Anda di halaman 1dari 12

Nama : Dahliana

NIM : 05181024
Matkul Pilihan : Konservasi Energi

Batubara merupakan bahan bakar fosil, di mana di Indonesia tersedia cadangannya dalam
jumlah yang cukup melimpah dan diperkirakan mencapai 38,9 miliar ton. Dari jumlah tersebut
sekitar 67 % tersebar di Sumatera, 32% di Kalimantan dan sisanya tersebar di Pulau Jawa,
Sulawesi dan Irian Jaya. Dengan kualitas batubara yang baik dan dengan jumlah yang besar
tersebut serta tingkat produksi saat ini, batubara dapat menjadi sumber energi bagi Indonesia
selama ratusan tahun. Bahan bakar fosil (batubara) tetap saja merupakan sumber pamasok utama,
meskipun pilihan terhadap sumber daya energi telah meluas kepada sumber-sumber yang bersih
dan dapat diperbaharui, seperti tenaga surya, air, ombak dan panas bumi, namun begitupun
pertumbuhan pemakaian energi nuklir tidak dapat diharapkan karena tekanan masyarakat.
Berikut Pemanfaatan dari Batubara sebagai berikut:
1. Coal Combustion for Power Production ( Pembakaran Batubara untuk Pembangkit
Listrik )
Fly ash dan bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batubara
pada pembangkit tenaga listrik. Ada tiga type pembakaran batubara pada industri listrik yaitu dry
bottom boilers, wet-bottom boilers dan cyclon furnace. Apabila batubara dibakar dengan type
dry bottom boiler, maka kurang lebih 80% dari abu meninggalkan pembakaran sebagai fly ash
dan masuk dalam corong gas. Apabila batubara dibakar dengan wet-bottom boiler sebanyak 50%
dari abu tertinggal di pembakaran dan 50% lainnya masuk dalam corong gas. Pada cyclon
furnace, di mana potongan batubara digunakan sebagai bahan bakar, 70-80 % dari abu tertahan
sebagai boiler slag dan hanya 20-30% meninggalkan pembakaran sebagai dry ash pada corong
gas. Type yang paling umum untuk pembakaran batubara adalah pembakaran dry bottom.
Dahulu fly ash diperoleh dari produksi pembakaran batubara secara sederhana, dengan corong
gas dan menyebar ke atmosfer. Hal ini yang menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan,
karena fly ash hasil dari tempat pembakaran batubara dibuang sebagai timbunan. Fly ash dan
bottom ash ini terdapat dalam jumlah yang cukup besar, sehingga memerlukan pengelolaan agar
tidak menimbulkan masalah lingkungan, seperti pencemaran udara, atau perairan, dan penurunan
kualitas ekosistem.
Salah satu penanganan lingkungan yang dapat diterapkan adalah memanfaatkan limbah fly
ash untuk keperluan bahan bangunan teknik sipil, namun hasil pemanfaatan tersebut belum dapat
Nama : Dahliana
NIM : 05181024
Matkul Pilihan : Konservasi Energi

dimasyarakatkan secara optimal, karena berdasarkan PP. No.85 tahun 1999 tentang pengelolaan
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), fly ash dan bottom ash dikategorikan sebagai limbah
B3 karena terdapat kandungan oksida logam berat yang akan mengalami pelindihan secara alami
dan mencemari lingkungan.
Yang dimaksud dengan bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya
dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau
merusakkan lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun menyebutkan bahwa pengelolaan limbah B3 bertujuan
untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang dapat tercemar
sehingga sesuai fungsinya kembali.
Pasal 3 menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang
menghasilkan limbah B3, dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu secara langsung
kedalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih dahulu. Sedangkan Pasal 7 Ayat 2
menyebutkan bahwa daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222 dan D223 dapat
dinyatakan sebagai limbah B3 setelah dilakukan uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure
(TCLP) dan atau uji karakteristik.
Contoh abu limbah yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari PLTU yang berada di
Sumatera dan Kalimantan. Setelah melalui tahapan-tahapan dalam penelitian tersebut didapat
kesimpulan bahwa keseluruhan uji hayati contoh abu batubara tersebut terhadap kutu air, ikan
mas dan mencit memberikan hasil bahwa bahan-bahan uji tersebut relatif tidak berbahaya bagi
mahluk hidup.
Fly ash merupakan material yang memiliki ukuran butiran yang halus, berwarna keabu-abuan
dan diperoleh dari hasil pembakaran batubara (lihat Gambar 2). Pada intinya fly ash
mengandung unsur kimia antara lain silika (SiO2), alumina (Al2O3), fero oksida (Fe2O3) dan
kalsium oksida (CaO), juga mengandung unsur tambahan lain yaitu magnesium oksida (MgO),
Nama : Dahliana
NIM : 05181024
Matkul Pilihan : Konservasi Energi

titanium oksida (TiO2), alkalin (Na2O dan K2O), sulfur trioksida (SO3), pospor oksida (P2O5)
dan carbon. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisik, kimia dan teknis dari fly ash adalah
tipe batubara, kemurnian batubara, tingkat penghancuran, tipe pemanasan dan operasi, metoda
penyimpanan dan penimbunan. Adapun komposisi kimia dan klasifikasinya seperti dapat dilihat
pada Tabel 3.
Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi dua kelas yaitu fly ash kelas F dan kelas C.
Perbedaan utama dari kedua ash tersebut adalah banyaknya calsium, silika, aluminium dan kadar
besi di ash tersebut. Walaupun kelas F dan kelas C sangat ketat ditandai untuk digunakan fly
ash yang memenuhi spesifikasi ASTM C618, namun istilah ini lebih umum digunakan
berdasarkan asal produksi batubara atau kadar CaO. Yang penting diketahui, bahwa tidak semua
fly ash dapat memenuhi persyaratan ASTM C618, kecuali pada aplikasi untuk beton, persyaratan
tersebut harus dipenuhi.
 Fly ash kelas F: merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran batubara
anthracite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk mendapatkan sifat
cementitious harus diberi penambahan quick lime, hydrated lime, atau semen. Fly ash
kelas F ini kadar kapurnya rendah (CaO < 10%).
 Fly ash kelas C: diproduksi dari pembakaran batubara lignite atau sub-bituminous
selain mempunyai sifat pozolanic juga mempunyai sifat self-cementing (kemampuan
untuk mengeras dan menambah strength apabila bereaksi dengan air) dan sifat ini timbul
tanpa penambahan kapur. Biasanya mengandung kapur (CaO) > 20%.
2. Coal gasification ( Gasifikasi Batubara )
Teknologi pemanfaatan batubara yang mungkin dikembangkan di Indonesia salah satunya
adalah proses gasifikasi untuk pembuatan gas sintetik (syngas), yang selanjutnya gas sintetik ini
dapat digunakan sebagai bahan baku industri kimia selain energilistrik. Gasifikasi adalah suatu
teknologi proses yang mengubah batubara dari bahan bakar padat menjadi bahan bakar gas. Pada
proses gasifikasi dilakukan pemecahan rantai karbon batubara menjadi unsur atau senyawa kimia
lain.
Pada proses ini, batubara dimasukkan ke dalam reaktor dan sedikit dibakar hingga
menghasilkan panas. Sejumlah udara atau oksigen dipompakan dan pembakaran dikendalikan
Nama : Dahliana
NIM : 05181024
Matkul Pilihan : Konservasi Energi

dengan uap agar sebagian besar batubara terpanaskan hingga molekul-molekul karbon pada
batubara terpecah dan diubah menjadi coal gas. Coal Gas merupakan campuran gasgas hidrogen,
karbon monoksida, nitrogen serta unsur gas lainnya3). Di Indonesia industri hilir selain energi
listrik yang dapat memanfaatkan produk gas sintetik (H2 dan CO) dari gasifikasi batubara
sebagai bahan baku untuk produk-produknya adalah industri kimia, misalnya industri methanol,
asam formiat dan amoniak. Industri hilir ini telah berkembang cukup baik di Indonesia. Saat ini
mereka menggunakan gas alam sebagai bahan bakunya.
Dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan batu bara di dalam negeri, gas sintetik dari
batubara ini diharapkan dapat dijadikan sebagai alternatif atau diversifikasi sumber bahan baku
pada industri-industri tersebut. Penulisan paper ini bertujuan untuk melakukan kajian tentang
bagaimana teknologi proses pembuatan gas sintetik dari batubara. Selain itu juga paper ini
bertujuan untuk mengkaji kemungkinan gas sintetik ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pada beberapa industri hilir non energi listrik di Indonesia.
Teknologi Proses Gasifikasi Batubara untuk Pembuatan Gas Sintetik Proses gasifikasi
batubara merupakan proses konversi batubara dari bahan bakar padat menjadi bahan bakar gas.
Pada dasarnya proses gasifikasi batubara merupakan proses pirolisis dengan temperatur operasi
antara 150 – 900 °C, lalu diikuti dengan proses oksidasi gas hasil proses pirolisis pada
temperatur antara 900 – 1400 °C, selanjutnya dilakukan proses reduksi pada temperatur antara
600 – 900 °C.
Proses-proses tersebut diatas dilakukan dalam reaktor gasifikasi dengan menggunakan panas
yang diperoleh dari proses oksidasi. Gasifikasi batubara berlangsung dalam keadaan kekurangan
oksigen (under oxygen shortage) sehingga terjadi reaksi oksidasi parsial yang akan menghasilkan
campuran gas yang masih dapat dioksidasi lebih lanjut (bersifat bahan bakar). Produk utama dari
proses gasifikasi batubara merupakan campuran beberapa macam gas, yang mana komponen
utamanya adalah H2 dan CO.
Kandungan CO dalam gas batubara bervariasi antara 15 – 30 persen, sedangkan H2 antara 10
– 20 persen6) Dibandingkan dengan pembakaran langsung, pengolahan batubara dengan proses
gasifikasi lebih menguntungkan. Hal ini dikarenakan penggunaannya lebih fleksibel, yaitu selain
dapat digunakan sebagai bahan bakar gas, produk hasil gasifikasi ini dapat dijadikan bahan baku
Nama : Dahliana
NIM : 05181024
Matkul Pilihan : Konservasi Energi

industri kimia dengan nilai jual yang lebih tinggi harganya. Ada 4 tipe teknologi proses
gasifikasi batubara untuk pembuatan gas sintetik (syngas) yang telah komersial di dunia, yaitu
Fixed-bed gasifier, Fluidized-bed gasifier, Entrained-bed gasifier dan Molten bath gasifier.
Perbedaan dari tiap macam prosesnya terletak pada tipe gasifier-nya.
Penjelasan lebih lanjut dari masing-masing tipe proses akan diuraikan di bawah ini.
Fixed-Bed Gasifier Fixed-bed gasifier (moving-bed gasifier)
merupakan teknologi gasifikasi batubara yang tertua. Lurgi mengembangkan teknologi ini
pada tahun 1927 (atmospheric reactor/gasifier) dan mengembangkannya lebih lanjut pada 1931
(pressurized version)8) Pada tipe proses ini, reaktornya (gasifier) berbentuk vertikal. Hal ini
digunakan untuk mempertahankan aliran padatan dengan kecepatan gas rendah. Aliran bahan
bakar gasifier jenis ini adalah bolak balik (counter current), yaitu batubara diumpankan dari atas
kemudian perlahan-lahan turun ke bawah dan dipanaskan oleh gas panas dari arah bawah.
Batubara melewati zona karbonisasi kemudian zona gasifikasi, akhirnya sampai pada zona
pembakaran pada bagian bawah gasifier tempat reaktan gas diinjeksi.
Ukuran batubara (bahan bakar) yang dapat diolah pada gasifier jenis ini adalah antara 5 – 55
mm. Batubara tersebut akan dipanaskan dan dikeringkan oleh gas produser hasil gasifikasi yang
akan keluar dari gasifier. Proses gasifikasi batubara tersebut akan menghasilkan abu dan gas
produser beserta produk samping (residu) berupa tar. Ciri khas gasifier ini adalah perbedaan
temperatur pada berbagai tempat di dalam gasifier dan beroperasi pada tekanan tinggi.
Temperatur maksimum yang dapat dicapai pada gasifier jenis ini adalah 930 – 1430 0C. Suhu
keluaran yang dihasilkan dari gasifier ini berkisar antara 315 – 550 0C dengan residence time 1 –
2 jam. Karakteristik dari gasifier jenis ini adalah rendahnya temperatur gasifikasi dan gas hasil
gasifikasi sehingga membutuhkan oksigen yang rendah, serta menghasilkan kandungan metan
yang tinggi. Gasifier jenis ini sangat mudah dibuat dan dioperasikan, tetapi tidak ekonomis untuk
ukuran kapasitas yang relatif kecil.
Fluidized-Bed Gasifier
Pada teknologi gasifikasi ini ukuran batubara (bahan bakar) yang digunakan lebih kecil
dibandingkan dengan pada fixedbed gasifier yaitu sekitar 8 mesh (0.5 – 5 mm). Batubara tersebut
dimasukkan pada bagian atas unggun atau langsung pada unggun kemudian dialirkan dengan
Nama : Dahliana
NIM : 05181024
Matkul Pilihan : Konservasi Energi

bantuan gas sehingga bergerak seperti fluida dan membentuk unggun fluidisasi. Pencampuran
bahan bakar dan cepatnya perpindahan panas pada bahan bakar akibat fluidisasi menyebabkan
temperatur di dalam gasifier seragam. Gas (campuran steam dan oksigen atau udara) yang
digunakan dialirkan dari bawah bagian bawah unggun. Temperatur keluaran dari gasifier ini
berkisar antara 700 – 900 0C. Residence time pada gasifier jenis ini berkisar antara 5 – 50 detik
dan beroperasi pada suhu konstan, yaitu 760 – 1040 0C. Suhu tinggi tersebut dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya aglomerasi dan pembentukan kerak.
Keunggulan-keunggulan dari fluidizedbed gasifier antara lain:
 terjadinya pencampuran padatan yang baik, temperatur relatif seragam, dan terjadi
kesetimbangan temperatur yang cepat antara padatan dan gas.
 efisiensi perpindahan panas dari daerah eksotermis ke endotermis, oleh karenanya reaksi-
reaksi gasifikasi mencapai kesetimbangan dengan cepat sehingga masukan cukup tinggi.
 tidak ada hot spots yang menyertai pembentukan partikel-partikel abu yang melebur,
yang disebut klinker.
Sedangkan kelemahan-kelemahan fluidized-bed gasifier antara lain:
 tanpa pre-treatment okdisatif pada batubara atau konfigurasi desain yang khusus, gasifier
mengalami kesulitan dalam penanganan batubara caking dan swelling, yang
beraglomerasi dan membentuk partikel-partikel yang lebih besar
 kelemahan lainnya adalah terbawanya padatan pada gas produk sehingga diperlukan
peralatan khusus pembersihan padatan dalam gas produk.
Entrained-Bed Gasifier Pada entrained-bed gasifier
batubara dialirkan ke dalam gasifier secara co-current (searah) atau bersama-sama dengan
medium penggasifikasi berupa uap air (steam) dan oksigen, bereaksi pada tekanan atmosfer.
Batubara ukurannya dihaluskan sampai sekitar 0,1 mm, diumpankan dengan reaktan gas ke
dalam chamber dimana reaksi gasifikasi terjadi seperti halnya sistem pembakaran bahan bakar
berbentuk serbuk11) Entrained-bed gasifier merupakan bejana horisontal yang beroperasi pada
tekanan atmosfer atau sedikit lebih tinggi dari tekanan atmosferik. Pengoperasian pada tekanan
tinggi menyebabkan kandungan tar dan minyak dalam gas hasil produksi sedikit atau tidak ada
sama sekali.
Nama : Dahliana
NIM : 05181024
Matkul Pilihan : Konservasi Energi

Gasifier jenis ini dapat dioperasikan pada temperatur rendah untuk menjaga abu agar tetap
dalam keadaan padatan kering atau juga dapat dioperasikan pada temperatur di atas titik lebur
abu sehingga abu yang dihasilkan berbentuk lelehan cair. Medium penggasifikasi dimasukkan
dengan laju yang tinggi. Ukuran bahan yang lolos sekitar 80% pada ukuran kurang dari 200
mesh (44 μm). Abu diambil sebagai slag.
Hal ini disebabkan oleh temperatur operasi lebih besar daripada suhu peleburan abu. Rentang
temperatur keluaran produk pada gasifier jenis ini adalah antara 900 – 14000C. Pengendalian
pada gasifier jenis ini adalah laju alir bahan bakar, oksigen, dan kukus. Efisiensi gasifier
ditentukan oleh temperatur operasi, ukuran partikel, dan laju injeksi kukus.penggasifikasi
dimasukkan dengan laju yang tinggi. Ukuran bahan yang lolos sekitar 80% pada ukuran kurang
dari 200 mesh (44 μm). Abu diambil sebagai slag. Hal ini disebabkan oleh temperatur operasi
lebih besar daripada suhu peleburan abu. Rentang temperatur keluaran produk pada gasifier jenis
ini adalah antara 900 – 14000C. Pengendalian pada gasifier jenis ini adalah laju alir bahan bakar,
oksigen, dan kukus. Efisiensi gasifier ditentukan oleh temperatur operasi, ukuran partikel, dan
laju injeksi kukus. Keunggulan-keunggulan entrained-bed gasifier antara lain:
 Tidak terlalu memperhatikan karakteristik bahan baku, sesuai untuk bahan baku yang
berukuran kecil.
 Gas yang dihasilkan mengandung sedikit tar, abu diambil dalam bentuk slag, produk
dengan suhu tinggi memerlukan quenching untuk pembersihan, pendinginan dapat
dilakukan dengan cara pertukaran panas sehingga panas yang dihasilkan lebih efisien.
Sedangkan beberapa kelemahannya antara lain:
 Oksigen yang dibutuhkan lebih banyak dan bahan baku yang berukuran besar
memerlukan pengolahan awal agar dapat memenuhi spesifikasi umpan gasifier jenis ini.
 Pengoperasian gasifier jenis ini sangat rumit
Molten Bath Gasifier
Pada pembuatan gas sintetik dengan teknologi proses molten bath gasifier, reaksi terjadi
dalam medium yang tercampur merata dari inersia panas tinggi. Ada 2 tipe bath yaitu molten
metal bath dan molten salt bath. Temperatur operasi pada tipe molten metal bath berkisar antara
1400 – 1700 0C, sedangkan pada tipe molten salt bath berkisar pada 1000 0C. Reaktan gas dapat
Nama : Dahliana
NIM : 05181024
Matkul Pilihan : Konservasi Energi

dimasukkan dari atas seperti jet kemudian masuk ke dalam permukaan bath. Pada Gambar 5
dapat dilihat proses gasifikasi batubara dengan molten bath gasifier. Sedangkan pada Gambar 6
dapat dilihat perbandingan dari ke empat proses gasifikasi yang telah diatas.
3. Coal Liquefaction and Processing ( Pencairan Batubara dan Pengolahan )
Coal to Liquid Technology (CTL) merupakan salah satu bagian dari Coal Conversion
Technology (CCT) yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai guna batubara sebagai bahan
bakar. Seperti yang sudah diketahui bersama bahwa batubara merupakan sumber bahan bakar
selain minyak bumi dan gas alam yang tak dapat terbarukan (non renewable resources). Namun,
berbeda dengan minyak bumi dan gas alam, batubara tersebar merata di seluruh dunia dalam
cadangan yang cukup besar. Sehingga batubara dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar fosil
utama oleh beberapa negara yang miskin sumber daya minyak/gas tetapi memiliki cadangan
batubara yang melimpah seperti China, Amerika Serikat, Jepang, bahkan Afrika Selatan (speight,
1994).
Proses Pirolisis Pirolisis batubara merupakan salah satu proses penting pada teknologi
konversi batubara. Pirolisis batubara pada dasarnya adalah proses pemanasan batubara dengan
suhu meningkat dengan tanpa adanya atau sedikit udara atau reagen lainnya yang tidak
memungkinkan terjadinya reaksi gasifikasi. Selama proses pirolisis terjadi, batubara akan
terdekomposisi dan menghasilkan condensable gases yang disebut dengan tar, non-condensable
gases yang disebut dengan gas dan padatan mikrokristalin yang disebut dengan char. Produk
hasil pirolisis batubara tidak hanya menghasilkan energi yang bersih tetapi juga dapat digunakan
sebagai bahan baku untuk industri kimia. Produk pirolisis batubara yang berpotensi besar sebagai
bahan baku industry kimia adalah char dan tar. Char adalah produk hasil pirolisis batubara yang
berbentuk padat.
4. Coal to Metallurgical Coke ( Batubara untuk Kokas Metalurgi )
Ketergantungan terhadap kokas pengecoran impor mengakibatkan industri kecil pengecoran
besi sering mengalami kesulitan karena terganggunya pasokan kokas impor. Jumlah impor kokas
tahun 2010 sebesar 61.735 ton dan umumnya berasal dari China (BPS, 2011). Kegiatan litbang
pembuatan kokas dari batubara peringkat rendah telah cukup lama dilakukan oleh Puslitbang
Teknologi Mineral dan Batubara. Produk kokas yang diperoleh telah diujicoba penggunaannya di
Nama : Dahliana
NIM : 05181024
Matkul Pilihan : Konservasi Energi

PT Multi Guna, Ceper sebagai kokas pengecoran. Hasil ujicoba menunjukkan bahwa kokas
tersebut dapat digunakan sebagai kokas dasar dan kokas muat. Bahan baku untuk pembuatan
kokas pengecoran berupa batubara yang mempunyai spesifikasi antara lain kadar abu maksimal
5% dan kadar total sulfur maksimal 1%. Dalam rangka penerapan secara komersial proses
pembuatan kokas pengecoran perlu didukung cadangan batubara yang memenuhi syarat seperti
tersebut di atas. Berdasarkan data dari Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batubara,
dalam buku Pertambangan Mineral dan Batubara 2011 diperoleh gambaran bahwa cadangan
yang memenuhi syarat bahan baku kokas pengecoran tersebar di Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Sumatera Selatan dengan jumlah cadangan
mencapai 1.928.000.000 ton (Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batubara, 2011).
Penelitian ini bertujuan meningkatkan efisiensi proses untuk menghemat biaya produksi
sehingga produk layak untuk dikomersialkan. Tahap efisiensi pada proses pembuatan kokas
adalah memanfaatkan batubara peringkat rendah sebagai aditif yang bertujuan untuk
meningkatkan kekerasan kokas agar tidak mudah hancur pada saat digunakan. Selama ini, bahan
pengikat yang digunakan adalah aspal yang hanya menghasilkan kokas jenis kokas pengecoran.
Untuk jenis kokas metalurgi, perlu dikembangkan aditif yang berasal dari hasil hidrogenasi
batubara.
Penelitian aditif ini mengacu pada penelitian terdahulu, yang menyatakan bahwa batubara
peringkat rendah dari Jambi, Pendopo dan Wahau setelah melalui proses hidrogenasi menjadi
batubara caking coal cocok untuk dijadikan aditif pembuatan kokas (Ningrum dkk., 2012).
Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2012 tersebut, batubara Jambi digunakan sebagai bahan
baku untuk pembuatan bahan aditif dan kemudian dicampur dengan batubara Tuhup, Marunda
dan Ombilin untuk dibuat kokas.
Dalam penelitian ini diamati pengaruh penambahan aditif yang dibuat dari batubara peringkat
rendah terhadap pembuatan kokas dari batubara bituminus (Tuhup, Marunda dan Ombilin).
Pembuatan aditif dari batubara peringkat rendah dilakukan dengan menambahkan hidrogen
(hidrogenasi) ke dalam batubara. Proses hidrogenasi merupakan proses pemutusan ikatan rantai
hidrokarbon stabil, sehingga tidak terjadi reaksi re-kondensasi yang akan membentuk arang.
Pemanasan dan hidrogenasi batubara akan menghasilkan produk batubara dengan nisbah H/C
Nama : Dahliana
NIM : 05181024
Matkul Pilihan : Konservasi Energi

yang tinggi dan O/C yang rendah. Batubara yang mempunyai H/C tinggi dan O/C rendah
mempunyai kecenderungan bersifat caking sehingga dapat dipakai sebagai bahan pengikat atau
bahan aditif dalam pembuatan kokas. Hidrogen untuk keperluan hidrogenasi tersebut bisa
diperoleh dari coke oven gas, sehingga biaya produksi pembuatan artificial caking coal dari
batubara dalam negeri yang banyak cadangannya dapat bersaing dengan coking coal import.
Hidrogenasi batubara dapat mengubah steam-coal menjadi batubara caking coal. Saat ini
kebutuhan caking coal untuk industri besi dan baja di Indonesia diimpor terutama dari Australia.
Banyak cara mengubah non caking coal menjadi caking coal yang mempunyai kualitas tinggi.
Para peneliti di Amerika Serikat telah mengembangkan proses hidrogenasi batubara pada
tekanan tinggi (>70 atm) dan suhu lebih dari 400°C untuk menghasilkan solvent refined coal
(SRC) yang berkadar abu rendah dan dapat digunakan sebagai aditif pembuatan kokas (Steel
Handbook, 1982).
Metode lain untuk menghasilkan bahan aditif adalah dengan cara ekstraksi pelarut. Kelarutan
batubara dapat ditingkatkan dengan cara menggunakan pelarut yang sesuai, menaikkan suhu
reaksi, mengecilkan ukuran partikel dan melakukan proses perlakuan awal. Pelarut aromatik
lebih baik dibandingkan pelarut alifatik. Semakin tinggi suhu, semakin tinggi kelarutan batubara.
Kelarutan batubara dapat ditingkatkan dari 40% menjadi 90% dengan meningkatkan suhu
ekstraksi dari suhu kamar menjadi mendekati 400°C.
Keberadaan air sangat mengganggu proses ekstraksi karena air tidak bisa melarutkan batubara
dan melemahkan kekuatan pelarut organik (Haupt, 2006). Untuk itu diperlukan proses penurunan
kadar air sebelum di hidrogenasi. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Ningrum dkk.
(2012) proses hydrothermal sebelum dihidrogenasi dapat meningkatkan nilai kalor batubara dan
kandungan hidrogen terkoreksi serta menurunkan oksigen terkoreksi. Berdasarkan penelitian ini
proses treatment sebelum hidrogenasi diperlukan untuk mendapatkan aditif dengan hasil yang
optimal.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Benk (2010) memperlihatkan bahwa aditif dapat dibuat
dari campuran pitch dengan resin fenol kemudian dihidrogenasi pada temperatur 200°C selama 2
jam. Picth dapat diperoleh dengan cara mengekstraksi batubara. Produk yang dihasilkan
dicampur dengan batubara kemudian dikarbonisasi. Kokas yang dihasilkan mempunyai daya
Nama : Dahliana
NIM : 05181024
Matkul Pilihan : Konservasi Energi

rentang (tensile strength) 50,45 mn/m2. Apabila temperatur hidrogenasi dinaikan sampai 950°C
aditif yang dihasilkan kemudian dicampur batubara, kemudian dikarbonisasi dapat menghasilkan
kokas dengan daya rentang yang tinggi yakni 71,85 mn/m2.
Karbonisasi batubara menjadi kokas akan meliputi beberapa perubahan fisik dan kimiawi
yang sangat kompleks. Beberapa perubahan fisik tersebut adalah pelunakan, devolatilisasi,
pengembangan dan akhirnya pemadatan kembali. Perubahan kimiawi yang terjadi antara lain
perengkahan (cracking), de-polimerisasi, polimerisasi dan kondensasi (Perry, 2008 dan
Hardarshan, 2007). Laju penguraian zat terbang batubara meningkat dengan naiknya temperatur,
pemanasan berlangsung sampai temperatur 2000°C (Fidaros, 2006). Setelah pelepasan zat
terbang diperoleh kokas padat dengan kandungan zat terbang sekitar 1,5 % yang terdiri atas H2
dan N2.
Batubara yang digunakan pada pembuatan kokas sebaiknya berupa batubara jenis coking coal.
Pemanasan batubara jenis coking coal pada saat proses karbonisasi akan menghasilkan gumpalan
butiran kokas yang kuat dan padat. Batubara Indonesia umumnya tidak mengkokas, sehingga
kokas yang dihasilkan tidak keras, cenderung rapuh dan remuk. Oleh karena itu, perlu modifikasi
pada proses pembuatannya, yaitu melalui pembriketan dan dilanjutkan dengan proses
rekarbonisasi briket kokas.
Secara umum kegunaan kokas metalurgi (Diez dkk., 2002) adalah: - sebagai sumber panas,
kokas bereaksi dengan oksigen dari tiupan udara menghasilkan panas untuk proses reaksi kimia,
melelehkan logam dan slag, - sebagai bahan kimia (chemicals), kokas bereaksi dengan oksigen
dan CO2 membentuk gas pereduksi untuk proses reduksi oksida metal, - sebagai pembentuk
unggun yang kuat, berpori dan media permeable agar sirkulasi dan distribusi gas pereduksi
optimal.

Sumber :
 PEMANFAATAN ADITIF DARI BATUBARA PERINGKAT RENDAH UNTUK
PEMBUATAN KOKAS METALURGI The Use of Additive Using Low Rank Coal for
Metallurgical Coke Making
Nama : Dahliana
NIM : 05181024
Matkul Pilihan : Konservasi Energi

 NINING S. NINGRUM, MIFTAHUL HUDA dan SUGANAL


(file:///C:/Users/ASUS/Downloads/723-2113-1-SM.pdf )
 STUDI PENCAIRAN BATUBARA (COAL LIQUEFACTION) METODE PIROLISIS
PADA BATUBARA PERINGKAT, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (Study of Coal Liquefaction with Pyrolysis Method
on Low Rank Coal, Kutai Kartanegara Regency, East Kalimantan) (
file:///C:/Users/ASUS/Downloads/1753-4618-1-PB.pdf )
 KAJIAN TEKNOLOGI PROSES PEMBUATAN GAS SINTETIKDARI
BATUBARADAN PROSPEK PEMANFAATANPADAINDUSTRI HILIRNYA
TECHNOLOGY REVIEW PROCESS OF SYNTHETIC GAS FROM COAL
UTILIZATION AND PROSPECT IN DOWNSTREAM INDUSTRIES Muslim Efendi
Harahap,Endro Wahju Tjahjono ( file:///E:/PDF/104-252-1-PB.pdf )
 PEMANFAATAN LIMBAH BATUBARA (FLY ASH) UNTUK STABILISASI
TANAH MAUPUN KEPERLUAN TEKNIK SIPIL LAINNYA DALAM
MENGURANGI PENCEMARAN LINGKUNGAN (
https://core.ac.uk/download/pdf/11707666.pdf )

Anda mungkin juga menyukai