Anda di halaman 1dari 10

SEMINAR NASIONAL SCAN#4:2013

“Stone, Steel, and Straw”


Building Materials and Sustainable Environment

PONDASI TIANG TONGKAT SEBAGAI ADAPTASI KONSTRUKSI


LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN BARAT

Hamdil Khaliesh1), Bontor Jumaylinda Gultom2)


1,2)
Staff Pengajar Program Studi Arsitektur
1,2)
Universitas Tanjungpura
1)
E-mail : hamdiel_st@yahoo.com
E-mail : bontor.jumaylinda.gultom@gmail.com2)

ABSTRAK

Pondasi merupakan bagian dari struktur bangunan yang memiliki peran vital dalam sistem
konstruksi bangunan. Hal ini berkaitan dengan fungsinya yang berperan sebagai media penyalur
beban ke lapisan tanah keras. Di Kalimantan Barat, sudah sejak lama “tiang tongkat” menjadi bagian
dari kearifan lokal sistem konstruksi pondasi tanah lunak. Hal ini berkaitan dengan sebagian besar
wilayah Kalimantan Barat terdiri dari lapisan tanah gambut dan tanah rawa. Sistem Pondasi tiang
tongkat tersebut sangat adaptif terhadap keadaan alam Kalimantan Barat dan tidak hanya dari prinsip
kerjanya yang sangat sesuai dengan kondisi tanah berdaya dukung rendah, tetapi juga dari
penggunaan material yang umumnya mudah ditemui di Kalimantan Barat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi prinsip kerja Pondasi tiang tongkat berkaitan dengan
struktur tanah Kalimantan Barat yang sebagian besar merupakan tanah gambut dan tanah rawa.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksploratif dengan disertai penjelasan logis
berdasarkan bentuk konstruksi pondasi dan teknik pemasangan. Hasil penelitian menunjukan prinsip
kerja Pondasi tiang tongkat mengandalkan dua buah permukaan kayu yang saling berlawanan. Kayu
tongkat yang terpasang secara vertikal berfungsi sebagai daya rekat ke tanah gambut untuk
mencegah pergerakan ke kiri dan ke kanan, sedangkan kayu alas yang disusun secara horisontal
berfungsi sebagai daya tekan yang mencegah konstruksi naik atau turun.

Kata kunci: pondasi tiang tongkat, lahan gambut, Kalimantan Barat

1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam adat dan budaya dengan latar
belakang daerah yang berbeda-beda. Keberagaman wilayah bermukim mendorong
terbentuknya keanekaragaman budaya yang sebenarnya merupakan cara hidup masyarakat
lokal untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan alamnya. Keanekaragaman budaya ini
pulalah yang menjadikan sumber berbagai kearifan lokal yang ada di Indonesia. Menurut
Ellen, Parker & Bicker (2005), kearifan lokal atau disebut pula pengetahuan lokal (indigenous
knowledge) didefinisikan sebagai 1) Pengetahuan yang terkait dengan suatu tempat (place)
dan sekumpulan pengalaman (experience) dan dikembangkan oleh masyarakat di tempat
itu, 2) Perngetahuan yang diperoleh dengan meniru, mencontoh dan bereksperimen, 3)
pengetahuan praktis sehari-hari yang diperoleh dari pengalaman trial and error, 4)suatu
pengetahuan yang bukan teoritis, 5) suatu pengetahuan yang bersifat holistik dan integratif
dalam ranah tardisi dan budaya.
Budaya membangun rumah adat atau rumah tradisional merupakan salah satu kearifan
lokal yang dilakukan sebagai usaha adaptasi terhadap keadaan alam di setiap daerah di
Indonesia. Kondisi iklim, geografis dan geologis di Indonesia yang beragam menjadikan
setiap daerah memiliki berbagai macam kondisi alam yang secara tidak langsung
mendorong inovasi-inovasi pemikiran lokal dalam beradaptasi dan mempertahankan diri.
Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau
Kalimantan dengan ibu kota Pontianak. Secara umum, kondisi topografi daratan Kalimantan

ILMU DAN TEKNOLOGI MATERIAL BANGUNAN II.1


SEMINAR NASIONAL SCAN#4:2013
“Stone, Steel, and Straw”
Building Materials and Sustainable Environment

Barat merupakan dataran rendah dengan ratusan sungai yang bisa dilayari. Sungai-sungai
ini menjadi telah lama menjadi nadi kehidupan bermukim di kalimantan Barat dari masa
kerajaan hingga saat ini. Namun karena sebagian besar wilayahnya yag terdiri dari sungai,
banyak daerah daratan ini yang terdiri dari rawa-rawa bercampur gambut dan hutan
mangrove. Berdasarkan data jenis tanah di Kalimantan Barat sebagian besar tekstur
tanahnya terdiri dari jenis tanah PMK (podsolet merah kuning), yang meliputi areal sekitar
10,5 juta hektar atau 17,28 persen dari luas daerah yang 14,7 juta hektar. Berikutnya, tanah
OGH (orgosol, gley dan humus) dan tanah Aluvial sekitar 2,0 juta hektar atau 10,29 persen
yang terhampar di daerah pantai. Sebagian besar luas tanah di Kalimantan Barat adalah
hutan (42,32%) dan padang/semak belukar/alang-alang (34,11%). Adapun areal hutan
terluas terletak di Kabupaten Kapuas Hulu seluas 1.964.491 ha, sedangkan padang/semak
belukar terluas berada di Kabupaten Ketapang yaitu seluas 1.374.145 ha. Sementara itu
areal perkebunan mencapai 1.574.855,50 atau 10,73 % (http://www.kalbarprov.go.id).
Kalimantan barat merupakan daerah yang sebagian besar tanahnya berjenis tanah
gambut, dekat dengan muka air tanah dan beriklim tropis. Kondisi topografi Kalimantan Barat
yang banyak dilalui sungai juga merupakan keistimewaan khusus yang tidak ditemui di
daerah lainnya di Indonesia. Menurut penelitian yang dilakukan Komaroodin (1998) dalam
Noorginayuwati, A. Rapieq, M. Noor dan Achmadi, luas lahan gambut di Indonesia
merupakan 87% dari luas lahan gambut di Asia Tenggara atau sekitar 52,4% dari seluruh
lahan gambut di daerah tropis. Lahan gambut di Indonesia tersebar di Sumatra (41%),
Kalimantan (33,8%), Irian Jaya (23,0%), Sulawesi (1,6%) serta Halmahera dan Seram
(0,5%). Di Kalimantan lahan gambut terdapat di wilayah pantai Provinsi Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan dan Sebagian kecil pantai Kalimantan Timur.

Tabel 1. Luas total lahan gambut dan yang layak untuk pertanian serta sebarannya di Indonesia

Sumber: BB Litbang SDLP., (2008) dalam Fahmuddin Agus dan I.G. Made Subiksa (2008)

Dengan kondisi topografi pesisir Kalimantan Barat yang sebagian besar terdiri dari lahan
gambut pembangunan rumah secara konvensional sangat sulit dilakukan. Penggunaan
pondasi-pondasi dangkal secara la ngsung tidak akan dapat mencapai ke tanah keras,
akibatnya jika dipaksakan akan terjadi penurunan struktur yang dapat berakibat fatal atau
jika menggunakan pondasi konvensional (pondasi rollag bata, pondasi batu kali, pondasi
sumuran) memerlukan biaya yang cukup besar untuk memadatkan tanahnya. Dilain pihak,
sebenarnya masyarakat lokal Kalimantan Barat sudah memiliki solusi untuk menyelesaikan
masalah tersebut yaitu Pondasi tiang tongkat . Pondasi tiang tongkat merupakan inovasi
konstruksi pondasi yang telah lama digunakan oleh masyarakat tradisional dan terus
dilakukan turun menurun.

ILMU DAN TEKNOLOGI MATERIAL BANGUNAN II.2


SEMINAR NASIONAL SCAN#4:2013
“Stone, Steel, and Straw”
Building Materials and Sustainable Environment

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik Pondasi tiang tongkat berkaitan
dengan struktur tanah Kalimantan Barat yang sebagian besar merupakan tanah gambut.
Pondasi tiang tongkat akan ditelaah berdasarkan komponen dan proses konstruksinya.
Penelitian ini akan mengkaji Pondasi tiang tongkat sebagai salah satu bentuk kearifan lokal
di Kalimantan Barat. Metode penelitian menggunakan metode analisis kualitatif-deskriptif
dengan di dukung data-data dari referensi dan foto-foto eksisting di lapangan. Tujuannya
adalah untuk mendeskripsikan Pondasi tiang tongkat dan proses pemasangannya. Analisis
penelitian sebagian besar menggunakan gambar-gambar rencana dan gambar-gambar
eksisting di lapangan didukung dengan teori-teori yang berkaitan.

2. STRUKTUR PONDASI
Pondasi merupakan struktur bawah (sub structure) yang berfungsi untuk memikul beban
bangunan diatasnya (upperstructure), termasuk beban dirinya sendiri untuk diteruskan
secara merata ke lapisan tanah keras. Jenis pondasi sangat bergantung pada masa
bangunan yang akan dibangun, namun yang lebih penting adalah karakter jenis dan daya
dukung tanahnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh lokasi atau situasi tempat pekerjaan
pembangunan. Selain itu pertimbangan biaya pengerjaan pembangunan juga dipengaruhi
ketersediaan material dan tenaga kerja yang ada.
Keputusan pemilihan jenis pondasi harus didasarkan pada hasil penyelidikan jenis dan
kekuatan tanah. Penyelidikan tanah pada proses perencanaan bangunan bermanfaat dalam
memprediksi 1) Jenis dan kekuatan tanah serta kedalaman dari muka air-tanah, 2)
Penurunan bangunan dikemudian hari, 3) Beban maximum yang diijinkan dan menentukan
jenis pondasinya. Berdasarkan penyelidikan tanah, kondisi tanah dapat dibedakan menjadi
dua kondisi yaitu:
a. Kondisi tanah normal, dimana lapisan tanah labil dan tidak mempunyai daya dukung
baik terletak dipermukaan setebal ± 50 cm atau lebih, tetapi dalam lapisan tanah
keras tidak terlalu jauh dibawah permukaan tanah. Tanah dengan kondisi ini
umumnya terdapat di pulau jawa dan sebagian kecil pulau-pulau lain.
b. Kondisi tanah khusus dimana :
§ Lapisan tanah labil terletak sampai jauh dibawah permukaan tanah, sehingga
lapisan tanah keras terletak sangat dalam, seperti tanah rawa atau tanah
bergambut. Tanah yang seperti ini banyak terdapat di pulau Sumatera dan
Kalimantan.
§ Lapisan tanah yang terletak pada permukaan tanah atau tanah yang sangat sulit
digali, misalnya tanah berbatu-batu, batu karang. Tanah dengan kondisi ini
banyak terdapat di kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku.
Bentuk dan kedalaman pondasi tergantung pada daya dukung tanah dan jenis atau berat
bangunan yang didukung. Kedalaman pondasi akan mencapai tanah keras dimana
bentuknya disesuaikan dengan beban bangunan yang dipikulnya. Berdasarkan
kedalamannya jenis pondasi di bagi menjadi 2 yaitu; 1) pondasi dangkal, dan 2) pondasi
dalam. Pondasi dangkal adalah jenis pondasi yang dasarnya terletak tidak terlalu dalam dari
permukaan tanah dan masih dapat dikerjakan dengan alat sederhana yaitu kedalaman 0.8-1
meter. Sedangkan pondasi dalam adalah pondasi yang memerlukan alat dalam
pengerjaanya dan terletak lebih dalam yaitu kedalaman lebih dari 2 meter.
Berdasarkan jenisnya pondasi dangkal dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu:
1. Pondasi Menerus (Continuous Footing)
2. Pondasi Setempat (Individual Footing)
3. Pondasi Gabungan (Combined Footing)
4. Pondasi Plat (Mal Foundation, Raft Footing)

ILMU DAN TEKNOLOGI MATERIAL BANGUNAN II.3


SEMINAR NASIONAL SCAN#4:2013
“Stone, Steel, and Straw”
Building Materials and Sustainable Environment

Beberapa jenis pondasi dangkal antara lain; pondasi rollag bata, pondasi batu kali,
pondasi sumuran, dan pondasi bor mini atau strauss pile. Sedangkan pondasi dalam dapat
di bagi menjadi dua yaitu: pondasi Bore pile, dan pondasi tiang pancang atau paku bumi.
Berdasarkan sistemnya jenis pondasi juga dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis
yaitu 1)Pondasi titik, 2)Pondasi menerus, 3)Pondasi bidang, dan 4)Pondasi ruang.
Sedangkan menurut perlakuannya terhadap tanah keras, pondasi dapat dibedakan menjadi
dua jenis yaitu pondasi langsung dan pondasi tak langsung. Pondasi langsung yaitu pondasi
yang alasnya langsung diletakan di atas permukaan tanah keras. Namun hal ini hanya
dapat dilakukan jika kondisi tanah keras cukup dangkal. Sedangkan pondasi tidak langsung
yaitu pondasi yang dasarnya tidak langsung diletakkan diatas permukaan tanah keras,
sehingga untuk sampai kepermukaan tanah keras harus menggunakan media lain yaitu tiang
pancang atau cerucuk.

3. TANAH GAMBUT
Menurut Arper (2009), gambut adalah tanah lunak organik yang mempunyai daya dukung
yang sangat rendah. Gambut mengandung bahan organik lebih dari 30%. Sebagai
campuran dari fragmen dan material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah
mati, lapuk dan membusuk. Proses pembentukannya dipengaruhi oleh iklim, hujan, pasang-
surut, jenis tumbuhan rawa, bentuk topografi, jenis dan jumlah biologi yang melakukan
dekomposisi, serta lamanya proses dekomposisi tersebut berlangsung.
Menurut Polak (1961) dalam Arper (2009), berdasarkan faktor pembentukannya,
klasifikasi tanah gambut digolongkan menjadi tiga jenis yaitu:
§ Gambut Ombrogen; terbentuk dari sisa-sisa hutan seperti di Sumatra, Kalimantan dan
Papua.
§ Gambut Topogen; terbentuk dalam depresi topografi rawa seperti Rawa Pening,
Jatiroto, Tanah Payau Deli.
§ Gambut Pegunungan; terbentuk pada depresi-depresi daerah pegunungan yang tidak
aktif (kawah yang merupakan rawa) seperti Gunung Papandayan dan Dataran Tinggi
Dieng.
Menurut Backman (1969) dalam Arper (2009) berdasarkan batuan induk yang
membentuknya, klasifikasi tanah gambut digolongkan menjadi tiga jenis yaitu:
§ Gambut endapan; tanaman yang mudah dihumifikasikan, koloidal, padat dan kenyal.
§ Gambut berserat; berserat, mempunyai kapasitas menahan air tinggi.
§ Gambut kayuan; sisa-sisa pohon, semak atau vegetasi rawa.
Sedangkan menurut Noor (2001) dalam Arper (2009) berdasarkan ketebalannya,
klasifikasi tanah gambut digolongkan menjadi empat jenis yaitu:
§ Gambut dangkal kedalaman < 50 – 100 cm
§ Gambut sedang kedalaman 100 - 200 cm
§ Gambut dalam kedalaman 200 – 300 cm
§ Gambut sangat dalam kedalaman > 300 cm
Berdasarkan kematangannya, klasifikasi tanah gambut digolongkan menjadi tiga jenis
yaitu:
§ Fibrik, yaitu apabila bahan material gambut yang terdiri dari vegetasi aslinya masih
dapat diidentifikasikan atau hanya sedikit mengalami dekomposisi.
§ Hemik, yaitu apabila tingkat dekomposisi gambutnya sedang.
§ Saprik, yaitu apabila tingkat dekomposisinya sudah tidak dapat teridentifikasi lagi dan
sudah berlangsung sangat lama.
Semakin tinggi derajat dekomposisinya, kandungan air dan batas cairan yang
dikandungnya akan makin mengecil. Hal ini disebabkan semakin tinggi proses dekomposisi
ILMU DAN TEKNOLOGI MATERIAL BANGUNAN II.4
SEMINAR NASIONAL SCAN#4:2013
“Stone, Steel, and Straw”
Building Materials and Sustainable Environment

akan menyebabkan semakin memperkecil ruang di dalam partikel serat dan ruang antar
partikel serat serta struktur serat gambut akan rusak menjadi bentuk amorf. Sebaliknya,
semakin rendah derajat dekomposisi, maka struktur dan ruang antar serat serta struktur
serat gambut masih dalam keadaan baik sehingga kondisi endapan gambut tersebut masih
memiliki kandungan air dan cairan yang tinggi.
Tanah Gambut secara umumnya memiliki kadar pH yang rendah, memiliki kapasitas tukar
kation yang tinggi, kejenuhan basa rendah, memiliki kandungan unsur K, Ca, Mg, P yang
rendah dan juga memiliki kandungan unsur mikro (seperti Cu, Zn, Mn serta B) yang rendah
pula. Masalah utama di areal gambut adalah sifatnya yang sangat compressible dimana
lapisannya akan memiliki potensi penurunan yang sangat besar ketika dibebani di atasnya.
Semakin tebal lapisan gambutnya, semakin besar penurunan yang dapat terjadi. Secara
teknis tanah gambut tidak baik sebagai dasar konstruksi bangunan karena mempunyai kadar
air sangat tinggi, kompresibilitas atau kemampatannya tinggi serta daya dukung sangat
rendah.

4. PONDASI TIANG TONGKAT


Pondasi tiang tongkat merupakan pondasi yang menggunakan material kayu sebagai
material utamanya. Pondasi kenis ini merupakan jenis pondasi yang digunakan pada jenis
tanah lunak, dengan asumsi penggunaaan material kayu yang cukup tahan dengan kondisi
tanah berair. Jenis Pondasi tiang tongkat menurut sistemnya tergolong jenis pondasi
setempat atau pondasi titik dan umumnya menggunakan sistem lantai panggung.
Secara prinsip susunan bagian Pondasi tiang tongkat sama persis seperti pondasi pada
umumnya namun dimodifikasi dengan material-material kayu yang mudah diperoleh di
Kalimantan Barat, yaitu:
1. Bagian lantai kerja, disebut alas kayu hutan dengan penggunaan setengah material
kayu sebagai pengisinya.
2. Bagian utama terdiri dari kayu laci yang disusun berlawanan arah dengan kayu
hutan.
3. Bagian penghubung struktur yaitu terdiri dari tiang dengan material kayu yang
langsung berhubungan dengan keep atau balok lantai.

Gambar 1. konstruksi pondasi tiang tongkat


Sumber: Rudiyono, 2003
ILMU DAN TEKNOLOGI MATERIAL BANGUNAN II.5
SEMINAR NASIONAL SCAN#4:2013
“Stone, Steel, and Straw”
Building Materials and Sustainable Environment

Umumnya bangunan rumah tinggal yang menggunakan Pondasi tiang tongkat


menggunakan struktur kayu pada rangka badannya sedangkan untuk struktur lantai dapat
menggunakan papan atau cor beton. Berdasarkan kedalamannya Pondasi tiang tongkat
digolongkan ke dalam pondasi dangkal dan jenis pondasi setempat. Material utama
menggunakan kayu jenis kelas I dengan sifat ketahanan yang baik terhadap air. Di
Kalimantan Barat sendiri untuk jenis kayu kelas I menggunakan jenis kayu Belian yang
menurut masyarakat lokal jika direndam air kekuatannya cenderung bertambah dan akan
bertahan lebih lama.

Gambar 2. Material utama pondasi


Sumber: Survei Lapangan

Sedikit berbeda dengan prinsip perencanaan pondasi titik atau setempat, Pondasi tiang
tongkat tidak harus menerus di bawah letak kolom tetapi diletakan merata di bawah lantai
bangunan dengan jarak 1-1.5 meter di seluruh perletakan keep. Hal ini dilakukan karena
umumnya untuk jenis pondasi ini diterapkan pada jenis tanah gambut yang berdasarkan
sifatnya sangat labil sehingga perlu pemerataan beban yang lebih. Selain itu antara pondasi
yang satu dengan pondasi yang lain saling terikat dan membentuk semacam jaringan rangka
alas yang akan memperkuat kedudukan bangunan pada tanah yang labil.

Gambar 3. Denah rumah sederhana


Sumber: Rudiyono, 2003
ILMU DAN TEKNOLOGI MATERIAL BANGUNAN II.6
SEMINAR NASIONAL SCAN#4:2013
“Stone, Steel, and Straw”
Building Materials and Sustainable Environment

Gambar 4. Denah rencana pondasi bangunan kantor 2 lantai


Sumber: penulis

5. PONDASI TIANG TONGKAT SEBAGAI ADAPTASI STRUKTUR LAHAN


GAMBUT DI KALIMANTAN BARAT
Pengerjaan pondasi di mulai dari pemasangan komponen konstruksi, pemasangan
bowplank pada garis-garis perencanaan pondasi, penggalian kedalaman pondasi dan
perletakan ke titik-titik pondasi. Pemasangan komponen pondasi dilakukan di tempat dengan
langsung melakukan pengukuran terhadap kedalaman lubang (gambar 5). Sebelum
melakukan penempatan pondasi, dilakukan pemasangan tali dari sisi-sisi bowplank untuk
memastikan penempatan Pondasi tiang tongkat (gambar 6). Penanaman pondasi dilakukan
secara manual dengan tenaga satu atau dua orang. Setelah pondasi selesai ditanam
dilakukan penimbunan pada lubang galian pondasi dengan tanah urug bekas galian
sebelumnya untuk pemadatan (gambar 7). Pada bagian atas tiang tongkat disiapkan bagian
pengunci yang berfungsi untuk pemasangan keep (gambar 8). Tali yang telah terpasang
pada bowplank juga bermanfaat sebagai pengarah pada pemasangan keep. Setelah keep
terpasang proses konstruksi dilanjutkan pada pengerjaan gelegar, konstruksi rangka dan
lantai.

ILMU DAN TEKNOLOGI MATERIAL BANGUNAN II.7


SEMINAR NASIONAL SCAN#4:2013
“Stone, Steel, and Straw”
Building Materials and Sustainable Environment

Gambar 5. Pemasangan Pondasi Tiang Tongkat


Sumber: penulis

Gambar 6. (kiri) Penyesuaian kunci keep pada bagian atas tiang tongkat;
(kanan) pemasangan tali senar pada bowplank
Sumber: penulis

Gambar 7. Penimbunan pada lubang bekas galian


Sumber: penulis

ILMU DAN TEKNOLOGI MATERIAL BANGUNAN II.8


SEMINAR NASIONAL SCAN#4:2013
“Stone, Steel, and Straw”
Building Materials and Sustainable Environment

Gambar 8. Pemasangan Keep


Sumber: penulis

Komponen utama Pondasi tiang tongkat terdiri dari tiga bagian utama yaitu 1)tiang,
2)kayu laci, dan 3) kayu alas. Ketiga komponen ini sangat penting sehingga kehilangan salah
satu bagian komponen akan menyebabkan kegagalan fungsi pondasi. Komponen tiang
tongkat berfungsi meneruskan beban fisik dari struktur atas ke tanah. Kayu laci merupakan
komponen penyangga tiang tongkat dan berfungsi sebagai penahan beban pada pergerakan
lapisan tanah. Kayu laci dibantu dengan kayu alas yang berfungsi sebagai penopang utama
yang memanfaatkan daya tekan ke atas tanah gambut. Prinsip ini mirip cara kerja
pelampung yang akan tetap mengapung dengan adanya daya tekan air. Prinsip ini
memungkinkan Pondasi tiang tongkat tidak harus mencapai ke permukan tanah keras
namun cukup di kedalaman tertentu untuk mencapai kekuatan struktur konstruksi tiang
tongkatnya. Konsep ini cukup berhasil untuk menjaga kestabilan bangunan-bangunan
bertingkat rendah di Kalimantan Barat. Biaya yang dikeluarkan juga cenderung lebih murah
dibandingkan jenis pondasi lain, mengingat kayu masih mudah di dapatkan di Kalimantan
Barat.

Gambar 9. Prinsip cara kerja dan karakteristik pondasi tiang tongkat


Sumber: penulis

ILMU DAN TEKNOLOGI MATERIAL BANGUNAN II.9


SEMINAR NASIONAL SCAN#4:2013
“Stone, Steel, and Straw”
Building Materials and Sustainable Environment

6. KESIMPULAN
Pondasi tiang tongkat merupakan pondasi yang khusus diterapkan pada daerah dengan
kondisi permukaan tanah keras berada jauh dari permukaan tanah. Prinsip kerjanya mirip
konstruksi pelampung, yang memanfaatkan daya tekan ke atas tanah gambut. Pondasi ini
tergolong pondasi titik atau setempat, dan termasuk jenis pondasi dangkal dan pondasi
langsung serta umumnya digunakan pada sistem lantai panggung. Material utama yang
digunakan adalah kayu kelas I dengan sifat ketahanan terhadap air. Komponen utama
konstruksi pondasi terdiri dari 3 bagian, yaitu tiang tongkat, kayu laci dan kayu alas. Dalam
proses perencanaan, pondasi ditempatkan secara merata di seluruh bagian lantai dengan
jarak modulasi 1,5 m-2 m. Hal ini juga memperkuat kedudukan pondasi karena antara satu
pondasi dengan pondasi yang lain berhubungan dan membentuk semacam jaringan yang
akan memperkuat posisi bangunan pada kondisi tanah labil.
Pemanfaatan konstruksi Pondasi tiang tongkat di lahan gambut merupakan kearifan lokal
masyarakat yang sudah turun temurun dilakukan. Keadaan geografis dan topografi
Kalimantan Barat yang sebagian besar bertopografi dataran rendah dan memiliki jenis tanah
gambut mengharuskan masyarakat untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Konstruksi
Pondasi tiang tongkat dengan prinsip kerja pelampung dan sebagian besar menggunakan
kayu merupakan kearifan lokal yang sangat berharga untuk dipelajari. Konsep pelampung
merupakan pemikiran sederhana untuk beradaptasi pada lahan gambut yang kadar air yang
cukup tinggi.

7. DAFTAR PUSTAKA
1. Agus, Fahmuddin dan I.G. Made Subiksa (2008): Lahan Gambut: Potensi untuk
Pertanian dan Aspek Lingkungan, Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
(ICRAF), Bogor.
2. Arper (2009) : Gambut (extremely low bearing capacity), diunduh pada bulan tanggal 22
maret 2011, http://aryapersada.com/tag/klasifikasi-tanah-gambut.
3. Bakhtiar, Vivi and Herman Sapar (2010) : Daya Dukung (bearing Capacity) dan
Penurunan (settlement) Tiang Pancang dengan Pengujian Sondir/Cone Penetration test
(CPT) Pada Tanah Lunak Pontianak, Universitas Tanjungpura, Pontianak
4. Ellen, R.,Parkes, P. and Bicker, A. (2005) : Indigenous People and Intellectual Property
Rights, Island Press, USA.
5. Noorginayuwati, A. Rapieq, M. Noor dan Achmadi (1998) : Kearifan Budaya Lokal Dalam
Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Pertanian di Kalimantan, Balai penelitian Tanah
Rawa, http://www.docstoc.com/docs/28418605/11-kearifan-budaya-lokal-dalam-
pemanfaatan-lahan-gambut-untuk.
6. R.M Rustamaji, dkk (2010) : Substitusi Tiang Tongkat Kayu Belian Dengan Tiang
Tongkat Beton-Ferrosemen Sebagai Upaya Mitigasi Bencana & Praktik Konstruksi Hijau,
Universitas Tanjungpura, Pontianak
7. Rudiyono (2003) : Struktur Konstruksi I, materi kuliah struktur konstruksi I, Universitas
Tanjungpura, Pontianak.
8. Terzaghi, Karl, et al (1996) : Soil mechanics in engineering practice (3rd ed.), New York:
John Wiley & Sons, ISBN 0-471-08658-4
9. http://phenomenaaroundus.blogspot.com/2010/06/kearifan-lokal-dan-pembangunan.html,
diunduh pada 20 Maret 2011
10. http://www.tugaskuliah.info/2010/06/pengertian-tanah-gambut.html, diunduh pada 22
Maret 2011
11. http://aryapersada.com/tag/klasifikasi-tanah-gambut, diunduh pada 22 Maret 2011

ILMU DAN TEKNOLOGI MATERIAL BANGUNAN II.10

Anda mungkin juga menyukai