Dalam bagian eksternal law berarti mengevaluasi hukum dari apa yang tampak
dan dapat diamati secara langsung dari aturan-aturannya. Dalam hal ini akan membuat
perbandingan persamaan dan perbedaan aturan terkait pelaksanaan aborsi yang ada di
Indonesia dan Singapura. Uraian perbandingan cakupan mengenai aborsi dalam masing-
masing pengaturan yang diterapkan dalam undang-undang aborsi di Indonesia dimuat
dalam (KUHP & UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan) dan Singapura yang dimuat
dalam (Termination of Pregnancy Act).
Berikut adalah faktor sosial yang mempengaruhi bagaimana hukum bekerja terkait
pelaksanaan aborsi di Singapura dan Indonesia.
a. Singapura
Konstitusi (konstitution, 1999 Rev Ed) adalah undang-undang tertinggi di
Singapura (suprame law) yang mana dalam undang-undang ini telah memberikan
hak fundamental tertentu bagi warga negaranya. Berkenaan dengan kebebasan
dasar, konstitusi Singapura mengaturnya dalam Bab IV yang meliputi beberapa
substansi salah satunya adalah kebebasan perseorangan. Kebebasan perseorangan
ini diatur dalam Pasal 9 konstitusi Singapura, ayat (1) s/d ayat (6). Inti dari Pasal
ini adalah : “Bahwa tidak seorangpun dapat dirampas kehidupannya atau
kebebasan pribadinya sesuai ketentuan Undang-Undang”.
Selain itu dalam konstitusi Singapura juga mengatur kebebasan beragama
(freedom of religion). Meskipun hak fundamental tesebut tidak secara absolut
diberikan dan tetap terbatas pada kepentingan umum, tetapi tetap saja adanya
kebebasan pribadi dan kebebasan beragama yang juga dikenal dengan konsep
negara sekuler (memisahkan antara negara dan agama dan tak melegalkan adanya
komunitas tertentu yang menggunakan agama untuk mendikte urusan negara)
menjadi dasar mengapa Singapura melegalkan aborsi karena merupakan hak
pribadi yang tidak dapat dibantah oleh undang-undang. Selain itu aborsi juga
dianggap sebagai kebutuhan dan pilihan pribadi dari wanita yang bersangkutan
yang harus dilindungi.
b. Indonesia
Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
sedikit banyaknya dipengaruhi oleh sistem hukum adat dan sistem hukum Islam.
Berbeda dengan Singapura, Indonesia bukanlah negara sekuler sehingga dalam
ideologi Indonesiapun tetap tercermin unsur religius. Selain itu, Indonesai yang
masih kental dengan adat dan budaya yang juga dipengarhi oleh nilai-nilai agama,
memberikan doktrin yang kuat bahwa aborsi adalah tindakan yang tidak sesuai
dengan norma dan etika dalam budaya ketimuran. Selain itu, aborsi bukan hanya
dianggap sebagai masalah individu tetapi dianggap sebagai masalah sosial yang
tidak hanya menyangkut kesehatan perempuan, tetapi juga menghasilkan dampak
serius terhadap situasi demografis di seluruh negeri dan pada suasana psikologis
dalam masyarakat pada umumnya dan dalam keluarga pada khususnya. Tetapi
masyarakat juga tak dapat memungkiri bahwa dalam kasus tertentu aborsi harus
dilakukan. Hal ini menjadi dasar bahwa aborsi di Indonesia tetap dilegalkan dan
diberikan perlindungan hukum terbatas terhaap alasan medis dan akibat korban
perkosaan. Maka dalam hal ini, aborsi harus dilegalkan tetapi dalam waktu yang
bersamaan juga ditolak oleh masyarakat.
Result
Perbedaan aturan yang mengatur mengenai aborsi antara Indonesia dengan
Singapura dipengaruhi oleh faktor dari budaya hukum itu bekerja. Indonesia dengan ciri
khas ketimuran yang beranjak dari kekentalan agama dan adat, memberi pengaruh besar
terhadap pembentukan dan perkembangan hukum. Dari perbandingan diatas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan aborsi di Indonesia hanya terbatas pada alasan
medis dan korban akibat perkosaan, sementara Singapura sebaimana yang terdapat dalam
Termination of Pregnancy Act, pelaksanaan abortus provocatus medicinalis maupun abortus
provocatus criminalis tidak dilarang.
Uraian diatas dimaksudkan untuk melakukan legal reform sebagai upaya untuk
mengisi kekosongan hukum mengenai alasan-alasan lain yang sekiranya harus
dipertimbangkan sebagai dasar pelegalan aborsi di Indonesia. Degan melakukan
perbandingan hukum tersebut juga membantu untuk lebih melihat kearah aturan hukum
yang lebih komplit mengenai permasalahan yang sedang ditulis, sehingga dapat
dijadikan sebagai referensi pertimbangan pelegalan aborsi di Indonesia dengan
penambahan alasan-alasan lain seperti yang telah dituliskan sebelumnya. UU Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan yang kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan
pelaksana yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi, khusus terhadap pasal yang berkaitan dengan syarat dilegalkannya
pelaksanaan aborsi sekiranya perlu dilakukan perluasan dan penambahan agar dapat
melindungi pelaksanaan aborsi bagi pihak yang merasa mendesak untuk dilakukannya
aborsi.