan.
3. Pada Daerah Torobulu ditemukan singkapan Batuan Beku dengan
hasil identifikasi batuannya Batu Peridotit pada stasiun ketiga dan
Singkapan Batuan Sedimen Non Klastik dengan hasil identifikasi
batuannya Batugamping Kristalin pada stasiun keempat. Dimana
pada daerah Torobulu ini kondisi morfologinya termasuk Pedataran
dan pada stasiun ketiga sekitar dingkapan banyak ditemui
permukiman sedangkan pada stasiun keempat sekitar singkapan
banyak ditemui Hutan

50
6.2 Saran
Saran yang dapat saya berikan pada kegiatan Fieldtrip Geologi
Dasar yaitu saya harap para praktikan lebih teliti dan serius lagi dalam
melakukan praktik lapangan agar hasilnya bisa memuaskan dan juga
saya harap pada fieldtrip selanjutnya pihak universitas dapat menyediakan
alat yang lebih lengkap agar praktikan tidak lagi bersusah payah
meminjam alat dari pihak lain serta saya harap pihak universitas pun
dapat memberikan kontribusi dalam kegiatan Fieldtrip Geologi Dasar
kedepannya kemudian ucapan terima kasih kepada para Asisten yang
selalu sabar dalam membimbing dan mengarahkan kami sehingga kami
dapat melaksanakan Fieldtrip Geologi Dasar dengan baik.

51
DAFTAR PUSTAKA

Katili, J.A. and Marks, P, 1966, Geologi, Departemen Urusan Research


Nasional: Jakarta

Sampurno, 1989, Pengantar Geologi, ITB: Bandung

Soeriadmadja, Rubini, 1992, Petrologi dan Mineralogi, ITB: Bandung

Syafei, Benyamin, 2006, Pedoman Praktikum Geologi Fisik, Laboratrium


Geologi Dinamik, ITB: Bandung

Http://www.geologinesia.com/search/label /batuan
http://ilmugeografi.com/geologi/geologibatuan
http://geologinesia.com/2016/05/mineral-kuarsa-quartz-dan-
kegunaannya.htm

52

Anda mungkin juga menyukai