Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skizofrenia dapat merupakan penyakit yang ditentukan secara genetik, tetapi juga terdapat
bukti yang menunjukkan kejadian intra uteri dan komplikasi obstetrik. Obat neuroleptik
banyak mengedalikan banyak gejala skizofrenia. Obat tersebut mempunyai sebagian besar
efek pada gejala positif seperti halusinasi dan waham. Gejala negati f seperti menarik diri
dari lingkungan sosial dan apatis emosional kurang dipengaruhi oleh obat neuroleptik.
(Profitasari, 2010) Obat neuroleptik membtuhkan waktu beberapa minggu untuk
mengendalikan gejala skizofren dan sebagian pasien akan membutuhkan pengobatan
rumatan selama bertahuntahun. Relaps sering terjadi bahkan pada pasien yang
dipertahankan dengan obat dan lebih dari dua pertiganya mengalami relaps dalam satu
tahun bila menghentikan terapi. Sayangnya, neuroleptik juga memblok reseptor dopamin
pada gnaglia basalis dan sering juga menyebabkan gangguan pergerakan (efek ekstra
piramidal) yang menyebabkan stres dan kecacatan. (Mansjoer, 2000) Berbagai agen
farmakologis yang digunakan untuk menerapi berbagai gangguan psikiatrik disebut dengan
tiga istilah umumyang dapat saling menggantikan: obat psikotropik, obat psikoaktif, dan
obat psikoterapuetik. Dahulu agen tersebut dibagi dalam empat kategori : 1. Obat
antipsikotik atau neuroleptik, digunakan untuk menerapi psikosis. 2. Obat anti depresan,
digunakan untuk menerapi depresi.
PSIKOFARMAKA Page 3

3. Obat anti manik dan penstabil mood, digunakan untuk menerapi gangguan bipolar. 4.
Obat anti ansietas dan anti ansiolitik, digunakan untuk menerapi keadaan ansietas.
Meskipun demikian, sekarang ini pembagian tersebut kurang sah disebabkan berbagai
alasan yang mendasari. Sedangkan pendapat lain mengemukakan klasifikasi obat
psikotropika yang baru. Berikut tabel yang menunjukkan klasifikasi obat psikofarmaka
dengan istilah dan obat acuan yang dipakai :

Golongan Sinonim Obat acuan


Antipsikosis Neuroleptika, Major
Tranquillizer, Ataractics
Chlorpromazine
Antidepresan Thymoleptics, Psychic
energizers
Amitriptyline
Anti manik Mood modulator, mood
stabilizer, Antimanics
Lithium Carbonate
Anti ansietas Psycholeptics, Minor
Tranquillizer, Anxyolitic
Diazepam/
Chlordiazepoxide
Anti insomnia
Hypnotics, Somnifacient,
Hipnotika
Phenobarbital
Anti obsesif konvulsif
Drugs used in Obsesivecompulsive
Disorder
Chlomipramin
Anti panik Drugs used in Panic Imipramine
PSIKOFARMAKA Page 4

disorder
(Andri, 2009)

PSIKOFARMAKA Page 5

BAB II PSIKOFARMAKA

1. Definisi Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada
Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku,
digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup
pasien. Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis, anti-
depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia. Pembagian lainnya dari obat psikotropik
antara lain: transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika1
2. Obat-0bat Psikotropika 1. Obat Anti-Psikosis Obat-obat neuroleptika juga disebut
tranquilizer mayor, obat anti psikotik atau obat anti skizofren, karena terutama digunakan
dalam pengobatan skizofrenia tetapi juga efektif untuk psikotik lain, seperti keadaan manik
atau delirium. Obat-obat anti psikotik ini terbagi atas dua golongan besar, yaitu :1,3 A. Obat
anti psikotik tipikal 1. Phenothiazine
 Rantai aliphatic : CHLORPROMAZINE LEVOMEPROMAZINE
 Rantai piperazine : PERPHENAZINE TRIFLUOPERAZINE FLUPHENAZINE
 Rantai piperidine : THIORIDAZINE 2. Butyrophenone : HALOPERIDOL
3. diphenyl-butyl-piperidine : PIMOZIDE
PSIKOFARMAKA Page 6

B. obat anti psikotik atipikal 1. Benzamide : SULPIRIDE 2. Dibenzodiazepine : CLOZAPINE


OLANZAPINE QUETIAPINE
3. Benzisoxazole : RISPERIDON

Mekanisme Kerja Semua obat anti-psikosis merupakan obat-obat potensial dalam


memblokade reseptor dopamin dan juga dapat memblokade reseptor kolinergik, adrenergik
dan histamin. Pada obat generasi pertama (fenotiazin dan butirofenon), umumnya tidak
terlalu selektif, sedangkan benzamid sangat selektif dalam memblokade reseptor dopamine
D2. Anti-psikosis “atypical” memblokade reseptor dopamine dan juga serotonin 5HT2 dan
beberapa diantaranya juga dapat memblokade dopamin system limbic, terutama pada
striatum.4

Cara Penggunaan Umumnya dikonsumsi secara oral, yang melewati “first-pass metabolism”
di hepar. Beberapa diantaranya dapat diberikan lewat injeksi short-acting Intra muscular
(IM) atau Intra Venous (IV), Untuk beberapa obat anti-psikosis (seperti haloperidol dan
flupenthixol), bisa diberikan larutan ester bersama vegetable oil dalam bentuk “depot” IM
yang diinjeksikan setiap 1-4 minggu. Obat-obatan depot lebih mudah untuk dimonitor.
Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan
efek samping obat. Penggantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalennya. Apabila obat
psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis optimal setelah jangka waktu
memadai, dapat diganti dengan obat anti-psikosis lainnya. Jika obat anti-psikosis
PSIKOFARMAKA Page 7

tersebut sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya dapat ditolerir dengan
baik, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Dalam pemberian dosis, perlu
dipertimbangkan:1,2,3  Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu  Onset efek
sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam  Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali
perhari)  Dosis pagi dan malam berbeda untuk mengurangi dampak efek samping, sehingga
tidak menganggu kualitas hidup pasien Mulailah dosis awal dengan dosis anjuran 
dinaikkan setiap 2-3 hari  hingga dosis efektif (sindroma psikosis reda)  dievaluasi setiap 2
minggu dan bila perlu dinaikkan  dosis optimal  dipertahankan sekitar 8-12 minggu
(stabilisasi)  diturunkan setiap 2 minggu  dosis maintenance  dipertahankan selama 6
bulan – 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu  tapering off (dosis diturunkan tiap
2-4 minggu)  stop. Obat anti-psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat
walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan sangat
kecil. Jika dihentikan mendadak timbul gejala cholinergic rebound, yaitu: gangguan
lambung, mual, muntah, diare, pusisng, gemetar dan lain-lain dan akan mereda jika
diberikan anticholinergic agents (injeksi sulfas atropine 0,25 mg IM dan tablet trihexylfenidil
3x2 mg/hari). Obat anti-psikosis parenteral berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit
teratur makan obat atau tidak efektif dengan medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc
setiap bulan. Pemberiannya hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap
skizofrenia. Penggunaan CPZ sering menimbulkan hipotensi orthostatik pada waktu
merubah posisi tubuh. Hal ini dapat diatasi dengan injeksi nor-adrenalin (effortil IM).
Haloperidol juga dapat menimbulkan sindroma Parkinson, dan diatasi dengan tablet
trihexylfenidil 34x2 mg/hari.

Indikasi
PSIKOFARMAKA Page 8

Obat anti-psikosis merupakan pilihan pertama dalam menangani skizofreni, untuk


memgurangi delusi, halusinasi, gangguan proses dan isi pikiran dan juga efektif dalam
mencegah kekambuhan. Major transquilizer juga efektif dalam menangani mania, Tourette’s
syndrome, perilaku kekerasan dan agitasi akibat bingung dan demensia. Juga dapat
dikombinasikan dengan anti-depresan dalam penanganan depresi delusional.2

Efek Samping  Extrapiramidal: distonia akut, parkinsonism, akatisia, dikinesia tardiv 


Endokrin: galactorrhea, amenorrhea  Antikolinergik: hiperprolaktinemia Bila terjadi gejal
tersebut, obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan. Bisa diberikan obat reserpin 2,5
mg/hari. Obat pengganti yang yang paling baik adalah klozapin 50-100 mg/hari. Reaksi
idiosinkrasi yang timbul dapat berupa diskrasia darah, fotosensitivitas, jaundice, dan
Neuroleptic Malignant Syndrome(NSM). NSM berupa hiperpireksia, rigiditas, inkontinensia
urin, dan perubahan status mental dan kesadaran. Bila terejadi NSM, hentikan pemakaian
obat, perawatan suportif dan berikan agonis dopamine (bromokriptin 3x 7,5 sampai 60
mg/hari, L-Dopa 2x100 mg atau amantidin 200 mg/hari)

Kontraindikasi Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris yang tinggi,
ketergantungan alkohol, penyakit SSP dan gangguan kesadaran

PSIKOFARMAKA Page 9

SEDIAAN ANTIPSIKOSIS DAN DOSIS ANJURAN


No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1 Chlorpromazine LARGACTIL
PROMACTIL
MEPROSETIL
ETHIBERNAL
Tab. 25 mg, 100 mg

Amp.25 mg/ml
150-600 mg/h
2 Haloperidol SERENACE

HALDOL
GOVOTIL
LODOMER
HALDOL DECA-
NOAS
Tab. 0,5 mg, 1,5&5 mg
Liq. 2 mg/ml
Amp. 5 mg/ml
Tab. 0,5 mg, 2 mg
Tab. 2 mg, 5 mg
Tab. 2 mg, 5 mg
Amp. 50 mg/ml
5-15 mg/h

50 mg / 2-4 minggu
3 Perphenazine TRILAFON Tab. 2 mg, 4&8 mg 12-24 mg/h
PSIKOFARMAKA Page 10

4 Fluphenazine
Fluphenazine-
decanoate
ANATENSOL
MODECATE
Tab. 2,5 mg, 5 mg
Vial 25 mg/ml
10-15 mg/h
25 mg / 2-4 minggu
5 Levomepromazine NOZINAN Tab.25 mg
Amp. 25 mg/ml
25-50 mg/h
6 Trifluoperazine STELAZINE Tab. 1 mg, 5 mg 10-15 mg/h
7 Thioridazine MELLERIL Tab. 50 mg, 100 mg 150-600 mg/h
8 Sulpiride DOGMATIL –
FORTE
Tab. 200 mg
Amp. 50 mg/ml
300-600 mg/h
PSIKOFARMAKA Page 11

9 Pimozide ORAP FORTE Tab. 4 mg 2-4 mg/h


10 Risperidone RISPERDAL
NERIPROS
NOPRENIA
PERSIDAL-2
RIZODAL
Tab. 1,2,3 mg
Tab. 1,2,3 mg
Tab. 1,2,3 mg
Tab. 2 mg
Tab. 1,2,3 mg
Tab 2-6 mg/h
11 Clozapine CLOZARIL Tab. 25 mg, 100 mg 25-100 mg/h
12 Quetiapine SEROQUEL Tab. 25 mg, 100 mg, 200 mg
50-400 mg/h
PSIKOFARMAKA Page 12

13 Olanzapine ZYPREXA Tab. 5 mg, 10 mg 10-20 mg/h

2. Anti Depresan Antidepresan terutama digunakan untuk mengobati depresi, gangguan


obsesifkompulsif, gangguan ansietas menyeluruh, gangguan panik, gangguan fobik dan pada
kasus tertentu, enuresis nokturnal (antidepresn trisiklik) dan bulimia nervosa (fluoxetine).
1,3 Penggolongan obat antidepresan yaitu sebagai berikut :

Pengaruh antidepressan pada neurotransmitter biogenik amin memiliki mekanisme yang


berbeda pada setiap golongan antidepressan. Terapi jangka panjang dengan obat-obat
tersebut telah membuktikan pengurangan reuptake norepinephrine atau serotonin atau
keduanya, penurunan jumlah reseptor beta pascasinaptik, dan berkurangnya pembentukan
cAMP.1,6
PSIKOFARMAKA Page 13

Gambar : skema diagram kemungkinan tempat kerja obat antidepressan

Tiga Fase Pengobatan Gangguan Depresif Saat merencanakan intervensi pengobatan,


penting untuk menekankan kepada penderita bahwa ada beberapa fase pengobatan sesuai
dengan perjalanan gangguan depresif : 6  Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala 
Fase kelanjutan untuk mencegah relaps  Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah
rekuren
Di pelayanan kesehatan primer, obat anti depresan yang tersedia biasanya golongan
trisiklik. Meskipun antidepresan trisiklik sampai saat ini merupakan obat
PSIKOFARMAKA Page 14

antidepresan yang paling banyak digunakan, tetapi penggunaannya masih belum optimal
karena kemampuan diagnostik dari pelayanan kesehatan primer belum ditingkatkan juga
belum berperannya konselor apoteker. Dari hasil penelitian ternyata dosis yang digunakan
masih terlalu rendah. Akibatnya, efek terapi yang ingin dihasilkan tidak tercapai.2,6 Efek
samping antidepresan trisiklik cukup banyak, tetapi hal ini tidak menghalangi
penggunaannya, karena obat ini telah terbukti efektif dalam mengobati depresi. Dengan
memberikan obat ini sebagai dosis tunggal pada malam hari, dan melakukan titrasi
peningkatan dosis, maka efek samping yang mengganggu sedikit banyak akan dapat diatasi.
7 Antidepresan baru terlihat efeknya dalam 4 sampai 12 minggu, sebelum ia mengurangi
atau menghapus gejala-gejala gangguan depresif meski hasilnya dirasakan sudah membuat
perbaikan dalam 2 sampai 3 minggu. Selama masa ini efek samping akan terasa. Banyak efek
samping bersifat sementara dan akan menghilang ketika obat diteruskan, dan beberapa
efek samping menetap seperti mulut kering, konstipasi dan efek seksual. Orang berusia
lanjut perlu mendapatkan perhatian atas daya absorbsi dan kepekaannya terhadap efek
obat. Monitor obat dan gejala perlu lebih cermat.7,8

Mekanisme Kerja Trisiklik (TCA) memblokade reuptake dari noradrenalin dan serotonin yang
menuju neuron presinaps. SSRI hanya memblokade reuptake dari serotonin. MAOI
menghambat pengrusakan serotonin pada sinaps. Mianserin dan mirtazapin memblokade
reseptor alfa 2 presinaps. Setiap mekanisme kerja dari antidepresan melibatkan modulasi
pre atau post sinaps atau disebut respon elektrofisiologis.

Cara Penggunaan Umumnya bersifat oral, sebagian besar bisa diberikan sekali sehari dan
mengalami proses first-pass metabolism di hepar. Respon anti-depresan jarang timbul
PSIKOFARMAKA Page 15

dalam waktu kurang dari 2-6 minggu. Untuk sindroma depresi ringan dan sedang, pemilihan
obat sebaiknya mengikuti urutan: Langkah 1 : golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake
Inhibitor) Langkah 2 : golongan tetrasiklik (TCA) Langkah 3 :golongan tetrasiklik, atypical,
MAOI (Mono Amin Oxydase Inhibitor) reversibel.

Tabel 1. Gambaran obat anti depresan TCA.

Tabel 2. Gambaran obat anti depresan SSRI.

PSIKOFARMAKA Page 16
Pertama-tama menggunakan golongan SSRI yang efek sampingnya sangat minimal
(meningkatkan kepatuhan minum obat, bisa digunakan pada berbagai kondisi medik),
spectrum efek anti-depresi luas, dan gejala putus obat minimal, serta “lethal dose” yang
tinggi (>6000 mg) sehingga relatif aman. 1,6 Bila telah diberikan dengan dosis yang adekuat
dalam jangka waktu yang cukup (sekitar 3 bulan) tidak efektif, dapat beralih ke pilihan
kedua, golongan trisiklik, yang spektrum anti depresinya juga luas tetapi efek sampingnya
relatif lebih berat. Bila pilihan kedua belum berhasil, dapat beralih ketiga dengan spectrum
anti depresi yang lebih sempit, dan juga efek samping lebih ringan dibandingkan trisiklik,
yang teringan adalah golongan MAOI. Disamping itu juga dipertimbangkan bahwa
pergantian SSRI ke MAOI membutuhkan waktu 2-4 minggu istirahat untuk “washout period”
guna mencegah timbulnya “serotonin malignant syndrome”.

Pemberian Dosis Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:  onset efek primer
(efek klinis) : sekitar 2-4 minggu  efek sekunder (efek samping) : sekitar 12-24 jam  waktu
paruh : 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari). Ada lima proses dalam pengaturan dosis,
yaitu: a) Initiating Dosage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis anjuran selama minggu I.
Misalnya amytriptylin 25 mg/hari pada hari I dan II, 50 mg/hari pada hari III dan IV, 100
mg/hari pada hari V dan VI. b) Titrating Dosage (dosis optimal), dimulai pada dosis anjuran
sampai dosis efektif kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari
selama 7 sampai 15 hari (miggu II), kemudian minggu III 200 mg/hari dan minggu IV 300
mg/hari. c) Stabilizing Dosage (dosis stabil), dosis optimal dipertahankan selama 2-3 bulan.
Misalnya amytriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian diturunkan sampai dosis
pemeliharaan.
PSIKOFARMAKA Page 17

d) Maintining Dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis pemeliharaan
½ dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari. e) Tappering Dosage (dosis
penurunan), selama 1 bulan. Kebalikan dari initiating dosage. Misalnya amytriptylin 150
mg/hari à 100 mg/hari selama 1 minggu, 100 mg/hari à 75 mg/hari selama 1 minggu, 75
mg/hari à 50 mg/hari selama 1 minggu, 50 mg/hari à 25 mg/hari selama 1 minggu.

Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total. Kalau kemudian sindrom
depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya. Pada dosis pemeliharaan
dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose one hour before sleep), untuk
golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari
setelah sarapan. Pemberian obat anti depresi dapat dilakukan dalam jangka panjang oleh
karena “addiction potential”-nya sangat minimal. 7
PSIKOFARMAKA Page 18

Indikasi Obat antidepresan ditujukan kepada penderita depresi dan kadang berguna juga
pada penderita ansietas fobia, obsesif-kompulsif, dan mencegah kekambuhan depresi.
Efek Samping Trisklik dan MAOI : antikolinergik(mulut kering, retensi urin, penglihatan
kabur, konstipasi, sinus takikardi) dan antiadrenergik (perubahan EKG, hipotensi. SSRI :
nausea, sakit kepala MAOI : interaksi tiramin
PSIKOFARMAKA Page 19

Jika pemberian telah mencapai dosis toksik timbul atropine toxic syndrome dengan gejala
eksitasi SSP, hiperpireksia, hipertensi, konvulsi, delirium, confusion dan disorientasi.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya:  Gastric lavage  Diazepam 10 mg IM
untuk mengatasi konvulsi

Kegagalan Terapi Kegagalan terapi pada umumnya disebabkan:  Kepatuhan pasien


menggunakan obat (compliance), yang dapat hilang oleh karena adanya efek samping, perlu
diberikan edukasi dan informasi  Pengaturan dosis obat belum adekuat  Tidak cukup
lama mempertahankan pada dosis minimal  Dalam menilai efek obat terpengaruh oleh
presepsi pasien yang tendensi negative, sehingga penilaian menjadi “bias”.

3. Anti-Mania Mania merupakan gangguan mood atau perasaan ditandai dengan aktivitas
fisik yang berlebihan dan perasaan gembira yang luar biasa yang secara keseluruhan tidak
sebanding dengan peristiwa positif yang terjadi. Hal ini terjadi dalam jangka waktu paling
sedikit satu minggu hampir setiap hari terdapat keadaan afek (mood, suasana perasaan)
yang meningkat ekspresif atau iritabel.1,2 Sindroma mania disebabkan oleh tingginya kadar
serotonin dalam celah sinaps neuron, khususnya pada sistem limbik, yang berdampak
terhadap “dopamine receptor supersensitivity”. Lithium karbonat merupakan obat pilihan
utama untuk meredakan sindroma mania akut dan profilaksis terhadap serangan sindroma
mania yang kambuh pada gangguan afektif bipolar.2 Bentuk mania yang lebih ringan adalah
hipomania. Mania seringkali merupakan bagian dari kelainan bipolar (penyakit manik-
depresif). Beberapa orang yang tampaknya hanya menderita mania, mungkin sesungguhnya
mengalami episode depresi yang ringan atau singkat. Baik mania maupun hipomania lebih
jarang terjadi dibandingkan dengan depresi. Mania dan hipomania agak sulit dikenali,
kesedihan yang berat dan berkelanjutan akan
PSIKOFARMAKA Page 20

mendorong seseorang untuk berobat ke dokter, sedangkan kegembiraan jarang mendorong


seseorang untuk berobat ke dokter karena penderita mania tidak menyadari adanya sesuatu
yang salah dalam keadaan maupun perilaku mentalnya.10

Cara Penggunaan Obat Pada mania akut diberikan haloperidol IM atau tablet litium
karbonat. Pada gangguan afektif bipolar dengan serangan episodik mania depresi diberi
litium karbonat sebagai obat profilaks. Daapt mengurangi frekwensi, berat dan lamanya
suatu kekambuahan. Bila penggunaan obat litium karbonat tidak memungkinkaan dapat
digunakan karbamezin. Obat ini terbukti ampuh meredakan sindroma mania akut dan
profilaks serangan sindroma mania pada gangguan afektif bipolar. Pada ganguan afektif
unipolar, pencegahan kekambuhan dapat juga denagn obat antidepresi SSRI yang lebih
ampuh daripada litium karonat. Dosis awal harus lebih rendah
PSIKOFARMAKA Page 21

pada pasien usia lanjut atau pasien gangguan fisik yang mempengaruhi fungsi ginjal.
Pengukuran serum dilakukan dengan mengambil sampeel darah pagi hari, yaitu sebelum
makan obat dan sekitar 12 jam setelah dosis petang.

Mekanisme kerja Lithium Carbonate merupakan obat pilihan utama untuk meredakan
Sindrom mania akut atau profilaksis terhadap serangan Sindrom mania yang kambuhan
pada gangguan afektif bipolar. Hipotesis: Efek anti-mania dari Lithium disebabkan
kemampuannya mengurangi ”dopamine receptor supersensitivity”, meningkatnya
”cholinergic-muscarinic activity”, dan menghambat ”cyclic AMP (adenosine
monophosphate) dan phosphoinositides”.

Indikasi Gejala sasaran: Sindrom mania. Butir-butir diagnostik terdiri dari:  Dalam jangka
waktu paling sedikit satu minggu hampir setiap hari terdapat keadaan afek (mood, suasana
perasaan) yang meningkat, ekspresif dan iritabel.  Keadaan tersebut paling sedikit 4 gejala
berikut:\ 1. Peningkatan aktivitas (ditempat kerja, dalam hubungan sosial atau seksual), atau
ketidak-tenangan fisik 2. Lebih banyak bicara dari lazimnya ataun adanya dorongan untuk
bicara terus menerus 3. Lompat gagasan (flight of ideas) atau penghayatan subjektif bahwa
pikirannya sedang berlomba 4. Rasa harga diri yang melambung (grandiositas, yang dapat
bertaraf sampai waham/delusi) 5. Berkurangnya kebutuhan tidur 6. Mudah teralih
perhatian, yaitu perhatiannya terlalu cepat tertarik kepada stimulus luar yang tidak penting
PSIKOFARMAKA Page 22

7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas-aktivitas yang mengandung kemungkina resiko


tinggi dengan akibat yang merugikan apabila tidak diperhitungkan secara bijaksana.

Kontra Indikasi Wanita hamil karena bersifat teratogenik. Lithium dapat melalui plasenta
dan masuk peredaran darah janin, khususnya mempengaruhi kelenjar tiroid.

Efek samping  Efek samping Lithium berhubungan erat dengan dosis dan kondisi fisik
pasien.  Gejala efek samping pada pengobatan jangka lama: mulut kering, haus,
gastrointestinal distress (mual, muntah, diare, feses lunak), kelemahan otot, poliuria, tremor
halus (fine tremor, lebih nyata pada pasien usia lanjut dan penggunaan bersamaan dengan
neuroleptika dan antidepresan) Tidak ada efek sedasi dan gangguan akstrapiramidal.  Efek
samping lain : hipotiroidisme, peningkatan berat badan, perubahan fungsi tiroid, edema
pada tungkai metalic taste, leukositosis, gangguan daya ingat dan kosentrasi pikiran  Gejala
intoksikasi o Gejala dini : muntah, diare, tremor kasar, mengantuk, kosentrasi pikiran
menurun, bicara sulit, pengucapan kata tidak jelas, berjalan tidak stabil. o Dengan semakin
beratnya intoksikasi terdapat gejala: kesadaran menurun, oliguria, kejang-kejang. o Penting
sekali pengawasan kadar lithium dalam darah.  Faktor predisposisi terjadinya intoksikasi
lithium : o Demam (berkeringat berlebihan) o Diet rendah garam o Diare dan muntah-
muntah o Diet untuk menurunkan berat badan o Pemakaian bersama diuretik, antireumatik,
obat anti inflamasi nonsteroid  Tindakan mengatasi intoksikasi lithium :
PSIKOFARMAKA Page 23
o Mengurangi faktor predisposisi o Diuresis paksa dengan garam fisiologis NaCl diberikan
secara IV sebanyak 10 ml  Tindakan pencegahan intoksikasi lithium dengan edukasi tentang
faktor predisposisi, minum secukupnya, bila berkeringat dan diuresis banyak harus
diimbangi dengan minum lebih banyak, mengenali gejala dan intoksikasi dan kontrol rutin.

4. Anti-Ansietas Antiansietas adalah obat – obat yang digunakan untuk mengatasi


kecemasan dan juga mempunyai efek sedative, relaksasi otot, amnestic, dan antiepileptic.1
Antiansietas yang terutama adalah benzodiazepine. Banyak golongan obat yang mendepresi
system saraf pusat (SSP) lain telah digunakan untuk sedasi siang hari pada pengobatan
ansietas, namun penggunaannya saat ini telah ditinggalkan. Alasannya ialah antara lain
golongan barbiturate dan meprobamat, lebih toksik pada takar lajak (overdoses).2
Dari golongan benzodiazepine, yang dianjurkan untuk antiansietas adalah klordiazepoksid,
diazepam, oksazepam, klorazepat, lorazepam, prazepam, alprazolam, dan halozepam.
Sedangkan klorazepam lebih dianjurkan untuk pengobatan panic disorder.2
Klasifikasi yang sering dipakai adalah :1
1. Derivate benzodiazepine : - Diazepam (valium) - Bromazepam (lexotan) - Lorazepam
(ativan) - Alprazolam (xanax) - Clobazam (frisium) 2. Derivate gliserol : - Meprobamat 3.
Derivate berbiturat :
PSIKOFARMAKA Page 24

- Fenobarbital

Mekanisme Kerja
Mayoritas neurotransmitter yang melakukan inhibisi di otak adalah asam amino GABA
(gamma-aminobutyric acid A). Secara selektif reseptor GABA akan membiarkan ion Chlorid
masuk ke dalam sel, sehingga terjadi hiperpolarisasi neuron dam menghambat penglepasan
transmisi neuronal. Secara umum obat – obat antiansietas ini bekerja di reseptor GABA.
Benzodiazepine menghasilkan efek pengikatan terhadap reseptor GABA tersebut.1
Cara Penggunaan
 Benzodiazepine memiliki rasio terapetik yang tinggi sebagai anti ansietas dan kurang
menimbulkan adiksi dengan toksisitas yang rendah dibandingkan dengan meprobamate
atau fenobarbital.  Benzodiazepine sebagai “drug of choice” karena memiliki spesifisitas,
potensi dan kemanannya.  Spectrum klinis benzodiazepine memliputi efek anti ansietas
(lorazepam, clobazam, bromazepam), antikonvulsan, anti insomnia
(nitrazepam/flurazepam), dan premedikasi tingkat operatif (midazolam).  Efek klinis
terlihat bila kadar obat dalam darah telah mencapai “steady state” dimana dapat dicapai 5-7
hari dengan dosis 2-3 kali sehari. Onset of action cepat dan langsung memberikan efek. 
Mulai dengan dosis awal (dosis anjuran) kemudian dinaikkan dosis setiap 3-5 hari sampai
mencapai dosis optimal. Dosis ini dipertahankan 2-3 minggu. Kemudian diturunkan 1/8 x
dosis awal setiap 2-4 minggu sehingga tercapai dosis pemeliharan. Bila kambuh dinaikkan
lagi dan tetap efektif pertahankan 4-8 minggu.  Pemberian obat tidak boleh lebih dari 1-3
bulan dan penghentian selalu secara bertahap.
PSIKOFARMAKA Page 25

Efek Samping dan Kontra Indikasi


Pada penggunaan dosis terapi jarang timbul efek samping seperti rasa mengantuk, tetapi
pada kadar takar lajak (overdoses) benzodiazepine menimbulkan efek depresi SSP. Efek
samping akibat depresi susunan saraf pusat berupa kantuk dan ataksia yang merupakan
kelanjutan dari efek farmakodinamik obat – obat tersebut. Efek antiansietas diazepam dapat
diharapkan terjadi bila kadar dalam darah mencapai 300-400 ng/mL dan pada kadar ini
sudah terjadi efek sedasi dan gangguan psikomotor. Intoksikasi SSP yang menyeluruh terjadi
pada kadar di atas 900-1000 ng/mL.2
Hal yang ganjil adalah sesekali terjadi peningkatan ansietas. Respon semacam ini terjadi
khusus pada pasien yang merasa ketakutan dan terjadi penumpulan daya pikir sebagai
akibat efek samping sedasi antiansietas.Efek yang unik juga adalah dimana terjadi
peningkatan nafsu makan yang mungkin ditimbulkan oleh derivate benzodiazepine secara
mental.2
Umumnya, toksisitas klinik benzodiazepine rendah. Bertambahnya berat badan, yang
mungkin disebabkan karena perbaikan nafsu makan, terjadi pada beberapa pasien. Banyak
efek samping yang dilaporkan pasien tumpang tindih dengan dengan gejala ansietas, oleh
sebab itu anamnesis yang cermat sangat penting sehingga dapat dibedakan apakah benar
merupakan efek samping atau merupakan gejala ansietas.2
Pemberian dalam jumlah besar dan jangka waktu lama dapat menyebabkan toleransi dan
dependensi, serta gejala putus zat apabila obat dihentikan secara tiba – tiba.1
Derivate benzodiazepine sebaiknya jangan diberikan bersama dengan alcohol, barbiturate
dan atau fenotiazin. Kombinasi ini mungkin menimbulkan efek depresi yang berlebihan.
Pada pasien dengan gangguan pernapasan, benzodiazepine dapat memperberat gejala
sesak napas.2
Indikasi dan Sediaan
Derivate benzodiazepine digunakan untuk menimbulkan sedasi, menghilangkan rasa cemas,
dan keadaan psikosomatik yang ada hubungan dengan rasa cemas. Selain
PSIKOFARMAKA Page 26

sebagai antiansietas, derivate benzodiazepine juga digunakan sebagai hipnotik,


antikonvulsan, pelemas otot, dan induksi anestesi umum yang tentunya dosis untuk masing
– masing tujuan penggunaan berbeda.
Sebagai antiansietas, klordiazepoksid dapat diberikan secara oral atau bila sangat
diperlukan, suntikan dapat diulang 2-4 jam dengan dosis 25 – 100 mg sehari dalam 2 atau 4
pemberian. Dosis diazepam adalah 2-20 mg sehari, dan pemberian suntik dapat diulang tiap
3-4 jam. Klorazepat diberikan secara oral 30 mg sehari dalam dosis terbagi.
Klodiazepoksid tersedia dalam bentuk tablet 5 mg dan 10 mg. diazepam tersedia dalam
bentuk tablet 2 mg dan 5 mg. diazepam tersedia sebagai larutan untuk pemberian rektal
pada anak dengan kejang demam. Alprazolam tersedia dalam bentuk tablet 0,5 mg, 1 mg,
dan 2 mg.2
Toleransi dan Ketergantungan Fisik
Keadaan ini terjadi apabila benzodiazepine diberikan dalam dosis tinggi dan dalam jangka
waktu yang lama. Jadi pemberian golongan obat ini lebih dari 3 minggu sebaiknya dihindari.
Habituasi dapat terjadi akibat benzodiazepine, namun karena waktu paruhnya panjang dan
terjadi perubahan menjadi metabolit aktif, gejala putus obat mungkin tidak akan Nampak
selama 1 minggu sesudah penghentian obat pada pemakaian kronik. Umumnya pada
pemberian dengan dosis biasa tidak akan terjadi gejala putus obat.2
5. Anti-Insomnia
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu benzodiazepine
dan non-benzodiazepine.
A. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
B. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

PSIKOFARMAKA Page 27

Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :  Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam
proses tidur). Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia” yaitu
golongan benzodiazepine (Short Acting) Misalnya pada gangguan anxietas.  Delayed
Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali ke proses tidur
selanjutnya). Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-Insomnia”,
yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik). Misalnya pada gangguan
depresi.  Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah
menjadi beberapa bagian (multiple awakening). Obat yang dibutuhkan adalah bersifat
“Sleep Maintining Anti-Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau golongan
benzodiazepine (Long acting). Misalnya pada gangguan stres psikososial.

Pengaturan Dosis  Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi
tidur.
 Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2
minggu, kemudian secepatnya tapering off (untuk mencegah timbulnya rebound dan
toleransi obat)
 Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan, untuk
menghindari oversedation dan intoksikasi
 Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali seminggu (tidak
setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut

Lama Pemberian  Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak
lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat
menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang menetap sekitar 6 bulan lamanya.
PSIKOFARMAKA Page 28

 Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological Dependence”


(habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur dapat ditanggulangi.

Efek Samping  Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur.  Hati – hati pada pasien
dengan insufisiensi pernapasan, uremia, gangguan fungsi hati, oleh karena keadaan tersebut
terjadi penurunan fungsi SSP, dan dapat memudahkan timbulnya koma. Pada pasien usia
lanjut dapat terjadi “over sedation”, sehingga resiko jatuh dan trauma menjadi besar, yang
sering terjadi adala “hip fracture”.  Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan
farmakokinetik obat anti-insomnia (waktu paruh) : o Waktu paruh singkat, seperti Triazol
berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik o o pada pagi harinya dan juga
“intensifying daytime sleepiness” Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan
benzodiazepine dapat terjadi “disinhibiting effect” yang menyebabkan “rage reaction”
(perilaku penyerang dan ganas)

Perhatian Khusus  Kontraindikasi : o Sleep apneu syndrome o Congestive Heart Failure o


Chronic Respiratory Disease  Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai
risiko menimbulkan “teratogenic effect” (e.g.cleft-palate abnormalities) khususnya pada
trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan melalui ASI, berefek pada bayi
(penekanan fungsi SSP)

PSIKOFARMAKA Page 29

DAFTAR PUSTAKA 1. Gunawan SG, Setabudy R, Nafrialdi, dan Elysabeth. Farmakologi dan
terapi. Edisi kelima. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007. hal. 171-7
2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Synopsis of Psychiatry : Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 10th Ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2007. 3. Maslim R. Panduan Praktis :
Penggunaan Obat Psikotropik (Psychotropic Medication). Edisi ketiga. Jakarta : Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Ama 4. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Lippincott’s
Illustatrated Reviews: Pharmacology. 2nd ed.
Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 2000. 5. Lieberman JA, Tasman A. Handbook of
Psychiatric Drugs. Chester city : John Wiley&Sons Ltd ; 2006. 6. Hollister LE. Obat
antidepresan. Dalam: Farmakologi dasar dan klinik. Katzung BG. Edisi ke-enam.1998.
Jakarta: EGC. hal. 467-77. 7. Richard F, Michelle C, and Luigi C. Antidepressants; in
Lippincott's Illustrated Reviews: Pharmacology. Harvey AR and Champe PC. 4th Edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2009. p. 142-50. 8. Departemen Kesehatan
Ditjen Bina Pelayanan Medik Direktorat Bina Pelayanan kesehatan Jiwa. Buku pedoman
pelayana kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Jakarta: Departemen
Kesehatan Ditjen Bina Pelayanan Medik Direktorat Bina Pelayanan kesehatan Jiwa.2006. hal.
59-64. 9. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2010.
hal. 356-60. 10. Support Hope Inc. Antipsychotic : Haloperidol, Haldol. Disitasi tanggal : 05
Mei 2009 dari http://www.supporthope.com/medication/anti_anxiety/index.html. Last
update : Januari

Anda mungkin juga menyukai