A. Latar Belakang
Perkembangan individu merupakan suatu proses perubahan terus
menerus sepanjang hidup individu yang bersangkutan. Perkembangan ini
merupakan perpaduan antara tenaga-tenaga asli dari dalam diri individu
itu an tenaga dari luar (lingkungan). Dari kedua tenaga yang disebutkan
tadi terdapat dua kemungkinan yangakan terjadi pada individu, kedua
tenaga tersebut dapat menjadikan individu itu berkembang dengan
lancar tanpa gangguan yang disebut dengan perkembangan positif, atau
berkembang dengan penuh gangguan dan disebut dengan
perkembangan negatif.
Pada diri manusia baik anak-anak maupun orang dewasa terdapat gejala-
gejala kejiwaan hal ini tentu saja erat kaitannya dengan psikologi. Dalam
gejala kejiwaan terdapat sensasi dan persepsi, yang pada keduanya
terdapat perbedaan. Setiap anak mempunyai kelebihan atau kekuatan-
kekuatan tertentu dan juga tentu saja kekurangan atau kelemahan. Hal
ini tentu perlu digali agar perwujudan diri dan semua bakat dan
kemampuan pada anakdapat dikembangkan. Orang tua dan guru dapat
membantu anak dalam memenuhi kebutuhannya akan perwujudan diri.
Pengembangan pribadi anak akan dapat diperoleh melalui proses belajar
di mana proses belajar ini akan dapat meningkatkan kepribadian dan
berupaya untuk memperoleh hal-hal baru yang dapat memperbaiki dan
meningkatkan kontradiksi-kontradiksi dalam hidup.
Dengan demikian perkembangan adalah hasil dari faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kehidupan individu yang bersangkutan selama
hidupnya. Kedua hal tersebut tergantung dari bagaimana individu itu
menanggapi dan dipengaruhi pula oleh bagaimana lingkungan
menyajikannya.
Dengan melihat latar belakang di atas, penulis mencoba memaparkan
permasalahan tentang perkembangan individu.
2. Faktor Eskternal
Faktor eksternal adalah segala sesuatu yang berada di luar diri
individu yang keberdaannya mempengaruhi terhadap dinamika
perkembangan. Yang termasuk faktor eksternal antara lain : faktor
sosial, faktor budaya, faktor lingkungan fisik, dan faktor lingkungan
non fisik.
a. Kecerdasan
b. Bakat-bakat khusus
c. Jenis kelamin
d. Jenis ras
e. Sifat-sifat fisik
f. Sifat-sifat kepribadian
g. Dorongan-dorongan
Pada waktu dilahirkan anak telah merupakan satu kesatuan psycho-
physis sebagai hasil pertumbuhan yang teratur dan kontinu sewaktu
dalam kandungan ibu.
Jenis kelamin dan jenis ras merupakan faktor bawaan yang dibawa
oleh individu sejak lahir. Perkembangan atau fase selanjutnya tiap
individu akan berbeda-beda baik dari segi fisik/jasmani maupun
perkembangan rohaninya.
Masa anak-anak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh
ketergantungan. Masa anak-anak awal dimulai ketika anak berusia
antara 2 sampai 6 tahun. Pada masa anak awal perkembangan fisik
anak akan terlihat lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada
masa bayi.Pada anak usia ini faktor pembawaan anak akan mulai
terlihat dan orangtua atau orang yang lebih tua darinya akan
memperoleh gambaran tentang kebiasaan dan kemampuan anak.
2. Faktor Lingkungan
Kehidupan manusia khususnya anak-anak dibutuhkan banyak
berinteraksi dengan individu lainnya. Lingkunagn fisik (phiysical
envirenment) banyak mempengaruhi perkembangan individu. Faktor
lingkungan seperti halnya alam sekitar disebut sebagai faktor exogen.
Pada anak usia ini anak anak sudah siap memasuki dunianya yakni
masuk dunia kanak-kanak. Kemampuan berbicara, mobilitas,
keikutsersertaan sosial yang cepat, kesemuanya mempercepat
pertumbuha intelektual anak. Pada masa anak usia seperti ini telah
mendapat sebagian besar perkembangan berbahasa mereka sebagai
salah satu tugas belajar mereka yang penting. Kemampuan berbahasa
yang dicapai akan memeudahkan mereka belajar lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. DR. HJ. Samsunumiyati, “Psikologi Perkembangan”, PT Remaja
Rosda Karya , Bandung
Conny Semiawan, dkk. “Pengenalan dan Pengembangan Bakat Sejak
Dini” PT Remaja Rosda Karya , Bandung.
Tini Sumartini, S.Pd. “Perkembangan Belajar Anak Usia
Prasekolah”Pusat Pengembangan Penataran
Guru Tertulis (PPGT), Bandung.
PAHAM / ALIRAN KEPENDIDIKAN YANG MEMPENGARUHI PESERTA DIDIK
A. Aliran – Aliran ( Paham ) Kependidikan
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa berbeda antara suatu daerah
dengan daerah lain, sehingga banyak bermunculan pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai penyesuaian
proses pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Karenanya banyak teori yang dikemukakan yang
bermuara pada munculnya berbagai aliran pendidikan. Dan dengan berkembngnya zaman muncul juga
beberapa metode atau aliran dalam pendidikan yang dikenal dengan istilah pendidikan kontemporer. Dan
seiring pula dengan berjalanya waktu teori teori juga pastinya akan terus dan terus berkembang. Dan inilah
beberapa aliran dalam kependidikan.
1. Aliran Nativisme
Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenhauer. la adalah filosof Jerman yang hidup pada tahun 1788-1880.
Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran., dan menurut Aliran Nativisme bahwa hasil
pendidikan dan perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaan yang diperolehnya sejak anak itu
dilahirkan. Anak dilahirkan kedunia sudah mempunyai pembawaan dari orang tua maupun disekelilingnya, dan
pembawaan itulah yang menentukan perkembangan dan hasil pendidikan. Jadi Aliran ini berpandangan bahwa
perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh
terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat yang
dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu
sendiri. Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya
jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang
dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.
Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik dan akan
mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya
asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat
herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang
tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada
titik tertentu.
Misalnya, seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi seniman
musik yang mungkin melebihi ke-mampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah
kemampuan orangtuanya.
Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi dalam Aliran ini adalah ;
a. Faktor genetic
Adalah faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul dari diri manusia.
Contohnya adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah seorang penyanyi maka anaknya memiliki bakat
pembawaan sebagai seorang penyanyi yang prosentasenya besar.
b. Faktor Kemampuan Anak
Adalah faktor yang menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang terdapat dalam dirinya. Faktor ini lebih
nyata karena anak dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Contohnya adalah adanya kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap anak untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya
sesuai dengan bakat dan minatnya.
c. Faktor pertumbuhan Anak
Adalah faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di setiap pertumbuhan dan
perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka dia kan bersikap enerjik, aktif,
dan responsive terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika pertumbuhan anak tidak normal maka
anak tersebut tidak bisa mngenali bakat dan kemampuan yang dimiliki.
2. Aliran Empirisme
Tokoh aliran Empirisme adalah John Lock, filosof Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704. Empire artinya
pengalaman. Aliran empirisme berlawanan 1800 dengan aliran nativisme, karena berpendapat bahwa dalam
perkembangan anak menjadi dewasa itu sangat dipengaruhi oleh lingkungan atau pengalaman dan pendidikan
yang diterimanya sejak kecil. Pada dasarnya manusia itu bisa didik apa saja menurut kehendak lingkungan
atau pendidikannya.
Teorinya John Lock dikenal dengan Tabulae rasae (meja lilin), yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke
dunia seperti kertas putih yang bersih. Kertas putih akan mempunyai corak dan tulisan yang digores oleh
lingkungan. Faktor bawaan dari orangtua (faktor keturunan) tidak dipentingkan. Pengalaman diperoleh anak
melalui hubungan dengan lingkungan (sosial, alam, dan budaya). Pengaruh empiris yang diperoleh dari
lingkungan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak. Menurut aliran ini, pendidik sebagai faktor luar
memegang peranan sangat penting, sebab pendidik menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak
akan menerima pendidikan se¬bagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap,
serta watak anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Dalam dunia pendidikan, pendapat
empirisme dinamakan optimisme paedagogis, karena upaya pendidikan hasilnya sangat optimis dapat
mempengaruhi.
Misalnya: Suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis. Segala alat diberikan dan
pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal, karena bakat melukis pada anak itu tidak ada. Akibatnya dalam
diri anak terjadi konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan hasilnya tidak optimal.
Contoh lain, ketika dua anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Satu
dari mereka dididik di desa oleh keluarga petani golongan miskin, yang satu dididik di lingkungan keluarga
kaya yang hidup di kota dan disekolahkan di sekolah modern. Ternyata pertumbuhannya tidak sama.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa
anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun lingkungan tidak
mendukung.
3. Aliran Konvergensi
Tokoh aliran Konvergensi adalah William Stem. la seorang tokoh pendidikan Jerman yang hidup tahun 1871-
1939. Konvergensi berasal dari kata Convergative yang berarti penyatuan hasil atau kerja sama untuk
mencapai suatu hasil.Aliran Konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari aliran Nativisme dan
Empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk,
sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan, dan kemungkinan-
kemungkinan yang dibawa sejak lahir itu merupakan petunjuk-petunjuk nasib manusia yang akan datang
dengan ruang permainan. Dalam ruang permainan itulah terletak pendidikan dalam arti yang sangat luas.
Tenaga-tenaga dari luar dapat menolong tetapi bukanlah ia yang menyebabkan perkembangan itu, karena ini
datangnya dari dalam yang mengandung dasar keaktifan dan tenaga pendorong. Anak yang mempunyai
pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi semakin baik. Sedangkan
bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai
bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan
perkembangan anak secara optimal jika tidak didukung oleh bakat baik yang dibawa anak.
Dengan demikian, aliran Konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor
pembawaan atau bakat dan lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting.
Hanya saja, William Stem tidak menerangkan seberapa besar perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut.
Sampai sekarang pengaruh dari kedua faktor tersebut belum bisa ditetapkan
Sebagai contoh : anak dalam tahun pertama belajar mengoceh, baru kemudian becakap-cakap, dorongan dan
bakat itu telah ada, di meniru suara-suara dari ibunya dan orang disekelilingnya. Ia meniru dan mendebgarkan
dari kata-kata yang diucapkan kepadanya, bakat dan dorongan itu tidak akan berkembang jika tidak ada
bantuan dari luar yang merangsangnya. Dengan demikian jika tidak ada bantuan suara-suara dari luar atau
kata-kata yang di dengarnya tidak mungkin anak tesebut bisa bercakap-cakap.
4. Aliran Kontemporer
Aliran yang terbaru yaitu kontemporer, yakni Teori pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa hendaknya
menarik, merangsang siswa untuk berpikir dan guru dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna.
Teori kontemporer yang bermunculan saat ini banyak sekali di antaranya teori belajar sibernetik. Teori belajar
sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru, jika dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah
dibahas sebelumnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi.
Menurut teori Sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan
dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Proses belajar memang
penting dalam teori sibernetik namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses yang akan
dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan menentukan proses bagaimana proses belajar akan berlangsung,
sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari. Tokoh teori ini Gage dan Berliner, Biehler, Snoman,
Baine, dan Tennyson.
Aplikasi teori ini, untuk mendukung proses pembelajaran dalam kegiatan belajar hendaknya menarik perhatian,
memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa, merangsang ingatan pada prasyarat belajar, menyajikan
bahan perangsang, memberikan bimbingan belajar, mendorong unjuk kerja, memberikan balikan informatif,
menilai unjuk kerja, meningkatkan retensi dan alih belajar.
Aliran Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran pemikiran psikologis.
Tokoh utama aliran ini adalah Arthur Scopenhauer (1788-1860) seorang filosof Jerman. Para ahli penganut
aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaan, sedangkan
pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa.
Aliran Empirisme (empiricism) adalah kebalikan aliran nativisme, dengan tokohnya yang utama adalah John
Lock. Nama aslinya aliran ini adalah The School of British Empiricism (Aliran empirisme Inggris). Doktrin aliran
empirisme yang sangat terkenal adalah tabula rasa sebuah istilah bahasa Latin yang berarti batu tulis kosong
atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti pentingnya pengalaman,
lingkungan dan pendidikan. Dalam arti, perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan
dan pendidikannya. Sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini para
pengnut aliran empirisme menganggap setiap anak yang lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong,
tidak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak menjadi apa seorang anak kelak bergantung pada
pengalaman/lingkungan yang mendidiknya.
Aliran Konvergensi (convergence) merupakan gabungan antara aliran nativisme dan empirisme. Tokoh utama
aliran ini adalah Louis William Stern, seorang filosof dan psikolog Jerman. Dalam menentukan faktor yang
mempengaruhi perkembangan manusia, Stern dan para ahli yang mengikutinya tidak hanya berpegang pada
lingkungan/pengalaman atau tidak berpegang pada pembawaan saja, tetapi berpegang pada kedua faktor
tersebut yang sama pentingnya.
.
1. Aliran Empirisme
Tokoh aliran Empirisme adalah John Lock, filosof Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704. Teorinya dikenal
dengan Tabulae rasae (meja lilin), yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke dunia seperti kertas putih
yang bersih. Kertas putih akan mempunyai corak dan tulisan yang digores oleh lingkungan. Faktor bawaan dari
orangtua (faktor keturunan) tidak dipentingkan. Pengalaman diperoleh anak melalui hubungan dengan
lingkungan (sosial, alam, dan budaya). Pengaruh empiris yang diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar
terhadap perkembangan anak. Menurut aliran ini, pendidik sebagai faktor luar memegang peranan sangat
penting, sebab pendidik menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak akan menerima pendidikan
se¬bagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak sesuai
dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
Misalnya: Suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis. Segala alat diberikan dan
pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal, karena bakat melukis pada anak itu tidak ada. Akibatnya dalam
diri anak terjadi konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan hasilnya tidak optimal.
Contoh lain, ketika dua anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Satu
dari mereka dididik di desa oleh keluarga petani golongan miskin, yang satu dididik di lingkungan keluarga
kaya yang hidup di kota dan disekolahkan di sekolah modern. Ternyata pertumbuhannya tidak sama.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa
anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun lingkungan tidak
mendukung.
2. Aliran Nativisme
Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenhauer. la adalah filosof Jerman yang hidup pada tahun 1788-1880.
Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor
lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil
pendidikan ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir.
Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme
berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki
bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan
berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.
Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik dan akan
mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya
asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat
herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang
tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada
titik tertentu.
Misalnya, seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi seniman
musik yang mungkin melebihi ke-mampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah
kemampuan orangtuanya.
Coba simak cerita tentang anak manusia yang hidup di bawah asuhan serigala. la bernama Robinson Crussoe.
Crussoe sejak bayi hidup di tengah hutan rimba belantara yang ganas. la tetap hidup dan ber¬kembang atas
bantuan air susu serigala sebagai induknya. Serigala itu memberi Crussoe makanan se-suai selera serigala
sampai dewasa. Akhirnya, Crussoe mempunyai gaya hidup, bicara, ungkapan bahasa, dan watak seperti
serigala, padahal dia adalah anak manusia. Kenyataan ini pun membantah teori Nativisme, sebab gambaran
dalam cerita Robinson Crussoe itu telah membuktikan bahwa lingkungan dan didikan membawa pengaruh
besar terhadap perkembangan anak.
3. Aliran Behaviorisme
Pada aliran ini menekankan bahwa tingkah laku seseorang terbentuk karena hasil dari
pengalaman.Pengalaman ini merupakan sebagai hasil dari belajar karena seseorang di anggap telah belajar
apabila seseorang tersebut telah menunjukan perubahan perilakunya.Misalnya implikasi dalam pembelajaran
yaitu Apabila guru memberikan pelajaran kepada siswanya maka siswa tersebut akan memberikan respon yang
berupa reaksi atau tanggapan siswa terhahap pelajaran yang di berikan oleh guru tersebut.Artinya bahwa anak
dalam bertindak berdasarkan pengalaman-pengalaman yang mereka peroleh.
4. Aliran Konvergensi
Tokoh aliran Konvergensi adalah William Stem. la seorang tokoh pendidikan Jerman yang hidup tahun 1871-
1939. Aliran Konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari aliran Nativisme dan Empirisme. Aliran ini
berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan perkembangan
anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama
berperan penting.
Anak yang mempunyai pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi
semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan
lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat
menghasilkan perkembangan anak secara optimal jika tidak didukung oleh bakat baik yang dibawa anak.
Dengan demikian, aliran Konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor
pembawaan atau bakat dan lingkungan. Hanya saja, William Stem tidak menerangkan seberapa besar
perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut. Sampai sekarang pengaruh dari kedua faktor tersebut belum
bisa ditetapkan.
5. Aliran humanistik
Pada aliran ini menekankan pada pentinngnya kesadaran aktualisasi pada diri dan hal-hal yang bersifat positif
pada seseorang.Aliran ini selalu mendorong peningkatan kualitas diri manusia melalui penghargaan terhadap
potensi-potensi yang ada.Misalnya dalam sekolah apabila ada sutau anak yang pintar ,rajin dan baik maka
anak tersebut akan memperoleh penghargaan dari gurunya akibat dari tingkah lakunya
6. Aliran Kognitif
Pada teori kognitif menekankan proses belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan
persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Teori ini
menyebutkan bahwa seseorang yang mempunyai suatu pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya dan
pengalaman dan pengetahuan itersebut tertata dalam bentuk struktur kognitif. Proses belajar akan berjalan
baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara bersama-sama dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki oleh siswa.
7. Aliran gestalt
Pada aliran ini seseorang dalam memperoleh pengetahuan yang di dapat dengan memandang sensasi secara
keseluruhan suatu objek yang memiliki struktur atau pola-pola tertentu.
8. Aliran Konstruktivisme
Gagasan pokok aliran ini diawali oleh Giambatista Vico, seorang epistemolog Italia. la dipandang sebagai cikal-
bakal lahirnya Konstruksionisme. la mengatakan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia
adalah tuan dari ciptaan (Paul Suparno, 1997: 24). Mengerti berarti mengetahui sesuatu jika ia mengetahui.
Hanya Tuhan yang dapat mengetahui segala sesuatu karena dia pencipta segala sesuatu itu. Manusia hanya
dapat mengetahui sesuatu yang dikonstruksikan Tuhan. Bagi Vico, pengetahuan dapat menunjuk pada struktur
konsep yang dibentuk. Pengetahuan tidak bisa lepas dari subjek yang mengetahui.
Aliran ini dikembangkan oleh Jean Piaget. Melalui teori perkembangan kognitif, Piaget mengemukakan bahwa
pengetahuan merupakan interaksi kontinu antara individu satu dengan lingkungannya. Artinya, pengetahuan
merupakan suatu proses, bukan suatu barang. Menurut Piaget, mengerti adalah proses adaptasi intelektual
antara pengalaman dan ide baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga dapat terbentuk
pengert ian baru (Paul Supamo, 1997: 33).
Piaget juga berpendapat bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh tiga proses dasar, yaitu asimilasi,
akomodasi, dan ekuilibrasi. Asimilasi adalah perpaduan data baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki.
Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru, dan ekuilibrasi adalah penyesuaian
kembali yang secara terus-menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi (Suwardi, 2004: 24).
Kesimpulannya, aliran ini menegaskan bahwa pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil konstruksi kognitif
dalam diri seseorang; melalui pengalaman yang diterima lewat pancaindra, yaitu indra penglihatan,
pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa. Dengan demikian, aliran ini menolak adanya transfer
pengetahuan yang dilakukan dari seseorang ke-pada orang lain, dengan alasan pengetahuan bukan barang
yang bisa dipindahkan, sehingga jika pembelajaran ditujukan untuk mentransfer ilmu, perbuatan itu akan sia-
sia saja. Sebaliknya, kondisi ini akan berbeda jika pembelajaran ini ditujukan untuk menggali pengalaman.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
Secara garis besar, pendapat yang dikemukakan oleh para ahli dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu
:
1. Aliran Nativisme
Menurut aliran ini bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa
sejak lahir (natus = lahir). Anak sejak lahir membawa sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu yang dinamakan sifat
pembawaan. Para ahli yang mengikuti paham ini biasanya menunjukkan berbagai kesamaan/kemiripan antara
orangtua dengan anak-anaknya. Misalnya kalau ayahnya ahli musik maka anaknya juga akan menjadi ahli
musik, ayahnya seorang ahli fisika maka anaknya juga akan menjadi ahli fisika. Keistimewaan-keistimewaan
yang dimiliki oleh orangtua juga dimiliki oleh anaknya.
Sifat pembawaan tersebut mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan individu. Pendidikan
dan lingkungan hampir-hampir tidak ada pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Akibatnya para ahli
pengikut aliran ini berpandangan pesimistis terhadap pengaruh pendidikan. Tokoh aliran ini ialah
Schopenhauer dan Lombroso.
2. Aliran Empirisme
Menurut aliran ini bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor dari luar/lingkungan.
Sedangkan pembawaan tidak memiliki peranan sama sekali. Tokoh aliran ini ialah John Locke (1632 – 1704)
yang terkenal dengan teori “Tabularasa”. Ia mengatakan bahwa anak lahir seperti kertas putih yang belum
mendapat coretan sedikitpun, akan dijadikan apa kertas itu terserah kepada yang menulisnya.
Aliran empirisme menimbulkan optimisme dalam bidang pendidikan. Segala sesuatu yang terdapat pada jiwa
manusia dapat diubah oleh pendidikan. Watak, sikap dan tingkah laku manusia dapat diubah oleh pendidikan.
Pendidikan dipandang mempunyai pengaruh yang tidak terbatas.
Keburukan yang timbul dari pandangan ini adalah anak tidak diperlakukan sebagai anak, tetapi diperlakukan
semata-mata menurut keinginan orang dewasa. Pribadi anak sering diabaikan dan kepentingannnya dilalaikan.
3. Aliran Konvergensi
Menurut aliran ini bahwa manusia dalam perkembangan hidupnya dipengaruhi oleh bakat/pembawaan dan
lingkungan atau dasar dan ajar. Manusia lahir telah membawa benih-benih tertentu dan bisa berkembang
karena pengaruh lingkungan. Aliran ini dipelopori oleh W. Stern.
Pada umumhnya paham inilah yang sekarang banyak diikuti oleh para ahli pendidikan dan psikologi, walaupun
banyak juga kritik yang dilancarkan terhadap paham ini. Salah satu kritik ialah Stern tidak dapat dengan pasti
menunjukkan perbandingan kekuatan dua pengaruh itu.
Dengan demikian pendidikan harus mengusahakan agar benih-benih yang baik dapat berkembang secara
optimal dan benih-benih yang jelek ditekan sekuat mungkin sehingga tidak dapat berkembang.
Beberapa aliran yang terkenal yaitu nativisme, empirisme, dan konvergensi.
A. Nativisme
Aliran narivisme ini dipelopori oleh Schopenhauer. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia itu
telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Pembawaan yang telah terdapat pada waktu
dilahirkannya itulah yang menentukan hasil perkembangannya. Menurut nativisme, pendidikan tidak dapat
mengubah sifat-sifat pembawaan. Pendidikan dan lingkungan tidak berpengaruh sama sekali dan tidak
berkuasa dalam perkembangan seorang anak. Dalam ilmu pendidikan hal tersebut dinamakan dengan
pesimisme pedagogis.
Misalnya ada seorang anak SMA yang mempunyai bakat bermain gitar. Pikiran dan perasaannya selalu
termotivasi untuk bermain gitar. Dia selalu bermain gitar berjam-jam, tanpa merasakan kebosanan.
Pekerjaannya hanya bermain gitar bahkan sekolahnya saja tidak menarik hatinya. Orang tuanya selalu
menasehatinya bahkan orang tuanya melarang dia untuk bermain gitar dan memutuskan senar gitarnya.
Orang tuanya menginginkan dia kelak menjadi seorang arsitek. Hanya karena paksaan dari orang tuanya dan
bimbingan dari gurunya saja dia bersekolah. Tetapi saat dia lepas dari pengawasan orang tuanya dan gurunya,
dia kembali kepada gitar dan mencurahkan perhatiannya untuk bermain gitar. Contoh tersebut merupakan
suatu bukti bahwa pendidikan dan lingkungan sama sekali tidak berkuasa, itulah kata nativisme.
Dengan demikian jelaslah bahwa menurut aliran ini perkembangan manusia dalam menjalani hidupnya
tergantung pada pembawaannya (faktor hereditas). Menurut penelitian, faktor hereditas mempengaruhi
kemampuan intelektual dan kepribadian seseorang. Dalam perspektif hereditas, perkembangan individu sangat
dipengaruhi oleh :
1. Bakat atau pembawaan
Anak dilahirkan dengan membawa bakat-bakat tertentu. Bakat ini dapat diumpamakan sebagai bibit
kesanggupan atau bibit kemungkinan yang terkandung dalam diri anak. Setiap anak memilliki bermacam-
macam bakat sebagai pembawaannya, seperti bakat musik, seni, agama, akal yang tajam, dan sebagainya.
Anak yang mempunyai bakat musik misalnya, maka minat dan perhatiannya akan sangat besar terhadap
musik. Ia akan mudah mempelajarinya, mudah mencapai kecakapan-kecakapan yang berhubungan dengan
musik. Dia dapat mencapai kemajuan dalam bidang musik, bahkan mungkin mencapai prestasi yang luar biasa
seperti ahli musik dan pencipta lagu. Dengan demikian jelaslah bahwa bakat atau pembawaan mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan individu.
2. Sifat-sifat keturunan
Sifat-sifat keturunan yang diwariskan oleh orang tua atau nenek moyangnya terhadap seorang anak dapat
berupa fisik maupun mental. Mengenai fisik misalnya muka (hidung), bentuk badan, dan suatu penyakit.
Sedangkan mengenai mental misalnya sifat pemalas, sifat pemarah, pendiam, dan sebagainya.
Dengan demikian jelaslah bahwa sifat-sifat keturunan ikut menentukan perkembangan seorang anak.
A. Empirisme
Pelopor aliran ini adalah John Locke dengan teorinya yaitu tabularasa. Dalam teori tabularasa seorang anak
diibaratkan seperti kertas putih yang masih kosong (a sheet of white paper avoid off all character). Jadi sejak
dilahirkan anak itu tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa dan anak dapat dibentuk sekehendak
pendidiknya. Disini kekuatan ada pada pendidik dan pendidikan serta lingkungan berkuasa atas pembentukan
anak.
Dengan demikian aliran empirisme berlawanan dengan kaum nativisme karena berpendapat bahwa dalam
perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu sangat ditentukan oleh lingkungannya, atau oleh pendidikan
dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia dapat dididik apa saja (ke arah yang lebih baik maupun
ke arah yang lebih buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidiknya. Dalam ilmu pendidikan, pendapat
kaum empiris ini terkenal dengan nama optimisme pedagogis.
Misalnya ada dua anak yang dilahirkan dalam keadaan kembar. Mereka berasal dari satu bibit di rahim ibunya.
Mereka dalam paradigma nativisme dianggap memiliki bakat, kesanggupan dan sifat-sifat yang sama.
Kemudian keduanya dipisahkan sejak lahir. Yang seorang dibesarkan di lingkungan keluarga petani yang
agamis dan yang satunya lagi dibesarkan di lingkungan keluarga hartawan dan menempuh pendidikan di
sekolah modern.
Ternyata pertumbuhan mereka tidak sama. Kemajuan bakat dan kesanggupannya itu yang asalnya sama
ternyata hasilnya tidaklah sama. Yang seorang menjadi guru dan yang seorang menjadi pengusaha. Apakah
yang menyebabkan perbedaan itu? Tidak lain adalah karena didikan dan lingkungan yang berbeda tadi.
Demikianlah kata orang-orang yang berparadigma empirisme.
Orang yang berparadigma empirisme ini juga sepaham dengan orang yang beraliran behavioristik.
Behavioristik adalah sebuah aliran dalam pemahaman tingkah laku manusia yang dikembangkan oleh John B.
Watson (1878-1958), seorang ahli psikologi Amerika. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini
adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan-aturan, bisa diramalkan, dan bisa dikendalikan.
Menurut teoritikus behavioristik, manusia sepenuhnya adalah makhluk reaktif, yang tingkah lakunya dikontrol
oleh faktor-faktor yang berasal dari luar. Senada dengan aliran empirisme, menurutnya faktor lingkungan inilah
yang menjadi penentu terpenting dari tingkah laku manusia. Berdasarkan pemahaman ini, maka
perkembangan individu dapat dikembalikan kepada lingkunganya.
B. Konvergensi
Teori yang diakui dan dipegangi oleh umum adalah teori konvergensi. Teori ini merupakan kompromi atau
dialektika dari nativisme dan empirisme. Teori ini mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan
manusia itu dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor pembawaan dan faktor lingkungan. Pelopor dari aliran ini
adalah William Stern.
Sebagai contohnya misalnya seorang balita dalam tahun pertama belajar berbicara. Dorongan serta bakat itu
tidak ada. Dia meniru (imitate) suara-suara yang didengarnya dari ibunya dan orang-orang di sekitarnya.
Kemampuan dia berbicara tidak dapat berkembang jika tidak ada bantuan dari luar yang membantunya. Dalam
hal ini jika tidak ada suara-suara atau kata-kata yang didengar dari ibunya, dia tidak mungkin dapat berkata-
kata.
Dalam aliran konvergensi ini masih terdapat dua aliran, yaitu aliran konvergensi yang lebih menekankan
kepada pengaruh pembawaan dan aliran konvergensi yang menekankan kepada pengaruh lingkungan.
Munculnya kedua kecenderungan dalam aliran konvergensi tersebut membuat orang yang mengikutinya
menjadi skeptis atau ragu-ragu. Sebenarnya, manakah yang menentukan perkembangan itu, pembawaan
ataukah lingkungan? Atau manakah yang lebih kuat, pembawaan atau lingkungan?
C. Fitrah
Titik tolak perbedaan masing-masing aliran (nativisme, empirisme, dan konvergensi) adalah terletak pada
faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia. Apakah perkembangan manusia ditentukan oleh faktor
pembawaan (nativisme) ataukah oleh faktor pendidikan dan lingkungan (empirisme), atau keduanya saling
pengaruh-mempengaruhi (konvergensi).
Dalam masalah ini, islam sebagai sebuah agama yang komprehensif mempunyai pandangan yang berbeda
dengan nativisme, empirisme, dan konvergensi. Islam menampilkan teori fithrah (potensi positif) sebagai dasar
perkembangan manusia. Dasar konseptualisasinya tentu saja mengacu pada al-Qur’an dan hadist.
Allah SWT berfirman :
“Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetapkanlah pada fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrahnya. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”
(QS. Ar-Rum : 30).
Sementara dalam salah satu hadist Nabi disebutkan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrahnya
(potensi untuk beriman-tauhid kepada Allah dan kepada yang baik). Kedua orang tuanyalah yang menjadikan
anak itu menjadi yahudi, Nasranni, atau Majusi.
“Dari Abu Hurairah r.a berkata : Bersabda nabi saw.: Tidak ada bayi yang dilahirkan melainkan lahir di atas
fitrah, maka ayah bundanya yang mendidiknya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi, bagaikan lahirnya seekor
binatang yang lengkap/sempurna”
(HR. Bukhari)
Kata fitrah berasal dari bahasa Arab, yaitu fatara yang berarti sifat bawaan setiap sesuatu dari awal
penciptaannya atau bisa juga berarti sifat dasar manusia. Fitrah juga berarti sifat dasar manusia, yaitu
beragama. Maksudnya adalah bahwa setiap manusia pada dasarnya memiliki kecenderungan beragama tauhid,
artinya memiliki kecenderungan dasar untuk meyakini adanya dzat yang Maha Esa sebagai Tuhan dan
penciptanya yang patut dan wajib disembah dan diangungkan.
Makna yang terkandung dalam ayat dan hadist di atas ialah bahwa setiap manusia pada dasarnya baik,
memiliki fitrah, dan juga jiwanya sejak lahir tidaklah kosong seperti kertas putih (yang diibaratkan oleh John
Locke dalam teori tabularasanya) tetapi berisi kesucian dan sifat-sifat dasar yang baik.
Dengan demikian pandangan Islam terhadap perkembangan anak sama sekali berbeda dengan konsep
perkembangan anak menurut nativisme, empirisme, dan konvergensi.
Fitrah merupakan keutamaan yang diberikan oleh Allah kepada manusia yang menjadi potensi manusia yang
educable. Potensi tersebut bersifat kompleks yang terdiri atas : ruh (roh), qalb (hati), ‘aql (akal), dan nafs
(jiwa). Potensi-potensi tersebut bersifat ruhaniah atau mental-psikis. Selain itu manusia juga dibekali potensi
fisik-sensual berupa seperangkat alat indera yang berfungsi sebagai instrumen untuk memahami alam luar dan
berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Dengan demikian fitrah merupakan konsep dasar manusia
yang ikut berperan dalam membentuk perkembangan peserta didik di samping lingkungan (pendidikan).
Fitrah yang bersifat potensial tersebut harus dikembangkan secara faktual dan aktual. Untuk melakukan upaya
tersebut, Islam memberikan prinsip-prinsip dasarnya berupa nilai-nilai Islami sehingga pertumbuhan potensi
manusia terbimbing dan terarah. Dalam proses inilah faktor pendidikan sangat besar peranannya bahkan
menentukan bentuk corak kepribadian seseorang. Nampaknya itulah yang menjadikan Nabi Muhammad
mewajibkan umatnya untuk mencari ilmu.
Berdasarkan konseptualisasi itulah pendidikan diharapkan dapat berfungsi sebagai wahana dalam
mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan fitrahnya. Dengan demikian jelaslah bahwa Islam
mengakui peranan faktor dasar manusia (fitrah) dan faktor pendidikan dalam perkembangan anak. Hanya saja
konsep Islam mengenai sifat dasar manusia maupun proses pendidikan yang diperlukan berbeda dengan
pendirian-pendirian aliran di atas. Fitrah atau potensi (ketauhidan, kebaikan, kebenaran, dan kemanusiaan)
peserta didik dengan bantuan pendidik akan berkembang dinamis. Jika kepribadian dan paradigmanya telah
terbentuk maka ia akan melakukan proses mandiri menuju kesempurnaan dirinya menuju ridha Allah, sebuah
posisi yang selalu dicari oleh semua muslim.
Pola perkembangan dapat dipengaruhi oleh keadaan atau kondisi di dalam diri si anak itu sendiri, ataupun oleh
keadaan atau kondisi di luar si anak. Perkembangan tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja, melainkan
dari banyak faktor yang saling berhubungan dan saling bergantung. Berikut adalah beberapa faktor yang
berasal dari dalam individu :
1. Intelegensi
Faktor ini merupakan faktor yang terpenting dalam mempengaruhi perkembangan si anak. Jika intelegensi
tinggi akan perkembangan akan berjalan cepat, dan jika intelegensi rendah akan mengakibatkan
keterlambatan atau keterbelakangan perkembangan. Sebagai contohnya adalah anak-anak yang cerdas dapat
mulai berjalan pada usia 13 bulan, sedangkan anak yang memiliki kecerdasan rata-rata atau sedang pada usia
14 bulan.
2. Sex
Jenis kelamin memainkan peranan yang cukup penting dalam perkembangan fisik dan mental si anak. Hal ini
tampak jelas dalam perbedaan tempo pertumbuhan fisik. Ketika lahir, anak laki-laki sedikit lebih besar dari
anak perempuan, akan tetapi anak perempuan tumbuh lebih cepat dan cepat pula mencapai kematangan
daripada anak laki-laki. Selain itu, anak perempuan juga lebih cepat mencapai kematangan seksual dan
kesempurnaan tubuhnya,dan pertumbuhan mental ketimbang anak laki-laki.
3. Kelenjar sekresi internal
Kelenjar ini mempengaruhi perkembangan fisik dan mental pada anak baik pada masa pranatal maupun pada
masa postnatal. Sebagaaai contohnya jika kekurangan thyroxin yang dihasilkan oleh kelenjar thyroid dalam
masa pertumbuhan dapat menghambat perkembangan fisik ddan mental anak. Kelenjar thymus (terletak di
dada) yang terlalu aktif akan menghambat perkembangan yang normal dan membuat si anak baik fisik
maupun mental tetap di dalam keadaan kekanak-kanakan dalam waktu yang lama.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi perkembangan yanng berasal dari luar si individu :
1. Gizi
Makanan yang bergizi pada tahun-tahun pertama dari kehidupan anak sangat penting karena sangat
dibutuhkan pada perkembangannya. Makanan yang penuh vitamin diperlukan oleh tubuh si anak agar dia
mengalami perkembangan yang normal.
2. Udara segar dan cahaya matahari
Meskipun faktor ini masih disangsikan apakah mempengaruhi perkembangan mental si anak, tapi dapat dilihat
di sini terdapat perbedaan antara anak yang berada di lingkungan yang baik dengan anak yang berada di
lingkungan yanng kurang baik. Ini dapat dilihat pada masa mudanya yang mendapatkan udara yang segar dan
cahaya matahari yang cukup atau tidak.
3. Luka dan penyakit
Luka seperti luka pada kepala, keracunan obat-obatan, penyakit keras akan menghambat perkembangan anak
sampai batas-batas tertentu.
4. Ras
Adanya perbedaan perkembangan pada anak yang tinggal di daerah Mediteranian dengan anak yang tinggal di
Eropa Utara. Anak yang tinggal di Mediteranian akan lebih cepat matang secara fisik daripada anak yang di
Eropa Utara.
5. Kebudayaan
Karakteristik perkembangan anak adalah sama dimanapun ia berada. Faktor kebudayaaan hanya memberi
warna aatau variasi pada dasar tingkah lakua anak.
6. Kedudukan dalam keluarga
Kedudukan anak dalam keluarga akan lebih banyak mempengaruhi perkembangannya melalui faktor
lingkungan daripada faktor yang dibawa laahir. Misalnya saja anak kedua, ketiga, keempat di dalam keluarga
umumnya berkembang lebih cepat daripada anak pertama. Hal ini tidak disebabkan oleh tingkat
intelegensinya, tetapi karena anak kedua,ketigaa dan keempat dapat belajar dari meniru dari saaudara-
saudara yang lebih tua atau dewasa darinya. Sedangkan anak bungsu, cenderung lebih lambat dalam
perkembangan karena dia dimanjakan dan kurang intensif mengembangkan kesanggupan-kesanggupan yang
dimilikinya.
Proses Perkembangan
1. Perkembangan motor (fisik) siswa
Terdapat empat macam faktor yang mendorong kelanjutan perkembangan motor skills anak yang juga
memungkinkan campur tangan orang tua dan guru dalam mengarahkannya. Keempat faktor itu sebagai
berikut:
a) Pertumbuhan dan perkembangan sistem syaraf. Pertumbuhan dan perkembangan kemampuannya membuat
intelegensi (kecerdasan) anak meningkat dan menibulkan pola tingkah laku yang baru. Semakin baik
perkembangan kemampuan sistem syaraf seorang anak akan semakin baik dan beragam pula pola-pola
tingkah laku yang dimilikinya. Akan tetapi organ sitem syaraf ini lain dari yang lain, karena apabila rusak tidak
dapat diganti atau tumbuh lagi.
b) Pertumbuhan otot-otot. Otot merupakan jaringan sel-sel yang dapat berubah memanjang dan juga
sekaligus merupakan unit atau kesatuan sel yang memiliki daya mengkerut. Diantara fungsi-fungsi pokoknya
adalah sebagai pengikat organ-organ lainnya dan sebagai jaringan pembuluh yang mendistribusikan sari
makanan. Peningkatan tegangan otot anak dapat menimbulkan perubahan dan peningkatan aneka ragam
kemampuan dan kekuatan jasmaninya. Perubahan ini sangat tampak dari anak yang sehat dari tahun ke tahun
dengan semakin banyaknya keterlibatan anak tersebut dalam permainan yang bermacam-macam atau dalam
membuat kerajinan tangan yang semakin meningkat kualitas dan kuantitasnya dari masa ke masa.
c) Perkembangan dan pertumbuhan fungsi kelenjar endokrin. Kelenjar adalah alat tubuh yang mengahasilkan
cairan atau getah, seperti kelenjar keringat. Perubahan fungsi dari kelenjar-kelenjar endokrin akan
mengakibatkan berubahnya pola sikap dan tingkah laku seorang remaja terhadap lawan jenisnya. Perubahan
ini dapat berupa seringnya bekerja sama dalam belajar atau beolah raga, perubahan pola perilaku yang
bermaksud menarik perhatian lawan jenis, berubahnya gaya dandanan/penampilan dan lain-lain
d) Perubahan struktur jasmani. Semakin meningkat usia anak maka akan semakin menigkat pula ukuran tinggi
dan bobot serta proporsi tubuh pada umumnya. Perubahan jasmani ini akan banyak berpengaruh terhadap
perkembangan kemampuan dan kecakapan motor skills anak. Pengaruh perubahan fisik seorang siswa juga
tampak pada sikap dan perilakunya terhadap orang lain, karena perubahan fisik itu sendiri mengubah konsep
diri (self-concept) siswa tersebut.
Perkembangan kognitif siswa
Menurut Jean Piaget, perkembangan kognitif anak terdirir dari empat tahapan, diantaranya:
a) Tahap sensory-motor. Tahap ini terjadi antara usia 0-2 tahun. Intelegensi sensory motor dipandang sebagai
intelegensi praktis. Anak pada usia ini belajar bagaimana mengikuti dunia kebendaaan secara praktis dan
belajar menimbulkan efek tertentu tanpa memahami apa yang sedang mereka perbuat kecuali hanya mencari
cara melakukan perbuatan tersebut.
b) Tahap pre-oprational. Periode ini terjadi pada usia 2-7 tahun. Pada tahapan ini anaksudah memiliki
kesadaran akan tetap eksisnya yang harus ada dan biasanya ada, walaupun benda tersebut sudah
ditinggalkan, sudah tidak dilihat atau sudah tidak pernah diengar lagi. Selain itu seorang anak mulai mampu
menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
c) Tahap concrete-operational. Tahapan ini terjadi pada usia 7-11 tahun. Dalam tahapan ini seorang anak
memperoleh kemampuan yang disebut system of operations (satuan langkah berpikir). Selain itu anak memiliki
kemampuan konservsi (kemampuan dalam memahami aspek-aspek kumulatif materi, seperti volume),
penambahan golongan benda (kemampuan dalam memahami cara mengkombinasikan benda-benda yang
memiliki kelas rendah dengan kelas atasnya lagi), dan pelipatgandaan golongan benda.
d) Tahap formal-operational. Usia tahapan ini adalah 11-15 tahun. Pada tahap ini seorang remaja memiliki
kemampuan mengkoordinasikan baik secara serentak maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitifnya.
Yaitu kapasitas menggunakan hipotesis dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Dengan
kemampuan hipotesis, remaja mampu berpikir khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan
menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang ia respon. Sedangkan dengan memiliki
kapasitas prinsip-prinsip abstrak, mereka mampu mempelajari materi pelajaran yang abstrak, seperti ilmu
matematika.
Perkembangan sosial dan moral siswa
Perkembangan ini merupakan perkembagan kepribadian siswa selakuanggota masyarakat dalam berhubungan
dengan orang lain. Proses perkembangan ini berkaitan juga dengan proses belajar. Sehingga konsekuensinya,
kualitas hasil perkembangan sosial siswa sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar
sosial) siswa disekolahd an keluarga maupun lingkungan yang lebih luas lagi.
Ranah psikologis siswa yang terpenting adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada otak
ini, dalam perspektif psikologi kognitif, adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya.
Tanpa ranah kognitif sulit dibayangkan seorang siswa mampu berpikir. Selanjutnya tanpa kemampuan berpikir
mustahil siswa dapat memahami dan meyakini faedah materi-materi pelajaran yang disampaikan oleh guru
mereka. Selain itu juga sulit untuk menagka pesan moral yang terkandung dalam pelajran tersebut. Sehingga
faidah pengembangan ranah kognitif siswa adalah untuk mengembangkan kecakapn berikut ini:
Mengembangkan kecakapan kognitif
Mengembangkan kecakapan afektif
Mengembangkan kecakapan psikomotor
Perkembangan Bahasa Anak
Untuk bergaul dan berkomunikasi, manusia menggunakan bahasa, baik dalam bentuk tulisan, percakapan,
bahasa isyarat maupun ekspresi wajah. Untuk berkomunikasi secara efektif prlu memperhatikan nilai-nilai yang
ada di masyarakat. Nilai-nilai tersebut harus diberikan sedini mungkinagar tertanam hal-hal mana yang baik
dan buruk, yang boleh atau tidak boleh dilakukan, bagaimana bersilap dan bertutur kata yang baik terhadap
orang lain. Pembelajaran nilai-nilai tersebut harus dengan contoh yang konkret agar mudah difahami anak.
Perkembangan Bahasa yaitu bentuk komunikasi manusia merupakan yang paling sempurna daripada binatang,
karena manusia dapat melakukannya melalui berbagai sarana dan prasarana yang ada. Tiap individu dituntut
untuk memiliki kemampuan menyatakan atau mengekspresikan pikirannya dan menangkap pemikiran orang
lain melalui bahasa, sehingga komunikasi menjadi efektif. Anak-anak lebih dapat mengerti aa yang dikatakan
orang lain daripada mengutarakan pikiran dan perasaan mereka dengan kata-kata.
Semakin matang organ-organ yang berkaitan dengan proses berbicara seperti alat bicara dan
pertumbuhan/perkembangan otak, anak semakin jelas dalam mengutarakan kemauan, pikiran maupun
perasaannya melalui ucapan atau bahasa. Hal itu tidak lepas ari pengaruh lingkungan, terutama orang tua atau
keluarga. Anak yang selalu mendapat motivasi positif akan terpacu untuk mengembangkan potensi bicaranya.
Perkembangan Agama
Menurut Zakiah Darajat (dalam Martini Jumaris), agama sebagai dari iman, pikiran yang diserapkan oleh
pikiran, perasaan, dilaksanakan dalam tindakan, perbuatan, perkataan dan sikap. Agama merupakan pengarah
dan penentu sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Awalnya anak-anak mempelajari agama berdasarkan contoh baik di rumah maupun di sekolah. Bambang
Waluyo menyebutkan dalam artikelnya bahwa pendidikan agama di sekolah meliputi dua aspek, yaitu : 1.
Aspek pembentukan kepribadian (yang ditujukan kepada jiwa), 2. Pengajaran agama (ditujukan kepada
pikiran) . Metode yang digunakan dalam pembelajaran harus berkaitan erat dengan dimensi perkembangan
motorik, bahasa, social, emosional maupun intelegensi siswa. Untuk kelas rendah dapat menggunakan metode
bercerita, bermain, karyawisata, demonstrasi atau pemberian tugas. Untuk kelas tinggi dapat menggunakan
metode ceramah, bercerita, diskusi, tanya jawab, pemberian tugas atau metode lainnya yang sesuai dengan
perkembangan siswa.
*Mudah mudahan Referensi Pendidikan ini Bermanfaat
(Tarbiyah/PAI – A/2)
CIREBON
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang patut kami ucapkan melainkan rasa syukur kehadirat Allah Swt. Yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan kajian walaupun dalam
bentuk yang sangat sederhana.Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Yang telah memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan di muka bumi ini dalam wujud Islam sebagai
kebenaran.
Ucapkan terimakasih kami kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam pembuatan
makalah ini sehingga makalah yang berjudul “Faktor-Faktor yang mempengaruhi individu” dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari makalahi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa mendatang.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
B. Faktor Lingkungan……………………….…………………………………6
C. Faktor Kematangan……………….………………………...........................8
D. Teori Nativisme……………………………………………………………..9
E. Teori Empirisme……………………………………………………………13
F. Teori Konvergensi……………………………………………………….…14
A. Simpulan…………………………………………………………………….16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan juga berkaitan dengan belajar khususnya mengenai isi proses perkembangan:
apa yang berkembang berkaitan dengan perilaku belajar. Disamping itu juga bagaimana hal sesuatu
dipelajari. Suatu definisi yang relevan dikemukakan oleh Monks sebagai berikut: “perkembangan
psikologis merupakan suatu proses yang dinamis. Dalam proses tersebut sifat individu dan sifat
lingkungan menentukkan tingkah laku apa yang menjadi actual dan terwujud. Dalam hal perkembangan
ini banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya faktor genetika, faktor lingkungan, dan faktor
kematangan. Adapun teori-teori tentang faktor yang mempengaruhi perkembangan itu diantaranya
teori Nativisme, Empirisme dan faktor Konvergensi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, kami akan merumuskan masalah – masalah yang akan
dibahas dalam bab pembahasan nanti, yaitu :
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, kami bertujuan untuk menjelaskan hal – hal yang mempengaruhi
atau faktor – faktor perkembangan di antaranya sebagai berikut :
Pada manusia sel tunggal merupakan sebuah sel telur ( ovum) yang sudah dibuahi yang
kerapkali juga disebut zygote. Zygote ini terbentuk karena persatuan antara ovum yang berasal dari ibu
dan spermato zoon yang berasal dari ayah. Dalam lingkungan guwagraba ( uterus) ibu zygote tadi
tumbuh dan berkembang dengan jalan membelah diri menjadi 2, 4, 8, 16, 32, dan seterusnya sampai
berjuta-juta dan bermilyard-milyard jumlahnya. Dalam proses pembelahan tadi terjadi pula
differensisasi atau pembagian fungsi dari sel-sel tersebut menjadi sel otot, syaraf, kelenjar, kulit dan
sebagainya.
Setiap sel mengandung sebuah nucleus ( inti) yang berbeda dengan bagian sel lainnya.
Pembelahan sel selalu dimulai dengan pembelahan nucleus. Nucleus inilah yang mempunyai arti penting
bagi hereditas. Didalam nucleus dari suatu zygote kita temukan pasangan benang-benang yang disebut
kromosom yang banyaknya 23 pasang, 23 buah berasal dari ibu dan 23 buah berasal dari ayah.
Kromosom-kromosom ini ada yang panjang dan ada pula yang pendek. Dalam ke 23 pasang kromosom
itu terdapat satu pasang kromosom yang disebut kromosom seks, karena kromosom inilah yang
menentukan jenis individu baru.
Setiap kromosom terdiri dari rangkaian butir-butir menyerupai merjan yang disebut genes.
Seperti halnya dengan kromosom, gees ini pun terdapat dalam pasangan –pasangan, sebuah berasal
dari ayah dan sebuah lagi berasal dari ibu.
Setiap kromosom terdiri dari rangkaian butir-butir yang menyerupai merjan. Genes inilah yang
merupakan unsur-unsur pembawa sifat hereditas. Jadi apakah seorang anak akan mempunayai kulit
hitam atau kuning, rambut keriting atau kejur, perawakan tinggi atau pendek, cerdas atau kurang
cerdas, periang atau pemurung ditentukan oleh sifat-sifat yang ada pada genes ini. Penyelidikan dalam
ilmu genetika telah berhasil mengetahui lokalisasi dari genes-enes tertentu pada kromosom tertentu.
Diperkirakan dalam setiap kromosommanusia terdapat sekitar tiga ribu genes. Seperti hanya dengan
kromomosom, genes-genes ini pun dalam pasangan-pasangan, sebuah berasal dari ibu dan sebuah
berasal dari ayah.
Karena kombinasi dari genes ini pada pada waktu konsepsi terjadi secara kebetulan, maka
dapatlah dimengerti mengapa sifat-sifat dasar anak-anak dari oaring tua yang sama tidak pernah sama,
kecuali kalau mereka merupakan anak kembar yang berasal dari satu telur. Begitu juga demikian nucleus
ovum dan nucleus spermatozoum bersatu pada waktu konsepsi ( yang berarti pula bersatunya genes
dari pihak ayah dan genes dari pihak ibumenurut suatu cara tertentu), maka sifat-sifat anak lahir
ataupun batin, telah ditentukan. Jika hal ini sudah terjadi, maka tak ada kekuatan yang bisa
mengubahnya. Sifat-sifat yang ditentukan pada waktu ini akan tetapi dibawa individu selama hayatnya
dan akan mempengaruhi penilaiannya terhadap lingkungannya.( patty, 1982: 56-57).
Seberapa jauh kuatnya pengaruh sifat keturunan yang berasal dari ayah ibunya, sangat
bergantung kepada pengaruh besarnya kwalitas gene-gene dari masing-masing orang Tanya.
Cirri-ciri tingkah laku atau sifat yang mungkin bisa diturunkan sebagai faktor bawaan dari orang
tua kepada anaknya terbagi menjadi 5 prinsip yakni:
1) Prinsip Reproduksi
Sifat-sifat tingkah laku yang diturunka hanyalah bersifat reproduksi yaitu memunculkan kembali
apa yang sudah ada pada hasil perpaduan benih, penurunan sifat berlangsung dengan melalui sel benih
bukan sel badan. Dengan demikian tingkah laku atau kecakapan orang tua yang diperoleh melalui hasil
pengalaman atau belajar tidak akan diturunkan, yang diturunkan adalah sifat-sifat strukturil, karenanya
kecakapan orang tua bukan ukuran untuk kecakapan anaknya.
2) Prinsip Konformitas
Setiap proses heriditet akan mengikuti pola-pola keseragaman dari jenis generasi sebelumnya
yakni seorang anak akan memiliki sifat-sifat yang diturunkan oleh kelompok rasnya atau suku
bangsanya. Sebagai contoh: keturunan orang-orang Arab akan memiliki cirri-ciri yang seragam, demikian
pula orang Eropa, Gegro dan sebagainya.
3) Prinsip Variari
Setiap proses hariditet akan terjadi penurunan yang bervariasi. Kecuali situasi dan kondisi
menyebabkan bervariasinya produksi benih. Penurunan sifat kepada anak dari orang tua sangat
bervariasi dikarenakan jumlah gene-gene dalam khromosom amat banyak, maka kombinasi gene-gene
setiap pembuahan akan mempunyai kemungkinan yang banyak pula. Dengan demikian untuk setiap
proses heiditet akan terjadi penurunan yang bervariasi. Keculi itu stuasi dan kondisi menyebankan
bervariasina produksi benih.
5) Prinsip Menyilang
Menurut prinsip ini bahwa apa yang diturunkan oleh masing-masing orang tua kepada anak-
anaknya mempunyai sasaran menyilang, seperti seorang anak perempuan akan lebih banyak
mempunyai sifat-sifat ayahnya dan seorang anak laki-laki akan lebih banyak mempunyai sifat-sifat
ibunya. ( Abu khaer, 1993: 28-29).
B. Faktor Lingkungan
Lingkungan adalah segala akan lahir sebagai bayi yang sehat. yang mengelilingi individu didalam
hidupnya, baik dalam bentuk lingkungan pisik seperti orang tuanya, rumahnya, kawan-kawannya
bermain, masyarakat sekitanya maupun dalam bentuk lingkunganpsikologis seperti misalnya perasaan-
perasaan yang dialaminya, cita-citanya, persoalan-persoalan yang dihadapinya dan sebagainya. Sejak
lahir, malahan sejak didalam kandungan, seorang individu selalu dipengaruhi oleh lingkungannya. Jikalau
selama masa-masa dalam kandungan, ibunya mendapat makanan-makanan yang sehat, melakukan
latihan-latihan olah raga yang tepat, mengalami ketentraman batin dan sebagainya, maka bayi yang ada
dalam kandungan kemungkinan besar akan lahir sebagai seorang bayi yang sehat.
Begitu juga semenjak ia lahir didunia perkembangan anak itu akan tetap dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan yang berasal dari lingkungannya, oleh jumlah dan kualitas makanan yang
diterimanya, oeh jadwal pemeliharaannya tiap hari, begitu juga oleh suhu lingkungannya. Pengaruh
yang tidak kalah pentingnya ialah bagaimana sikap dan tingkah laku orang dewasa disekitarnya terhadap
dirinya. ( patty, 1982: 58-59).
Jika dilihat dari segi bentuk, maka lingkungan manusia itu pada pokoknya terdiri atas dua
golongan yaitu: lingkungan dalam (linner environment) dan lingkungan luar ( outer environment).
Lingkunagn dalam adalah hal-hal yang pada mulanya berasal dari luar individu, yang kemudian
masuk kedalam tubuh dan bersatu dengan sel-sel tubuh individu seperti makanan, minuman, udara dan
sebagainya, merupakan lingkungan dalam individu. Hormon-hormon serta berbagai cairan tubuh yang
dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar tubuh merupakan lingkungan dalam. Adapun hal-hal yang termasuk
kapada lingkungan dalam itu memberikan rangsangan kepada individu, mempengaruhi kegiatan dan
perkembangannya. Individu akan merasa lapar atau dingin bila persediaan makan dalam tubuh
berkurang, merasa sesak nafas bila zat pembakar berkurang.
Lingkungan alam adalah segala sesuatu disekitar individu yang berupa benda-benda alam atau
fisik yang termasuk kepada lingkunagn alam semesta alam semesta alam antara lain: makanan, tumbuh-
tumbuhan, binatang, iklim, minuman, pakaian peralatan dan sebagainya.
b. Lingkungan sosial
Manusia sebagai makhluk sosial, mempunyai kemampuan untuk hidup dan berinteraksi bersama
manusia lainnya. Individu selalu membutuhkan orang lain. Individu tidak bisa hidup dengan sempurna
tanpa berinteraksi dengan individu yang lainnya. Interaksi individu dengan individu lainnya merupakan
lingkungan sosial yang banyak berpengaruh terhadap perkembangan dan kepribadian seseorang.
c. Lingkungan budaya
Kebudayaan yaitu segala sesuatu ciptaan manusia sebagai usaha untuk mempertahankan
hidupnya, misalnya: ilmu pengetahuan, peranturan-peraturan, bahasa seni, olah raga dan sebagainya.
Kebudayaan merupakan lingkungan bagi individu dan mempengaruhi tingkah laku seseorang. Individu
selalu hidup dan dibesarkan dalam suasana kebudayaan tertentu. Anak sangat sensitif dalam menerima
prangsang-perangsang kebudayaan, lingkungan kebudayaan dimana anak dibesarkan akan mewarnai
tingkah laku atau perkembangan anak itu.
d. Lingkungan sprirituil
Sebagai makhluk hidup, manusia juga membutuhkan lingkungan spirirituil tertentu, sesuai dengan
jenis agama dan kepercayaan yang dianut oleh keluarganya dan atau masyarakat disekitarnya.
C. Faktor kematangan
Pembawaan dan lingkungan adalah faktor-faktor yang sangat penting bagi perkembangan
individu. Interaksi antara faktor-faktor tersebut tidak terjadi sekehendak hati, tapi dipengaruhi oleh
faktor ketiga yaitu faktor kematangan ( maturation) atau waktu (time). Kematangan adalah siapnya
suatu fungsi kehidupan, baik pisik maupun psychis untuk berkembang dan melakukan tugasnya denagn
baik. Bagaimanapun kayanya pembawaan seseorang individu dan betapapun baiknya lingkungan yang
tersedia baginya bila belum mencapai kematangan untuk berfungsi maka suatu fungsi ehidupan belum
dapat berkembang optial. ( Abu khaer, 1993: 30-31).
Adapun teori –teori untuk menganalisa faktor manakah yang paling berpengaruh terhadap
perkembangan individu, yakni antara faktor hereditas dan faktor lingkungan adalah sebagai berikut:
a. Teori Nativisme
Nativisme ( nativism) merupakan sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran
pemikiran psikologis. Tokoh utama aliran ini bernama Arthur scopenhauer (1788-1860), seorang filosof
jerman. Aliran filsafat nativime konon dijuluki sebagai aliran pesimistis yang memandang segala sesuatu
dengan “ kacamata hitam”. Mengapa begitu? Karena para ahli penganut aliran ini berkeyakinan bahwa
perkembangan manusia ditentukan oleh pembawaannya, sedangkankan pengalaman dan pendidikan,
tidak berpengaruh apa-apa. Dalam ilmu pendidikan, pandangan seperti ini disebut “ pesimisme
pedagogis”.
Aliran nativisme mengemukakan bahwa manusia yang baru dilahirkan telah memiliki bakat dan
pembawaan, baik dari arena berasal dari keturunan orang tuanya, nenek moyangnya maupun karena
memang ditakdirkan demikian. Manakala pembawaannya itu baik, menurut aliran ini, pendidikan tidak
dapat diubah dan senantiasa berkembang dengan sendirinya. (Sobur, 2003: 147).
Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya asli yang telah
terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter,
serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh
dan berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada
titik tertentu. Misalnya, seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang
menjadi seniman musik yang mungkin melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai
pada setengah kemampuan orangtuanya.
Dengan tegas Arthur Schopenhaur menyatakan yang jahat akan menjadi jahat dan yang baik akan
menjadi baik. Pandanga ini sebagai lawan dari optimisme yaitu pendidikan pesimisme memberikan
dasar bahwa suatu keberhasilan ditentukan oleh faktor pendidikan, ditentukan oleh anak itu sendiri.
Lingkungan sekitar tidak ada, artinya sebab lingkungan itu tidak akan berdaya dalam mempengaruhi
perkembangan anak. Walaupun dalam kenyataan sehari-hari sering ditemukan secara fisik anak mirip
orang tuanya, secara bakat mewarisi bakat kedua orangtuanya, tetapi bakat pembawaan genetika itu
bukan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan anak, tetapi masih ada faktor lain yang
mempengaruhi perkembangan dan pembentukan anak menuju kedewasaan, mengetahui kompetensi
dalam diri dan identitas diri sendiri (jati diri).
1. Faktor Genetic. Adalah faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu bakat yang
muncul dari diri manusia. Contohnya adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah seorang penyanyi maka
anaknya memiliki bakat pembawaan sebagai seorang penyanyi yang prosentasenya besar.
2. Faktor Kemampuan Anak. Adalah faktor yang menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang
terdapat dalam dirinya. Faktor ini lebih nyata karena anak dapat mengembangkan potensi yang ada
dalam dirinya. Contohnya adalah adanya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap
anak untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan bakat dan minatnya.
3. Faktor pertumbuhan Anak. Adalah faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di
setiap pertumbuhan dan perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka
dia akan bersikap enerjik, aktif, dan responsif terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika
pertumbuhan anak tidak normal maka anak tersebut tidak bisa mngenali bakat dan kemampuan yang
dimiliki.
Didalam teori ini menurut G. Leibnitz: Monad “Didalam diri individu manusia terdapat suatu inti
pribadi”. Sedangkan dalam teori Teori Arthur Schopenhauer (1788-1860) dinyatakan bahwa
perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak lahir/bakat. Sehingga dengan teori ini setiap
manusia diharapkan:
a. Mampu memunculkan bakat yang dimiliki. Dengan teori ini diharapkan manusia bisa mengoptimalkann
bakat yang dimiliki dikarenakan telah mengetahui bakat yang bisa dikembangkannya. Dengan adanya
hal ini, memudahkan manusia mengembangkan sesuatu yang bisa berdampak besar terhadap kemajuan
dirinya.
b. Mendorong manusia mewujudkan diri yang berkompetensi. Jadi dengan teori ini diharapkan setiap
manusia harus lebih kreatif dan inovatif dalam upaya pengembangan bakat dan minat agar menjadi
manusia yang berkompeten sehingga bisa bersaing dengan orang lain dalam menghadapi tantangan
zaman sekarang yang semakin lama semakin dibutuhkan manusia yang mempunyai kompeten lebih
unggul daripada yang lain.
c. Mendorong manusia dalam menentukan pilihan. Adanya teori ini manusia bisa bersikap lebih bijaksana
terhadap menentukan pilihannya, dan apabila telah menentukan pilihannya manusia tersebut akan
berkomitmen dan berpegang teguh terhadap pilihannya tersebut dan meyakini bahwa sesuatu yang
dipilihnya adalah yang terbaik untuk dirinya.
d. Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang. Teori ini dikemukakan
untuk menjadikan manusia berperan aktif dalam pengembangan potensi diri yang dimiliki agar manusia
itu memiliki ciri khas atau ciri khusus sebagai jati diri manusia.
e. Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki. Dengan adanya teori ini, maka manusia akan
mudah mengenali bakat yang dimiliki, dengan artian semakin dini manusia mengenali bakat yang dimiliki
maka dengan hal itu manusia dapat lebih memaksimalkan bakatnya sehingga bisa lebih optimal.
Faktor pembawaan bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh pengaruh alam sekitar dan pendidikan
(Arthur Schopenhauer (1788-1860)). Untuk mendukung teori tersebut di era sekarang banyak dibuka
pelatihan dan kursus untuk pengembangan bakat sehingga bakat yang dibawa sejak lahir itu dilatih dan
dikembangkan agar setiap individu manusia mampu mengolah potensi diri. Sehingga potensi yang ada
dalam diri manusia tidak sia-sia kerena tidak dikembangkan, dilatih dan dimunculkan.
Tetapi pelatihan yang diselenggarakan itu didominasi oleh orang-orang yang memang mengetahui
bakat yang dimiliki, sehingga pada pengenalan bakat dan minat pada usia dini sedikit mendapat paksaan
dari orang tua dan hal itu menyebabkan bakat dan kemampuan anak cenderung tertutup bahkan hilang
karena sikap otoriter orangtua yang tidak mempertimbangkan bakat, kemampuan dan minat
anak.Lembaga pelatihan ini dibuat agar menjadi suatu wadah untuk menampung suatu bakat agar
kemampuan yang dimiliki oleh anak dapat tersalurkan dan berkembang dengan baik sehingga hasil yang
dicapai dapat maksimal.
Tanpa disadari di lembaga pendidikan pun juga dibuka kegiatan-kegiatan yang bisa
mengembangkan dan menyalurkan bakat anak diluar kegiatan akademik. Sehingga selain anak
mendapat ilmu pengetahuan didalam kelas, tetapi juga bisa mengembangkan bakat yang dimilikinya.
Menurut aliran ini bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor
yang dibawa sejak lahir (natus = lahir). Anak sejak lahir membawa sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu
yang dinamakan sifat pembawaan. Para ahli yang mengikuti paham ini biasanya menunjukkan berbagai
kesamaan/kemiripan antara orangtua dengan anak-anaknya. Misalnya kalau ayahnya ahli musik maka
anaknya juga akan menjadi ahli musik, ayahnya seorang ahli fisika maka anaknya juga akan menjadi ahli
fisika. Keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki oleh orangtua juga dimiliki oleh anaknya.Sifat
pembawaan tersebut mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan individu. Pendidikan
dan lingkungan hampir-hampir tidak ada pengaruhnya terhadap perkembangan anak.
Akibatnya para ahli pengikut aliran ini berpandangan pesimistis terhadap pengaruh pendidikan.
Tokoh aliran ini ialah Schopenhauer dan Lombroso.http://asyamforex.blogspot.com/2012/11/faktor-
faktor-yang-mempengaruhi.html.
Aliran empirisme merupakan kebalikan dari aliran nativisme, dengan contoh utama john locke
(1632-1704). Nama asli aliran ini adalah “ The school of British Empiricism” (aliran empirisme inggris).
Akan tetapi, aliran ini lebih berpengaruh pada pemikir Amerika Serikat, sehingga melahirkan sebuah
aliran filsafat bernama “ environmentalisme” (aliran lingkungan) dan psikologi bernama “ environmental
psychology” (psikologi lingkungan) yang relative masih baru.
Aliran empirisme mengemukakan bahwa anak yang baru lahir laksana kertas yang putih bersih
atau semacam tabula rasa ( tabula= meja, rasa, =lilin), yaitu meja yang bertutup lapisan lilin putih. Kertas
putih bersih dapat ditulis dengan tinta tersebut. Begitu pula halnya dengan meja yang berlilin, dapat
dicat dengan berwarna-warni, sebelum ditempelkan. Anak diumpamakan bagaikan kertas putih yang
bersih, sedangkan warna tint, diumpamakan sebagai lingkunga (pendidikan) yang akan berpengaruh
terhadapnya, sudah pasti tidak mungkin tidak, pendidikan pun dapat membuat anak menjadi baik atau
buruk. Pendidikn dapat memegang peranan penting dalam perkembangan anak, sedangkan bakat
pembawaannya bisa ditutup dengan serapat-rapatnya oleh pendidikan itu.
Teori tabula rasa ini diperkenalkan oleh john locke untuk mengungkapkan pentingnya pengaruh
pengalaman dan lingkungan hidup terhadap perkembangan anak. Ketika dilahirkan, seorang anak adalah
pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan yang berasal dari lingkungan. Orang tua
menjadi tokoh penting yang mengatur rangsangan-rangsangan dalam mengisi “ secarik kertas” yang
bersih ini. Dalam pendidikan, pendapat kaum empiris terkenal dengan nama optimism
paedagogis. Kaum behavioris pun sependapat dengan kaum empiris.
Perkembangan anak sepenuhnya tergantung pada faktor lingkungan, sedangkan faktor bakat,
tidak ada pengaruhnya. Dasar pikiran yang digunakan ialah bahwa pada waktu dilahirkan, anak dalam
keadaan suci, bersih, seperti kertas putih yang belum ditulis, sehingga bisa ditulisi menurut kehendak
penulisnya. ( buku erna: 148-149).
Tokoh aliran Konvergensi adalah William Stern. la seorang tokoh pendidikan Jerman yang hidup
tahun 1871-1939. Aliran Konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari aliran Nativisme dan
Empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk,
sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi,faktor pembawaan
dan lingkungan sama-sama berperan penting.
Anak yang mempunyai pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan
menjadi semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik
tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan
yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak secara optimal jika tidak didukung oleh bakat
baik yang dibawa anak.
Menurut aliran ini bahwa manusia dalam perkembangan hidupnya dipengaruhi oleh
bakat/pembawaan dan lingkungan atau dasar dan ajar. Manusia lahir telah membawa benih-benih
tertentu dan bisa berkembang karena pengaruh lingkungan. Aliran ini dipelopori oleh W. Stern. Pada
umumnya paham inilah yang sekarang banyak diikuti oleh para ahli pendidikan dan psikologi, walaupun
banyak juga kritik yang dilancarkan terhadap paham ini. Salah satu kritik ialah Stern tidak dapat dengan
pasti menunjukkan perbandingan kekuatan dua pengaruh itu.
Dengan demikian pendidikan harus mengusahakan agar benih-benih yang baik dapat berkembang
secara optimal dan benih-benih yang jelek ditekan sekuat mungkin sehingga tidak dapat berkembang.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
perkembangan adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih maju. Faktor -
faktor yang mempengaruhi perkembangan, diantaranya faktor hereditas , faktor lingkungan dan faktor
kematangan. Faktor hereditas merupakan totalitas karaktiristik individu yang diwariskan orang tua
kepada anak, atau segala potensi (baik fisik maupun psikis) yang dimiliki individu sejak masa konsepsi
sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen – gen. Faktor lingkungan adalah keseluruhan
fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi) fisik/alam atau sosial yang memengaruhi atau dipengaruhi
perkembangan individu dalam hal ini adalah faktor lingkungan dalam dan lingkungan luar.
DAFTAR PUSTAKA
Patty. 1982. Pengantar Psikologi Umum. Surabaya: Usaha Nasional.
http://asyamforex.blogspot.com/2012/11/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html
oleh : Imam Mustaqim, S.Pd.I.,M.Pd
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-
fungsi fisik yang berlangsung secara normal. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan kuantitatif
yang mengacu pada ukuran berat, besar, panjang, atau luas yang bersifat konkret. Terkait dengan
pertumbuhan pada manusia, maka hal ini dapat diartikan sebagai bertambah tinggi, bertambah berat,
bertambah besar pada diri manusia secara keseluruhan maupun pada organ-organ jasmaniahnya.
Terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ahli terkait dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Sehubungan dengan hal tersebut, sebelum
membahas lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia, berikut ini
akan dikemukakan empat macam teori dasar perkembangan yang biasa disebut sebagai aliran klasik
dalam pendidikan (Tirtarahardja dan La Sulo, 2008: 193).
1. Aliran Naturalisme
Aliran ini dipelopori oleh seorang filosof Perancis J. J. Rousseau. Ia berpendapat bahwa setiap
anak dilahirkan dengan pembawaan baik. Pembawaan baik nini justru akan menjadi rusak karena
pengaruh lingkungan atau karena pendidikan yang diberikan oleh orang dewasa. Oleh karena itu
pendidikan anak sebaiknya diserahkan sepenuhnya kepada alam atau membiarkan anak agar tumbuh
dan berkembang secara alami. Dengan kata lain pendidikan sama sekali tidak diperlukan.
2. Aliran Nativisme
Nativisme (nativism) merupakan doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran
pemikiran psikologis. Tokoh utama alairan ini adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860). Nama aliran ini
diambil dari kata nativusyang berati bakat. Para penganut aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan
manusia itu semata-mata ditentukan oleh bakat atau pembwaannya sejak lahir. Dalam hal ini
pendidikan, pengalaman, atau lingkungan sama sekali tidak berpengaruh apapun terhadap
perkembangan manusia. Para pendukung nativisme beranggapan bahwa bakat yang diwarisi dari orang
tua (yang dimiliki sejak lahir) berpengaruh mutlak terhadap perkembangan manusia. Mereka biasanya
menunjuk berbagai kesamaan atau kemiripan antara pihak orang tua dengan anak-anaknya. Jika orang
tua ahli musik maka anaknya memiliki bakat sebagai ahli musik, seorang pelukis akan memiliki anak-
anak yang berbakat untuk menjadi pelukis pula.
3. Aliran Empirisme
Tokoh utama aliran empirisme adalah John Locke (1632 -1704). Nama asli aliran ini adalah “ The
School of British Empiricism” (aliran empirisme Inggris). Aliran ini lebih berpengaruh kepada para pemikir
Amerika Serikat sehingga melahirkan sebuah aliran filsafat yang bernama “enverionmentalisme”
(psikologi lingkungan) yang relatif masih baru (Reber: 1988).
Doktrin aliran empirisme yang amat populer adalah teori “tabula rasa”, sebuah istilah bahasa
latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (balnk state/blank tablet). Doktrin tabula rasa
menekankan arti penting pengalaman, lingkungan, dan pendidikan dalam arti perkembangan manusia
itu semata-mata berbantung pada pengalaman, lingkungan, dan pendidikannya, sedangkan bakat atau
pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya sama sekali.Para penganut aliran empirisme
beranggapan bahwa setiap anak terlahir seperti tabularasa, dalam keadaan kosong, tak punya bakat
apapun. Bagaimana jadinya anak di kemudian hari sangat tergantung pada pengalaman, lingkungan, dan
pendidikannya.
4. Aliran Konvergensi
Aliran Konergensi merupakan gabungan antara aliran nativisme dan aliran empirisme. Tokoh
utama aliran ini adalah Louis William Stern (1871-1938) seorang filosof dan psikolog yang berasal dari
Jerman. Stern menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan/keturunan) dan lingkungan sebagai
faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia.
Aliran filsafat yang dipelopori Stern disebut “personalisme”, yakni sebuah ppemikiran filosofis
yang sangat berpengaruh terhadap disiplin-disiplin ilmu yang berkaitan dengan manusia. Di antara
disiplin ilmu yang menggunakan azas personalisme adalah “personologi” yang mengembangkan teori
komprehensif (luas dan lengkap) mengenai kepribadian manusia (Reber: 1988).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu dapat yang berasal dari dalam dirinya
(internal), ada pula yang berasal dari luar dirinya (eksternal). Faktor internal adalah segala sifat atau
kecakapan yang dikuasai individu dalam perkembangannya yang berasal dari keturunan (hereditas),
sedangkan faktor eksternal adalah segala difat atau kecakapan yang dikuasai individu dalam
perkembangannya yang diperoleh dari lingkungan. Di antara kedua faktor tersebut, ada pula sifat atau
kecakapan yang dikuasai individu dalam perkembangannya yang berasal dari interaksi antara faktor
hereditas dengan faktor lingkungan.
1. Faktor Hereditas
Faktor hereditas dapat dikatakan sebagai faktor internal dan disebut juga sebagai faktor
keturunan atau pembawaan, yaitu segala ciri, sifat atau kemampuan yang dimiliki individu sejak
kelahirannya dan diterima sebagai turunan atau warisan dari orang tuanya. Hereditas atau pembawaan
ini dapat debedakan menjasi dua kategori, yaitu:
a. Pembawaan fisik
Pembawaan fisik seperti bentuk hidung, warna kulit, bentuk rambut, mata, telinga, dan
sebagainya merupakan pembawaan yang bersifat menetap (permanent state). Sifat atau ciri
pembawaan fisik ini secara alami tidak dapat dapat dirubah atau bersifat menetap. Kalaupun ada
perubahan fisik yang dapat dibentuk melalui olah raga sehingga badan menjadi kekar, tegap dan
sebagainya, maka hal demikian ini tidak dapat dianggap sebagai perubahan fisik dalam arti yang
sebenarnya karena perubahan yang terjadi tidak menghilangkan sifat-sifat aslinya. Adapun perubahan
karena operasi, kecelakaan, dan sebagainya tidak termasuk tidak termasuk dalam pembahasan ini
karena sifatnya yang tidak alamiah.
b. Pembawaan Psikis
Pembawaan psikis (kejiwaan) merupakan pembawaan individu yang bisa berubah (temporary
state). Termasuk dalam pembawaan psikis ini antara lain intelegensi (kecerdasan), bakat, sifat periang,
pemberani, penakut, dan sebagainya. Sifat-sifat tersebut merupakan faktor pembawaan yang
kemungkinan besar dapat berubah melalui interaksi dengan lingkungannya.
Kemampuan psikis yang sering dipandang sebagai faktor pembawaan yang bersifat menetap
adalah intelegensi dan bakat. Intelegensi merupakan kemampuan atau kecerdasan yang bersifat umum
sedangkan bakat merupakan kemampuan yang bersifat khusus. Kemampuan bersifat khusus yang
dipandang sebgai bakat misalnya bakat dalam bidang olah raga, seni, bahasa, ekonomi, teknik, dan
sebagainya (Sukmadinata, 2009: 46). Pada dasarnya semua pembawaan psikis itu dapat berubah.
Sebagaimana setiap individu terlahir dengan potensi baik dan buruk, maka setiap individu juga
dilahirkan dengan sejumlah potensi yang melalui interaksi dengan lingkungan, hanya saja signifikansi
perubahan itu sangat tergantung pada besar atau kecilnya potensi atau pembawaan yang dimiliki oleh
individu.
2. Faktor Lingkungan
Ligkungan alam atau geografis di mana individu tinggal akan berpengaruh terhadap terhadap
perkembangan dan perilaku individu. Seseorang yang lahir dan dibesarkan di daerah pegunungan akan
memiliki sifat-sifat dan kecakapan untuk mengatasi tantangan di daerah tersebut. Kondisi alam daerah
pertanian yang relatif sunyi, jauh dari kebisingan akan membentuk individu-individu memiliki kebiasaan
berbicara pelan dan memiliki berbagai keterampilan yangberkaitan dengan bidang pertanian. Berbeda
dengan individu-individu yang terlahir dan besar di daerah pegunungan, mereka yang terlahir dan
dibesarkan didaerah pantai yang selalu bising dengan suara ombak, biasanya mereka memiliki kebiasaan
bicara keras dan memiliki keterampilan yang banyak berkaitan dengan bidang kelautan. Demikian pula
mereka yang tumbuh dan berkembang di daerah berslju, daerah gurun, daerah tandus dan sebagainya,
maka mereka akan tumbuh dan berkembang, memiliki kebiasaan, ketahanan tubuh, serta keterampilan
hidup yang diperlukan atau sesuai dengan tantangan alam dan kondisi geografis di lingkungan mereka
masing-masing.
b. Faktor Sosial
Sesuai dengan kodratnya, manusia adalah makhluk sosial di mana ia tidak akan dapat hidup
sendirian tanpa membutuhkan atau berhubungan dengan orang lain. Faktor-faktor yang menyangkut
hubungan seorang manusia dengan manusia lainnya inilah yang disebut dengan lingkungan sosial.
Hubungan yang terjadi dapat berbentuk hubungan antara individu dengan individu, hubungan antara
individu dengan kelompok, atau hubungan atntara kelompok dengan kelompok. Hubungan juga dapat
berlangsung dalam berbagai situasi, seperti situasi kekeluargaan, situasi kedinasan, situasi belajar, dan
sebagainya. Situasi sosial di mana individu berada tentu akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangannya. Individu yang tumbuh dan berkembang di lingkungan sosial yang diwarnai gotong
royong dan kebersamaan akan memiliki karakteristik yang berbeda dari individu yang tumbuh di
lingkungan yang diwarnai dengan kompetisi atau persaingan.
Termasuk dalam lingkungan sosial ini adalah lingkungan keluarga yang merupakan unsur
pertama dan utama serta paling berpengaruh terhadap perkembangan individu. Dalam lingkungan
keluarga inilah, individu pertama-tama mendapatkan pendidikan, bimbingan, asuhan, pembiasaan dan
latihan. Keluarga bukan hanya menjadi tempat di mana individu dilahirkan, dipelihara, dan dibesarkan,
melainkan juga menjadi tempat individu hidup dan dididik untuk pertama kalinya. Apa yang diperoleh
individu dalam kehidupan keluarga akan menjadi dasar bagi perkembangan individu pada kehidupan-
kehidupan selanjutnya. Keluarga merupakan masyarakat kecil sebagai prototipe masyarakat luas. Semua
aspek sosial kemasyarakatan ada dalam lingkungan keluarga, seperti politik, ekonomi, keamanan,
kesehatan, agama, budaya, dan aspek pendidikan.
c. Faktor Budaya
Lingkungan budaya merupakan lingkungan yang berkenaan dengan segala hasil kreasi manusia,
baik hasil kreasi yang konkrit maupun yang abstrak, berupa benda, ilmu pengetahuan, teknologi, aturan-
aturan, lembaga-lembaga, adat kebiasaan, dan lain-lain. Manusia adalah makhluk yang berbudaya dan
membudaya. Mereka bukan saja meenerima, turut melestarikan, menikmati, dan memanfaatkan hasil-
hasil kebudayaan, tetapi juga menciptakan kebudayaan. Dalam proses berbudaya dan membudaya
inilah individu berkembang dan berperilaku. Dibandingkan dengan makhluk lain, manusia terlahir
dengan beberapa kelebihan di antaranya adalah kemampuan berpikir, berinteraksi, berkreasi, dan
bermoral. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki manusia itulah yang melatarbelakanginya untuk selalu
berkembang jauh lebih tinggi melampaui makhluk-makhluk yang lain.
Tingginya tingkat peradaban manusia ditandai oleh kemajuan kebudayaan yang dapat mereka
capai. Perkembangan kebudayaan dapat menjadi tolok ukur dari kemajuan peradabannya. Keberadaan
manusia tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan, manusia yang menciptakan, melestarikan, dan
membesarkan kebudayaan di manapun mereka berada. Manusia dibesarkan dalam kebudayaan
sekaligus membesarkan kebudayaan di mana mereka berada. Kegiatan individu bukan saja
memanifestasikan ciri-ciri dan sifat-sifat pribadi dari individu tersebut melainkan juga memanifestasikan
kebudayaan lingkungannya.
Lingkungan politik dan keamanan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan individu.
Keduanya mempunyai pengaruh yang tidak kalah besarnya dibandingkan dengan lingkungan yang lain
terhadap perkembangan individu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jerman, anak-anak dan
remaja serta yang masih dalam kandungan ketika terjadi perang dunia sebagian besar menderita stress
dan kegugupan. Sebagian besar atau mungkin juga seluruh anak-anak dan pemuda Palestina memiliki
rasa benci terhadap Israel. Kedua contoh tersebut menunjukkan pengaruh lngkungan keamanan
maupun politik terhadap perkembangan dan pribadi individu (Sukmadinata, 2009:51).
e. Faktor Agama
Bagi orang-orang yang taat beragama, lingkungan keagamaan memiliki pengaruh yang paling
kuat dibandingkan dengan lingkungan yang lain. Hal demikian karena kepatuhan terhadap ketentuan
agama bukan hanya dilatarbelakangi oleh kebiasaan, peniruan, penyamaan diri, rasa senang, dan rasa
bangga sebagaimana yang terjadi pada lingkungan sosial maupun budaya, melainkan karena adanya
keharusan dan rasa tanggung jawab terhadap kewajiban-kewajiban agama. Oleh karena itu pemahaman
terhadap perilaku dan perkembangan individu perlu dilengkapi dengan pemahaman terhadap
kehidupan dan lingkungan keagamaan dari individu yang bersangkutan. Cara-cara beribadat dengan
berbagai macam ritual keagamaan serta berbagai bentuk manifestasi keyakinan dan kepercayaan akan
memberi warna terhadap kepribadian dan perilaku individu penganutnya.
Prinsip-prinsip perkembangan dapat diartikan sebagai kaidah atau patokan yang menyatakan
kesamaan sifat dan hakikat dalam perkembangan atau patokan generalisasi mengenai sebab dan akibat
terjadinya peristiwa perkembangandalam diri manusia.
Hurlock (1991) mengemukakan prinsip-prinsip yang merupakan ciri mutlak dari pertumbuhan
dan perkembangan sebagai berikut:
1. Ada perubahan
Manusia tidak pernah dalam keadaan statis. Manusia selalu berubah dan mengalami perubahan
sejak masa pembuahan hingga datangnya kematian. Perbuhan tersebut bisa menanjak, kemudian
berada di titik puncak, kemudian mengalami kemunduran.
Lingkungan tempat anak menghabiskan masa kecilnya memiliki pengaruh yang sangat kuat
terhadap kemampuan bawaan mereka. Bukti-bukti ilmiaih telah menunjukkan bahwa dasar awal
cenderung bertahan serta mempengaruhi sikap dan perilaku individu sepanjang hidupnya. Bukti-bukti
yang mendukung teori ini antara lain:
a. Hasil belajar dan pengalaman merupakan hal yang dominan dalam perkembangan individu
b. Dasar awal lebih cepat menjadi pola kebiasaan. Hal ini tentu akan berpengaruh sepanjang hidup dalam
penyesuaian sosial dan pribadi individu
c. Dasar awal sangat sulit berubah meskipun hal tersebut dianggap salah
d. Semakin dini dilakukan upaya perubahan, maka semakin mudah bagi individu untuk mengadakan
perubahan terhadap dirinya.
Karateristik tertentu dalam perkembangan, baik perkembangan fisik maupun mental dapat
diramalkan. Semua anak mengikuti pola perkembangan yang sama dari satu tahap menuju tahap
berikutnya. Perkembangan tergantung kepada pematangan dan pembelajaran. Pematangan mengacu
pada karakteristik sekuensial pertumbuhan biplogis dan perkembangannya. Perubahan biologis terjadi
dalam urutan dan memberikan individu kemampuan baru. Perubahan otak dan sistem syaraf sebagian
besar menentukan pematangan. Perubahan-perubahan dalam otak dan sistem syaraf individu
membantu meningkatkan kemampuannya dalam berpikir (kognitif) dan motorik (fisik) atau
keterampilan. Individu harus terlebih dulu matang dalam keterampilan tertentu sebelum dapat
berkembang mengakuisisi keterampilan baru. (Danim, 2011: 13-14).
Walaupun pola perkembangan sama bagi semua individu, namun setiap individu akan megikuti
pola yang dapat diramalkan dengan cara dan kecepatanya sendiri. Sebagian individu berkembang
dengan normal, bertahap langkah demi langkah, Sementara itu sebagian yang lain berkembang dengan
kecepatan yang melebihi batas normal, dan sebagaiannya berkembang sangat lambat atau terjadi
penyimpangan. Perbedaan terjadi karena setiap individu memiliki unsur biologis dan genetik yang
berbeda. Selain itu faktor lingkungan yang berbeda-beda juga turut memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan dan perkembangan individu.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, Elizabeth B, 1991, Child Development, New York:Mc Graw Hill Book Company
Reber, Arthur S., 1988, The Penguin Dictionary of Psychology, Ringwood Victoria: Penguin Books Australia Ltd.
Syah, Muhibbin, 2008, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tirtarahardja, Umar dan. S.L. La Sulo, 2008, “Pengantar Pendidikan”, Penerbit Rineka Cipta Jakarta.
Diposkan oleh Ribut Purwo Juono M.Pd.I di 10.59
Pengikut
Arsip Blog
► 2014 (1)
▼ 2013 (21)
o ► November (1)
o ▼ Oktober (5)
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI
MENDIDIK ANAK MENURUT Al-QUR’AN SURAH LUQMAN 12-19...
DARI BAYT AL-HIKMAH DI BAGHDAD HINGGA MADRASAH DAN...
STUDI HADITS
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
o ► September (1)
o ► Juni (5)
o ► Mei (6)
o ► Februari (3)
► 2011 (1)
Mengenai Saya