Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENCAPAN 2

“PENCAPAN ETSA DENGAN ZAT WARNA DISPERSI PADA KAIN


POLIESTER”

Nama : Wahyu Robi’ah N. (16020009)

Ririn Anjasni S. D. (16020015)

Hasna Azizatul A. (16020027)

Fauziah Hally M. (16020028)

Grup : 3K1
Dosen : Khairul U., S.ST., MT.
Asisten : Sukirman,S.ST., MIL
Desti M., S.ST

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2019
I. MAKSUD DAN TUJUAN

I.1 Maksud
Memberikan corak sesuai motif pada kain poliester menggunakan zat warna
dispersi secara tidak merata dan permanen dengan pencapan khusus metode etsa.
I.2 Tujuan
Mengetahui pengaruh konsentrasi alkali (Na2CO3) terhadap derajat putih dan
ketuaan warna hasil pencapan etsa zat warna dispersi pada kain poliester dengan
metode etsa putih dan etsa warna.

II. DASAR TEORI

II.1 Pencapan

Pencapan adalah suatu proses untuk mewarnai bahan tekstil dengan


melekatkan zat warna pada kain secara tidak merata sesuai dengan motif yang
diinginkan. Motif yang akan diperoleh pada kain cap nantinya harusnya dibuat dulu
gambar pada kertas. Kemudian dari gambar ini masing-masing warna dalam
komponen gambar yang akan dijadikan motif dipisahkan dalam kertas film. Dari
kertas film inilah motif dipindahkan ke screen, dimana dalam screen ini bagian-bagian
yang tidak ada gambarnya akan tertutup oleh zat peka cahaya sedangkan
untuk bagian-bagian yang merupakan gambar akan berlubang dan dapat meneruskan
pasta cap ke bahan yang akan dicap.

II.2 Pencapan Rusak/Etsa/Discharge


Pencapan etsa atau pencapan rusak merupakan salah satu metode pencapan
khusus. Dengan metode ini bahan yang telah berwarna baik dengan dicelup maupun
dicap sebagai warna dasar, dicap dengan pasta cap yang mengandung zat perusak
sehingga warna putih tekstil semula akan tampak kembali (etsa putih). Apabila pada
pasta cap ditambahkan zat warna yang tahan terhadap zat perusak, maka bahan yang
dicap akan berwarna lain (etsa warna).
Zat warna dasar dipilih zat warna yang tidak tahan terhadap zat perusak atau
zat pengetsa, sedangkan untuk zat warna cap motif dipilih zat warna yang tahan
terhadap zat pengetsa. Zat warna yang digunakan sebagai zat warna dasar biasanya
terdiri dari kromofor gugus azo yang kurang /tidak tahan terhadap zat pengetsa,
meskipun rumus bangun zat warna keseluruhan sangat menentukan ketahanan
terhadap zat pengetsa.
Untuk pemilihan zat warna yang digunakan untuk motif dipilih zat warna yang
tahan terhadap zat pengetsa yang pada umumnya bergugus antrakinon, ptalosianin
atau trifelnilmetan, yang pemilihannya tergantung dari yang diinginkan, zat pereduksi
yang digunakan, dan bahan tekstilnya.
Zat pengetsa yang digunakan adalah zat pereduksi. Secara garis besar ada
beberapa jenis zat pengetsa yang dipergunakan. Hal ini tergantung dari zat warna
yang dipakai, dan serat tekstil yang digunakan. Zat pengetsa berfungsi sebagai zat
perusak zat warna dasar. Dalam pencapan etsa ini jumlah penggunaan zat pereduksi
optimum yang digunakan tergantung dari :
- Zat warna yang akan dietsa
- Tua muda warna dasar
- Jenis kain yang akan dicap

II.3 Serat Poliester


Poliester adalah serat sintetik yang paling banyak digunakan untuk bahan
tekstil, merupakan salah satu polimer hasil reaksi antara monomer asam tereftalat dan
etilena glikol seperti berikut :

Polimer yang terbentuk disebut polyester yang memiliki keteraturan struktur


rantai yang menyebabkan serat memiliki struktur yang rapat akibat rantai yang saling
berdekatan membentuk ikatan hydrogen antara gugus -OH dan gugus -COOH dalam
molekulnya. Oleh karena itu serat poliester bersifat hidrofob dan sulit dimasuki air
maupun zat warna. Agar dapat dimasuki air dan zat warna maka ikatan hydrogen
antar rantai molekul yang berdekatan harus dikurangi dengan cara menaikkan suhu.
Kenaikkan suhu mengakibatkan adanya vibrasi molekul yang memperlemah ikatan
antar molekul, menjadikan jarak antar rantai lebih longgar, serat menjadi plastis
sehingga dapat dimasuki oleh molekul air dan zat warna
Bahan yang cocok untuk pencelupan cara carrier adalah bahan poliester
regular baik dalam rajutan maupun tenunan, tetapi tidak cocok untuk pencelupan kain
poliester microfiber karena strukturnya terlalu padat.
Sifat-sifat dari serat poliester antara lain :

Sifat Parameter
Kekuatan Tarik 4,0-6,9 gram/denier
Mulur 11%-40%
Moisture Regain (RH)
0,4%
65%
Modulus Tinggi (pembebanan 1,7 g/d menyebabkan mulur 2%)
Berat Jenis 1,38 %
Titik Leleh 250oC
Morfologi Berbentuk Silinder dengan penampang bulat
Tahan asam lemah dan asam kuat dingin, tidak tahan
Sifat Kimia alkali kuat. Tahan oksidator pelarut untuk dry
cleaning. Larut dalam metakresol panas. Tahan jamur

II.4 Zat Warna Dispersi


Zat warna dispersi adalah hasil sintesa senyawa yang bersifat hidrofob
sehingga kelarutannya dalam air kecil sekali. Oleh karena itu zat warna ini dalam
pemakaiannya harus didispersikan dalam larutan. Pada pemakaiannya memerlukan
zat pengemban (carrier) atau adanya suhu yang tinggi. Zat warna disperse digunakan
dalam bentuk bubuk (powder dan micro powder) dan dalam bentuk cairan. Sifat
tahan cucinya baik tetapi tahan sinarnya jelek. Ukuran molekulnya berbeda-beda dan
perbedaan tersebut sangat erat hubungannya dengan sifat kerataan dalam pencelupan
dan sifat sublimasinya.
Berdasarkan sturktur kimianya, zat warna dispersi dibagi menjadi beberapa
golongan, yaitu :
1) Kromogen golongan Azo
Zat warna golongan azo umumnya menghsilkan warna kuning, orange, merah,
dan beberapa warna ungu, biru, hitam. Zat warna dengan kromogen azo ini
harganya lebih murah karena pembuatannya mudah namun tidak tahan terhadap
alkali, reduktor maupun oksidator.

Zat Warna Dispersi Golongan Azo


2) Kromogen golongan Antrakuinon
Zat Warna golongan antrakuinon umumnya menghasilkan warna pink, merah,
ungu, dan biru. Kelebihan zat warna antrakuinon adalah warna lebih murni dan
intensitas warnanya tinggi, tahan sinar sangat baik, tahan terhadap asam, basa
reduktor, oksidator, mudah rata, sedangkan kekurangannya adalah harganya
mahal. Zat warna dengan struktur antraquinon ini dapat rusak oleh oksidator yang
mengandung klor.

Zat Warna Dispersi Golongan Antraquinon

Berdasarkan ukuran molekul dan sifat sublimasinya, zat warna disperse


digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu :
1) Tipe A, zat warna dispersi yang mempunyai sifat kerataan pencelupan sangat
baik karena ukuran molekulnya paling kecil, akan tetapi mudah bersublimasi
baik karena ukuran molekulnya paling kecil, akan tetapi mudah bersublimasi
pada suhu 130oC, biasanya digunakan untuk mencelup selulosa asetat dan
poliakrilat.
2) Tipe B (tipe E), zat warna dispersi dengan ukuran molekul sedang, sifat keratin
pencelupan baik dan menyublim pada suhu 190oC, biasanya digunakan untuk
pencelupan poliester metoda carrier atau pencapan alih panas (transfer printing).
3) Tipe C (tipe SE), zat warna dispersi yang mempunyai sifat kerataan pencelupan
cukup baik, menyublim pada suhu 200oC, biasanya digunakan untuk pencelupan
cara carrier, HT/HP dan thermosol.
4) Tipe D (tipe S), zat warna dispersi yang mempunyai sifat kerataan pencelupan
kurang baik, menyublin pada suhu 210oC, biasanya digunakan untuk pencelupan
poliester metoda HT/HP dan thermosol.

Dalam penggunaannya, pemilihan golongan zat warna tersebut harus tepat


karena sangat menentukan sifat-sifat hasil pencelupannya.
Sifat-sifat Zat Warna Dispersi
Sifat-sifat umum zat warna, baik sifat kimia maupun sifat fisika merupakan
faktor penting dan erat hubungannya dengan penggunaanya dalam proses
pencelupan. Sifat-sifat umum zat warna dispersi untuk pencelupan serat poliester
(tipe B, C, dan D) adalah sebagai berikut :
 Mempunyai titik leleh sekitar 150oC dan kekristalinan yang tinggi.
 Apabila digerus sampai halus dan didispersikan dengan zat pendispersi dapat
menghasilkan disperse yang stabil dalam larutan pencelupan dengan ukuran
partikel 0,5-2,0 µ.
 Mempunyai berat molekul yang relatif rendah.
 Mempunyai tingkat kejenuhan 30-200 mg/g dalam serat.
 Relatif tidak mengalami perubahan kimia selama proses pencelupan
berlangsung.
 Pada dasarnya bersifat nonion walaupun mengandung gugus NH2, NHR, dan
-OH yang bersifat agak polar.
 Kelarutan dalam air kecil sekali (0,1-0,3 mg/kg zat warna).
 Ketahan luntur warna hasil pencelupan terhadap keringat dan pencucian sangat
baik.

II.5 Pencapan Etsa dengan Zat Warna Dispersi


Pencapan tumpang dapat dilakukan pada bahan yang memiliki warna lebih
muda dari warna yang dicap, tetapi pada bahan berwarna tua atau yang memiliki
intensitas warna lebih gelap pencapan tumpang tidak bisa dilakukan karena warna
hasil pencapan akan terpengaruh oleh warna dasar bahan tekstil. Oleh karena itu
warna dasar perlu dirusak/dihilangkan lebih dulu dengan pencapan etsa.
Pada pencapan etsa, pasta cap mengandung zat pembantu yang berfungsi
merusak warna dasar pada bagian yang dicap. Zat pembantu tersebut bekerja
merusak warna dasar pada saat proses fiksasi, dan fiksasi yang umum dilakukan
dalam pencapan etsa adalah fiksasi penguapan (steaming). Ada dua cara pencapan
etsa yaitu :
1) Pencapan etsa putih, pasta cap hanya mengandung zat pembantu yang bekerja
merusak warna dasar sehingga pada bagian yang dicap menghasilkan corak
putih.
2) Pencapan etsa warna, pasta cap mengandung zat pembantu dan zat warna
sehingga pada bagian yang dicap menghasilkan corak berwarna.

Dalam pencapan etsa pemilihan jenis pengental dan zat warna merupakan faktor
penentu keberhasilan pencapan etsa, prinsipnya warna dasar bisa dihilangkan oleh
zat perusak dan zat warna yang ditambahkan pada pasta cap harus tahan terhadap zat
perusak. Prinsip perusakan zat warna dispersi dapat dilakukan dngan 3 cara yaitu :
a) Etsa Alkali
Kain poliester dicelup atau dicap dengan zat warna dispersi yang tidak
tahan tahan terhadap zat pengetsa (alkali) sebagai warna dasar. Zat warna untuk
motif, dilakukan dengan pencapan yang bersifat tahan terhadap zat pengetsa
(alkali). kemungkinan sebagian permukaan serat poliester rusak sebagian
(terkikis) oleh alkali. Reaksi Hidrolisa Zat Warna dispersi oleh alkali :

Pada pH alkali zat warna dispersi akan rusak

Dalam suasana alkali, zat warna dispersi azo yang umumnya memiliki
gugus diester ini akan bereaksi dengan alkali lalu tersabunkan dan berubah
menjadi garam natrium dari asam karboksilat yang larut pada saat fiksasi dengan
suhu tinggi. Garam dari asam karboksilat ini tidak memiliki afinitas terhadap
serat poliester yang hidrofob.
b) Reaksi Reduksi oleh pengental
Jika pengental (yang strukturnya menyerupai selulosa) terkena asam/alkali,
maka akan terjadi reaksi hidrlosisi, dan menghasilkan hidroselulosa, seperti pada
reaksi di bawah ini.
COONa
O O
O Hn
O C C
OH O
H OH
OH Aldehid
Pemutusan cincin benzena
Hn yang dihasilkan gugus aldehid akan merusak gugus azzo dan zat warna
menjadi tidak berwarna, seperti pada reaksi di bawah ini.

Hn
R1 N N R2 R1 NH2 + R2 NH2
tidak berwarna
III. ALAT DAN BAHAN

III.1Alat

- Rakel
- Screen
- Kain lap
- Pengaduk
- Gelas plastik
- Gelas ukur
- Pipet ukur
- Neraca analitik
- Mixer
- Pengering
- Mesin Stenter
- Mesin Padder
- Steamer (panci)
- Kompor
- Nampan

III.2Bahan

- Kain poliester
- Pengental alginat
- Zat warna dispersi “Terasil Rubine 2GFL”
- Zat warna dispersi “Dispersol Blue K-GSL”
- Asam asetat
- Gliserin
- Pendispersi
- Na2CO3
- Na2S2O4
- NaOH
- Teepol
IV. DIAGRAM ALIR

Padding ZW Dispersi Azo (WPU 70%)

Drying 100ºC, 3’

Pencapan Etsa Putih Pencapan Etsa Warna

Drying 100ºC, 3’

Thermofiksasi 200ºC, 1’

R/C 80ºC, 15’

Washing 80ºC, 10’

Drying 100ºC, 3’

Evaluasi

V. RESEP

V.1Resep Pengental Induk

Pengental alginat 12%

V.2Resep Larutan Padding Zat Warna Dispersi

Zat warna dispersi (azo) : 10 g/L


Pendispersi : 10 g/L
Asam asetat : pH 4
WPU : 70%
V.3Resep Pasta Cap Putih
Pengental : 600 g
Pendispersi : 50 g
Gliserin : 50 g
Na2CO3 : 0 – 40 – 80 – 120 g
Balance :xg

1000 g
V.4Resep Pasta Cap Warna

Zat warna dispersi (antrakwinon) : 30 g/L


Pengental : 600 g
Pendispersi : 50 g
Gliserin : 50 g
Na2CO3 : 0 – 40 – 80 – 120 g
Balance :xg

1000 g
V.5Resep Pencucian Reduksi

Na2S2O4 : 4 g/L
NaOH : 2 g/L
Teepol : 2 g/L
Suhu : 80ºC
Waktu : 15 menit
V.6Resep Pencucian

Teepol : 2 g/L
Suhu : 80ºC
Waktu : 10 menit

VI. PERHITUNGAN RESEP

VI.1 Pengental Induk


Alginat =

Pengental induk dibuat dari 108 gram pengental alginat dan air 792 gram

VI.2 Larutan Padding Zat Warna Dispersi


Kebutuhan larutan padding = 600 ml (untuk 6 kelompok)

Zw dispersi (azo)

Pendispersi

Asam asetat = pH 4

VI.3 Pasta Cap Putih


Kebutuhan pasta cap = 80 g

Pengental

Pendispersi

Gliserin

Na2CO3 =

-
VI.4 Pasta Cap Warna
Kebutuhan pasta cap = 80 g

Zw dispersi (antrakwinon)

Pengental

Pendispersi

Gliserin

Na2CO3 =

VI.5 Pencucian Reduksi

Na2S2O4

NaOH

Teepol

VI.6 Pencucian

Teepol
VII. FUNGSI ZAT

- Zat warna dispersi jenis azo untuk mewarnai dasar kain


- Zat warna dispersi jenis antrakwinon untuk mewarnai motif pada kain
- Pengental sebagai medium perekat zat warna
- Gliserin sebagai zat higroskopis yang menjaga kelembapan pada pasta cap
- Pendispersi berfungsi mendispersikan zat warna dispersi sehingga tersebar merata
- Asam asetat memberi suasana asam pada pasta cap
- Na2CO3 berfungsi sebagai pengetsa untuk merusak zat warna dispersi jenis azo
- Na2S2O4 berfungsi menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi di permukaan
serat pada proses pencucian reduksi
- NaOH berfungsi membantu mengaktifkan natrium hidrosulfit
- Teepol berfungsi membantu menghilangkan sisa pasta cap dan zat warna yang
menempel di permukaan kain

VIII. HASIL PERCOBAAN

Hasil percobaan terlampir.

IX. EVALUASI
Ketuaan Warna Motif Zat
Variasi Na2co3 Derajat Putih Warna Dispersi
(Antraquinon)
0g 0 1
40 g 3 3
80 g 4 4
120 g 5 5
*Keterangan : semakin besar nilai, maka derajat putih dan ketuaan semakin baik

X. DISKUSI
Pencapan etsa atau pencapan rusak merupakan salah satu metode pencapan
khusus. Kelebihan pencapan ini adalah tidak akan terjadinya overlap/melesetnya
motif pada saat pencapan. Dengan metode ini bahan yang telah berwarna baik
dengan dicelup maupun dicap sebagai warna dasar, dicap dengan pasta cap yang
mengandung zat perusak sehingga warna putih tekstil semula akan tampak kembali
(etsa putih). Apabila pada pasta cap ditambahkan zat warna yang tahan terhadap zat
perusak, maka bahan yang dicap akan berwarna lain (etsa warna).
Pada praktikum ini dilakukan pencapan etsa pada kain poliester dengan zat
warna dispersi. Zat pengetsa yang digunakan adalah alkali (Na2CO3) dengan zat
warna dispersi yang memiliki kromogen azo dan antraquinon. Prinsip etsa pada
pencapan ini adalah merusak zat warna dispersi dengan kromogen azo sebagai warna
dasar yang tidak tahan terhadap zat pengetsa (alkali). Sedangkan zat warna yang
digunakan untuk motif dipilih zat warna dispersi dengan kromogen antraquinon yang
memiliki struktur kuat dan lebih stabil sehingga memiliki ketahanan yang baik
terhadap alkali.
Pencapan etsa dilakukan dengan dua metode yakni etsa putih dan etsa warna.
Pencapan ini dilakukan menggunakan variasi alkali 0;40;80;120 g untuk mengetahui
ketahanan dan besarnya kerusakan zat warna dispersi azo. pada praktikum ini, kain
yang ditelah dipadding dengan zat warna dispersi azo dicap menggunakan pasta cap
yang mengandung zat pengetsa (alkali). Zat warna dipersi dapat masuk kedalam
serat poliester dengan bantuan suhu dan temperatur tinggi sehingga serat
menggembung dan zat warna dapat masuk lalu terperangkap dalam serat. Dalam
suasana alkali, zat warna dispersi azo yang umumnya memiliki gugus diester ini
akan bereaksi dengan alkali lalu tersabunkan dan berubah menjadi garam natrium
dari asam karboksilat yang larut pada saat fiksasi dengan suhu tinggi. Garam dari
asam karboksilat ini tidak memiliki afinitas terhadap serat poliester yang hidrofob.
Mekanisme reaksi kerusakan yang terjadi adalah sebagai berikut:
Berdasarkan grafik hasil evaluasi diatas, semakin tinggi konsentrasi natrium
karbonat maka semakin besar pula ketuaan warna motif zat warna dispersi azo dan
semakin baik pula derajat putih kain yang dicap dengan metode etsa putih. Pada
pencapan etsa putih, semakin tinggi konsentrasi alkali yang ditambahkan
menunjukkan semakin besar pula kerusakan zat warna dispersi azo sehingga
semakin sedikit zat warna yang dapat terfiksasi pada serat dan terhidrolisa menjadi
larut mengakibatkan motif pada kain semakin putih (seperti warna semula).
Sedangkan pada pencapan etsa warna, semakin tinggi konsentrasi alkali maka
semakin tinggi pula kerusakan zat warna dispersi azo sehingga posisi zat warna azo
didalam serat dapat digantikan oleh zat warna dispersi antraquinon yang tahan
terhadap alkali. Pada pencapan etsa tanpa menggunakan alkali/ konsentrasi 0 gram,
tidak terjadi kerusakan zat warna azo sehingga zat warna dispersi antraquinontidak
dapat masuk sebab bagian dalam serat poliester sudah terisi penuh oleh zat warna
dispersi azo.

XI. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum pencapan etsa poliester dengan zat warna dispersi
metode etsa warna dan etsa putih, diperoleh kesimpulan semakin tinggi konsentrasi
alkali maka semakin besar kerusakan zat warna dispersi azo sehingga derajat putih
kain (warna asal) dan ketuaan warna zat warna dispersi antaquinon semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA

Suprapto, Agus., dkk. 2006. Bahan Ajar Teknologi Pencapan 1. Bandung : Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil.
Lubis, Arifin., dkk. 1998. Teknologi Pencapan Tekstil. Bandung : Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil.
Djufri, Rasjid., dkk. 1973. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan Dan Pencapan.
Bandung : Institute Teknologi Tekstil.
Seoprijono, P., Poerwanti, Widayat, & Jumaeri. 1974. Serat-serat Tekstil. 
Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
Karyana, Dede. 2014. Pengantar Kimia Zat Warna untuk Pewarnaan Bahan Tekstil.
Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
Leslie W C Miles. 2003. Textile Printing. Manchester UK : Society of Dyers and
Colourist.

Anda mungkin juga menyukai