Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 26

Tutor : Mariana, S. KM., M. Kes


Disusun oleh: Kelompok B5
Kelas Beta 2016

Muhammad Syahril Sidiq 04011181621018


Yuffa Ainayya 04011181621027
Ima Suryani 04011181621222
Nendy Oktari 04011181621223
Raden Ayu Adelia Safitri 04011281621085
Ahmad Ghozian Adani 04011281621087
Imanuel Soni Tanudjaya 04011281621123
Denny Alvon 04011281621125
Bella Stevanny 04011281621154
Aldo Aulia Rahman 04011281621157

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang
berjudul “Laporan Tutorial Skenario B Blok 26” sebagai tugas kompetensi
kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur,
hormat, dan terima kasih kepada :
1. Tuhan yang Maha Esa, yang telah merahmati kami dengan kelancaran
diskusi tutorial,
2. Mariana, S. KM., M. Kes selaku tutor kelompok B5
3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD Beta 2016
Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan
tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga
kita selalu dalam lindungan Tuhan.

Palembang, 26 September 2019

Kelompok B5

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................iii
Kegiatan Diskusi ................................................................................................1
Skenario ..............................................................................................................2
I. Klarifikasi Istilah.....................................................................................3
II. Identifikasi Masalah.................................................................................4
III. Analisis Masalah......................................................................................6
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan............................................................34
V. Sintesis Masalah....................................................................................35
A. Surveilance Epidemiologi................................................................35
B. DBD.................................................................................................38
C. Kesehatan Lingkungan....................................................................42
D. PHBS...............................................................................................46
E. SMD dan MMD...............................................................................49
VI. Kerangka Konsep...................................................................................52
VII. Kesimpulan............................................................................................52
Daftar Pustaka...................................................................................................53

iii
KEGIATAN DISKUSI

Tutor : Mariana, S. KM., M. Kes


Moderator : Bella Stevanny
Sekretaris 1 : Annisa Rahayu
Ima Suryani
Sekretaris 2 : Muhammad Syahril Sidiq
Pelaksanaan : 23 September dan 25 September 2019
13.00-15.30 WIB

Peraturan selama tutorial:


1. Semua peserta wajib aktif dalam kegiatan diskusi
2. Mengangkat tangan sebelum menyampaikan pendapat.
3. Menjawab dan menyampaikan pendapat apabila telah diizinkan oleh
moderator.
4. Tidak langsung menyanggah pendapat orang lain.
5. Tidak diperbolehkan mengoperasikan hp setelah tahap klarifikasi istilah.
6. Meminta izin terlebih dahulu dari moderator jika hendak keluar

1
SKENARIO B BLOK 26 TAHUN 2019

Dr. Desi baru bertugas 6 bulan sebagai Kepala Puskesmas “Manggis”.


Puskesmas “Manggis” berada di Kecamatan “Mangga” yang terdiri dari 4 Desa,
yang total penduduk 45 ribu jiwa. Ditengah desa tersebut mengalir sungai yang
dipakai sebagai sumber air rumah tangga dan sebagai tempat (MCK). Di desa
tersebut terdapat sampah dimana-mana dikarenakan masyarakatnya mempunyai
kebiasaan membuang sampah sembarangan. Mayoritas penduduknya adalah
petani Sawit.
Puskesmas “Manggis” mempunyai SDM kesehatan yang belum lengkap
sehingga belum terakreditasi. Puskesmas ini belum mempunyai PWS yang
lengkap yang menggambarkan kinerja program wilayah kerja Puskesmas
“Manggis”. Dalam 7 hari ini ada 5 orang anak sekolah dasar yang didiagnosa
Demam Berdarah Dengue yang dirujuk ke rumah sakit. Bulan September tahun
lalu terdiagnosa DBD 15 orang. Dari evaluasi program terjadi pengingkatan
kasus DBD 2 kali dibandingkan bulan yang sama pada tahun lalu.
Dokter Desi mengadakan pertemuan dengan seluruh staff puskesmas
untuk melihat jadwal kegiatan promosi kesehatan dan kesehatan lingkungan di
wilayah puskesmas dan PHBS di sekolah dasar tersebut. Dari hasil pertemuan
dengan staff puskesmas dalam 3 bulan ini kegiatan promosi kesehatan yang
berhubungan dengan kesehatan lingkungan belum terlaksana, sampah
menumpuk, dan banyak sampah yang masuk selokan sehingga menghambat
saluran air dan dari hasil pemantauan, banyak jentik-jentik nyamuk di rumah-
rumah penduduk.
Melihat permasalahan yang ada, dokter Desi berkoordinasi dengan pak
camat, segera mengadakan pertemuan dengan kepala desa, pak RT, kepala
sekolah, tokoh agama, kader kesehatan, mengadakan Survei Mawas Diri dan
dilanjutkan dengan Musyawarah Masyarakat Desa serta diharapkan akan
menurunkan penyakit Demam Berdarah Dengue di Kecamatan “Mangga”.
Minggu yang lalu, Puskesmas “Manggis” dikunjungi oleh staff dinas
kesahatan kabupaten karena kegiatan surveilance DBD tidak jalan.

2
Dokter Desi ingin menurunkan kejadian DBD di wilayah Puskesmas
“Manggis” dengan membuat program-program kegiatan prevensi terhadap
penyakit DBD.

I. Klarifikasi Istilah
No Istilah Definisi
.
1. PWS Pemantauan wilayah setempat yaitu aplikasi
surveilance dengan mengutamakan segi wilayah
dalam hubungan dengan identifiksi masalah dan
pengambilan tindakan spesifik bagi wilayah
tersebut.
2. MCK Mandi Cuci Kakus adalah fasilitas umum yang
digunakan bersama oleh beberapa keluarga
untuk keperluan mandi mencuci dan buang air
biasanya dilokasi yang pemukimannya padat dan
ekonominya rendah.
3. Survei Mawas Kegiatan pengenalan, pengumpulan dan
Diri pengkajian masalah kesehatan yang dilakukan
oleh kader dan tokoh masyarakat setempat
dibawah bimbingan petugas kesehatan atau
perawat di desa.
4. Promosi Suatu kegiatan dan atau serangkai kegiatan
Kesehatan pelayananan kesehatan yang bertujuan
memberikan informasi bagi masyarakat terkait
segala hal yang bertujuan pada peningkatan
kualitas kesehatan baik itu kesehatan individu
maupun masyarakat.
5. DBD Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue berasal dari
gigitan nyamuk aedes aegypti.
6. PHBS Perilaku hidup bersih dan sehat adalah semua
prilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran
sehingga semua anggota keluaraga dapat

3
menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan dan
berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan di
masyarakat.
7. Jentik Sebuah tahapan perkembangan dari nyamuk
yang berbentuk larva yang hidup di air yang
berprilaku mendekat atau menggantung pada
permukaan air.
8. Surveilance Suatu proses pengumpulan, pengolahan, analisis,
dan interpretasi data kesehatan secara sistematis
terus-menerus dan penyebar luasan informasi
kepada pihak terkait untuk melakukan tindakan.
9. Prevensi Upaya untuk mencegah timbulnya masalah
dengan menitik beratkan pada faktor-faktor yang
dapat diubah sebelum keadaan yang tidak
diinginkan berkembang lebih lanjut.
10. Musyawarah Forum pertemuan perwakilan warga desa untuk
Masayrakat Desa membahas hasil Survei Mawas Diri dan
merencanakan penanggulangan masalah
kesehatan yang diperoleh dari hasil SMD.
11. Sampah Sesuatu yang tidak diinginkan oleh manusia
setelah proses penggunaannya berakhir.

II. Identifikasi Masalah


No Masalah Prioritas
.
1 Dr. Desi baru bertugas 6 bulan sebagai Kepala
Puskesmas “Manggis”. Puskesmas “Manggis” berada di
Kecamatan “ Mangga” yang terdiri dari 4 Desa, yang
total penduduk 45 ribu jiwa. Mayoritas penduduknya 6
adalah petani Sawit.
2 Ditengah desa tersebut mengalir sungai yang dipakai 3
sebagai sumber air rumah tangga dan sebagai tempat
(MCK). Di desa tersebut terdapat sampah dimana-mana
dikarenakan masyarakatnya mempunyai kebiasaan

4
membuang sampah sembarangan.
3 Puskesmas “Manggis” mempunyai SDM kesehatan
yang belum lengkap sehingga belum terakreditasi.
Puskesmas ini belum mempunyai PWS yang lengkap
yang menggambarkan kinerja program wilayah kerja
Puskesmas “Manggis”. Dalam 7 hari ini ada 5 orang
1
anak sekolah dasar yang didiagnosa Demam Berdarah
Dengue yang dirujuk ke rumah sakit. Bulan September
tahun lalu terdiagnosa DBD 15 orang. Dari evaluasi
program terjadi pengingkatan kasus DBD 2 kali
dibandingkan bulan yang sama pada tahun lalu.
4 Dokter Desi mengadakan pertemuan dengan seluruh
staff puskesmas untuk melihat jadwal kegiatan promosi
kesehatan dan kesehatan lingkungan di wilayah
puskesmas dan PHBS di sekolah dasar tersebut. Dari
hasil pertemuan dengan staff puskesmas dalam 3 bulan
ini kegiatan promosi kesehatan yang berhubungan 2
dengan kesehatan lingkungan belum terlaksana, sampah
menumpuk, dan banyak sampah yang masuk selokan
sehingga menghambat saluran air dan dari hasil
pemantauan, banyak jentik-jentik nyamuk di rumah-
rumah penduduk.
5. Melihat permasalahan yang ada, dokter Desi
berkoordinasi dengan pak camat, segera mengadakan
pertemuan dengan kepala desa, pak RT, kepala sekolah,
tokoh agama, kader kesehatan, mengadakan Survei
Mawas Diri dan dilanjutkan dengan Musyawarah
5
Masyarakat Desa serta diharapkan akan menurunkan
penyakit Demam Berdarah Dengue di Kecamatan
“Mangga”. Minggu yang lalu, Puskesmas “Manggis”
dikunjungi oleh staff dinas kesahatan kabupaten karena
kegiatan surveilance DBD tidak jalan.
6. Dokter Desi ingin menurunkan kejadian DBD di
4

5
wilayah Puskesmas “Manggis” dengan membuat
program-program kegiatan prevensi terhadap penyakit
DBD.

III. Analisis masalah


1. Dr. Desi baru bertugas 6 bulan sebagai Kepala Puskesmas “Manggis”.
Puskesmas “Manggis” berada di Kecamatan “Mangga” yang terdiri dari 4
Desa, yang total penduduk 45 ribu jiwa. Mayoritas penduduknya adalah petani
Sawit.
a. Bagaimana status demografi di Kecamatan “Mangga”?
Jawab: Kepadatan penduduk dapat dihitung dengan jumlah penduduk
yang dibagi atas luas wilayah sehingga di dapat jumlah penduduk tiap 1
km2. Menurut Undang-Undang No.5 Tahun 1960, tingkat kepadatan
penduduk di suatu daerah dapat dikelompokkan menjadi empat kategori,
yaitu:
 Tidak padat : kepadatan penduduk mencapai 50 orang/km2.
 Kurang padat : kepadatan penduduk mencapai 51 - 250 orang/km2.
 Padat : kepadatan penduduk mencapai 250 - 400 orang/km2.
 Sangat padat : kepadatan penduduk melebihi 401 orang/km2.
Dalam skenario tidak di jelaskan luas wilayah Kecamatan Mangga sehingga
tidak dapat dinilai kepadatan penduduk.
b. Apa hubungan dokter Desi baru menjabat sebagai kepala puskesmas selama
6 bulan dengan masalah kesehatan masyarakat Kecamatan “Mangga”?
Jawab: Dokter Desi telah melaksanakan lokakarya mini pertama, 5
lokakarya mini bulanan rutin, dan lokakarya mini tribulanan lintas sektoral
yang pertama, dan 1 lokakarya mini tribulanan lintas sektoral rutin.

6
Tabel. 1. Tahapan kegiatan siklus manajemen Puskesmas (contoh untuk
siklus tahun 2015, 2016, 2017).

7
(Peraturan Menteri Kesehatan No. 44 Tentang Manajemen Pedoman
Puskesmas).

c. Apa saja tugas dan wewenang kepala Puskesmas?


Jawab:
A. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab
- Bertanggung jawab atas seluruh kegiatan Puskesmas.
- Memimpin pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Puskesmas.
- Membina kerjasama karyawan/karyawati dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari.
- Melakukan pengawasan melekat bagi seluruh pelaksanaan kegiatan
program dan pengelolaan keuangan.
- Mengadakan koordinasi dengan Kepala Kecamatan dan Lintas Sektoral
dalam upaya pembangunan kesehatan di wilayah kerja.
- Menjalin kemitraan dengan berbagai pihak dan masyarakat dalam rangka
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
- Menyususn perencanaan kegiatan Puskesmas dengan dibantu oleh staf
Puskesmas.
- Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Puskesmas.

8
- Melaporkan hasil kegiatan program ke Dinas Kesehatan Kota, baik
berupa laporan rutin maupun khusus.
- Membina petugas dalam meningkatkan mutu pelayanan (QA).
- Melakukan supervisi dalam pelaksanaan kegiatan di Puskesmas induk,
Pustu, Pos Puskesling, Polindes, Posyandu dan di Masyarakat.
B. Wewenang
- Memeriksa dan menganalisa laporan-laporan kegiatan stafnya dan
sekaligus mengambil tindakan-tindakan perbaikan yang diperlukan
- Mengkoordinir, mengarahkan dan mengawasi kegiatan operasional staf
yang dibawahinya agar tujuan, rencana, kebijaksanaan, program kerja
dan strategi yang telah ditetapkan dapat terlaksana dengan efisien dan
efektif
- Mengikuti dan mempelajari kondisi dan perkembangan Manajemen
dalam rangka untuk tercapainya target organisasi, mempertimbangkan
serta mendiskusikan bersama atasannya dan mengambil langkah-langkah
terbaik untuk mengatasi maupun melakukan peningkatan kerja
- Memberikan masukan /pendapat untuk peningkatan mutu dan
peningkatan pelayanan

d. Bagaimana dampak dari hasil industri kelapa sawit dengan masalah


kesehatan masyarakat Kecamatan “Mangga”?
Jawab: Hasil industri perkebunan sawit menghasilkan 3 jenis limbah,
yaitu:
1. Limbah Cair
Limbah cair yang dihasilkan berupa Palm Oil Mill Effluent (POME) air
buangan kondensat (8-12 %) an air hasil pengolahan (13-23 %). Apabila
tidak dikelola dengan baik dan profesional maka akan menimbulkan
bencana bagi lingkungan dan manusia. Limbah cair kelapa sawit
mengadung konsentrasi bahan organik yang relatif tinggi dan secara alamiah
dapat mengalami penguraian oleh mikroorganisme menjadi senyawa yang
lebih sederhana. Limbah cair kelapa sawit umumnya berwarna kecoklatan
dan mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid serta residu

9
minyak dengan kandungan biological oxygen demand (BOD) yang tinggi.
Bila limbah cair ini dibuang ke perairan akan berpeotensi mencemari
lingkungan karena akan mengurangi biota dan mikroorganisme perairan dan
dapat menyebabkan keracunan, sehingga harus diolah sebelum dibuang.
Standar baku mutu lingkungan limbah yang dihasilkan pabrik CPO adalah
pH 6 – 9, BOD 250 ppm, COD 500 ppm, TSS (total suspended solid) 300
ppm, NH3 – N 20 ppm, dan oil grease 30 ppm. Limbah cair yang ditampung
pada kolam-kolam terbuka akan melepaskan gas metan (CH 4) dan CO2 yang
menaikkan emisi penyebab efek rumah kaca yang sangat berbahaya bagi
lingkungan. Selain itu gas metan tersebut juga menimbulkan bau yang tidak
sedap.
2. Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit
terdiri atas tandan kosong kelapa sawit (20-23 %), serat (10-12 %), dan
tempurung / cangkang (7-9 %) (Naibaho, 1996). Limbah-limbah ini akan
menghasilkan bau yang tidak sedap.
3. Limbah Gas
Limbah gas yang dihasilkan industri kelapa sawit dapat berupa gas hasil
pembakaran serat dan cangkang untuk pembangkit energi serta gas metan
dan CO2 yang dihasilkan oleh kolam-kolam pengolahan limbah cair.
Limbah gas ini akan menyebabkan meningkatnya kadar CO 2 dan
mengakibatkan polusi udara
Dari ketiga jenis hasil industry kelapa sakit dapat disimpulkan akan
menimbukan gangguan terhadap kesehatan masyarakat di Kabupaten
Mangga, khusunya mereka yang lebih sering terpapar (petani sawit).

2. Ditengah desa tersebut mengalir sungai yang dipakai sebagai sumber air rumah
tangga dan sebagai tempat (MCK). Di desa tersebut terdapat sampah dimana-
mana dikarenakan masyarakatnya mempunyai kebiasaan membuang sampah
sembarangan.
a. Apa saja jenis-jenis sampah?
Jawab: Jenis-jenis sampah terdiri dari:

1
0
a. Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya:
 Sampah anorganik: sampah yang umumnya tidak dapat membusuk,
misalnya logam, besi, pecahan gelas, plastik, dll.
 Sampah organik: sampah yang pada umumnya dapat membusuk,
antara lain sisa-sisa makanan, buah-buahan dll.
b. Berdasarkan dapat dan tidaknya dibakar:
 Sampah yang mudah terbakar, misalnya kertas, plastik, karet, kayu,
kain bekas.
 Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng-kaleng bekas,
besi/logam bekas, gelas, kaca, dll.
c. Berdasarkan karakteristik sampah:
 Garbage: jenis sampah pengolahan atau pembuatan makanan yang
umumnya mudah membusuk dan berasal dari rumah tangga, restoran,
hotel, dan sebagainya.
 Rubbish: sampah yang berasal dari perkantoran, perdagangan baik
yang mudah terbakar, maupun tidak.
 Ashes (abu): sisa pembakaran dari bahan-bahan yang mudah terbakar.
 Sampah jalanan: sampah yang berasal dari pembersihan jalan, yang
terdiri dari campuran bermacam-macam sampah, dedaunan, kertas,
plastik, dll
 Sampah industri: sampah yang berasal dari industri atau pabrik-
pabrik.
 Bangkai binatang: bangkai binatang yang mati karena alam, ditabrak
kendaraan, atau dibuang oleh manusia.
 Bangkai kendaraan: bangkai mobil, sepeda, sepeda motor, dan
sebagainya.
 Sampah pembangunan: sampah dari proses pembangunan gedung atau
rumah, meliputi puing-puing, potongan kayu, besi, beton, bambu.

b. Bagaimana standar kualitas air minum dan air sanitasi sesuai dnegan
peraturan mentri kesehatan?

1
1
Jawab: Berdasarkan Permenkes no. 32 tahun 2017, Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan untuk media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi
meliputi parameter fisik, biologi, dan kimia yang dapat berupa parameter
wajib dan parameter tambahan.
Tabel 2. Parameter Fisik dalam Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi.

Tabel 3. Parameter Biologi dalam Standar Baku Mutu Kesehatan


Lingkungan untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi.

Tabel 4. Parameter Kimia dalam Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan


untuk Media Air untuk Keprluan Higiene Sanitasi.

1
2
Berdasarkan Permenkes No. 492 Tahun 2010 melampirkan parameter wajib
tentang kualitas air minum sebagai berikut:
Tabel 5. Parameter wajib tentang kualitas air minum.

1
3
c. Apa saja dampak dari aktivitas membuang sampah disungai dengan kualitas
air sungai?
Jawab: dampak dari aktivitas membuang sampah disungai dengan
kualitas air sungai:
 Sampah sebagai sumber pencemaran akan menurunkan kualitas air
sungai, bisa dilihat dari air yang berwarnai kuning kecoklatan. Kualitas
air juga bisa diukur dari kadar Ph, suhu, BOD dan COD.
 Kualitas air yang tidak baik bisa menimbulkan adanya gangguan
kesehatan yang dapat terjadi di masyarakat seperti diare, tifus, muntaber
dan sebagainya, bagi masyarakat yang memanfaatkan air sungai dalam
kehidupan sehari-hari terutama sebagai sumber air minum.
 Terjadinya pendangkalan sungai, sehingga debit air akan naik saat hujan
dan menyebabkan banjir.

d. Apa saja dampak penggunaan air sungai tempat MCK sebagai sumber air
rumah tangga terhadap kesehatan?
Jawab: Air yang digunakan untuk MCK telah terkontaminasi oleh bahan
kimia dan mikroorganisme patogen sehingga dapat menimbulkan dampak
buruk bagi kesehatan, seperti iritasi kulit, memicu reaksi alergi, diare,
cholera, hepatitis A, typhoid, leptospirosis, dan berbagai penyakit menular
lainnya.

e. Bagaimana upaya penanggulangan pembuangan sampah sembarangan?


Jawab: Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, dari
sampah dapat hidup berbagi mikrorganisme patogen dan vektor penyebab
penyakit. Penggelolaan sampah yang baik antara lain meliputi
pengumpulan, pengangkutan, sampai dengan pemusnahan atau pengelolaan
sampah sehingga tidak menggangu kesehatan masyarakat dan tercipata
suasana lingkungan yang sehat.
 Pengumpulan dan pengangkutan: membangun tempat khusus untuk
menggumpulan sampah, tersedianya TPS dan TPA.

1
4
 Pemusnahan dan penggelolaan: ditanam (lanfill) dengan membuat lubang
ditanah kemudian dimasukkan dan ditimbun, dibakar (incerration) dalam
tungku pembakaran (incernerator), dijadikan pupuk (composting)
khususnya untuk sampah daun-daunan, sisa makanan, dan sampah lain
yang dapat membusuk.
Masyarakat perlu diberikan penyuluhan tentang pentingnya membuang
sampah ketempatnya, memberantas penyakit dengan membuang sampah
ketempatnya, dsb. Kemudian dilakukan pengawasan lebih lanjut oleh
perangkat desa mengenai perilaku membuang sampah dan memberi sanksi
9apabila disetujui untuk dilakukan) saat musyawarah bersama masyarat oleh
kepala.

f. Bagaimana kriteria jamban sehat?


Jawab: Berdasarkan Permenkes no. 3 Tahun 2014 tentang STBM
menyatakan bahwa standar dan persyaratan bangunan jamban terdiri dari:
1. Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)
Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari
gangguan cuaca dan gangguan lainnya.

2. Bangunan tengah jamban


Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban, yaitu:
 Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine) yang saniter
dilengkapi oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana (semi
saniter), lubang dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus
diberi tutup.
 Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan mempunyai
saluran untuk pembuangan air bekas ke Sistem Pembuangan Air Limbah
(SPAL).

1
5
3. Bangunan bawah jamban
Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan pengurai
kotoran/tinja yang berfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau
kontaminasi dari tinja melalui vektor pembawa penyakit, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan
bawah jamban, yaitu:
 Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai
penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian padat
dari kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki septik, sedangkan
bagian cairnya akan keluar dari tangki septik dan diresapkan melalui
bidang/sumur resapan. Jika tidak memungkinkan dibuat resapan maka
dibuat suatu filter untuk mengelola cairan tersebut.
 Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah padat
dan cair dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan
cairan limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak mencemari air tanah,
sedangkan bagian padat dari limbah tersebut akan diuraikan secara
biologis. Bentuk cubluk dapat dibuat bundar atau segi empat, dindingnya
harus aman dari longsoran, jika diperlukan dinding cubluk diperkuat
dengan pasangan bata, batu kali, buis beton, anyaman bambu, penguat
kayu, dan sebagainya.

Jamban sehat adalah jamban yang memiliki kriteria sebagai berikut:

1
6
 Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak
10-15 meter dari sumber air minum
 Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus
 Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak
mencemari tanah di sekitarnya
 Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya
 Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna
 Cukup penerangan
 Lantai kedap air
 Ventilasi cukup baik
 Tersedia air dan alat pembersih

3. Puskesmas “Manggis” mempunyai SDM kesehatan yang belum lengkap


sehingga belum terakreditasi. Puskesmas ini belum mempunyai PWS yang
lengkap yang menggambarkan kinerja program wilayah kerja Puskesmas
“Manggis”. Dalam 7 hari ini ada 5 orang anak sekolah dasar yang didiagnosa
Demam Berdarah Dengue yang dirujuk ke rumah sakit. Bulan September tahun
lalu terdiagnosa DBD 15 orang. Dari evaluasi program terjadi pengingkatan
kasus DBD 2 kali dibandingkan bulan yang sama pada tahun lalu.
a. Bagaimana kriteria SDM Puskesmas yang memadai dari berbagai aspek?
Jawab:
Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014 Tentang Puskesmas pada
Pasal 16:
1. Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas Tenaga Kesehatan dan
tenaga non kesehatan.
2. Jenis dan jumlah Tenaga Kesehatan dan tenaga non
kesehatansebagaimana dimaksud pada ayat(1) dihitung berdasarkan
analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang
diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik
wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian
waktu kerja.

1
7
3. Jenis Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
sedikit terdiri atas:
a. Dokter ataudokter layanan primer;
b. Dokter gigi;
c. Perawat;
d. Bidan;
e. Tenaga kesehatan masyarakat;
f. Tenaga kesehatan lingkungan;
g. Ahli teknologi laboratorium medik;
h. Tenaga gizi; dan
i. Tenaga kefarmasian.
4. Tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dapat
mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem
informasi, dan kegiatan operasional lain di Puskesmas.

1
8
Keterangan:
Standar ketenagaan sebagaimana tersebut diatas:
a. Merupakan kondisi minimal yang diharapkan agar Puskesmas dapat
terselenggara dengan baik.
b. Belum termasuk tenaga di Puskesmas Pembantu dan Bidan Desa.

b. Bagaimana PWS yang seharusnya dilakukan oleh Puskesmas “Manggis”?


Jawab: Untuk dapat memperkirakan tren kejadian DBD di wilayah kerja
Puskesmas Manggis, sebaiknya dilakukan kegiatan surveilans terkait
penyakit DBD, yang terdiri dari tahap-tahap berikut:
1) Pengumpulan data
2) Pengolahan data
3) Penyajian data
4) Analisis Data
5) Interpretasi/rekomendasi
6) Penyebarluasan informasi

c. Bagaimana dampak PWS yang belum lengkap?


Jawab:
1) Tidak dapat memperkiran kejadian luar biasa/wabah
2) Tidak dapat memantau perkembangan tren suatu penyakit dalam satu
daerah
3) Tidak dapat memulai sistem kewaspadaan dini (SKD) KLB
4) Menghambat tindakan penanggulangan penyakit

d. Bagiamana Sistem pencatatan dan pelaporan Puskesmas yang baik?


Jawab: Pada tingkat Puskesmas, SP2TP dilakukan dengan melaksanakan:
1. Mencatat dan mengumpulkan data baik kegiatan dalam gedung maupun
luar gedung dan Lintas Sektoral
2. Mengolah Data dan menganalisa menjadi informasi yang akurat dan
dapat dipertanggung jawabkan
3. Membuat laporan berkala ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
4. Memelihara Bank Data

1
9
5. Mengupayakan penggunaan data dan informasi untuk manajemen
Puskesmas
6. Memberikan pelayanan data dan Informasi kepada masyarakat dan
pihak-pihak berkepentingan lainnya di wilayah kerjanya
Dalam pelaksanaannya dilakukan pencatatan, pelaporan, pengolahan,
analisis, dan pemanfaatan, yang setiap periode bulan, triwulan, dan tahunan
perlu dilakukan rekapitulasi pada tiap tingkat administrasinya.

4. Dokter Desi mengadakan pertemuan dengan seluruh staff puskesmas untuk


melihat jadwal kegiatan promosi kesehatan dan kesehatan lingkungan di
wilayah puskesmas dan PHBS di sekolah dasar tersebut. Dari hasil pertemuan
dengan staff puskesmas dalam 3 bulan ini kegiatan promosi kesehatan yang
berhubungan dengan kesehatan lingkungan belum terlaksana, sampah
menumpuk, dan banyak sampah yang masuk selokan sehingga menghambat
saluran air dan dari hasil pemantauan, banyak jentik-jentik nyamuk dirumah-
rumah penduduk.
a. Bagaimana cara melakukan PHBS di sekolah dan di rumah tangga?
Jawab: Terdapat beberapa indikator yaitu:
A. PHBS di sekolah
 Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan,
 Mengkonsumsi jajanan sehat,
 Menggunakan jamban bersih dan sehat
 Olahraga yang teratur
 Memberantas jentik nyamuk
 Tidak merokok di lingkungan sekolah
 Membuang sampah pada tempatnya, dan
 Melakukan kerja bakti bersama warga lingkungan sekolah untuk
menciptakan lingkungan yang sehat
 Tidak mengonsumsi Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA)
 Tidak meludah sembarangan tempat

2
0
B. PHBS di rumah tangga
 Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
 Memberi bayi ASI eksklusif
 Menimbang bayi dan balita
 Menggunakan air bersih
 Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
 Menggunakan jamban sehat
 Memberantas jentik di rumah
 Makan buah dan sayur setiap hari
 Melakukan aktivitas fisik setiap hari
 Tidak merokok di dalam rumah
 Pengelolaan air minum dan makan di rumah tangga
 Pengelolaan limbah cair di rumah tangga

b. Bagaimana cara melakukan promosi kesehatan terhadap masalah kesehatan


dan kesehatan lingkungan di Kecamatan Mangga?
Jawab: Langkah-langkah promosi kesehatan di masyarakat mencakup:
(1) Pengenalan Kondisi Wilayah, (2) Identifikasi Masalah Kesehatan, (3)
Survai Mawas Diri, (4) Musyawarah Desa atau Kelurahan, (5) Perencanaan
Partisipatif, (6) Pelaksanaan Kegiatan dan (7) Pembinaan Kelestarian.
1. Pengenalan Kondisi Wilayah
Pengenalan kondisi wilayah dilakukan oleh fasilitator dan petugas
Puskesmas dengan mengkaji data Profil Desa atau Profil Kelurahan dan
hasil analisis situasi perkembangan desa/kelurahan. Data dasar yang perlu
dikaji berkaitan dengan pengenalan kondisi wilayah, sebagai berikut:
a. Data Geografi dan Demografi: Peta wilayah dan batas-batas wilayah,
jumlah desa/kelurahan, jumlah RW, jumlah RT, jumlah penduduk,
jumlah rumah tangga, tingkat pendidikan, mata pencaharian/jenis
pekerjaan.
b. Data Kesehatan: Jumlah kejadian sakit akibat berbagai penyakit
(Diare, Malaria, ISPA, Kecacingan, Pneumonia, TB, penyakit

2
1
Jantung, Hipertensi, dan penyakit lain yang umum dijumpai di
Puskesmas). Jumlah kematian (kematian ibu, kematian bayi, dan
kematian balita). Jumlah ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu
menyusui, bayi baru lahir dan balita. Cakupan upaya kesehatan
(cakupan pemeriksaan kehamilan, persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan, cakupan Posyandu, imunisasi dasar lengkap, sarana air
bersih dan jamban). Jumlah dan jenis fasilitas kesehatan yang tersedia
(Poskesdes, Puskesmas Pembantu, klinik). Jumlah dan jenis Upaya
Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang ada seperti
Posyandu, kelompok pemakai air, kelompok arisan jamban, tabulin,
dasolin. Jumlah kader kesehatan/kader PKK, ormas/LSM yang ada.
2. Survai Mawas Diri
Sebagai langkah pertama dalam upaya membina peranserta masyarakat,
perlu diselenggarakan Survai Mawas Diri, yaitu sebuah survai sederhana
oleh para pemuka masyarakat dan perangkat desa/ kelurahan, yang
dibimbing oleh fasilitator dan petugas Puskesmas. Selain untuk mendata
ulang masalah kesehatan, mendiagnosis penyebabnya dari segi perilaku dan
menggali latar belakang perilaku masyarakat, survai ini juga bermanfaat
untuk menciptakan kesadaran dan kepedulian para pemuka masyarakat
terhadap kesehatan masyarakat desa/kelurahan, khususnya dari segi PHBS.
Dalam survai ini akan diidentifikasi dan dirumuskan bersama hal-hal
sebagai berikut: Masalah-masalah kesehatan yang masih diderita/dihadapi
dan mungkin (potensial) dihadapi masyarakat serta urutan prioritas
penanganannya. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalah-masalah
kesehatan, baik dari sisi teknis kesehatan maupun dari sisi perilaku
masyarakat. Dari sisi perilaku, setiap perilaku digali faktor-faktor yang
menjadi latar belakang timbulnya perilaku tersebut.
3. Musyawarah Desa/Kelurahan
Musyawarah Desa/Kelurahan diselenggarakan sebagai tindak lanjut
Survai Mawas Diri, sehingga masih menjadi tugas fasilitator dan petugas
Puskesmas untuk mengawalnya. Musyawarah Desa/ Kelurahan bertujuan:
Menyosialisasikan tentang adanya masalah-masalah kesehatan yang masih

2
2
diderita/dihadapi masyarakat. Mencapai kesepakatan tentang urutan
prioritas masalahmasalah kesehatan yang hendak ditangani. Mencapai
kesepakatan tentang UKBM-UKBM yang hendak dibentuk baru atau
diaktifkan kembali. Memantapkan data/informasi potensi desa atau potensi
kelurahan serta bantuan/dukungan yang diperlukan dan alternatif sumber
bantuan/dukungan tersebut. Menggalang semangat dan partisipasi warga
desa atau kelurahan untuk mendukung pengembangan kesehatan masyarakat
desa/kelurahan. Musyawarah Desa/Kelurahan diakhiri dengan dibentuknya
Forum Desa, yaitu sebuah lembaga kemasyarakatan di mana para pemuka
masyarakat desa/kelurahan berkumpul secara rutin untuk membahas
perkembangan dan pengembangan kesehatan masyarakat desa/kelurahan.
Dari segi PHBS, Musyawarah Desa/Kelurahan bertujuan untuk menjadikan
masyarakat desa/kelurahan menyadari adanya sejumlah perilaku yang
menyebabkan terjadinya berbagai masalah kesehatan yang saat ini dan yang
mungkin (potensial) mereka hadapi.
4. Perencanaan Partisifatif
Setelah diperolehnya kesepakatan dari warga desa atau kelurahan, Forum
Desa mengadakan pertemuan-pertemuan secara intensif guna menyusun
rencana pengembangan kesehatan masyarakat desa/kelurahan untuk
dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Desa/Kelurahan. Rencana
Pengembangan Kesehatan Masyarakat Desa/Kelurahan harus mencakup:
Rekrutmen/pengaktifan kembali kader kesehatan dan pelatihan pembinaan
PHBS di Rumah Tangga untuk para kader kesehatan oleh petugas
Puskesmas dan fasilitator, berikut biaya yang diperlukan dan jadwal
pelaksanaannya. Kegiatan-kegiatan pembinaan PHBS di Rumah Tangga
yang akan dilaksanakan oleh kader kesehatan dengan pendekatan
Dasawisma.
5. Pelaksanaan Kegiatan
Sebagai langkah pertama dalam pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan,
petugas Puskesmas dan fasilitator mengajak Forum Desa merekrut atau
memanggil kembali kader-kader kesehatan yang ada. Selain itu, juga untuk
mengupayakan sedikit dana (dana desa/kelurahan atau swadaya masyarakat)

2
3
guna keperluan pelatihan kader kesehatan. Selanjutnya, pelatihan kader
kesehatan oleh fasilitator dan petugas Puskesmas dapat dilaksanakan.
Segera setelah itu, kegiatan-kegiatan yang tidak memerlukan biaya
operasional seperti penyuluhan dan advokasi dapat dilaksanakan.
Sedangkan kegiatan-kegiatan lain yang memerlukan dana dilakukan jika
sudah tersedia dana, apakah itu dana dari swadaya masyarakat, dari donatur
(misalnya pengusaha), atau dari pemerintah, termasuk dari desa /kelurahan.
Promosi kesehatan dilaksanakan dengan pemberdayaan keluarga melalui
Dasawisma, yang didukung oleh bina suasana dan advokasi.
a. Pemberdayaan
Pemberdayaan individu dilaksanakan dalam berbagai kesempatan,
khususnya pada saat individu-individu anggota rumah tangga berkunjung
dan memanfaatkan upaya-upaya kesehatan bersumber masyarakat (UKBM)
seperti Posyandu, Poskesdes, dan lain-lain, melalui pemberian informasi dan
konsultasi. Dalam kesempatan ini, para kader (dan juga petugas kesehatan)
yang bekerja di UKBM harus berupaya meyakinkan individu tersebut akan
pentingnya mempraktikkan PHBS berkaitan dengan masalah kesehatan
yang sedang dan atau potensial dihadapinya.
Pemberdayaan keluarga dilaksanakan melalui kunjungan ke rumah
tangga dan konsultasi keluarga oleh para kader kesehatan. Juga melalui
bimbingan atau pendampingan ketika keluarga tersebut membutuhkan
(misalnya tatkala membangun jamban, membuat taman obat keluarga dan
lain-lain). Dalam hal ini, fasilitator dan petugas Puskesmas
mengorganisasikan para kader kesehatan dengan membagi tugas dan
tanggung jawab melalui pendekatan Dasawisma. Seorang atau dua orang
kader diberi tugas dan tanggung jawab untuk membina PHBS 5–10 rumah
tangga.
b. Bina Suasana
Bina suasana diawali dengan advokasi oleh fasilitator dan petugas
Puskesmas untuk menggalang kemitraan. Keberhasilan advokasi dan
penggalangan kemitraan akan memotivasi para pemuka atau tokoh-tokoh
masyarakat tersebut untuk berperan aktif dalam bina suasana, dalam rangka

2
4
menciptakan opini publik, suasana yang kondusif dan panutan di tingkat
desa dan kelurahan bagi dipraktikkannya PHBS oleh rumah tangga. Para
pengurus organisasi kemasyarakatan juga termotivasi untuk mendorong
anggotaanggotanya agar mempraktikkan PHBS. Bina suasana juga dapat
dilakukan dengan pemanfaatan media seperti pemasangan spanduk dan atau
billboard di jalan-jalan desa/kelurahan, penempelan poster di tempat-tempat
strategis, pembuatan dan pemeliharaan taman obat/taman gizi percontohan
di beberapa lokasi, serta pemanfaatan media tradisional.
c. Advokasi
Advokasi dilakukan oleh fasilitator dan petugas Puskesmas terhadap para
pemuka masyarakat dan pengurus organisasi kemasyarakatan tingkat desa
dan kelurahan, agar mereka berperanserta dalam kegiatan bina suasana. Di
samping itu, advokasi juga dilakukan terhadap para penyandang dana,
termasuk pengusaha, agar mereka membantu upaya pengembangan
kesehatan masyarakat desa/kelurahan.
Kegiatan-kegiatan pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi di desa dan
kelurahan tersebut di atas harus didukung oleh kegiatan-kegiatan (1) bina
suasana PHBS di Rumah Tangga dalam lingkup yang lebih luas (kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi dan nasional) dengan memanfaatkan media massa
berjangkauan luas seperti surat kabar, majalah, radio, televisi dan internet;
serta (2) advokasi secara berjenjang dari tingkat provinsi ke tingkat
kabupaten/kota dan dari tingkat kabupaten/kota ke tingkat kecamatan.
6. Evalusai dan Pembinaan Kelestarian
Evaluasi dan pembinaan kelestarian merupakan tugas dari Kepala
Desa/Lurah dan perangkat desa/kelurahan dengan dukungan dari berbagai
pihak, utamanya pemerintah daerah dan pemerintah. Kehadiran fasilitator di
desa dan kelurahan sudah sangat minimal, karena perannya sudah dapat
sepenuhnya digantikan oleh kader-kader kesehatan, dengan supervisi dari
Puskesmas. Perencanaan partisipatif dalam rangka pembinaan kesehatan
masyarakat desa/kelurahan, sudah berjalan baik dan rutin serta terintegrasi
dalam proses perencanaan pembangunan desa atau kelurahan dan
mekanisme Musrenbang. Kemitraan dan dukungan sumber daya serta sarana

2
5
dari pihak di luar pemerintah juga sudah tergalang dengan baik dan
melembaga. Pada tahap ini, selain pertemuan-pertemuan berkala serta
kursus-kursus penyegar bagi para kader kesehatan, juga dikembangkan cara-
cara lain untuk memelihara dan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan para kader tersebut. Pembinaan kelestarian juga dilaksanakan
terintegrasi dengan penyelenggaraan Lomba Desa dan Kelurahan yang
diselenggarakan setiap tahun secara berjenjang sejak dari tingkat
desa/kelurahan sampai ke tingkat nasional. Dalam rangka pembinaan
kelestarian juga diselenggarakan pencatatan dan pelaporan perkembangan
kesehatan masyarakat desa/kelurahan, termasuk PHBS di Rumah Tangga,
yang berjalan secara berjenjang dan terintegrasi dengan Sistem Informasi
Pembangunan Desa yang diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri.

c. Bagaimana hubungan PHBS dengan keberadaan jentik di rumah penduduk?


Jawab: PHBS memiliki hubungan terhadap keberadaan jentik dirumah.
Dalam penelitian Indriawati (2014), PHBS merupakan faktor risiko kejadian
DBD pada KK RW 01 Sawojajar Kota Malang. Dimana KK yang yang
berprilaku hidup bersih dan sehat buruk memiliki resiko menderita penyakir
DBD 6,75 kali lebih besar dari pada KK yang berprilaku hidup bersih dan
sehat baik.

d. Berapa frekuensi promosi kesehatan yang seharusnya dilakukan sesuai


dengan masalah kesehan Kecamatan Mangga?
Jawab: Minimal 1 bulan sekali, tapi tidak menutup kemungkinan lebih
karena tergantung dari program dan permasalahan kesehatan yang ada di
suatu puskesmas tersebut.

5. Melihat permasalahan yang ada dokter Desi berkoordinasi dengan pak camat,
segera mengadakan pertemuan dengan kepala desa, pak RT, kepala sekolah,
tokoh agama, kader kesehatan mengadakan Survei Mawas Diri dan dilanjutkan
dengan Musyawarah Masyarakat Desa serta diharapkan akan menurunkan
penyakit Demam Berdarah Dengue di Kecamatan “Mangga”. Minggu yang

2
6
lalu, Puskesmas “Manggis” dikunjungi oleh staff dinas kesahatan kabupaten
karena kegiatan surveilance DBD tidak jalan.
a. Bagaimana cara melakukan surveilance epidemiologi DBD?
Jawab: Surveilans epidemiologi dilaksanakan dengan dua cara yaitu pasif
dan aktif. Surveilans pasif merupakan pengumpulan keterangan tentang
kejadian penyakit dalam masyarakat yang dilakukan oleh unit surveilans
mulai dari tingkat puskesmas sampai ke tingkat nasional. Surveilans aktif
merupakan pengumpulan data terhadap satu atau lebih penyakit tertentu,
dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan yang telah ditugaskan untuk
hal tersebut.
Salah satu cara efektif yang bisa dilakukan untuk menekan angka
kesakitan dan kematian akibat DBD yakni dengan melaksanakan surveilans
epidemiologi. Hal ini tertuang dalam peraturan perundang-undangan terkait
dengan program pengendalian DBD untuk upaya pemberantasan penyakit
DBD salah satunya dengan penemuan dan pengamatan situasi penyakit
DBD secara teratur sehingga kejadian luar biasa diketahui sedini mungkin
dan dapat menentukan desa rawan penyakit DBD.
Surveilans epidemiologi DBD di puskesmas meliputi:
1. Kegiatan pengumpulan dan pencatatan data tersangka DBD untuk
melakukan penyelidikan epidemiologi (PE).
2. Pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk pemantauan KLB
berdasarkan laporan mingguan (W2 DBD), laporan bulanan
kasus/kematian dan program pemberantasan (K-DBD) data dasar
perorangan penderita suspek DD, DBD, SSD (DP-DBD).
3. Penentuan stratifikasi (endemisitas) desa/kelurahan, distribusi kasus
DBD per RW/dusun, penentuan musim penularan, dan kecenderungan
DBD.
Cara menghitung insiden dan prevalensi rate suatu penyakit yaitu sebagai
berikut:
 Insidence rate dari suatu penyakit tertentu adalah jumlah kasus baru yang
terjadi di kalangan penduduk selama periode waktu tertentu.

2
7
 Prevalence rate mengukur jumlah orang di kalangan penduduk yang
menderita suatu penyakit pada suatu titik waktu tertentu.

b. Bagaimana design studi yang digunakan untuk surveilance epidemiologi


DBD pada kasus?
Jawab: Design studi: analitik observasional dengan design cros sectional.

c. Bagaimana cara melakukan Survei Mawas Diri?


Jawab: Survei Mawas Diri adalah kegiatan pengenalan, pengumpulan,
dan pengkajian masyarakat kesehatan yang dilakukan oleh kader dan tokoh
masyarakat setempat dibawah bimbingan kepala desa dan petugas
kesehatan. Pelaksana SMD adalah kader yang telah dilatih dan tokoh
masyarakat di desa. Sasaran SMD adalah semua rumah yang ada di
desa/kelurahan atau menetapkan sampel rumah dilokasi tertentu (± 450
rumah) yang dapat menggambarkan kondisi masalah kesehatan, lingkungan
dan perilaku pada umumnya di desa/kelurahan.
Langkah-langkah Survey Mawas Diri (SMD)
 Persiapan SMD
Menyusun daftar pertanyaan, Menyusun lembar observasi untuk meng-
observasi rumah, halaman dan lingkungan, Menentukan kriteria responden,
termasuk cakupan wilayah dan jumlah Kepala Keluarga (KK).
 Pelaksanaan SMD
Melakukan interview atau wawancara terhadap responden, dan
melakukan pengamatan terhadap rumah dan lingkungan.
 Tindak Lanjut SMD
Meninjau kembali Pelaksanaan Survei Mawas Diri; merangkum,
mengolah dan menganalisa data yang telah dikumpulkan; dan menyusun

2
8
laporan SMD sebagai bahan untuk pelaksanaan Musyawarah Masyarakat
Desa (MMD).
 Pengolahan Data SMD
Setelah melakukan pengolahan data, selanjutnya dibuat kesepakatan
tentang:
1. Masalah-masalah yang dirasakan oleh masyarakat;
2. Menentukan Prioritas Masalah; dan
3. Kesediaan masyarakat untuk ikut serta dalam menentukan
pemecahan masalah.
4. Penyajian data SMD
Adapun metode penyajian data SMD dapat dilakukan melalui 3 (tiga)
cara yaitu:
 Tekstular, yaitu dengan menggunakan kalimat;
 Tabular, yaitu dengan menggunakan tabel;
 Grafikal, yaitu dengan menggunakan grafik.

d. Bagaimana cara melakukan Musyawarah Masyarakat Desa?


Jawab: Musyawarah masyarakat desa (MMD) merupakan pertemuan
perwakilan warga desa/kelurahan, Tim Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dan
Pokjanal Kecamatan membahas hasil SMD, prioritas masalah yang akan
diatasi, menggali potensi sumber daya yang dimiliki dan penyusunan
rencana intervensi. Frekuensi pertemuan MMD minimal dilakukan 3 kali
per tahun. Tujuan dari MMD ini adalah sebagai berikut:
a. Masyarakat mengenal masalah kesehatan di wilayahnya.
b. Masyarakat sepakat untuk menanggulangi masalah kesehatan.
c. Masyarakat menyusun rencana rencana kerja untuk menanggulangi
masalah kesehatan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan MMD adalah
sebagai berikut:
a. Musyawarah Masyarakat desa harus dihadiri oleh pemuka masyarakat
desa, petugas puskesmas, dan sektor terkait di kecamatan, (seksi

2
9
pemerintahan dan pembangunan, BKKBN, pertanian, agama, dan lain-
lain).
b. Musyawarah Masyarakat desa dilaksanakan di balai desa atau tempat
pertemuan lainnya yang ada di desa.
c. Musyawarah Masyarakat desa dilaksanakan segera setelah SMD
dilakukan.
Cara melakukan Musyawarah Masyarakat desa adalah sebagai berikut:
a. Pembukaan dengan menguraikan maksud dan tujuan MMD dipimpin
oleh kepala Desa.
b. Pengenalan masalah kesehatan oleh masyarakat sendiri melalui curah
pendapat dengan mempergunakan alat peraga, poster, dan lain-lain
dengan dipimpin oleh ibu desa.
c. Penyajian hasil SMD oleh kelompok SMD
d. Perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan atas dasar
pengenalan masalah dan hasil SMD, dilanjutkan dengan rekomendasi
teknis dari petugas kesehatan di desa atau perawat komunitas.
e. Penyusunan rencana penanggulangan masalah kesehatan dengan
dipimpin oleh kepala desa.
f. Penutup.

e. Apa pentingnya melakukan SMD dan MMD?


Jawab: Pentingnya melakukan SMD dan MMD:
 Survei Mawas Diri (SMD) sangat penting untuk dilaksanakan agar
masyarakat menjadi sadar akan adanya masalah kesehatan yang sedang
dihadapi, masyarakat mampu mengenal, mengumpulkan data dan
mengkaji masalah yang ada dalam lingkungannya sendiri, timbulnya
minat dan kesadaran untuk mengetahui masalah-masalah kesehatan dan
pentingnya masalah tersebut segera diatasi, serta mampu untuk menggali
sumber daya yang ada atau dimiliki. Hasil SMD Puskesmas kemudian
akan menjadi dasar untuk menyusun pemecahan masalah yang dihadapi.
 Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) merupakan pertemuan
perwakilan warga desa beserta tokoh masyarakatnya dan para petugas

3
0
untuk membahas hasil Survei Mawas Diri (SMD) dan merencanakan
penanggulangan masalah kesehatan yang diperoleh dari hasil survei
mawas diri.

f. Bagaimana peran dinkes terhadap survilance yang tidak berjalan?


Jawab: Peran dinkes kabupaten/kota sebagai pemilik unit pelaksana
teknis/puskesmas adalah mengupayakan dengan sungguh-sungguh agar
peraturan no 75 tahun 2014 terpenuhi untuk semua puskesmas di wilayah
kerjanya. Dalam pelaksanaan pendekatan keluarga, dinkes memiliki 3 peran:
1. Pengembangan sumber daya
2. Koordinasi dan bimbingan: dilakukan dengan mengirimkan petugas ke
puskesmas guna membantu pemecahan masalah-masalah yang dihadapi
puskesmas
3. Pemantauan dan pengendalian: dilakukan dengan mengembangkan
sistem pelaporan dari puskesmas ke dinkes kab/kota sehingga dinkes
kab/kota dapat mengetahui IKS tingkat kecamatan dari masing-masing
kecamatan diwilayah kerjanya, dan menghitung IKS tingkat kab/kota.
Pada kasus dinkes mendatangi puskesmas sebagai wujud dari peran
dinkes untuk melakukan koordinasi dan bimbingan, serta pemantauan dan
pengendalian.

g. Bagaimana hubungan dilakukannya SMD dan MMD dengan angka kejadian


penyakit DBD?
Jawab:
 SMD (Survey Mawas Diri) dilaksanakan dalam rangka identifikasi
masalah kesehatan maupun potensi yang ada di wilayah desa tersebut.
Hasil SMD meliputi masalah kesehatan, penyebab/faktor
resiko(lingkungan/perilaku) serta potensi yang ada di wilayah tersebut.
 MMD (Musyawarah Masyarakat Desa) merupakan tindak lanjut SMD
yang bertujuan untuk menentukan prioritas masalah, pemecahan masalah
dan kesepakatan tindak lanjut dengan memanfaatkan potensi yang ada.

3
1
Untuk mencegah dan membatasi penyebaran penyakit Demam Berdarah,
setiap keluarga perlu melakukan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
(PSN-DBD) dengan cara “3M” yaitu:
1. Menguras dengan menyikat dinding tempat penampungan air (tempayan,
drum, bak mandi, dan lain-lain) atau menaburkan bubuk abate/altosid
bila tempat-tempat tersebut tidak bisa dikuras
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air agar nyamuk tidak
dapatmasuk dan berkembang biak di dalamnya
3. Mengubur/membuang barang-barang bekas yang dapat menampung air
hujan misalnya ban bekas, kaleng bekas, tempat minuman mineral dan
lain-lain.

6. Dokter Desi ingin menurunkan kejadian DBD diwilayah puskesmas “Manggis”


dengan membuat program-program kegiatan prevensi terhadap penyakit DBD.
a. Apa saja program yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian penyakit
DBD?
Jawab: Melalui 5 level of prevention:
1. Health Promotion, dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
 Pendidikan dan Penyuluhan tentang kesehatan pada masyarakat.
 Memberdayakan kearifan lokal yang ada.
Misalnya kearifan lokal masyarakat di pedesaan yaitu gotong
royong.
 Perbaikan suplai dan penyimpanan air.
Air bisa menjadi tempat hidup dan perkembangbiakan vektor
penyakit lain seperti demam berdarah dengue (DBD).
 Menekan angka pertumbuhan penduduk.
Daerah yang terjangkit DBD pada umumnya adalah kota atau
wilayah yang padat penduduk.
 Perbaikan sanitasi lingkungan, tata ruang kota dan kebijakan
pemerintah.
Penataan ruang kota yang baik akan meningkatkan status kesehatan
masyarakat setempat. Selain itu sanitasi lingkungan juga harus

3
2
diperbaiki karena beberapa hal berikut ini: Perindukkan nyamuk
Aedes aegypti yang paling banyak berupa bak mandi, kemudian
diikuti gentong, bak WC, tempayan, ember dan tempat wudhu.
Genangan air dijadikan sebagai breeding place nyamuk Aedes
aegypti.
2. Specific protection
a. Abatisasi
b. Fogging focus
c. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
d. Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk
e. Pencegahan gigitan nyamuk.
f. Pengendalian vektor.
3. Early Diagnosis dan Prompt Treatment
Deteksi dini yakni deteksi virus (antigen) secara dini dengan metode
antigen capture (NS1 atau non-structural protein 1) untuk mendeteksi
adanya virus dalam tubuh. Deteksi dini dilakukan dengan mendirikan
Pos-pos DBD disetiap RW, atau Kelurahan.
Beberapa metode lain untuk melakukan pencegahan pada tahap Early
Diagnosis dan Prompt Treatment antara lain sebagai berikut:
a. Pelacakan penderita.
b. Penemuan dan pertolongan penderita
c. Pemeriksaan laboratorium
d. Pengobatan penderita demam berdarah
4. Disability Limitation
Pembatasan kecacatan yang dilakukan adalah untuk menghilangkan
gangguan kemampuan bekerja yang diakibatkan suatu penyakit.
Pembatasan kecacatan dapat dilakukan dengan pengobatan dan
perawatan.
5. Rehabilitation
 Rehabilitasi fisik, yaitu agar bekas penderita memperoleh perbaikan
fisik semaksimal-maksimalnya.
 Rehabilitasi mental

3
3
 Rehabilitasi sosial vokasional
 Rehabilitasi aesthesis.

IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan


No Learning What I don’t What I have to
What I Know How I will learn
. Issue know prove
Surveillance Pegertian Pelaksanaan, Perhitungan  Undang-undang
Epidemiologi sumber data insidensi dan
surveillance, prevalensi, survei  Peraturan
presentasi dan epidemiologi DBD Pemerintah
1.
analisi data, di puskesmas,
pengumpulan
dan pengolohan  Peraturan
data surveilance Menteri
DBD Definisi, 5 levelEpidemiologi, Kesehatan
etiologi, faktor prevention DBD edukasi, dan
2.
risiko penanggulangan  Jurnal
DBD
Kesehatan Standar kualitas Water related
3. Lingkungan air minum dan Disease  Textbook
air sanitasi
PHBS Definisi, tujuan, Strategi promosi Sasaran PHBS  Internet
manfaat kesehatan dalam
4. PHBS, tatanan
PHBS  Expert
SMD dan Pengertian SMD Langkah-
MMD dan MMD langkah SMD,
pelaksanaan
SMD, tindak
lanjut dan
5.
pengolahan data
SMD, cara
melakukan dan
langkah-langkah
MMD

3
4
V. Sintesis Masalah
A. Surveilance Epidemiologi
a. Pengertian Surveilans DBD

Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah proses


pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data, serta penyebarluasan
informasi ke penyelenggara program dan pihak instansi terkait secara
sistematis dan terus menerus tentang situasi DBD dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan secara efektif dan efisien (Ditjen PPM
& PL Depkes RI, 2003).

b. Pelaksanaan Surveilans DBD

Surveilans DBD terutama ditujukan untuk deteksi Kejadian Luar Biasa


(KLB) dan monitoring program penanggulangan. Setiap letusan KLD
dilakukan penyelidikan epidemiologi dan pemeriksaan spesimen (Ditjen PPM
& PL Depkes RI, 2003). Syarat dilakukannya surveilans:

a) Apabila tujuan pemberantasan penyakit mengharuskan melakukan


penyelidikan
b) Infeksi yang bersifat KLB menurut waktu dan tempat dan jumlah
karkterisitik orang terkena.
c) Indikasi penyelidikan:
 Insiden penyakit melebihi frekeunsi yang biasa. (Batasannya
diserahkan ke pejabat wilayah setempat)
 Adanya letusan tersangka “common source”
 Kecurigaan adanya suatu penularan “common source” pada dua atau
lebih kasus untuk suatu penyakit sering sudah cukup untuk memulai
suatu penyelidikan.
d) Penyakit berat pada orang orang golongan risiko tinggi
e) Pengetahuan yg akan diperoleh dari penyelidikan akan membantu
pemahaman yg lebih baik terhadap st penyakit. (Teori agent, host dan
lingkungan)

Ada cara pencegahan atau pemberantasan penyakit tersebut

1. Insidensi
Insiden adalah jumlah kasus baru yang terjadi di kalangan penduduk
∑ kasus baru
selama periode waktu tertentu. Incidence Rate=
populasi terexpose
Untuk memperoleh insidensi harus dilakukan dengan melakukan
pengamatan kelompok penduduk yang mempunyai risiko terkena penyakit

3
5
yang ingin dicari, yaitu dengan cara mengikuti secara prospektif untuk
menentukan insidensi kasus baru.

2. Prevalensi
Prevalensi adalah suatu perhitungan frekuensi yang engukur jumlah
orang di kalangan penduduk yang menderita suatu penyakit pada suatu titik
∑ kasus lama dan baru
waktu tertentu. Prevalence Rate =
∑ penduduk terekspose
Bila prevalence rate ditentukan pada suatu saat maka disebut sebagai
point prevalence rate, dan bila ditentukan selama suatu periode waktu tertentu
maka disebut sebagai periode prevalence rate.

c. Sumber Data Surveilans DBD


1) Rumah Sakit

Laporan morbiditas dan mortalitas bulanan penderita rawat inap dan


rawat jalan rumah sakit. Laporan Kewaspadaan Dini Rumah Sakit (KD-RS)
setiap ada kasus, merupakan indeks kasus yang perlu penelusuran lapangan.

2) Puskesmas

Laporan morbiditas puskesmas melalui laporan SP2TP atau SP3 atau


SIMPUS yang datanya dirangkum dalam data Sistem Surveilans Terpadu
Penyakit (SSTP) Kabupaten/Kota atau Provinsi, atau laporan Puskesmas
Sentinel bagi Kabupaten/Kota yang memiliki. Laporan mingguan (W2)
Puskesmas bagi surveilans Kabupaten/Kota dan Surveilans Provinsi, serta
laporan W1 (24 jam) bila ada indikasi KLB.

3) Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Belum semua Balai Laboratorium Kesehatan pusat/daerah dapat


melakukan pemeriksaan, tetapi hasil data pemeriksaan laboratorium perlu
dimanfaatkan dalam analisa surveilans.

4) Hasil Penyelidikan Kasus di Lapangan oleh Petugas

Penyelidikan kasus DBD di lapangan sangat penting dan bermanfaat,


karena kemungkinan akan ditemukan faktor risiko terjadi penularan serta
didapatkan kasus.

5) Data Kegiatan Program

3
6
Laporan Pelaksanaan Fogging dari form K DBD dan Angka Bebas
Jentik (ABJ) serta hasil kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) yang
dilakukan surveilans Kabupaten/Kota (Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2003).

d. Presentasi dan Analisis Data

Presentasi dan analisis data surveilans DBD dapat disajikan dalam


bentuk grafik, tabel dan peta untuk memperlihatkan tren kasus menurut umur,
waktu dan klasifikasi diagnosa DBD, jumlah kasus dan kematian yang
ditimbulkan dan klasifikasi daerah rawan DBD (Ditjen PPM & PL Depkes RI,
2003).

e. Kegunaan Data Surveilans untuk Manajemen

Kegunaan informasi epidemiologi yang dihasilkan dapat digunakan


sebagai berikut:

1) Monitoring Case Fatality Rate (CFR) untuk meningkatkan manajemen


kasus.
2) Monitoring Incidence Rate (IR) untuk menilai dampak program.
3) Dapat mendeteksi KLB agar dapat segera melakukan tindakan
penanggulangan (Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2003).

f. Surveilans Epidemiologi DBD di Puskesmas

Surveilans Epidemiologi DBD di Puskesmas meliputi kegiatan


pengumpulan dan pencarian data tersangka DD, DBD, SSD; pengolahan dan
penyajian data penderita DBD untuk pemantauan KLB; KD/RS-DBD untuk
pelaporan tersangka DBD, penderita DD, DBD, SSD dalam 24 jam setelah
diagnosis ditegakkan; laporan KLB (W1); laporan mingguan KLB (W2-
DBD); data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD (DP-DBD),
penentuan stratifikasi (endemisitas) desa/kelurahan, distribusi kasus DBD per
RW/dusun, penentuan musim penularan, dan kecenderungan DBD (Ditjen
PPM & PL Depkes RI, 2005).

g. Pengumpulan dan Pencatatan Data

Pengumpulan data dan pencatatan dilakukan setiap hari, bila ada laporan
tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD. Data tersangka DBD dan
penderita DD, DBD, SSD yang diterima puskesmas dapat berasal dari rumah
sakit atau dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas sendiri atau puskesmas
lain (cross notification) dan puskesmas pembantu, unit pelayanan kesehatan
lain (balai pengobatan, poliklinik, dokter praktek swasta, dan lain-lain), dan

3
7
hasil penyelidikan epidemiologi (kasus tambahan jika sudah ada konfirmasi
dari rumah sakit/unit pelayanan kesehatan lainnya).
Untuk pencatatan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD
menggunakan “Buku Catatan Harian Penderita DBD” yang memuat catatan
(kolom) tersangka DBD (Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2005).

h. Pengolahan dan Penyajian Data

Data pada “Buku Catatan Harian Penderita DBD” diolah dan disajikan
dalam bentuk pemantau an situasi DD, DBD, SSD mingguan menurat
desa/kelurahan. Dari hasil penjumlahan penderita DBD dan SSD dari data
mingguan tersebut dapat dideteksi secara dini adanya KLB DBD atau keadaan
yang menjurus pada KLB DBD.
Bila terjadi KLB DBD, maka lakukan tindakan sesuai dengan pedoman
penanggulangan KLB DBD dan laporkan segera ke dinas kesehatan
kabupaten/kota menggunakan formulir W1. Penyampaian laporan tersangka
DBD dan penderita DD, DBD, SSD selambat-lambatnya dalam 24 jam setelah
diagnosis ditegakkan menggunakan formulir KD/RS-DBD.
Laporan data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD menggunakan
formulir DP-DBD yang disampaikan per bulan laporan mingguan adalah hasil
penjumlahan penderita DBD dan SSD setiap minggu menurut desa/kelurahan
dan dilaporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota menggunakan formulir W2-
DBD. Laporan bulanan adalah hasil penjumlahan penderita/kematian DD,
DBD, SSD termasuk data kegiatan pokok pemberantasan/penanggulangannya
setiap bulan dan dilaporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota menggunakan
formulir K-DBD.
Penentuan stratifikasi desa/kelurahan DBD ditentukan menurut
stratifikasi desa/kelurahan yang ada di wilayah cakupan puskesmas. Distribusi
penderita DBD per RW/dusun dibuat setiap tahun dengan menjumlahkan
penderita DBD dan SSD per RW/dusun. Penentuan musim penularan
dilakukan dengan menjumlahkan penderita DBD dan SSD per bulan selama 5
tahun terakhir. Mengetahui kecenderungan situasi penyakit dilakukan dengan
menjumlahkan penderita DBD dan SSD per tahun sejak kasus ditemukan.

B. DBD
a. Definisi
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang terjadi akibat infeksi
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, atralgia, dan myalgia yang
disertai dengan gejala trombositopenia serta gambaran kebocoran plasma

3
8
(Setiati dkk., 2014). Virus dengue menginfeksi manusia melalui gigitan
nyamuk sebagai vektor demam berdarah dengue.
b. Epidemiologi
Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan
pen-ingkatan ekspansi geografis ke negara-negara baru dan, dalam dekade ini,
dari kota ke lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di sebagian
besar wila-yah tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika
Tengah, Amerika dan Karibia.
Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan
subtropik bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan
kematian pada anak 90% di antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di
Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di be-berapa provinsi, yang
terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang
dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun berikutnya
jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna
dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak
137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR)
0,86% serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384
orang atau CFR 0,89%.
Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi adalah pada kelompok
umur <15 tahun (95%) dan mengalami pergerseran dengan adanya
peningkatan proporsi penderita pada kelompok umur 15 -44 tahun, sedangkan
proporsi penderita DBD pada kelompok umur >45 tahun sangat rendah.

c. Faktor Resiko
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian kasus demam berdarah
dengue secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga yaitu faktor vektor,
pejamu, dan lingkungan. Faktor vektor mencakup bionomik serta kepadatan
vektor nyamuk. Riwayat demam berdarah dengue di keluarga atau lingkungan
sekitar, status imun, mobilitas, serta riwayat paparan nyamuk termasuk ke
dalam faktor pejamu yang dapat meningkatkan risiko terjadinya demam
berdarah dengue. Faktor lingkungan antara lain jarak antar rumah atau

3
9
kepadatan penduduk, curah hujan, suhu, dan sanitasi. Kemiskinan dapat pula
digolongkan ke dalam faktor risiko berhubungan dengan penyediaan rumah
yang layak dan sehat, pasokan air minum, dan pembuangan sampah.

d. Penanggulangan
 Melakukan diagnosis dan tatalaksana secepatnya
 Identifikasi dan eliminasi faktor resiko
 Identifikasi dan eliminasi vektor
 Edukasi masyarakat tentang gejala DBD
 Meningkatkan usaha PSN

e. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk
dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus dari genus Flavivirus
merupakan virus yang tersusun atas asam ribonukleat rantai tungga dengan
berat molekul 4x106 dan diameter 30 nm. Virus dengue memiliki 4 serotipe,
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe virus ini dapat
ditemukan di Indonesia dengan virus DEN-3 merupakan yang terbanya.
Seluruh serotipe yang dimiliki oleh virus dengue memiliki antigen yang sama.
Meskipun demikian, kekebalan terhadap salah satu serotipe tidak dapat
memberikan kekebalan yang sama terhadap infeksi virus dengue dari serotipe
yang berbeda, bahkan infeksi kedua dari virus dengue dengan serotipe yang
berbeda pada seseorang yang telah memiliki kekebalan terhadap virus dengue
dengan serotipe tertentu dapat mengakibatkan timbulnya manifestasi klinis
yang berat.

f. Edukasi
 Memberi informasi tentang DBD dan cara penularannya
 Memberi informasi tentang manifestasi klinis DBD
 Memberi informasi tentang faktor resiko DBD
 Memberi informasi tentang gerakan 3 M

4
0
g. Five level prevention
1) Health Promotion, dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
 Pendidikan dan Penyuluhan tentang kesehatan pada masyarakat.
 Memberdayakan kearifan lokal yang ada. Misalnya kearifan lokal
masyarakat di pedesaan yaitu gotong royong.
 Perbaikan suplai dan penyimpanan air. Air bisa menjadi tempat hidup
dan perkembangbiakan vektor penyakit lain seperti demam berdarah
dengue (DBD).
 Menekan angka pertumbuhan penduduk. Daerah yang terjangkit DBD
pada umumnya adalah kota atau wilayah yang padat penduduk.
 Perbaikan sanitasi lingkungan, tata ruang kota dan kebijakan pemerintah.
Penataan ruang kota yang baik akan meningkatkan status kesehatan
masyarakat setempat. Selain itu sanitasi lingkungan juga harus
diperbaiki karena beberapa hal berikut ini: Perindukkan nyamuk Aedes
aegypti yang paling banyak berupa bak mandi, kemudian diikuti
gentong, bak WC, tempayan, ember dan tempat wudhu. Genangan air
dijadikan sebagai breeding place nyamuk Aedes aegypti.

2) Specific protection
 Abatisasi
 Fogging focus
 Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
 Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk
 Pencegahan gigitan nyamuk.
 Pengendalian vektor.

3) Early Diagnosis dan Prompt Treatment


Deteksi dini yakni deteksi virus (antigen) secara dini dengan metode
antigen capture (NS1 atau non-structural protein 1) untuk mendeteksi
adanya virus dalam tubuh. Deteksi dini dilakukan dengan mendirikan Pos-

4
1
pos DBD disetiap RW, atau Kelurahan. Beberapa metode lain untuk
melakukan pencegahan pada tahap Early Diagnosis dan Prompt Treatment
antara lain sebagai berikut:
 Pelacakan penderita.
 Penemuan dan pertolongan penderita
 Pemeriksaan laboratorium
 Pengobatan penderita demam berdarah

4) Disability Limitation
Pembatasan kecacatan yang dilakukan adalah untuk menghilangkan
gangguan kemampuan bekerja yang diakibatkan suatu penyakit. Pembatasan
kecacatan dapat dilakukan dengan pengobatan dan perawatan.

5) Rehabilitation
 Rehabilitasi fisik, yaitu agar bekas penderita memperoleh perbaikan fisik
semaksimal-maksimalnya.
 Rehabilitasi mental
 Rehabilitasi sosial vokasional
 Rehabilitasi aesthesis.

C. Kesehatan Lingkungan
a. Air
1) Standar Kualitas Air Minum
 Parameter Wajib

4
2
2) Standar Kualitas Air Sanitasi
 Parameter Fisik

 Parameter Kimia

4
3
 Parameter Biologis

3) Water Related Diseases


 Waterborne Disease
Merupakan penyakit yang ditularkan ke manusia akibat adanya
cemaran baik berupa mikroorganisme ataupun zat pada air. Kontaminasi
pada manusia dapat melalui kegiatan minum, mandi, mencuci, proses
menyiapkan makanan, ataupun memakan makanan yang telah
terkontaminasi saat proses penyiapan makanan. Gejala yang paling sering
muncul adalah berupa diare.
 Water-Based Disease
Water Based Disease adalah penyakit yang ditularkan oleh bibit
penyakit yang sebagian besar siklus hidupnya di air (Contoh:
Schistosomiasis).
 Water-Washed Disease
Water Washed Disease adalah penyakit yang disebabkan oleh
kurangnya air untuk pemeliharaan kebersihan perseorangan dan air bagi
kebersihan alat-alat terutama alat-alat dapur dan alat makan. Terjaminnya
kebersihan oleh tersedianya air yang cukup maka penularan penyakit-
penyakit tertentu pada manusia dapat dikurangi.
 Water-Related Insect Vector
Water Related Insect Vector adalah penyakit yang ditularkan melalui
vektor penyakit yang sebagian atau seluruhnya perindukan hidupnya
tergantung pada air misalnya Malaria, Demam berdarah, Filariasis, Yellow
fever, dan sebagainya.

4
4
b. MCK
1) Jenis-Jenis Jamban
 Jamban cemplung/kakus (pit latrine)
Prinsip jamban cemplung yaitu memposisikan jamban sedemikian
rupa agar tinja langsung masuk ke lubang jamban yang berada di bawah
tanah. Jamban jenis ini sering dijumpai di daerah pedesaan. Dalamnya
berkisar antara 1,53 m saja (tidak boleh terlalu dalam). Jarak dari sumber
air minimal sejauh 15 m.

 Jamban cemplung berventilasi (ventilation improved pit latrine)


Jamban ini hampir sama dengan jamban cemplung, bedanya jamban
ini menggunakan ventilasi pipa.

 Jamban empang (fishpond latrine)


Jamban ini dibangun di atas empang ikan. Prinsipnya adalah tinja
yang jatuh ke empang akan langsung menjadi makanan ikan.

 Jamban Kimia (Chemical Toilet)


Jamban model ini biasanya dibangun pada tempat-tempat rekreasi,
pada transportasi seperti kereta api dan pesawat terbang dan lain-lain.
Disini tinja disenfeksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda dan
pembersihnya dipakai kertas tissue (toilet paper). Jamban kimia sifatnya
sementara, karena kotoran yang telah terkumpul perlu di buang lagi.

 Septic tank
Latrin jenis ini merupakan cara pembuangan tinja yang paling baik.
Septic tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air, dimana tinja dan
air buangan masuk dan mengalami dekomposisi setelah beberapa hari.

2) Kriteria Jamban Sehat

4
5
 Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak
10-15 meter dari sumber air minum
 Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus
 Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak
mencemari tanah di sekitarnya
 Mudah dibersihkan dan aman penggunannya
 Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna
 Cukup penerangan
 Lantai kedap air
 Ventilasi cukup baik
 Tersedia air dan alat pembersih

D. PHBS
a. Definisi PHBS
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan salah satu strategi
yang dicanangkan oleh Departemen Kesehatan untuk mencapai tujuan
pembangunan Millenium 2015 melalui rumusan visi dan misi Indonesia Sehat,
sebagaimana yang dicita-citakan oleh seluruh masyarakat Indonesia dalam
menyongsong Milenium Development Goals (MDGs).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan perilaku yang
dipraktekkan oleh setiap individu dengan kesadaran sendiri untuk
meningkatkan kesehatannya dan berperan aktif dalam mewujudkan
lingkungan yang sehat. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat harus diterapkan
dalam setiap sisi kehidupan manusia kapan saja dan dimana saja. PHBS di
rumah tangga/keluarga, institusi kesehatan, tempat-tempat umum, sekolah
maupun di tempat kerja karena perilaku merupakan sikap dan tindakan yang
akan membentuk kebiasaan sehingga melekat dalam diri seseorang.

b. Tujuan PHBS di Rumah Tangga

PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) memiliki tujuan


yaitu meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan
masyarakat agar hidup bersih dan sehat serta masyarakat termasuk swasta dan
dunia usaha berperan serta aktif mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

c. Manfaat PHBS di Rumah Tangga


a) Manfaat PHBS bagi rumah tangga:
 Setiap rumah tangga meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit

4
6
 Anak tumbuh sehat dan cerdas
 Produktivitas kerja anggota keluarga meningkat dengan meningkatnya
kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang dialokasikan untuk
kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi seperti biaya pendidikan,
pemenuhan gizi keluarga dan modal usaha untuk peningkatan
pendapatan keluarga.

b) Manfaat PHBS bagi masyarakat:


 Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan yang sehat
 Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah
kesehatan
 Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
 Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber
Masyarakat (UKBM) seperti posyandu, jaminan pemeliharaan
kesehatan, tabungan bersalin (tabulin), arisan jamban, kelompok
pemakai air, ambulans desa dan lain-lain.

c) Sasaran PHBS di Rumah Tangga

Sasaran PHBS di Rumah Tangga adalah seluruh anggota keluarga


yaitu:

 Pasangan Usia Subur


 Ibu Hamil dan Ibu Menyusui
 Anak dan Remaja
 Usia Lanjut
 Pengasuh Anak

d) Tatanan PHBS

PHBS berada di lima tatanan yakni:

 Tatanan rumah tangga

Membudayakan hidup sehat tidaklah sulit harus ada kesadaran,


keinginan dan kemauan untuk memulainya. Setiap keluarga dapat
menerapkan prinsip untuk hidup bersih serta menjadikan perilaku sehat
menjadi kebiasaan setiap anggota keluarga. Jika kebiasan yang baik telah
ditanamkan sejak dini maka tidaklah sulit melakukannya, karena sesuatu
yang dilakukan sebagai kebiasaan sangat mudah untuk dikerjakan.
Tanamkan prinsip bahwa kesehatan merupakan suatu "kebutuhan",
sehingga kita akan termotivasi untuk mencapainya dan melakukannya.

4
7
 Tatanan sekolah
Indikator PHBS di sekolah antara lain:
1) Mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun.
2) Mengkonsumsi jajanan di warung /kantin sekolah.
3) Membuang sampah pada tempatnya
4) Olah raga yang teratur dan terukur
5) Memberantas jentik nyamuk.
6) Tidak merokok.
7) menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan,
8) Menggunakan jamban.

 Tatanan tempat kerja

Indikator PHBS di tempat kerja antara lain: Semua PHBS diharapkan


dilakukan di tempat kerja. Namun demikian, tempat kerja telah masuk
kategori Tempat Kerja Sehat, bila masyarakat pekerja di tempat kerja:

1) Tidak merokok di tempat kerja


2) Membeli dan mengkonsumsi makanan dari tempat kerja.
3) Melakukan olahraga secara teratur/aktivitas fisik
4) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan
sesudah buang air besar dan buang air kecil
5) Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja.
6) Menggunakan air bersih.
7) Menggunakan jamban saat buang air kecil dan besar.
8) Membuang sampah pada tempatnya. Menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD) sesuai jenis pekerjaan.

 Tatanan tempat umum

PHBS ditempat umum adalah upaya untuk memberdayakan


masyarakat pengunjung dan pengelola tempat-tempat umum agar tahu,
mau dan mampu untuk mempraktekkan PHBS dan berperan aktif dalam
mewujudkan tempat-tempat umum sehat. Tempat-tempat umum adalah
sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta atau perorangan
yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat seperti sarana pariwisata,
transportasi, sarana ibadah, sarana perdagangan dan olahraga, rekreasi dan
sarana sosial lainnya. Contoh tempat umum antara lain: pasar, tempat
ibadah, rumah makan, angkutan umum, dan fasilitas kesehatan.

4
8
e) Strategi Promosi Kesehatan Dalam PHBS
Beberapa hal yang disarikan tentang pokok-pokok promosi kesehatan
(health promotion) untuk PHBS yang merupakan embrio promosi kesehatan
di Indonesia ini adalah bahwa:
 Promosi Kesehatan (Health Promotion) yang diberi definisi Proses
pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatannya (the process of enabling people to control over
and improve their health), lebih luas dari Pendidikan atau Penyuluhan
Kesehatan.
 Pendidikan/Penyuluhan Kesehatan (dapat dikatakan) menekankan pada
upaya perubahan atau perbaikan perilaku kesehatan.
 Promosi Kesehatan juga berarti upaya yang bersifat promotif
(peningkatan) sebagai perpaduan dari upaya preventif (pencegahan),
kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan) dalam rangkaian
upaya kesehatan yang komprehensif.
 Pendidikan atau Penyuluhan Kesehatan menekankan pada pendekatan
edukatif, sedangkan pada Promosi Kesehatan, selain tetap menekankan
pentingnya pendekatan edukatif yang banyak dilakukan pada tingkat
masyarakat di strata primer.

E. SMD dan MMD


a. SMD
Survei Mawas Diri adalah kegiatan pengenalan, pengumpulan, dan
pengkajian masyarakat kesehatan yang dilakukan oleh kader dan tokoh
masyarakat setempat dibawah bimbingan kepala desa dan petugas kesehatan.
Pelaksana SMD adalah kader yang telah dilatih dan tokoh
masyarakat di desa. Sasaran SMD adalah semua rumah yang ada di
desa/kelurahan atau menetapkan sampel rumah dilokasi tertentu (± 450
rumah) yang dapat menggambarkan kondisi masalah kesehatan, lingkungan
dan perilaku pada umumnya di desa/kelurahan.
Survei Mawas Diri (SMD) sangat penting untuk dilaksanakan agar
masyarakat menjadi sadar akan adanya masalah kesehatan yang sedang
dihadapi, masyarakat mampu mengenal, mengumpulkan data dan mengkaji
masalah yang ada dalam lingkungannya sendiri, timbulnya minat dan
kesadaran untuk mengetahui masalah-masalah kesehatan dan pentingnya
masalah tersebut segera diatasi, serta mampu untuk menggali sumber daya
yang ada atau dimiliki. Hasil SMD Puskesmas kemudian akan menjadi dasar
untuk menyusun pemecahan masalah yang dihadapi. SMD (Survey Mawas
Diri) dilaksanakan dalam rangka identifikasi masalah kesehatan maupun
potensi yang ada di wilayah desa tersebut. Hasil SMD meliputi masalah

4
9
kesehatan, penyebab/faktor resiko(lingkungan/perilaku) serta potensi yang ada
di wilayah tersebut.
Langkah-langkah Survey Mawas Diri (SMD):
1. Persiapan SMD
Menyusun daftar pertanyaan, Menyusun lembar observasi untuk meng-
observasi rumah, halaman dan lingkungan, Menentukan kriteria responden,
termasuk cakupan wilayah dan jumlah Kepala Keluarga (KK).
2. Pelaksanaan SMD
Melakukan interview atau wawancara terhadap responden, dan
melakukan pengamatan terhadap rumah dan lingkungan.
3. Tindak Lanjut SMD
Meninjau kembali Pelaksanaan Survei Mawas Diri; merangkum,
mengolah dan menganalisa data yang telah dikumpulkan; dan menyusun
laporan SMD sebagai bahan untuk pelaksanaan Musyawarah Masyarakat Desa
(MMD).

4. Pengolahan Data SMD


Setelah melakukan pengolahan data, selanjutnya dibuat kesepakatan
tentang:
1) Masalah-masalah yang dirasakan oleh masyarakat;
2) Menentukan Prioritas Masalah; dan
3) Kesediaan masyarakat untuk ikut serta dalam menentukan pemecahan
masalah.
4) Penyajian data SMD, adapun metode penyajian data SMD dapat
dilakukan melalui 3 (tiga) cara yaitu:
 Tekstular, yaitu dengan menggunakan kalimat;
 Tabular, yaitu dengan menggunakan tabel;
 Grafikal, yaitu dengan menggunakan grafik.

b. MMD
Musyawarah masyarakat desa (MMD) merupakan
pertemuan perwakilan warga desa/kelurahan, Tim Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif dan Pokjanal Kecamatan membahas
hasil SMD, prioritas masalah yang akan diatasi, menggali

5
0
potensi sumber daya yang dimiliki dan penyusunan rencana
intervensi. Frekuensi pertemuan MMD minimal dilakukan 3
kali per tahun.
Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) merupakan pertemuan
perwakilan warga desa beserta tokoh masyarakatnya dan para petugas untuk
membahas hasil Survei Mawas Diri (SMD) dan merencanakan
penanggulangan masalah kesehatan yang diperoleh dari hasil survei mawas
diri. MMD (Musyawarah Masyarakat Desa) merupakan tindak lanjut SMD
yang bertujuan untuk menentukan prioritas masalah, pemecahan masalah dan
kesepakatan tindak lanjut dengan memanfaatkan potensi yang ada. Tujuan
dari MMD ini adalah sebagai berikut:
 Masyarakat mengenal masalah kesehatan di wilayahnya.
 Masyarakat sepakat untuk menanggulangi masalah
kesehatan.
 Masyarakat menyusun rencana rencana kerja untuk
menanggulangi masalah kesehatan.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan


MMD adalah sebagai berikut:
 Musyawarah Masyarakat desa harus dihadiri oleh pemuka
masyarakat desa, petugas puskesmas, dan sektor terkait di
kecamatan, (seksi pemerintahan dan pembangunan,
BKKBN, pertanian, agama, dan lain-lain).
 Musyawarah Masyarakat desa dilaksanakan di balai desa
atau tempat pertemuan lainnya yang ada di desa.
 Musyawarah Masyarakat desa dilaksanakan segera setelah
SMD dilakukan.

Cara melakukan Musyawarah Masyarakat desa adalah


sebagai berikut:
 Pembukaan dengan menguraikan maksud dan tujuan MMD
dipimpin oleh kepala Desa.
 Pengenalan masalah kesehatan oleh masyarakat sendiri
melalui curah pendapat dengan mempergunakan alat

5
1
peraga, poster, dan lain-lain dengan dipimpin oleh ibu
desa.
 Penyajian hasil SMD oleh kelompok SMD
 Perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan
atas dasar pengenalan masalah dan hasil SMD, dilanjutkan
dengan rekomendasi teknis dari petugas kesehatan di desa
atau perawat komunitas.
 Penyusunan rencana penanggulangan masalah kesehatan
dengan dipimpin oleh kepala desa.
 Penutup.

VI. Kerangka Konsep

Pertemuan tingkat Loka karya mini


Puskesmas loka triwulanan lintas Identifikasi masalah
karya mini bulanan sektoral bersama melalui SMD
(kepala puskesmas camat, ketua tim
bersama staff penggerak PKK,
puskesmas) dan sektor terkait

Penentuan prioritas
masalah melalui MMD

Program-program
promosi dan prevensi
(PHBS)

Angka kejadian DBD


menurun

5
2
VII. Kesimpulan
Peran dokter Desi sebagai kepala Puskesmas untuk menurunkan angka
kejadian DBD di kecamatan Mangga yaitu membuat program-program kegiatan
prevensi DBD.

DAFTAR PUSTAKA

Arfan I, Taufik M. 2017. Analisis Surveilans Epidemiologi Kasus Demam


Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Se-Kota Pontianak Tahun 2016.
Universitas Muhammadiyah Pontianak.
Atikah Proverawati, Eni Rahmawati. 2012. Perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS). Yogyakarta: Nuha Medika.
Handayani, L., Ma’ruf, N.A., Sopacua, E. 2010. Peran Tenaga Kesehatan
Sebagai Pelaksana Pelayanan Kesehatan Puskesmas. Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan 13(01) hal 12-20

Jailan dkk. 2016. Sistem penggelolaan dan upaya penanggulangan sampah di


kelurahan dufa-dufa kota ternate.

Kemenkes RI Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2013.


Buku Saku Pengendalian Demam Berdarah Dengue Untuk Pengelola
Program DBD Puskemas. Diunduh dari http://www.pppl.depkes.go.id
pada 23 September 2019.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Pedoman Umum Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga halaman 47-48. Jakarta;
kementrian kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan

5
3
Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam
Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum. Peraturan Menteri
Kesehatan No 32 tahun 2017.

Kemenkes RI Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2014.


Petunjuk Teknis Jumantik– PSN Anak Sekolah. Diunduh dari
http://www.pppl.depkes.go.id pada 23 September 2019.

Menteri Kesehatan RI. 2010. Persyaratan Kualitas Air Minum. Peraturan Menteri
Kesehatan No 492/MENKES/PER/IV/2010.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta:


Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat: Ilmu & Seni. Jakarta: Rineka


Cipta.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas
Air Minum
Peraturan Menteri Kesehatan No. 2269 Tahun 2011 tentang PHBS
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 Tentang
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 66 tahun 2014 tentang
Kesehatan Lingkungan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2014 tentang STBM.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 Tentang
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Air
Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, Dan
Pemandian Umum.
Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela
Epidemiologi: Topik Utama ‘Demam Berdarah Dengue’. Volume 2, Agustus
2010. ISSN-2087-1546.

Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A. W., K, M. S., Setiyohadi, B., & Syam, A. F. 2014.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing.

5
4
Thomas S. 2007. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue
(PSN DBD). Edisi 3. Jakarta; Departemen Kesehatan 2007.

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan


Sampah.

World Health Organization (WHO). 2011. Comprehensive Guidelines for


Preventing and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever.
Diabetologia. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

5
5

Anda mungkin juga menyukai