Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fakta yang terjadi di prodi pendidikan matematika UIN Sunan Gunung Djati

Bandung menunjukkan bahwa hasil belajar mahasiswa dalam mata kuliah kalkulus II

pada dua angkatan terakhir masih rendah, hal ini dapat dilihat pada prosentase

kelulusan mahasiswa pada gambar 1.1.

Prosentase Nilai Mata Kuliah Kalkulus II pada


Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika Angkatan
2004/2005

A B C
0% 9% 3%
D
16%

E
72%

Prosentase Nilai Mata Kuliah Kalkulus II pada


Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika Angkatan
2005/2006

A B C
5% 5% 5%
D
13%

E
72%

Gambar 1.1: Prosentase Nilai Mata Kuliah Kalkulus II Mahasiswa


Prodi Matematika Angkatan 2004/2005 dan 2005/2006
2

Jika melihat pada rendahnya prosentase kelulusan nilai mata kuliah kalkulus

II pada gambar 1.1, maka dapat diprediksi bahwa untuk mengikuti mata kuliah dasar

kejuruan yang lainnya dalam hal ini bidang matematika, mahasiswa akan mengalami

kesulitan. Hal ini bisa diamati dari banyaknya mata kuliah lain menjadikan Kalkulus

II sebagai suatu prasyarat untuk mempelajarinya, diantaranya Kalkulus III, Analisis

Real dan Geometri Transformasi yang tentunya membutuhkan berbagai teknik dan

konsep dalam memahaminya.

Melihat kenyataan seperti itu, maka munculah suatu pertanyaan yang perlu

dicari penyebab serta alternatif solusinya. Pertanyaan dimaksud adalah mengapa hasil

belajar mahasiswa pada mata kuliah kalkulus II mayoritas mendapat nilai E?.

Jawaban atas pertanyaan di atas sebenarnya tidaklah mudah untuk dikemukakan,

karena tinggi-rendahnya hasil belajar mahasiswa dipengaruhi oleh banyak faktor,

diantaranya faktor dosen, mahasiswa dan pembelajarannya/perkuliahannya.

Hasil dari wawancara tidak terstruktur dengan mahasiswa dan pihak prodi

pendidikan matematika terungkap bahwa faktor dosen dan pembelajarannya sudah

cukup baik. Dosen yang mengajar pada mata kuliah Kalkulus II memiliki kompetensi

(berkompeten) dalam bidang matematika dan berpengalaman dalam mengajar. Hal ini

tentunya dapat dilihat dari jenjang pendidikan yang sudah ditempuhnya dan tugasnya

sebagai dosen tetap di UPI dan dosen luar biasa di perguruan tinggi lain. Dalam

perkuliahannya selalu datang tepat waktu, evaluasi yang diberikan sesuai dengan

materi yang dibahas, dan objektif dalam memberi nilai kepada mahasiswanya.

Faktor lainnya adalah mahasiswanya. Penerimaan mahasiswa prodi

pendidikan matematika di UIN sunan Gunung Djati Bandung diseleksi melalui dua
3

jalur yaitu melalui jalur khusus dan jalur tes. Jika mahasiswa yang lulus kedua jalur

ini ternyata mendapatkan hasil belajar yang rendah mungkin saja hal ini diakibatkan

proses seleksi terutama jalur tes yang kurang sesuai. Sebagaimana yang diungkapkan

Ehda (2006: 39) bahwa untuk ujian tulis, materi yang diujikan meliputi pengetahuan

agama, pengetahuan bahasa, dan pengetahuan umum sebanyak 300 soal. Dari jumlah

tersebut soal yang khusus untuk mata pelajaran matematika hanya 6,67% atau 20

soal. Sehingga kemampuan dasar mereka dalam bidang matematika kurang teruji

akibatnya pada saat perkuliahan mahasiswa sering mengalami kesulitan karena

lemahnya pemahaman mereka terhadap materi prasyarat.

Tetapi fakta yang terjadi saat diadakan semester pendek pada tahun 2005,

banyak mahasiswa yang mampu meraih nilai A pada mata kuliah Kalkulus II. Setelah

dianalisis melalui wawancara yang tidak terstruktur terungkap pada saat semester

pendek sebagian mahasiswa mengakui bahwa mereka memiliki waktu yang cukup

dalam belajar mandiri baik secara individu atau berkelompok. Sedangkan pada saat

kuliah reguler mereka sering disibukan oleh berbagai macam tugas. Sehingga dapat

dikatakan bahwa salah satu faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan

belajar mahasiswa adalah kemampuan dalam belajar mandiri.

Salah satu alternatif solusi untuk meningkatkan kemampuan belajar mandiri

mahasiswa ialah melalui pembelajaran tambahan menggunakan modul yang akan

dijadikan model pembelajaran dalam penelitian ini. Adapun model pembelajaran

tambahan modul ini merupakan pengembangan gaya belajar abstrak konseptual yang

dikemukakan oleh Kolb (dalam Knisley, 2003), bahwa terdapat paling sedikit empat

gaya belajar seorang siswa, sebagai kombinasi dimensi kongkrit-abstrak dan dimensi
4

aktif–reflektif. Dimana pada pelaksanaannya terbagi ke dalam empat tahapan yaitu

kongkrit-reflektif, kongkrit-aktif, abstrak-reflektif, dan abstrak aktif. Pembelajaran

tambahan modul yang akan dilaksanakan merupakan pengembangan dari tahapan

terakhir yaitu abstrak-aktif, dimana para siswa belajar dengan mengembangkan

strategi individu sedangkan pendidik berperan sebagai coach (pelatih).

Penerapan model pembelajaran modul ini dimaksudkan untuk membantu

mahasiswa dalam belajar mandiri sebagai salah satu konsekuensi dari pelaksanaan

Sistem Kredit Semester (SKS) di perguruan tinggi. Model pembelajaran

menggunakan modul menurut Russel (dalam Ruseffendi, 1988: 385) “Modul

(modular instructional) adalah suatu paket pengajaran yang memuat suatu unit

konsep bahan pengajaran yang dapat dipelajari sendiri (self instructional)”. Model

pembelajaran ini merupakan salah satu tipe dari pembelajaran individual yang lebih

memberikan kesempatan kepada siswa kapan dan mengenai apa ia belajar; mengatur

waktu, tempat dan materi yang akan dipelajarinya. Dalam pelaksanaannya model

pembelajaran ini sering digabungkan dengan pembelajaran tutorial, sebagaimana

yang dilaksanakan di Universitas Terbuka dengan sistem Pendidikan Terbuka dan

Jarak Jauh (PTTJJ). Sehingga model pembelajaran tambahan dalam penelitian ini pun

akan mengadakan tutorial kepada mahasiswa.

Pembelajaran tutorial yang akan dilaksanakan berupa tutor kelompok,

menurut Hamalik (2005: 189) ditegaskan bahwa, “Pada dasarnya tutorial berdasarkan

pada hubungan antara satu orang guru dan satu orang siswa. Namun dewasa ini sudah

mulai umum dilaksanakan tutorial kelompok, dimana satu orang guru membimbing

sekelompok siswa yang terdiri dari lima atau tujuh orang siswa sekaligus pada waktu
5

yang sama.” Dari uraian yang telah dikemukakan sebelumnya maka makna dari

pembelajaran tambahan tutor kelompok adalah kegiatan belajar yang dilakukan dalam

kelompok-kelompok dengan didampingi oleh seorang tutor. Dengan teknik ini,

sebenarnya tidak banyak berbeda dengan pengajaran kelas, yang membedakannya

pada penelitian ini digunakan suatu modul, sehingga kegiatan bimbingan individu-

individu dalam kelompok dapat lebih terarah. Adapun perbedaannya dengan

pembelajaran kooperatif dapat dilihat dari adanya seorang tutor yang berfungsi

memberikan bantuan belajar kepada kelompok tersebut. Bantuan belajar tersebut

dapat diberikan oleh orang yang lebih tua atau yang sebaya. Hasil belajar yang

diperoleh dari pembelajaran tambahan menggunakan modul ini selanjutnya akan

dibandingkan dengan pembelajaran tambahan diskusi kelas yang sudah biasa

dilaksanakan oleh mahasiswa. Pembelajaran tambahan diskusi kelas juga merupakan

pengembangan dari tahapan keempat gaya belajar Kolb. Dari perbandingan kedua

model pembelajaran yakni menggunakan modul dan diskusi kelas dapat diketahui

model pembelajaran mana yang lebih memberikan pengaruh terhadap hasil belajar

mahasiswa.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini

mengambil judul “PENGARUH PEMBELAJARAN TAMBAHAN SEBAGAI

UPAYA MENGEMBANGKAN GAYA BELAJAR KOLB TERHADAP HASIL

BELAJAR MAHASISWA PADA MATA KULIAH KALKULUS II MATERI

FUNGSI TRANSENDEN” (Penelitian eksperimen pada mahasiswa prodi

pendidikan matematika angkatan 2006/2007 UIN Sunan Gunung Dajati

Bandung).
6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka diajukan

beberapa pertanyaan sebagai rumusan masalah berikut:

1. Bagaimana hasil belajar mata kuliah kalkulus II materi fungsi transenden pada

mahasiswa prodi pendidikan matematika angkatan 2006/2007 UIN Sunan

Gunung Djati Bandung yang menggunakan pembelajaran tambahan melalui

modul?

2. Bagaimana hasil belajar mata kuliah kalkulus II materi fungsi transenden pada

mahasiswa prodi pendidikan matematika angkatan 2006/2007 UIN Sunan

Gunung Djati Bandung yang menggunakan pembelajaran tambahan melalui

diskusi kelas?

3. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar mata kuliah kalkulus II materi fungsi

transenden pada mahasiswa prodi pendidikan matematika angkatan

2006/2007 UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang menggunakan

pembelajaran tambahan melalui modul dengan diskusi kelas terhadap gaya

belajar Kolb?

4. Faktor apa yang menyebabkan kesulitan belajar mahasiswa pada mata kuliah

kalkulus II materi fungsi transenden?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui hasil belajar mata kuliah kalkulus II materi fungsi

transenden pada mahasiswa prodi pendidikan matematika angkatan


7

2006/2007 UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang menggunakan

pembelajaran tambahan melalui modul.

2. Untuk mengetahui hasil belajar mata kuliah kalkulus II materi fungsi

transenden pada mahasiswa prodi pendidikan matematika angkatan

2006/2007 UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang menggunakan

pembelajaran tambahan melalui diskusi kelas.

3. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar mata kuliah kalkulus II materi

fungsi transenden pada mahasiswa prodi pendidikan matematika angkatan

2006/2007 UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang menggunakan

pembelajaran tambahan melalui modul dengan diskusi kelas.

4. Untuk mengetahui faktor penyebab kesulitan belajar mahasiswa pada mata

kuliah kalkulus II materi fungsi transenden.

D. Batasan Masalah

Untuk mencegah meluasnya permasalahan, maka penelitian ini dibatasi pada:

1. Hasil belajar mata kuliah Kalkulus II.

2. Materi yang akan dibahas adalah Bab VII mengenai Fungsi Transenden.

3. Objek yang diteliti adalah Mahasiswa Prodi Matematika tingkat I Angkatan

2006/2007.

E. Manfaat Penelitian

Ada beberapa manfaat dari pelaksanaan penelitian ini, diantaranya :

1. Sebagai informasi tentang kemampuan mahasiswa dalam belajar mandiri.

2. Memberikan salah satu alternatif model pembelajaran tambahan yang dapat

diterapkan pada mahasiswa.


8

3. Memacu dan membiasakan mahasiswa untuk belajar mandiri sehingga dapat

meningkatkan hasil belajarnya.

4. Membentuk pola pikir mahasiswa untuk berpikir kritis, logis dan kreatif

dalam menyelesaikan soal-soal problem solving.

F. Kerangka Pemikiran

Menurut Sanjaya (2006: 105) diungkapkan bahwa belajar adalah proses

berpikir. Dalam pembelajaran berpikir proses pendidikan tidak hanya menekankan

kepada materi-materi pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa

untuk memperoleh pengetahuannya sendiri.

Hasil dari belajar berpikir ini diharapkan adanya perubahan dan kemampuan

untuk berubah dalam diri seseorang. Banyak sekali (kalau bukan seluruhnya) bentuk-

bentuk perubahan yang terdapat dalam diri manusia yang bergantung pada belajar,

sehingga kualitas peradaban manusia juga terpulang pada apa dan bagaimana ia

belajar. Selain itu, hal lain yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan

menjadi beberapa macam. Dalam hal ini, sesuai dengan yang diungkapkan Syah

(2003: 132) bahwa secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa

dapat dibedakan menjadi tiga macam:

1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani


dan rohani siswa.
2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan
disekitar siswa.
3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya
belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
9

Selanjutnya, suatu kegiatan dapat dikatakan efisien apabila dengan usaha

belajar tertentu memberikan hasil belajar yang tinggi. Menurut Sopianti (2004: 15),

”Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki individu setelah ia menerima seluruh

pengalaman belajarnya”. Dengan demikian, hasil belajar matematika adalah hasil

yang dicapai setelah ia belajar matematika yang tentunya tanpa menafikan faktor-

faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut.

Hasil belajar matematika yang demikian pun tidak hanya difokuskan pada

perkembangan hasil belajar matematika siswa, akan tetapi hasil belajar dengan

serangkaian faktor-faktor yang mempengaruhinya. Terkait dengan penelitian yang

akan dilakukan, hasil belajar matematika ini lebih diarahkan kepada hasil belajar

mahasiswa pada mata kuliah kalkulus II pokok bahasan fungsi transenden.

Hasil belajar matematika merupakan hasil interaksi dari beberapa faktor, hal

ini sesuai dengan yang dikemukakan Sopianti (2004: 15) bahwa hasil belajar pada

umumnya merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang turut mempengaruhi dalam

proses belajar mengajar matematika, maka hasil belajar matematika di perguruan

tinggi meliputi beberapa faktor, yaitu nilai hasil ujian akhir semester, kehadiran, nilai

ujian tengah semester, nilai tugas mandiri, dan nilai tugas kelompok.

Jika merujuk kepada proses penilaian mata kuliah kalkulus II pokok bahasan

fungsi transenden sebagai mata kuliah yang dijadikan permasalahan dalam penelitian

ini, maka penilaian sepenuhnya dilakukan dengan proses penilaian hasil ujian per

bab. Namun sebagai suatu pertimbangan yang lebih terperinci, maka indikator yang

dibuat pada penelitian ini merujuk pada indikator kalkulus II pokok bahasan fungsi

transenden. Adapun indikatornya sebagai berikut:


10

1. Fungsi Logaritma Asli


2. Fungsi-Fungsi Balikan dan Turunannya
3. Fungsi-Fungsi Eksponen Asli
4. Fungsi Eksponen dan Logaritma Umum
5. Fungsi-Fungsi Balikan Trigonometri dan Turunannya

Penentuan indikator tersebut didasarkan pada materi yang terdapat dalam

pokok bahasan fungsi transenden yang dijadikan bahan ajar. Sebagai suatu

pertimbangan dalam penelitian yang akan dilakukan, berikut materi yang dijadikan

bahan ajar pada mata kuliah kalkulus II yang terdiri atas 3 bab yaitu:

1. Integral
2. Fungsi Transenden
3. Teknik Integrasi

Adapun sebagai suatu alasan pengambilan pokok bahasan fungsi transenden

adalah umumnya mahasiswa prodi matematika angkatan 2004/2005 dan angkatan

2005/2006 mengalami kesulitan dalam memahami pokok bahasan tersebut dari ketiga

pokok bahasan yang ada. Sebagai bukti empiris prosentase dapat dilakukan pada nilai

yang diperoleh mahasiswa prodi matematika angkatan 2004/2005 dan angkatan

2005/2006 tiap pokok bahasan yang dijadikan bahan ajar pada kalkulus II.

Rendahnya nilai mata kuliah kalkulus II pokok bahasan fungsi transenden

yang terjadi pada mahasiswa prodi matematika angkatan 2004/2005 dan angkatan

2005/2006 dibutuhkan perhatian yang lebih untuk menemukan solusinya, hal ini

layak diutamakan karena memang mata kuliah kalkulus II memiliki peran yang

penting dalam memahami mata kuliah lainnya seperti yang telah disinggung dalam

latar belakang penelitian ini. Sebagai bukti kongkrit untuk mendapatkan hal yang

empiris maka dalam penelitian ini digunakan suatu model pembelajaran tambahan

yang mungkin tepat dijadikan solusi dalam mengatasi permasalahan yang ada. Model
11

pembelajaran yang akan digunakan ialah model pembelajaran tambahan berupa tutor

kelompok dengan menggunakan modul.

Model pembelajaran tambahan merupakan salah satu tahapan dari empat

tahap-tahap pembelajaran yang dikemukakan oleh Kolb (dalam Knisley, 2003),

bahwa terdapat paling sedikit empat gaya belajar seorang siswa, sebagai kombinasi

dimensi kongkrit-abstrak dan dimensi aktif–reflektif. Adapun tahap-tahap

pembelajarannya disusun seperti berikut:

1. Kongkrit-Reflektif: Guru menjelaskan konsep secara figuratif dalam


konteks yang familiar berdasarkan istilah-istilah yang terkait dengan
konsep yang telah diketahui siswa.
2. Kongkrit-Aktif: Guru memberikan tugas dan dorongan agar siswa
melakukan eksplorasi, percobaan, mengukur, atau membandingkan
sehingga dapat membedakan konsep baru ini dengan konsep-konsep yang
telah diketahuinya.
3. Abstrak-Reflektif: Siswa membuat atau memilih pernyataan yang terkait
dengan konsep baru, memberi contoh kontra untuk menyangkal
pernyataan yang salah, dan membuktikan pernyataan yang benar bersama-
sama dengan guru.
4. Abstrak-Aktif: Siswa melakukan practice (latihan) menggunakan konsep
baru untuk memecahkan masalah dan mengembangkan strategi.

Pada keempat tahapan pembelajaran Kolb, pembelajaran tambahan

merupakan pengembangan pada tahap keempat, dimana pada tahap ini siswa lebih

aktif dan guru berperan sebagai pelatih (coach). Dengan mengambil asumsi bahwa

tahap pertama sampai ketiga sudah dilaksanakan oleh guru/dosen, maka penelitian ini

menggunakan tahap keempat (abstrak-aktif) sebagai dasar dari pembelajaran

tambahan yang akan dilakukan.

Model pembelajaran tambahan ini disandarkan pada teori konstruktivisme

yang beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia

mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena,


12

pengalaman dan lingkungan mereka. Bagi konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat

ditransfer begitu saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterpretasikan

sendiri oleh masing-masing orang. Tiap orang harus mengkonstruksi pengetahuan

sendiri (Suparno, 1997: 28).

Prinsip-prinsip teori konstruktivisme menurut Driver (dalam Suparno, 1997:

49) adalah: (a) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal atau

sosial, (b) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid kecuali hanya

dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar, (c) murid aktif mengkonstruksi terus-

menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep yang lebih rinci, lengkap serta

sesuai dengan konsep ilmiah, dan (d) guru sekedar membantu menyediakan sarana

dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.

Dari prinsip konstruktivisme tersebut, terlihat bahwa ide pokok dari teori ini

adalah siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri, sedangkan guru

hanyalah berfungsi sebagai fasilitator. Hal ini sesuai dengan tahap keempat dari

tahapan pembelajaran yang dikemukakan Kolb, dimana pada tahap ini siswa lebih

aktif dan guru berperan sebagai pelatih (coach). Pada tahap keempat inilah

pembelajaran tambahan dapat diterapkan.

Adapun model pembelajaran tambahan ini merupakan suatu model

pembelajaran dimana satu orang guru (tutor) membimbing sekelompok siswa

(mahasiswa) yang terdiri dari lima atau tujuh orang siswa sekaligus pada waktu yang

sama dengan menggunakan bantuan modul, dalam hal ini sekelompok siswa dapat di

maknai lebih luas menjadi sekelompok siswa dalam satu kelas jadi tidak hanya

dibatasi oleh lima atau tujuh orang siswa. Adapun perbedaannya dengan
13

pembelajaran kooperatif dapat dilihat dari adanya seorang tutor yang berfungsi

memberikan bantuan belajar kepada kelompok tersebut. Bantuan belajar tersebut

dapat diberikan oleh orang yang lebih tua atau yang sebaya.

Pembelajaran tambahan ini penting untuk dilaksanakan, selain sebagai salah

satu tahapan dalam tahap-tahap pembelajaran Kolb, juga untuk mendorong

mahasiswa agar dapat belajar mandiri. Hal ini suatu konsekuensi dari sistem

pembelajaran di perguruan tinggi yang menerapkan Sistem Kredit Semester (SKS)

dimana untuk setiap satu SKS setara dengan 1 jam pelajaran (50 menit), mahasiswa

diharuskan melaksanakan kuliah tatap muka dengan dosen 50 menit, mengerjakan

tugas-tugas yang diberikan dosen selama 50 menit, dan melaksanakan belajar mandiri

50 menit, maka fungsi dari pembelajaran tambahan ini adalah memenuhi tugas

mahasiswa untuk belajar mandiri. Sedangkan sebagai salah satu alasan digunakannya

modul dalam pembelajaran tambahan ini ialah mahasiswa diberikan kebebasan

terarah di dalam belajarnya agar dapat membentuk pengetahuan yang telah

dimilikinya dan kemudian dikembangkan baik secara individual maupun kelompok

sehingga pencapaian hasil belajar akan lebih optimum.

Selain itu pembelajaran tambahan dengan strategi penyajian modul ini

dirancang agar belajar mahasiswa tidak terfokus hanya mempelajari satu sumber saja,

tapi mahasiswa didorong untuk melakukan eksplorasi terhadap sumber-sumber

belajar lain yang relevan. Melalui pendekatan ini, diharapkan kompetensi dasar

seperti kemampuan komunikasi, kerjasama dalam tim, penguasaan teknologi

informasi, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dapat terbentuk pada diri

mahasiswa. Modul Pembelajaran yang akan disusun membahas tentang Fungsi


14

Transenden, yang terdiri atas 5 bagian proses pembelajaran dan meliputi 5 sub

kompetensi, yaitu: fungsi logaritma asli; fungsi-fungsi balikan dan turunannya;

fungsi-fungsi eksponen asli; fungsi eksponen dan logaritma umum; dan fungsi-fungsi

balikan trigonometri dan turunannya. Adapun skema pembelajaran yang akan

dilaksanakan diilustrasikan pada gambar 1.2.

Pembelajaran Biasa (Perkuliahan)


Dosen

Pembelajaran Tambahan Pembelajaran Tambahan


Di Luar Perkuliahan Di Luar Perkuliahan
Melalui Modul Melalui Diskusi Kelas

Post-test (Ujian Bab Fungsi Transenden)

Gambar 1.2: Skema Pembelajaran Tambahan

Berikut ini tahapan pembelajaran tambahan menggunakan modul yang akan

dilaksanakan.

1. Tahap pertama diawali dengan persiapan tutor (peneliti) menyusun suatu

modul pembelajaran yang di dalamnya berisi pengantar, prasyarat, petunjuk

penggunaan, cek kemampuan, kegiatan belajar yang terdiri atas 5 kegiatan

belajar, evaluasi kompetensi dan tindak lanjut.

2. Tahap kedua modul dibagikan kepada setiap mahasiswa untuk dipelajari baik

secara individu maupun kelompok, dalam mempelajarinya mahasiswa

diberikan kebebasan dan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.

3. Tahap ketiga untuk setiap kegiatan belajar diadakan tatap muka dengan tutor,

waktu pelaksanaan tatap muka merupakan hasil kesepakatan tutor dengan


15

mahasiswa minimal satu kali untuk setiap kegiatan belajar. Pada tahap ini

mahasiswa diberikan kesempatan untuk bertanya apabila dia mengalami

kesulitan dalam materi yang sedang dipelajarinya.

4. Tahap keempat mahasiswa mengerjakan evaluasi dari setiap kegiatan belajar,

apabila hasil evaluasi terhadap penguasaan kompetensi mencapai 75% atau

lebih, maka mahasiswa dapat melanjutkan ke sub pokok bahasan selanjutnya.

Namun, apabila mahasiswa masih belum mencapai penguasaan

kompetensi 75%, maka evaluasi tersebut harus diulang. Tidak tertutup

kemungkinan perlu diadakan penelusuran terhadap penguasaan kompetensi

dengan mengulang kembali tahap-tahap kegiatan belajar yang belum dikuasai.

Adapun model pembelajaran tambahan diskusi kelas yang akan digunakan

sebagai pembanding dalam penelitian ini, Killen (dalam Sanjaya, 2006: 152)

mengungkapkan “Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan

siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan

suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan

siswa, serta membuat keputusan”. Pembelajaran ini juga merupakan tahap keempat

dari tahapan Kolb dengan asumsi ketiga tahapan awal sudah dilaksanakan oleh

guru/dosen. Model pembelajaran tambahan diskusi kelas yang dimaksud dikenal

dengan responsi, karena pada pelaksanaannya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk

memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami

pengetahuan mahasiswa. Model pembelajaran melalui diskusi kelas ini memiliki

kelebihan dan kekurangan sebagaimana yang diungkapkan Sanjaya (2006: 154)


16

bahwa ada beberapa kelebihan metode diskusi, manakala diterapkan dalam kegiatan

belajar mengajar, diantaranya:

1. Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif khususnya


dalam memberikan gagasan dan ide-ide.
2. Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi
setiap permasalahan.
3. Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat secara verbal.
Dan melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain

Disamping itu pembelajaran tambahan diskusi kelas juga ada kelemahannya,

sebagaimana yang diungkapkan Sanjaya (2006: 154) bahwa selain beberapa

kelebihan, diskusi juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya:

1. Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang


siswa yang memiliki keterampilan berbicara.
2. Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan
menjadi kabur.
3. Memerlukan waktu yang panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai
dengan yang direncanakan.
4. Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional
yang tidak terkontrol. Akibatnya, kadang-kadang ada pihak yang merasa
tersinggung, sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran.

Dari kedua model pembelajaran tambahan yang akan dilaksanakan yaitu

model pembelajaran tambahan menggunakan modul dan diskusi kelas, selanjutnya

akan dibandingkan berdasarkan pada hasil belajar yang diperoleh mahasiswa, yang

dimaksud hasil belajar mahasiswa ini adalah hasil ujian kalkulus II pada pokok

bahasan fungsi transenden. Lebih lanjut, pemaparan mengenai perlakuan (treatment)

model pembelajaran tambahan menggunakan modul dan diskusi kelas diuraikan pada

gambar 1.3.
17

Hasil Belajar Kalkulus II


Pokok Bahasan Fungsi Transenden

Pembelajaran melalui Pembelajaran melalui


Modul (X1) Diskusi Kelas (X2)

Dibandingkan
(X1 ≠ X2)
Gambar 1.3: Kerangka Pemikiran

Selanjutnya agar lebih jelas mengenai perbedaan hasil belajar mata kuliah

kalkulus II materi fungsi transenden antara mahasiswa yang menggunakan model

pembelajaran tambahan modul dengan pembelajaran tambahan diskusi kelas

dituangkan pada gambar 1.4.

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Belajar Tambahan Belajar Tambahan


melalui Modul melalui Diskusi Kelas

Hasil Belajar Kalkulus II pokok bahasan Fungsi Transenden

Pengumpulan dan Pengolahan Data

Analisis Data dengan Statistik

Temuan dan Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 1.4: Alur Penelitian


18

G. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan berdasarkan kerangka pemikiran yang dibuat adalah

“Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar antara mahasiswa yang

menggunakan model pembelajaran tambahan melalui modul dengan yang

menggunakan model pembelajaran tambahan diskusi kelas”.

Dalam hal ini dipilih Ha sebagai hipotesis yang diajukan yaitu ada perbedaan

yang signifikan hasil belajar antara mahasiswa yang menggunakan model

pembelajaran tambahan melalui modul dengan yang menggunakan model

pembelajaran tambahan diskusi kelas, dan adapun H0 yaitu tidak ada perbedaan yang

signifikan hasil belajar antara mahasiswa yang menggunakan model pembelajaran

tambahan melalui modul dengan yang menggunakan model pembelajaran tambahan

diskusi kelas.

H. Langkah-Langkah Penelitian

1. Lokasi dan subjek penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih untuk Penelitian ini adalah Universitas

Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Fakultas tarbiyah dan Keguruan

Program Studi Pendidikan Matematika. Pertimbangan penulis memilih lokasi

tersebut didasarkan pada:

a. Peneliti adalah mahasiswa prodi pendidikan matematika UIN Sunan

Gunung Djati Bandung.

b. Hasil belajar Kalkulus II pada dua tahun terakhir rata-ratanya masih di

bawah standar.
19

c. Pembelajaran tambahan diskusi kelas sudah dilaksanakan oleh mahasiswa

dalam bentuk responsi baik dengan dosen maupun dengan kakak tingkat.

2. Menentukan Jenis Data

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data

kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif yakni data yang berhubungan

dengan angka-angka, baik yang diperoleh dari hasil pengukuran, maupun dari

nilai suatu data yang diperoleh dengan jalan mengubah data kualitatif ke

dalam kuantitatif.

3. Menentukan Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian

eksperimen yaitu penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh

treatment (perlakuan) tertentu dalam hal ini pembelajaran tambahan

menggunakan modul terhadap kelompok yang diberi perlakuan yang disebut

kelompok eksperimen dan sebagai pembanding digunakan kelompok kontrol

yang menggunakan pembelajaran tambahan melalui diskusi kelas. Metode

eksperimen yang dilaksanakan menggunakan desain true experimental yaitu

Posttest Only Control Design, seperti berikut ini:

A X O1
A O2

Keterangan:
A = Kelompok yang dipilih secara acak
X = Perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen
O = Postest

Pengaruh adanya perlakuan yang diberikan adalah (O1 : O2).


(Sugiyono, 2005: 20)
20

4. Menentukan Populasi dan Sampel

Dalam penelitian yang dilakukan pada lokasi yang telah disebutkan,

peneliti mengambil sampel 66 orang mahasiswa yang terbagi kedalam dua

kelompok yaitu 33 orang mahasiswa sebagai kelompok eksperimen dan 33

orang mahasiswa sebagai kelompok kontrol dari jumlah populasi 80 orang

mahasiswa prodi matematika angkatan 2006/2007. Pengambilan sampel ini

berdasarkan tabel Krejcie dengan tingkat kesalahan 5%. Adapun cara

pengambilan sampel digunakan teknik sampling sistematis.

5. Menentukan Instrumen Penelitian

a. Tes

Untuk memperoleh hasil belajar mata kuliah kalkulus II pokok bahasan

fungsi transenden dari mahasiswa prodi matematika UIN Sunan Gunung

Djati Bandung angkatan 2006/2007 sebagai rumusan masalah pertama dan

kedua digunakan bentuk tes tertulis dengan soal uraian sebanyak 5 butir

soal. Dalam penelitian ini, hasil belajar kalkulus II diambil dari nilai ujian

pada pokok bahasan fungsi transenden.

b. Angket Skala Sikap

Teknik ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

kesulitan belajar mahasiswa pada mata kuliah kalkulus II materi fungsi

transenden. Skala sikap ini berjumlah 15 item dengan pernyataan positif

berjumlah 8 item dan pernyataan negatif berjumlah 7 item.


21

6. Analisis Data

a. Untuk menjawab rumusan masalah yang pertama yaitu hasil belajar mata

kuliah kalkulus II materi fungsi transenden mahasiswa prodi pendidikan

matematika angkatan 2006/2007 UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang

menggunakan pembelajaran tambahan melalui modul dilakukan pencarian

nilai rata-ratanya dengan rumus:

X 
 fi X i
fi
(Sugiyono, 2005: 47)
Keterangan:
X = nilai rata-rata hasil belajar Kalkulus II materi fungsi transenden
 f i X i = jumlah hasil kali banyaknya frekuensi dengan nilai data ke-i
fi = jumlah data/sampel

b. Untuk menjawab rumusan masalah kedua yaitu hasil belajar mata kuliah

kalkulus II materi fungsi transenden mahasiswa prodi pendidikan

matematika angkatan 2006/2007 UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang

menggunakan pembelajaran tambahan diskusi kelas, dilakukan pencarian

nilai rata-rata menggunakan rumus yang sama dengan pencarian rata-rata

untuk menjawab rumusan masalah pertama.

c. Untuk menjawab rumusan masalah ketiga yaitu apakah ada perbedaan

hasil belajar mata kuliah kalkulus II materi fungsi transenden pada

mahasiswa prodi pendidikan matematika angkatan 2006/2007 UIN Sunan

Gunung Djati Bandung yang menggunakan pembelajaran tambahan

melalui modul dengan diskusi kelas. Tentunya hal ini berhubungan


22

dengan penggunaan data kuantitatif dalam penelitian yang akan

dilakukan, yakni hasil belajar mata kuliah kalkulus II pokok bahasan

fungsi transenden dari mahasiswa prodi matematika UIN Sunan Gunung

Djati Bandung angkatan 2006/2007 yang menggunakan modul dengan

hasil belajar mata kuliah kalkulus II pokok bahasan fungsi transenden dari

mahasiswa prodi matematika UIN Sunan Gunung Djati Bandung angkatan

2006/2007 yang menggunakan diskusi kelas, maka akan digunakan

analisis data melalui pendekatan statistik sebagai berikut:

1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal tidaknya suatu

distribusi data. Uji normalitas ini diperlukan untuk menentukan

langkah analisis data selanjutnya. Adapun pengujiannya dengan

menggunakan Chi Kuadrat (χ2), dengan rumus:

k
(Oi  Ei ) 2
 
2

i 1 Ei
(Nurgana, 1985: 9)
Keterangan:
χ2 = Chi Kuadrat
Oi = frekuensi/jumlah data hasil belajar kalkulus II materi fungsi
transenden dari mahasiswa
Ei = frekuensi/jumlah yang diharapkan (prosentase luas tiap bidang
dikalikan dengan n)

Dengan ketentuan apabila harga Chi Kuadrat Hitung lebih kecil

daripada harga Chi Kuadrat Tabel, maka distribusi data dinyatakan

normal, dan bila lebih besar dinyatakan tidak normal.

(Nurgana, 1985: 10)


23

2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk menguji kesamaan (homogenitas)

variansi sampel yang diambil dari populasi yang sama.

Uji homogenitas diperoleh dengan menggunakan rumus berikut:

Vb
F
Vk
(Nurgana, 1985: 23)
Keterangan:
F = Homogenitas variansi (s2)
Vb = Variansi besar
Vk = Variansi kecil

Dan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:

- Jika Fhitung < Ftabel , maka data homogen

- Jika Fhitung > Ftabel , maka data tidak homogen

(Nurgana, 1985: 24)

3) Uji Hipotesis

Dalam pengujian hipotesis ada tiga alternatif yang dapat dilakukan,

antara lain:

a) Jika data normal dan homogen, antara kriteria populasi yang

menggunakan pembelajaran tambahan melalui pendekatan modul

dengan pendekatan diskusi kelas, maka digunakan uji t. Uji t

digunakan dengan menggunakan rumus berikut:

X1  X 2
t
1 1
dsg 
n1 n2
(Nurgana, 1985: 25)
24

Keterangan:
X 1 = Nilai rata-rata terbesar
X 2 = Nilai rata-rata terkecil
dsg = Deviasi standar gabungan
n1 = Ukuran sampel yang variansinya besar
n2 = Ukuran sampel yang variansinya kecil

Dan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:


- Jika thitung  ttabel , maka H0 diterima

- Jika thitung  ttabel , maka H0 ditolak

(Sugiyono, 2005: 121)

b) Jika data normal tetapi tidak homogen, maka digunakan uji t yang

diboboti atau t'. Uji t' dapat dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

(1) Mencari nilai t' , menggunakan rumus:

X1  X 2
t 
s12 s 22

n1 n2
(Nurgana, 1985: 30)

Keterangan:
X1 = Nilai rata-rata terbesar
X2 = Nilai rata-rata terkecil
2
s1 = Varians terbesar
2
s2 = Varians terkecil
n1 = Ukuran sampel yang variansinya besar
n2 = Ukuran sampel yang variansinya kecil

(2) Menghitung nilai kritis t' dan pengujian hipotesis dengan

rumus:
25

W1t1  W2 t 2
nK t   
W1t 2

s12 s 22
W1  ; W2 
n1 n2

Keterangan:
nK t  = Nilai kritis t'
 1 
t1 = t 1   n1  1
 2 
 1 
t1 = t 1   n2  1
 2 
s12 = Varians terbesar
s 22 = Varians terkecil
n1 = Ukuran sampel yang variansinya besar
n2 = Ukuran sampel yang variansinya kecil

Dengan kriteria penerimaan hipotesis, jika nilai t' ada di luar

interval nilai kritis t' atau sama dengan nilai kritis t', maka H0

diterima dan menolak Ha.

(Nurgana, 1985: 32).

c) Jika salah satu atau dua distribusi tidak normal maka digunakan

perhitungan dengan statistik non parametrik. Dalam hal ini

digunakan uji Wilcoxon, karena kedua sampel berukuran sama

(sama banyak). Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

(1) Membuat daftar rank

Nilai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol masing-

masing diurutkan dari yang terkecil sampai yang terbesar


26

sehingga diperoleh pasangan yang setaraf (pasangan yang

setaraf merupakan syarat dari uji wilcoxon)

(2) Menentukan nilai W (Wilcoxon)

Nilai W ialah bilangan yang paling kecil dari jumlah rank

positif dan jumlah rank negatif. Jika ternyata jumlah rank

positif sama dengan jumlah rank negatif, nilai W diambil salah

satu dari padanya.

(3) Menentukan nilai W dari daftar

Pada daftar W, harga n (banyaknya data) yang paling besar

adalah 25. Untuk n > 25, harga W dihitung dengan rumus:

n (n  1) n (n  1) (2n  1)
W 
4 24
(Nurgana, 1985: 29)
Keterangan:
W = Nilai Wilcoxon
n = banyaknya data (yang berpasangan)
α = 1,96 untuk taraf signifikansi 5%

Dengan ketentuan:

- Bila harga Wtabel ≤ Whitung , maka H0 ditolak.

- Bila harga Wtabel > Whitung , maka H0 diterima.

(Nurgana, 1985: 29)

d. Untuk mengetahui faktor penyebab kesulitan belajar mahasiswa, akan

digunakan angket skala sikap. Keseluruhan pernyataan angket skala sikap

dalam bentuk skala penilaian dengan empat alternatif jawaban/penilaian

menurut Skala Likert, yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak


27

Setuju) dan STS (Sangat Tidak Setuju). Data yang diperoleh akan

dianalisis parsial tiap aspek dengan langkah-langkah sebagai berikut:.

Untuk analisis data parsial tiap faktor/aspek akan dilakukan langkah-

langkah sebagai berikut:

1) Skala sikap yang digunakan pada aspek pembelajaran terdiri atas 7

item yang setiap item positif diberi skor 1 untuk jawaban STS, skor 2

untuk jawaban TS, 4 untuk jawaban S dan 5 untuk jawaban SS.

Sedangkan untuk item negatif diberi skor 1 untuk jawaban SS, skor 2

untuk jawaban S, 4 untuk jawaban TS dan 5 untuk jawaban STS.

Rentang minimum maksimumnya adalah 7 1  7 sampai dengan

7  5  35 sehingga luas jarak sebenarnya adalah 35 – 7 = 28. Dengan

28
demikian setiap satuan deviasi standarnya bernilai   4
6

(dibulatkan) dan mean teoritisnya   7  3  21 , sehingga

penggolongan subjek dibagi kedalam tiga kategori diagnosis tingkat

sikap mahasiswa terhadap pembelajaran tambahan sehingga keenam

satuan deviasi standar itu dibagi 3 bagian:

Perolehan Skor Tingkat

X  21  1.4  X  17 Rendah


21  1.4  X  21  1.4  17  X  25 Sedang

21  1.4  X  25  X Tinggi


Ket: X = skor responden
(Azwar, 1999:109)
28

2) Skala sikap yang digunakan pada aspek pengajar (peneliti) terdiri atas

8 item yang setiap item positif diberi skor 1 untuk jawaban STS, skor

2 untuk jawaban TS, 4 untuk jawaban S dan 5 untuk jawaban SS.

Sedangkan untuk item negatif diberi skor 1 untuk jawaban SS, skor 2

untuk jawaban S, 4 untuk jawaban TS dan 5 untuk jawaban STS.

Rentang minimum maksimumnya adalah 8  1  8 sampai dengan

8  5  40 sehingga luas jarak sebenarnya adalah 40 – 8 = 32. Dengan

32
demikian setiap satuan deviasi standarnya bernilai   5
6
(dibulatkan) dan mean teoritisnya   8  3  24 , sehingga

penggolongan subjek dibagi kedalam tiga kategori diagnosis tingkat

sikap mahasiswa terhadap pembelajaran tambahan sehingga keenam

satuan deviasi standar itu dibagi 3 bagian:

Perolehan Skor Tingkat

X  24  1.5  X  19 Rendah

24  1.5  X  24  1.5  19  X  29 Sedang

24  1.5  X  29  X Tinggi


Ket: X = skor responden
(Azwar, 1999:109)

Apabila dengan angket skala sikap tidak diketemukan maka hasil belajar

mahasiswa pada mata kuliah kalkulus II pokok bahasan fungsi transenden

akan dicari hubungannya dengan hasil belajar kalkulus I pokok bahasan

fungsi dan limit fungsi sebagai materi prasyaratnya, melalui Uji korelasi

product moment menggunakan program SPSS 13.

Anda mungkin juga menyukai