Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK II

“Pemeriksaan Glukosa”

Oleh:
Nama : Nadiatami Tamrin
Nim : 18 3145 353 180
Kelas : 2018 E

PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS FARMASI, TEKNOLOGI RUMAH SAKIT &
INFORMATIKA
UNIVERSITAS MEGA REZKY
MAKASSAR
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Konsumsi makanan yang berlemak dan tinggi karbohidrat serta
makanan cepat saji (fast food) dan juga kebiasaan hidup kurang berolahraga
merupakan faktor yang dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif,
salah satunya adalah diabetes. Namun selain factor tersebut terdapat juga
factor lain yang bisa mempengaruhi kadar glukosa di dalam darah, yaitu
hormone. Pada wanita pengguna kontrasepsi dan juga wanita hamil terdapat
ketidakseimbangan atau perubahan hormone dari kondisi normalnya, yang
salah satu pengaruhnya bisa menyebakan kerja insulin terhambat,
(Nurpalah,dkk 2017 Vol 17. No 2).
Glukosa merupakan karbohidrat terpenting yang kebanyakan diserap
ke dalam aliran darah sebagai glukosa dan gula lain diubah menjadi glukosa
di hati. Glukosa adalah bahan bakar utama dalam jaringan tubuh serta
berfungsi untuk menghasilkan energi. Kadar glukosa darah sangat erat
kaitannya dengan penyakit DM. Peningkatan kadar glukosa darah sewaktu ≥
200 mg/dL yang disertai dengan gejala poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis DM, (Amir dkk, 2015).
Glukosa merupakan pusat dari semua metabolisme. Glukosa adalah
bahan bakar universal bagi sel manusia dan merupakan sumber karbon untuk
sintesis sebagian besar senyawa lainnya. Semua jenis sel manusia
menggunakan glukosa untuk memperoleh energi. Gula lain dalam makanan
(terutama fruktosa dan galaktosa) diubah menjadi glukosa atau zat antara
dalam metabolisme glukosa, (Marks, dkk, 1996 : 381).
Setelah dibawah kedalam sel, glukosa mengalami fosforilasi oleh
suatu heksokinase menjadi glukosa 6-fosfat. Glukosa 6-fosfat kemudian dapat
masuk ke sejumah metabolik. Tiga jalur yang biasa terdapat pada semua jenis
sel adalah glikolisis, jalur pentosa fosfat, dan sintesis glikogen. Didalam
jaringan, fruktosa dan galaktosa diubah menjadi zat antara metabolisme
glukosa. Dengan demikian, nansib gula-gula ini sejajar dengan nasib yang
dialami oleh glukosa, (Marks, dkk, 1996 : 381).
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 oleh
Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi DM di Indonesia
untuk usia di atas 15 tahun sebesar 6,9%. Prevalensi DM di Indonesia
mengalami peningkatan dari 1,1% (2007) menjadi 2,1% (2013). Prevalensi
tertinggi DM yang telah didiagnosis oleh dokter terdapat di DI Yogyakarta
(2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%), dan Kalimantan Timur
(2,3%).6 Hal ini menunjukkan bahwa Sulawesi Utara merupakan salah satu
provinsi dengan angka prevalensi DM yang tertinggi di Indonesia, (Amir,dkk
2015 Vol 3).
I.2 MAKSUD DAN TUJUAN PERCOBAAN
Untuk dapat mengetahui cara pemeriksaan glukosa darah dengan
menggunakan metode enzimatik GOD-PAP.
I.3 PRINSIP PERCOBAAN
Prinsip pemeriksaan ini adalah enzim glukosa oksidase (GOD)
mengkatalisis reaksi oksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan hidrogen
peroksida yang terbentuk bereaksi dengan phenol dan 4 – amino phenazone
dengan bantuan enzim peroksidase (POD) menghasilkan quinoneimine yang
berwarna merah muda dan dapat diukur dengan fotometer pada λ = 546 nm.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Glukosa merupakan salah satu bentuk hasil metabolisme karbohidrat yang
berfungsi sebagai sumber energi utama yang dikontrol oleh insulin. Kelebihan
glukosa diubah menjadi glikogen yang akan disimpan di dalam hati dan otot untuk
cadangan jika diperlukan. Peningkatan kadar glukosa darah terjadi pada penderita
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), Gula Darah Puasa Terganggu (GDPT) dan
Diabetes Mellitus (DM), (Auliya dkk, 2016).
Glukosa dalah prekusor untuk sintesis bermacam-macam gula lain yang
diperlukan untuk pembentukan senyawa khusus, misalnya laktosa, antigen
permukaan sel, nukleotida atau glikosaminoglikan. Glukosa merupakan juga
prekusor pokok bagi senyawa nonkarbohidrat. Glukosa dapat diubah menjadi
lemak (termasuk asa lemak, kolesterol, dan hormon steroid), asam amino, dan
asam nukleat. Dalam tubuh manusia, hanya senyawa-senyawa yang disintesis dari
vitamin, asam amino esensial dan asam lemak esensial yang tidak dapat disintesis
dari glukosa, (Marks, dkk, 1996 : 381).
Glukosa dihasilkan dari makanan yang mengandung karbohidrat yang
terdiri dari monosakarida, disakarida dan juga polisakarida. Karbohidrat akan
konversikan menjadi glukosa di dalam hati dan seterusnya berguna untuk
pembentukan energy dalam tubuh. Glukosa tersebut akan diserap oleh usus halus
kemudian akan dibawa oleh aliran darah dan didistribusikan ke seluruh sel tubuh.
Glukosa yang disimpan dalam tubuh dapat berupa glikogen yang disimpan pada
plasma darah dalam bentuk glukosa darah (blood glucose). Fungsi glukosa dalam
tubuh adalah sebagai bahan bakar bagi proses metabolisme dan juga merupakan
sember utama bagi otak, (Subiyono, dkk, Vol.5, No.1, 2016 : 46).
Glukosa dihasilkan dari makanan yang mengandung karbohidrat yang
terdiri dari monosakarida, disakarida dan juga polisakarida. Karbohidrat akan
konversikan menjadi glukosa di dalam hati dan seterusnya berguna untuk
pembentukan energy dalam tubuh. Glukosa tersebut akan diserap oleh usus halus
kemudian akan dibawa oleh aliran darah dan didistribusikan ke seluruh sel tubuh.
Glukosa yang disimpan dalam tubuh dapat berupa glikogen yang disimpan pada
plasma darah dalam bentuk glukosa darah (blood glucose). Fungsi glukosa dalam
tubuh adalah sebagai bahan bakar bagi proses metabolisme dan juga merupakan
sember utama bagi otak, (Subiyono,dkk 2016 Vol 5 No 1).
Energi untuk sebagian besar fungsi sel dan jaringan berasal dari glukosa.
Pembentukan energi alternatif juga dapat berasal dari metabolisme asam lemak.
Tetapi jalur ini kurang efisien dibandingkan dengan pembakaran langsung
glukosa. Proses ini juga di hasilkan metabolit-metabolit asam yang berbahaya
apabila dibiarkan oleh beberapa mekanisme homeolitik yang dalam keadan sehat
dapat mempertahakan kadar dalam rentang 70 sampai 110 mg/dl dalam keadaan
puas, (Subiyono,dkk 2016 Vol 5 No 1).
Metabolisme glukosa menghasilkan asam piruvat, asam laktat, dan asetil-
coenzim A. Jika glukosa dioksidasi total maka akan menghasilkan
karbondioksida, air, dan energi yang akan disimpan didalam hati atau otot dalam
bentuk glikogen. Hati dapat mengubah glukosa yang tidak terpakai melalui jalur-
jalur metabolic lain menjadi asam lemak yang disimpan sebagai trigliserida atau
menjadi asam amino untuk membentuk protein. Hati berperan dalam menentukan
apalah glukosa langsung dipakai untuk menghasilkan energy, disimpan atau
digunakan untuk tujuan structural, (Subiyono,dkk 2016 Vol 5 No 1).
Glukosa darah dikatakan abnormal apabila kurang atau melebihi nilai
rujukan. Nilai rujukan glukosa adalah pada rentang 60-110 mg/dl. Kadar gula
darah yang terlalu tinggi dinamakan hiperglikemia. Kadar glukosa kurang dari
normal dinamakan hipoglikomia. Dalam tubuh manusia glukosa yang telah
diserap oleh usus halus kemudian akan terdistribusi ke dalam semua sel tubuh
melalui aliran darah, ,(Subiyono, dkk, Vol.5, No.1, 2016 : 46).
Seseorang disebut menderita diabetes mellitus jika hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah puasanya >140 mg/dl (plasma vena), atau pada pemeriksaan
kadar glukosa darah 2 jam setelah minum larutan glukosa 75 g hasilnya > 200
mg/dl. Seseorang dikatakan terganggu terhadap toleransi glukosa bila hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah puasanya <140 mg/dl (plasma vena), atau pada
pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam setelah minum glukosa 75 g hasilnya
antara 140-200 mg/dl, (Mahendra, dkk, 2008:51).
Jumlah kadar glukosa dari pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang
menunjukkan jumlah nilai ≥140 mg/dl atau glukosa darah puasa menunjukan nilai
>120 mg/dl ditetapkan sebagai diagnosis diabetes melitus, (Subiyono,dkk 2016
Vol 5 No 1)
Diabetes melitus disebut juga penyakit metabolisme kronik, yang
pengelolaannya perlu dilaksanakan secara holistik dan pemeliharaan mandiri
seumur hidup. Dengan pengelolaan yang baik diyakini bahwa akan terpelihara
kualitas hidup pasien yang optimal dan terhindar dari berbagai komplikasi kronik
diabetes. Salah satu pilar utama pengelolaan diabetes adalah perencanaan makan.
Perencanan makan yang baik adalah terapi gizi yang mengikuti prinsip 3 J yaitu
tepat jumlah, jenis dan jadwal. Dengan melakukan perencanaan makan
diharapkan diabetisi dapat mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah.
Untuk itu diperlukan suatu perilaku yang sesuai dari diabetisi untuk dapat
memelihara atau mengendalikan diabetesnya. Perilaku dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku gizi, makanan dan
minuman, dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi
sebaliknya dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan
dapat mendatangkan penyakit. Hal ini tergantung pada perilaku orang terhadap
makanan dan minuman tersebut. Pengamatan (observasi) adalah cara untuk
mengukur perilaku. Namun dapat juga dilakukan melalui wawancara dengan
pendekatan recall atau mengingat kembali perilaku gizi yang telah dilakukan oleh
responden beberapa waktu yang lalu, (Syauqy,2015 Vol 3 No 2).
Antikoagulan EDTA pada darah mengikat ion kalsium sehingga
menghambat koagulasi. Kalsium diperlukan dalam koagulasi dan jika kalsium
hilang maka proses koagulasi langsung berhenti, baik intrinsic dan ekstrinsik yang
menyebabkan pembekuan darah. EDTA bekerja dengan cara mengubah ion
kalsium dari darah menjadi bentuk yang bukan ion. Darah biasanya sudah
membeku dalam jangka waktu 10 menit. Pemisahan tersebut dapat dilakukan
dengan alat pemusing (sentrifuge) dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.
Sedangkan plasma dipisahkan dengan cara menambahkan antikoagulan
secukupnya pada tabung yang kemudian diisi sejumlah volume darah lalu diputar
(sentrifuge) dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit, (Subiyono dkk, 2016).
Pengukuran glukosa darah sering dilakukan untuk memantau keberhasilan
mekanisme-mekanisme regulatorik ini. Penyimpangan yang berlebihan dari
normal, baik terlalu tinggi atau terlalu rendah mengisyaratkan gangguan
homeostasis dan dari hal tersebut mendorong kita melakukan pemeriksaan untuk
mencari etiologinya, (Subiyono dkk, 2016).
BAB III
METODE KERJA
III.1 ALAT
1. Mikropipet
2. Tip
3. Spektrofotometer
4. Waterbath
5. Kuvet
III.2 BAHAN
1. Larutan Reagensia (GOD-PAP + Buffer)
a) GOD-PAP : 4-aminofenazon + peroksidase + glukosa oksidase
b) Buffer : buffer fosfat + fenol
2. Larutan sampel (serum)
3. Larutan standar (larutan glukosa 5,55 mmol/Liter)
III.3 PRINSIP REAKSI
Pemeriksaan menggunakan metode GOD-PAP adalah glukosa dalam
sampel dioksidasi membentuk asam glukonat dan hidrogen peroksida.
Hidrogen peroksida 4-Aminoatypirene dengan indikator fenol dikatalisis
dengan POD membentuk quinonemin dan air.
GOD
Glukosa + O2 + H2O Asam glukonik + H2O2
POD
2H2O2 + 4-Aminophenazone + phenol quinomine + 4H2O
III.4 METODE KERJA
1. Metode GOD-PAP
Prinsip pemeriksaan ini adalah enzim glukosa oksidasi
mengkatalisis reaksi oksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan
hidrogen peroksida yang terbentuk bereaksi dengan phenol dan 4 –
amino phenazone dengan bantuan enzim peroksidase menghasilkan
quinoneimine yang berwarna merah muda dan dapat diukur dengan
fotometer pada λ = 546 nm.
2. Metode Folin
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah filtrat darah bebas protein
dipanaskan dengan larutan CuSO4 alkali. Endapan CuO yang dibentuk
glukosa akan larut dengan penambahan larutan fosfat molibdat. Larutan
ini dibandingkan secara kolorimetri dengan larutan standart glukosa.
3. Metode Samogyi-Nelson
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah filtrat mereduksi Cu dalam
larutan alkali panas dan Cu direduksi kembali oleh arseno molibdat
membentuk warna ungu kompleks.
4. Metode Ortho – tholuidin
Prinsipnya adalah dimana glukosa akan bereaaksi dengan ortho –
tholuidin dalam asam acetat panas membentuk senyawa berwarna hijau.
Warna yang terbentuk diukur serapannya pada panjang gelombang 625
nm
III.5 CARA KERJA
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dipersiapkan sampel serum terlebih dahulu.
3. Dipipet sampel menggunakan mikropipet dan dimasukkan ke dalam
kuvet yang telah disiapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Kuvet Blangko (µl) Standar (µl) Sampel (µl)
Larutan serum - - 10 µl
Larutan standar - 10 µl -
Aquadest 10 µl - -
Reagensia 1000 µl 1000 µl 1000 µl
4. Dicampur masing-masing larutan dalam kuvet.
5. Dilakukan prosedur tersebut secara duplo.
6. Diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37°C menggunakan waterbath.
7. Dimasukkan kuvet yang berisi larutan-larutan di atas ke dalam alat
spektrofotometer dengan panjang gelombang 546 nm F 405.
8. Dibaca absorbansinya kemudian hasilnya dianalisis.

Anda mungkin juga menyukai