Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering


ditemukan pada anak, hal ini terutama pada rentang usia 4 bulan sampai 4 tahun.
Para peneliti telah membuat berbagai kesimpulan, bahwa bangkitan kejang
demam berhubungan dengan usia, tingkatan suhu serta kecepatan peningkatan
suhu, termasuk faktor hereditas juga memiliki peran terhadap bangkitan kejang
demam dimana pada anggota keluarga penderita memiliki peluang untuk
mengalami kejang lebih banyak dibandingkan dengan anak normal. Kejadian
kejang demam terjadi pada 2%-4% anak-anak, dengan insiden puncak pada usia 2
tahun, 30% kasus kejang demam akan terjadi kembali pada penyakit demam
berikutnya, prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka
kematian mencapai 0,64%-0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam
sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsy sebanyak 2-7%.
Kejang demam dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan
intelegensi dan pencapaian tingkat akademik, 4% penderita kejang demam secara
bermakna mengalami tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi (Bulan,
2010). 2 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan–5 tahun.
Kejadian kejang demam di amerika serikat, amerika selatan, dan eropa barat
diperkirakan 2-4%. Dalam 25 tahun terakhir terjadinya kejang demam lebih sering
terjadi pada saat anak berusia ± 2 tahun (17-23 bulan). (Kadafi,2013) Di Indonesia
dilaporkan angka kejadian kejang demam 3-4% dari anak yang berusia 6 bulan–5
pada tahun 2012-2013. Di provinsi Jawa Tengah mencapai 2-3% dari anak yang
berusia 6 bulan–5 tahun pada tahun 2012- 2013.

Berdasarkan data yang ada diruang mawar RSUD Banyudono, pada 2014
di bulan november dan desember terdapat 7 kasus kejang demam dan ditahun
2015 selama 5 bulan terakhir terdapat 18 kasus kejang demam. Dari kejadian itu
dapat dilihat adanya peningkatan kejang demam dalam 1 tahun terakhir. [ CITATION
Abd16 \l 1033 ]
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep medis dari kejang pada anak ?
2. Bagaimana konsep keperawatan kejang pada anak ?
3. Bagaimana dampak terhadap pemenuhan kebutuhan manusia ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medis dari kejang pada anak
2. Untuk mengethaui konsep keperawatan kejang pada anak
3. Unruk mengetahui dampak terhadap pemenuhan kebutuhan manusia
BAB II

PEMBAHSAN

2.1 KONSEP MEDIS KEJANG


A. Definis
kejang demam merupakan gangguan neurologis akut yang paling
umum terjadi pada bayi dan anak-anak disebabkan tanpa adanya infeksi sistem
saraf pusat. Kejang demam terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun dan
jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia 3 tahun. Kejang demam
dapat terjadi bila suhu tubuh diatas 38oC dan suhu yang tinggi dapat
menimbulkan serangan kejang [ CITATION Sud18 \l 1033 ]
Menurut Maria (2011), setiap anak dengan kejang demam memiliki
ambang kejang yang berebda diaman anak dengan mabang kejang yang
rendah terjadi apabila suhu tubuh 38 derajat Celsius tetapi pada anak yang
memiliki ambang kejang yang tinggi terjadi pada suhu 40 derajat Celsius
bahkan bisa lebih dari itu.
B. Etiologi
Menurut Sodikin (2012). Penyebab kejang demam belum dapat
dipastikan. Sebagian besar anak, tingginya suhu tubuh tetapi bukan pada
kecepatan kenaikan suhu yang menjadi faktor pencetus serangan kejang
demam. Pada keadaan suhu demam melebihi 38,8ºC dan terjadi pada saat
tubuh naik bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama.
Menjelaskan bahwa penyebab kejang demam hingga saat ini belum
diketahui dengan pasti. Kejang demam tidak selalu timbul pada suhu yang
tinggi dikarenakan pada suhu yang tidak terlalu tinggi juga dapat
menyebabkan kejang. Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam
diantaranya adalah infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti otitis
media akut, bronkitis dan tonsilitis Sedangkan Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) menjelaskan bahwa penyebab terjadinya kejang demam antara lain
obat-obatan, ketidak seimbangan kimiawi seperti hiperkalemia, hipoglikemia,
asidosis, demam, patologis otak dan eklamsia (ibu yang mengalami hipertensi
prenatal, toksimea gravidarum). Selain penyebab kejang demam menurut data
profil kesehatan Indonesia yaitu didapatkan 10 penyakit yang sering rawat
inap di Rumah Sakit diantaranya 11 adalah diare dan penyakit gastroenteritis
oleh penyebab infeksi tertentu, demam berdarah dengue, demam tifoid dan
paratifoid, penyulit kehamilan, dispepsia, hipertensi esensial, cidera
intrakranial, indeksi saluran pernafasan atas dan pneumonia. Kejang pada
neonatus dan anak bukanlah suatu penyakit, namun merupakan suatu gejala
penting akan adanya penyakit lain sebagai penyebab kejang atau adanya
kelainan susunan saraf pusat. Penyebab utama kejang adalah kelainan bawaan
di otak sedangkan penyebab sekundernya adalah gangguan metabolik atau
penyakit lain seperti penyakit infeksi. Negara berkembang, kejang pada
neonatus dan anak sering disebabkan oleh tetanus neonatus, sepsis, meningitis,
ensefalitis, perdarahan otak dan cacat bawaan. Penyebab kejang pada
neontaus, baik primer maupun sekunder umumnya berkaitan erat dengan
kondisi bayi didalam kandungan dan saat proses persalinan serta masamasa
bayi baru lahir. Menurut penelitian yang dilakukan diIran, penyebab kejang
demam dikarena infeksi virus dan bakteri [ CITATION Dew14 \l 1033 ]
C. Klasifikasi
Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2
1. Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit, dan
umunya akan berehnti sendiri. Kejang berbentuk tonik dan klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tiak berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam kompleks
Kejang lama lebih dari 15 menti, kejang fokal atau persial, kejang
berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam (Wulandari & Erawati, 2016).
D. Manifestasi Klinis
Kejang Demam Ngastiyah (2014), menyebutkan bahwa kejang pada
anak dapat terjadi bangkitan kejang dengan suhu tubuh mengalami
peningkatan yang cepat dan disebabkan karena infeksi di luar susunan saraf
pusat seperti otitis media akut, bronkitis, tonsilitis dan furunkulosis. Kejang
demam biasanya juga terjadi dalam waktu 24 jam pertama pada saat demam
dan berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik,
klonik, tonik dan fokal atau akinetik. Pada umumnya kejang demam dapat
berhenti sendiri dan pada saat berhenti, anak tidak dapat memberikan reaksi
apapun untuk sejenak tetapi 12 setelah beberapa detik atau bahkan menit
kemudian anak akan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.[ CITATION
Nga14 \l 1033 ].
Djamaludin (2010) menjelaskan bahwa tanda dari anak yang
mengalami kejang sebagai berikut :
1. Suhu badan mencapai 39 derajatºC
2. Saat kejang anak kehilangan kesadaran, kadang-kadang napas terhenti
beberapa saat
3. Tubuh termasuk tangan dan kaki jadi kaku, kepala terkulai kebelakang
disusul munculnya gejala kejut yang kuat
4. Warna kulit berubah pucat bahkan kebiruan dan bola mata naik ke atas
5. Gigi terkatup dan kadang disertai muntah
6. Napas dapat berhenti selama beberapa saat
7. Anak tidak dapat mengontrol untuk buang air besar ataupun kecil
E. Faktor Resiko
1. Resiko kekambuhan kejang demam merupakan kejang demam yang terjadi
kedua kalinya sebanyak setengah dari pasien tersebut. Usia pada saat
kejang demam pertama merupakan faktor resiko yang paling penting
dalam kekambuhan ini, karena semakin muda usia pada saat kejang
demam pertama, semakin tinggi resiko keambuhan terjadi dan sebagai
perbandingan, sebanyak 20% yang memiliki kekambuhan kejang demam
pertama adalah usia tua lebih dari 3 tahun [ CITATION Gup16 \l 1033 ]
2. Status demam epileptikus adalah kejang demam yaang memiliki durasi
lebih dari 30 menit dan merupakan bentuk paling parah dan berpotensi
mengancam nyawa dengan konsekuensi jangka panjang dan bersifat gawat
darurat. Anak dengan kejang demam pertama memiliki potensi status
demam epileptikus dimana dikaitkan dengan usia yang lebih muda dan
suhu tubuh lebih rendah serta durasi yang lebih lama [ CITATION Gup16 \l
1033 ]
3. Faktor genetik atau keturunan misalnya pada orang tua dengan riwayat
kejang demam (pada masa kanak-kanak), saudara kandung dengan riwayat
kejang demam dan orang tua dengan riwayat epilepsi tanpa demam
[ CITATION Han16 \l 1033 ]
4. Konsekuensi kejang demam, anak yang mengalami kejang demam
sederhana memiliki resiko yang sangat rendah dibandingkan dengan
kejang demam kompleks karena pada kejang demam kompleks memiliki
durasi selama lebih 15-20 menit dan berulang dalam penyakit yang sama
(camfield, 2015).
F. Patofisiologi
Infeksi yang terjadi di luar kranial seperti tonsilitis,otitis media akut,
bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yabg bersifat toksik. Toksik yang
di hasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui
hematogen maupun limfogen.Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan
direspon oleh hipotalamus dengan menaikan pengaturan suhu di hipotalamus
sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secra sistematik. Naiknya
pengaturu=an suhu dihipotalamus akan merangsang kenaikan suhu tubuh di
bagian yang lain.seperti otot,kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi
otot.Naiknya suhu di hipotalamus,otot,kulit dan jaringan tubuh yang lain akan
disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostlaglandin.
Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningktan potensial aksi
pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion
natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju kedalam sel. Peristiwa
inilah yang di duga dapat menaikan fase deplasi neuron dengan cepat sehingga
timbul kejang[ CITATION Sef17 \l 1033 ].
G. Pathway
Konsentrasi K+ dalam sel
Infeksi mikroorganisme
neuron  dan nat 

Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler

Metabolisme basal 

Kebutuhan O2 

Difusi ion K dan Na

Lepasan muatan listrik

Meluas ke sel dan membran lain

KEJANG

Risiko kejang berulang < 15 menit > 15 menit Aktivitas otot


meningkat

Inkoordinasi kontraksi Tidak menimbulkan Suplay darah ke otak 


gejala sisa Metabolisme 
oto mulut dan lidah

Otak kekurangan O2
Mengaktifkan
RESIKO CEDERA Medula oblongata termoregulasi
kekurangan O2
Risiko kerusakan sel
neuron otak Suhu tubuh 
Penggunaan otot bantu
pernafasan
RESIKO PERFUSI
HIPERTERMIA
SEREBRAL TIDAK
POLA NAPAS EFEKTIF
TIDAK EFEKTIF
H. Komplikasi
komplikasi kejnag demam menurut Waskitho (2013) adalah
1. Kerusakan neurotransmiter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel ataupun membrane sel yang menyebabkan kerusakn pada
neuron
2. Epilepsi
Kerusakn pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsi yang sepontan
3. Kelainan antomi diotak
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat meyebabkan kelainan di
otak yang lebih banyak terjadi pada anak berumur 4 sampai 5 tahun
4. Kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam.
I. Pencegahan
Pencegahan kejang demam ialah tindakan menghilangkan penyebab
ketidaksesuaian yang potensial atau situasi yang tidak dikehendaki. Pencegahan
yang harus dilakukan pada anak yang mengalami kejang demam adalah sebagai
berikut :
1. Imunisasi adalah sengaja memasukkan vakisn yang berisi mikroba hidup yang
sudah dilemahkan pada balita yang bertujuan untuk mencegah dari berbagi
macam penyakit. Imunisasi akan memberikan perlindungan hidup pada balita
terhadap serangan penyakit tertentu. Apabila kondisi balita kurang sehat bisa
diberikan imunisasi karena suhu badannya akan meningkat sangat tinggi dan
beresiko mengalamikejang demam. Berbagai jenis vaksinasi atau imunisasi
yang saat ini dikenal dan diberikan kepada balita dan anak adalah vaksin
poliomyelitis, vaksin DPT (difteria, pertusis dan tetanus), vaksin BCG
(bacillius calmette guedrin), vaksin campak
2. Orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengamati anak
dengan cara jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak karena
benda tersebut justru dapat menyumbat jalan napas, anak harus dibaringkan
ditempat yang datar dengan posisi menyamping bukan terlentang untuk
menghindari bahaya tersedak, jangan memegangi anak untuk melawan, jika
kejang terus berlanjut selam 10 menit anak harus segera dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat dan setelah kejang berakhir jika <10 menit anak perlu
dibawa ke dokter untuk meniliti sumber demam terutama jika ada kekakuan
leher, muntah-muntah yang berat dana anak terus tampak lemas (Lissauer,
2013).
J. Penatalaksanaan
(Ngastiyah, 2014) menjelaskan bahwa terdapat 4 faktor untuk menangani
kejang demam diantaranya adalah pemberantasan kejang secepat mungkin,
pengobatan penunjang, memberikan pengobatan rumat serta mencari dan
mengobati penyebab.
1. Memberantas kejang secepat mungkin Pada saat pasien datang dalam keadaan
kejang lebih dari 30 menit maka diberikan obat diazepam secara intravena
karena obat ini memiliki keampuhan sekitar 80-90% untuk mengatasi kejang
demam. Efek terapeutinya sangat cepat yaitu kira-kira 30 detik dampai 5
menit. Jika kejang tidak berhenti makan diberikan dengan dosis fenobarbital.
Efek samping obat diazepam ini adalah mengantuk, hipotensi, penekanan
pusat pernapasan, laringospasme dan henti jantung
2. Pengobatan penunjang yaitu dengan melepas pakaian ketat yang digunakan
pasien, kepala pasien sebaiknya dimiringkan untuk mencegah aspirasi isi
lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
dan bila perlu dilakukan inkubasi atau trakeostomi serta penghisapan lendir
harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen. Fungsi vital seperti
kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung diawasi secara
ketat. Berikut tindakan pada saat kejang : (1) baringkan pasien ditempat yang
rata, kepala dimiringkan dan pasangkan sudip lidih yang telah dibungkus kasa
atau bila ada guedel lebih baik; (2) singkirkan benda-benda yang ada di sekitar
pasien dan lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan seperti ikat
pinggang dan gurita
3. Bila suhu tinggi berikan kompres secara intensif. Setelah pasien bangun dan
sadar berikan minum hangat, isap lendir sampai bersih, berikan oksigen boleh
sampai 4L/menit dan jika pasien upnea lakukan tindakan pertolongan.
Pengobatan rumat, pada saat kejang demam telah diobati kemudian diberikan
pengobatan rumat. Mekanisme kerja diazepam sangat singkat, yaitu berkisar
antara 45-60 menit sesudah di suntik. Oleh karena itu harus diberikan obat
antiepileptik dengan daya kerja lebih lama misalnya fenobarbital atau
defenilhidantoin. Fenobarbital diberikan langsung setalh kejang berhenti
dengan diazepam. Lanjutan pengobatan rumat tergantung dari pada keadaan
pasien. Pengobatan ini dibagi menjadi dua bagiam yaitu profilaksis intermiten
dan profilaksis jangka panjang
4. Mencari dan mengobati penyebab. Etiologi dari kejang demam sederhana
maupun epilepsi biasanya disebabkan oleh infeksi pernapasan bagian atas
serta otitis media akut. Cara untuk penanganan penyakit ini adalah dengan 20
pemberian obat antibiotik dan pada pasien kejang demam yang baru datang
untuk pertama kalinya dilakukan pengambilan pungsi lumbal yang bertujuan
untuk menyingkirkan kemung kinan terdapat infeksi didalam otak seperti
penyakit miningitis.
K. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak
perlu menyebabkan kematian, resiko seoranga anak sesudah menderita kejang
demam targantung faktor :
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat palingsedikit 2 dari 3faktor tersebut diatas, dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13% dibanding bila hanya
terdapat satua atau tidak sama sekali faktor tersebut, serangan kejang tanpa
demikian 2%-3% saja.
2.2 DAMPAK KEJANG TERHADAPA PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR
MANUSIA
Dampak Kejang Demam Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
a. Kebutuhan Oksigen
Dengan adanya peradangan pada bronchus, maka pertukaran oksigen
antara udara bebas dan udara paru-paru kurang efektif yang disebabkan
oleh adanya akumulasi sekret.
b. Pemenuhan Nutrisi
Kejang demam dapat mengakibatkan keadaan malnutrisi yang berlangsung
lama jika peningkatan kebutuhan kalori tidak dipenuhi karena terjadi
gangguan pada proses ingesti.
c. Hipertermi
Meningkatkan aktivitas seluler merangsang sel-sel seperti monosit, netrolit
dan makrofage melepaskan zat pirogen dan endogen.Impuls disampaikan
ke hipothalamus bagian thermoregulator, sehingga menimbulkan suhu
tubuh meningkat.
d. Cairan dan Elektrolit
Dengan adanya peradangan, maka metabolisme tubuh akan meningkat.
Dengan meningkatnya metabolisme tubuh, bagi anak merupakan salah
satu faktor untuk mendukung terjadinya kekurangan cairan dan elektrolit
tubuh.Hal ini dapat diperberat oleh adanya demam sehingga dapat
menimbulkan dehidrasi.
e. Aktivitas
Tidak terbentuknya Aglutinase Protein (ATP) didalam mitokondria akibat
penurunan perfusi oksigen ke sel akan menimbulkan kelemahan
(weakness) dan kelelahan (fatique). Hal ini karena ATP merupakan bahan
dasar untuk melakukan aktivitas.
f. Psikologis
Apabila keluarga tidak mengetahui tentang penyakit dan prognosis
penyakit, maka akan meningkatkan kecemasan pada keluarga
2.3 KONSEP KEPERAWATAN KEJANG PADA ANAK
A. Pengkajian
I. Identitas klien
Nama : An. A
Usia : tahun
Jenis kelamin : Tidak Terkaji
Agama : Tidak Terkaji
Alamat : Tidak Terkaji
Pendidikan : Tidak Terkaji
Pekerjaan : Tidak Terkaji
Suku Bangsa : Tidak Terkaji
Tanggal masuk : Tidak Terkaji
Tanggal Keluar : Tidak Terkaji
No. Registrasi : Tidak Terkaji
Diagnosa Medis : Gagal Ginjal Kronik
II. Identitas Penganggung Jawab
Nama : (tidak ditemukan)
Umur : (tidak ditemukan)
Hubungan dengan Pasien : (tidak ditemukan)
Pekerjaan : (tidak ditemukan)
Alamat : (tidak ditemukan)
III. Keluhan Utama
Biasanya klien sering mengeluhankan apa yang klien rasakan saat itu.

IV. Riwayat Keperawatan


a. Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi
penyakit terutama pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat
menanyakan berapa lama keluhan penurunan jumlah urine output
dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada
hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca
perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar
nluas, cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan
infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau pemakaian
antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta adanya
riwayat trauma langsung pada ginjal.
b. Riwayat kesehatan terdahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi
sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang
riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
1. Riwayat keluarga (+)
2. Riwayat keluarga (+)
V. Pola Kebutuhan Dasar
1. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan : tidak terkaji
2. Pola Nutrisi Metabolik
Sebelum sakit : Tidak Terkaji
Sesudah sakit : Tidak Terkaji
3. Pola Eliminasi
BAB
Sebelum sakit : Tidak Terkaji
Sesudah sakit : Tidak Terkaji
BAK
Sebelum sakit : Tidak Terkaji
Sesudah sakit : Tidak Terkaji
4. Pola Eliminasi dan Latihan
1) Aktivitas : Tidak Terkaji
2) Latihan : Tidak Terkaji
Sebelum sakit : Tidak Terkaji
Sesudah sakit : Tidak Terkaji
VI. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Tidak terkaji
b. Tanda Tanda Vital
Suhu badan :oC
Nadi : x/m
RR : x/m
TD : mmHg
SPO2 : mmHg
c. Keadaan Fisik
1) Kepala dan Leher : Tidak terkaji
2) Dada : Tidak terkaji
3) Paru : Tidak terkaji
4) Jantung : Tidak terkaji
5) Payudara dan Ketiak : Tidak terkaji
6) Abdomen : Tidak terkaji
7) Genetika : Tidak terkaji
8) Integument : Tidak terkaji
9) Genetalia : Tidak terkaji
10) Ekstremitas : Tidak terkaji
11) Status Mental : Tidak terkaji
12) Pengkajian Saraf Cranial : Tidak terkaji
13) Pemeriksaan Refleks : Tidak terkaji
Pola Kognitif dan Persepsi : Tidak terkaji
Pola Persepsi dan Konsep Diri: Tidak terkaji
d. Pola Tidur dan istirahat
Sebelum Sakit : Tidak terkaji
Sesudah sakit : Tidak terkaji
e. Pengkajian Psikososial
1. Anak : Perkembangan psikososial, kemampuan
beradaptasi dengan penyakit, mekanisme koping yang
digunakan
2. Keluarga : Respon emosional keluarga, koping yang
digunakan keluarga, penyesuaian keluarga terhadap stress
B. Diagnosa
1. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)
Kategori : Fisilogis
Subkategori : Respirasi
2. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (0017)
Kategori : Fisilogis
Subkategori : Sirkulasi
3. Hipertermia (D.0130)
Kategori : lingkungan
Subkategori : keamanan dan proteksi
4. Risiko Cedera (D.0136)
Kategori : Lingkungan
Subkategori : kemana dan proteksi
C. INTERVENSI

No SDKI SLKI SIKI RASIONAL


.
1. Pola Napas Tidak Efektif Pola Napas (L.01004) Manajemen jalan napas Tindakan
(D.0005) Setelah melakukan pengkajian (I.01011) Observasi :
selama 3 × 24 jam pola napas 1. Untuk mengethaui
Definisi : meningkat, dengan kriteria Definisi : pola napas pasien
Inspirasi dan/atau ekspirasi hasil : Mengidentifikasi dan mengelola 2. Untuk mengetahui
yang tidak memberikan kepatenan jalan napas. adanya bunyi napas
ventilasi adekuat b.d 1. Tingkat kesadaran cukup tambahan
Gangguan neuromuscular, meningkat Tindakan :
3. Untuk mengetahui
Gangguan neurologis (mis. 2. Dispnea cukup menurun Observasi :
adanya sputum atau
elektroensefalogram [EEG] 3. Bunyi napas tambahan 1. Monitor pola napas
penghambat jalan
positif, cedera kepala, cukup menurun 1. Monitor bunyi napas
napas
gangguan kejang) d.d 4. Pusing cukup menurun tambahan (mis. Gurgling,
Dispnea, Penggunaan otot 5. Diaphoresis cukup wengi, wheezing, rongkhi
Terapeutik:
bantu pernapasan menurun kering)
1. Untuk meperthankan
6. Gelisah cukup menurun Terapeutik :
jalan napas jika
7. Sianosis cukup membaik 1. Pertahankan kepatenan
terjadi trauma
8. Pola napas cukup jalan napas dengan head-
servikal.
membaik tilt dan chin-lift (jaw-
2. Untuk membuka
9. Warna kulit cukup thrust jika curiga trauma
jalan napas
membaik servikal)
2. Pastikan semi-fowler atau 3. Untuk mengetahui
fowler keadaan paru-paru
3. Berikan minum hangat klien
4. Lakukan fisioterapi dada, 4. Untuk
jika perlu menghilangkan
5. Keluarkan sumbatan lendir dari jalan
benda padat dengan napas
forsep McGill 5. Untuk dapat
6. Berikan oksigen, jika melakukan teknik
perlu pemberian oksigen
Edukasi dengan konsentrasi
1. Anjurkan asupan cairan tinggi
ml/hari, jika tidak 6. Untuk mengilangkan
kontraindikasi sumbatan pada jalan
Kolaborasi : napas
Kolaborasi pemberian 7. Untuk memenuhi
bronkodilator, ekspektoran, kebutuha oksigen
mukolitik, jika perlu pasien
Edukasi :
1. Untuk memenuhi
kebutuhan cairan
2. Untuk mengeluarkan
dahak.
Kolaborasi :
1. Agar dapat
memaksimalkan
serapan oksigen
klien

1 Resiko Perfusi Serebral Perfusi Perifer L.02011 Manajemen Penigkatan Obsevasi


Tidak Efektif (0017) Keadekuatan aliran darah Teanan Intrakranial (I.06194) 1. Untuk mengethaui
Definisi : Beresiko pembuluh darah distal untuk Definisi : mengidentifikasi dan penyebab peningkatan
mengalami penurunan
menunjang fungsi jaringan. mengelola peningkatan tekanan TIK
sirkulasi darah pada level
kapiler yang dapat Kriteria Hasil dalam rongga kranial. 2. Untuk mengethaui tanda
mengganggu metabolisme
Setelah dilakukan Tindaka dan gejala TIK
tubuh b.d Trauma
tindakan keperawatan Observasi 3. Untuk mengetahui ICP
selama 3x24 jam 1. Observasi penyebab 4. Untuk mengetahui CPP
masalah perfusi perifer peningkatan TIK (mis. Lesi, 5. Untuk mengetahu
diharapakan meningkat gangguan metabolisme, gelombang ICP
dan teratasi dengan indikator: edema serebral) 6. Untuk mengetahui
1. Denyut nadi perifer 2. Monitor tanda/gejala kondisi pernapsan
meningkat peningktan TIK (mis. 7. Untuk mengetahui
2. Warna kulit pucat menurun Tekanan darah meningkat, keseimbangan cairan
3. Akral membaik tekanan nadi melebar, 8. Untuk mengetahui cairan
4. Turgor kulit membaik bradikardi, pola napas serebro-spinal
ireguler, kesadaran menurun) Terapeutik
3. Monitor ICP (intra cranial 1. Untuk meminimalkan
pressure), jika perlu stimulus
4. Monitor CPP (cerebral 2. Untuk membantu
prefusion pressure), jika membuka jalan napas
perlu 3. Untuk mengehindari
5. Monitor gelombang ICP menuver valsava
6. Monitor status pernapasan 4. Untuk menghindari
7. Monitor intake dan output resiko cedera
cairan 5. Untuk menghindari
8. Monitor cairan serebro- terjadinya hipertermi
spinalis (mis. Warna, Kolaborasi
konsistensi)
Terpeutik
1. Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan
yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari manuver valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari pemberian cairan IV
hipotonik
6. Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi
5. Hipertermia (D. 0130) Termoregulasi (L. 14134) Manajemen Hipertermia Manajemen Hipertermia
Kategori : Lingkungan Setelah dilakukan intervensi (I.15506) Observasi
Subkategori : Keamanan keperawatan 3x 24 jam masalah Definisi 1. Hipertermi adalah
dan Proteksi terhadap termogulasi dapat Mengidentifikasi dan mengelola suhu tubuh
Definisi diatasi dengan indicator: peningkatan suhu tubuh akibat meningkat di atas
Suhu tubuh meningkat di atas 1. Kulit merah (3) disfungsi termoregulasi. rentang normal
rentang normal tubuh b.d 2. Kejang (3) Tindakan tubuh. Penting untuk
Dehidrasi, Proses penyakit 3. Suhu tubuh(3) Observasi kita mengidentifikasi
( mis. Infeksi, kanker), 4. Suhu kulit (3) 1. Identifikasi penyebab penyebab hipertermi
Respon trauma d.d Suhu hipertermia karena dengan
tubuh di atas normal, Kulit 2. Monitor suhu tubuh demikian kita dapat
merah, Kejang, Kulit terasa 3. Monitor kadar elektrolit mengambil tindakan
hangat 4. Monitor haluaran Urine keperawatan yang
5. Monitor komplikasi akibat tepat untuk
hipertermia menurunkan suhu
Terapeutik tubuh pasien.
1. Sediakan lingkungan yang 2. Suhu tubuh adalah
dingin ukuran dari
2. Longgarkan atau lepaskan kemampuan tubuh
pakaian dalam menghasilkan
3. Basahi dan kipasi permukaan dan menyingkirkan
tubuh hawa panas. Dengan
4. Berikan cairan oral memonitor suhu
5. Ganti linen setiap hari atau tubuh kita dapat
lebih sering jika mengalami mengetahui
hyperhidrosis (keringat berlebih) perkembangan suhu
6. Lakukan pendinginan tubuh pasien
eksternal (mis. Selimut 3. Kadar elektrolit dapat
hipertermia/kompres dingin meningkat dan
pada dahi, leher, dada, abdomen, menurun seiring
aksila) perubahan kondisi
7. Hindari pemeberian cairan tubuh. Tiap
antipiretik/aspirin elektrolit tersebut
8. Berikan Oksigen jika perlu memainkan peran
Edukasi penting dan spesifik
1. Anjurkan tirah baring dalam tubuh kita
Kolaborasi untuk itu perlu
1. Kolaborasi pemberian cairan memonitor kadar
dan elektrolit intravena, jika elektolit pasien agar
perlu. tidak terjadi
gangguan elektrolit.
4. Untuk menegtahui
haluaran urine
5. Untuk mengetahui
komplikasi terkait
hipertermia
Terapeutik
1. Untuk memaksimalkan
penyediaaan lingkungan
yang dingin
2.Untuk menegefektikan
kenyamanan penggunaan
pakaian yang Longgar atau
lepaskan pakaian
3. Untuk memberikan
kenyamanan tubuh dengan
cara memasahi dan
mengipasi permukaan tubuh
4. Untuk memberikan cairan
oral sebagai intervensi lanjut
5. Untuk mengganti linen
setiap hari atau lebih sering
jika mengalami
hyperhidrosis (keringat
berlebih)
6. Untuk melakukan
pendinginan eksternal (mis.
Selimut
hipertermia/kompres dingin
pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
7. Untuk menghindari
pemeberian
antipiretik/aspirin
8. Untuk pemberian Oksigen
pada kondisi yang
membutuhkan
Edukasi
1. Tirah baring adalah
perawatan kedokteran
yang melibatkan
berbaringnya pasien di
temmpat tidur untuk
suatu jangka yang
sinambung. Perawatan
ini diperlakukan untuk
suatu penyakit atau
kondisi medis tertentu.
Tirah baring biasanya
diperuntukkan untuk
pasien yang
mendapatkan perawatan
dirumah atau di rumah
sakit jika tidak
memungkinkan di
rumah.
Kolaborasi
Kebutuhan cairan dan
elektrolit merupakan suatu
proses dinamik karena
metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan
yang tetap dalam berespon
terhadap stressor fisiologis
dan lingkungan.
Berkolaborasi memberikan
cairan dan elektrolit IV
bertujuan untuk menjaga
keseimbangan cairan dan
elektrolit di dalam tubuh
pasien.
4. Risiko Cedera (D.0136) Tingkat Cedera (L.14136) Pencegahan cedera (I.14537) Pencegahan cedera
Kategori : lingkungan Definisi Definisi Observasi
Subkategori : keamanan dan Keparahan dari cedera yang Mengidentifikasi dan 1. Untuk
proteksi diamati atau dilaporkan . menurunkan risiko mengalami mengidentifikasi
Definisi : beresiko Setelah dilakukan tindakan bahaya atau kerusakan fisik lingkungan yang bisa
mengalami bahaya atau keperawatan selama 3x24 jam Observasi : menyebabkan cedera
kerusakan fisik yang masalah resiko cedera 1. Identifikasi lingkungan yang 2. Untuk mencegah
menyebabkan seseorang diharapkan berpotensi menyebabkan obat yang bisa
tidak lagi sepenuhnya sehat menurun dengan kriteria hasil cedera menyebabkan cedera
atau dalam kondisi baik b.d : 2. Identifikasi obat yang 3. Untuk menghindari
Terpapar patogen, Perubahan 1. Kejadian cedera berpotensi menyebabkan cedera
orientasi afektif, Hipoksia Menurun cedera Terpeutik
jaringan. 2. Luka/lecet Terapeutik : 1. Agar bisa
Ketegangan otot menurun 1. Sediakan pencahayaan yang memperhatikan
memadai lingkungan sekita
2. Pastikan bel panggilan atau 2. Untuk membuat tidur
telepon mudah dijangkau nnyaman
3. Pastikan barang-barang 3. Untuk menghindari
pribadi mudah di jangkau terjadinya cedera
4. Pastikan roda tempat tidur 4. Untuk menghindari
atau kursi roda dalam kondisi pasien terjatuh
terkunci 5. Untuk menghindari
5. Diskusikan mengenai latihan klien terjatuh
dan terapi fisik yang 6. Untuk membantu
diperlukan pasien dalam
6. Diskusikan bersama anggota eliminasi urine
keluarga yang dapat 7. Untuk menghindari
mendampingi pasien pasien terjatuh
7. Tingkatkan frekuensi 8. Untuk menghindari
observasi dan pengawasan pasien terjatuh dari
pasien, sesuai kebutuhan tempat tidur
Edukasi : 9. Untuk menghindari
8. Jelaskan alasan intervensi tempat tidur dan
pencegahan jatuh ke pasien kursi roda bergerak
dan keluarga dengan sendirinya
10. Untuk menghindari
pasien terjatuh
11. Untuk mengetahui
ketika pasien
beresiko akan jatuh
12. Untuk melatih fisik
pasien
13. Untuk membnatu
mobilitas pasien
14. Agar menghindari
pasien terjatuh
Edukasi
1. Agar keluarga paham
dengan tindakan
yang akan diberikan
2. untuk menghindari
pasien jatuh saat
akan berdiri

Anda mungkin juga menyukai