Philips Ekubank
Philips Ekubank
Abstract
The objective of this research is to find out whether the relationship between inflation
and unemployment rate as shown by Philips’ curve exist using Indonesian data during
the period of 1976-2006. The results show that there is no trade off between inflation
and unemployment rate, which means that Philips’ curve theory does not exist using
Indonesian data during the period of 1976-2006. In fact, there is positive relationship
between inflation and unemployment rate, where unemployment rate in year t is
influenced by inflation in year t-1, and this is occur in the long run. The regression
coefficient is 2,72 means that if inflation in year t-1 increase by one percent, then
unemployment rate in year t will increase by 2,72 percent. The implication of this
research is that in order to avoid the increase of unemployment in the future, the
government should control inflation rate through price stabilization policy.
1
Dosen Tetap STEKPI
1
I. PENDAHULUAN
2
Ada beberapa pertanyaan penelitian yang muncul berkaitan dengan latar
belakang yang telah diuraikan diatas, diantaranya adalah: apakah secara empiris
tingkat pengangguran mempengaruhi inflasi ? atau inflasi yang mempengaruhi tingkat
pengangguran ? atau tingkat penggangguran dan inflasi saling mempengaruhi ? Atau
tingkat pengangguran dan inflasi tidak saling mempengaruhi ? Dengan mengetahui
perilaku hubungan antara kedua variabel ini, tentunya akan bermanfaat bagi
pemerintah dalam membuat kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi
pengangguran dan menstabilkan inflasi.
1.4. Hipotesis
Dalam penelitian ini hipotesis yang digunakan adalah bahwa tingkat
pengangguran dipengaruhi oleh inflasi baik dalam jangka pendek maupun dalam
jangka panjang.
3
Berikut ini adalah hasil selengkapnya model persamaan regresi linear dan uji
hipotesis terhadap koefisien korelasi populasi (Ho : ρ = 0) yang dibuat oleh Arnson
untuk negara Jepang, Jerman dan Amerika (dimana Y = inflasi dan X = tingkat
pengangguran) ;
a. Jepang ;
Persamaan regresi ; Y = 10,892 – 2,9912 X, R 2 = 0,3424, nilai t = - 4,45,
tolak Ho, atau significant untuk α = 5 persen (t tabel = -1,833).
b. Jerman ;
Persamaan regresi ; Y = 3,9998 – 0,2122 X, R 2 = 0,1339, nilai t = - 2,42,
tolak Ho atau significant untuk α = 5 persen (t tabel = - 1,833).
c. Amerika Serikat ;
Persamaan regresi ; Y = 1, 2322 + 0,5427 X, R 2 = 0,0681, nilai t = - 1,67,
tidak menolak Ho atau tidak significant untuk α = 5 persen (t tabel = - 1,883).
Penelitian lainnya dari Atkeson dan Ohanian tahun 2001 (Lansing, 2002) yang
bertujuan untuk mengetahui apakah Kurva Phillips bisa digunakan untuk
memperkirakan data inflasi, menggunakan dua macam data short-run, yaitu data tahun
1960-1983 dan data tahun 1984-2002. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa
data short run tersebut tidak dapat digunakan untuk memprediksi inflasi. Hubungan
antara inflasi dengan pengangguran hanya terjadi dalam jangka pendek, dan tidak
terbukti terjadi dalam jangka panjang.
Hasil regresi dengan menggunakan data 1960-1983 menunjukkan adanya
hubungan negative yang significant antara inflasi dengan tingkat pengangguran, tetapi
untuk periode 1984-2002, ternyata koefisien regresinya hampir mendekati nol, yang
berarti tidak ada hubungan antara tingkat pengangguran saat ini dengan angka inflasi
pada waktu yang akan datang. Oleh karena itu, trade-off antara inflasi dengan tingkat
pengangguran yang terjadi dalam jangka pendek tersebut tidak bisa digunakan untuk
memprediksi nilai nominal angka inflasi tetapi mungkin hanya bisa digunakan untuk
memprediksi arah perubahan inflasi dimasa yang akan datang.
4
III. METODOLOGI PENELITIAN
Produksi
(Output)
Aggregate Aggregate
Demand Supply
Tingkat Tingkat
Inflasi Pengangguran
5
3.2 Pendekatan Pemodelan
Seluruh variabel dalam penelitian ini menggunakan data time series, dan uji
yang dilakukan adalah uji stasionaritas untuk masing-masing variabel, uji kausalitas
antar variabel, uji kointegrasi, dan uji error correction model (ECM).
6
Jika series data dari variabel-variabel yang diteliti memiliki unit roots pada
data level, maka perlu dilakukan uji kointegrasi, untuk mengetahui apakah variabel-
variabel tersebut saling terintegrasi dalam suatu hubungan. Dengan kata lain, uji
kointegrasi dilakukan untuk mendeteksi stabilitas hubungan jangka panjang antara
dua variabel atau lebih. Jika di antara variabel-variabel terkait terdapat kointegrasi,
berarti terdapat hubungan jangka panjang di antara variabel-variabel tersebut.
Jika variabel X dan variabel Y terintegrasi, maka hasil regresi antar variabel X
dan Y akan menghasilkan residual yang stasioner. Adapun dua series yang
terintegrasi akan memiliki hubungan jangka panjang yang stabil. Menurut Gujarati
(2003), pengujian ini hanya valid jika dilakukan pada data asli yang nonstasioner.
Enders (2004) memberikan catatan penting tentang definisi kointegrasi
sebagai berikut:
1. Kointegrasi merupakan kombinasi linear dari variabel-variabel yang seriesnya
non- stasioner.
2. Semua variabel yang diuji harus terintegrasi (stasioner) pada order yang sama
(first difference).
7
4). Jika data level (data awal) tingkat pengangguran dan inflasi tidak stasioner,
selanjutnya dilakukan uji kointegrasi, yaitu melakukan regresi antara tingkat
pengangguran dan inflasi sehingga diperoleh nilai estimasi error term, dimana
selanjutnya nilai error term ini akan diuji stasionaritasnya.
5). Jika error term terbukti stasioner (tingkat pengangguran dan inflasi
terkointegrasi), selanjutnya melakukan uji error correction model (ECM).
8
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa data inflasi pada tingkat level sudah
menunjukkan stasionaritas (Ho ditolak, pada tingkat signifikansi 5 % dan 1 %), baik
pada model 1 (tanpa intersep dan trend), model 2 (dengan trend), maupun model 3
(dengan trend dan konstanta). Sementara itu, hasil pengujian untuk variable Ln IHK
dan variabel tingkat pengangguran menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak
stasioner pada data level.
Tabel 1
Hasil Uji ADF Data Level
Tabel 2
Hasil Uji ADF Data First Difference
9
Hasil pengujian ADF terhadap variabel Ln IHK dan variabel pengangguran
untuk data difference dengan menggunakan tiga model, yaitu tanpa intersep dan
trend, dengan intersep serta dengan intersep dan trend, dapat dilihat pada Tabel 2.
Ternyata, baik variabel Ln IHK maupun variabel pengangguran, signifikan pada
tingkat 5 persen dan 1 persen, yang berarti kedua variabel tersebut sudah stasioner
pada data difference tingkat pertama atau ditulis I (1), dan hal ini terdapat pada ketiga
model yang digunakan. Berikut ini adalah model stasioner atau model simetris pada
data difference tingkat pertama untuk variabel Ln IHK dan variabel tingkat
pengangguran untuk ketiga alternatif model yang digunakan.
Δ ln IHK t =−0. 304926 ln IHK t−1 , model tanpa intersep dan trend
(-2.209)
Δ ln IHK t =0 . 090272−0 . 863668 ln IHK t−1 , model dengan intersep
(3.572) (-4.445)
Δ ln IHK t =0 . 086602+0 . 000243t−0. 864533 ln IHK t−1 , model dengan
(2.248) (0.128) (-4.362) trend dan intersep
ΔUNMP t =−1.1080926 UNMP t−1 , model tanpa intersep dan trend
(-5.6199)
ΔUNMP t =0 . 326707−1 .164163 UNMP t−1 , model dengan intersep
(1.6440) (-6.0228)
ΔUNMP t =−0 . 433688+0 .056136 t−1. 650680 UNMPt−1 , model dengan
(2.248) (0.128) (-4.362) trend dan intersep
10
UNMPt =α 2 +β 21 UNMPt−1 + β22 π t−1
11
dengan nilai adjusted R square = 0,790218
Dari hasil persamaan regresi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya tingkat pengangguran pada tahun t
adalah angka inflasi pada tahun t-1 (Ho: β=0 ditolak) dan signifikan secara
stastistik pada tingkat alpha 1 persen, dengan nilai adjusted R square = 0,790218,
yang berarti inflasi pada tahun t-1 mempunyai kontribusi terhadap besar kecilnya
tingkat pengangguran pada tahun t sebesar 79,02 persen, sedangkan sisanya (20,98
persen) dipengaruhi oleh faktor lainnya. Tanda koefisien regresi dari variabel inflasi
yang positif juga sekaligus menunjukkan bahwa teori kurva Phillips yang
menyebutkan adanya hubungan negatif (trade off) antara inflasi dengan tingkat
pengangguran, ternyata tidak terbukti dengan menggunakan data Indonesia tahun
1976-2006.
Untuk menunjukkan bahwa variabel inflasi mempengaruhi variabel tingkat
pengangguran dalam jangka panjang, perlu dilakukan uji stasionaritas terhadap
Tabel 3
Hasil Uji Unit Root Dari Error Term
Tampak bahwa residual (error term) dari persamaan diatas bersifat stasioner
dan signifikan pada alpha 1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variable inflasi dan
pengangguran mempunyai hubungan dalam jangka panjang (ditunjukan oleh variable
residual yang stasioner) yang berarti ada long run relationship antara kedua varibel
tersebut. Dengan kata lain, variable inflasi dan tingkat pengangguran juga dapat
disebut terkointegrasi dalam jangka panjang, sehingga pengujian dapat dilanjutkan
dengan melakukan uji Error Correction Model (ECM) untuk mengetahui apakah ada
12
ECM dalam jangka panjang untuk mencapai keseimbangan antara inflasi dengan
tingkat pengangguran.
13
persen kenaikan angka inflasi pada tahun t-1 akan mengakibatkan kenaikan tingkat
pengangguran pada tahun t sebesar 2,72 persen
Hubungan antara inflasi dengan tingkat pengangguran pada penelitian ini
bersifat jangka panjang dengan nilai error correction model sebesar 35 persen, yang
berarti setiap ada shock pada masa lalu (tahun t-1) dalam jangka pendek akan
memperkecil pertambahan tingkat pengangguran pada tahun t sebesar 35 persen, dan
seterusnya sedemikian rupa sehingga akhirnya pengangguran dan inflasi dalam jangka
panjang akan mencapai keseimbangan.
Mengingat hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif yang
significant antara angka inflasi pada tahun sekarang dengan besarnya tingkat
pengangguran pada tahun yang akan datang, maka untuk mencegah pertambahan
tingkat pengangguran pada tahun yang akan datang, pemerintah harus dapat menjaga
agar angka inflasi bisa terkendali, dengan menjaga kestabilan harga berbagai
kebutuhan masyarakat.
Daftar Pustaka
Ahmad, Irdam, 1997, “Fenomena Tingkat Pengangguran di Indonesia I dan II”,
Business News, 7 Juli 1997 dan 14 Juli 1997.
Arnson, Thomas Gunner, 2002 ,”Testing of the Philips Curve”, 11 Desember,
http://econ10.bu.edu/ec305/papers/Arnson/htm.
BPS, Berbagai Publikasi Angkatan Kerja dan Inflasi
Gujarati, Damodar, “Basic Econometrics”, edisi 4, 2003.
Enders, Walter, “Applied Econometrics”, 1999
Lansing, Kevin J, dalam Atkeson, A., and L.E. Ohanian. 2001. "Are Phillips Curves
Useful for Forecasting Inflation?" FRB Minneapolis Quarterly Review
(Winter). http://www.mpls.frb.org/research/qr/qr2511.html
Pindyck,”Econometrics”, 1998
14