Anda di halaman 1dari 10

PROFIL KABUPATEN DHAMASRAYA

 Wilayah Administrasi
Kabupaten Dharmasraya terletak pada posisi 00048’25,4”- 1041’40,3” LS
dan10108’32,5’’-101053’30,2” BT. Kabupaten Dharmasraya terletak pada
wilayah perbatasan Provinsi Sumatera Barat dengan Provinsi Jambi dan Provinsi
Riau yang dilewati jalur Jalan Lintas Tengah Sumatera.
Luas wilayah Kabupaten Dharmasraya berdasarkan Perda No 4 Tahun 2009
yaitu2.961,13 Km² (296.113 Ha), sedangkan berdasarkan perhitungan pemetaan
hasildigitasi citra spot 5 pada RTRW Kabupaten Dharmasraya memiliki luas
3.025,99 km2(302.599) Ha.
Secara administratif, Kabupaten Dharmasraya terdiri dari 11 kecamatan dan
52 Nagariserta 260 Jorong, dengan batas wilayah adalah sebagai berikut :
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Sijunjung, serta
Kabupaten KuantanSingingi Provinsi Riau,
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bungo dan Kabupaten
KerinciProvinsi Jambi,
3. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bungo dan Kabupaten
TeboProvinsi Jambi,
4. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Solok dan Kabupaten
Solok SelatanProvinsi Sumatera Barat.

topografi dhamasraya bervariasi antara berbukit, bergelombang, dan datar


dengan variasi ketinggian dari 100 m - 1.500 m di atas permukaan laut.
Sebagian besar jenis tanah di topografi daerah dhamasraya bervariasi antara
berbukit, bergelombang, dan datar dengan variasi ketinggian Kabupaten
Dharmasraya berjenis Podzolik Merah Kuning (PMK), dengan penggunaan lahan
yang didominasi untuk peruntukan hutan hujan tropik seluas 133.186 Ha (44,98
%) dan lahan perkebunan seluas 118.803 Ha (40,12 %) sedangkan untuk
penggunaan lain sebesar (14.90 %). Suhu udara di kabupaten ini berkisar antara
21 °C – 33 °C dengan rata-rata hari hujan 14.35 hari per bulan dan rata-rata
curah hujan 265,36 mm per bulan[9].

 Potensi Wilayah Kabupaten


1. Potensi Ekonomi
Sebagian besar penggunaan lahan di Kabupaten Dharmasraya adalah
untuk sektor pertanian hingga mencapai 89,58%. Komposisi lahan
pertanian terbanyak adalah perkebunan seluas 153.822 ha atau 51,95%
dari total luas Kabupaten Dharmasraya. Sedangkan lahan untuk sawah
sebesar 6.666,8 ha atau 2,25% dan hutan rakyat seluas 61.274,8 ha atau
20,69%. Selama lima tahun terakhir, produksi pertanian di
Dharmasraya meningkat 9.939 ton dari 45.001 ton pada tahun 2011
menjadi 54.940 ton pada tahun 2015. Sementar jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya mengalami penurunan yaitu sebesar 4.945
ton. Produksi padi Dharmasraya secara keseluruhan (padi sawah dan
padi ladang) sangat dipengaruhi oleh luas panen dan perkembangan
produktivitas hasil per hektar. Padi sawah maupun padi ladang
mengalami penurunan pada tahun 2015 jika dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Tanaman palawija di Kabupaten Dharmasraya
meliputi beberapa komoditi yaitu
tanaman jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu, kacang hijau dan ubi
jalar.
2. Potensi Pariwisata dan Budaya
Kabupaten Dharmasraya yang memiliki pendududuk multietnis menjadi
salah satu potensi kekayaan budaya yang bisa dikembangkan, salah satunya
melalui event budaya yang dapat dijadikan daya tarik kunjungan wisata dan
pelestarian budaya yang ada di Dharmasraya. Pembangunan bidang
kebudayaan saat ini telah berjalan dengan baik. Dengan adanya berbagai
etnis di Kabupaten Dharmasraya memungkinkan terjadinya akulturasi
budaya sehingga budaya masyarakat akan semakin berkembang menuju
kebaikan. Di Kabupaten Dharmasraya peran sektor pariwisata dalam
pembangunan ekonomi masih belum optimal, tempat-tempat wisata yang
ada belum dikembangkan dan dikelola dengan serius. Oleh karena itu,
sampai saat ini, Kabupaten Dharmasraya belum mempunyai hotel
berbintang.
3. Potensi Energi dan Sumber Daya Mineral
Bahan galian yang terdapat di Kabupaten Dharmasraya terdiri dari batu
bara, bitumen padat, emas sekunder, bijih besi, perak, batu gamping, pasir
kuarsa, batu gunung, tanah urug, tanah liat, sirtukil dan suseki. Sedangkan
potensi tambang yang potensial dikembangkan dan sudah mulai
dieksploitasi dalam jumlah besar adalah :
• Batu Bara yang sudah dieksploitasi di Kecamatan Asam Jujuhan (PT.
TBN, PT.SLN, KUD Sinamar Sakato dan PT. CBI) dengan Produksi Tahun
2009 :449.780,25 MT;
• Batu Bara yang sudah dieksploitasi di Kecamatan Padang Laweh oleh
PT. PBA;
• Batu Bara dalam tahap eksplorasi yaitu di Kecamatan Asam Jujuhan
oleh CV. XDareh, PT. BSA dan PT. IMR, di Kecamatan Padang Laweh yaitu PT.
PBM dan PT.IMR dan di Kecamatan Timpeh oleh PT. DAA;
• Bijih Besi yang sudah diekploitasi di Kecamatan Asam Jujuhan oleh PT.
TSS;
• Mangan, masih dalam Proses Perijinan (Kec. Timpeh);
• Bitumen padat, masih dalam Proses Perijinan (Kec. Pd. Laweh).
Berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi, sumberdaya hipotetik
batu gunung (tingkat keyakinan 10% – 15%) yang terdapat di Kabupaten
Dharmasraya luas sebarannya yaitu 239.446.200 m²
Landasan teori mortalitas

A. Pengertian mortalitas
Kematian atau mortalitas merupakan salah satu dari tiga komponen proses
demografi yang berpengaruh terhadap struktur penduduk, dua komponen yang
lainnya adalah kelahiran (fertilitas) dan mobilitas penduduk (Mantra, 2000).
Menurut Utomo (1985) kematian dapat diartikan sebagai peristiwa hilangnya semua
tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah
kelahiran hidup. Jadi Mortalitas adalah pristiwa hilang nya nyawa seseorang secara
permanen yang berpengaruh terhadapn struktur penduduk. berbeda dengan
morbiditas yang merujuk pada jumlah individual yang memiliki penyakit selama
periode waktu tertentu.
Kematian atau mortalitas sebagai masalah kependudukan sebenarnya telah di
perhatikan dan di pelajari oleh para demografer mulai tahun 1950-an. Perhatikan
pada dekade tahun berikutnya kemudian beralih pada masalah fertilitas
sehubungan dengan masalah ledakan penduduk di berbagai belahan dunia.

B. Faktor mortalitas
. Faktor Pengaruh dalam Mortalitas Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian
dibagi menjadi dua yaitu:
1. Faktor langsung (faktor dari dalam),
a. Umur,
b. Jenis kelamin,
c. Penyakit,
d. Kecelakaan,
e. kekerasan, bunuh diri.
2. Faktor tidak langsung (faktor dari luar),
faktor tersebut antara lain dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu:
a. Tekanan, baik psikis maupun fisik,
b. Kedudukan dalam perkawinan,
c. Kedudukan sosial-ekonomi,
d. Tingkat pendidikan,
e. Pekerjaan,
f. Beban anak yang dilahirkan,
g. Tempat tinggal dan lingkungan,
h. Tingkat pencemaran lingkungan,
i. Fasilitas kesehatan dan kemampuan mencegah penyakit,
j. Politik dan bencana alam.

C. Indikator Mortalitas
Indikator mortalitas merupakan angka atau indeks, yang di pakai sebagai dasar
untuk menentukan tinggi rendahnya tingkat kematian suatu penduduk. Ada
berbagai macam ukuran kematian, mulai dari yang paling sederhana sampai yang
cukup kompleks. Namun demukian perlu di catat bahwa keadaan kematian suatu
penduduk tidaklah dapat diwakili oleh hanya suatu angka tunggal saja. Biasanya
berbagai macam ukuran kematian di pakai sekaligus guna mencerminkan keadaan
kematian penduduk secara keseluruhan. Hampir semua ukuran kematian
merupakan suatu “rate” atau “ratio”. Rate merupakan suatu ukuran yang
menunjukkan terjadinya suatu kejadian (misalnya: kematian, kelahiran, sakit, dan
sebagainya) selama peroide waktu-waktu tertentu. Kematian (mortalitas) adalah
peristiwa hilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen yang bisa
terjadi tiap saat setelah kelahiran hidup. (Budi Utomo, 1985). Morbiditas
(penyakit/kesakitan) adalah kondisi penyimpangan dari keadaan yang normal, yang
biasanya dibatasi pada kesehatan fisik dan mental. Pada kasus tertentu morbiditas
ini terjadi secara terus menerus (morbiditas kumulatif) yang pada akhirnya dapat
menyebabkan kematian pada penderitanya.
Ada beberapa cara pengukuran angka kematian diantaranya adalah:
a. Tingkat Kematian Kasar (Crude Death Rate) adalah banyaknya kematian pada
tahun tertentu, tiap 1000 penduduk pada pertengahan tahun.
CDR = D/P x 100

b. Tingkat Kematian Menurut Umur ( Age Specific Death Rate ) adalah jumlah
kematian penduduk pada tahun tertentu berdasarkan klasifikasi umur tertentu.
ASDR = Di/Pmi x k
Dimana :
Di = Jumlah kematian pada kelompok umur (i)
Pmi = Jumlah penduduk pada pertengahan tahun pada kelompok umur (i)
k = Angka konstan (1000)
c. Tingkat Kematian Bayi { Infant Death Rate (IDR) /Infat Mortality Rate (IMR)

C. Bayi (infant) merupakan orang yang berumur 0 (nol) tahun atau dalam kata
lain anak-anak yang masih belum sampai pada hari ulang tahunnya yang pertama.
IMR = D0/B x 1000
Dimana :
Do = Jumlah kematian bayi pada tahun tertentu
B = Jumlah lahir hidup pada tahun tertentu
k = bilangan konstan (1000) Kriteria penggolongan tingkat kematian bayi: Tingkat
kematian bayi Golongan > 125 Sangat Tinggi 75-125 Tinggi 35-75 Sedang <35
Rendah
d. Tingkat Kematian Anak Tingkat
kematian anak didefinisikan sebagai jumlah kematian anak berumur 1 sampai 4
tahun selama 1 tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan
tahun. Dengan demikian, angka kematian anak tidak menyertakan angka kematian
bayi. Angka kematian anak lebih merefleksikan kondisi kesehatan lingkungan yang
langsung mempengaruhi tingkat kesehatan anak.
e. Angka Kematian Ibu
Adalah jumlah kematian ibu karena kehamilan, persalinan, dan nifas dalam satu
tahun dibagi dengan jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama dengan persen
atau permil. Rumus: AKI = Pf/P x 100 AKI = Jumlah kematian ibu karena kehamilan,
kelahiran dan nifas X100 P = Jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama

D. Sumber Data Mortalitas


Cara mengetahui sumber data kematian dapat diperoleh dari berbagai macam
sumber, antara lain :
a. Sistem registrasi vital
Apabila sistem ini bekerja dengan baik merupakan sumber data kematian yang
ideal. Di sini, kejadian kematian dilaporkan dan dicatat segera setelah peristiwa
kematian tersebut terjadi. Di Indonesia, belum ada sistem registrasi vital yang
bersifat nasional, yang ada hanya sistem registrasi vital yang bersifat bersifat lokal,
dan hal ini tidak sepenuhnya meliputi semua kejadian kematian pada kota-kota itu
sendiri. Dengan demikian di Indonesia tidak mungkin memperoleh data kematian
yang baik dari sistem registrasi vital.
b. Sensus dan survei penduduk
Sensus dan survei penduduk merupakan kegiatan sesaat yang bertujuan
untuk mengumpulkan data penduduk, termasuk pula data kematian. Berbeda
dengan sistem registrasi vital, pada sensus atau survei kejadian kematian
dicacat setelah sekian lama peristiwa kejadian itu terjadi.
Data ini diperoleh melalui sensus atau survei dapat digolongkan menjadi
dua bagian :
Bentuk langsung (Direct Mortality Data) Data kematian bentuk langsung
diperoleh dengan menanyakan kepada responden tentang ada tidaknya
kematian selama kurun waktu tertentu. Apabila ada tidaknya kematian tersebut
dibatasi selama satu tahun terakhir menjelang waktu sensus atau survei
dilakukan, data kematian yang diperoleh dikenal sebagai ‘Current mortality
Data’. Bentuk tidak langsung (Indirect Mortalilty Data) Data kematian bentuk
tidak langsung diperoleh melalui pertanyaan tentang ‘Survivorship’ golongan
penduduk tertentu misalnya anak, ibu, ayah dan sebagainya. Dalam kenyatana
data ini mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan dengan data bentuk
langsung. Oleh sebab itu data kematian yang sering dipakai di Indonesia adalah
data kematian bentuk tidak langsung dan biasanya yaitu data ‘Survivorship’
anak. Selain sumber data di atas, data kematian untuk penduduk golongan
tertentu di suatu tempat, kemungkinan dapat diperoleh dari rumah sakit, dinas
pemakaman, kantor polisi lalu lintas dan sebagainya.
c. Penelitian Penelitian kematian penduduk biasanya dilakukan bersamaan
dengan penelitian kelahiran yang disebut dengan penelitian statistik vital.
d. Perkiraan (estimasi)
Tingkat kematian dapat diperkirakan menggunakan pendekatan tidak
langsung. Pendekatan tidak langsung tersebut dilakukan dengan cara
mengamati tahapan kehidupan dari waktu ke waktu. Pendekatan tidak langsung
ini memiliki tiga kesulitan utama yaitu terbatasnya sumberdaya untuk
memastikan data dan disertai kesalahan pada sampling, tingkat mobilitas
remaja yang tinggi menyebabkan remaja terhindar dari sampling, dan tidak
perkiraan struktur kematian yang tidak mudah (Wood dan Nisbet, 1990).

Anda mungkin juga menyukai