Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat, taufik, hidayah-Nya, serta Inayah-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas yang diberikan. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman
jahiliyah menuju zaman terang benderang, yakni addinul Islam. Semoga kita mendapat syafa’atnya.
Amin.

Tidak lupa penyusun mengucapkan terimakasih kepada:

Dr. Maftukhin, M.Ag, selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah memberi izin kepada kami untuk
melanjutkan study.

Suminto, M.Pd, selaku dosen pembimbing mata kuliah Kajian Ayat Dan Hadits Ekonomi yang telah
memberikan bimbingan serta pengarahan atas pembuatan tugas kelompok ini.

Admisi pendidikan selaku tenaga kerja perpustakaan.

Kedua orang tua yang telah memberikan bantuan materi dan moril.

Serta semua pihak yang telah membantu terwujudnya makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa yang disajikan dalam makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
penyusun mengharapkan kepada semua pihak atas kritik dan saran dari kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah atas terselesainya tugas makalah ini dan semoga
bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Tulungagung,Mei 2017

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................ 1

Kata Pengantar............................................................................................... 2

Daftar Isi........................................................................................................ 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………1

B. Rumusan Masalah………………………………………………...2

C. Tujuan ……………………………………………………………2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah awal manusia………………………………………. ….…4

B. Konsep manusia…………………………………………………...6

C. Manusia menurut pandangan islam……………………………......8

D. Tujuan penciptaan manusia…………………………………….....11

E. Fungsi hidup manusia……………………………………………..12

F. Tanggungjawab manusia sebagai hamba dan khalifah Allah…….13

G. Ayat-ayat tentang manusia sebagai khalifah Allah di bumi……....28

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.....................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kita sebagai makhluk Allah yang mempunyai akal pikiran, hendaknya mengetahui bagaimanakah proses
terbentuknya manusia dan sebagai apakah manusia diciptakan.

Pada hakikatnya, manusia bukanlah sebuah kebetulan untuk diciptakan, dan bukan pula hanya sebagai
benda hidup yang kemudian mati tanpa pertanggungjawaban. Al-Quran telah menjelaskan bahwa
manusia memiliki tiga macam istilah yaitu, insan, basar, dan bani adam. Insan dan basar yang berarti
pelupa dan memiliki perasaan. Sedangkan bani adam yang berarti menunjukkan asal-usul manusia yaitu
bani adam.

Dalam alqur’an juga telah dijelaskan tentang manusia mengemban fungsi dan tugas hidup yang
berkaitan dengan tanggung jawab. Jadi manusia itu diciptakan dengan fungsi dan tugas yang pada
akhirnya akan dipertanggungjawabkan.

Didalam makalah ini, kami akan menjelaskan tentang ulasan manusia secara lengkap mulai dari
penciptaannya hingga tugas dan tanggung jawab manusia sebagai khalifah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah sejarah awal manusia?

2. Bagaimanakah konsep manusia?

3. Bagaimanakah kedudukan manusia dalam pandangan islam?

4. Bagaimanakah tujuan penciptaan manusia?

5. Bagaimanakah fungsi hidup manusia?

6. Bagaimanakah tanggungjawab manusia sebagai khalifah Allah?

7. Bagaimanakah bunyi ayat-ayat tentang manusia sebagai khalifah Allah di bumi?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui sejarah awal manusia


2. Untuk mengetahui konsep manusia

3. Untuk mengetahui kedudukan manusia dalam pandangan islam

4. Untuk mengetahui tujuan penciptaan manusia

5. Untuk mengetahui fungsi hidup manusia

6. Untuk mengetahui tanggungjawab manusia sebagai khalifah Allah

7. Untuk mengetahui ayat-ayat tentang manusia sebagai khalifah Allah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Awal Manusia

Pengertian Manusia menurut pandangan dari segi kebendaan hanyalah sekepal tanah yang ada di bumi.
Manusia dalam pandangan materialisme tidak lebih dari kumpulan daging, darah, urat, tulang dan alat
pencernaan. Menurut pandangan Islam manusia itu makhluk yang paling mulia diantara ciptaan Allah
dalam bentuk yang amat baik dan sempurna. Manusia diberi akal dan hati sehingga dapat memahami
ilmu yang diturunkan oleh Allah berupa Al-Qur’an.
Manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan istimewa dan menempati kedudukan tertinggi
di antara makhluk lainnya, yakni menjadi khalifah (wakil) Tuhan di muka bumi (Q.S. al-Baqarah/2: 30).
Q.S. al-An.am/6:165). Islam menghendaki manusia berada pada tatanan yang tinggi dan luhur. Oleh
karena itu manusia dikaruniai akal, perasaan, dan tubuh yang sempurna. Islam, melalui ayat-ayat al-
Qur.an telah mengisyaratkan tentang kesempurnaan diri manusia, seperti antara lain disebutkan dalam
Q.S. At-Tin/95:4 Kesempurnaan demikian dimaksudkan agar manusia menjadi individu yang dapat
mengembangkan diri dan menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna. Dalam ayat-ayat al Qur’an
terdapat sejumlah pernyataan yang mendudukan manusia sebagai mahluk pilihan, berkualitas tinggi,
kreatif dan produktif dengan sederet istilah yang dipasang:

a. Sebagai kholifah di bumi

b. Sebagai mahluk yang diunggulkan

c. Sebagai pewaris kekayaan bumi

d. Sebagai penakluk sumber daya alam

e. Sebagai pengemban amanah

Dalam sejarahnya yang panjang, memang hanya manusia saja yang telah membuktikan kesanggupannya
dalam memadukan beberapa macam sumber daya untuk meningkatkan kualitas hidupnya menjadi
mahluk berbudaya tinggi. Sumber daya itu adalah sumber daya alam (natural resource), sumber daya
manusia (human resource) dan teknologi.

Awal kejadian manusia berawal dari penciptaan Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah liat dan
kemudian ditiupkannya ruh kepada Adam sehingga Adam menjadi hidup, mampu mengingat, berfikir,
berkehendak, merasa, berangan-angan, menilai dan menentukan pilihan.

Kejadian ditiupkannya ruh pada Adam mengisyaratkan bahwa ruh dan jiwa merupakan dimensi yang
berbeda. Akan tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan selama manusia masih hidup. Dalam hal ini
setelah ruh ditiupkan-Nya barulah berkembang apa yang disebut fungsi-fungsi kejiwaan seperti berfikir,
berkehendak, merasa dan berangan-angan. Seperti halnya perilaku manusia, yang merupakan ungkapan
dari kondisi kejiwaan, maka jiwa pun dalam hal ini merupakan cerminan adanya ruh. Dengan demikian
manusia itu terdiri dari dua unsur yaitu materi dan immateri. Tubuh manusia bersifat materi yang
berasal dari tanah, sedangkan ruhnya berasal dari substansi immateri di alam ghaib.

Proses kejadian manusia telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an dan telah dibuktikan secara ilmiah oleh
beberapa penelitian modern yang telah banyak ditulis oleh beberapa ahli. Penjelasan Al-Qur’an tentang
asal-usul manusia pertama yaitu, dari tanah dengan menggunakan berbagai macam istilah sepertiturab
(debu), thin (tanah), min sulalathin min thin (tanah), lizib (tanah liat) , shal-shal minhama in masnun
(tanah kering yang berasal dari lumpur yang diberi bentuk), ardh (bumi).

Jadi dapat disimpulkan bahwa penciptaan Adam merupakan penyempurnaan bahan baku sampai
terwujudnya menjadi manusia. Setelah penciptaan Adam, Allah menciptakan manusia kedua yaitu
Hawa, ia diciptakan dari bahan baku pada manusia pertama (Adam) dan keduanya disatukan sebagai
pasangan melalui hubungan biologis dan muncullah manusia ketiga, keempat dan seterusnya sampai
akhir zaman dengan jumlah yang sangat amat besar. Dan inilah yang dimaksud di dalam Al-Qur’an
sebagai bani Adam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh manusia yang berada di bumi ini
merupakan anak cucu Adam. [1]

B. Konsep manusia

Al-nas, al-basyar, bani adam, tiga kata ini digunakan untuk menyebutkan manusia. Al-nas diambil dari
kata nasiya atau al-ni-syan bermakna lupa, pelupa, atau lalai. Kata ini sering digunakan Allah dalam Al-
quran untuk menunjukkan sifat manusia yang kadang memang sering lupa dan lalai.

Kata insan jika dilihat dari asalnya nasiya, yang artinya lupa, menunjuk adanya kaitan dengan kesadaran
diri, manusia lupa terhadap sesuatu hal disebabkan ia kehilangan kesadaran terhadap hal tersebut. Oleh
karena itu, dalam kehidupan agama, jika seseorang lupa pada suatu kewajiban yang seharusnya
dilakukannya, ia tidak berdosa. Ini disebabkan karena ia kehilangan kesadaran terhadap kewajibannya
itu. Oleh karena manusia memiliki sifat pelupa, maka dalam hukum, sifat kelupaan inilah yang membuat
perbuatannya dimaafkan.

Manusia pada dasarnya adalah jinak, dapat menyesuaikan dengan realitas hidup dan lingkungan yang
ada. Manusia mempunya kemampuan adaptasi yang cukup tinggi. Manusia menghargai tata aturan etik,
sopan santun, dan sebagai makhluk yang berbudaya dan tidak liar, baik secara social maupun alamiah.

Kata insan dan serumpunannya, dipakai Al-quran untu menyatakan manusia dalam lapangan kegiatan
yang amat luas. Kata insan antara lain digunakan untuk menyatakan:

a. Manusia menerima pelajaran dari tuhan tentang apa yang tidak diketahuinya:

bacalah! Tuahnmulah yang maha pemurah, yang maha ajar manusia dengan kalam apa yang tiada ia
tahu.(Q.S. AL-Alaq[96]: 1-3)

b. Manusia mempunya musuh yang nyata yaitu setan;

sungguh setan adalah musuh yang nyata bagi manusia

c. Manusia memikul amanat dari tuhan.

sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tapi mereka
enggan memikulnya karena khawatir akan mengkhianatinya. Dan manusia (bersedia) memikulnya.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (QS.Al-Ahzab [33]: 27)

d. Tentang waktu bagi manusia, yang harus digunakan agar tidak merugi.

demi masa, sungguh manusia dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan melakukan amal
kebaikan, saling menasehati supaya mengikuti kebenaran dan saling menasehati supaya mengamalkan
kesabaran. (QS.Al-Ashr [103]; 1-3)
e. Manusia hanya akan mendapatkan bagian dari apa yang telah dikerjakannya

dan bahwasannya seorang manusia tidak akan mendapatkan selain apa yang ia usahakan. (QS. Al-Najm
[53]:39)

Sementara itu, kata al-nas dipakai Al-quran untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau
masyarakat yang mempunyai berbagai kegiatan untuk mengembangkan kehidupan. Antara lain:

a. Tentang menghadapkan wajah pada yang mahakuasa.

maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus tetapi keb
a nyakan manusia tidak mengetahui.(QS Ar-rum [30]: 30)

b. Tentang peternakan.

dan ketika ia tiba ke air Madyan, ia menemukan disitu sekumpulan orang sedang memberi minum
(ternak) dan selain mereka ia berjumpa dua orang perempuan yang menahan kembali (ternak) nya.
Musa bertanya, “mengapa kalian?” mereka menjawab “kami tiada dapat memberi minum (ternak kami).
Sebelum gembala-gembala itu membawa pulang sedangkan ayah kami sangat tua. (QS Al-Qashash
[28]:23)

c. Tentang ibadah

hai manusia, sembahlah tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar
kamu bertakwa. (QS Al-Baqarah [2]: 21)

Al- basyar diambil dari kata yang bermakna mengupas atau bergembira, senang, atau panggilan untuk
Nabi Adam, abu al-basyar. Kata basyar dipakai untuk menyebut semua manusia, baik laki-laki ataupun
perempuan, baik satu ataupun banyak. Kata basyar adalah jamak dari kata basyarah, yang artinya
permukaan kulit kepala, wajah dan tubuh, yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. Oleh karena itu,
kata mubasyarah diartikan mulamasyah yang artinya persentihan antara kulit laki-laki dengan kulit
perempuan. Disamping itu, kata mubasyarah juga diartikan sebagai al-wath atau al-jima’ yang artinya
persetubuhan.

Digunakan kata basyar oleh Allah disebabkan manusia memiliki sifat alamiah, yakni suka dengan
kesenangan dan kegembiraan. Isyarat ini ditemukan dari tugas rasul yang tergambar dalam Al-Qur’an,
yakni sebagai pemberi kabar gembira dan kabar takut kepada manusia, yang ingin selalu senang dan
bahagia (QS Al-Hajj [22]: 34), memang manusia ingin selalu dalam kebahagiaan dan kesejahteraan.
Sebab itulah, Allah kadang menyebut bani adam dalam Al-Qur’an dengan al-basyar. [2]

C. Manusia Menurut Pandangan Islam

Manusia, dalam pandangan Islam, selalu dikaitkan dengan suatu kisah tersendiri. Didalamnya, manusia
tidak semata-mata digambarkan sebagai hewan tingkat tinggi yang berkuku pipih, berjalan dengan dua
kaki, dan pandai berbicara. Lebih dari itu, menurut Al-Qur’an , manusia lebih luhur dan gaib dari apa
yang dapat didefinisikan oleh kata-kata tersebut.

Dalam Al-Qur’an, manusia berulang kali diangkat derajatnya, berulang-kali pula direndahkan. Mereka
dinobatkan jauh mengungguli alam surga, bumi, dan bahkan para malaikat. Tetapi, pada saat yang sama,
mereka bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan setan terkutuk dan binatang jahanam sekalipun.
Manusia dihargai sebagai makhluk yang mampu menaklukan alam, namun bisa juga merosot menjadi
“yang paling rendah dari segala yang rendah”. Oleh karena itu, makhluk manusia sendirilah yang harus
menetapkan sikap dan menentukan nasib akhir mereka sendiri. [3]

Manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan istimewa dan menempati kedudukan tertinggi
di antara makhluk lainnya, yakni menjadi khalifah (wakil) Tuhan di muka bumi (Q.S. al-Baqarah/2: 30)
yang diartikan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada paramalaikat:"Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di mukabumi”. [4]

Ayat di atas dipertegas dengan ayat lainnya dalam (Q.S. al-An.am/6:165) yang dapat diartikan dan dialah
yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebagian kamu atas
sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.
[5]

Islam menghendaki manusia berada pada tatanan yang tinggi dan luhur. Oleh karena itu manusia
dikaruniai akal, perasaan, dan tubuh yang sempurna. Islam, melalui ayat-ayat al-Qur.an telah
mengisyaratkan tentang kesempurnaan diri manusia, seperti antara lain disebutkan dalam Q.S. At-
Tin/95:4.

Kesempurnaan demikian dimaksudkan agar manusia menjadi individu yang dapat mengembangkan diri
dan menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi
sumber daya yang dimilikinya.

Tetapi al-Qur.an menegaskan bahwa manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab, yang diciptakan.
Adapun ayat-ayat alqur’an yang membahas tentang manusia yang bertanggung jawab:

a. Manusia adalah ciptaan Allah swt. (Q.S. An-Nahl/16: 4).

b. Manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab kepada Allah SWT. Menurut al-Quran, yang akan di
pertanggungjawabkan itu ialah:

1) Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi sebagaimana

(Q.S. al-Baqarah/2: 30) dan (Q.S. al-An.am/6: 165).

2) Semua nikmat Allah yang pernah diterima manusia (Q.S. at-Takatsur/102: 8) yang artinya Kemudian
kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).

3) Semua tingkah laku manusia selama hidup di dunia ini (Q.S. an-Nahl/16: 93).
4) Semua ikrar dan janji yang diadakan manusia (Q.S. al-Israa/17: 34).

Manusia mempunyai sifat-sifat ketuhanan seperti sifat-sifat yang dipunyai oleh Tuhan. Seperti berkuasa,
berkehendak, berilmu, penyayang, pengasih, melihat, mendengar, berkata-kata dan sebagainya. Tetapi
sifat-sifat ini tidaklah sama. Tuhan adalah pencipta, sedangkan manusia adalah ciptaan-Nya. Pencipta
dengan ciptaan-Nya tidak sama. Karena itu sifat-sifat Tuhan yang ada pada manusia tentulah sesuai
dengan kemanusiaannya.

Islam memandang manusia sangat mulia dengan sumber ajarannya yaitu al-Quran. Ia telah memotret
manusia dalam bentuknya yang utuh dan menyeluruh. Sifat-sifat Ilahiah yang ada pada diri manusia
sesunggunya pancaran dari sifat-sifat Allah yang terpuji.

Al-Qur’an memperkenalkan tiga Istilah kunci yang digunakan untuk menunjukan arti pokok manusia,
yaitu al-insan, basyar dan Bani Adam.

a. Kata al-insan dipakai untuk menyebut manusia dalam konteks kedudukan manusia sebagai makhluk
yang mempunyai kelebihan-kelebihan. Pertama, manusia sebagai makhluk berfikir. Kedua manusia
sebagai makhluk pembawa amanat. Ketiga manusia sebgai makhluk yang bertanggungjawab pada
sesuatu yang diperbuat.

b. Kata basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk hidup baik laki-laki ataupun perempuan, baik
satu ataupun banyak. Kata ini memberikan referensi kepada manusia sebagai makhluk biologis yang
mempunyai bentuk tubuh yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan jasmani.

Penggunaan basyar disini dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan manusia, yang menjadikannya
mampu memikul tanggungjawab. Dan karena itu pula tugas kekhalifahan dibebankan pada basyar.

c. Kata al-Nas. Kata ini mengacu pada manusia sebagai makhluk sosial. Manusia dalam arti al-nas ini
paling banyak disebut dalam Al-Qur’an. Penjelasan konsep ini dapat ditunjukan dalam dua hal. Pertama,
banyak ayat yang menunjukan kelompok-kelompok sosial dengan karateristiknya masing-masing yang
satu dengan yang lain belum tentu sama. Kedua, pengelompokan manusia berdasarkan mayoritas.

D. Tujuan Penciptaan Manusia

Keberadaan manusia dimuka bumi ini bukanlah untuk main main, senda gurau, hidup tanpa arah atau
tidak tahu dari mana datangnya dan mau kemana tujuannya. Manusia yang merupakan bagian dari alam
semesta ini pun diciptakan untuk suatu tujuan. Allah menegaskan bahwa penciptaan manusia dalam
firman-Nya (QS. Adz-Dzariyat : 56). Penciptaannya adalah sebagai hamba Allah, kedudukan ini
berhubungan dengan hak dan kewajiban manusia di hadapan Allah sebagai penciptannya. Dan tujuan
penciptaan manusia adalah untuk menyembah Allah SWT. penyembahan manusia kepada Allah lebih
mencerminkan kebutuhan manusia terhadap terwujudnya suatu kehidupan dengan tatanan yang baik
dan adil. Kerena manusia yang diciptakan Allah sebagai makhluk yang paling canggih, mampu
menggunakan potensi yang dimilikinya dengan baik, yaitu mengaktualisasikan potensi iman kepada
Allah, menguasai akan menjadi makhluk yang paling mulia dan makhluk yang berkualitas di muka bumi
ini sesuai fitrahnya masing-masing.
Allah telah mengemukakan rencana penciptaan tersebut kepada para malaikat. Pernyataan Allah ini
terangkum dalam ayat 30 surat al-Baqarah yang artinya berbunyi “sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seseorang khalifah di muka bumi”. Fungsi dari keberadaan manusia di muka bumi ini unutuk
melaksanakan tugas kekhalifahan, jadi untuk melaksanakan tugasnya sebagai khalifah, Allah telah
memberikan manusia dengan berbagai potensi dan keistimewaan. Seperti kemampuan untuk
mengetahui sifat, fungsi dan kegunaan segala macam benda ( science). Dengan potensi ini manusia
dapat menemukan hukum-hukum dasar alam serta memiliki pandangan menyeluruh terhadapnya,
kemudian memadukan berbagai aspek yang telah terbentuk dari alam untuk dimanfaatkan dalam
kehidupan.

E. Fungsi Hidup Manusia

Jika kita merenungkan tentang keberadaan manusia dibumi ini dengan segala macam pencapaiannya,
pertanyaan yang muncul, akan kemana-manakah setelah semua ini. Apakah keberadaan manusia serta
apa-apa yang telah dicapainya akan hilang begitu saja. Kesadaran akan eksistensi (dari mana dan akan
kemana) akan membawa manusia pada sisi terdalam pada wujud manusia itu sendiri. Sepanjang sejarah
manusia, sudah banyak orang yang mencoba mencari formulasi yang mereka ciptakan berdasarkan
pemahaman yang tidak utuh terhadap manusia, karena mereka sebenarnya tidak mengetahui hakikat
dirinya, hanya akan menempatkan manusia pada posisi yang tidak sesuai dengan semestinya.

Di atas telah disinggung bahwa keberadaan manusia di dunia bukanlah secara kebetulan. Bukan pula
sebagai denda lagi dan selesai tanpa tanggung jawab, sebagaimana pandangan paham materealisme.
Islam memberikan gratis dasar yang jelas tentang maksud penetapan manusia. Di dunia ini, manusia
mengemban fungsi dan tugas hidup.

Kata fungsi dapat diartikan jabatan, kedudukan, dan status. Dalam fungsi terkait pula makna tugas,
kewajiban, juga hak. Fungsi tidak berarti tanpa tugas. Demikian pula tugas akan bermakna bila
menempati kewajiban-kewajiban yang semestinya serta terpenuhinya hak-hak sebagai imbangan
kewajiban dan tugas yang terlaksana. Manusia dilahirkan ke dunia menyandang tugas dan kewajiban
yang berat. Yaitu manusia sebagai khalifah [6]

F. Tanggungjawab manusia sebagai hamba dan Khalifah Allah.

Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat Allah yang harus dipertanggungjawabkan di
hadapan-Nya. Tugas hidup yang harus dipikul manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifahan, yaitu
tugas kepemimpinan, wakil Allah untuk mengelola dan memelihara alam.

Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan. Manusia menjadi khalifah berarti
manusia memperoleh mandat Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang
diberikan kepada manusia bersifat kreatif yang memungkinkan dirinya mengolah serta mendayagunakan
apa yang ada di muka bumi ini untuk kepentingan hidupnya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
oleh Allah.
Agar manusia dapat menjalankan kekhalifahannya dengan baik, Allah mengajarkan kepada manusia
kebenaran dalam segala ciptaan Allah, manusia dapat menyusun konsep-konsep serta melakukan
rekayasa membentuk sesuatu yang baru dalam alam kebudayaan. [7]

1. Ayat Tentang Bumi

Mengingat ayat yang didalamnya terkandung informasi tentang fungsi bumi sangat mirip, maka
pembahasan dan penafsiran ayat-ayatnya digabungkan sekaligus, dalam hal ini Surah al-Baqarah (2) : 36
dan 30 dan al-A’raf (7): 24 sebagai berikut :

a. Al-Baqarah (2): 36

Teks Ayat dan Terjemahannya

ِ ْ‫ْض ّع ُد ٌو َولَ ُك ْم فِى ْاألَر‬


‫ض ُم ْستَقَ ٌّر َو َمتَ ٌع إِلَى ِحى ِن‬ ُ ‫فَأَزَ لَّهُ َماال َّش ْيطَنُ َع ْنهَا فَأ َ ْخ َر َجهُ َما ِم َّما كاَنَا فِ ْى ِه َو ْقلنَاا ْهبِطُوْ ابَ ْع‬
ٍ ‫ض ُك ْم لِبَع‬

Artinya : lalu keduanya (Adam dan Hawa) digelincirkan oleh syaitan dari surga itu, dan dikeluarkan dari
keadaan semula, dan Kami berkalam: “Turunlah kamu (Adam dan Hawa) ! Sebagian kamu (akan)
menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, serta kesenangan sampai
waktu yang ditentukan.” (QS. Al-Baqarah : 36)

b. Al baqarah (2): 30

ُ ِ‫ض خَ لِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْ َع ُل فِيهَا َم ْن يُ ْف ِس ُد فِيهَا َويَ ْسف‬


َ َ‫ك ال ِّد َما َء َونَحْ نُ نُ َسبِّ ُح بِ َح ْم ِدكَ َونُقَدِّسُ ل‬
‫ك ۖ قَا َل إِنِّي‬ ِ ْ‫اع ٌل فِي اأْل َر‬
ِ ‫ك لِ ْل َماَل ئِ َك ِة إِنِّي َج‬
َ ُّ‫َوإِ ْذ قَا َل َرب‬
َ‫أَ ْعلَ ُم َما اَل تَ ْعلَ ُمون‬

Artinya:Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.mereka berkata: “mengapa engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan engkau?” tuan
berfrman :“sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.

c. Al-A’raf (7): 24

1) Teks Ayat dan Terjemahannya

ِ ْ‫ َولَ ُك ْم فِي ا أْل َ ر‬. ‫ْض َع ُد ٌو‬


‫ض ُم ْستَقَرُّ َو َمتَ ٌع اِ لَى ِحيْن‬ َ ‫قا َل ا ْهبِطُوْ ا بَ ْع‬
ٍ ‫ض ُك ْم لِبَع‬

Artinya : Allah berfirman: “Turunlah kamu sekalian, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang
lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka
bumi sampai waktu yang telah ditentukan.” (QS. Al-A’raf : 24)

2) Makna Mufradat

ْ ‫أَ ْلهُب‬al-hubuth –dengan men-dhammah-kan huruf ha’, artinya turun (al-nuzul), sedangkan al-habuth,
a) ‫ُت‬
dengan mem-fathah-kan huruf ha’ artinya tempat turun (maudhi’ al-nuzul). Ada juga yang memaknai al-
hubuth dengan keluar dari atau masuk ke dalam suatu negeri (al-khuruj min/al-dukhul ila al-baldah). Jika
yang dimaksud dengan al-hubuth itu adalah masuk (al-nuzul), maka yang dimaksud dengannya adalah
masuk ke dalam sebuah negeri/wilayah untuk menetap, lalu kemudian pergi, maka itu menjadi keluar
dari negeri itu.

b) ‫مستقر‬, yaitu tempat tinggal atau kediaman (maudhi’ al-qarar); tetapi ada juga yang menafsirkannya
dengan tempat peristirahatan yang terakhir alias kuburan. Yang jelas, bumi itu tempat tinggal dan
kehidupan manusia, dan sekaligus juga sebagai tempat kematian (peristirahatan terakhir) bagi mereka.

3) Tafsir Global

Kedua ayat diatas secara umum menginformasikan tentang fungsi bumi sebagai tempat tinggal dan
tempat bersenang-senang (hiburan) bagi manusia sampai waktu tertentu hingga kemudian kembali
kealam akhirat untuk menjalani kehidupan panjang yang sesungguhnya sebagaimana dijelaskan dalam
ayat lain.

4) Tafsir Ayat

Kedua ayat diatas pada dasarnya menjelaskan fungsi bumi sebagaimustaqarr, yaitu tempat
tinggal/kediaman ( maudhi’ al-qarar); dan sekaligus juga sebagai sarana untuk bersenang-senang sampai
waktu tertentu (sementara). Karena kehidupan duniawi hanya bersifat sementara, tidak berwujud abadi
sebagaimana halnya kehidupan di akhirat kelak. Sesuai dengan namanya, dunia bersifat fana, sementara
akhirat bersifat abadi (baqa’). Berkata al-Mawardi al-Bashri, sesungguhnya al-,mustaqarr itu adalah
tempat berdiam manusia di atasnya sesuai dengan firman Allah dalam Surah Ghafir (40): 64 yang
menyatakan “ja’ala lakum al-ardha qararan”, demikian kata Abi al-‘Aliyah; atau yang dimaksud dengan
mustaqarrun seperti dinyatakan al-Sudiy, adalah tempat kuburan (peristirahatan terakhir). Sedangkan
yang dimaksud dengan penggalan ayat “ wa mata’un ila hin,” terdapat tiga macam penafsiran yaitu ada
yang menafsirkannya sampai mati, tetapi ada pula yang mengatakannya sampai tiba hari kiamat, dan
yang lain menyatakan samapi ajal tiba.

5) Istinbat Ayat

Kedua ayat diatas menjelaskan fungsi bumi sebagai tempat tinggal dan tempat bersenang-senang
sementara dalam waktu tertentu dan sekaligus juga sebagai tempat kematian yang lazim dikenal dengan
kuburan. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya sebab setelah
kematian akan ada kehidupan kembali. Itulah sebabnya mengapa kehadiran kematian itu disebutkan
dengan redaksi dza’iqah al-maut, yang berarti mencicipi kematian. Sebab tidak lama lagi setelah
kematian itu segera akan ada kehidupan kembali dalam waktu yang lebih lama atau kehidupan yang
abadi.

Ayat diatas juga menjadi dalil bahwasanya perilaku maksiat itu menghilangkan nikmat dari “yang
empunya,” dalam kasus ini adalah Adam yang semula sudah hidup dengan segala kenikmatan di surga,
lantaran perilaku maksiatnya ia harus pergi jauh (terusir ke dunia) dengan meninggalkan surga yang
telah ditempatinya selama itu.

2. Pemakmuran Bumi
Surah Hud (11): 61-62

a. Teks Ayat dan Terjemahannya

ِ ْ‫ ه َُو أَ ْنشَأ َ ُكم ِمنَ ا أْل َ ر‬, ُ‫ قَا َل يَقَوْ ِم ا ْعبُدُوا ا هللَ َما لَ ُك ْم ِم ْن اِ لَ ٍه َغ ْي ُره‬, ‫صلِحًا‬
ِ‫ض َواَ ْستَ ْع َم َر ُك ْم فِ ْيهَا فَا َ ْستَ ْغفِرُوهُ ثُ َّم تُو بُوا ا‬ َ ‫َوإِ لَى ثَ ُمو ُد أَ خَا هُ ْم‬
ٍّ ‫ أَتَ ْنهَنَا أَ ن نَ ْعبُ َد َما يَ ْعبُ ُد َءا بَا ُؤ نَا َواِ نَّنَا لَفِى َش‬, ‫صلٍ ُح قَ ْد ُك ْنتَ فِينَا َمرْ ُج ًّوا قَ ْب َل هَ َذا‬
ِ‫ك ِم َّما تَ ْد ُعوْ نَا ا‬ َ َ‫} قَا لُو ا ي‬61{ ٌ‫ اٍ َّن َربِّي قَ ِر يْبٌ ُّم ِجيْب‬, ‫لَ ْي ِه‬
}62{ ‫ب‬ ٍ ‫لَ ْي ِه ُم ِر ي‬

Artinya : Dan kepada kaum Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku,
sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi
(tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian
bertaubatlah kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa
hamba-Nya). “Kaum Tsamud berkata: “Hai Shaleh, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di
antara kami yang kami harapkan, mengapakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang
disembah oleh bapak-bapak kami? Dan, sesungguhnya kami betul-betul dalam keraguan yang
menggelisahkan terhadap agama yang kamu serukan itu kepad kami.”

b. Makna Mufradat

1) ‫وا ستعمر كم‬, Allah menjadikan kamu (manusia) sebagai pemakmur bumi

2) ‫مر جوا‬, sesuatu yang diharapkan daripadanya (ma yurja minhu)

3) ‫مريب‬, yang menimbulkan kebimbangan atau keraguan

c. Tafsir Global

Selain mengisahkan perilaku kaum Tsamud yang menjadi umat Nabi Shaleh, ayat diatas juga
menegaskan fungsi manusia sebagai pemakmur bumi yang merupakan anugerah dari Allah. Itulah
sebabnya mengapa pengelolaan dan pemakmuran bumi pada dasarnya merupakan salah satu bentuk
peribadatan manusia sebagai makhluk kepada Allah sebagai al-Khaliq. Karena Allah yang
mempersiapkan bumi dengan segala isinya, sementara manusia diberikan amanah untuk melakukan
pengelolaan sebagaimana mestinya.

d. Tafsir Ayat

Dan kepada kaum Tsamud, Allah telah mengutus Nabi Shaleh yang secara nasab dan kabilah masih
memiliki hubungan bersaudara (nasab) dengan kaum Ad (umat Nabi Hud) yang lebih dahulu diutus
sebelum Nabi Shaleh. Kaum Tsamud berdiam diri di petkampungan al-Hijr yang terletak di antara
perkampungan Tabuk dan Madinah. Sebagaimana nabi-nabi yang lain, Nabi Shaleh juga menyeru
kaumnya supaya menyembah Allah Yang Mah Esa.

Untuk menegakkan dakwah dan ajakan itu, Nabi Shaleh mengemukakan dua dalil utama kenapa harus
menyembah Allah. Pertama karena Allah mencuptakan kaum (manusia) dari bumi (tanah), tepatnya
ketika Allah menciptakan bapak moyang manusia (Adam) yang materi dasarnya adalah turab atau thin
atau sulalatin min thin, kemudian pada perkembangan selanjutnya penciptaan manusia bukan lagi dari
tanah melainkan berproses dari air sperma (nuthfah0, kemudian berubah berbentuk mudhghah,
‘alaqah, dan seterusnya. Alasan kedua adalah Allah pula yang menjadikan kamu (manusia) sebagai
pengelola atau pemakmur bumi dengan melakukan berbagai aktivitas.

Sesudah itu Nabi Shaleh memerintahkan kaumnya untuk memohon ampun kepada Allah atas perilaku
menyimpangnya selama ini, yaitu mempersekutukan Allah, dan Nabi Shaleh menyuruh kaumnya untuk
bertaubat kepada-Nya.

e. Istinbat Ayat

Kisah Nabi Shaleh bersama kaumnya menunjukkan beberapa hal, yaitu:

1) Kepongahan kaum Tsamud dan kekufuran mereka terhadap ayat-ayat Allah dan ketidaktaatan mereka
terhadap segala perintah rasul-Nya, itu disebabkan taklid buta mereka terhadap tradisi nenek
moyangnya, dimana Nabi Shaleh merupakan bagian tidak terpisahkan dari klan dan kabilah mereka,
sementara Nabi Shaleh sendiri menyeru mereka supaya menyembah Allah dan memahaesakan-Nya. Hal
ini dilakukan paling karena dua alasan. Pertama, karena Allah-lah yang menciptakan dan mewujudkan
manusia di muka bumi ini, dan kedua karena Allah pulalah yang memandatkan manusia sebagai
pemakmur bumi.

2) Permohonan ampun dari segala dosa dan pertaubatan dari segala maksiat, adalah salah satu
penyebab utama pengabulan doa kepada Allah,mengingat Allah itu sangatlah dekat dengan hamba-Nya,
sangat kasih saying kepada mereka, dan memenuhi segala kebutuhan mereka.

3) Pemakmuran bumi, bagaimanapun tidak boleh lepas dari norma-norma dan ajaran Allah. Termasuk
pemakmuran dalam bidang ekonomi dan keuangan yang menjadi salah satu tulang punggungkehidupan
manusia di muka bumi.

G. Ayat-ayat Tentang Manusia Sebagai Khalifah Allah Di Bumi

1. Al-An’am (6): 165

a. Teks Ayat dan Terjemahannya

‫َّح ْي ُم‬ ِ ‫ك َس ِر ْي ُع ا ْل ِعقَا‬


ِ ‫ لَ َغفُوْ ٌر ر‬, ُ‫ب َو اِنَّه‬ َ َّ‫ اِ َّن َرب‬, ‫ت لِيَ ْبلُ َو ُك ْم فٍى َما َءا تَ ُك ْم‬
ٍ ‫ْض َد َر َج‬ َ ْ‫ْض ُك ْم فَو‬
ٍ ‫ق بَع‬ ِ ْ‫َوهُ َو ا لَّ ِذى َج َعلَ ُك ْم َخلَئِفَ ا أْل َ ر‬
َ ‫ض َو َرفَ َع بَع‬

Artinya : dan Dia-lah (Allah) yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derahat, untuk mengujimu tentang apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat sikdaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.

b. Makna Mufradat

1) ‫خلئفو‬, jamak dari kata khalifah

2) ‫درجت‬, yang kata tunggalnya darajah, semula berarti tempat ( al-manzilah), tetapi kemudian dikatakan
tempat itu sendiri memiliki pengertian tingkatan manakala di-I’tibar-kan dengan anak tangga yang
bertingkat-tingkat, yang tidak dibentangkan. Dalam praktik selanjutnya, kata darajah yang di-Indonesia-
kan menjadi derajat, lazim digunakan untuk pengertian kedudukan yang tinggi (terhormat).

3) ‫ ا لعقا ب‬, artinya hukuman, sama dengan al-‘uqubah dan al-mu’aqabah dikhususkan untuk arti siksaan
(al-‘adzab); sebagaimana kata al-‘uqbu dan al-uqba dikhususkan dengan pahala (al-tsawab)

c. Tafsir Global

Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah yang “mengangkat” manusia sebagai khalifah (pengelola) di muka
bumi, dan Allah pula yang mengangkat derajat manusia itu satu sama lain tidaklah sama, ada yang
ditinggikan da nada pula yang direndahkan. Tujuannya sebagai sarana uji coba bagi manusia dalam
menyikapi semua pemberian Allah, karena hal demikian merupakan perkara yang sangat mudah bagi
Allah dan bisa terjadi dalam waktu yang sangat cepat.

d. Tafsir Ayat

Dia-lah Allah yang menjadikan kamu manusia sebagai khalifah (pengelola) bumi. Ada beberapa
penafsiran di kalangan para mufassir tentang penafsiran ayat ini. Pertama, mufassir yang menafsirkan
bahwasannya Allah menjadikan manusia sebagai pengelola bumi daripada jin. Kedua, bahwasanya
penduduk suatu masa itu akan menggantikan penduduk/generasi sebelumnya. Ketiga Allah menjadikan
semua manusia itu sebagai khalifah (pemimpin) bagi sebagian yang lain. Keempat karena mereka (umat
Muhammad) merupakan umat terakhir yang menggantikan umat-umat terdahulu.

Allah menunggikan derajat (sebagian) generasi itu dari sebagian yang lain, baik berkenaan dengan harta
kekayaan dan kemuliaan nenek moyang mereka serta kekuatan fisik masing-masing.

Pembedaan pengangkatan derajat antara sesame manusia dari generasi ke generasi itu dimaksudkan
untuk menguji coba terhadap semua yang telah diberikan Allah kepada manusia. Baik itu berupa
kekayaan, kekuatan maupun berupa kedudukan.

e. Istinbat Ayat

1) Allah-lah yang mengangkat manusia sebagai khalifah (pengelola) bumi, tidak kepada makhluk lainnya
misalnya malaikat atau jin.

2) Allah meninggikan derajat sebagian orang/generasi dari sebagian orang/generasi yang lain. Diantara
tujuannya, untuk mencoba manusia sejauh mana ketaatan dan keksyukurannya terhadap semua yang
Allah berikan kepada manusia itu.

3) Sesungguhnya siksaan Allah itu teramat cepat apabila dikehendaki oleh-Nya, baik itu terkait dengan
hukuman di dunia maupun hukuma di akhirat.

2. Surah Yunus (10): 13-14

a. Teks Ayat dan Terjemahannya


‫} ثُ َّم َج َع ْلنَ ُك ْم‬13{ َ‫ك نَجْ ِزى ا ْلقَوْ َم ا ْل ُمجْ ِر ِم ْين‬ ِ َ‫م ُر ُسلُهُ ْم بِا لْ ءبَيِن‬mْ ُ‫ َو َجا َء ْته‬, ‫َوالَقَ ْد أَ ْهلَ ْكنَا ا ْلقُرُوْ نَ ِمن ق ْبلِ ُك ْم لَ َّما ظَلَ ُموا‬
َ ِ‫ َك َذ ل‬, ‫ت َو َما كَا نُوا لِي ُْؤ ِمنُوا‬
ُ ُ ْ
}14{ َ‫ض ِم ْن بَ ْع ِد ِه ْم لِنَنظ ُر َك ْيفَ تَ ْع َملوْ ن‬ َ ‫آْل‬
ِ ْ‫خَ لئِفَ فِى ا ر‬ َ

Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat (terdahulu) sebelum kamu, ketika
mereka berbuat kezaliman, padahal rasul-rasul mereka telah datang kepada mereka dengan membawa
keterangan-keterangan yang nyata, tetapi mereka sekali-kali tidak hendak beriman. Demikianlah Kami
memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat dosa. Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-
pengganti (mereka) di muka bumi ini sesudah mereka, supaya Kami memerhatikan bagaimana kamu
berbuat.

b. Makna Mufradat

1) ‫القرون‬, jamak dari kata al-qarnu yang secara harfiah artinya kaum yang bersambung atau tepatnya
bertemu dalam suatu waktu. Al-qurun yang di-Indonesia-kan menjadi kurun, diartikan dengan
peredaran tahun atau masa, daur, dan abad.

2) ‫ ا لبيت‬, jamak dari kata al-bayyinah yang artinya petunjuk atau dalil yang jelas, baik itu bersifat aqli
maupun indrawi. Itulah sebabnya mengapa dua orang saksi yang memberikan kesaksian di pengadilan
dinamakan bayyinah sesuai dengan hadits Nabi Muhammad. Sungguhpun demikian, yang dimaksud
dengan kata al-bayyinat dalam ayat diatas adalah kebenaran ajaran Allah yang disampaikan oleh para
Rasul-Nya.

3) ‫ المجرمين‬, yaitu orang-orang yang berbuat dosa/kesalahan berat.

c. Makna Global

Ayat diatas menginformasikan perihal pembinasaan generasi nabi-nabi Allah terdahulu seperti kaum
Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi Luh dan lain-lain yang suka berbuat kezaliman. Kemudian Allah gantikan
generasi terdahulu itu dengan generasi baru agar generasi yang baru ini bisa mengetahui dan menyadari
bagaimana kamu harus berbuat.

d. Tafsir Ayat

Dalam ayat 13 Allah mengabarkan perihal kehidupan generasi umat terdahulu yang mendustakan rasul-
rasul mereka, terutama terkait dengan berbagai penjelasan ajaran berikut alasan-alasannya yang
gamblang ( al-bayyinah wa hujaj al-wadhihah). Akan tetapi, umat-umat terdahulu itu tetap saja
mendustakan rasul-rasul mereka , dan karenanya maka Allah menurunkan azab-Nya kepada mereka
sehingga mereka pun mengalami kemusnahan. Begitulah caranya Allah memberikan balasan kepada
orang-orang yang berbuat kemaksiatan atau balasan kepada orang-orang yang berdosa.

Dalam ayat 14 setelah ‘pemusnahan’ generasi-generasi terdahulu, Allah kemudian menjadikan umat
berikutnya (umat Nabi Muhammad)sebagai pengganti generasi terdahulu di muka bumi ini, dengan
tujuan agar generasi terbaru ini mau dan mampu melakukan analisis terhadap perilaku umat terdahulu,
sehingga pada akhirnya dapat mengambil pelajaran bagaimana seharusnya generasi baru itu berbuat
dan bertindak berdasarkan pengalaman yang sudah ada.
e. Istinbat Ayat

Dari ayat diatas dapat ditarik kesimpulan :

1. Pergantian generasi manusia terdahulu dengan generasi berikutnya, sedikit banyak atau langsung
maupun tidak langsung terjadi secara alamiah karena memiliki hubungan dengan perilaku keagamaan
mereka.

2. Proses pergantian yang demikian, sesungguhnya dimaksudkan supaya generasi yang akan datang
kemudian mengambil pelajaran dan pendidikan untuk lebih memperbaiki kehidupan masa depan agar
lebih dewasa dalam berperilaku dan bertindak.[8]

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Manusia menurut pandangan dari segi kebendaan hanyalah sekepal tanah yang ada di bumi. Manusia
dalam pandangan materialisme tidak lebih dari kumpulan daging, darah, urat, tulang dan alat
pencernaan.
Manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan istimewa dan menempati kedudukan tertinggi
di antara makhluk lainnya.

2. Islam menghendaki manusia berada pada tatanan yang tinggi dan luhur. Oleh karena itu manusia
dikaruniai akal, perasaan, dan tubuh yang sempurna.Kesempurnaan demikian dimaksudkan agar
manusia menjadiindividu yang dapat mengembangkan diri dan menjadi anggota masyarakat yang
berdaya guna sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi sumber daya yang dimilikinya.

3. Tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah Allah SWT. penyembahan manusia kepada
Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap terwujudnya suatu kehidupan dengan tatanan
yang baik dan adil.

4. Kesadaran akan eksistensi (dari mana dan akan kemana) akan membawa manusia pada sisi terdalam
pada wujud manusia itu sendiri.

Tugas manusia akan bermakna bila menempati kewajiban-kewajiban yang semestinya serta
terpenuhinya hak-hak sebagai imbangan kewajiban dan tugas yang terlaksana.

5. Tugas hidup yang harus dipikul manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifahan, yaitu tugas
kepemimpinan, wakil Allah untuk mengelola dan memelihara alam.

6. Al-An’am (6): 165

‫َّح ْي ُم‬ ِ ‫ك َس ِر ْي ُع ا ْل ِعقَا‬


ِ ‫ لَ َغفُوْ ٌر ر‬, ُ‫ب َو اِنَّه‬ َ َّ‫ اِ َّن َرب‬, ‫ت لِيَ ْبلُ َو ُك ْم فٍى َما َءا تَ ُك ْم‬
ٍ ‫ْض َد َر َج‬ َ ْ‫ْض ُك ْم فَو‬
ٍ ‫ق بَع‬ ِ ْ‫َوهُ َو ا لَّ ِذى َج َعلَ ُك ْم َخلَئِفَ ا أْل َ ر‬
َ ‫ض َو َرفَ َع بَع‬

Artinya : dan Dia-lah (Allah) yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derahat, untuk mengujimu tentang apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat sikdaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.

Anda mungkin juga menyukai