Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

DHF (Dengue Haemoragic Fever) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti betina. Penyakit ini biasa disebut

Demam Berdarah Dengue. Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit ini, yaitu fase

demam, fase kritis, dan fase penyembuhan. Sampai saat ini belum ditemukan obat yang

dapat membunuh virus demam berdarah, tetapi penyakit ini dapat dicegah dengan

memutuskan mata rantainya. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan cara kimia,

seperti pengasapan/fogging, secara biologi yaitu dengan memelihara ikan pemakan jentik

nyamuk, dan secara fisik yaitu dengan kegiatan 3M (menguras, menutup, dan mengubur)

barang-barang bekas yang dapat menampung air.

Menurut World Health Organization (WHO) populasi di dunia diperkirakan berisiko

terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3 miliar terutama yang tinggal di daerah perkotaan di

negara tropis dan subtropis. Saat ini juga diperkirakan ada 50 juta infeksi dengue yang

terjadi diseluruh dunia setiap tahun. Diperkirakan untuk Asia Tenggara terdapat 100 juta

kasus demam dengue (DBD) dan 500.000 kasus DHF yang memerlukan perawatan di rumah

sakit, dan 90% penderitanya adalah anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun dan jumlah

kematian oleh penyakit DHF mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian setiap

tahunnya (WHO, 2012).

Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun

1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia

1
(Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh

Indonesia (Buletin Jendela Epidemiologi, Volume 2, 2010).

Sebagian pasien DHF yang tidak tertangani dapat mengalami Dengue Syok Syndrome

(DSS) yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini dikarenakan pasien mengalami devisit

volume cairan akibat meningkatnya permeabilitas kapiler pembuluh darah sehingga darah

menuju luar pembuluh. Sebagai akibatnya hampir 35 % pasien DHF yang terlambat

ditangani di rumah sakit mengalami syok hipovolemik hingga meninggal. Saat ini angka

kejadian DHF di rumah sakit semakin meningkat, tidak hanya pada kasus anak, tetapi pada

remaja dan juga dewasa. Oleh karena itu, diharapkan perawat memiliki keterampilan dan

pengetahuan yang cukup dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan DHF di

rumah sakit.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari DHF?

2. Bagaimana epidemologi penyakit DHF?

3. Bagaimana etiologi dari DHF?

4. Bagaimana patofisiologi penyakit DHF?

5. Apa saja manifestasi klinis dari penyakit DHF?

6. Apa saja klasifikasi dan komplikasi penyakit DHF?

7. Apa saja pemeriksaan penunjang penyakit DHF?

8. Bagaimana penatalaksanaan untuk klien DHF?

9. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada pasien DHF?

2
C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Menyelesaikan tugas makalah Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Penyakit

DHF. Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan asuhan keperawatan dan

meningkatakan kualiatas hidup pasien penderita DHF.

2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tentang penyakit DHF

2. Untuk mengetahui epidemologi penyakit DHF.

3. Untuk mengetahui etiologi DHF

4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit DHF.

5. Untuk mengetahui manifestasi dari penyakit DHF

6. Untuk mengetahui klasifikasi dan komplikasi penyakit DHF.

7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit DHF.

8. Untuk mengetahui penatalaksaan untuk pasien DHF.

9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada pasien yang
mengalami penyakit DHF.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian DHF (Dengue Haemoragic Fever)

DHF (Dengue Haemoragic Fever) atau di kenal sebagai Demam Berdarah diduga

diambil namanya dari gejala penyakitnya yaitu adanya demam/panas dan adanya

pendarahan (Arita Muwani, 2009).

Penyakit Demam Berdarah (DBD) atau Dengue Haemoragic Fever (DHF) ialah

penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypty dan Aedes albopictus (H. Akhsin Zulkoni, 2011).

DHF adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat serotype virus

dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi,

manifestasi perdarahan, hematomegali dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai

timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma

yang dapat menyebabkan kematian (C.D. Sucipto, 2011).

Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa DHF adalah penyakit

fibris virus akut yang terdapat pada anak dan dewasa yang disebabkan oleh virus

dengue melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty yang ditemukan diseluruh belahan

dunia terutama di negara-negara tropik dan subtropik dengan gejala utama demam,

nyeri otot dan sendi, sakit kepala, nyeri tulang, ruam, leukopenia yang biasanya

memburuk setalah 2 hari pertama.

4
2. Epidemologi

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara

yang paling ringan, demam dengue, DBD dan demam dengue yang disertai renjatan

atau dengue shock syndrome (DSS) ditularkan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi.

Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan

ekspansi geografis ke negara-negara baru dan, dalam dekade ini, dari kota ke lokasi

pedesaan (WHO, 2009).

Wabah demam dengue di Eropa meletus pertama kali pada tahun 1784, sedangkan

di Amerika Selatan wabah itu muncul diantara tahun 1830 – 1870. Di Afrika wabah

demam dengue hebat terjadi pada tahun 1871 – 1873 dan di Amerika Serikat pada

tahun 1922 terjadi wabah demam dengue dengan 2 juta penderita.

Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi, yang

terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang dengan

kematian sebanyak 800 orang lebih(Kusriastuti R. Depkes RI. 2005). Pada tahun-tahun

berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna

dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang

dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun

2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR 0,89%

(Kusriastuti R. Depkes RI. 2010).

Di beberapa negara penularan virus dengue dipengaruhi oleh adanya musim,

jumlah kasus biasanya meningkat bersamaan dengan peningkatan curah hujan. Di

Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas, akan tetapi secara garis

5
besar dapat dikemukakan bahwa jumlah penderita meningkat antara bulan September

sampai Februari dan mencapai puncaknya pada bulan Januari. Di daerah urban yang

berpenduduk padat puncak penderita adalah bulan Juni-Juli hal ini bertepatan dengan

awal musim kemarau. Dari pengamatan di Surabaya antara tahun 1987-1991

menunjukkan bahwa distribusinya berubah-ubah dan puncaknya mengikuti pola

perubahan kejadian musim hujan ke musim panas atau sebaliknya.

Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi adalah pada kelompok umur

<15 tahun 95% dan mengalami pergeseran dengan adanya peningkatan proporsi

penderita pada kelompok umur 15-44 tahun, sedangkan proporsi penserita pada

kelompok >45 tahun sangat rendah (Wirahjanto A, Soegijanto S edisi 2. 2006).

3. Etiologi

1. Virus dengue

Berdiameter 40 monometer dapat berkembang biak dengan baik pada

berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia, maupun

sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).

Diketahui ada empat jenis virus yang mengakibatkan demam berdarah yaitu DEN-

1, DEN-2, DEN3, dan DEN-4.

2. Nyamuk aedes aegypti

Yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polyne siensis,

infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup

terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe

jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).

6
3. Host (pembawa)

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan

mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih

mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue

tipe lainnya.

4. Patofisiologi

Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatkan

permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke

ruang ekstra selular.

Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah

viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri

otot,, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie),

hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar

getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa (splenomegali)

Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume

plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinema serta efusi dan

renjatan (syok).

Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit >20%) menunjukkan atau

menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma (plasma leakage) sehingga

nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pembesaran cairan intravena. Oleh

karena itu pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hematokrit darah

berkala untuk mengetahui berapa persen hemokonsentrasi yang terjadi. Rumus

perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut:

7
A−B
x 100 %=C
B

Keterangan:

A = Ht tertinggi selama dirawat

B = Ht saat pulang

C = prosentase hematokrit

Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan

kebocoran plasma terah teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi

kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung.

Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami

kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa

mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul

anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan

baik.

Ganggaun hemostasis pada DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir

seluruh alat tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal. Hati

umumnya membesar dengan perlemakan dan koagulasi nekrosis pada daerah sentral

atau parasentral lobulus hati.

8
Kompleks
Infeksi Dengue
antigen antibodi
+ komplemen

Demam Mual, Hepato- Alkalosis Trombosit- Vaskulitis Reaksi


Muntah megali respiratorik openia Imunologik
(trauma
dengan
salisilat)

Dehidrasi Hemoragik Permeabilitas


diastensis vaskular Derajat I
meningkat

Hemokonsentrasi
Kebocoran Hipoproteinemia
Plasma
Efusi Serosa

Hiponatremia Derajat II
Hipovolemia Peningk Penurunan
atan ekskresi
reabsorb Na+ urine &
si air dan peningkata
Hipotens Na+ oleh n
a ginjal osmolalitas

Syok
Derajat III

Hipoksiaj Derajat IV
aringan

DIC Asidosis
metabolik
Perdarahan Masif

Kematian

Gambar 1.1 Patofisiologi DHF

9
5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada DHF yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF

dengan masa inkubasi antara 13-15 hari. Penderita biasanya mengalami demam akut

(suhu meningkat tiba-tiba), sering disertai menggigil, saat demam pasien kompos

mentis.

Fase pertama yang relatif ringan dengan demam mulai mendadak, malaise

muntah, nyeri kepala, anoreksia, dan batuk. Pada fase kedua penderita biasanya

menderita ekstremitas dingin, lembab, badan panas, maka merah, keringat banyak,

gelisah, iritabel, dan nyeri mid-epigastrik. Seringkali ada petekie tersebar pada dahi

dan tungkai, ekimosis spontan mungkin tampak, dan mudah memar serta berdarah

pada tempat fungsi vena adalah lazim. Ruam makular atau makulopopular mungkin

muncul dan mungkin ada sianosis sekeliling mulut dan perifer. Nadi lemah cepat dan

kecil dan suara jantung halus. Hati mungkin membesar sampai 4-6 cm dibawah tepi

costa dan biasanya keras agak nyeri. Kurang dari 10% penderita ekimosis atau

perdarahan saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa syok yang tidak terkoreksi.

Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DHF, gambaran klinis

lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF adalah:

1. Keluhan pada saluran pernapasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan

2. Keluhan pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, tidak nafsu makan

(anoreksia), diare, konstipasi

3. Keluhan sistem tubuh yang lain seperti nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot,

tulang dan sendi (break bone fever), nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-

10
pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan (fushing) pada muka,

pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotofobia, otot-otot sekitar mata sakit

bila disentu dan pergerakan bola mata terasa pegal.

Patokan WHO (1975) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut:

1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.

2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji turniket positif dan salah

satu bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),

hematemesis, dan atau melena.

3. Perbesaran hati

4. Renjatan yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan darah

menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolik 20

mmHg atau kurang), disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama

pada ujung hidung, jari, dan kaki, penderita gelisah, timbul sianosis disekitar

mulut.

Gambaran klinis kemungkinan terjadinya renjatan hari ke-3 sampai hari ke-7:

1. Perubahan sensorik dan nyeri perut

2. Perdarahan nyata selain perdarahan kulit

3. Terdapatnya efusi pleura atau asites

4. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih

5. Trombosit kurang dari 50.000/mikroliter

11
6. Hiponatremia dengan Na urine <10 mmol/L

7. EKG abnormal

8. Hipotensi

6. Klasifikasi

Menurut WHO (1986) DHF diklasifikasi berdasarkan derajat beratnya penyakit,

secara klinis dibagi menjadi 4, sebagai berikut:

1. Derajat I

Demam disertai dengan gejala konstitusional non spesifik, satu-satunya

menifestasi perdarahan adalah tes torniket positif dan atau mudah memar.

2. Derajat II

Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada derajat I, biasanya pada bentuk

perdarahan kulit atau perdarahan lain.

3. Derajat III

Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah

(hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung, dan ujung jari (tanda-tanda

dini renjatan).

4. Derajat IV

Syok hebat dengan dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi.

12
7. Komplikasi

Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :

a. Perdarahan luas.

Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan

jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati,

trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam

sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan

terlihat pada uji tourniquet positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan

saluran cerna, hematemesis dan melena.

b. Kegagalan sirkulasi

DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7,

disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran

plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia,

hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik

vena (venous return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung,

sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi

jaringan.

DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity dan

integritas system kardiovaskur, perfusi miokard dan curah jantung menurun,

sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel

secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien

akan meninggal dalam 12-24 jam.

13
c. Hepatomegali

Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan

nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler.

Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak

dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody.

d. Efusi pleura

Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan

ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya

cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak

napas.

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Darah

1) Trombosit menurun.

2) HB meningkat lebih 20 %.

3) HT meningkat lebih 20 %.

4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3.

5) Protein darah rendah.

6) Ureum PH bisa meningkat.

7) NA dan CL rendah

14
b. Serologi :

Uji serologi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan menjadi:

1) Uji serologi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa akut

dan konvalesen.

2) Uji serologi memakai serum tunggal, yaitu uji dengue blood yang mengukur

antibodi.

c. Uji test tourniket (+)

Tes torniket dilakukan dengan menggembungkan manset tekanan darah pada

lengan atas sampai titik tengah antara tekanan sistolik dan diasolik selama 5

menit. Tes dianggap positif bila ada petekie 20 atau lebih per 2,5 cm (1 inchi). Tes

mungkin negatif atau positif ringan selama fase syok berat. Ini biasanya menjadi

positif kuat, bila tes dilakukan setelah pemulihan dari syok.

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut:

a) Tirah baring atau istirahat baring

b) Diet makanan lunak

c) Minum banyak 50 ml/Kg BB dalam 4-6 jam pertama dapat berupa : susu, teh

manis, sirup, jus buah, dan oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling

penting bagi penderita DHF. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, memberikan

cairan rumatan 80-100ml/Kg BB dalam 24 jam berikutnya.

15
d) Pemberian cairan intravena pada pasien DBD tanpa renjatan dilakukan bila pasien

terus menerus muntah sehingga tidak mungkin diberikan makanan per oral atau

didapatkan nilai hematokrit yang bertendensi terus meningkat (>40 vol %).

Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan

elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan Nacl 0,9%.

e) Cairan-cairan yang digunakan untuk penggantian volume dengan cepat

mencangkup berikut ini:

1) Kristaloid

Larutan ringer laktat (RL) atau dektrose 5% dalam larutan RL (D5/RL),

larutan ringer asetat (RA) atau dektrose 5% dalam larutan asetat (D5/RA),

larutan garam faali (D5/GF).

2) Koloid

Dekstran 40 dan plasma.

f) Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernapasan) jika kondisi

pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.

g) Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit setiap hari.

h) Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau

dipiron (kolaborasi dengan dokter). Juga pemberian dengan kompres dingin.

i) Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.

j) Pemberian antibiotika bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder (kolaborasi

dengan dokter)

16
k) Monitor tanda-tanda dini renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda

vital, hasil-hasil pemeriksan laboratorium yang memburuk.

l) Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter).

B. Asuhan Keperawatan DHF

1. Pengkajian

a. Identitas

b. Pemeriksaan fisik

1) Aktivitas / istirahat

Gejala: lemah, lelah

2) Sirkulasi

Gejala: epitaksis, hematoma, perdarahan gusi.

Tanda: nadi cepat dan lemah, hipotensi

3) Makanan / cairan

Gejala: mual muntah, anoreksia, haus

Tanda: mukosa mulut kering

4) Neurosensori

Gejala: sakit kepala, suhu tubuh tinggi

Tanda: menggigil, takikardi

5) Nyeri / kenyamanan

Gejala: nyeri ulu hati

17
6) Pernafasan

Gejala: nafas dangkal

Tanda: nadi cepat, lemah

2. Diagnosa keperawatan

a. Kekurangan volume cairan berhubungan denfan peningkatan permeabilitaas

kapiler.

b. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan ketidakefektifan

termoregulasi sekunder terhadap infeksi virus dengue.

c. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan faktor-faktor

pembekuan darah.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya

nafsu makan, mual muntah

e. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi otot.

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolis

sekunder terhadap inflamasi virus.

g. Gangguan pola tidur berhubungan denga perubahan lingkungan sekunder /

hospitalisasi.

h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

18
3. Perencanaan Keperawatan

a. Diagnosa 1 : Kekurangan volume cairan berhubungan denfan peningkatan

permeabilitaas kapiler.

Tujuan : kebutuhan cairan pasien terpenuhi

Kriteria Hasil :

1) Mukosa bibir lembab

2) Pasien minum 6- 8 gelas / hari

3) TTV batas normal

Intervensi :

1) Mengobservasi TTV tiap jam

R/ Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui dengan cepat

penyimpangan dari keadaan normal.

2) Anjurkan pasien banyak minum ± 1800-2000 ml/hari

R/ Mencegah kehilangan cairan tubuh

3) Catat intake/output cairan tiap 24 jam

R/ Memberi informasi tentang ketidakadekuatan volume cairan dan kebutuhan

pengganti.

4) Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena\

R/ Untuk mempertahankan / mengganti cairan dalam tubuh.

5) Kolaborasi dalam pemeriksaan lab.

R/ Untuk mengetahui tingkat kebocoran plasma dalam pembuluh darah yang

dialami pasien.

19
b. Diagnosa 2 : Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan

ketidakefektifan termoregulasi sekunder terhadap infeksi virus dengue.

Tujuan : Suhu tubuh dalam batas normal

Kriteria Hasil :

1) Pasien mengatakan badannya tidak panas lagi

2) Suhu tubuh normal

3) Nadi 80-100 x/m

Intervensi :

1) Mengobservasi TTV

R/ Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

2) Anjurkan pasien banyak minum ± 1,5-2 L/hari

R/ Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat

sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak / adekuat.

3) Libatkan keluarga untuk tindakan kompres air hangat

R/ pemindahan panas secara konsuksi

4) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik

R/ dapat membantu menurunkan panas.

c. Diagnosa 3 : Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

penurunan faktor-faktor pembekuan darah.

Tujuan : Perfusi jaringan adekuat

Kriteria Hasil :

1) Menunjukkan perbaikan perfusi yang dibuktikan oleh adanya nadi perifer /

sama, tidak ada edema.

20
2) Peningkatan perilaku atau tindakan yang meningkatkan perfusi jaringan.

3) Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.

Intervensi :

1) Observasi TTV

R/ Hipotensi atau bradikardi menandakan adanya penurunan aliran darah,

perubahan kulit.

2) Anjurkan pasien untuk banyak istirahat

R/ Aktivitas yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan sehingga

terjadi penurunan suplai darah.

3) Pantau frekuensi jantung / irama.

R/ Frekuensi dan irama jantung dapat menentukan adanya komplikasi.

4) Kolaborasikan pemberian oksigen tambahan.

R/ Meningkatkan jumlah sediaan oksigen untuk kebutuhan sirkulasi.

d. Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan menurunnya nafsu makan, mual muntah.

Tujuan : Nutrisi pasien terpenuhi

Kriteria Hasil :

1) Pasien tidak lemah

2) Makanan habis 1 porsi setiap kali makan

3) Nafsu makan meningkat

4) Mual dan muntah tidak ada

21
Intervensi :

1) Timbang berat badan

R/ Untuk mengetahui status gizi pasien.

2) Beri edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh

R/ Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi sehingga motivasi makan

meningkat.

3) Kaji makanan yang disukai

R/ Menambahkan atau merangsang nafsu makan

4) Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.

R/ Meningkatkan asupan nutrisi tanpa merangsang muntah

5) Sajikan makanan dalam keadaan hangat.

R/ Mengurangi mual dan meningkatkan nafsu makan.

6) Kolaborasikan dalam pemberian obat sesuai indikasi.

R/ Obat mengurangi rasa mual dan muntah.

e. Diagnosa 5 : Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi otot.

Tujuan : Pasien merasa nyaman.

Kriteria Hasil :

1) Menunjukkan posisi dan ekspresi wajah rileks.

2) Dapat tidur dan istirahat.

Intervensi :

1) Observasi TTV

R/ TTV merupakan indikator adanya perubahan kenyamanan

22
2) Observasi skala nyeri dan karakteristiknya.

R/ Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien.

3) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi

R/ Teknik distraksi dapat mengalihkan perhatian dari nyeri dan

ketidaknyamanan dan relaksasi dapat memberikan rasa nyaman.

4) Berikan posisi yang nyaman pada pasien

R/ Posisi yang nyaman membantu relaksasi tubuh

5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik

R/ Analgetik mengurangi rasa nyeri.

f. Diagnosa 6 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolis sekunder terhadap inflamasi virus.

Tujuan : Pasien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari

Kriteria Hasil :

1) Pasien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari

2) Pasien tidak lemah

3) Pasien tampak kooperatif

Intervensi :

1) Kaji ulang kemampuan pasien melakukan kegiatan sehari-hari

R/ Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi

kebutuhannya.

2) Observasi TTV

R/ Nadi menurun merupakan salah satu indikasi adanya penurunan aktivitas

23
3) Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

R/ Memberikan suasana yang tenang dan menurunkan kebutuhan energi

4) Anjurkan pasien untuk tirah baring dan banyak istirahat

R/ Menurunkan penggunaan energi

5) Libatkan keluarga dalam membantu kebutuhan sehari-hari

R/ Memenuhi kebutuhan sehari-sehari

g. Diagnosa 7 : Gangguan pola tidur berhubungan denga perubahan lingkungan

sekunder / hospitalisasi.

Tujuan : Gangguan pola tidur teratasi

Kriteria Hasil :

1) Pasien tidur 6-9 jam / hari

2) Tidak mengantuk

3) Segar dan tidak lelah

4) Tidak sayu

5) Nyeri hilang

Intervensi :

1) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam menjelang tidur

R/ Meningkatkan rasa mengantuk dan keinginan untuk tidur

2) Tutup tirai dan batasi pengunjung diruang saat tidur

R/ Memberi rasa nyaman dan perasaan tenang sehingga memudahkan tidur

pasien

24
3) Anjurkan pasien untuk minum susu

R/ Susu mengandung asam amino tritopan yang merangsang medulus spinalis

untuk tidur

4) Anjurkan keluarga dan pengunjung berada di luar saat jam istirahat

R/ Memberi rasa nyaman dan perasaan tenang sehingga memudahkan tidur

pasien

5) Catat jumlah jam tidur dan kualitas tidur

R/ Mengetahui kualitas tidur pasien

6) Ajarkan untuk melakukan perawatan di malam hari

R/ Memberi rasa nyaman menjelang tidur

h. Diagnosa 8 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

Tujuan : Pengetahuan pasien dan keluarga bertambah

Kriteria Hasil : Pasien mengerti tentang penyakitnya, penyebab, dan

penanggulangan penyakitnya.

Intervensi :

1) Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga.

R/ Mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang

penyakit.

2) Beri penjelasan pada pasien dan keluarga tentang penyakit, penyebab,

pencegahan.

R/ Agar pasien dan keluarga mengerti tentang penyakit

25
3) Beri kesempatan keluarga dan pasien untuk menanyakan hal-hal yang tidak

diketahui

R/ Mengurangi kecemasan dan motivitas dalam perawatan pasien

4) Lakukan evaluasi setelah memberikan penjelasan

R/ Mengetahui tentang informasi yang telah diberikan apakah benar-benar

sudah dimengerti atau tidak.

5) Libatkan orang tua dalam perawatan pasien

R/ Memberi support dalam proses penyembuhan.

4. Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan adalah melaksanakan order keperawatan yang disusun sesuai rencana,

perawat/ orang lain. Implementasi dapat mencangkup dengan tenaga keperawatan

kesehatan lain dalam menjalankan tanggung jawab. (Deden Darmawan, 2012)

5. Evaluasi

a. Kebutuhan cairan pasien terpenuhi

b. Suhu tubuh tubuh dan dalam batas normal

c. Perfusi jaringan perifer adekuat

d. Kebutuhan pasien akan nutrisi dapat terpenuhi

e. Rasa nyaman terpenuhi

f. Pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri

g. Kebutuhan tidure pasien terpenuhi

h. Pengetahuan bertambah.

26
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Gambaran Klinis

An. N berusia 9 tahun masuk ke ruang LILI RSUD Arifin Achmad pada tanggal 19

FEBRUARI 2020 dengan kondisi mengalami badan lemah, demam naik turun, pusing, dan

mual. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 19 FEBRUARI 2020 di ruang LILI. di

diagnosis oleh dokter dengan DHF (Dengue Haemoragic Fever) grade I, pasien terpasang

infus RL 0,9 % ditangan kanan, hasil nilai GCS 15, E4V5M6, tingkat kesadaran CM (Compos

Mentis), konjungtiva anemia, CRT <2 detik, akral dingin, turgor kulit elastis.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD 105/75 mmHg, RR 22 x/menit, N 80 x/menit, T

35,6 C, BB 23 Kg, TB 134 cm, dan dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 12,9

g/dl, Leukosit 3,96 10^3/ul, Trombosit 4,98 10^3/ul, Eritrosit 38,9 10^6/ul, MCH 25,2 pg,

RDW-CV 13,9, Ureum 45,0 mg/dl, Kreatinin 1,60 mg/dl, dan hasil pemeriksaan dapat

dilihat nilai Trombosit rendah 4,98 10^3/ul.

B. Asuhan Keperawatan

1. Hari/Tanggal Pengkajian : Senin, 19 FEBRUARI 2020

2. Pukul : 17.00 Wib

3. Ruangan : LILI

4. Identitas :

a. Nama Pasien : An. N

b. Tanggal Lahir : 11/05/2010

c. Umur : 9 tahun

d. Jenis Kelamin : Perempuan

27
e. Alamat : Jl. Proyek baru/senapelan

f. No.RM : 00.96.86.77

g. Tanggal Masuk : 19 FEBRUARI 2020

h. Diagnosa Medis : DHF (Dengue Haemoragic Fever) Grade 1

C. Riwayat Kesehatan

1. Alasan Masuk

An. N usia 9 tahun masuk melalui IGD RSUD Arifin Achmad Pekanbaru jam 13.00

Wib dengan keluhan badan lemah, demam naik turun, pusing, dan mual.

2. Riwayat Kesehatan Sekarang

Saat dilakukan pengkajian , badan memerah, pasien terlihat lemah, perut kembung, dan

nyeri tekan pada perut. An. N berusia 9 tahun masuk ke ruang LILI RSUD Arifin Achmad

pada tanggal 19 FEBRUARI 2020 dengan kondisi mengalami badan lemah, demam naik

turun, pusing, dan mual. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 19 FEBRUARI 2020 di

ruang LILI An. N di diagnosis oleh dokter dengan DHF (Dengue Haemoragic Fever) grade

I, pasien terpasang infus RL 0,9 % ditangan kanan, hasil nilai GCS 15, E4V5M6, tingkat

kesadaran CM (Compos Mentis), konjungtiva anemia, CRT <2 detik, akral dingin, turgor

kulit elastis.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD 105/75 mmHg, RR 22 x/menit, N 80 x/menit, T

35,6 C, BB 23 Kg, TB 134 cm, dan dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 12,9

g/dl, Leukosit 3,96 10^3/ul, Trombosit 4,98 10^3/ul, Eritrosit 38,9 10^6/ul, MCH 25,2 pg,

RDW-CV 13,9, Ureum 45,0 mg/dl, Kreatinin 1,60 mg/dl, dan hasil pemeriksaan dapat

dilihat nilai Trombosit rendah 4,98 10^3/ul.

28
3. Riwayat Kesehatan Sebelumnya

Pasien memiliki riwayat penyakit sebelumnya

D. Pengkajian Primer

1. Airway

Jalan nafas normal

2. Breathing

Pernapasan spontan, tidak terpasang O2, frekuensi nafas 22 x/menit, suara nafas

vesikuler.

3. Circulation

Akral dingin, CRT <2 detik, pasien tampak lemah dan pucat, konjungtiva anemis, tidak

ada sianosis, HR 80 x/menit, TD 105/70 mmHg, kulit kering.

4. Disability

Tingkat kesadaran composmentis, GCS 15, E4V5M6, pupil isokor.

5. Eksposure

Tidak adanya hematom pada ekstermitas

6. Folley Catheter

Pasien tidak terpasang kateter.

7. Gastric Tube

Tidak terpasang NGT.

8. Heart Monitoring

Sinus rythm.

29
E. Pemeriksaan Sekunder

1. Rambut

Hitam pendek, tidak ada lesi.

2. Mata

Konjungtiva anemis, isokor, simetris kiri dan Kanan.

3. Hidung

Simetris kiri dan kanan, tidak terpasang O2.

4. Bibir

Kering, simetris kiri dan kanan, tidak ada sianosis.

5. Gigi

Adanya gigi berlobang di geraham sebelah kanan.

6. Telinga

Bersih, tidak ada perdarahan, infeksi tidak ada.

7. Leher

Tidak ada masalah, tidak ada luka.

8. Tangan

Utuh, dingin, CRT <2 detik, turgor kulit elastis.

9. Abdomen

Adanya nyeri tekan, abdomen lunak

10. Kaki

Simetris kiri dan kanan, tidak adanya luka, teraba hangat.

11. Thorak

Jantung

30
Inspeksi : Bentuk dada simetris, iktus kordis pada ICS 5 kiri mid klavikula sinitra.

Palpasi : Lokasi point of maksimal impulse terletak pada ruang sela iga V kira-

kira 1 jari medial dari garis midklavikular (medial dari apeks anatomi). Lebar iktus

cordis yang teraba adalah 1 cm, denyut apeks jantung teraba disela iga v 2 cm medial

garis midklavikular, pulsasi kuat.

Perkusi : Tidak ada pembesaran jantung, suara dulness.

Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal regular. Suara jantung, dulness.

Paru-paru

Inspeksi : Bentuk dada kiri dan kanan simetris, pergerakan dada kanan kiri

simetris, tidak ada retraksi otot dada, tidak ada penggunaan otot bantu nafas.

Palpasi : Vokal fremitus sejajar +/+ antara paru kanan dan kiri, tidak ada nyeri

tekan.

Perkusi : Suara resonan

Auskultasi : Bunyi nafas vesicular antara paru kanan dan kiri wheezing -/-, vesikuler

-/-.

31
12. Pola aktivitas dan latihan

Kemampuan Aktivitas Diri 0 1 2 3 4


Makan / minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi / ROM √
0: Mandiri, 1: Alat Bantu, 2: Dibantu Orang Lain, 3: Dibantu Orang Lain dan Alat, 4:

Tergantung Total.

F. Pemeriksaan Neurologis

1. Tingkat Kesadaran : Compos Mentis

2. GCS : E4 V5 M6 = 15

G. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal: 19 Februari 2019

Jenis Temuan Satuan Hasil Normal


Hemoglobin 12.9 g/dL 11.5 – 15.5
Leukosit 3.46 10^3/ul 4.50 – 14.50
Trombosit 4,98 10^3/ul 4.00 – 5.20
Eritrosit 37,4 10^6/ul 35.0 – 45.0
Hematokrit 75.1 % 42.0 – 31.0
MCV 25.3 fL 27.0 – 37.0
MCH 34.0 pg 33.0 – 31.0
MCHC 14.8 g/dL 11.5 – 14.5
RDW-CV 37.2 % 11.5 – 14.5
RDW-SD 40.8 fL 35.0 – 47.0
Basofil 0.9 % 0–1
Eosinofil 0.6 % 1.0 – 3.0
Neutrofil 28.3 % 40.0 – 70.0
Limfosit 60.1 % 20.0 – 40.0

32
Monosit 10.1 % 2.0 – 8.0

Tanggal: 20 Februari 2019

Jenis Temuan Satuan Hasil Normal


Hemoglobin 12.8 g/dL 11.5 – 15.5
Leukosit 4.91 10^3/ul 4.50 – 14.50
Trombosit 5,09 10^3/ul 4.00 – 5.20
Eritrosit 38,8 10^6/ul 35.0 – 45.0
Hematokrit 76.2 % 42.0 – 31.0
MCV 25.1 fL 27.0 – 31.0
MCH 33.0 pg 33.0 – 37.0
MCHC 14.8 g/dL 11.5 – 14.5
RDW-CV 37.2 % 11.5 – 14.5
RDW-SD 40.8 fL 35.0 – 47.0
Basofil 0.9 % 0–1
Eosinofil 0.6 % 1.0 – 3.0
Neutrofil 28.6 % 40.0 – 70.0
Limfosit 60.1 % 20.0 – 40.0
Monosit 10.1 % 2.0 – 8.0

Tanggal : 21 Desember 2019

Jenis Temuan Satuan Hasil Normal


Hemoglobin 16.4 g/dL 14.0 – 18.0
Leukosit 7.92 10^3/ul 4.80 – 10.80
Trombosit 28 10^3/ul 150 – 450
Eritrosit 5.51 10^6/ul 4.70 – 6.10
Hematokrit 47.6 % 42.0 – 52.0
MCV 86.4 fL 79.0 – 99.0
MCH 29.8 Pg 27.0 – 31.0
MCHC 34.5 g/dL 33.0 – 37.0
RDW-CV 12.9 % 11.5 – 14.5
RDW-SD 41.6 fL 35.0 – 47.0
Basofil 0.5 % 0–1
Eosinofil 0.6 % 1.0 – 3.0
Neutrofil 49.5 % 40.0 – 70.0
Limfosit 31.7 % 20.0 – 40.0

33
Monosit 17.7 % 2.0 – 8.0

Tanggal : 22 Desember 2019

Jenis Temuan Satuan Hasil Normal


Hemoglobin 15.5 g/dL 14.0 – 18.0
Leukosit 5.82 10^3/ul 4.80 – 10.80
Trombosit 40 10^3/ul 150 – 450
Eritrosit 5.22 10^6/ul 4.70 – 6.10
Hematokrit 45.4 % 42.0 – 52.0
MCV 87.0 fL 79.0 – 99.0
MCH 29.7 Pg 27.0 – 31.0
MCHC 34.1 g/dL 33.0 – 37.0
RDW-CV 13.0 % 11.5 – 14.5
RDW-SD 41.9 fL 35.0 – 47.0
Basofil 0.9 % 0–1
Eosinofil 0.9 % 1.0 – 3.0
Neutrofil 47.8 % 40.0 – 70.0
Limfosit 29.6 % 20.0 – 40.0
Monosit 20.8 % 2.0 – 8.0

H. Obat-obatan

Nama Obat Indikasi


Infus RL / 4 jam Sebagai sumber elektrolit dan air
IVFD Paracetamol 3x500 mg Demam dan nyeri
Injeksi Domperidon 3x1 Mual dan muntah
Antasid tablet (extra) Menetralkan asam lambung
Metformin 3x500 mg Mengontrol gula darah
Injeksi Sucralfat Syr 3x10 cc Mencegah tukak lambung dan ulkus

duodenum
I. Diagnosa Keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan ketidakefektifan

termoregulasi sekunder terhadap infeksi virus dengue.

34
Data Subjektif :

Pasien mengatakan nyeri ulu hati, demam naik turun, perut kembung

Data Objektif :

a. Kesadaran CM

b. GCS 15

c. Infus RL

d. Pasien tampak lemah

e. TD : 108/97 mmHg RR : 22 x/m N : 86 x/m S : 38.7o C

2. Resiko perdarahan berhubungan dengan faktor penyakit.

Data Subjektif :

Pasien mengatakan badan terasa lemas

Data Objektif :

a. Trombosit 5 10^3/ul

b. Riwayat gusi berdarah

c. N : 93 x/m S : 38.7o C

3. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi otot.

Data Subjektif :

Pasien mengatakan badannya terasa nyeri.

Data Objektif :

a. Pasien tampak meringis

b. Pasien tampak lemah

c. Skala nyeri 6

35
J. Intervensi

Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan
Keperawatan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
Peningkatan suhu Tujuan :  Observasi  Tanda vital
tubuh (Hipertermi) Setelah dilakukan tanda-tanda vital merupakan
berhubungan dengan asuhan setiap 6 jam. acuan untuk
ketidakefektifan keperawatan  Kaji mengetahui
termoregulasi selama 3 x 24 jam karakteristik keadaan
sekunder terhadap diharapkan tidak demam. umum
infeksi virus dengue terjadi peningkatan  Anjurkan pasien pasien.
suhu tubuh. banyak minum  Untulk
Kriteria Hasil : 2400-2500 CC mengidentif
 Pasien per hari. ikasi
mengatakan  Berikan terjadinya
badannya kompres air demam.
tidak panas hangat pada  Peningkatan
lagi. dahi, ketiak, dan suhu tubuh
 Suhu tubuh lipatan paha. mengakibat
36-37oC.  Kolaborasikan kan
 Badan dalam penguapan
pasien pemberian obat- tubuh
teraba tidak obatan. meningkat
panas. sehingga
perlu
diimbangi
dengan
asupan
cairan yang
banyak
untuk
mengganti
cairan
tubuh yang
hilang.
 Kompres
hangat
membantu
menurunka

36
n suhu
tubuh dan
dapat
mencegah
infeksi
sekunder.
Tujuan :  monitor nilai
Setelah dilakukan Hb.
tindakan  Monitor nilai
keperawatan 3 x 24 trombosit /
jam tingkat platelet.
perdarahan teratasi.  Pertahankan
Kriteria Hasil : bedres.
 Hb sedang-  Anjurkan
Resiko perdarahan membaik. meningkatkan
berhubungan dengan  Hematokrit asupan cairan
faktor penyakit sedang- untuk
membaik. menghindari
 Trombosit konstipasi.
sedang-  Anjurkan
membaik. meningkatkan
 Distensi asupan
abdomen makanan.
sedang-
membaik.

K. Catatan Perkembangan

Hari
Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal / Jam
Senin Dx 1: Peningkatan suhu S: Pasien mengatakan
19 februari 2019 tubuh (Hipertermi) badannya masih terasa
berhubungan dengan panas.
21.00 Wib ketidakefektifan
termoregulasi sekunder O: S: 38 OC, N: 82x/m
terhadap infeksi virus Badan masih teraba
dengue panas.
 Mengkaji keadaan
umum pasien. A: Masalah belum teratasi.

37
 Memberikan infus
Paracetamol. P: Mengulang intervensi.
 Memberikan kompres
air hangat pada dahi
dan lipatan aksila.
 Menggaanti cairan
IVFD RL 30
tetes/menit.

Dx 2: Resiko perdarahan S: Pasien mengatakan


berhubungan dengan faktor badannya masih lemah.
penyakit
 Mengkaji keadaan O: Hb: 17.9 g/dL
umum pasien. Trombosit: 5 10^3/ul
 Memonitor nilai Hb Pasien tampak lemah dan
 Memonitor nilai Tidak bertenaga.
Trombosit.
A: Masalah belum teratasi
 Meningkatkatkan
asupan makanan dan
P: Melanjutkan intervensi
cairan.
 Menganjurkan untuk
bedres

S: Pasien mengatakan
Dx 3: Nyeri akut
nyerinya sedikit berkurang
berhubungan dengan
inflamasi akut
O: Pasien tambak Meringis
 Mengobservasi tanda-
TD: 105/ 70 mmHg
tanda vital pasein
N: 84 x/m
 Observasi skala nyeri
RR: 23 x/m
pasien
Skala nyeri: 6
 Mengatur posisi
nyaman pasien A: Masalah belum teratasi
 Ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam

38
 Kolaborasikan dalam P: Mempertahankan
pemberian obat-obatan Intervensi

Selasa Dx 1: Peningkatan suhu S: Pasien mengatakan


20 februari 2020 tubuh (Hipertermi) badannya tidak panas
berhubungan dengan lagi.
06.00 Wib ketidakefektifan
termoregulasi sekunder O: S: 37,5 OC, N: 82x/m
terhadap infeksi virus Badan tidak teraba panas.
dengue
 Mengkaji keadaan A: Masalah sudah teratasi.
umum pasien.
 Memberikan infus P: Mempertahankan
Paracetamol. intervensi.
 Memberikan kompres
air hangat pada dahi
dan lipatan aksila.
 Menggaanti cairan
IVFD RL 30
tetes/menit.

Dx 2: Resiko perdarahan
berhubungan dengan faktor S: Pasien mengatakan
penyakit badannya masih lemah.
 Mengkaji keadaan
umum pasien. O: Hb: 17.1 g/dL
 Memonitor nilai Hb Trombosit: 11 10^3/ul
Pasien tampak lemah dan
 Memonitor nilai
Tidak bertenaga.
Trombosit.

39
 Meningkatkatkan
asupan makanan dan A: Masalah belum teratasi
cairan.
 Menganjurkan untuk P: Melanjutkan intervensi
bedres

Dx 3: Nyeri akut S: Pasien mengatakan


berhubungan dengan nyerinya sedikit berkurang
inflamasi akut
 Mengobservasi tanda- O: Pasien tambak Meringis
tanda vital pasein TD: 130/ 70 mmHg
 Observasi skala nyeri N: 84 x/m
pasien RR: 23 x/m
 Mengatur posisi Skala nyeri: 2-3
nyaman pasien
 Ajarkan teknik A: Masalah belum teratasi
relaksasi nafas dalam
P:Mempertahankan
 Kolaborasikan dalam
intervensi
pemberian obat-obatan
Rabu Dx 2: Resiko perdarahan S: Pasien mengatakan
21 februari 2020 berhubungan dengan faktor badannya masih sedikit
penyakit lemah.
09.45 Wib
 Mengkaji keadaan O: Hb: 16.4 g/dL
umum pasien. Trombosit: 28 10^3/ul
 Memonitor nilai Hb Pasien tampak lemah dan
 Memonitor nilai Tidak bertenaga.
Trombosit.
 Meningkatkatkan A: Masalah belum teratasi
asupan makanan dan
cairan. P: Mempertahankan
 Menganjurkan untuk intervensi
bedres.
S: Pasien mengatakan
nyerinya sudah berkurang

40
Dx 3: Nyeri akut O: Pasien tidak meringis lagi
berhubungan TD: 125/ 85 mmHg
denganinflamasi akut N: 82 x/m
 Mengobservasi tanda- RR: 23 x/m
tanda vital pasein A: Masalah teratasi
 Observasi skala nyeri
pasien P: Mempertahankan
 Mengatur posisi Intervensi
nyaman pasien
 Ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam
 Kolaborasikan dalam
pemberian obat-obatan
Dx 2: Resiko perdarahan S: Pasien mengatakan
berhubungan dengan faktor Badan tidak lemah lagi.
penyakit.
 Pantau TTV O: Hb: 15.5 g/dL
 Mengkaji keadaan Trombosit: 40 10^3/ul
Kamis Hematokrit: 45.4 %
umum pasien.
26 Desember Pasien tampak
 Memonitor nilai Hb
2019 bersemangat.
 Memonitor nilai
Trombosit.
13.00 Wib A: Masalah teratasi
 Meningkatkatkan
asupan makanan dan
cairan. P: Mempertahankan
 Menganjurkan untuk intervensi.
bedres.

41
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini kelompok akan membahas kesenjangan antara tinjauan teoritis dan tinjauan

kasus tentang DHF (Dengue Haemoragic Fever) di ruang rawat inap Kenanga RSUD Arifin

Achmad Provinsi Riau. Tinjauan kasus adalah asuhan keperawatan pada pasien DHF yang

kelompok kelola di ruangan lili pada tanggal 19 februari 2020– 22 februari 2020. Pembahasan

ini dibuat sesuai dengan proses keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi

keperawatan.

A. Pengkajian

Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan

sesuai dengan keluhan pasien. Ditinjau dari teori pada penyakit DHF akan ditemukan data-

42
data sebagai berikut: panas atau demam, lemah, sakit kepala, nyeri pada otot dan sendi,

mual, muntah, anoreksia, lidah kotor, mukosa bibir kering, perdarahan gusi, wajah

kemerahan, bintik-bintik merah pada kulit (petekie), uji torniquet positif, epitaksis,

hematesis melena, hyperemia pada tenggorokan, nyeri perabaan pada epigastik pada palpasi

teraba adanya pembesaran hati dan limfe, pada ranjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah,

hipotensi, ekstermitas dingin dan gelisah, sianosis perifer, pasien tampak tegang. Pada kasus

saat pengkajian didapat data: panas badan (suhu) 38 o C, mukosa bibir kering, uji tourniquet

positif, badan lemah, dan nyeri otot dan sendi. Sedangkan mual muntah, dan anoreksia tidak

muncul pada kasus karena saat pengkajian pasien tidak mengeluh hal tersebut dan juga

mengingat manusia itu unik dan nadi cepat dan lemah, ekstermitas dingin, gelisah. Pada

kasus pasien tidak mengalami syok.

B. Diagnosa

Pada teori ada sembilan masalah yaitu: kekurangan volume cairan, hipertermi, gangguan

perfusi jaringan, perubahan nutrisi, resiko perdarahan, nyeri akut, intoleransi aktivitas, perubahan

pola tidur, dan kurang pengetahuan. Pada kasus berdasarkan data yang ada dan diperoleh dari

hasil pengkajian ditemukan tiga masalah, yaitu hipertermi, resiko perdarahan, dan nyeri akut.

Sedangkan enam masalah keperawatan yang ada pada teori tetapi tidak ditemukan pada kasus

yaitu: masalah gangguan perfusi jaringan perifer tidak kelompok angkat karena pada data tidak

ditemukan perubahan warna kulit, capilar refyl lebih dari 2 detik, dan lainnya. Masalah

perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak kelompok angkat karena data tidak

ditemukan mual, muntah, dan penurunan nafsu makan. Sedangkan masalah perubahan pola tidur

kelompok tidak angkat karena pada pengkajian tidak ditemukan tanda-tanda seperti : lingkaran

hitam disekitar mata pasien, pasien tidak tampak mengantuk dan yang lainnya.

43
Berdasarkan tinjauan teoritis yang telah dibahas pada bab sebelumnya, diagnosa

keperawatan yang bisa muncul sesuai dengan manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan

penunjang yang dilakukan pada pasien DHF, yaitu:

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitaas kapiler.

2. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan ketidakefektifan

termoregulasi sekunder terhadap infeksi virus dengue.

3. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan faktor-faktor

pembekuan darah.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya nafsu

makan, mual muntah

5. Resiko perdarahan berhubungan dengan faktor penyakit

6. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi otot.

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolis sekunder

terhadap inflamasi virus.

8. Gangguan pola tidur berhubungan denga perubahan lingkungan sekunder / hospitalisasi.

9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

Dari 9 diagnosa keperawatan di kasus, hanya 3 diagnosa keperawatan yang muncul pada

pasien yaitu :

1. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan ketidakefektifan

termoregulasi sekunder terhadap infeksi virus dengue.

2. Resiko perdarahan berhubungan dengan faktor penyakit.

3. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi otot.

44
C. Intervensi

Penyusunan intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan diagnosa keperawatan

yang telah ditegakkan. Adapun acuan dalam penyusunan dalam intervensi keperawatan,

kelompok menggunakan materi dan buku ajar sepertu Nanda Nic Noc.

D. Implementasi

Penyususnan intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan diagnosa yang telah

ditegakkan. Adapun acuan dalam penyususnan dalam intervensi dan implementasi,

kelompok menggunakan materi yang ada seperti Nic Noc. Kelompok pada tanggal 23-28

Desember 2019, monitor TTV setiap hari, edukasi tentang penyakit, mengevaluasi kondisi

pasien.

E. Evaluasi

Evaluasi kelompok melakukannya setiap hari dengan tujuan agar dapat melihat

langsung hasil dan perkembangan dari tindakan yang telah diberikan kepada pasien.

Diagnosa yang diangkat ada tiga, dari tiga diagnosa yang kelompok angkat ini diagnosa

peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan ketidakefektifan termoregulasi

sekunder terhadap infeksi virus dengue, diagnosa resiko perdarahan berhubungan dengan

faktor penyakit, dan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan inflamasi otot.

Evaluasi dari ke 3 diagnosa keperawatan yang telah terlaksanakan, teratasi dengan baik

dan tetap pertahankan intervensi.

45
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit fibris virus yang terdapat pada

manusia yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dengan

gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, sakit kepala, nyeri tulang, ruam, dan leucopenia

yang biasa memburuk setelah dua hari pertama. Setelah kelompok melakukan asuhan

keperawatan pada pasiedn An. N dengan DHF diruang rawat inap Kenanga RSUD Arifin

Achmad Pekanbaru, maka kelompok mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada pengkajian semua data yang ditemukan pada pasien dengan tinjauan teoritis yg

ada.

46
2. Mengatasi masalah yang ditemukan pada pasien maka perlu direncanakan beberapa

tindakan keperawatan dengan menentukan tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan

prioritas masalah.

3. Implementasi dalam hal ini menerapkan rencana tindakan yang nyata pada pasien sesuai

perencanaan yang disusun.

4. Evaluasi usaha untuk menilai keberhasilan asuhan keperawatan dari dua diagnosa

keperawatan yang muncul pada kasus ini belum mencapai tujuan yang sesuai dengan

kriteria masalah keperawatan yang dibuat.

B. Saran

Diharapkan mahasiswa agar dapat meningkatkan pengetahuan mengenai DHF dan

meningkatkan kemampuan dalam menerapkan asuhan keperawatanm yang baik dan benar.

Bagi perawat diharapkan agar dapat meningkatkan keterampilan dalam memberikan asuhan

keperawatan secara maksimal serta perawat mampu menjadi educator yang baik bagi pasien

maupun keluarga.

47

Anda mungkin juga menyukai