Anda di halaman 1dari 55

SIKOLOGI PENDIDIKAN

A. Latar Belakang
Perkembangan individu merupakan suatu proses perubahan terus
menerus sepanjang hidup individu yang bersangkutan. Perkembangan ini
merupakan perpaduan antara tenaga-tenaga asli dari dalam diri individu
itu an tenaga dari luar (lingkungan). Dari kedua tenaga yang disebutkan
tadi terdapat dua kemungkinan yangakan terjadi pada individu, kedua
tenaga tersebut dapat menjadikan individu itu berkembang dengan
lancar tanpa gangguan yang disebut dengan perkembangan positif, atau
berkembang dengan penuh gangguan dan disebut dengan
perkembangan negatif.

Pada diri manusia baik anak-anak maupun orang dewasa terdapat gejala-
gejala kejiwaan hal ini tentu saja erat kaitannya dengan psikologi. Dalam
gejala kejiwaan terdapat sensasi dan persepsi, yang pada keduanya
terdapat perbedaan. Setiap anak mempunyai kelebihan atau kekuatan-
kekuatan tertentu dan juga tentu saja kekurangan atau kelemahan. Hal
ini tentu perlu digali agar perwujudan diri dan semua bakat dan
kemampuan pada anakdapat dikembangkan. Orang tua dan guru dapat
membantu anak dalam memenuhi kebutuhannya akan perwujudan diri.
Pengembangan pribadi anak akan dapat diperoleh melalui proses belajar
di mana proses belajar ini akan dapat meningkatkan kepribadian dan
berupaya untuk memperoleh hal-hal baru yang dapat memperbaiki dan
meningkatkan kontradiksi-kontradiksi dalam hidup.
Dengan demikian perkembangan adalah hasil dari faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kehidupan individu yang bersangkutan selama
hidupnya. Kedua hal tersebut tergantung dari bagaimana individu itu
menanggapi dan dipengaruhi pula oleh bagaimana lingkungan
menyajikannya.
Dengan melihat latar belakang di atas, penulis mencoba memaparkan
permasalahan tentang perkembangan individu.

B.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak


Perkembangan fisik anak merupakan dasar bagi perkembangan
berikutnya.Dengan meningkatnya perkembangan tubuh, baik ukuran berat
dan tinggi maupun kekuatannya memungkinkan anak untuk dapat
mengembangkan keterampilan fisiknya dan eksplorasi terhadap
lingkungannya tanpa bantuan orang tua dan orang lain di sekitarnya.
Secara umum perkembangan anak selama masa perkembangannya akan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terangkum dalam dua faktor yakni
faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor Internal
Yang dimaksud dengan faktor internal adalah segala sesuatu yang ada
dalam diri individu yang keberadaannya mempengaruhi dinamika
perkembangan. Termasuk ke dalam faktor-faktor internal tersebut
adalah faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kematangan fisik
dan psikis.

2. Faktor Eskternal
Faktor eksternal adalah segala sesuatu yang berada di luar diri
individu yang keberdaannya mempengaruhi terhadap dinamika
perkembangan. Yang termasuk faktor eksternal antara lain : faktor
sosial, faktor budaya, faktor lingkungan fisik, dan faktor lingkungan
non fisik.

Pertumbuhan dan perkembangan tidak hanya menyangkut masalah fisik


atau jasmani saja, tetapi juga menyangkut masalah rohani. Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap individu terdapat beberapa macam, antara
lain :
1. Faktor Pembawaan
Pada waktu anak lahir, membawa berbagai kemungkinan potensi yang
ada pada dirinya. Secara umum kemungkinan-kemungkinan potensi
yang ada pada anak yang baru lahir adalah :

a. Kecerdasan
b. Bakat-bakat khusus
c. Jenis kelamin
d. Jenis ras
e. Sifat-sifat fisik
f. Sifat-sifat kepribadian
g. Dorongan-dorongan
Pada waktu dilahirkan anak telah merupakan satu kesatuan psycho-
physis sebagai hasil pertumbuhan yang teratur dan kontinu sewaktu
dalam kandungan ibu.

Selama perkembangannya individu-individu itu tidak statis, melainkan


dinamis, dan pengalaman belajar yang disajikan kepada mereka harus
sesuai dengan sifat-sifat khasnya yang sesuai dengan
perkembangannya itu.

Jenis kelamin dan jenis ras merupakan faktor bawaan yang dibawa
oleh individu sejak lahir. Perkembangan atau fase selanjutnya tiap
individu akan berbeda-beda baik dari segi fisik/jasmani maupun
perkembangan rohaninya.
Masa anak-anak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh
ketergantungan. Masa anak-anak awal dimulai ketika anak berusia
antara 2 sampai 6 tahun. Pada masa anak awal perkembangan fisik
anak akan terlihat lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada
masa bayi.Pada anak usia ini faktor pembawaan anak akan mulai
terlihat dan orangtua atau orang yang lebih tua darinya akan
memperoleh gambaran tentang kebiasaan dan kemampuan anak.
2. Faktor Lingkungan
Kehidupan manusia khususnya anak-anak dibutuhkan banyak
berinteraksi dengan individu lainnya. Lingkunagn fisik (phiysical
envirenment) banyak mempengaruhi perkembangan individu. Faktor
lingkungan seperti halnya alam sekitar disebut sebagai faktor exogen.

Pada anak usia ini anak anak sudah siap memasuki dunianya yakni
masuk dunia kanak-kanak. Kemampuan berbicara, mobilitas,
keikutsersertaan sosial yang cepat, kesemuanya mempercepat
pertumbuha intelektual anak. Pada masa anak usia seperti ini telah
mendapat sebagian besar perkembangan berbahasa mereka sebagai
salah satu tugas belajar mereka yang penting. Kemampuan berbahasa
yang dicapai akan memeudahkan mereka belajar lebih lanjut.

Faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap perkembangan


anak usia ini adalah orang tua. Orang tua sebagai guru alamiah akan
mampu melihat dan mengerti serta menanggapi kemauan anak.
Melalui berbagai komunikasi serta interaksi dengan orang tua akan
terbentuk sikap, kebiasaan dan kepribadian seorang anak, selain itu
ada pula faktor lingkungan yang secara tidak langsung mempengaruhi
perkembangan anak, seperti halnya dengan kebudayan. Kebudayaan
(culture) secara tidak langsung ikut mewarnai situasi, kondisi ataupun
corak interaksi di mana anak itu berada. Selain faktor-faktor di atas,
faktor agama juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan
pribadi dan kebiasaan anak. Salah satunya adalah anak mulai tahu
tentang kebersihan, yakni dengan melakukan buang air di tempat
yang biasa dilakukan oleh orang tuanya.
KESIMPULAN
Pada diri manusia baik anak-anak maupun orang dewasa terdapat
gejala-gejala kejiwaan hal ini tentu saja erat kaitannya dengan psikologi.
Dalam gejala kejiwaan terdapat sensasi dan persepsi, yang pada keduanya
terdapat perbedaan. Setiap anak mempunyai kelebihan atau kekuatan-
kekuatan tertentu dan juga tentu saja kekurangan atau kelemahan. Hal ini
tentu perlu digali agar perwujudan diri dan semua bakat dan kemampuan
pada anak dapat dikembangkan.
Perkembangan fisik anak merupakan dasar bagi perkembangan
berikutnya. Dengan meningkatnya perkembangan tubuh, baik ukuran berat
dan tinggi maupun kekuatannya memungkinkan anak untuk dapat
mengembangkan keterampilan fisiknya dan eksplorasi terhadap
lingkungannya tanpa bantuan orang tua dan orang lain di sekitarnya.
Secara umum perkembangan anak selama masa perkembangannya
akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terangkum dalam dua faktor
yakni faktor internal dan faktor eksternal. Yang dimaksud dengan faktor
internal adalah segala sesuatu yang ada dalam diri individu yang
keberadaannya mempengaruhi dinamika perkembangan. Termasuk ke
dalam faktor-faktor internal tersebut adalah faktor jasmaniah, faktor
psikologis, dan faktor kematangan fisik dan psikis. Faktor eksternal adalah
segala sesuatu yang berada di luar diri individu yang keberdaannya
mempengaruhi terhadap dinamika perkembangan. Yang termasuk faktor
eksternal antara lain : faktor sosial, faktor budaya, faktor lingkungan fisik,
dan faktor lingkungan non fisik.

DAFTAR PUSTAKA
Prof. DR. HJ. Samsunumiyati, “Psikologi Perkembangan”, PT Remaja
Rosda Karya , Bandung
Conny Semiawan, dkk. “Pengenalan dan Pengembangan Bakat Sejak
Dini” PT Remaja Rosda Karya , Bandung.
Tini Sumartini, S.Pd. “Perkembangan Belajar Anak Usia
Prasekolah”Pusat Pengembangan Penataran
Guru Tertulis (PPGT), Bandung.
PAHAM / ALIRAN KEPENDIDIKAN YANG MEMPENGARUHI PESERTA DIDIK
A. Aliran – Aliran ( Paham ) Kependidikan
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa berbeda antara suatu daerah
dengan daerah lain, sehingga banyak bermunculan pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai penyesuaian
proses pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Karenanya banyak teori yang dikemukakan yang
bermuara pada munculnya berbagai aliran pendidikan. Dan dengan berkembngnya zaman muncul juga
beberapa metode atau aliran dalam pendidikan yang dikenal dengan istilah pendidikan kontemporer. Dan
seiring pula dengan berjalanya waktu teori teori juga pastinya akan terus dan terus berkembang. Dan inilah
beberapa aliran dalam kependidikan.
1. Aliran Nativisme
Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenhauer. la adalah filosof Jerman yang hidup pada tahun 1788-1880.
Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran., dan menurut Aliran Nativisme bahwa hasil
pendidikan dan perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaan yang diperolehnya sejak anak itu
dilahirkan. Anak dilahirkan kedunia sudah mempunyai pembawaan dari orang tua maupun disekelilingnya, dan
pembawaan itulah yang menentukan perkembangan dan hasil pendidikan. Jadi Aliran ini berpandangan bahwa
perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh
terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat yang
dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu
sendiri. Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya
jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang
dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.
Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik dan akan
mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya
asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat
herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang
tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada
titik tertentu.
Misalnya, seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi seniman
musik yang mungkin melebihi ke-mampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah
kemampuan orangtuanya.
Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi dalam Aliran ini adalah ;
a. Faktor genetic
Adalah faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul dari diri manusia.
Contohnya adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah seorang penyanyi maka anaknya memiliki bakat
pembawaan sebagai seorang penyanyi yang prosentasenya besar.
b. Faktor Kemampuan Anak
Adalah faktor yang menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang terdapat dalam dirinya. Faktor ini lebih
nyata karena anak dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Contohnya adalah adanya kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap anak untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya
sesuai dengan bakat dan minatnya.
c. Faktor pertumbuhan Anak
Adalah faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di setiap pertumbuhan dan
perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka dia kan bersikap enerjik, aktif,
dan responsive terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika pertumbuhan anak tidak normal maka
anak tersebut tidak bisa mngenali bakat dan kemampuan yang dimiliki.
2. Aliran Empirisme
Tokoh aliran Empirisme adalah John Lock, filosof Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704. Empire artinya
pengalaman. Aliran empirisme berlawanan 1800 dengan aliran nativisme, karena berpendapat bahwa dalam
perkembangan anak menjadi dewasa itu sangat dipengaruhi oleh lingkungan atau pengalaman dan pendidikan
yang diterimanya sejak kecil. Pada dasarnya manusia itu bisa didik apa saja menurut kehendak lingkungan
atau pendidikannya.
Teorinya John Lock dikenal dengan Tabulae rasae (meja lilin), yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke
dunia seperti kertas putih yang bersih. Kertas putih akan mempunyai corak dan tulisan yang digores oleh
lingkungan. Faktor bawaan dari orangtua (faktor keturunan) tidak dipentingkan. Pengalaman diperoleh anak
melalui hubungan dengan lingkungan (sosial, alam, dan budaya). Pengaruh empiris yang diperoleh dari
lingkungan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak. Menurut aliran ini, pendidik sebagai faktor luar
memegang peranan sangat penting, sebab pendidik menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak
akan menerima pendidikan se¬bagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap,
serta watak anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Dalam dunia pendidikan, pendapat
empirisme dinamakan optimisme paedagogis, karena upaya pendidikan hasilnya sangat optimis dapat
mempengaruhi.
Misalnya: Suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis. Segala alat diberikan dan
pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal, karena bakat melukis pada anak itu tidak ada. Akibatnya dalam
diri anak terjadi konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan hasilnya tidak optimal.
Contoh lain, ketika dua anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Satu
dari mereka dididik di desa oleh keluarga petani golongan miskin, yang satu dididik di lingkungan keluarga
kaya yang hidup di kota dan disekolahkan di sekolah modern. Ternyata pertumbuhannya tidak sama.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa
anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun lingkungan tidak
mendukung.
3. Aliran Konvergensi
Tokoh aliran Konvergensi adalah William Stem. la seorang tokoh pendidikan Jerman yang hidup tahun 1871-
1939. Konvergensi berasal dari kata Convergative yang berarti penyatuan hasil atau kerja sama untuk
mencapai suatu hasil.Aliran Konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari aliran Nativisme dan
Empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk,
sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan, dan kemungkinan-
kemungkinan yang dibawa sejak lahir itu merupakan petunjuk-petunjuk nasib manusia yang akan datang
dengan ruang permainan. Dalam ruang permainan itulah terletak pendidikan dalam arti yang sangat luas.
Tenaga-tenaga dari luar dapat menolong tetapi bukanlah ia yang menyebabkan perkembangan itu, karena ini
datangnya dari dalam yang mengandung dasar keaktifan dan tenaga pendorong. Anak yang mempunyai
pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi semakin baik. Sedangkan
bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai
bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan
perkembangan anak secara optimal jika tidak didukung oleh bakat baik yang dibawa anak.
Dengan demikian, aliran Konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor
pembawaan atau bakat dan lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting.
Hanya saja, William Stem tidak menerangkan seberapa besar perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut.
Sampai sekarang pengaruh dari kedua faktor tersebut belum bisa ditetapkan
Sebagai contoh : anak dalam tahun pertama belajar mengoceh, baru kemudian becakap-cakap, dorongan dan
bakat itu telah ada, di meniru suara-suara dari ibunya dan orang disekelilingnya. Ia meniru dan mendebgarkan
dari kata-kata yang diucapkan kepadanya, bakat dan dorongan itu tidak akan berkembang jika tidak ada
bantuan dari luar yang merangsangnya. Dengan demikian jika tidak ada bantuan suara-suara dari luar atau
kata-kata yang di dengarnya tidak mungkin anak tesebut bisa bercakap-cakap.
4. Aliran Kontemporer
Aliran yang terbaru yaitu kontemporer, yakni Teori pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa hendaknya
menarik, merangsang siswa untuk berpikir dan guru dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna.
Teori kontemporer yang bermunculan saat ini banyak sekali di antaranya teori belajar sibernetik. Teori belajar
sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru, jika dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah
dibahas sebelumnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi.
Menurut teori Sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan
dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Proses belajar memang
penting dalam teori sibernetik namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses yang akan
dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan menentukan proses bagaimana proses belajar akan berlangsung,
sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari. Tokoh teori ini Gage dan Berliner, Biehler, Snoman,
Baine, dan Tennyson.
Aplikasi teori ini, untuk mendukung proses pembelajaran dalam kegiatan belajar hendaknya menarik perhatian,
memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa, merangsang ingatan pada prasyarat belajar, menyajikan
bahan perangsang, memberikan bimbingan belajar, mendorong unjuk kerja, memberikan balikan informatif,
menilai unjuk kerja, meningkatkan retensi dan alih belajar.
Aliran Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran pemikiran psikologis.
Tokoh utama aliran ini adalah Arthur Scopenhauer (1788-1860) seorang filosof Jerman. Para ahli penganut
aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaan, sedangkan
pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa.
Aliran Empirisme (empiricism) adalah kebalikan aliran nativisme, dengan tokohnya yang utama adalah John
Lock. Nama aslinya aliran ini adalah The School of British Empiricism (Aliran empirisme Inggris). Doktrin aliran
empirisme yang sangat terkenal adalah tabula rasa sebuah istilah bahasa Latin yang berarti batu tulis kosong
atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti pentingnya pengalaman,
lingkungan dan pendidikan. Dalam arti, perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan
dan pendidikannya. Sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini para
pengnut aliran empirisme menganggap setiap anak yang lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong,
tidak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak menjadi apa seorang anak kelak bergantung pada
pengalaman/lingkungan yang mendidiknya.
Aliran Konvergensi (convergence) merupakan gabungan antara aliran nativisme dan empirisme. Tokoh utama
aliran ini adalah Louis William Stern, seorang filosof dan psikolog Jerman. Dalam menentukan faktor yang
mempengaruhi perkembangan manusia, Stern dan para ahli yang mengikutinya tidak hanya berpegang pada
lingkungan/pengalaman atau tidak berpegang pada pembawaan saja, tetapi berpegang pada kedua faktor
tersebut yang sama pentingnya.
.
1. Aliran Empirisme
Tokoh aliran Empirisme adalah John Lock, filosof Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704. Teorinya dikenal
dengan Tabulae rasae (meja lilin), yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke dunia seperti kertas putih
yang bersih. Kertas putih akan mempunyai corak dan tulisan yang digores oleh lingkungan. Faktor bawaan dari
orangtua (faktor keturunan) tidak dipentingkan. Pengalaman diperoleh anak melalui hubungan dengan
lingkungan (sosial, alam, dan budaya). Pengaruh empiris yang diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar
terhadap perkembangan anak. Menurut aliran ini, pendidik sebagai faktor luar memegang peranan sangat
penting, sebab pendidik menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak akan menerima pendidikan
se¬bagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak sesuai
dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
Misalnya: Suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis. Segala alat diberikan dan
pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal, karena bakat melukis pada anak itu tidak ada. Akibatnya dalam
diri anak terjadi konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan hasilnya tidak optimal.
Contoh lain, ketika dua anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Satu
dari mereka dididik di desa oleh keluarga petani golongan miskin, yang satu dididik di lingkungan keluarga
kaya yang hidup di kota dan disekolahkan di sekolah modern. Ternyata pertumbuhannya tidak sama.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa
anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun lingkungan tidak
mendukung.
2. Aliran Nativisme
Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenhauer. la adalah filosof Jerman yang hidup pada tahun 1788-1880.
Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor
lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil
pendidikan ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir.
Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme
berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki
bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan
berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.
Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik dan akan
mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya
asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat
herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang
tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada
titik tertentu.
Misalnya, seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi seniman
musik yang mungkin melebihi ke-mampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah
kemampuan orangtuanya.
Coba simak cerita tentang anak manusia yang hidup di bawah asuhan serigala. la bernama Robinson Crussoe.
Crussoe sejak bayi hidup di tengah hutan rimba belantara yang ganas. la tetap hidup dan ber¬kembang atas
bantuan air susu serigala sebagai induknya. Serigala itu memberi Crussoe makanan se-suai selera serigala
sampai dewasa. Akhirnya, Crussoe mempunyai gaya hidup, bicara, ungkapan bahasa, dan watak seperti
serigala, padahal dia adalah anak manusia. Kenyataan ini pun membantah teori Nativisme, sebab gambaran
dalam cerita Robinson Crussoe itu telah membuktikan bahwa lingkungan dan didikan membawa pengaruh
besar terhadap perkembangan anak.
3. Aliran Behaviorisme
Pada aliran ini menekankan bahwa tingkah laku seseorang terbentuk karena hasil dari
pengalaman.Pengalaman ini merupakan sebagai hasil dari belajar karena seseorang di anggap telah belajar
apabila seseorang tersebut telah menunjukan perubahan perilakunya.Misalnya implikasi dalam pembelajaran
yaitu Apabila guru memberikan pelajaran kepada siswanya maka siswa tersebut akan memberikan respon yang
berupa reaksi atau tanggapan siswa terhahap pelajaran yang di berikan oleh guru tersebut.Artinya bahwa anak
dalam bertindak berdasarkan pengalaman-pengalaman yang mereka peroleh.
4. Aliran Konvergensi
Tokoh aliran Konvergensi adalah William Stem. la seorang tokoh pendidikan Jerman yang hidup tahun 1871-
1939. Aliran Konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari aliran Nativisme dan Empirisme. Aliran ini
berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan perkembangan
anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama
berperan penting.
Anak yang mempunyai pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi
semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan
lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat
menghasilkan perkembangan anak secara optimal jika tidak didukung oleh bakat baik yang dibawa anak.
Dengan demikian, aliran Konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor
pembawaan atau bakat dan lingkungan. Hanya saja, William Stem tidak menerangkan seberapa besar
perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut. Sampai sekarang pengaruh dari kedua faktor tersebut belum
bisa ditetapkan.
5. Aliran humanistik
Pada aliran ini menekankan pada pentinngnya kesadaran aktualisasi pada diri dan hal-hal yang bersifat positif
pada seseorang.Aliran ini selalu mendorong peningkatan kualitas diri manusia melalui penghargaan terhadap
potensi-potensi yang ada.Misalnya dalam sekolah apabila ada sutau anak yang pintar ,rajin dan baik maka
anak tersebut akan memperoleh penghargaan dari gurunya akibat dari tingkah lakunya
6. Aliran Kognitif
Pada teori kognitif menekankan proses belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan
persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Teori ini
menyebutkan bahwa seseorang yang mempunyai suatu pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya dan
pengalaman dan pengetahuan itersebut tertata dalam bentuk struktur kognitif. Proses belajar akan berjalan
baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara bersama-sama dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki oleh siswa.
7. Aliran gestalt
Pada aliran ini seseorang dalam memperoleh pengetahuan yang di dapat dengan memandang sensasi secara
keseluruhan suatu objek yang memiliki struktur atau pola-pola tertentu.
8. Aliran Konstruktivisme
Gagasan pokok aliran ini diawali oleh Giambatista Vico, seorang epistemolog Italia. la dipandang sebagai cikal-
bakal lahirnya Konstruksionisme. la mengatakan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia
adalah tuan dari ciptaan (Paul Suparno, 1997: 24). Mengerti berarti mengetahui sesuatu jika ia mengetahui.
Hanya Tuhan yang dapat mengetahui segala sesuatu karena dia pencipta segala sesuatu itu. Manusia hanya
dapat mengetahui sesuatu yang dikonstruksikan Tuhan. Bagi Vico, pengetahuan dapat menunjuk pada struktur
konsep yang dibentuk. Pengetahuan tidak bisa lepas dari subjek yang mengetahui.
Aliran ini dikembangkan oleh Jean Piaget. Melalui teori perkembangan kognitif, Piaget mengemukakan bahwa
pengetahuan merupakan interaksi kontinu antara individu satu dengan lingkungannya. Artinya, pengetahuan
merupakan suatu proses, bukan suatu barang. Menurut Piaget, mengerti adalah proses adaptasi intelektual
antara pengalaman dan ide baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga dapat terbentuk
pengert ian baru (Paul Supamo, 1997: 33).
Piaget juga berpendapat bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh tiga proses dasar, yaitu asimilasi,
akomodasi, dan ekuilibrasi. Asimilasi adalah perpaduan data baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki.
Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru, dan ekuilibrasi adalah penyesuaian
kembali yang secara terus-menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi (Suwardi, 2004: 24).
Kesimpulannya, aliran ini menegaskan bahwa pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil konstruksi kognitif
dalam diri seseorang; melalui pengalaman yang diterima lewat pancaindra, yaitu indra penglihatan,
pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa. Dengan demikian, aliran ini menolak adanya transfer
pengetahuan yang dilakukan dari seseorang ke-pada orang lain, dengan alasan pengetahuan bukan barang
yang bisa dipindahkan, sehingga jika pembelajaran ditujukan untuk mentransfer ilmu, perbuatan itu akan sia-
sia saja. Sebaliknya, kondisi ini akan berbeda jika pembelajaran ini ditujukan untuk menggali pengalaman.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
Secara garis besar, pendapat yang dikemukakan oleh para ahli dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu
:
1. Aliran Nativisme
Menurut aliran ini bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa
sejak lahir (natus = lahir). Anak sejak lahir membawa sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu yang dinamakan sifat
pembawaan. Para ahli yang mengikuti paham ini biasanya menunjukkan berbagai kesamaan/kemiripan antara
orangtua dengan anak-anaknya. Misalnya kalau ayahnya ahli musik maka anaknya juga akan menjadi ahli
musik, ayahnya seorang ahli fisika maka anaknya juga akan menjadi ahli fisika. Keistimewaan-keistimewaan
yang dimiliki oleh orangtua juga dimiliki oleh anaknya.
Sifat pembawaan tersebut mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan individu. Pendidikan
dan lingkungan hampir-hampir tidak ada pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Akibatnya para ahli
pengikut aliran ini berpandangan pesimistis terhadap pengaruh pendidikan. Tokoh aliran ini ialah
Schopenhauer dan Lombroso.
2. Aliran Empirisme
Menurut aliran ini bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor dari luar/lingkungan.
Sedangkan pembawaan tidak memiliki peranan sama sekali. Tokoh aliran ini ialah John Locke (1632 – 1704)
yang terkenal dengan teori “Tabularasa”. Ia mengatakan bahwa anak lahir seperti kertas putih yang belum
mendapat coretan sedikitpun, akan dijadikan apa kertas itu terserah kepada yang menulisnya.
Aliran empirisme menimbulkan optimisme dalam bidang pendidikan. Segala sesuatu yang terdapat pada jiwa
manusia dapat diubah oleh pendidikan. Watak, sikap dan tingkah laku manusia dapat diubah oleh pendidikan.
Pendidikan dipandang mempunyai pengaruh yang tidak terbatas.
Keburukan yang timbul dari pandangan ini adalah anak tidak diperlakukan sebagai anak, tetapi diperlakukan
semata-mata menurut keinginan orang dewasa. Pribadi anak sering diabaikan dan kepentingannnya dilalaikan.
3. Aliran Konvergensi
Menurut aliran ini bahwa manusia dalam perkembangan hidupnya dipengaruhi oleh bakat/pembawaan dan
lingkungan atau dasar dan ajar. Manusia lahir telah membawa benih-benih tertentu dan bisa berkembang
karena pengaruh lingkungan. Aliran ini dipelopori oleh W. Stern.
Pada umumhnya paham inilah yang sekarang banyak diikuti oleh para ahli pendidikan dan psikologi, walaupun
banyak juga kritik yang dilancarkan terhadap paham ini. Salah satu kritik ialah Stern tidak dapat dengan pasti
menunjukkan perbandingan kekuatan dua pengaruh itu.
Dengan demikian pendidikan harus mengusahakan agar benih-benih yang baik dapat berkembang secara
optimal dan benih-benih yang jelek ditekan sekuat mungkin sehingga tidak dapat berkembang.
Beberapa aliran yang terkenal yaitu nativisme, empirisme, dan konvergensi.
A. Nativisme
Aliran narivisme ini dipelopori oleh Schopenhauer. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia itu
telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Pembawaan yang telah terdapat pada waktu
dilahirkannya itulah yang menentukan hasil perkembangannya. Menurut nativisme, pendidikan tidak dapat
mengubah sifat-sifat pembawaan. Pendidikan dan lingkungan tidak berpengaruh sama sekali dan tidak
berkuasa dalam perkembangan seorang anak. Dalam ilmu pendidikan hal tersebut dinamakan dengan
pesimisme pedagogis.
Misalnya ada seorang anak SMA yang mempunyai bakat bermain gitar. Pikiran dan perasaannya selalu
termotivasi untuk bermain gitar. Dia selalu bermain gitar berjam-jam, tanpa merasakan kebosanan.
Pekerjaannya hanya bermain gitar bahkan sekolahnya saja tidak menarik hatinya. Orang tuanya selalu
menasehatinya bahkan orang tuanya melarang dia untuk bermain gitar dan memutuskan senar gitarnya.
Orang tuanya menginginkan dia kelak menjadi seorang arsitek. Hanya karena paksaan dari orang tuanya dan
bimbingan dari gurunya saja dia bersekolah. Tetapi saat dia lepas dari pengawasan orang tuanya dan gurunya,
dia kembali kepada gitar dan mencurahkan perhatiannya untuk bermain gitar. Contoh tersebut merupakan
suatu bukti bahwa pendidikan dan lingkungan sama sekali tidak berkuasa, itulah kata nativisme.
Dengan demikian jelaslah bahwa menurut aliran ini perkembangan manusia dalam menjalani hidupnya
tergantung pada pembawaannya (faktor hereditas). Menurut penelitian, faktor hereditas mempengaruhi
kemampuan intelektual dan kepribadian seseorang. Dalam perspektif hereditas, perkembangan individu sangat
dipengaruhi oleh :
1. Bakat atau pembawaan
Anak dilahirkan dengan membawa bakat-bakat tertentu. Bakat ini dapat diumpamakan sebagai bibit
kesanggupan atau bibit kemungkinan yang terkandung dalam diri anak. Setiap anak memilliki bermacam-
macam bakat sebagai pembawaannya, seperti bakat musik, seni, agama, akal yang tajam, dan sebagainya.
Anak yang mempunyai bakat musik misalnya, maka minat dan perhatiannya akan sangat besar terhadap
musik. Ia akan mudah mempelajarinya, mudah mencapai kecakapan-kecakapan yang berhubungan dengan
musik. Dia dapat mencapai kemajuan dalam bidang musik, bahkan mungkin mencapai prestasi yang luar biasa
seperti ahli musik dan pencipta lagu. Dengan demikian jelaslah bahwa bakat atau pembawaan mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan individu.
2. Sifat-sifat keturunan
Sifat-sifat keturunan yang diwariskan oleh orang tua atau nenek moyangnya terhadap seorang anak dapat
berupa fisik maupun mental. Mengenai fisik misalnya muka (hidung), bentuk badan, dan suatu penyakit.
Sedangkan mengenai mental misalnya sifat pemalas, sifat pemarah, pendiam, dan sebagainya.
Dengan demikian jelaslah bahwa sifat-sifat keturunan ikut menentukan perkembangan seorang anak.
A. Empirisme
Pelopor aliran ini adalah John Locke dengan teorinya yaitu tabularasa. Dalam teori tabularasa seorang anak
diibaratkan seperti kertas putih yang masih kosong (a sheet of white paper avoid off all character). Jadi sejak
dilahirkan anak itu tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa dan anak dapat dibentuk sekehendak
pendidiknya. Disini kekuatan ada pada pendidik dan pendidikan serta lingkungan berkuasa atas pembentukan
anak.
Dengan demikian aliran empirisme berlawanan dengan kaum nativisme karena berpendapat bahwa dalam
perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu sangat ditentukan oleh lingkungannya, atau oleh pendidikan
dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia dapat dididik apa saja (ke arah yang lebih baik maupun
ke arah yang lebih buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidiknya. Dalam ilmu pendidikan, pendapat
kaum empiris ini terkenal dengan nama optimisme pedagogis.
Misalnya ada dua anak yang dilahirkan dalam keadaan kembar. Mereka berasal dari satu bibit di rahim ibunya.
Mereka dalam paradigma nativisme dianggap memiliki bakat, kesanggupan dan sifat-sifat yang sama.
Kemudian keduanya dipisahkan sejak lahir. Yang seorang dibesarkan di lingkungan keluarga petani yang
agamis dan yang satunya lagi dibesarkan di lingkungan keluarga hartawan dan menempuh pendidikan di
sekolah modern.
Ternyata pertumbuhan mereka tidak sama. Kemajuan bakat dan kesanggupannya itu yang asalnya sama
ternyata hasilnya tidaklah sama. Yang seorang menjadi guru dan yang seorang menjadi pengusaha. Apakah
yang menyebabkan perbedaan itu? Tidak lain adalah karena didikan dan lingkungan yang berbeda tadi.
Demikianlah kata orang-orang yang berparadigma empirisme.
Orang yang berparadigma empirisme ini juga sepaham dengan orang yang beraliran behavioristik.
Behavioristik adalah sebuah aliran dalam pemahaman tingkah laku manusia yang dikembangkan oleh John B.
Watson (1878-1958), seorang ahli psikologi Amerika. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini
adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan-aturan, bisa diramalkan, dan bisa dikendalikan.
Menurut teoritikus behavioristik, manusia sepenuhnya adalah makhluk reaktif, yang tingkah lakunya dikontrol
oleh faktor-faktor yang berasal dari luar. Senada dengan aliran empirisme, menurutnya faktor lingkungan inilah
yang menjadi penentu terpenting dari tingkah laku manusia. Berdasarkan pemahaman ini, maka
perkembangan individu dapat dikembalikan kepada lingkunganya.
B. Konvergensi
Teori yang diakui dan dipegangi oleh umum adalah teori konvergensi. Teori ini merupakan kompromi atau
dialektika dari nativisme dan empirisme. Teori ini mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan
manusia itu dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor pembawaan dan faktor lingkungan. Pelopor dari aliran ini
adalah William Stern.
Sebagai contohnya misalnya seorang balita dalam tahun pertama belajar berbicara. Dorongan serta bakat itu
tidak ada. Dia meniru (imitate) suara-suara yang didengarnya dari ibunya dan orang-orang di sekitarnya.
Kemampuan dia berbicara tidak dapat berkembang jika tidak ada bantuan dari luar yang membantunya. Dalam
hal ini jika tidak ada suara-suara atau kata-kata yang didengar dari ibunya, dia tidak mungkin dapat berkata-
kata.
Dalam aliran konvergensi ini masih terdapat dua aliran, yaitu aliran konvergensi yang lebih menekankan
kepada pengaruh pembawaan dan aliran konvergensi yang menekankan kepada pengaruh lingkungan.
Munculnya kedua kecenderungan dalam aliran konvergensi tersebut membuat orang yang mengikutinya
menjadi skeptis atau ragu-ragu. Sebenarnya, manakah yang menentukan perkembangan itu, pembawaan
ataukah lingkungan? Atau manakah yang lebih kuat, pembawaan atau lingkungan?
C. Fitrah
Titik tolak perbedaan masing-masing aliran (nativisme, empirisme, dan konvergensi) adalah terletak pada
faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia. Apakah perkembangan manusia ditentukan oleh faktor
pembawaan (nativisme) ataukah oleh faktor pendidikan dan lingkungan (empirisme), atau keduanya saling
pengaruh-mempengaruhi (konvergensi).
Dalam masalah ini, islam sebagai sebuah agama yang komprehensif mempunyai pandangan yang berbeda
dengan nativisme, empirisme, dan konvergensi. Islam menampilkan teori fithrah (potensi positif) sebagai dasar
perkembangan manusia. Dasar konseptualisasinya tentu saja mengacu pada al-Qur’an dan hadist.
Allah SWT berfirman :
“Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetapkanlah pada fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrahnya. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”
(QS. Ar-Rum : 30).
Sementara dalam salah satu hadist Nabi disebutkan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrahnya
(potensi untuk beriman-tauhid kepada Allah dan kepada yang baik). Kedua orang tuanyalah yang menjadikan
anak itu menjadi yahudi, Nasranni, atau Majusi.
“Dari Abu Hurairah r.a berkata : Bersabda nabi saw.: Tidak ada bayi yang dilahirkan melainkan lahir di atas
fitrah, maka ayah bundanya yang mendidiknya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi, bagaikan lahirnya seekor
binatang yang lengkap/sempurna”
(HR. Bukhari)
Kata fitrah berasal dari bahasa Arab, yaitu fatara yang berarti sifat bawaan setiap sesuatu dari awal
penciptaannya atau bisa juga berarti sifat dasar manusia. Fitrah juga berarti sifat dasar manusia, yaitu
beragama. Maksudnya adalah bahwa setiap manusia pada dasarnya memiliki kecenderungan beragama tauhid,
artinya memiliki kecenderungan dasar untuk meyakini adanya dzat yang Maha Esa sebagai Tuhan dan
penciptanya yang patut dan wajib disembah dan diangungkan.
Makna yang terkandung dalam ayat dan hadist di atas ialah bahwa setiap manusia pada dasarnya baik,
memiliki fitrah, dan juga jiwanya sejak lahir tidaklah kosong seperti kertas putih (yang diibaratkan oleh John
Locke dalam teori tabularasanya) tetapi berisi kesucian dan sifat-sifat dasar yang baik.
Dengan demikian pandangan Islam terhadap perkembangan anak sama sekali berbeda dengan konsep
perkembangan anak menurut nativisme, empirisme, dan konvergensi.
Fitrah merupakan keutamaan yang diberikan oleh Allah kepada manusia yang menjadi potensi manusia yang
educable. Potensi tersebut bersifat kompleks yang terdiri atas : ruh (roh), qalb (hati), ‘aql (akal), dan nafs
(jiwa). Potensi-potensi tersebut bersifat ruhaniah atau mental-psikis. Selain itu manusia juga dibekali potensi
fisik-sensual berupa seperangkat alat indera yang berfungsi sebagai instrumen untuk memahami alam luar dan
berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Dengan demikian fitrah merupakan konsep dasar manusia
yang ikut berperan dalam membentuk perkembangan peserta didik di samping lingkungan (pendidikan).
Fitrah yang bersifat potensial tersebut harus dikembangkan secara faktual dan aktual. Untuk melakukan upaya
tersebut, Islam memberikan prinsip-prinsip dasarnya berupa nilai-nilai Islami sehingga pertumbuhan potensi
manusia terbimbing dan terarah. Dalam proses inilah faktor pendidikan sangat besar peranannya bahkan
menentukan bentuk corak kepribadian seseorang. Nampaknya itulah yang menjadikan Nabi Muhammad
mewajibkan umatnya untuk mencari ilmu.
Berdasarkan konseptualisasi itulah pendidikan diharapkan dapat berfungsi sebagai wahana dalam
mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan fitrahnya. Dengan demikian jelaslah bahwa Islam
mengakui peranan faktor dasar manusia (fitrah) dan faktor pendidikan dalam perkembangan anak. Hanya saja
konsep Islam mengenai sifat dasar manusia maupun proses pendidikan yang diperlukan berbeda dengan
pendirian-pendirian aliran di atas. Fitrah atau potensi (ketauhidan, kebaikan, kebenaran, dan kemanusiaan)
peserta didik dengan bantuan pendidik akan berkembang dinamis. Jika kepribadian dan paradigmanya telah
terbentuk maka ia akan melakukan proses mandiri menuju kesempurnaan dirinya menuju ridha Allah, sebuah
posisi yang selalu dicari oleh semua muslim.
Pola perkembangan dapat dipengaruhi oleh keadaan atau kondisi di dalam diri si anak itu sendiri, ataupun oleh
keadaan atau kondisi di luar si anak. Perkembangan tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja, melainkan
dari banyak faktor yang saling berhubungan dan saling bergantung. Berikut adalah beberapa faktor yang
berasal dari dalam individu :
1. Intelegensi
Faktor ini merupakan faktor yang terpenting dalam mempengaruhi perkembangan si anak. Jika intelegensi
tinggi akan perkembangan akan berjalan cepat, dan jika intelegensi rendah akan mengakibatkan
keterlambatan atau keterbelakangan perkembangan. Sebagai contohnya adalah anak-anak yang cerdas dapat
mulai berjalan pada usia 13 bulan, sedangkan anak yang memiliki kecerdasan rata-rata atau sedang pada usia
14 bulan.
2. Sex
Jenis kelamin memainkan peranan yang cukup penting dalam perkembangan fisik dan mental si anak. Hal ini
tampak jelas dalam perbedaan tempo pertumbuhan fisik. Ketika lahir, anak laki-laki sedikit lebih besar dari
anak perempuan, akan tetapi anak perempuan tumbuh lebih cepat dan cepat pula mencapai kematangan
daripada anak laki-laki. Selain itu, anak perempuan juga lebih cepat mencapai kematangan seksual dan
kesempurnaan tubuhnya,dan pertumbuhan mental ketimbang anak laki-laki.
3. Kelenjar sekresi internal
Kelenjar ini mempengaruhi perkembangan fisik dan mental pada anak baik pada masa pranatal maupun pada
masa postnatal. Sebagaaai contohnya jika kekurangan thyroxin yang dihasilkan oleh kelenjar thyroid dalam
masa pertumbuhan dapat menghambat perkembangan fisik ddan mental anak. Kelenjar thymus (terletak di
dada) yang terlalu aktif akan menghambat perkembangan yang normal dan membuat si anak baik fisik
maupun mental tetap di dalam keadaan kekanak-kanakan dalam waktu yang lama.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi perkembangan yanng berasal dari luar si individu :
1. Gizi
Makanan yang bergizi pada tahun-tahun pertama dari kehidupan anak sangat penting karena sangat
dibutuhkan pada perkembangannya. Makanan yang penuh vitamin diperlukan oleh tubuh si anak agar dia
mengalami perkembangan yang normal.
2. Udara segar dan cahaya matahari
Meskipun faktor ini masih disangsikan apakah mempengaruhi perkembangan mental si anak, tapi dapat dilihat
di sini terdapat perbedaan antara anak yang berada di lingkungan yang baik dengan anak yang berada di
lingkungan yanng kurang baik. Ini dapat dilihat pada masa mudanya yang mendapatkan udara yang segar dan
cahaya matahari yang cukup atau tidak.
3. Luka dan penyakit
Luka seperti luka pada kepala, keracunan obat-obatan, penyakit keras akan menghambat perkembangan anak
sampai batas-batas tertentu.
4. Ras
Adanya perbedaan perkembangan pada anak yang tinggal di daerah Mediteranian dengan anak yang tinggal di
Eropa Utara. Anak yang tinggal di Mediteranian akan lebih cepat matang secara fisik daripada anak yang di
Eropa Utara.
5. Kebudayaan
Karakteristik perkembangan anak adalah sama dimanapun ia berada. Faktor kebudayaaan hanya memberi
warna aatau variasi pada dasar tingkah lakua anak.
6. Kedudukan dalam keluarga
Kedudukan anak dalam keluarga akan lebih banyak mempengaruhi perkembangannya melalui faktor
lingkungan daripada faktor yang dibawa laahir. Misalnya saja anak kedua, ketiga, keempat di dalam keluarga
umumnya berkembang lebih cepat daripada anak pertama. Hal ini tidak disebabkan oleh tingkat
intelegensinya, tetapi karena anak kedua,ketigaa dan keempat dapat belajar dari meniru dari saaudara-
saudara yang lebih tua atau dewasa darinya. Sedangkan anak bungsu, cenderung lebih lambat dalam
perkembangan karena dia dimanjakan dan kurang intensif mengembangkan kesanggupan-kesanggupan yang
dimilikinya.
Proses Perkembangan
1. Perkembangan motor (fisik) siswa
Terdapat empat macam faktor yang mendorong kelanjutan perkembangan motor skills anak yang juga
memungkinkan campur tangan orang tua dan guru dalam mengarahkannya. Keempat faktor itu sebagai
berikut:
a) Pertumbuhan dan perkembangan sistem syaraf. Pertumbuhan dan perkembangan kemampuannya membuat
intelegensi (kecerdasan) anak meningkat dan menibulkan pola tingkah laku yang baru. Semakin baik
perkembangan kemampuan sistem syaraf seorang anak akan semakin baik dan beragam pula pola-pola
tingkah laku yang dimilikinya. Akan tetapi organ sitem syaraf ini lain dari yang lain, karena apabila rusak tidak
dapat diganti atau tumbuh lagi.
b) Pertumbuhan otot-otot. Otot merupakan jaringan sel-sel yang dapat berubah memanjang dan juga
sekaligus merupakan unit atau kesatuan sel yang memiliki daya mengkerut. Diantara fungsi-fungsi pokoknya
adalah sebagai pengikat organ-organ lainnya dan sebagai jaringan pembuluh yang mendistribusikan sari
makanan. Peningkatan tegangan otot anak dapat menimbulkan perubahan dan peningkatan aneka ragam
kemampuan dan kekuatan jasmaninya. Perubahan ini sangat tampak dari anak yang sehat dari tahun ke tahun
dengan semakin banyaknya keterlibatan anak tersebut dalam permainan yang bermacam-macam atau dalam
membuat kerajinan tangan yang semakin meningkat kualitas dan kuantitasnya dari masa ke masa.
c) Perkembangan dan pertumbuhan fungsi kelenjar endokrin. Kelenjar adalah alat tubuh yang mengahasilkan
cairan atau getah, seperti kelenjar keringat. Perubahan fungsi dari kelenjar-kelenjar endokrin akan
mengakibatkan berubahnya pola sikap dan tingkah laku seorang remaja terhadap lawan jenisnya. Perubahan
ini dapat berupa seringnya bekerja sama dalam belajar atau beolah raga, perubahan pola perilaku yang
bermaksud menarik perhatian lawan jenis, berubahnya gaya dandanan/penampilan dan lain-lain
d) Perubahan struktur jasmani. Semakin meningkat usia anak maka akan semakin menigkat pula ukuran tinggi
dan bobot serta proporsi tubuh pada umumnya. Perubahan jasmani ini akan banyak berpengaruh terhadap
perkembangan kemampuan dan kecakapan motor skills anak. Pengaruh perubahan fisik seorang siswa juga
tampak pada sikap dan perilakunya terhadap orang lain, karena perubahan fisik itu sendiri mengubah konsep
diri (self-concept) siswa tersebut.
Perkembangan kognitif siswa
Menurut Jean Piaget, perkembangan kognitif anak terdirir dari empat tahapan, diantaranya:
a) Tahap sensory-motor. Tahap ini terjadi antara usia 0-2 tahun. Intelegensi sensory motor dipandang sebagai
intelegensi praktis. Anak pada usia ini belajar bagaimana mengikuti dunia kebendaaan secara praktis dan
belajar menimbulkan efek tertentu tanpa memahami apa yang sedang mereka perbuat kecuali hanya mencari
cara melakukan perbuatan tersebut.
b) Tahap pre-oprational. Periode ini terjadi pada usia 2-7 tahun. Pada tahapan ini anaksudah memiliki
kesadaran akan tetap eksisnya yang harus ada dan biasanya ada, walaupun benda tersebut sudah
ditinggalkan, sudah tidak dilihat atau sudah tidak pernah diengar lagi. Selain itu seorang anak mulai mampu
menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
c) Tahap concrete-operational. Tahapan ini terjadi pada usia 7-11 tahun. Dalam tahapan ini seorang anak
memperoleh kemampuan yang disebut system of operations (satuan langkah berpikir). Selain itu anak memiliki
kemampuan konservsi (kemampuan dalam memahami aspek-aspek kumulatif materi, seperti volume),
penambahan golongan benda (kemampuan dalam memahami cara mengkombinasikan benda-benda yang
memiliki kelas rendah dengan kelas atasnya lagi), dan pelipatgandaan golongan benda.
d) Tahap formal-operational. Usia tahapan ini adalah 11-15 tahun. Pada tahap ini seorang remaja memiliki
kemampuan mengkoordinasikan baik secara serentak maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitifnya.
Yaitu kapasitas menggunakan hipotesis dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Dengan
kemampuan hipotesis, remaja mampu berpikir khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan
menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang ia respon. Sedangkan dengan memiliki
kapasitas prinsip-prinsip abstrak, mereka mampu mempelajari materi pelajaran yang abstrak, seperti ilmu
matematika.
Perkembangan sosial dan moral siswa
Perkembangan ini merupakan perkembagan kepribadian siswa selakuanggota masyarakat dalam berhubungan
dengan orang lain. Proses perkembangan ini berkaitan juga dengan proses belajar. Sehingga konsekuensinya,
kualitas hasil perkembangan sosial siswa sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar
sosial) siswa disekolahd an keluarga maupun lingkungan yang lebih luas lagi.
Ranah psikologis siswa yang terpenting adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada otak
ini, dalam perspektif psikologi kognitif, adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya.
Tanpa ranah kognitif sulit dibayangkan seorang siswa mampu berpikir. Selanjutnya tanpa kemampuan berpikir
mustahil siswa dapat memahami dan meyakini faedah materi-materi pelajaran yang disampaikan oleh guru
mereka. Selain itu juga sulit untuk menagka pesan moral yang terkandung dalam pelajran tersebut. Sehingga
faidah pengembangan ranah kognitif siswa adalah untuk mengembangkan kecakapn berikut ini:
Mengembangkan kecakapan kognitif
Mengembangkan kecakapan afektif
Mengembangkan kecakapan psikomotor
Perkembangan Bahasa Anak
Untuk bergaul dan berkomunikasi, manusia menggunakan bahasa, baik dalam bentuk tulisan, percakapan,
bahasa isyarat maupun ekspresi wajah. Untuk berkomunikasi secara efektif prlu memperhatikan nilai-nilai yang
ada di masyarakat. Nilai-nilai tersebut harus diberikan sedini mungkinagar tertanam hal-hal mana yang baik
dan buruk, yang boleh atau tidak boleh dilakukan, bagaimana bersilap dan bertutur kata yang baik terhadap
orang lain. Pembelajaran nilai-nilai tersebut harus dengan contoh yang konkret agar mudah difahami anak.
Perkembangan Bahasa yaitu bentuk komunikasi manusia merupakan yang paling sempurna daripada binatang,
karena manusia dapat melakukannya melalui berbagai sarana dan prasarana yang ada. Tiap individu dituntut
untuk memiliki kemampuan menyatakan atau mengekspresikan pikirannya dan menangkap pemikiran orang
lain melalui bahasa, sehingga komunikasi menjadi efektif. Anak-anak lebih dapat mengerti aa yang dikatakan
orang lain daripada mengutarakan pikiran dan perasaan mereka dengan kata-kata.
Semakin matang organ-organ yang berkaitan dengan proses berbicara seperti alat bicara dan
pertumbuhan/perkembangan otak, anak semakin jelas dalam mengutarakan kemauan, pikiran maupun
perasaannya melalui ucapan atau bahasa. Hal itu tidak lepas ari pengaruh lingkungan, terutama orang tua atau
keluarga. Anak yang selalu mendapat motivasi positif akan terpacu untuk mengembangkan potensi bicaranya.
Perkembangan Agama
Menurut Zakiah Darajat (dalam Martini Jumaris), agama sebagai dari iman, pikiran yang diserapkan oleh
pikiran, perasaan, dilaksanakan dalam tindakan, perbuatan, perkataan dan sikap. Agama merupakan pengarah
dan penentu sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Awalnya anak-anak mempelajari agama berdasarkan contoh baik di rumah maupun di sekolah. Bambang
Waluyo menyebutkan dalam artikelnya bahwa pendidikan agama di sekolah meliputi dua aspek, yaitu : 1.
Aspek pembentukan kepribadian (yang ditujukan kepada jiwa), 2. Pengajaran agama (ditujukan kepada
pikiran) . Metode yang digunakan dalam pembelajaran harus berkaitan erat dengan dimensi perkembangan
motorik, bahasa, social, emosional maupun intelegensi siswa. Untuk kelas rendah dapat menggunakan metode
bercerita, bermain, karyawisata, demonstrasi atau pemberian tugas. Untuk kelas tinggi dapat menggunakan
metode ceramah, bercerita, diskusi, tanya jawab, pemberian tugas atau metode lainnya yang sesuai dengan
perkembangan siswa.
*Mudah mudahan Referensi Pendidikan ini Bermanfaat

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Perkembangan Individu
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Individu
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mandiri

Mata Kuliah : Psikologi Umum

Dosen Pengampu: Drs. Abu Khaer, M.Ag


Disusun :

Erna Erlina 14121110049

(Tarbiyah/PAI – A/2)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) SYEKH NURJATI

CIREBON

Jl.Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon Telp. (0231) 481264

 KATA PENGANTAR

            Tiada kata yang patut kami ucapkan melainkan rasa syukur kehadirat Allah Swt. Yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan kajian walaupun dalam
bentuk yang sangat sederhana.Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Yang telah memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan di muka bumi ini dalam wujud Islam sebagai
kebenaran.
Ucapkan terimakasih kami kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam pembuatan
makalah ini sehingga makalah yang berjudul “Faktor-Faktor yang mempengaruhi individu”  dapat
terselesaikan.

Penulis menyadari makalahi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa mendatang.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.

Cirebon, Mei 2013

                                                                                                        Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR  ............................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

 BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang............................................................................................... 1

B.     Rumusan Masalah.......................................................................................... 1

C.     Tujuan Penulisan............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A.    Faktor Hereditas (genetic)……………………………….………………….3

B.     Faktor Lingkungan……………………….…………………………………6

C.     Faktor Kematangan……………….………………………...........................8

D.    Teori Nativisme……………………………………………………………..9

E.     Teori Empirisme……………………………………………………………13

F.      Teori Konvergensi……………………………………………………….…14

BAB III PENUTUP

A.    Simpulan…………………………………………………………………….16

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

 perkembangan (development) adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih


maju. Pertumbuhan sendiri (growth) berarti tahapan peningkatan sesuatu dalam hal jumlah, ukuran,
dan arti pentingnya. Pertumbuhan juga dapat berarti sebuah tahapan perkembangan (a stage of
development).Pengertian perkembangan menunjuk pada suatu proses kearah yang lebih sempurna dan
tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap
dan tidak dapat diputar kembali.

Perkembangan juga berkaitan dengan belajar khususnya mengenai isi proses perkembangan:
apa yang berkembang berkaitan dengan perilaku belajar. Disamping itu juga bagaimana hal sesuatu
dipelajari. Suatu definisi yang relevan dikemukakan oleh Monks sebagai berikut: “perkembangan
psikologis merupakan suatu proses yang dinamis. Dalam proses tersebut sifat individu dan sifat
lingkungan menentukkan tingkah laku apa yang menjadi actual dan terwujud. Dalam hal perkembangan
ini banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya faktor genetika, faktor lingkungan, dan faktor
kematangan. Adapun teori-teori tentang faktor yang mempengaruhi perkembangan itu diantaranya
teori Nativisme, Empirisme dan faktor Konvergensi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, kami akan merumuskan masalah – masalah yang akan
dibahas dalam bab pembahasan nanti, yaitu :

1.      Apa saja faktor - faktor yang mempengaruhi perkembangan individu?

2.      Apa saja teori-teori faktor yang mempengaruhi perkembangan individu?

C. Tujuan

Dari rumusan masalah di atas, kami bertujuan untuk menjelaskan hal – hal yang mempengaruhi
atau faktor – faktor perkembangan di antaranya sebagai berikut :

1.      Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu

2.      Menjelaskan teori-teori faktor yang mempengaruhi perkembangan individu.


BAB II
PEMBAHASAN

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Individu

A.    Faktor Hereditas ( genetika)

Hereditas adalah kecenderungan untuk berkembang mengikuti pola-pola tertentu, seperti


misalnya kecenderungan untuk berjalan tegak, kecenderungan bertambah besar, kecenderungan untyk
menjadi orang lincah atau pendiam dan sebagainya.kecenderungan ini tidak hany terdapat selama masa
kanak-kanak, melainkan tetap ada pada diri kita selama masih hidup kita. Akan tetapi kecenderungan-
kecenderungan tersebut tidak mungkin akan berwujud menjadi kenyataan kalau seandainya tidak
mendapatkan kesempatan dan rangsangan dari luar untuk berkembang.

1.      Hereditas Terdapat Pada Sel-Sel Benih

Pada manusia sel tunggal merupakan sebuah sel telur ( ovum) yang sudah dibuahi yang
kerapkali juga disebut zygote. Zygote ini terbentuk karena persatuan antara ovum yang berasal dari ibu
dan spermato zoon yang berasal dari ayah. Dalam lingkungan guwagraba ( uterus) ibu zygote tadi
tumbuh dan berkembang dengan jalan membelah diri menjadi 2, 4, 8, 16, 32, dan seterusnya sampai
berjuta-juta dan bermilyard-milyard jumlahnya. Dalam proses pembelahan tadi terjadi pula
differensisasi atau pembagian fungsi dari sel-sel tersebut menjadi sel otot, syaraf, kelenjar, kulit dan
sebagainya.

Setiap sel mengandung sebuah nucleus ( inti) yang berbeda dengan bagian sel lainnya.
Pembelahan sel selalu dimulai dengan pembelahan nucleus. Nucleus inilah yang mempunyai arti penting
bagi hereditas. Didalam nucleus dari suatu zygote kita temukan pasangan benang-benang yang disebut
kromosom yang banyaknya 23 pasang, 23 buah berasal dari ibu dan 23 buah berasal dari ayah.
Kromosom-kromosom ini ada yang panjang dan ada pula yang pendek. Dalam ke 23 pasang kromosom
itu terdapat satu pasang kromosom yang disebut kromosom seks, karena kromosom inilah yang
menentukan jenis individu baru.

Setiap kromosom terdiri dari rangkaian butir-butir menyerupai merjan yang disebut genes.
Seperti halnya dengan kromosom, gees ini pun terdapat dalam pasangan –pasangan, sebuah berasal
dari ayah dan sebuah lagi berasal dari ibu.

2.      Genes Sebagai Pembawa Sifat Hereditas.

Setiap kromosom terdiri dari rangkaian butir-butir yang menyerupai merjan. Genes inilah yang
merupakan unsur-unsur pembawa sifat hereditas. Jadi apakah seorang anak akan mempunayai kulit
hitam atau kuning, rambut keriting atau kejur, perawakan tinggi atau pendek, cerdas atau kurang
cerdas, periang atau pemurung ditentukan oleh sifat-sifat yang ada pada genes ini. Penyelidikan dalam
ilmu genetika telah berhasil mengetahui lokalisasi dari genes-enes tertentu pada kromosom tertentu.
Diperkirakan dalam setiap kromosommanusia terdapat sekitar tiga ribu genes. Seperti hanya dengan
kromomosom, genes-genes ini pun dalam pasangan-pasangan, sebuah berasal dari ibu dan sebuah
berasal dari ayah.

Karena kombinasi dari genes ini pada pada waktu konsepsi terjadi secara kebetulan, maka
dapatlah dimengerti mengapa sifat-sifat dasar anak-anak dari oaring tua yang sama tidak pernah sama,
kecuali kalau mereka merupakan anak kembar yang berasal dari satu telur. Begitu juga demikian nucleus
ovum dan nucleus spermatozoum bersatu pada waktu konsepsi ( yang berarti pula bersatunya genes
dari pihak ayah dan genes dari pihak ibumenurut suatu cara tertentu), maka sifat-sifat anak lahir
ataupun batin, telah ditentukan.  Jika hal ini sudah terjadi, maka tak ada kekuatan yang bisa
mengubahnya. Sifat-sifat yang ditentukan pada waktu ini akan tetapi dibawa individu selama hayatnya
dan akan mempengaruhi penilaiannya terhadap lingkungannya.( patty, 1982: 56-57).

Seberapa jauh kuatnya pengaruh sifat keturunan yang berasal dari ayah ibunya, sangat
bergantung kepada pengaruh besarnya kwalitas gene-gene dari masing-masing orang Tanya.

Cirri-ciri tingkah laku atau sifat yang mungkin bisa diturunkan sebagai faktor bawaan dari orang
tua kepada anaknya terbagi menjadi 5 prinsip yakni:

1)      Prinsip Reproduksi

Sifat-sifat tingkah laku yang diturunka  hanyalah bersifat reproduksi yaitu memunculkan kembali
apa yang sudah ada pada hasil perpaduan benih, penurunan sifat berlangsung dengan melalui sel benih
bukan sel badan. Dengan demikian tingkah laku atau kecakapan orang tua yang diperoleh melalui hasil
pengalaman atau belajar tidak akan diturunkan, yang diturunkan adalah sifat-sifat strukturil, karenanya
kecakapan orang tua bukan ukuran untuk kecakapan anaknya.

2)      Prinsip Konformitas

Setiap proses heriditet akan mengikuti pola-pola keseragaman dari jenis generasi sebelumnya
yakni seorang anak akan  memiliki sifat-sifat yang diturunkan oleh kelompok rasnya atau suku
bangsanya. Sebagai contoh: keturunan orang-orang Arab akan memiliki cirri-ciri yang seragam, demikian
pula orang Eropa, Gegro dan sebagainya.

3)      Prinsip Variari

Setiap proses hariditet akan terjadi penurunan yang bervariasi. Kecuali situasi dan kondisi
menyebabkan bervariasinya produksi benih. Penurunan sifat kepada anak dari orang tua sangat
bervariasi dikarenakan jumlah gene-gene dalam khromosom amat banyak, maka kombinasi gene-gene
setiap pembuahan akan mempunyai kemungkinan yang banyak pula. Dengan demikian untuk setiap
proses heiditet akan terjadi penurunan yang bervariasi. Keculi itu stuasi dan kondisi menyebankan
bervariasina produksi benih.

4)      Prinsip Regresi Filial


Penurunan sifat cenderung menuju kearah rata-rata dari kedua orang tuanya. Misalkan orang tua
yang cerdas akan berkecendrungan memiliki keturunan yang kurang cerdas.

5)      Prinsip Menyilang

Menurut prinsip ini bahwa apa yang diturunkan oleh masing-masing orang tua kepada anak-
anaknya mempunyai sasaran menyilang, seperti seorang anak perempuan akan lebih banyak
mempunyai sifat-sifat ayahnya dan seorang anak laki-laki akan lebih banyak mempunyai sifat-sifat
ibunya. ( Abu khaer, 1993: 28-29).

B.     Faktor Lingkungan

Lingkungan adalah segala akan lahir sebagai bayi yang sehat. yang mengelilingi individu didalam
hidupnya, baik dalam bentuk lingkungan pisik seperti orang tuanya, rumahnya, kawan-kawannya
bermain, masyarakat sekitanya maupun dalam bentuk lingkunganpsikologis seperti misalnya perasaan-
perasaan yang dialaminya, cita-citanya, persoalan-persoalan yang dihadapinya dan sebagainya. Sejak
lahir, malahan sejak didalam kandungan, seorang individu selalu dipengaruhi oleh lingkungannya. Jikalau
selama masa-masa dalam kandungan, ibunya mendapat makanan-makanan yang sehat, melakukan
latihan-latihan olah raga yang tepat, mengalami ketentraman batin dan sebagainya, maka bayi yang ada
dalam kandungan kemungkinan besar akan lahir sebagai seorang bayi yang sehat.

Begitu juga semenjak ia lahir didunia perkembangan anak itu akan tetap dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan yang berasal dari lingkungannya, oleh jumlah dan kualitas makanan yang
diterimanya, oeh jadwal pemeliharaannya tiap hari, begitu juga oleh suhu lingkungannya. Pengaruh
yang tidak kalah pentingnya ialah bagaimana sikap dan tingkah laku orang dewasa disekitarnya terhadap
dirinya. ( patty, 1982: 58-59).

Jika dilihat dari segi bentuk, maka lingkungan manusia itu pada pokoknya terdiri atas dua
golongan yaitu: lingkungan dalam (linner environment) dan lingkungan luar ( outer environment).

1)      Lingkunagn dalam (innerenvironment)

Lingkunagn dalam adalah hal-hal yang pada mulanya berasal dari luar individu, yang kemudian
masuk kedalam tubuh dan bersatu dengan sel-sel tubuh individu seperti makanan, minuman, udara dan
sebagainya, merupakan lingkungan dalam individu. Hormon-hormon serta berbagai cairan tubuh yang
dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar tubuh merupakan lingkungan dalam. Adapun hal-hal yang termasuk 
kapada lingkungan dalam itu memberikan rangsangan kepada individu, mempengaruhi kegiatan dan
perkembangannya. Individu akan merasa lapar atau dingin bila persediaan makan dalam tubuh
berkurang, merasa sesak nafas bila zat pembakar berkurang.

2)      Lingkungan luar (outer environment)


Lingkungan luar adalah segala sesuatu yang merangsang dan melibatkan individu yang berasal dari
luar, lingkungan luar individu mungkin berada jauh dari individu, asal memberikan rangsangan dan
menyebabkan individu terlibat kedalamnya. Adapun yang termasuk lingkungan luar itu terdiri dari:

a.       Lingkunagn alam ( physical environment)

Lingkungan alam adalah segala sesuatu disekitar individu yang berupa benda-benda alam atau
fisik yang termasuk kepada lingkunagn alam semesta alam semesta alam antara lain: makanan, tumbuh-
tumbuhan, binatang, iklim, minuman, pakaian peralatan dan sebagainya.

b.      Lingkungan sosial

Manusia sebagai makhluk sosial, mempunyai kemampuan untuk hidup dan berinteraksi bersama
manusia lainnya. Individu selalu membutuhkan orang lain. Individu tidak bisa hidup dengan sempurna
tanpa berinteraksi dengan individu yang lainnya. Interaksi individu dengan individu lainnya merupakan
lingkungan sosial yang banyak berpengaruh terhadap perkembangan dan kepribadian seseorang.

c.       Lingkungan budaya

Kebudayaan yaitu segala sesuatu ciptaan manusia sebagai usaha untuk mempertahankan
hidupnya, misalnya: ilmu pengetahuan, peranturan-peraturan, bahasa seni, olah raga dan sebagainya.
Kebudayaan merupakan lingkungan bagi individu dan mempengaruhi tingkah laku seseorang. Individu
selalu hidup dan dibesarkan dalam suasana kebudayaan tertentu. Anak sangat sensitif dalam menerima
prangsang-perangsang kebudayaan, lingkungan kebudayaan dimana anak dibesarkan akan mewarnai
tingkah laku atau perkembangan anak itu.

d.      Lingkungan sprirituil

Sebagai makhluk hidup, manusia juga membutuhkan lingkungan spirirituil tertentu, sesuai dengan
jenis agama dan kepercayaan yang dianut oleh keluarganya dan atau masyarakat disekitarnya.

C.    Faktor kematangan

Pembawaan dan lingkungan adalah faktor-faktor yang sangat penting bagi perkembangan
individu. Interaksi antara faktor-faktor tersebut tidak terjadi sekehendak hati, tapi dipengaruhi oleh
faktor ketiga yaitu faktor kematangan ( maturation) atau waktu (time). Kematangan adalah siapnya
suatu fungsi kehidupan, baik pisik maupun psychis untuk berkembang dan melakukan tugasnya denagn
baik. Bagaimanapun kayanya pembawaan seseorang individu dan betapapun baiknya lingkungan yang
tersedia baginya bila belum mencapai kematangan untuk berfungsi maka suatu fungsi ehidupan belum
dapat berkembang optial. ( Abu khaer, 1993: 30-31).
Adapun teori –teori untuk menganalisa faktor manakah yang paling berpengaruh terhadap
perkembangan individu, yakni antara faktor hereditas dan faktor lingkungan adalah sebagai berikut:

a.      Teori Nativisme

Nativisme ( nativism) merupakan sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran
pemikiran psikologis. Tokoh utama aliran ini bernama Arthur scopenhauer (1788-1860), seorang filosof
jerman. Aliran filsafat nativime konon dijuluki sebagai aliran pesimistis yang memandang segala sesuatu
dengan “ kacamata hitam”. Mengapa begitu? Karena para ahli penganut aliran ini berkeyakinan bahwa
perkembangan manusia ditentukan oleh pembawaannya, sedangkankan pengalaman dan pendidikan,
tidak berpengaruh apa-apa. Dalam ilmu pendidikan, pandangan seperti ini disebut “ pesimisme
pedagogis”.

Aliran nativisme mengemukakan bahwa manusia yang baru dilahirkan telah memiliki bakat dan
pembawaan, baik dari arena berasal dari keturunan orang tuanya, nenek moyangnya maupun karena
memang ditakdirkan demikian. Manakala pembawaannya itu baik, menurut aliran ini, pendidikan tidak
dapat diubah dan senantiasa berkembang dengan sendirinya. (Sobur, 2003: 147).

Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya asli yang telah
terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter,
serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh
dan berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada
titik tertentu. Misalnya, seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang
menjadi seniman musik yang mungkin melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai
pada setengah kemampuan orangtuanya.

Dengan tegas Arthur Schopenhaur menyatakan yang jahat akan menjadi jahat dan yang baik akan
menjadi baik. Pandanga ini sebagai lawan dari optimisme yaitu pendidikan pesimisme memberikan
dasar bahwa suatu keberhasilan ditentukan oleh faktor pendidikan, ditentukan oleh anak itu sendiri.
Lingkungan sekitar tidak ada, artinya sebab lingkungan itu tidak akan berdaya dalam mempengaruhi
perkembangan anak. Walaupun dalam kenyataan sehari-hari sering ditemukan secara fisik anak mirip
orang tuanya, secara bakat mewarisi bakat kedua orangtuanya, tetapi bakat pembawaan genetika itu
bukan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan anak, tetapi masih ada faktor lain yang
mempengaruhi perkembangan dan pembentukan anak menuju kedewasaan, mengetahui kompetensi
dalam diri dan identitas diri sendiri (jati diri).

Faktor-Faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia dalam teori Nativisme

1.      Faktor Genetic. Adalah faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu bakat yang
muncul dari diri manusia. Contohnya adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah seorang penyanyi maka
anaknya memiliki bakat pembawaan sebagai seorang penyanyi yang prosentasenya besar.

2.      Faktor Kemampuan Anak. Adalah faktor yang menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang
terdapat dalam dirinya. Faktor ini lebih nyata karena anak dapat mengembangkan potensi yang ada
dalam dirinya. Contohnya adalah adanya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap
anak untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan bakat dan minatnya.

3.      Faktor pertumbuhan Anak. Adalah faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di
setiap pertumbuhan dan perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka
dia akan bersikap enerjik, aktif, dan responsif terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika
pertumbuhan anak tidak normal maka anak tersebut tidak bisa mngenali bakat dan kemampuan yang
dimiliki.

Didalam teori ini menurut G. Leibnitz: Monad “Didalam diri individu manusia terdapat suatu inti
pribadi”. Sedangkan dalam teori Teori Arthur Schopenhauer (1788-1860) dinyatakan bahwa
perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak lahir/bakat. Sehingga dengan teori ini setiap
manusia diharapkan:

a.       Mampu memunculkan bakat yang dimiliki. Dengan teori ini diharapkan manusia bisa mengoptimalkann
bakat yang dimiliki dikarenakan telah mengetahui bakat yang bisa dikembangkannya. Dengan adanya
hal ini, memudahkan manusia mengembangkan sesuatu yang bisa berdampak besar terhadap kemajuan
dirinya.

b.      Mendorong manusia mewujudkan diri yang berkompetensi. Jadi dengan teori ini diharapkan setiap
manusia harus lebih kreatif dan inovatif dalam upaya pengembangan bakat dan minat agar menjadi
manusia yang berkompeten sehingga bisa bersaing dengan orang lain dalam menghadapi tantangan
zaman sekarang yang semakin lama semakin dibutuhkan manusia yang mempunyai kompeten lebih
unggul daripada yang lain.

c.       Mendorong manusia dalam menentukan pilihan. Adanya teori ini manusia bisa bersikap lebih bijaksana
terhadap menentukan pilihannya, dan apabila telah menentukan pilihannya manusia tersebut akan
berkomitmen dan berpegang teguh terhadap pilihannya tersebut dan meyakini bahwa sesuatu yang
dipilihnya adalah yang terbaik untuk dirinya.

d.      Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang. Teori ini dikemukakan
untuk menjadikan manusia berperan aktif dalam pengembangan potensi diri yang dimiliki agar manusia
itu memiliki ciri khas atau ciri khusus sebagai jati diri manusia.

e.       Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki. Dengan adanya teori ini, maka manusia akan
mudah mengenali bakat yang dimiliki, dengan artian semakin dini manusia mengenali bakat yang dimiliki
maka dengan hal itu manusia dapat lebih memaksimalkan bakatnya sehingga bisa lebih optimal.

Faktor pembawaan bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh pengaruh alam sekitar dan pendidikan
(Arthur Schopenhauer (1788-1860)). Untuk mendukung teori tersebut di era sekarang banyak dibuka
pelatihan dan kursus untuk pengembangan bakat sehingga bakat yang dibawa sejak lahir itu dilatih dan
dikembangkan agar setiap individu manusia mampu mengolah potensi diri. Sehingga potensi yang ada
dalam diri manusia tidak sia-sia kerena tidak dikembangkan, dilatih dan dimunculkan.
Tetapi pelatihan yang diselenggarakan itu didominasi oleh orang-orang yang memang mengetahui
bakat yang dimiliki, sehingga pada pengenalan bakat dan minat pada usia dini sedikit mendapat paksaan
dari orang tua dan hal itu menyebabkan bakat dan kemampuan anak cenderung tertutup bahkan hilang
karena sikap otoriter orangtua yang tidak mempertimbangkan bakat, kemampuan dan minat
anak.Lembaga pelatihan ini dibuat agar menjadi suatu wadah untuk menampung suatu bakat agar
kemampuan yang dimiliki oleh anak dapat tersalurkan dan berkembang dengan baik sehingga hasil yang
dicapai dapat maksimal.

Tanpa disadari di lembaga pendidikan pun juga dibuka kegiatan-kegiatan yang bisa
mengembangkan dan menyalurkan bakat anak diluar kegiatan akademik. Sehingga selain anak
mendapat ilmu pengetahuan didalam kelas, tetapi juga bisa mengembangkan bakat yang dimilikinya.

Menurut aliran ini bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor
yang dibawa sejak lahir (natus = lahir). Anak sejak lahir membawa sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu
yang dinamakan sifat pembawaan. Para ahli yang mengikuti paham ini biasanya menunjukkan berbagai
kesamaan/kemiripan antara orangtua dengan anak-anaknya. Misalnya kalau ayahnya ahli musik maka
anaknya juga akan menjadi ahli musik, ayahnya seorang ahli fisika maka anaknya juga akan menjadi ahli
fisika. Keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki oleh orangtua juga dimiliki oleh anaknya.Sifat
pembawaan tersebut mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan individu. Pendidikan
dan lingkungan hampir-hampir tidak ada pengaruhnya terhadap perkembangan anak.

 Akibatnya para ahli pengikut aliran ini berpandangan pesimistis terhadap pengaruh pendidikan.
Tokoh aliran ini ialah Schopenhauer dan Lombroso.http://asyamforex.blogspot.com/2012/11/faktor-
faktor-yang-mempengaruhi.html.

b.      Teori  Empirisme atau Teori Lingkungan

Aliran empirisme merupakan kebalikan dari aliran nativisme, dengan contoh utama john locke
(1632-1704). Nama asli aliran ini adalah “ The school of British Empiricism” (aliran empirisme inggris).
Akan tetapi, aliran ini lebih berpengaruh pada pemikir Amerika Serikat, sehingga melahirkan sebuah
aliran filsafat bernama “ environmentalisme”  (aliran lingkungan) dan psikologi bernama “  environmental
psychology” (psikologi lingkungan) yang relative masih baru.

Aliran empirisme mengemukakan bahwa anak yang baru lahir laksana kertas yang putih bersih
atau semacam tabula rasa ( tabula= meja, rasa, =lilin), yaitu meja yang bertutup lapisan lilin putih. Kertas
putih bersih dapat ditulis dengan tinta tersebut. Begitu pula halnya dengan meja yang berlilin, dapat
dicat dengan berwarna-warni, sebelum ditempelkan. Anak diumpamakan bagaikan kertas putih yang
bersih, sedangkan warna tint, diumpamakan sebagai lingkunga (pendidikan) yang akan berpengaruh
terhadapnya, sudah pasti tidak mungkin tidak, pendidikan pun dapat membuat anak menjadi baik atau
buruk. Pendidikn dapat memegang peranan penting dalam perkembangan anak, sedangkan bakat
pembawaannya bisa ditutup dengan serapat-rapatnya oleh pendidikan itu.
Teori tabula rasa ini diperkenalkan oleh john locke untuk mengungkapkan pentingnya pengaruh
pengalaman dan lingkungan hidup terhadap perkembangan anak. Ketika dilahirkan, seorang anak adalah
pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan yang  berasal dari lingkungan. Orang tua
menjadi tokoh penting yang mengatur rangsangan-rangsangan dalam mengisi “ secarik kertas” yang
bersih ini. Dalam pendidikan, pendapat kaum empiris terkenal dengan nama optimism
paedagogis.  Kaum behavioris pun sependapat dengan kaum empiris.

Perkembangan anak sepenuhnya tergantung pada faktor lingkungan, sedangkan faktor bakat,
tidak ada pengaruhnya. Dasar pikiran yang digunakan ialah bahwa pada waktu dilahirkan, anak dalam
keadaan suci, bersih, seperti kertas putih yang belum ditulis, sehingga bisa ditulisi menurut kehendak
penulisnya. ( buku erna: 148-149).

c.       Teori Konvergensi atau Teori persesuaian

Tokoh aliran Konvergensi adalah William Stern. la seorang tokoh pendidikan Jerman yang hidup
tahun 1871-1939. Aliran Konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari aliran Nativisme dan
Empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk,
sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi,faktor pembawaan
dan lingkungan sama-sama berperan penting.

Anak yang mempunyai pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan
menjadi semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik
tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan
yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak secara optimal jika tidak didukung oleh bakat
baik yang dibawa anak.

Dengan demikian, aliran Konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada


faktor pembawaan atau bakat dan lingkungan. Hanya saja, William Stem tidak menerangkan seberapa
besar perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut. Sampai sekarang pengaruh dari kedua faktor
tersebut belum bisa ditetapkan.

Menurut aliran ini bahwa manusia dalam perkembangan hidupnya dipengaruhi oleh
bakat/pembawaan dan lingkungan atau dasar dan ajar. Manusia lahir telah membawa benih-benih
tertentu dan bisa berkembang karena pengaruh lingkungan. Aliran ini dipelopori oleh W. Stern. Pada
umumnya paham inilah yang sekarang banyak diikuti oleh para ahli pendidikan dan psikologi, walaupun
banyak juga kritik yang dilancarkan terhadap paham ini. Salah satu kritik ialah Stern tidak dapat dengan
pasti menunjukkan perbandingan kekuatan dua pengaruh itu.

Dengan demikian pendidikan harus mengusahakan agar benih-benih yang baik dapat berkembang
secara optimal dan benih-benih yang jelek ditekan sekuat mungkin sehingga tidak dapat berkembang.
BAB III

PENUTUP

Simpulan

perkembangan adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih maju. Faktor -
faktor yang mempengaruhi perkembangan, diantaranya faktor hereditas , faktor lingkungan dan faktor
kematangan. Faktor hereditas  merupakan totalitas karaktiristik individu yang diwariskan orang tua
kepada anak, atau segala potensi (baik fisik maupun psikis) yang dimiliki individu sejak masa konsepsi
sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen – gen. Faktor lingkungan adalah keseluruhan
fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi) fisik/alam atau sosial yang memengaruhi atau dipengaruhi
perkembangan individu dalam hal ini adalah faktor lingkungan  dalam dan lingkungan luar.

 Adapun teori-teori dalam faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu adalah


teori Nativisme. Teori empirisme dan teori konvergensi. Teori nativisme menyatakan bahwa manusia
yang baru dilahirkan telah memiliki bakat dan pembawaan, baik dari arena berasal dari keturunan orang
tuanya, nenek moyangnya maupun karena memang ditakdirkan demikian. Teori empirisme berpendapat
bahwa anak yang baru lahir laksana kertas yang putih bersih atau semacam tabula rasa ( tabula= meja,
rasa, =lilin), sedangkan teori konvergensi mengatakan bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat
baik dan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Patty. 1982. Pengantar Psikologi Umum. Surabaya: Usaha Nasional.

Sobur, alex. 2003. Psikologi Umum.Bandung: CV Pustaka Setia

Khaer, Abu. 1993.  Psikologi Umum. Cirebon: Perpustakaan Pribadi maman rusman.

http://asyamforex.blogspot.com/2012/11/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html

IMPLIKASI PERTUMBUHAN DAN


PERKEMBANGAN TERHADAP
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
POSTED BY IMAM MUSTAQIM ⋅ MARET 21, 2014 ⋅ TINGGALKAN KOMENTAR

 
oleh : Imam Mustaqim, S.Pd.I.,M.Pd
 

A.      Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan


Dalam kehidupan manusia terdapat dua proses kejiwaan yang terjadi, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pada
umumnya, istilah pertumbuhan dan perkembangan digunakan secara bergantian. Padahal, kedua proses ini berlangsung secara
interdependensi, artinya saling bergantung satu sama lain. Kedua proses itu tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan untuk
memperjelas penggunaannya.
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan fisik secara kuantitatif yang menyangkut ukuran dan struktur biologis.
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil proses pematangan fungsi dalam perjalanan waktu tertentu.
Pertumbuhan dapat pula diartikan sebagai proses transmisi darikonstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang
herediter dalam bentuk proses aktif berkesinambungan.
Adapun istilah perkembangan adalah sebagai berikut. Menurut Warner (1957), perkembangan sesuai dengan prinsip
arthogenetis, yaitu perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai pada keadaan diferensiasi,
artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi itu bersifat totalitas pada diri anak, bahwa bagian-bagian
penghayatan totalitas itu lambat laun semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.
Spiker (1966) mengemukakan dua macam pengertian yang harus dihubungkkan dengan perkembangan.
1.        Ortogenetik
Yaitu hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan sejak terbentuknya individu baru sampai dewasa.
2.        Foligenetik
Yaitu perkembangan dari asal-usul manusia sampai sekarang ini. Perkembangan perubahan fungsi sepanjang masa hidupnya
menyebabkan perubahan tingkah laku dan perubahan ini terjadi sejak permulaan adanya manusia. Jadi, perkembangan
orthogenetik mengarah pada suatu tujuan khusus sejalan dengan proses perkembangan evolusi yang selalu mengarah pada
kesempurnaan manusia.  
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yang kurang normal pada organisme adalah sebagai berikut.
1.      Faktor sebelum lahir, seperti peristiwa kekurangan nutrisi pada ibu dan janin (janin terkena virus, keracunan sewaktu bayi
dalam kandungan), terkena infeksi oleh bakteri siphilis, TBC, kolera, tifus, gondok, sakit gula, dan lain-lain.
2.      Faktor pada saat kelahiran, seperti pendarahan pada bagian kepala bayi yang disebabkan tekanan dari dinding rahim ibu
sewaktu ia dilahirkan dan efek susunan syaraf pusat karena proses kelahiran bayi dilakukan dengan bantuan tang (tangver-
lossing).
3.      Faktor yang dialami bayi sesudah lahir, seperti pengalaman traumatik pada kepala, kepala bagian dalam terluka karena
kepala janin terpukul, atau mengalami serangan sinar matahari (zonnestiek). Infeksi pada otak atau selaput otak, misalnya
penyakit cerebral meningitis, gabag, malaria tropika,dipteria, dan lain-lain.
4.      Faktor fisiologis, misalnya bayi atau anak yang ditinggal ibu, ayah atau kedua orangtuanya cenderung akan mengalami
gangguan fisiologis.
 
B.     Pertumbuhan Fisik Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (Remaja)
1.      Faktor-faktor Penyebab Perubahan Fisik
Perubahan fisik adalah perubahan yang berlangsung secara fisik dan merupakan gejala primer dalam pertumbuhan
remaja. Perubahan ini meliputi perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, munculnya ciri-ciri kelamin primer dan
sekunder.
Penyebab perubahan fisik pada remaja adalah adanya dua kelenjar yang menjadi aktif bekerja dalam sistem endoktrin.
Kelenjar pituitari yang terletak di dasar otak mengeluarkan dua macam hormon yang erat hubungannya dengan perubahan masa
remaja. Kedua hormon itu adalah hormon pertumbuhan yang menyebabkan terjadinya perubahan ukuran tubuh dan hormon
gonadotropik atau sering disebut hormon yang merangsang gonad agar mulai aktif bekerja. Tidak berapa lama sebelum saat
remaja dimulai, kedua hormon ini sudah mulai diproduksi dan pada saat remaja semakin banyak dihasilkan. Seluruh proses ini
dikendalikan oleh perubahan yang terjadi dalam kelenjar endokrin. Kelenjar ini diaktifkan oleh rangsangan yang dilakukan
kelenjar hypothalamus, yaitu kelenjar yang dikenal sebagai kelenjar untuk merangsang pertumbuhan pada saat remaja dan
terletak di otak.
 
2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik
Selama masa remaja seluruh tubuh mengalami perubahan, baik dibagian luar maupun bagian dalam tubuh, baik dalam
struktur tubuh maupun dalam fungsinya. Hampir semua perubahan mengikuti waktu yang dapat diperkirakan sebelumnya.
Apabila sistem endokrin berfungsi normal, ukuran tubuh akan normal pula. Sebaliknya juga, kekurangan hormon
pertumbuhan akan menyebabkan kerdil, sedangkan kelebihan hormon pertumbuhan akan menyebabkan ukuran tubuh terlalu
besar sehingga tidak sesuai dengan anak sebayanya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik adalah sebagai berikut.
a.       Pengaruh keluarga.
b.      Pengaruh gizi.
c.       Gangguan emosional.
d.      Jenis kelamin.
e.       Status sosial ekonomi.
f.       Kesehatan.
g.      Pengaruh bentuk tubuh.
 
C.      Perkembangan Intlek Peserta Didik Usia Sekolah Menangah (Remaja)
1.      Pengertian Intelek dan Intelegensi
Istilah intelek berarti kekuatan mental yang menyebabkan manusia dapat berpikir aktivitas yang berkenaan dengan
proses berpikir atau kecakapan yang tinggi untuk berpikir. Menurut kamus Webster New World Dictionary of the American
Language, istilah intellect berarti:
a.       Kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti, kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-
perbedaan, dan sebagainya.
b.       Kecakapan mental yang besar, sangat intelligence.
c.       Pikiran atau intelegensi.
Istilah intelegensi telah banyak digunakan, terutama dalam bidang psikologi dan pendidikan. Namun, secara definitif
istilah itu tidak mudah dirumuskan. Banyak rumusan tentang intelegensi, seperti yang dikemukakan oleh Singgih Gunarsa dalam
bukunya Psikologi Remaja (1991), yang mengajukan beberapa rumus intelegensi sebagai berikut.
a.       Intelegensi merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkannya memperoleh ilmu pengetahuan dan
mengamalkan ilmu tersebut dalam hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul.
b.      Intelegensi adalah suatu bentuk tingkah laku tertentu yang tampil dalam kelancaran tindakan.
c.       Intelegensi meliputi pengalaman dan kemampuan bertambahnya pengertian dan tingkah laku dengan pola-pola baru dan
mempergunakannya secara efektif.
d.      William Stem mengemukakan bahwa intelegensi merupakan suatu kemampuan untuk menyesuaikan diri pada tuntutan baru
dibantu dengan penggunaan fungsi berpikir.
e.       Binet berpendapat bahwa intelegensi merupakan kemampuan yang diperoleh melalui keturunan, kemampuan yang diwarisi
dan dimiliki sejak lahir dan tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam batas-batas tertentu, lingkungan turut
berperan dalam pembentukan kemampuan intelegensi.
f.       Wechler (1958) merumuskan intelegensi sebagai “keseluruhan kemampuan individu dalam berpikir dan bertindak secara
terarah sweerta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif”.
 
2.      Karakteristik Perkembanagn Intelek Remaja
Intelegensi pada masa remaja tidak mudah diukur karena perubahan kecepatan perkembangan kemampuan tersebut
tidak mudah terlihat. Pada masa remaja, kemampuan untuk mengatasi masalah yang majemuk terus bertambah. Pada awal
remaja, kira-kira pada umur 12 tahun, anak berada pada masa yang disebut masa operasi formal (berpikir abstrak). Pada masa ini,
ia telah berpikir dengan mempertimbangkan hal yang mungkin disamping hal yang nyata (Gleitmen, 1986: 475-476). Pada usia
ini, ia sudah dapat berpikir hipotek.
            Berpikir operasional formal setidak-tidaknya mempunyai dua sifat penting, yaitu sebagai berikut.
a.       Sifat deduktif hipotesis
Dalam menyelesaikan suatu masalah, remaja biasanya akan mengawalinya dengan pemikiran yang bersifat teoritis, ia
menganalisa masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian masalah yang dapat dilakukan. Pengajuan hipotesis itu
menggunakan caraberpikir induktif di samping deduktif. Oleh karena itu, dari sifat analisis yang dilakukan, ia dapat membuat
suatu strategi penyelesaian masalah. Remaja mengajukan pendapat atau prediksi tertentu yang disebut proporsi, kemudian
mencari hubungan antara proporsi yang berbeda-beda itu. Itulah sebabnya berpikir operasional juga disebut proporsional.
b.      Berpikir operasional juga berpikir kombinasoris
Sifat ini merupakan kelengkapan dari sifat yang pertama dan menitik beratkan pada cara-cara melakukan analisis.
 
3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Intelek
Pandangan yang mengakui bahwa intelegensi adalah faktor bakat dikemukakan oleh aliran Nativisme. Sementara itu,
pendapat bahwa intelegensi dipengaruhi oleh faktor pengalaman atau lingkungan dikemukakan oleh aliran Empirisme.
a.       Peran pengalaman dari sekolah terhadap intelegensi
Penelitian tentang pengaruh pengalaman indra terhadap IQ telah dilaporkan oleh Wellman (1945) berdasarkan 50 kasus hasil
studinya. Rata-rata nilai IQ yang diteliti adalah diatas 110. Anak yang mengalami prasekolah sebelum sekolah dasar
menunjukkan perbedaan kemajuan atau nilai rata-rata IQ mereka lebih besar daripada mereka yang tidak mengalami prasekolah.
b.      Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan intelegensi
Pengaruh belajar dalam arti faktor lingkungan terhadap perkembangan intelegensi ternyata cukup besar. Hal ini dibuktikan oleh
hasil penelitian yang menggambarkan adanya pengaruh belajar terhadap perkembangan intelegensi (Rochman Natawijaya dan M
Musa, 1992:45)
Jika dua anak kembar diasuh bersama dalam lingkungan yang sama, nilai IQ mereka akan hampir sama jika dibandingkan dengan
bila mereka diasuh secara terpisah di lingkungan yang berbeda. Demikian pula bila anak-anak yang berbeda diasuh bersama pada
lingkungan yang sama, terdapat korelasi yang cukup bermakna (+0,24) di antara mereka. Kesimpulannya adalah tidak terdapat
hubungan genetik, tetapi menunjukkan bahwa kesamaan IQ adalah karena kesamaan pengalaman belajar di lingkungan yang
sama.
4.      Implikasi Perkembangan Intelek Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Piaget menyebutkan bahwa sebagian besar remaja mampu memahami dan mengkaji konsep-konsep abstrak dalam
batas-batas tertentu. Menurut Bruner, siswa usia remaja ini dapat menggunakan bentuk-bentuk simbol dengan cara yang canggih.
Guru dapat membantu mereka dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses (discover approach) dengan memberi
penekanan pada penguasaan konsep-konsep abstrak.
Karena siswa pada usia remaja ini masih dalam proses penyempurnaan penalaran, guru hendaknya tidak menganggap
bahwa mereka berpikir dengan cara yang sama dengan guru. Untuk itu, guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengadakan diskusi secara baik serta memberikab tugas-tugas penulisan makalah. Dalam hal ini, guru hendaknya mengamati
kecenderungan-kecenderungan remaja untuk melibatkan diri dalam hal-hal yang tidak tergali. Cara yang baik dalam mengatasi
bentuk-bentuk pemikiran yang belum matang ialah membantu siswa menyadari bahwa mereka telah melupakan pertimbangan-
pertimbangan tertentu. Namun, bila permasalahan tersebut merupakan masalah kompleks dengan bobot emosi yang cukup dalam,
hal itu bukan tugas yang mudah.
 
D.    Perkembangan Bakat Khusus Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (Remaja)
1.      Pengertian Bakat
Bakat adalah kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan yang relatif bersifat umum
(misalnya bakat intelektual umum) atau khusus (bakat akademis khusus). Bakat khusus disebut juga talenta.
Guilford (Sumadi S., 1991: 169) mengemukakan bahwa bakat itu mencakup tiga dimensi psikologis, yaitu dimensi
perseptual, dimensi psikomotor, dan dimensi intelektual.
Dimensi perseptual meliputi kemampuan persepsi yang mencakup kepekaan pengindraan, perhatian, orientasi terhadap
waktu, luasnya daerah persepsi, kecepatan persepsi, dan sebagainya.
Dimensi psikomotor mencakup enam faktor, yaitu:
a.       Kekuatan.
b.      Impuls.
c.       Kecepatan gerak.
d.      Ketelitian, yang terdiri atas ketepatan statis yang menitikberatkan pada posisi dan ketepatan dinamis yang menitikberatkan
pada gerakan.
e.       Koordinasi.
f.       Keluwesan (Flexibility).
Dimensi intelektual meliputi lima faktor, yaitu:
a.       Faktor ingatan, yang mencakup:
-          substansi
-          relasi
-          sistem
b.      Faktor ingatan mengenai pengenalan terhadap:
-          keseluruhan informasi
-          golongan (kelas)
-          hubungan-hubungan
-          bentuk atau struktur
-          kesimpulan
c.       Faktor evaluatif, yang meliputi:
-          identitas
-          relasi-relasi
-          sistem
-          problem yang dihadapi
d.      Faktor berpikir konvergensi, yang meliputi:
-          nama-nama
-          hubungan-hubungan
-          sistem-sistem
-          transformasi
-          implikasi-implikasi yang unik
e.       Faktor berpikir divergen, yang meliputi:
-          menghasilkan unit-unit, seperti: word fluency, ideational fluency
-          pengalihan kelas-kelas secara spontan
-          kelancaran dalammenghasilkan hubungan-hubungan
-          menghasilkan sistem, seperti expressional fluency
-          transformasi divergen
-          susun bagian-bagian menjadi garis besar atau kerangka
 
2.      Jenis-jenis Bakat Khusus
Setiap individu memiliki bakat khusus yang berbeda-beda. Usaha pengenalan bakat khusus ini mula-mula terjadi pada
bidang pekerjaan, tetapi kemudian dalam bidang pendidikan. Hampir semua ahli psikologi yang menyusun tes untuk
mengungkap bakat khusus bertolak dari dasar pemikiran analisis faktor. Menurut Guilford, pada setiap aktivitas diperlukan
berfungsinya faktor-faktor khusus.
Pemberian nama terhadap jenis-jenis bakat khusus biasanya dilakukan berdasarkan bidang apa bakat tersebut berfungsi,
seperti bakat matematika, olah raga, seni, musik, bahasa, teknik, dan sebagainya. Dengan demikian, bakat khusus ini sangat
bergantung pada konteks kebudayaan tempat seorang individu hidup dan dibesarkan. Faktor pengalaman atau lingkungan sangat
mempengaruhi pengembangan bakat khusus ini.
 
3.      Hubungan antara Bakat dan Prestasi
Dengan adanya bakat, seseorang dapat mencapai prestasi dalam bidang tertentu, tetapi diperlukan latihan, pengalaman,
pengetahuan dan dorongan atau kesempatan untuk pengembangannya. Jika orangtuanya menyadari bahwa anaknya mempunyai
bakat menggambar dan mengusahakan agar ia mendapat pengalaman yang sebaik-baiknya untuk mengembangkan bakatnya, dan
anak itu juga menunjukkan minat yang besar untuk mengikuti pendidikan menggambar, anak itu akan dapat mencapai prestasi
yang unggul bahkan dapat menjadi pelukis terkenal. Sebaliknya, seorang anak yang mendapat pendidikan menggambar yang
baik, tetapi ia tidak memiliki bakat menggambar, ia tidak akan pernah mencapai prestasi unggul untuk bidang tersebut.
Dalam kehidupan di sekolah sering ditemukan bahwa seseorang yang berbakat dalam olah raga umumnya berprestasi
di bidang itu. Keunggulan dalam salah satu bidang tertentu, misalnya sastra, matematika atau seni, merupakan hasil interaksi
bakat yang dibawa sejak lahir dengan faktor lingkungan yang menunjang.
 
4.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bakat
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat terletak pada anak itu sendiri dan lingkungan.
a.       Anak itu sendiri
Misalnya, anak itu kurang berminat untuk mengembangkan bakat-bakat yang ia miliki, atau kurang termotivasi untuk mencapai
prestasi yang tinggi, atau mungkin pula mempunyai kesulitan atau masalah pribadi sehingga ia mengalami hambatan dalam
mengembangkan bakatnya.
b.      Lingkungan anak
Misalnya, orangtuanya kurang mampu untuk menyediakan kesempatan dan sarana pendidikan yang dibutuhkan anak, atau
ekonominya cukup tinggi, tetapi kurang memberi perhatian terhadap pendidikan anaknya.
 
5.      Implikasi Pengembangan Bakat Khusus Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Sampai sekarang belum ditemukan tes bakat khusus yang cukup luas daerah pemakaiannya (seperti tes intelegensi).
Berbagai tes bakat yang sudah ada, seperti FACT (Flanegen Aptitude Clasification Test) yang disusun oleh Flanegen, DAT
(Differential Aptitude Test) yang disusun oleh Binnet, M-T test (Mathematical and Technical Test) yang disusun oleh Luningprak
masih sangat terbatas jangkauan dan daerah berlakunya. Hal ini disebabkan karena tes bakat sangat terikat oleh konteks
kebudayaan tempat tes itu disusun dan dilaksanakan. Selain itu, macam-macam bakat khusus juga terikat oleh konteks pola
kebudayaan tempat seseorang dibesarkan.
Alat ukur atau tes apa yang dipakai tentu saja bergantung pada macam bakat yang ingin dikenali. Bakat anka dapat
dikenali dengan melakukan observasi terhadap apa yang selalu dikerjakan dan digemari anak. Pengenalan terhadap bakat anak
sangat bermanfaat bagi orangtua dan guru agar memahami dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Dengan mengenal ciri-
ciri anak berbakat, orangtua dapat menyediakan lingkungan pendidikan yang sesuai dengan bakat anak tersebut. Selain itu, dapat
membantu anak-anak dalam memahami potensi dirinya, serta tidak melihatnya sebagai suatu beban, tetapi sebagai anugerah yang
harus dihargai dan dikembangkan.
Manfaat lain dari kemampuan orangtua untuk mengenal bakat anak ialah orangtua dapat membantu sekolah dalm
menyusun program dan prosedur pemanduan anak-anak berbakat, dengan memberikan informasi yang dibutuhkan tentang ciri-
ciri dan keadaan mereka.
Sebagai contoh, orangtua memberi keterangan tentang butir-butir berikut ini:
a.       hobi dan minat anak yang khusus,
b.      jenis buku yang disenangi,
c.       masalah dan kebutuhan pokok,
d.      prestasi yang pernah dicapai,
e.       pengalaman-pengalaman khusus,
f.       kegiatan kelompok yang disenangi,
g.      kegiatan mandiri yang disenangi,
 
h.      sikap anak terhadap sekolah dan guru,
i.        cita-cita masa depan.
Anak akan merasa aman secara psikologis apabila:
a.       guru sebagai pendidik dapat menerima sebagaimana adanya, tanpa syarat dengan segala kekuatan dan kelemahannya, serta
memberi kepercayaan bahwa pada dasarnya semua siswa baik dan mampu.
b.      Guru sebagai pendidik mengusahakan suasana yang mengondisikan anak tidak merasa dinilai. Sebab, memberi penilaian
terhadap seseorang dapat dirasakan sebagai ancaman, sehingga menimbulkan kebutuhan akan pertahanan diri.
c.       Pendidikan memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, dan perilaku anak, dapat menempatkan diri
dalam situasi anak dan melihat dari sudut pandang atau pola pikir anak. Dalam suasana seperti ini, anak-anak akan merasa aman
untuk mengungkapkan atau mengekspresikan bakatnya.
Dengan demikian, anak akan merasa kebebasan psikologis apabila mendapat kesempatan untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaannya. Selain itu, pendidikan hendaknya berfungsi sebagai media pengembangan dan pembinaan bakat anak,
sehingga tidak hanya semata-mata menyajikan kumpulan pengetahuan yang bersifat abstrak dan skolastik. Pengenalan bakat dan
upaya pengembangannya membantu remaja untuk menentukan piilihan yang tepat dan menyiapkan dirinya utnuk mencapai
tujuan dan karier kehidupannya.
 
E.     Perkembangan Hubungan Sosial Peserta Didik  Usia Sekolah Menengah (remaja)
1.      Pengertian Hubungan Sosial
Teori psikologi telah mengungkapkan bahwa manusia tumbuh dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui
beberapa langkah, tahapan dan jenjang. Kehidupan anak pada dasarnya merupakan kemampuan berhubungan dan berinteraksi
dengan lingkungan sosial budayanya. Pada proses interaksi sosial ini, faktor intelektual dan emosional mengambil peran yang
sangat penting. Proses sosial tersebut merupakan proses sosialisasi yang menempatkan anak-anak sebagai insan yang secara aktif
melakukan proses sosialisasi, internalisasi, dan enkulturisasi. Sebab, manusia tumbuh dan berkembang di dalam konteks
lingkungan sosial budaya. Lingkungan itu dapat dibedakan atas lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya.
Lingkungan sosial memberi banyak pengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak, terutama kehidupan sosiopsikologis.
Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya dalam masyarakat. Sosialisasi pada
dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap kehidupan sosial, yaitu bagaimana seseorang hidup dalam kelompoknya,
baik dalam kelompok primer (keluarga) maupun dalam lingkungan sekunder (masyarakat).
Hubungan sosial merupakan hubungan antarmanusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat
yang sederhana dan terbatas sampai pada tingkat yang luas dan kompleks. Semakin bertambah dewasa dan bertambah umur,
tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi amat luas dan kompleks. Pada jenajng perkembangan remaja, seorang remaja
bukan saja memerlukan orang lain untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi untuk berpartisipasi dan berkontribusi
memajukan kehidupan masyarakatnya.
 
2.      Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja
Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan, remaja mulai memperhatikan berbagai nilai dan norma pergaulan, yang
berbeda dengan norma yang berlaku di keluarganya. Ia mulai memahami nilai dan norma pergaulan dalam kelompok remaja,
kelompok anak-anak, kolompok orang dewasa, dan kelompok orangtua. Pergaulan dengan sesama remaja lawan jenis dirasakan
sangat penting, tetapi tidak mudah untuk dilakukan.
Kehidupan sosial pada jenjang usia remaja ditandai oleh menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Mereka dapat
mengalami sikap hubungan sosial yang bersifat tertutup ataupun terbuka seiring masalah pribadi yang dialaminya. Keadaan ini
oleh Erik Erickson (dalam Lefton, 1982:281) dinyatakan sebagai krisis identitas diri. Proses pembentukan identitas diri dan
konsep diri merupakan sesuatu yang sangat kompleks. Konsep diri ini tidak hanya terbentuk dari bagaimana remaja percaya
tentang keberadaan dirinya, tetapi juga dari bagaimana orang lain menilai tentang keberadaan dirinya.
Erickson mengemukakan bahwa perkembangan remaja sampai jenjang usia dewasa melalui 8 tahapan. Perkembangan
remaja berada pada tahap keenam dan ketujuh, yaitu menemukan jati dirinya sesuai dengan atau berdasarkan situasi kehidupan
yang mereka alami. Banyak diantara mereka yang amat percaya pada kelompoknya dalam menemukan jati dirinya. Dalam hal ini
Erickson berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh pengaruh sosiokultural. Berbda dengan pandangan
Sigmud Freud bahwa kehidupan sosial remaja (pergaulan dengan sesama remaja terutama dengan lawan jenis) didorong oleh dan
berorientasi pada kepentingan seksualnya.
 
3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain keluarga, status sosial ekonomi keluarga, tingkat
pendidikan, dan kemampuan mental, terutama emosi dan intelegensi.
a.       Faktor keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang memberikan banyak pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan
sosial anak. Keluarga merupakan media sosialisasi yang paling efektif bagi anak. Dalam keluarga berlaku nilai dan norma
kehidupan yang harus diikuti dan dipatuhi oleh anak. Sikap orangtua yang terlalu mengekang dan membatasi pergaulan akan
berpengaruh terhadap perkembangan sosial bagi anak-anaknya. Sebaliknya, sikap orangtua yang terlalu memberikan kebebasan
bergaul pada anak-anaknya menyebabkan perkembangan sosial anak-anaknya cenderung tidak terkendali.
b.      Kematangan
Proses sosialisasi tentu saja memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk memberi dan menerima pandangan atau pendapat
orang lain diperlukan kematangan intelektual dan emosional. Selain itu, kematangan mental dan kemampuan berbahasa ikut pula
menentukan keberhasilan seseorang dalam berhubungan sosial.
c.       Status sosial ekonomi
Kehidupan sosial dipengaruhi pula oleh kondisi atau status sosial ekonomi keluarga. Masyarakat akan memandang seorang anak
dalam konteksnya yang utuh dengan keluarga anak itu. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan memperlihatkan kondisi
normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Ia akan menjaga status sosial dan ekonomi keluarganya.
Hal itu mengakibatkan anak akan menempatkan dirinya dalampergaulan sosial yang tidak tepat. Kondisi demikian bisa berakibat
lebih jauh, yaitu anak menjadi terisolasi dari kelompoknya. Akibat lain yang mungkin terjadi, anak-anak dari keluarga kaya akan
membentuk kelompok elit dengan nilai dan norma sendiri.
d.      Pendidikan
Pendidikan merupakan media sosialisasi yang terarah bagi anak. Sebagai proses pengoperan ilmu yang normatif, pendidikan akan
memberi warna terhadap kehidupan sosial anak dimasa yang akan datang.
Pendidikan moral diajarkan secara terpogram dengan tujuan untuk membentuk kepribadian anak agar mereka memiliki tanggung
jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu,  siswa bukan saja dikenalkan dan
ditanamkan nilai dan norma keluarga dan masyarakat, tetapi ditanamkan juga nilai dan norma kehidupan bangsa dan negara.
e.       Kapasitas mental: emosi dan intelegensi
Kapasitas emosi dan kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah,
berbahasa, dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan kehidupan di masyarakat. Perkembangan emosi dan intelegensi
berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi dan memiliki emosi yang stabil
akan mampu memecahkan berbagai permasalahan hidupnya di masyarakat. Oleh karena itu, kemampuan intelektual yang tinggi,
pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Sikap saling
pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan ini akan mudah dicapai
oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.
 
4.      Mengembangkan Keterampilan Sosial pada Remaja
Sebagai makhluk sosial, remaja dituntut untuk dapat mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungan sosial dan mampumenampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku. Oleh karena itu,
ia dituntut untuk menguasai keterampilan-keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya.
Keterampilan-keterampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial.
Keterampilan sosial seharusnya mulai dikembangkan sejak anak-anak, misalnya dengan memberikan waktu yang
cukup bagi anak-anak untuk bermain atau bercanda dengan teman-teman sebayanya, memberikan tugas dan tanggung jawab
sesuai perkembangan anak, dan sebagainya. Dengan mengembangkan keterampilan tersebut sejak dini, anak akan mudah
memenuhi tugas-tugas perkembangan sosial berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara normal dan sehat.
Menurut hasil studi Davis dan Forsythe (1984), dalam kehidupan remaja terdapat delapan aspek yang menuntut
keterampilan sosial (social skills), yaitu keluarga, lingkungan, kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis,
pendidikan/sekolah, persahabatan dan solidaritas kelompok, dan lapangan kerja.
 
a.       Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh anak
dalam keluarga akan sangat menentukan bagaimana ia akan bereaksi terhadap lingkungan. Anak-anak yang dibesarkan dalam
keluarga yang tidak harmonis atau broken home sehingga tidak mendapatkan kepuasan psikis yang cukup akan sulit
mengembangkan keterampilan sosialnya. Hal ini dapat terlihat dari:
-          kurang adanya saling pengertian
-          kurang mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan orangtua dan saudaranya
-          kurang mampu berkomunikasi secara sehat
-          kurang mampu mandiri
-          kurang mampu memberi dan menerima sesama saudara
-          kurang mampu bekerja sama
-          kurang mampu mengadakan hubungan yang baik
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut amatlah penting bagi orangtua untuk menjaga keharmonisan keluarganya.
b.      Lingkungan
Sejak dini, anak-anak harus sudah diperkenalkan dengan lingkungan. Lingkungan dalam batasan ini meliputi:
-          lingkungan fisik
-          lingkungan sosial
-          lingkungan keluarga
-          lingkungan sekolah
-          lingkungan masyarakat luas
Dengan pengenalan lingkungan sejak dini, anak sudah mengetahui bahwa dia memiliki lingkungan sosial yang luas, tidak hanya
terdiri dari orangtua, saudara, atau kakek dan nenek saja.
 
c.       Kepribadian
Secara umum, penampilan sering diidentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang, padahal sebenarnya tidak
demikian karena sebenarnya apa yang tampil tidak selalu menggambarkan pribadi yang sebenarnya.
Dalam hal ini amatlah penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata, sehingga mengucilkan
orang yang penampilannya tidak menarik. Di sinilah pentingnya orangtua memberikan penanaman nilai-nilai yang menghargai
harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik atau hal-hal yang terlihat, seperti materi atau penampilan.
d.      Rekreasi
Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya dapat terpenuhi. Dengan rekreasi, seseorang akan merasa mendapat
kesegaran fisik maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa capek, bosan, monoton, serta mendapatkan semangat baru.
e.       Pergaulan dengan lawan jenis
Untuk menjalankan peran menurut jenis kelamin, anak dan remaja seyogianya tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman-
teman yang memiliki jenis kelamin yang sama.
Pergaulan dengan lawan jenis akan memudahkan anak dalam mengidentifikasi sex role behavior yang menjadi sangat penting
dalam persiapan berkeluarga nantinya.
f.       Pendidikan
Pada dasarnya, sekolah mengajarkan berbagai keterampilan kepada anak. Salah satu keterampilan tersebut adalah keterampilan
sosial yang dikaitkan dengan cara-cara belajar yang efisien dan berbagai teknik belajar sesuai dengan jenis pelajarannya. Dalam
hal ini peran orangtua adalah menjaga agar keterampilan-keterampilan tersebut tetap dimiliki oleh anak dan dikembangkan terus-
menerus sesuai dengan tahap perkembangan anak selanjutnya.
 
g.      Persahabatan dan solidaritas kelompok
Pada masa remaja, peran kelompok dan teman-teman amatlah besar. Sering remaja bahkan lebih mementingkan urusan kelompok
dibandingkan dengan urusan keluarganya. Hal tersebut merupakan suatu yang normal sejauh kegiatan yang dilakukan remaja dan
kelompoknya bertujuan positif dan tidak merugikan orang lain.
Dalam hal ini orangtua perlu memberikan dukungan sekaligus pengawasan agar remaja dapat memiliki pergaulan yang luas dan
bermanfaat bagi perkembangan psikososialnya.
h.      Lapangan Kerja
Cepat atau lambat, setiap orang pasti akan menghadapi dunia kerja. Keterampilan sosial untuk memilih lapangan kerja
sebenarnya telah disiapkan sejak anak masuk sekolah dasar. Melalui berbagai pelajaran di sekolah, merekka telah mengenal
berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Setelah masuk SLTA, mereka mendapat bimbingan karier untuk
mengarahkan karier masa depan.
Dengan memahami lapangan kerja dan keterampilan-keterampilan sosial yang dibutuhkan, remaja yang terpaksa tidak dapat
melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi akan siap untuk bekerja.
i.        Meningkatkan kemampuan penyesuaian diri
Untuk menumbuhkan kemampuan penyesuaian diri, sejak anak awal diajari untuk lebih memahami dirinya sendiri (kelebihan dan
kekurangannya) agar ia mampu mengendalikan dirinya sehingga dapat bereaksi secara wajar dan normatif.
Untuk itu, tugas orangtua/pendidik adalah membekali diri anak dengan membiasakannya untuk menerima dirinya, menerima
orang lain, tahu dan mau mengakui kesalahannya, dan sebagainya. Dengan cara ini, remaja tidak akan terkejut menerima kritik
atau umpan balik dari orang lain/kelompok, mudah membaur dalam kelompok dan memiliki solidaritas yang tinggi sehingga
mudah diterima oleh orang lain/kelompok.
 
5.      Implikasi Pengembangan Hubungan Sosial Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Masa remaja merupakan masa mencari jati diri sehingga ia memiliki sikap yang terlalu tinggi dalam menilai dirinya
atau sebaliknya. Remaja umumnya belum memahami benar tentang nilai dan norma sosial yang berlaku dalam kehidupan
masyarakatnya. Hal itu menimbulkan hubungan sosial yang kurang serasi dengan kondisi yang terjadi dalam masyarakat.
Pola kehidupan remaja yang berbeda dengan kelompok dewasa dan kelompok anak-anak dapat menimbulkan konflik
sosial. Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk memberikan ruang kepada mereka ke arah perilaku yang
bermanfaat dan dapat diterima oleh masyarakat umum. Di sekolah perlu sering diadakan kegiatan bakti sosial, kelompok belajar,
dan kegiatan-kegiatan lainnya di bawah asuhan guru pembimbing.
 
F.     Perkembangan Bahasa Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (Remaja)
1.      Pengertian Perkembangan Bahasa
Sesuai dengan fungsinya, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh seseorang dalam pergaulannya atau
berhubungan dengan orang lain. Bahasa merupakan alat pergaulan. Penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seorang individu
berkomunikasi dengan orang lain.
Perkembangan bahasa seorang individu dimulai sejak ia masih bayi dengan meniru suara atau bunyi tanpa arti dan
diikuti ucapan satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana, dan seterusnya. Dengan menggunakan bahasa inilah,
ia berhubungan sosial sesuai denagn tingkat perilaku sosialnya.
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang berarti faktor intelegensi sangat berpengaruh
terhadap perkembangan kemampuan bahasa. Tingkat intelektual bayi belum berkembang dan masih sangat sederhana. Semakin
besar bayi itu tumbuh dan berkembang, kemampuan bahasanya mulai berkembang dari tingkat yang sangat sederhana menuju
yang kompleks.
2.      Karakteristik Perkembangan Bahasa Remaja
Pola bahasa yang dimiliki dan dikuasai anak adalah bahasa yang berkembang di dalam keluarga, yang disebut bahasa
ibu.
Perkembangan bahasa ibu dilengkapi dan diperkaya oleh bahasa masyarakat tempat mereka tinggal. Hal ini berarti
proses pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan dengan masyarakat sekitar akan memberi ciri khusus dalam
perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan dengan teman sebaya menyebabkan bahasa remaja lebih diwarnai oleh pola bahasa
pergaulan yang berkembang di dalam kelompok masyarakat yang bentuknya amat khusus, seperti istilah “baceman” di kalangan
pelajar yang dimaksudkan adalah bocoran soal ulangan atau tes.
Bahasa prokem juga tercipta secara khusus di kalangan remaja untuk kepentingan khusus remaja pula.
 
3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini.
a.       Faktor umur
b.      Faktor kondisi lingkungan
c.       Faktor kecerdasan
d.      Status sosial ekonomi keluarga
e.       Faktor kondisi fisik
 
4.      Pengaruh Kemampuan Berbahasa terhadap Kemampuan Berpikir
Tingkat kemampuan berpikir sangat berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa. Demikian pula sebaliknya. Orang
yang kemampuan berpikirnya rendah akan mengalami kesulitan dalam menyusun kata-kata atau kalimat yang baik, logis, dan
sistematis. Hal ini tentu saja akan menyulitkan mereka dalam berkomunikasi.
Orang menyampaikan ide atau gagasannya menggunakan bahasa. Demikian pula menangkap ide atau gagasan orang
lain dilakukan melalui bahasa. Menyampaikan dan menangkap makna ide dan gagasan merupakan proses berpikir yang abstrak.
Ketidaktepatan menangkap arti bahasa akan berakibat kekaburan persepsi yang diperolehnya. Akibat lebih lanjut adalah hasil
proses berpikir menjadi tidak tepat. Ketidaktepatan ini diakibatkan oleh kekurangan dalam berbahasa.
 
5.      Implikasi Pengembangan Kemampuan Bahasa Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Kelompok belajar terdiri dari siswa-siswa yang memiliki variasi bahasa yang berbeda-beda, baik kemampuan maupun
polanya. Sehubungan dengan itu, dalam mengembangkan strategi belajar mengajar di bidang bahasa, guru perlu memfokuskan
pada kemampuan dan keragaman bahasa anak. Anak diminta untuk melakukan pengulangan (menceritakan kembali) pelajaran
yang telah diberikan dengan kata-kata yang disusun sendiri.
Dengan cara ini, guru dapat melakukan identifikasi tentang pola dan tingkat kemampuan bahasa mereka. Kalimat atau
cerita anak tentang isi pelajaran perlu diperkaya dan diperluas oleh guru agar mereka mampu menyusun cerita yang lebih
komprehensif tentang isi bacaan yang telah dipelajarinya dengan menggunakan pola bahasa mereka sendiri.
Perkembangan bahasa yang menggunakan model pengekspresian secara mandiri, baik lisan maupun tertulis, dengan
mendasarkan pada bahan bacaan akan lebih mengembangkan kemampuan dan membentuk pola bahasa anak. Dalam penggunaan
model ini, guru harus banyak memberikan rangsangan dan koreksi dalam bentuk diskusi atau komunikasi bebas. Oleh karena itu,
sarana pengembangan berbahasa, seperti buku bacaan, surat kabar, majalah, dan lain-lain hendaknya disediakan di sekolah.
 
G.    Perkembangan Emosi Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (Remaja)
1.      Pengertian Emosi
Perilaku kita sehari-hari pada umumnya diwarnai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti senang atau tidak senang,
suka atau tidak suka, atau sedih dan gembira. Perasaan yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut
sebagai warna afektif. Warna afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, atau kadang-kadang tidak jelas. Apabila
warna afektif tersebut kuat, proses seperti itu dinamakan emosi (Sarlito, 1982:59). Beberapa contoh emosi yang lainnya adalah
gembira, cinta, marah, takut, cemas, malu, kecewa, benci.
Pada saat emosi, sering terjadi perubahan-perubahan pada fisik seseorang, seperti:
a.       reaksi elektris pada kulit meningkat bila terpesona
b.      peredaran darah bertambah cepat bila marah
c.       denyut jantung bertambah cepat bila terkejut
d.      bernapas panjang bila kecewa
e.       pupil mata membesar bila marah
f.       air liur mengering bila takut atau tegang
g.      bulu roma berdiri bila takut
h.      pencernaan menjadi sakit kalau tegang
i.        otot menjadi tegang atau bergetar
j.        komposisi darah berubah dan kelenjar-kelenjar lebih aktif
 
2.      Karakteristik Perkembangan emosi
Masa remaja sering dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa saat ketegangan emosi meninggi sebagai
akibat perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi disebabkan remaja berada di bawah tekanan sosial, dan selama masa
kanak-kanak, ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan itu. Tidak semua remaja mengalami masa badai dan
tekanan. Sebagian dari mereka memang mengalami ketidakstabilan emosi sebagai dampak dari penyesuaian diri terhadap pola
perilaku baru dan harapan sosial baru.
 
3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Sejumlah penelitian tentang emosi menunjukkan bahwa perkembangan emosi remaja sangat dipengaruhi oleh faktor
kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 1960:266).
Kegiatan belajar turut menunjang perkembangan emosi remaja. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi
antara lain sebagai berikut.
a.       Belajar dengan coba-coba
b.      Belajar dengan cara meniru
c.       Belajar dengan cara mempersamakan diri
d.      Belajar melalui pengondisian
e.       Belajar di bawah bimbingan dan pengawasan
 
4.      Pengaruh Emosi terhadap Tingkah Laku
Perasaan takut atau marah dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan emosi dan menjadi gemetar. Dalam
ketakutan, mulut menjadi kering, jantung berdetak cepat, dan lain-lain. Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab seseorang
kesulitan berbicara. Ketegangan emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan seseorang gagap. Seorang yang gagap
sering dapat berbicara secara normal jika dalam keadaan rileks atau senang. Namun, jika dia dihadapkan pada situasi-situasi yang
menyebabkan kebingungan
Perilaku ketakutan, malu-malu atau agresif dapat disebabkan oleh ketegangan emosi atau frustasi. Karena reaksi kita
berbeda-beda terhadap setiap orang yang kita jumpai maka akan timbul emosi tertentu. Seorang siswa bisa saja tidak senang
kepada gurunya bukan karena pribadi guru, tetapi karena sesuatu yang terjadi pada situasi belajar di kelas. Jika ia merasa malu
karena gagal dalam menjawab soal tes lisan, pada kesempatan lain, ia mungkin menjadi takut ketika menghadapi tes tertulis.
Akibatnya, ia memutuskan untuk membolos, atau mungkin melakukan kegiatan yang lebih buruk lagi, yaitu melarikan diri dari
orangtua, guru, atau otoritas lain.
 
5.      Mengenal Kecerdasan Emosi Remaja
Masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya dan dalam
rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya memahami dan
memiliki kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional ini terlihat dalam upayanya untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu
mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, mengendalikan perasaan dan
mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat
terjalin dengan lancar dan efektif.
Kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendairi dan orang lain dan
menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Unsur
penting kecerdasan emosional terdiri dari:
a.       kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri)
b.      kecakapan sosial (menangani suatu hubungan)
c.       keterampilan sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain)
Goleman (1995) mengungkapkan lima wilayah kecerdasan emosional yang dapat menjadi pedoman bagi individu
untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari.
a.       Mengenali emosi diri
b.      Mengelola emosi
c.       Memotivasi diri
 
d.      Mengenali emosi orang lain
e.       Membina hubungan dengan orang lain
 
6.      Implikasi Pengembangan Emosi Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Sehubungan dengan emosi remaja yang cenderung banyak melamun dan sulit diterka, maka satu-satunya hal yang
dapat guru lakukan adalah memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh dengan rasa tanggung jawab moral.
Salah satu cara yang mendasar adalah dengan mendorong mereka untuk bersaing dengan diri sendiri.
Perlu disadari bahwa remaja berada dalam keadaan yang membingungkan dan sulit diterka perilakunya. Dalam banyak
hal, ia bergantung pada orangtua tentang keperluan-keperluan fisik dan merasa mempunyai kewajiban kepada pengasuhan yang
mereka berikan saat dia tidak mampu memelihara dirinya sendiri. Namun, ia juga merasa ingin bebas dari otorita orangtuanya
agar menjadi orang dewasa yang mandiri. Hal itu memicu terjadinya konflik dengan orangtua. Apabila terjadi friksi semacam ini,
para remaja mungkin merasa bersalah, yang selanjutnya dapat memperbesar jurang pemisah antara dia dan orangtuanya.
Seorang siswa yang merasa bingung terhadap kondisi tersebut mungkin merasa perlu menceritakan penderitaannya,
termasuk rahasia-rahasia pribadinya kepada orang lain. Oleh karena itu, seorang guru pembimbing hendaknya tampil berfungsi
dan bersikap seperti pendengar yang bersimpatik.
Ribut Purwo Juono,
S.Ag.,M.Pd.I
Selasa, 08 Oktober 2013

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

A.      PERNEGERTIAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN


Setiap manusia pasti mengalami peristiwa pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan
perkembangan merupakan dua hal yang memiliki makna yang berbeda.

Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-
fungsi fisik yang berlangsung secara normal. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan kuantitatif
yang mengacu pada ukuran berat, besar, panjang, atau luas yang bersifat konkret. Terkait dengan
pertumbuhan pada manusia, maka hal ini dapat diartikan sebagai bertambah tinggi, bertambah berat,
bertambah besar pada diri manusia secara keseluruhan maupun pada organ-organ jasmaniahnya.

Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan perubahan yang bersifat kualitatif


yang mengacu pada fungsi. Perkembangan pada diri manusia berarti perubahan fungsi organ-organ
jasmaniah dan bukan bertambahnya ukuran atau jumlah organ-organ tersebut. Dapat dikatakan bahwa
perkembangan adalah perubahan dan penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh organ-
organ jasmaniah.

Danim (2011: 8) menyatakan bahwa pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan ukuran,


sedangkan perkembangan didefinisikan sebagai kemajuan menuju kedewasaan. Penggunaan kedua
istilah tersebut secara bersamaan, yakni “pertumbuhan dan perkembangan”  memiliki makna yang
kompleks yang berkaitan dengan masalah fisik, mental, maupun emosional.

B.       TEORI DASAR PERKEMBANGAN

Terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ahli terkait dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Sehubungan dengan hal tersebut, sebelum
membahas lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia,  berikut ini
akan dikemukakan empat macam teori dasar perkembangan yang biasa disebut sebagai aliran klasik
dalam pendidikan (Tirtarahardja dan La Sulo, 2008: 193).

1.      Aliran Naturalisme

Aliran ini dipelopori oleh seorang filosof Perancis J. J. Rousseau. Ia berpendapat bahwa setiap
anak dilahirkan dengan pembawaan baik. Pembawaan baik nini justru akan menjadi rusak karena
pengaruh lingkungan atau karena pendidikan yang diberikan oleh orang dewasa. Oleh karena itu
pendidikan anak sebaiknya diserahkan sepenuhnya kepada alam atau membiarkan anak agar tumbuh
dan berkembang secara alami. Dengan kata lain pendidikan sama sekali tidak diperlukan.

2.      Aliran Nativisme

Nativisme (nativism) merupakan doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran
pemikiran psikologis. Tokoh utama alairan ini adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860). Nama aliran ini
diambil dari kata nativusyang berati bakat. Para penganut aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan
manusia itu semata-mata ditentukan oleh bakat atau pembwaannya sejak lahir. Dalam hal ini
pendidikan, pengalaman, atau lingkungan sama sekali tidak berpengaruh apapun terhadap
perkembangan manusia. Para pendukung nativisme beranggapan bahwa bakat yang diwarisi dari orang
tua (yang dimiliki sejak lahir) berpengaruh mutlak terhadap perkembangan manusia. Mereka biasanya
menunjuk berbagai kesamaan atau kemiripan antara pihak orang tua dengan anak-anaknya. Jika orang
tua ahli musik maka anaknya memiliki bakat sebagai ahli musik, seorang pelukis akan memiliki anak-
anak yang berbakat untuk  menjadi pelukis pula.

3.      Aliran Empirisme

Tokoh utama aliran empirisme adalah John Locke (1632 -1704). Nama asli aliran ini adalah “ The
School of British Empiricism” (aliran empirisme Inggris). Aliran ini lebih berpengaruh kepada para pemikir
Amerika Serikat sehingga melahirkan sebuah aliran filsafat yang bernama “enverionmentalisme”
(psikologi lingkungan) yang relatif masih baru (Reber: 1988).

Doktrin aliran empirisme yang amat populer adalah teori “tabula rasa”, sebuah istilah bahasa
latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (balnk state/blank tablet). Doktrin tabula rasa
menekankan arti penting pengalaman, lingkungan, dan pendidikan dalam arti perkembangan manusia
itu semata-mata berbantung pada pengalaman, lingkungan, dan pendidikannya, sedangkan bakat atau
pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya sama sekali.Para penganut aliran empirisme
beranggapan bahwa setiap anak terlahir seperti tabularasa, dalam keadaan kosong, tak punya bakat
apapun. Bagaimana jadinya anak di kemudian hari sangat tergantung pada pengalaman, lingkungan, dan
pendidikannya.

4.      Aliran Konvergensi

Aliran Konergensi merupakan gabungan antara aliran nativisme dan aliran empirisme. Tokoh
utama aliran ini adalah Louis William Stern (1871-1938) seorang filosof dan psikolog yang berasal dari
Jerman. Stern menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan/keturunan) dan lingkungan sebagai
faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia.

Aliran filsafat yang dipelopori Stern disebut “personalisme”, yakni sebuah ppemikiran filosofis
yang sangat berpengaruh terhadap disiplin-disiplin ilmu yang berkaitan dengan manusia. Di antara
disiplin ilmu yang menggunakan azas personalisme adalah “personologi” yang mengembangkan teori
komprehensif (luas dan lengkap) mengenai kepribadian manusia (Reber: 1988).

Para penganut aliran konvergensi berkeyakinan bahwa faktor-faktor lingkungan maupun


pembawaan sama-sama memiliki pengaruh terhadap perkembangan manusia. Seorang anak dilahirkan
di dunia ini sudah disertai dengan pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Selanjutnya faktor
pembawaan maupun faktor lingkungan (termasuk pengalaman dan pendidikan) sama-sama memiliki
peran penting dalam perkembangannya (Syah, 2008: 43-48). Faktor pembawaan saja tanpa dukungan
faktor lingkungan, tidak akan dapat menghantarkaan seorang anak manusia untuk mencapai
perkembangan maksimal sesuai dengan yang diharapkan. Sebaliknya lingkungan saja tanpa adanya
bakat atau pembawaan, juga tidak mungkin dapat menghantarkan anak pada perkembangan yang
maksimal.

C.      FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu dapat yang berasal dari dalam dirinya
(internal),  ada pula yang berasal dari luar dirinya (eksternal). Faktor internal adalah segala sifat atau
kecakapan yang dikuasai individu dalam perkembangannya yang berasal dari keturunan (hereditas),
sedangkan faktor eksternal adalah segala difat atau kecakapan yang dikuasai individu dalam
perkembangannya yang diperoleh dari lingkungan. Di antara kedua faktor tersebut, ada pula sifat atau
kecakapan yang dikuasai individu dalam perkembangannya yang berasal dari interaksi antara faktor
hereditas dengan faktor lingkungan.

1.      Faktor Hereditas

Faktor hereditas dapat dikatakan sebagai faktor internal dan disebut juga sebagai faktor
keturunan atau pembawaan, yaitu segala ciri, sifat atau kemampuan yang dimiliki individu sejak
kelahirannya dan diterima sebagai turunan atau warisan dari orang tuanya. Hereditas atau pembawaan
ini dapat debedakan menjasi dua kategori, yaitu:

a.    Pembawaan fisik

Pembawaan fisik seperti bentuk hidung, warna kulit, bentuk rambut, mata, telinga, dan
sebagainya merupakan pembawaan yang bersifat menetap (permanent state). Sifat atau ciri
pembawaan fisik ini secara alami tidak dapat dapat dirubah atau bersifat menetap. Kalaupun ada
perubahan fisik yang dapat dibentuk melalui olah raga sehingga badan menjadi kekar, tegap dan
sebagainya, maka hal demikian ini tidak dapat dianggap sebagai perubahan fisik dalam arti yang
sebenarnya karena perubahan yang terjadi tidak menghilangkan sifat-sifat aslinya. Adapun perubahan
karena operasi, kecelakaan, dan sebagainya tidak termasuk tidak termasuk dalam pembahasan ini
karena sifatnya yang tidak alamiah.

b.      Pembawaan Psikis

Pembawaan psikis (kejiwaan) merupakan pembawaan individu yang bisa berubah (temporary
state). Termasuk dalam pembawaan psikis ini antara lain intelegensi (kecerdasan), bakat, sifat periang,
pemberani, penakut, dan sebagainya. Sifat-sifat tersebut merupakan faktor pembawaan yang
kemungkinan besar dapat berubah melalui interaksi dengan lingkungannya.

Kemampuan psikis yang sering dipandang sebagai faktor pembawaan yang bersifat menetap
adalah intelegensi dan bakat. Intelegensi merupakan kemampuan atau kecerdasan yang bersifat umum
sedangkan bakat merupakan kemampuan yang bersifat khusus. Kemampuan bersifat khusus yang
dipandang sebgai bakat misalnya bakat dalam bidang olah raga, seni, bahasa, ekonomi, teknik, dan
sebagainya (Sukmadinata, 2009: 46). Pada dasarnya semua pembawaan psikis itu dapat berubah.
Sebagaimana setiap individu terlahir dengan potensi baik dan buruk, maka setiap individu juga
dilahirkan dengan sejumlah potensi yang  melalui interaksi dengan lingkungan, hanya saja signifikansi
perubahan itu sangat tergantung pada besar atau kecilnya potensi atau pembawaan yang dimiliki oleh
individu.

2.      Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan dan


perkembangan individu. Pertumbuhan dan perkembangan individu bukanlah semata-mata terjadi
sebagai proses internal pada dirinya. Pertumbuhan dan perkembangan tersebut justru sebagian besar
terjadi karena interaksi dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksudkan di sini adalah segala faktor
yang terlibat serta berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan individu. Lingkungan
sebagaimana dimaksud mungkin saja ada di sekitar individu, mungkin juga barada jauh dari ndividu,
berada pada saat ini, pada masa yang telah lama berlalu, lingkungan yang efektif maupun lingkungan
yang tidak efektif. Lingkungan tersebut dapat berupa lingkungan alam atau geografis, sosial, budaya,
politik, ekonomi, keamanan, keamanan dansebagainya. Berikut ini dikemukakan gambaran singkat
tentang bagaimana faktor-faktor lingkungan tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan individu.

a.       Faktor Alam atau Geografis

Ligkungan alam atau geografis di mana individu tinggal akan berpengaruh terhadap terhadap
perkembangan dan perilaku individu. Seseorang yang lahir dan dibesarkan di daerah pegunungan akan
memiliki sifat-sifat dan kecakapan untuk mengatasi tantangan di daerah tersebut. Kondisi alam daerah
pertanian yang relatif sunyi, jauh dari kebisingan akan membentuk individu-individu memiliki kebiasaan
berbicara pelan dan memiliki berbagai keterampilan yangberkaitan dengan bidang pertanian. Berbeda
dengan individu-individu yang terlahir dan besar di daerah pegunungan, mereka yang terlahir dan
dibesarkan didaerah pantai yang selalu bising dengan suara ombak, biasanya mereka memiliki kebiasaan
bicara keras dan memiliki keterampilan yang banyak berkaitan dengan bidang kelautan. Demikian pula
mereka yang tumbuh dan berkembang di daerah berslju, daerah gurun, daerah tandus dan sebagainya,
maka mereka akan tumbuh dan berkembang, memiliki kebiasaan, ketahanan tubuh, serta keterampilan
hidup yang diperlukan atau sesuai dengan tantangan alam dan kondisi geografis di lingkungan mereka
masing-masing.

b.      Faktor Sosial

Sesuai dengan kodratnya, manusia adalah makhluk sosial di mana ia tidak akan dapat hidup
sendirian tanpa membutuhkan atau berhubungan dengan orang lain. Faktor-faktor yang menyangkut
hubungan seorang manusia dengan manusia lainnya inilah yang disebut dengan lingkungan sosial.
Hubungan yang terjadi dapat berbentuk hubungan antara individu dengan individu, hubungan antara
individu dengan kelompok, atau hubungan atntara kelompok dengan kelompok. Hubungan juga dapat
berlangsung dalam berbagai situasi, seperti situasi kekeluargaan, situasi kedinasan, situasi belajar, dan
sebagainya. Situasi sosial di mana individu berada tentu akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangannya. Individu yang tumbuh dan berkembang di lingkungan sosial yang diwarnai gotong
royong dan kebersamaan akan memiliki karakteristik yang berbeda dari individu yang tumbuh di
lingkungan yang diwarnai dengan kompetisi atau persaingan.

Termasuk dalam lingkungan sosial ini adalah lingkungan keluarga yang merupakan unsur
pertama dan utama serta paling berpengaruh terhadap perkembangan individu. Dalam lingkungan
keluarga inilah, individu pertama-tama mendapatkan pendidikan, bimbingan, asuhan, pembiasaan dan
latihan. Keluarga bukan hanya menjadi tempat di mana individu dilahirkan, dipelihara, dan dibesarkan,
melainkan juga menjadi tempat individu hidup dan dididik untuk pertama kalinya. Apa yang diperoleh
individu dalam kehidupan keluarga akan menjadi dasar bagi perkembangan individu pada kehidupan-
kehidupan selanjutnya. Keluarga merupakan masyarakat kecil sebagai prototipe masyarakat luas. Semua
aspek sosial kemasyarakatan ada dalam lingkungan keluarga, seperti politik, ekonomi, keamanan,
kesehatan, agama, budaya, dan aspek pendidikan.

c.       Faktor Budaya

Lingkungan budaya merupakan lingkungan yang berkenaan dengan segala hasil kreasi manusia,
baik hasil kreasi yang konkrit maupun yang abstrak, berupa benda, ilmu pengetahuan, teknologi, aturan-
aturan, lembaga-lembaga, adat kebiasaan, dan lain-lain. Manusia adalah makhluk yang berbudaya dan
membudaya. Mereka bukan saja meenerima, turut melestarikan, menikmati, dan memanfaatkan hasil-
hasil kebudayaan, tetapi juga menciptakan kebudayaan. Dalam proses berbudaya dan membudaya
inilah individu berkembang dan berperilaku. Dibandingkan dengan makhluk lain, manusia terlahir
dengan beberapa kelebihan di antaranya adalah kemampuan berpikir, berinteraksi, berkreasi, dan
bermoral. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki manusia itulah yang melatarbelakanginya untuk selalu
berkembang jauh lebih tinggi melampaui makhluk-makhluk yang lain.
Tingginya tingkat peradaban manusia ditandai oleh kemajuan kebudayaan yang dapat mereka
capai. Perkembangan kebudayaan dapat menjadi tolok ukur dari kemajuan peradabannya. Keberadaan
manusia tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan, manusia yang menciptakan, melestarikan, dan
membesarkan kebudayaan di manapun mereka berada. Manusia dibesarkan dalam kebudayaan
sekaligus membesarkan kebudayaan di mana mereka berada. Kegiatan individu bukan saja
memanifestasikan ciri-ciri dan sifat-sifat pribadi dari individu tersebut melainkan juga memanifestasikan
kebudayaan lingkungannya.

d.      Faktor Politik dan keamanan

Lingkungan politik dan keamanan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan individu.
Keduanya mempunyai pengaruh yang tidak kalah besarnya dibandingkan dengan lingkungan yang lain
terhadap perkembangan individu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jerman, anak-anak dan
remaja serta yang masih dalam kandungan ketika terjadi perang dunia sebagian besar menderita stress
dan kegugupan. Sebagian besar atau mungkin juga seluruh anak-anak dan pemuda Palestina memiliki
rasa benci terhadap Israel. Kedua contoh tersebut menunjukkan pengaruh lngkungan keamanan
maupun politik terhadap perkembangan dan pribadi individu (Sukmadinata, 2009:51).

e.       Faktor Agama

Bagi orang-orang yang taat beragama, lingkungan keagamaan memiliki pengaruh yang paling
kuat dibandingkan dengan lingkungan yang lain. Hal demikian karena kepatuhan terhadap ketentuan
agama bukan hanya dilatarbelakangi oleh kebiasaan, peniruan, penyamaan diri, rasa senang, dan rasa
bangga sebagaimana yang terjadi pada lingkungan sosial maupun budaya, melainkan karena adanya
keharusan dan rasa tanggung jawab terhadap kewajiban-kewajiban agama. Oleh karena itu pemahaman
terhadap perilaku dan perkembangan individu perlu dilengkapi dengan pemahaman terhadap
kehidupan dan lingkungan keagamaan dari individu yang bersangkutan. Cara-cara beribadat dengan
berbagai macam ritual keagamaan serta berbagai bentuk manifestasi keyakinan dan kepercayaan akan
memberi warna terhadap kepribadian dan perilaku individu penganutnya.

Faktor-faktor lingkungan atau faktor-faktor eksternal yang dpat mempengaruhi pertumbuhan


dan perkembangan individu tentu sangat luas sekali. Apa yang telah digambarkan sebagaimana tersebut
di atas tentu belumlah mencakup kesemuanya. Sekalipun demikian, hal tersebut cukuplah untuk
memberi gambaran bahwa pertumbuhan dan perkembangan individu selain dipengaruhi oleh faktor-
faktor internal juga sangat ditentukan oleh faktor-faktor eksternal (lingkungan). Keduanya, baik faktor
internal (hereditas) maupun faktor eksternal (lingkungan) sama-sama memiliki peran dan pengaruh
dalam menentukan pertumbuhan dan perkembangan individu.

D.      PRINSIP-PRINSIP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

Prinsip-prinsip perkembangan dapat diartikan sebagai kaidah atau patokan yang menyatakan
kesamaan sifat dan hakikat dalam perkembangan atau patokan generalisasi mengenai sebab dan akibat
terjadinya peristiwa perkembangandalam diri manusia.

Hurlock (1991) mengemukakan prinsip-prinsip yang merupakan ciri mutlak dari pertumbuhan
dan perkembangan sebagai berikut:

1.      Ada perubahan

Manusia tidak pernah dalam keadaan statis. Manusia selalu berubah dan mengalami perubahan
sejak masa pembuahan hingga datangnya kematian. Perbuhan tersebut bisa menanjak, kemudian
berada di titik puncak,  kemudian mengalami kemunduran.

2.      Perkembangan awal lebih kritis daripada perkembangan berikutnya

Lingkungan tempat anak menghabiskan masa kecilnya memiliki pengaruh yang sangat kuat
terhadap kemampuan bawaan mereka. Bukti-bukti ilmiaih telah menunjukkan bahwa dasar awal
cenderung bertahan serta mempengaruhi sikap dan perilaku individu sepanjang hidupnya. Bukti-bukti
yang mendukung teori ini antara lain:

a.       Hasil belajar dan pengalaman merupakan hal yang dominan dalam perkembangan individu

b.      Dasar awal lebih cepat menjadi pola kebiasaan. Hal ini tentu akan berpengaruh sepanjang hidup dalam
penyesuaian sosial dan pribadi individu

c.       Dasar awal sangat sulit berubah meskipun hal tersebut dianggap salah

d.      Semakin dini dilakukan upaya perubahan, maka semakin mudah bagi individu untuk mengadakan
perubahan terhadap dirinya.

3.      Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar


Perkembangan individu sangat diperngaruhi oleh proses kematangan yaitu terbukanya
karateristik yang secara potensial sudah ada pada individu yang berasal dari warisan genetik.

4.      Pola perkembangan dapat diramalkan (diprediksi)

Perkembangan motorik akan mengikuti hukum chepalocaudle yaitu perkembangan yang


menyebar keseluruh tubuh dari kepala ke kaki yang berarti bahwa kemajuan dalam struktur dan fungsi
pertama-tama terjadi di bagian kepala kemudian badan dan terakhir kaki. Hukum yang kedua
yaitu proxmodistle perkembangan dari yang dekat ke yang jauh. Kemampuan jari-jemari seseorang
didahului oleh ketrampilan lengan.

5.      Pola perkembangan memiliki karakteristik yang dapat diramalkan (diprediksi)

Karateristik tertentu dalam perkembangan, baik perkembangan fisik maupun mental dapat
diramalkan. Semua anak mengikuti pola perkembangan yang sama dari satu tahap menuju tahap
berikutnya. Perkembangan tergantung kepada pematangan dan pembelajaran. Pematangan mengacu
pada karakteristik sekuensial pertumbuhan biplogis dan perkembangannya. Perubahan biologis terjadi
dalam urutan dan memberikan individu kemampuan baru. Perubahan otak dan sistem syaraf sebagian
besar menentukan pematangan. Perubahan-perubahan dalam otak dan sistem syaraf individu
membantu meningkatkan kemampuannya dalam berpikir (kognitif) dan motorik (fisik) atau
keterampilan. Individu harus terlebih dulu matang dalam keterampilan tertentu sebelum dapat
berkembang mengakuisisi keterampilan baru. (Danim, 2011: 13-14).

6.      Terdapat perbedaan individual dalam pertumbuhan dan perkembangan

Walaupun pola perkembangan sama bagi semua individu, namun setiap individu akan megikuti
pola yang dapat diramalkan dengan cara dan kecepatanya sendiri. Sebagian individu berkembang
dengan normal, bertahap langkah demi langkah, Sementara itu sebagian yang lain berkembang dengan
kecepatan yang melebihi batas normal, dan sebagaiannya berkembang sangat lambat atau terjadi
penyimpangan. Perbedaan terjadi karena setiap individu memiliki unsur biologis dan genetik yang
berbeda. Selain itu faktor lingkungan yang berbeda-beda juga turut memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan dan perkembangan individu.

7.      Setiap perkembangan memiliki bahaya potensial


Pola perkembangan tidak selamanya berjalan mulus, pada setiap usia mengandung bahaya yang
dapat mengganggu pola yang normal. Gangguan dapat terjadi karena faktor internal (dari dalam diri
individu sendiri) dan ada pula karena faktor eksternal (liingkungan). Bahaya ini dapat mengakibatkan
terganggunya penyesuaian fisik, psikologis dan sosial sehingga pola perkembangan individu tidak
meningkat tapi datar atau tidak ada peningkatan. Jika ini yang terjadi, maka dapat dikatakan bahwa
individu yang bersangkutan sedang mengalami gangguan penyesuaian atau ketidakmatangan.

DAFTAR PUSTAKA

Danim, Sudarwan, 2011, Perkembangan Peserta Didik, Bandung: ALFABETA

Hurlock, Elizabeth B, 1991, Child Development, New York:Mc Graw Hill Book Company

Reber, Arthur S., 1988, The Penguin Dictionary of Psychology, Ringwood Victoria: Penguin Books Australia Ltd.

Sukmadinata, 2009, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Syah, Muhibbin, 2008, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tirtarahardja, Umar dan. S.L. La Sulo, 2008, “Pengantar Pendidikan”, Penerbit Rineka Cipta Jakarta.
Diposkan oleh Ribut Purwo Juono M.Pd.I di 10.59 

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut

Arsip Blog

 ►  2014 (1)
 ▼  2013 (21)
o ►  November (1)
o ▼  Oktober (5)
 PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI
 MENDIDIK ANAK MENURUT Al-QUR’AN SURAH LUQMAN 12-19...
 DARI BAYT AL-HIKMAH DI BAGHDAD HINGGA MADRASAH DAN...
 STUDI HADITS
 PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
o ►  September (1)
o ►  Juni (5)
o ►  Mei (6)
o ►  Februari (3)
 ►  2011 (1)
Mengenai Saya

Ribut Purwo Juono M.Pd.I

Lihat profil lengkapku

Template Simple. Gambar template oleh luoman. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai