1 Latar Belakang
Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi bahasan penting setelah Perang Dunia II dan pada
waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1945. HAM juga merupakan
hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia sejak lahir sebagai anugrah dari
tuhan. Oleh karena itu HAM wajib di lindungi dan di hormati baik secara hukum, agama dan
pemerintah. Sebagaimana di cantumkan dalam Deklarasi Univesal Hak Asasi Manusia
(DUHAM) yang di proklamasikan PBB pada Tahun 1948, setiap orang tanpa terkecuali
berhak atas HAM dan kebesarannya.
Wacana tentang HAM sesungguhnya telah menjadi perhatian dan perjuangan umat
bersamaan dengan berkembangnya peradaban dunia demi tercapainya kemuliaan kehidupan
manusia. Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam
penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait
dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Dalam dunia yang semakin global
ini, hampir di setiap negara, baik di negara maju maupun berkembang mulai memahami
akan pentingnya perlindungan terhadap HAM. Pada hakikatnya semua manusia memiliki
martabat dan derajat yang sama, serta memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama tanpa
membedakan warna kulit, suku, agama, maupun status sosial yang lainnya. Karena, setiap
manusia memiliki derajat yang luhur berasal dari Allah yang menciptakannya sebagai
individu yang bebas untuk dapat mengembangkan diri.
Sejak beberapa abad silam, agama Islam juga telah memberikan bukti tentang hak-hak
asasi yang ideal bagi umat manusia. Sebagai agama yang hadir disaat terjadi banyaknya
ketimpangan sosial dalam masyarakat dunia, khususnya masyarakat jahiliyah pada saat itu
mampu menjadi instrumen penting dalam memperjuangkan nilai-nilai keadilan dan
persamaan dalam masyarakat dunia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis dapat menentukan rumusan masalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana pengertian HAM?
2. Bagiamana makna HAM dalam kehidupan sesama?
3. Bagaimana sifat dan sikap terpuji terhadap sesama?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut penulis dapat mementukan tujuan sebagai
berikut.
1. Mengintrepretasikan pengertian HAM.
2. Mengintepretasikan makna HAM dalam kehidupan sesama.
3. Mengintepretasikan sifat dan sikap terpuji terhadap sesama.
2.1 Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak asasi diartikan sebagai hak dasar atau hak
pokok seperti hak hidup dan mendapatkan perlindungan. Hak asasi manusia adalah hak yang
dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari hakekatnya dan
karean itu bersifat suci. Sementara Jan, Materson mengartikan hak asasi manusia sebagai
hak yang melekat pada manusia, yang tanpa dengannya manusia mustahil hidup sebagai
manusia.
Asal mula konsep modern tentang HAM dikaitkan dengan filsafat stoics. Zeno, pendiri
paham filsafat ini mengajukan teori hukum alam di mana manusia sebagai makhluk hidup
dikatakan memilki beberapa hak universal di mana saja dan pada kondisi apa saja ia berada.
Bangsa Romawi, di bawah pengaruh filsafat ini juga mulai memberi tekanan pada HAM
dengan munculnya Kristen di Roma maka hak-hak ini diterjemahkan dalam konteks agama
dan sumbernya dari Tuhan.
Setelah Abad Kegelapan Eropa, contoh pertama konsep HAM disebutkan dari Inggris
ketika Piagam Magna Carta dikeluarkan pada tahun 1215 M. Asal mula Magna Carta adalah
sebuah perjanjian antara raja dan baron, untuk mengadakan perlindungan terhadap hak-hak
istimewa para Baron. Hak ini sebenarnya tidak ada hubungannya dengan hak-hak manusia
yang sesungguhnya. Hanya saja, setelah waktu yang lama Magna Carta akhirnya ditafsirkan
ke dalam konteks HAM.
Konsep hak-hak manusia yang alami muncul pada abd-ke-17 sebagai suatu kekuatan
pertahanan dari kekuasaan absolut. Hasil pergerakan yang dipengaruhi oleh Rousseau dan
lainnya ini merupakan penggabungan dari berbagai hak manusia yang tercanangkan pada
beberapa konstitusi berbagai negara dan akhirnya terwujud dalam Universal Declaration of
Human Rights (UDHR) oleh PBB pada 10 Januari 1948.
Deklarasi yang terdiri dari 30 pasal ini sebenarny telah ditetapkan Islam jauh lebih
dahulu bagi tiap-tiap insan sebagai umat manusia. Hal ini kemudian diikuti oleh beberapa
perjanjian regional dan internasional oleh beberapa negara Eropa dan Amerika pada aspek
yang penting, yaitu pembentukan pengadilan internasional untuk menangani kasuk-kasus
HAM.
2.1.1 Konsep HAM Dalam Islam
Terdapat perbedaan mendasar antara konsep HAM dalam Islam dan HAM dalam
konsep Barat sebagaimana yang diterima oleh dunia Internasional. HAM dalam Islam
didasarkan pada aktivitas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Sementara dunia
Barat percaya bahwa pola tingkah laku hanya ditentukan oleh hukum-hukum negara atau
sejumlah otoritas yang mencukupi untuk tercapainya aturan-aturan pblik yang aman dan
perdamaian universal. Perbedaan lain yang mendasar juga terlihat dari cara memandang
HAM itu sendiri. Di Barat perhatian kepada individu-individu dari pandangan yang bersifat
anthroposentris, di mana manusia merupakan ukuran terhadap gejala sesuatu. Sedangkan
dalam Islam, menganut pandangan yang bersifat theosentris, yaitu Tuhan Yang Maha Tinggi
dan manusia hanya untuk mengabdi kepada-Nya.
Berdasarkan pandangan yang bersiifat anthroposentris tersebut maka nilai-nilai utama
dari kebudayan Barat seperti demokrasi, institusi sosial dan kesejahteraan ekonomi sebagai
perangkat yang mendukung tegaknya HAM itu berorientasi kepada penghargaan terhadap
manusia. Berbeda keadaannya pada dunia Islam yang bersifat theosentris, larangan dan
perintah lebih didasarkan atas ajaran Islam yang bersumber dari al-Quran dan Hadis. Al-
Quran menjadi transformasi dari kualitas kesadaran manusia. Manusia diperintahkan untuk
hidup dan bekerja dengan kesadaran penuh bahwa ia harus menunjukkan kepatuhannya
kepada kehendak Allah. Oleh karena itu mengakui hak-hak natar manusia adalah sebuah
kewajiban dalam rangka kepatuhan kepada-Nya.
Dalam perspektif Barat manusia ditempakan dalam suatu setting di mana hubungannya
dengan Tuhan sama sekali tidak disebut. Hak asasi manusia dinilai hanya sebagai perolehan
alamiah sejak kelahiran. Sementara HAM dalam perspektif Islam dianggap dan diyakini
sebagai anugerah dari Tuhan dan oleh karenanya setiap individu akan merasa bertanggung
jawab kepada Tuhan. Dengan demikian, penegakan HAM dalam Islam tidak hanya
didasarkan kepada aturan-aturan yang bersifat legal-formal saja tetapi juga kepada hukum-
hukum moral dan akhlaqul karimah.
Untuk mencegah kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM di dalam masyarakat,
Islam mempunyai ajaran yang disebut amar ma’ruf nahi munkar . Islam mengajarkan tiga
tahapan dalam menjalankan ajaran tersebut yaitu Pertama, melalui tangan (kekuasaan),
kedua melalui lisan (nasihat), dan ketiga melalui gerak hati nurani, yaitu membenci
kemungkaran sambil mendoakan agar pelakunya sadar. Sehingga untuk mengatasi
mengatasi terjadinya pelanggaran HAM, Islam tidak hanya melakukan tindakan represif
tetapi lebih menekankan tindakan preventif. Sebab, tindakan represif cenderung berpijak
hanya pada hukum legal-formal yang mengandalkan bukti-bukti yang bersifat material
semata. Sedangkan tindakan preventif tidak memerlukan adanya bukti secara hukum.
“Siapa yang melapangkan kesulitan saudaranya dari kesulitan hidup di dunia ini,
Allah akan melapangkan pula orang itu dari malapetaka hari kiamat. Allah tetap
akan menolong seorang hamba, selama hamba itu sudi menolong saudaranya.
Siapa yang menutup aib (malu) orang Islam, Allah akan menutupi aib orang itu di
dunia dan akhirat.” (HR Muslim, Abu Daud, Turmidzi).
Berbaik sangka kepada sesama Muslim
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
َ ََّربَّنَا ا ْغفِرْ لَنَا وَإِل ِ ْخ َوانِنَا الَّ ِذينَ َسبَقُونَا بِاأْل ِ ي َما ِن َوال تَجْ َعلْ فِي قُلُوبِنَا ِغاّل ً لِلَّ ِذينَ آ َمنُوا َربَّنَا إِن
ٌ ك َرؤ
ُوف َر ِحيم
“Tuhan! Beri ampun kepada kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman
lebih dulu dari kami; janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami
terhadap orang-orang yang beriman. Tuhan! Engkau Maha Penyantun lagi Maha
Pengasih.” (Al-Hasyr: 10).
Dalam menerangkan sirah Nabi saw, saksi dan bukti terpentingnya adalah ayat-ayat
Al-Quran, yang beliau sendiri adalah orang yang pertama mengamalkannya. Allah
dalam kitab-Nya memerintahkan Nabi saw untuk mengkhususkan penghormatannya
kepada orang-orang beriman (As-Syuara`:215), yaitu dalam bentuk kerendahan hati
yang disertai kasih sayang. Sebagaimana burung ketika hendak mengasihi anak-
anaknya, membentangkan sayap dan menaungi mereka dengannya, supaya mereka
terlindungi dari bahaya, Nabi saw pun diperintah untuk menaungi mukminin sejati
dengan sayap kasihnya. Sebab, kemuliaan hakiki manusia adalah salah satu misi para
nabi. Mereka diutus untuk menghidupkan dan meneguhkan fondasi akhlak. Sabda
terkenal Nabi saw masih teringang di telinga,”Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia.” Allah sendiri dalam Al-Quran memuji keluhuran
akhlak yang dimiliki beliau (Al-Qalam:4).
Untuk lebih jelasnya, kami akan menyebutkan beberapa bentuk penghormatan
terhadap sesama manusia.
Musyawarah
Salah satu bentuk terpenting penghormatan dalam sirah Nabi saw, adalah
musyawarah beliau dengan para sahabat dalam berbagai peperangan. Salah satu
contoh musyawarah beliau dengan sahabat, dilakukan di perang Badar. Waktu itu,
muslimin keluar dari Madinah guna melucuti harta benda rombongan niaga Quraisy
yang pulang dari Syam. Namun dalam perjalanan menuju Badar, terbetik berita
bahwa pasukan Quraisy sedang menuju kawasan itu. Berita ini kontan merubah
kondisi. Muslimin, yang hanya bersiap untuk menyerang rombongan niaga, kini
berhadapan dengan pasukan bersenjata yang jumlahnya tiga kali lipat lebih banyak
dari mereka.
Menanyakan Keadaan
Perhatian Nabi saw kepada umat tak hanya terbatas dalam urusan politik dan sosial.
Beliau juga mencurahkan perhatiannya kepada semua lapisan masyarakat.
Penghormatan beliau kepada para sahabat lebih menonjol dibanding yang lain.
Sikap hormat beliau terhadap para sahabat menciptakan ikatan pemikiran dan
emosional yang sangat erat antara mereka. Para sahabat tidak pernah menganggap
beliau jauh dari mereka. Anas bin Malik bercerita,”Tiap kali Nabi saw tidak melihat
salah seorang sahabat selama tiga hari, maka beliau akan menanyakannya. Jika
orang itu tidak ada dalam kota, beliau berdoa untuknya. Jika ada, beliau akan
mengunjunginya. Bila ia sakit, beliau akan menjenguknya.”
Sopan Dalam Berbicara
Saat berbicara dengan orang lain, Nabi saw tidak pernah menggunakan kalimat-
kalimat merendahkan kepribadiannya. Beliau memanggil para sahabat dengan
kunyah mereka. Jika ada orang yang tak memiliki kunyah, beliau sendiri yang
memberikannya. Kadang kala, beliau mengganti nama sejumlah orang yang
bertentangan dengan kemuliaan insani mereka.
Pembelajaran Penghormatan
Di samping menghormati orang lain, Nabi saw pun mengajari mereka untuk
bersikap demikian. Salman Farisi berkata,”Ketika aku menemui Nabi saw, beliau
sedang bersandar di atas bantal. Beliau lalu menyerahkan bantalnya kepadaku dan
bersabda,’Wahai Salman, jika seorang muslim ditemui saudara muslimnya, lalu ia
memberikan bantalnya untuk memuliakan saudaranya, maka dosanya akan
diampuni Allah.”
Kaidah umum yang bisa disimpulkan dari riwayat ini adalah pentingnya
menghormati orang mukmin, baik ada orang ketiga atau tidak. Yang penting adalah
menghormati lawan bicara dan memuliakannya.
Sikap Yang Hangat dan Akrab
Bersikap hangat dan akrab dengan orang lain adalah salah satu bentuk
penghormatan kepada mereka. Ini juga bisa memikat hati mereka dan
menumbuhkan kedekatan dengan mereka. Sangat mungkin terjadi bahwa orang
yang bersalah bisa menyadari kesalahannya ketika diperlakukan dengan baik dan
hormat. Sebaliknya, bisa saja orang yang berpotensi untuk menjadi manusia baik,
namun malah menjauh dari hidayah lantaran tidak dihormati. Sebab, semua
manusia–khususnya generasi muda yang merupakan mayoritas masyarakat kita di
masa kini–memiliki jiwa lembut dan haus kasih sayang. Kerap terjadi bahwa
sapaan yang tulus dan hangat akan membuka hubungan dengan orang lain dan
membawanya ke jalan yang benar. Sirah Nabi saw amat kental dengan perilaku
semacam ini. Amirul Mukminin as berkata,”Ketika Nabi saw berjabat tangan
dengan seseorang, beliau tidak pernah melepas jabat tangannya terlebih dahulu,
sampai orang itu sendiri yang menarik tangannya. Ketika ada orang berbicara
dengan Nabi saw, beliau tak pernah memutus pembicaraannya dan berpisah
darinya, sampai orang itu menyelesaikan pembicaraannya dan berpisah dari beliau.”
Dalam riwayat lain yang senada, Anas bin Malik berkata,”Aku bersama Nabi saw
selama sepuluh tahun. Aku mencium bau harum dari beliau yang tak pernah kucium
bau lebih harum darinya. Tiap kali ada orang bertemu beliau, saat hendak berpisah,
beliau ikut berdiri bersama orang itu. Saat bersalaman, beliau tidak pernah terlebih
dahulu menarik tangannya.” Ringkas kata, Nabi saw bersikap sedemikian rupa,
sehingga tiap orang menyangka bahwa ia adalah yang paling dicintai beliau.
Hubungan Emosional Dengan Orang Lain
Jika Nabi saw diundang seseorang, maka beliau akan memenuhi undangannya; baik
si pengundang adalah hamba sahaya atau orang merdeka. Hadiah dari siapa pun dan
sesedikit apa pun, selalu diterima beliau dengan tangan terbuka. Beliau tidak pernah
menatap langsung lawan bicaranya. Bila seseorang meminta maaf atas
kesalahannya, beliau akan memaafkannya. Jika ada orang sakit, beliau akan
menjenguknya, meski tempatnya berjarak jauh. Beliau pun tetap menghormati
orang muslim, walau setelah ia mati. Sebab itu, beliau selalu hadir dalam prosesi
pengiringan jenazah.
Memuliakan Tamu
Menghormati tamu adalah bagian lain dari sirah Nabi saw. Beliau selalu menyertai
para tamu saat bersantap, supaya mereka tidak malu dan merasa sendirian.
Imam Musa bin Ja`far as meriwayatkan,”Ketika Nabi saw didatangi tamu, beliau
makan bersamanya. Sebelum tamu berhenti makan, beliau tetap meneruskan
santapannya.” Dalam hal ini, beliau tidak membedakan antara budak dan orang
merdeka. Oleh karena itu, salah satu hal yang ditekankan beliau adalah,”Hingga
aku mati, aku tak akan meninggalkan duduk di atas tanah dan makan bersama
hamba sahaya.”
Kesimpulan
HAM dalam Islam didasarkan pada aktivitas manusia sebagai khalifah Allah di muka
bumi. Dalam Islam, sebagaimana dinyatakan oleh Abu A’la al-Maududi, HAM adalah hak
kodrati yang dianugrahkan oleh Allah SWT kepada setiap manusia dan tidak dapat dicabut
atau dikurangi oleh kekuasaan atau badan apapun. Hak-hak yang diberikan bersifat
permanen atau kekal. Hak-hak manusia dalam Islam merupakan standar normative yang
ditetapkan Allah atau dibuat manusia berdasarkan firman Allah untuk mengatur hubungan
sesama manusia, baik hubungan antar individu, individu dengan masyarakat, maupun antar
negara. HAM juga merupakan pedoman kehidupan yang berperan penting dalam masyarakat
islam. Kehidupan yang dimaksud adalah saling berketergantungan antara sesama makhluk
dan dalam kehidupan pula kita tidak terlepas dari aturan-aturan hidup baik bersumber dari
norma kesepakatan ataupun norma-norma agama, karena dengan norma hidup kita akan jauh
lebih mewmahami apa itu akhlak dalam hal ini adalah akhlak antara sesama manusia dan
makhluk lainnya.