Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wilayah pesisir atau wilayah pantai dan lautan adalah suatu kawasan yang sangat
strategis baik ditinjau dari segi ekologi, sosial budaya,dan ekonomi. Hal tersebut dapat dipahami
karena sekitar 140 juta penduduk Indonesia mendiami wilayah pesisir dan sekitar 16 juta tenaga
kerja terserap oleh industri di pesisir dengan memberikan kontribusi sebesar 20,06% terhadap
devisa Negara. Disamping itu wilayah pesisir Indonesia dengan garis pantai sepanjang 95.181
km memiliki habitat/ekosistem yang produktif serta memiliki keanekaragaman hayati yang
tinggi yaitu ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove, ekosistem estuaria dan ekosistem
padang lamun.Sejalan dengan perkembangan yang terjadi, maka wilayah pantai juga telah
mengalami tekanan yang cukup berat, dan secara signifikan telah terjadi eskalasi degradasi
kawasan pesisir yang cukup memprihatinkan. Kecendrungan meningkatnya degradasi
lingkungan pesisir antara lain ditandai dengan meningkatnya kerusakan habitat (mangrove,
terumbu karang, dan padang lamun), perubahan garis pantai yang diakibatkan oleh abrasi dan
erosi serta pencemaran lingkungan. Meningkatnya secara nyata degradasi wilayah pesisir
tersebut, baik dari segi cakupan wilayah maupun intensitas serta sebaran dampak yang
ditimbulkan oleh kegiatan manusia secara langsung maupun tidak langsung telah mengancam
keberlanjutan fungsi-fungsi wilayah pesisir dalam menopang Pembangunan yang berkelanjutan.
Memperhatikan potensi yang besar dan beragam berserta berbagai permasalahan lingkungan,
sosial dan ekonomi maka wilayah pesisir membutuhkan upaya pengelolaan secara terpadu
sebagai mana amanat Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil. Pengelolaan wilayah pesisir memerlukan adanya data-data lingkungan
dan biolgis yang baik agar tujuan pengelolaan dapat mencapai tujuan sesuai dengan yang
diharapkan.
Pengelolaan wilayah pesisir terpadu (PWPT) atau lebih dikenal dengan integrated coastal
zone management (ICZM) pertama kali dikemukakan pada konferensi peisisir dunia ( world
conference of coast) yang digelar pada tahun 1993 di Belanda. Pada forum tersebut, PWPT
diartikan sebagai proses paling tepat menyangkut masalah pengelolaan pesisir, baik untuk

1
kepentingan saat ini maupun jangka panjang termasuk didalamnya akibat perubahan iklim dunia
(subandono, et, al, 2009). wilayah pesisir terjadi karena mekanisme bekerja dalam batas
bentang tertentu, yaitu: proses geomorfologis yang terjadi dalam rentang waktu tertentu yang
sangat lama, pola kolonisasi organisme, serta perubahan yang cirri-ciri local alam rentang waktu
yang relative pendek, baik alami maupun gangguan aktivitas manusia. Wilayah pesisir adalah
suatu bentang alam yang “ distinct”, suatu unit terukur yang ditentukan oleh kelompok ekosistem
yang saling berinteraksi dimana kelompok ini berulang, baik dalam skala ruang/luas maupun
dalam skala temporal, proses geomorfologi yang berulang, serta rezim perubahannya.

Ekosistem pesisir merupakan suatu himpunan integral variabel-variabel abiotik (fisik-


kimia) dan biotic (organisme hidup) yang berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi
membentuk suatu struktur fungsional. Variabel-variabel abiotik dan biotic secara fungsional
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila terjadi perubahan pada salah satu dari variabel-
variabel tersebut, maka perubahan tersebut akan mempengaruhi keseluruhan system yang ada
baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun keseimbangan. Oleh karena itu, kesatuan dan
keseimbangan struktur fungsional ini harus diperhatikan dalam setiap perencanaan dan upaya
pengelolaan ekosistem pasir. Agar perencanaan dan pengelolaan ekosistempasir dapat memenuhi
pertimbangan diatas, pemilihan variabel biofisik perlu dilakukan dalam suatu pengumpulan data
unutk keperluaan PWPT.

1.2 Tujuan
a. Mengidentifikasi komponen – komponen wilayah pesisir dan laut.
b. Mengidentifikasi bentuk – bentuk pemanfaatan pesisir dan laut.
c. Mengidentifikasi isu manajemen pesisir dan laut berdasarkan komponen dan
pemanfaatan yang terlihat.
d. Membuat sketsa peta sumberdaya, pemanfaatan dan permasalahan yang ada di
lokasi pemanfaatan.
e. Merumuskan rekomendasi
1.3 Manfaat
a. Mengetahui komponen – komponen wilayah pesisir dan laut.
b. Mengetahui bentuk – bentuk pemanfaatan pesisir dan laut.

2
c. Mengetahui isu manajemen pesisir dan laut berdasarkan komponen dan
pemanfaatan yang terlihat.
d. Dapat melihat gambaran sumberdaya, pemanfaatan dan permasalahan yang ada di
lokasi pemanfaatan.
e. Dapat memberikan solusi dari masalah yang ada di wilayah pesisir dan laut.

3
BAB II
TINAJUAN PUSTAKA

2.1 Komponen – komponen wilayah pesisir

2.1.1 Ekosistem Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi


oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada
daerah pasang-surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada
daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari
gelombang besar dan arus pasang¬surut yang kuat. Karena itu hutan mangrove banyak
ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang
terlindung. (Dahuri, 2003) Hutan mangrove juga berfungsi sebagai penahan abrasi akibat
adanya gelombang air laut.Adapun kemampuan adaptasi hutan mangrove untuk bertahan
hidup di perairan dangkal adalah :

1. Akar yang pendek dan melebar luas, dengan akar penyangga atau tudung
akar yang tumbuh dari batang dan dahan sehingga menjamin kokohnya
batang

2. Berdaun kuat dan mengandung banyak air

3. Mempunyai jaringan internal untuk menyimpan air dan kandungan garam


yang tinggi.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove,


adalah :

1. Ketersediaan air payau.

2. Masukan bahan makanan atau nutrisi

3. Kestabilan unsur hara.

4
Ekosistem hutan mangrove merupakan habitat bagi berbagai macam satwa liar antara lain
reptile dan ikan-ikan genangan air, yang memiliki nilai ekonomis dan biologis seperti bandeng,
belanak dan udang. Lebih daripada itu, ekosistem hutan mangrove sangat mendukung budidaya
perikanan. Manfaat dan kegunaan hutan mangrove bagi kehidupan manusia antara lain dapat
digunakan sebagai kayu bakar, bahan bangunan, pupuk, bahan baku kertas, bahan makanan,
bahan obat-obatan, teralatan rumah tangga, bahan baku tekstil dan sebagai tempat rekreasi.

Fungsi dan peran ekosistem hutan mangrove sangat penting sebagai tempat untuk
memijah, memelihara ikan, berlindung serta mencari makan bagiberbagai jenis ikan. Oleh karena
itu, kelestariannya harus dijaga. Penurunan kualitas dan kuantitas ekosistem hutan mangrove
akan mengancam kelestarian habitat tersebut dan selanjutnya akan mengancam kehidupan fauna.
Beberapa dampak kegiatan manusia yang mempengaruhi ekosistem mangrove antara lain,
(Bengen, D.G. 2000:27) :

1. Penebangan pohon tidak terkendali yang mengakibatkan tidak lagi berfungsinya


hutan mangrove sebagai daerah mencari makanan dan daerah pemeliharaan yang
optimal bagi bermacam ikan dan udang stadium muda yang memiliki nilai
komersial.

2. Pengalihan aliran air tawar, misalnya pada pembangunan irigasi


yangmengakibatkan peningkatan salinitas hutan mangrove sehingga
menyebabkandominasi dari spesies-spesies yang lebih toleran terhadap air yang
menjadilebih asin; ikan dan udang dalam tingkat larva dan juvenil (jentik)
mungkin tak dapat mentoleransi peningkatan salinitas, karena mereka lebih
sensitive terhadap perubahan-perubahan lingkungan. Menurunnya tingkat
kesuburanhutan mangrove karena pasokan zat-zat hara melalui aliran air tawar
berkurang.

3. Pencemaran minyak akibat terjadinya tumpahan minyak dalam jumlah besar yang
mengakibatkan kematian pohon-pohon mangrove.

4. Aktivitas Penambangan yang mengakibatkan kerusakan total ekosistem hutan


mangrove di lokasi penambangan sehingga memusnahkan daerah pemeliharaan

5
(nursery ground) bagi larva, jentik ikan dan udang di lepas pantai, dengan
demikian mengancam regenerasi ikan dan udang tersebut.

Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah
pesisir. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat
pemijahan dan asuhan bagi bermacam biota,penahan abrasi, pencegah intrusi air laut, dan lain
sebagainya, hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis seperti penyedia kayu, daun
obatan, dan lain-lain (Begen, D.G. 2000: 32), segenap kegunaan sebagian besar masyarakat
pesisir di tanah air. Potensi lain dari hutan mangroveyang belum dikembangkan secara optimal,
adalah kawasan wisata alam(ecotourism). Hutan mangrove dapat hidup dengan subur kalau
wilayah pesisir tersebut memenuhi syarat :

1. Terlindungi dari gempuran ombak dan arus pasang surut yang kuat.

2. Daerahnya landai atau datar

3. Memilki muara sungai yang besar dan delta

4. Aliran sungai banyak mengandung lumpur

5. Kadar garam anir laut antara 10-30 per mil

Hutan mangrove merupakan ekosistem yang sangat penting di wilayah pesisir sebab
memiliki fungsi ekologis dan fungsi ekonomis. Adapun fungsi ekologis dari hutan mangrove
yaitu

1. Penyedia nutrien bagi biota perairan.

2. Tempat berkembang biaknya berbagai macam ikan.

3. Penahan abrasi, penyerap limbah.

4. Pencegah intrusi air laut.

5. Penahan amukan angin taufan dan gelombang yang besar.

6
Fungsi Ekologis Hutan Mangrove Sebagai suatu ekosistem khas wilayah pesisir, hutan
mangrove memiliki beberapa fungsi ekologis penting :

1. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan
lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan.

2. Sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari daun dan dahan
pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat dimanfaatkan sebagai
bahan makanan bagi para pemakan de¬tritus, dan sebagian lagi diuraikan secara
bakterial menjadi mineral-mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan.

3. Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding ground)
dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam biota perairan (ikan, udang dan
kerang-kerangan) baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai.

Fungsi ekonomis dari hutan mangrove yaitu untuk :

1. Bahan bakar, bahan kertas, dan bahan bangunan.

2. Perabot rumah tangga.

3. Bahan penyamak kulit dan pupuk hijau.

Pemanfaatan Hutan Mangrove.

Hutan mangrove dimanfaatkan terutama sebagai penghasil kayu untuk bahan konstruksi,
kayu bakar, bahan baku untuk membuat arang, dan juga untuk dibuat pulp. Di samping itu
ekosistem mangrove dimanfaatkan sebagai pemasok larva ikan dan udang alam.

7
2.1.2 Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang adalah koloni hewan dan tumbuhan laut berukuran kecil yang disebut
polip, hidupnya menempel pada substrat batu atau dasar yang keras dan berkelompok
membentuk koloni yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae
menghasilkan kalsium karbonat (CaCO3) menjadi terumbu, mempunyai warna dan bentuk
beraneka rupa. Karang termasuk kelompok hewan (bukan kelompok tumbuhan) yang tergolong
dalam Filum Cnidaria dan Ordo Scleractina, walaupun karang merupakan jenis hewan, biota ini
tidak dapat bergerak atau berpindah dan tergolong sebagai biota menetap atau sesille. (Clark, J.
1974)

Zooxanthellae adalah suatu jenis alga yang bersimbiosis dalam jaringan karang.
Zooxanthellae ini melakukan fotosintesis menghasilkan oksigen yang berguna untuk kehidupan
hewan karang. Di lain pihak, hewan karang memberikan tempat berlindung bagi zooxanthellae.
Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis dan ditemukan
diseluruh perairan dunia tetapi hanya di daerah tropis terumbu karang dapat bekembang dengan
baik, terumbu karang tersusun atas beberapa jenis karang batu yang didalamnya hidup beraneka
ragam biota perairan. Kondisi alamiah yang cocok bagi pertumbuhan karang adalah perairan laut
dengan temperatur antara 18-30 OC, kedalaman air sampai 50 meter, salinitas (kadar garam)
antara 30-60 ppt (3-6% kadar garam), perairan yang jernih dan laju sedimentasi yang rendah,
pergerakan arus air yang cukup, bebas dari polusi dan ketersediaan substrat yang padat. Karang
tidak dapat hidup di air tawar atau muara sungai. (Bengen, D.G. 2000:14)

Berdasarkan proses pembentukannya, terumbu karang dibagi dalam 3 (tiga) jenis yaitu :

1. Terumbu karang cincin (Atol), biasanya terdapat di pulau-pulau kecil yangterpisah


jauh dari daratan. Pembentukan karang tipe ini memerlukan waktuberatus-ratus
tahun. Contoh terumbu karang cincin dapat ditemui di Takabonerate, Sulawesi
Selatan.

2. Terumbu karang penghalang (Barrier reefs), Terumbu karang penghalang yang


terbesar terdapat di Australia yang dikenal dengan The Great Barrier Reef.

8
3. Terumbu karang tepi (Fringing reefs) merupakan jenis yang paling banyak ditemukan
di perairan laut Indonesia. Terumbu karang jenis ini berada di pesisir pantai yang
jaraknya mencapai 100 meter ke arah laut.

Gambar 1. Tiga tipe terumbu karang dan proses evolusi geologinya


(white, 1987 dalam tulungen dkk ,2001)

Ekosistem terumbu karang mempunyai berbagai jenis biota yang sangat tinggi, hal ini
disebabkan oleh kemampuan terumbu karang untuk menahan dan menampung sumber makanan
yang masuk Ekosistem terumbu karang terbagi atas karang yang keras dan lunak. Karang batu
adalah karang yang keras disebabkan oleh adanya zat kapur yang dihasilkan oleh binatang
karang. Melalui proses yang sangat lama, binatang karang yang kecil (polip) membentuk koloni
karang yang kental, yang sebenarnya terdiri atas ribuan individu polip. Karang batu ini menjadi
pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Walaupun terlihat sangat kuat dan kokoh, karang
sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan.
(Romimohtarto, 2001:16) Contoh kategori jenis-jenis karang dan biota lain yan berasosiasi
dengannya berdasarkan bentuk pertumbuhannya, (English S et all, 1994 dalam Tulungen dkk
2003).

 Karang Keras

9
 Karang Lunak

10
Sumber: Panduan Pemantauan Terumbu Karang
Berbasis – Masyarakat dengan Metode Manta Tow
Faktor lingkungan yang mempengaruhi ekosistem terumbu karang adalah :

1. Kecerahan,

2. Temperatur atau suhu,

3. Salinitas (kadar garam),

4. Kecepatan arus air,

5. Perputaran air (sirkulasi) dan

6. Sedimentasi.

Terumbu karang merupakan ekosistem yang amat peka dan sensitif sekali. Jangankan
dirusak, diambil sebagian saja, maka rusaklah keutuhannya. Ini dikarenakan kehidupan di
terumbu karang di dasari oleh hubungan saling tergantung antara ribuan makhluk, rantai
makanan pun adalah salah satu dari bentuk hubungan tersebut. Tidak cuma itu proses terciptanya
pun tidak mudah. Terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun hingga dapat tercipta
secara utuh dan indah. (Romimohtarto, 2001:18). dan yang ada di perairan Indonesia saat ini
paling tidak mulai terbentuk sejak berjuta - juta tahun silam. Sebagai ekosistem, terumbu karang
11
sangat kompleks dan produktif memiliki variasi bentuk pertumbuhannya di Indonesia sehingga
bisa ditumbuhi oleh jenis biota lain.

Indonesia yang terletak di sepanjang garis khatulistiwa, mempunyai terumbu karang terluas
di dunia yang tersebar mulai dari Sabang (Aceh) sampai ke Merauke (Papua). Dengan jumlah
penduduk lebih dari 212 juta jiwa, 60 % penduduk Indonesia tinggal di daerah pesisir, maka
terumbu karang merupakan tumpuan sumber penghidupan utama. Disamping sebagai sumber
perikanan, terumbu karang juga merupakan sumber penghasilan dan devisa bagi negara,
termasuk usaha pariwisata yang dikelola oleh masyarakat setempat dan para pengusaha
pariwisata bahari.

Hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang merupakan tiga eksosistem penting di
daerah pesisir. Hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang berperan penting dalam
melindungi pantai dari ancaman abrasi dan erosi serta tempat pembenihan bagi hewan-hewan
penghuni laut lainnya. Terumbu karang merupakan rumah bagi banyak biota laut. Diperkirakan
lebih dari 3.000 spesies dapat dijumpai pada terumbu karang yang hidup di Asia Tenggara.
Kelangsungan hidup biota pada ekosistem terumbu karang sangat tergantung dari kesadaran
manusia dalam mengelola lingkungannya. BeberapaDampak Kegiatan Manusia yang dapat
mempengaruhi ekosistem terumbu karang antara lain :

1. Penambangan karang dengan atau tanpa menggunakan bahan peledak, dapat


menimbulkan kematian masal hewan terumbu karang.

2. Pembuangan limbah panas, mengakibatkan meningkatnya suhu air dengan 5- 10oC di


atas suhu ambang air, dan dapat mematikan karang dan hewan lainnya serta
tumbuhan yang berasosiasi dengan terumbu karang.

3. Penggundulan hutan di lahan atas (upland) mengakibatkan sedimen hasil erosi yang
berlebihan dapat mencapai terumbu karang yang letaknya di sekitar muara sungai
sehingga menimbulkan kekeruhan air dan menghambat fungsi zooxanthellae yang
selanjutnya menghambat pertumbuhan terumbu karang.

Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis. Meskipun
terumbu terdapat di seluruh perairan di dunia, tetapi hanya di daerah tropis terumbu karang dapat

12
berkembang dengan baik. Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan kalsium karbonat
yang dihasilkan oleh organisme karang, alga berkapur, dan organisme-organisme lain yang
menghasilakan kalsium karbonat. Indonesia memiliki kurang lebih 50.000 km2 ekosistem
terumbu karang yang tersebar di seluruh wilayah pesisir dan lautan (Dahuri et al. 2001)

Terumbu karang mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrient bagi biota perairan,
pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan berbagai biota; terumbu karang
juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting seperit karang untuk
konstruksi. Dari segi estetika, terumbu karang dapat menampilkan pemandangan yang sangat
indah. Terbentuknya ekosistem terumbu karang tergantung pada faktor sebagai berikut :

1. Kedalaman sekitar 10 meter dari permukaan laut.

2. Temperatur antara 25-29 oC

3. Kadar garam antara 30-35 permil

4. Ada tidaknya sedimentasi. kalau terjadi sedimentasi, pertumbuhan terumbu karang


terhambat, kalau tidak terjadi sedimentasi pertumbuhan dua fungsi, yaitu fungsi
ekologi dan fungsi ekonomi.

 Fungsi ekologi terumbu karang yaitu : penyedia nutrien bagi biota perairan, dan
tempat berkembang biaknya biota perairan.

 Fungsi ekonomi terumbu karang yai udang, alga, teripang, dan kerang mutiara,
Bahan bangunan dan jalan, serta bahan industri. Dan Bahan baku cinderamata dan
bahan perhiasan.

2.1.3 Ekosistem Rumput Laut

Rumput laut tumbuh pada perairan yang memiliki substrat keras yang kokoh untuk tempat
melekat. Tumbuhan rumput laut hanya dapat hidup pada perairan dimana tumbuhan muda yang
kecil mendapat cukup sinar matahari. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut yaitu
:

1. Kejernihan air laut.

13
2. Suhu perairan sejuk.

3. Kedalaman laut antara 20-30 m.

Rumput laut di perairan Indonesia tersebar hampir di seluruh provinsi. Oleh masyarakat yang
hidup di daerah pesisir rumput laut ini dimanfaatkan sebagai bahan makanan misalnya untuk
lalapan, sayur, manisan, dan kue. Rumput laut juga dimafaatkan dalam bidang industri kosmetik
sebagai bahan pembuat sabun, krim, lotion, dan sampo. Dalam industri farmasi digunakan untuk
membuat tablet, salep, dan kapsul.

Potensi rumput laut (alga) di perairan Indonesia mencakup areal seluas 26.700 ha dengan
potensi produksi sebesar 482.400 ton/tahun. Pemanfaatan rumput laut untuk industri terutama
pada senyawa kimia yang terkandung di dalamnya, khususnya karegenan, agar, dan algin
(Nontji, 1987).

Melihat besarnya potensi pemanfaatan alga, terutama untuk ekspor, maka saat ini telah
diupayakan untuk dibudidayakan. Misalnya budidaya Euchema spp telah di coba di Kepulauan
Seribu (Jakarta), Bali, Pulau Samaringa (Sulawesi Tengah), Pulau Telang (Riau), dan Teluk
Lampung (Dahuri et al 2001).

Usaha budidaya rumput laut telah banyak dilakukan dan masih bisa ditingkatkan.
Keterlibatan semua pihak dalam teknologi pembudidayaan dan pemasaran merupakan faktor
yang menentukan dalam menggairahkan masyarakat dalam mengembangkan usaha budidaya
rumput laut. Peranan pemerintah regulasi dalam penentuan daerah budidaya, bantuan dari
badanbadan peneliti untuk memperbaiki mutu produksi serta jaminan harga yang baik dari
pembeli/eksportir rumput laut sangat menentukan kesinambungan usaha budidaya komoditi ini.

2.1.4 Ekosistem Sumber Daya Perikanan Laut

Potensi sumber daya perikanan laut di Indonesia terdiri dari sumber daya perikanan
pelagis besar (451.830 ton/tahun) dan pelagis kecil (2.423.000 ton/tahun), sumber daya
perikanan demersal 3.163.630 ton/tahun, udang (100.720 ton/tahun), ikan karang (80.082
14
ton/tahun. dengan demikian secara nasional potensi lestari perikanan laut sebesar 6,7 juta
ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan mencapai 48% (DirjenPerikanan 1995).

Data pada tahun 1998 menunjukkan bahwa produksi ikan la adalah 3.616.140 ton dan hal
ini menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan potensi laut baru mencapai 57,0% (Ditjen
Perikanan 1999 Sedangkan potensi lahan pertambakan diperkirakan seluas 866.550 Ha dan baru
dimanfaatkan seluas 344.759 H demikian masih terbuka peluang untuk peningkatan produksi dan
produktivitas lahan.

Keterlibatan masyarakat dalam meningkatkan produksi perlu diatur sehingga bisa


mendatangkan keuntungan bagi semua pihak da yang bersifat ramah lingkungan dan lestari. Pada
usaha penangkapan ikan, perlu adanya peningkatan keterampilan bagi masyarakat dengan
menggunakan teknologi baru yang efisien. hal ini untuk mengantisipasi persaingan penangkapan
oleh negara lain yang sering masuk ke perairan Indonesia dengan teknologi lebih maju. Usaha ini
melibatkan semua pihak mulai dari masyarakat nelayan, pengusaha dan pemerintah serta pihak
terkait lainnya.

Hal lain yang perlu dilakukan adalah memberi pengertian pada masyarakat nelayan
tentang bahaya penangkapan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak
atau penggunaan racun. Pada bidang pertambakan, disamping dilakukan secara ekstensifikasi,
usaha peningkatan hasil pertambakan dalam bentuk intensifikasi. Hal ini jika dihubungkan
dengan pengelolaan tambak di Indonesia pada umumnya masih tradisional.

Dengan hasil produksi pertambakan Indonesia tahun 1998 berjumlah 585.900 ton yang
merupakan nilai lebih dari 50% hasil kegiatan budidaya perikanan (Susilo 1999 dalam Ditjen
Perikanan 1999). Keterlibatan masyarakat dalam bentuk pertambakan inti rakyat dimana
perusahaan sebagai intinya dan masyarakat petambak sebagai plasma merupakan suatu konsep
yang baik meskipun kadangkala dalam pelaksanaannya banyak mengalami kendala. Hubungan
lainnya seperti kemitraan antara masyarakat petambak dengan pengusaha penyedia sarana
produksi juga adalah salah satu model kemitraan yang perlu dikembangkan dan disempurnakan
dimasa yang akan datang.

2.1.5 Ekosistem Padang lamun

15
Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang
memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut. Lamun umumnya
membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya
matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan
jernih, dengan sirkulasi air yang baik. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat-
zat hara dan oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme lamun ke luar daerah padang lamun,
(Bengen, D.G. 2000:39). Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat
berlumpur sampai berbatu. Namun padang lamun yang luas lebih sering ditemukan di substrat
lumpur-berpasir yang tebal antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang.

Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun, di mana di Indonesia


ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili: (1) Hydrocharitaceae, dan (2)
Potamogetonaceae. Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain:
Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan
Thallassodendron ciliatum.

Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya, dengan


keanekaragaman biota yang juga cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota
laut, seperti ikan, krustasea, moluska (Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.), Produsen detritus
dan zat hara. Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Archaster sp., Linckia
sp.), dan cacing Polikaeta, (Dixon, J.A. 1989:41).

Ekositem padang lamun di Indonesia tersebar di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan,


Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua ( Irian Jaya). Pertumbuhan padang lamun, sangat
tergantung pada faktor – faktor berikut :

 Peairan laut dangkal berlumpur dan mengandung pasir

 Kedalaman tidak lebih dari 10 meter, sehingga sinar matahari dapat menembus.

 Temperatur antara 20

 kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik.

 Kadar garam 25
16
Fungsi Padang Lamun

Secara ekologis padang lamun mempunyai wilayah pesisir, yaitu :

 Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran
yang padat dan saling menyilang.

 Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi
beberapa jenis biota laut, terutama yang mellewati masa dewasa lingkungan ini.

 Sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan
matahari.

Pemanfaatan Padang Lamun

Padang lamun dapat dimanfaatkan sebagai berikut :

 Tempat kegiatan mari-kultur berbagai jenis ikan, kerang-kerangan dan tiram.

 Tempat rekreasi atau pariwisata.

 Sumber pupuk hijau.

2.2 Pengelolaan Wilayah Pesisir

Pengelolaan wilayah pesisir dilakukan dengan konsep keterpaduan (Intregrated Coastal


Managemet Zone-ICMZ) dan berkesinambungan. Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu
dimaksud untuk dapat mengkoordinasikan dan mengarahkan berbagai perencanaan
pembangunan yang dilakukan di wilayah pesisir(Yuwono, 1998). Menurut Abelshausen et al.
(2015), menyebutkan bahwa ICZM didefinisikan sebagai proses yang dinamis untuk pengelolaan
dan pemanfaatan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik khas dengan sumberdaya untuk
generasi sekarang dan masa depan.

Selanjutnya Bengen (2010), menyebutkan bahwa wilayah pesisir merupakan tumpuan


harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya dimasa mendatang, oleh sebab itu maka
pembangunan yang dilakukan di wilayah pesisir dan laut hendaknya merupakan suatu proses
perubahan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam perencanaan pembangunan pada
17
suatu sistem ekologi pesisir yang berimplikasi pada pemanfaatan sumberdaya alam perlu
diperhatikan kaidah-kaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat negatif yang
merugikan bagi kelangsungan pembangunan secara menyeluruh.

Menurut Yuwono dalam Laporan Akhir Zonasi Wilayah Pesisir Kab. Pemalang (2011),
menyebutkan bahwa prinsip keterpaduan dalam pengelolaan wilayah pesisir meliputi :

1. keterpaduan perencanaan sektor secara horizontal, yaitu memadukan berbagai sektor


kepentingan, antara daerah pantai dan lainya
2. keterpaduan perencanaan secara vertikal, yaitu pengelolaan wilayah pesisir dari tingkat
desa hingga nasional merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
3. keterpaduan antara ekosistem darat dan laut, yaitu peningkatan yang terdapat di pantai
diupayakan tidak merusak ekosistem laut atau darat, begitu pula sebaliknya
4. keterpaduan antara ilmu pengetahuan dan manajemen; peningkatan wilayah pesisir harus
didasarkan pada data dan informasi ilmiah sesuai karakter daerah
5. keterpaduan antara lingkungan ekonomi lingkungan dan masyarakat; yaitu di dalam
wilayah pesisir tidak terlepas dari aspek kemasyarakatan secara ekonomi, ekologis dan
sosial budaya.

2.3 Masalah Lingkungan Pesisir

Daerah pesisir dan laut merupakan salah satu dari lingkungan perairan yang mudah
terpengaruh dengan adanya buangan limbah dari darat. Wilayah pesisir yang meliputi daratan
dan perairan pesisir sangat penting artinya bagi bangsa dan ekonomi Indonesia. Wilayah ini
bukan hanya merupakan sumber pangan yang diusahakan melalui kegiatan perikanan dan
pertanian, tetapi merupakan pula lokasi bermacam sumber daya alam, seperti mineral, gas dan
minyak bumi serta pemandangan alam yang indah, yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan
manusia, perairan pesisir juga penting artinya sebagai alur pelayaran.

Di daratan pesisir, terutama di sekitar muara sungai besar, berkembang pusat-pusat


pemukiman manusia yang disebabkan oleh kesuburan sekitar muara sungai besar dan tersedianya
prasarana angkutan yang relatif mudah dan murah, dan pengembangan industri juga banyak

18
dilakukan di daerah pesisir oleh karena itu perlu diperhatikan agar kegiatan yang
beranekaragaman dapat berlangsung secara serasi.

Suatu kegiatan dapat menghasilkan hasil samping yang dapat merugikan kegiatan lain.
Misalnya limbah industri yang langsung dibuang ke lingkungan pesisir, tanpa mengalami
pengolahan tertentu sebelumnya dapat merusak sumber daya hayati akuatik, dan dengan
demikian merugikan perikanan. Lingkungan pesisir terdiri dari bermacam ekosistem yang
berbeda kondisi dan sifatnya.

Pada umumnya ekosistem kompleks dan peka terhadap gangguan. dapat dikatakan bahwa
setiap kegiatan pemanfaatan dan pengembangannya di manapun juga di wilayah pesisir secara
potensial dapat menjadi sumber kerusakan bagi ekosistem di wilayah tersebut. rusaknya
ekosistem berarti rusak pula sumber daya di dalamnya.

Agar akibat negatif dari pemanfaatan beranekaragam dapat dipertahankan sekeci-


kecilnya dan untuk menghindari pertikaian antarkepentingan, serta mencegah kerusakan
ekosistem di wilayah pesisir, pengelolaan, pemanfaatan dan pengembangan wilayah perlu
berlandaskan perencanaan menyeluruh dan terpadu yang didasarkan atas prinsip-prinsip ekonomi
dan ekologi.

Secara garis besar gejala kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian sumber
daya pesisir dan lautan di Indonesia yaitu : pencemaran, degradasi fisik habitat, over eksploitasi
sumber daya alam, abrasi pantai, konservasi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan
lainnya dan bencana alam. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan wilayah pesisir dan
laut, khususnya di Indonesia yaitu pemanfaatan ganda, pemanfaatan tak seimbang, pengaruh
kegiatan manusia, dan pencemaran wilayah pesisir.

2.4 Faktor penyebab kerusakan wilayah pesisir


2.6.1 Kerusakan karena Faktor Alam

Kerusakan yang diakibatkan oleh faktor alam adalah gempa, tsunami, badai, banjir, el-
Nino, pemanasan predator, erosi. Kerusakan yang diakibatkan oleh faktor alam dapat terjadi
secara alami ataupun akibat campur tangan manusia hingga mengakibatkan bencana alam.
Bencana alam berupa tsunami sering memakan korban yang tidak sedikit dan menimbulkan

19
kerusakan di daerah pesisir akibat gelombang laut yang ditimbulkan oleh suatu gangguan
impulsif yang terjadi pada medium laut.

Masalah banjir di Indonesia lebih sering disebabkan oleh manusia. Contoh-contoh


penyebabnya, yaitu: pengembangan kota yang tidak mampu atau tidak sempat membangun
sarana drainase, adanya bangunan-bangunan liar di sungai, sampah yang dibuang di sungai,
penggundulan di daerah hulu dan perkembangan kota di daerah hulu. Masalah erosi yang terjadi
dapat pula disebabkan oleh proses alami, aktivitas manusia ataupun kombinasi keduanya.

2.6.2 perusakan Akibat Antropogenik

Perilaku manusia banyak dipengaruhi oleh etika antroposentrisme. Antroposentrisme ini


merupakan simbol kerakusan manusia yang tidak hanya bersifat individual tetapi dapat bersifat
kolektif. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan maka muncul indutrialisasi yang kini
marak dilakukan. Manusia tidak hanya memanfaatkan alam sebatas keperluannya tetapi kini
manusia telah memanfaatkannya melebihi yang dibutuhkannya. hal ini berarti manusia
mengeksploitasi alam dan lingkungan untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa
berpikir panjang terhadap dampak yang akan terjadi. dampak akibat aktivitas tersebut dapat
merusak sumber daya alam khususnya dalam hal ini ekosistem pesisir.

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Metode

20
Metode yang digunakan adalah observasi langsung dilapangan. Mahasiswa melakukan
pengamatan dan pencatatan, komponen Abiotic (tipe pantai, substrat dominan, kondisi pantai
sebagai habitat), komponen biotic ( kehadiran jenis-jenis biota pantai yang terlihat), dan kondisi
eksiting lain yang terlihat sehubungan dengan aktivitas atau bentuk-bentuk pemanfaatan.
Pendekatan atau metode wawancara juga digunakan dalam rangka mengembangkan informasi
seputar bentuk pemanfaatan atau kebijakan yang berlaku saat ini dilokasi pengamatan.

Gambar 3.1 : Peta Lokasi Praktikum

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktek ini adalah:

Alat dan Bahan

Alat tulis menulis

21
Lembaran data

Kamera

Buku tulis

Tabel 3.2.1 : Alat dan bahan

22
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum


Praktikum ini dilakukan pada desa Tial dengan melakukan wawancara langsung kepada masyarakat sekitar tentang komponen
abiotic dan biotik serta kondisi eksiting yang terlihat sehubungan dengan aktivitas atau bentuk-bentuk pemanfaatan sekitar wilayah
pesisir.

Adapun data yang ditemukan sebagai berikut:

Kelompok 1

No Nama Pendidikan Terakhir Umur Kependudukan Jumlah Angotta Keluarga

1 Yuni Tuarita S1 23 Penduduk Asli 2 orang

2 Rabea Rolobessy SMA 47 Penduduk Asli 4 orang

3 Arman Turiata S1 24 Penduduk Asli 4 Orang

4 Jainap Manailep SMA 53 Pendatang 4 Orang

5 Alvian Renwanin SMP 26 Penduduk Asli 1 Orang

23
6 Astri Tuarita SMA 29 Penduduk Asli 5 Orang

7 Arbain Lestaluhu SMA 46 Penduduk Asli 6 Orang

8 Narni Tuanaya SMP 40 Pendatang 4 Orang

9 PartiPutra Rolobessy SMA 39 Penduduk Asli 3 Orang

10 Fadli Tatuhei S1 32 Penduduk Asli 3 Orang

Pekerjaan
Pendapatan
Petani/Peternak Nelayan Wirasuasta PNS Tukang Ojek Sopir Kepala Desa Lainnya

              Penjual Kue Rp. 500.000,00

Rp. 500.000,00 -
          √ (Suami)   Ibu rumah tangga
Rp. 1.000.000,00

              Mahasiswa  

  √           Jibu-Jibu > Rp. 1.500.000,00

Rp. 500.000,00 -
  √            
Rp. 1.000.000,00

24
√               > Rp. 1.500.00,00

√               > Rp. 1.500.00,00

Rp. 500.000,00 -
              Penjual Kue
Rp. 1.000.000,00

√ √             > Rp. 1.500.00,00

√               > Rp. 500.000,00

Isu dan
Komponen Bentuk Pemanfatan Dampak Rekomendasi
Permasalahan

 
       

 
       
Penetapan Aturan dan Pembuatan
Batu karang dan Pasir Pembuatan Rumah Adanya Pengikisan Longsor dan Abrasi Pantai
talut
Penetapan Aturan dan Pembuatan
Ikan, moluska gastro dijual/dikomsusmsi Biota berkurang Penurunan Pedapatan
talut

25
Ikan dijual/dikomsusmsi    
 

       
 

       
 
Penetapan Aturan dan Pembuatan
Pasir Bahan Pembuatan Bangunan Adanya Pengikisan Abrasi
talut
dikomsumsi/dijual dan Bahan Penetapan Aturan dan Pembuatan
Ikan, Pasir Pengikisan Abrasi
Bagunan talut

         

Kelompok 2

Jumlah
Pendidikan
No Nama Umur Kependudukan Anggota Pekerjaan Pendapatan
Terakhir
Keluarga

26
Kadir
1 SMP 71 tahun Penduduk Asli 8 orang Petani/Peternak Rp500.000,00
Tuasamu

2 Ali Soo SMP 78 tahun Penduduk Asli 9 orang Wiraswata Rp700.000,00

3 Nisma SMA 63 tahun Penduduk Asli 6 orang Wiraswasta Rp1.000.000,00

4 Mohamad Nur SMA 55 tahun Penduduk Asli 3 orang TNI AD Rp5.000.000,00

Abdul Rahman
5 SMP 64 tahun Penduduk Asli 5 orang Tidak Bekerja -
Takulei

27
6 Awal Tuasamu SD 43 tahun Penduduk Asli 6 orang Wiraswasta Rp3.000.000,00

7 Fatima Tuarita D3 52 tahun Penduduk Asli 3 orang PNS Rp3.000.000,00

8 Tika SMA 28 tahun Penduduk Asli 8 orang Tidak Bekerja -

9 Aca SMA 31 tahun Penduduk Asli 4 orang Tidak Bekerja -

10 Marwa Tuarita SMA 48 tahun Penduduk Asli 4 orang Ibu Rumah Tangga -

Komponen Bentuk Pemanfaatan Isu dan Permasalahan Dampak Rekomendasi

Pasir Dikeruk untuk pembangunan Pasir terkikis Abrasi pantai Diberlakukan aturan

Pantai Untuk parawisata Kurang terawat Wisatawan kurang Dikelola dengan baik

Hasil tangkapan
Moluska/Ikan Diambil/ditangkap Habitat yang terdegradasi Pengelolaan pesisir yang baik
berkurang
Pasir Dikeruk untuk pembangunan Pasir terkikis Abrasi pantai Pelarangan pengambilan pasir
Hasil tangkapan
Moluska/Ikan Diambil/ditangkap Habitat yang terdegradasi Rehabilitasi wilayah pesisir
berkurang

28
Hasil tangkapan
Moluska/Ikan Diambil/ditangkap Habitat yang terdegradasi Pengelolaan pesisir yang baik
berkurang

Kayunya dipotong untuk Tidak ada penahan


Mangrove Populasi berkurang Penanaman kembali
pembangunan dan lainnya ombak
Terumbu Diangkat untuk bahan bangunan Menyebabkan erosi di Pelarangan pengangkatan
Populasi berkurang
Karang dan pembuatan kapur pesisir terumbu karang
Menyebabkan erosi di
Pasir Dikeruk untuk membuat batako Pasir terkikis Pelarangan pengambilan pasir
pesisir
Menyebabkan erosi di Pelarangan pengambilan batu
Batu Untuk bahan bangunan Batu pantai berkurang
pesisir pantai
Hasil tangkapan
Moluska/Ikan Diambil/ditangkap Habitat yang terdegradasi Pengelolaan pesisir yang baik
berkurang
Kayunya dipotong untuk Menyebabkan erosi di
Mangrove Populasi berkurang Penanaman kembali
pembangunan dan lainnya pesisir
Terumbu Menyebabkan erosi di Pelarangan pengangkatan
Diangkat untuk dijual Populasi berkurang
Karang pesisir terumbu karang
Menyebabkan erosi di
Pasir Dikeruk untuk membuat batako Pasir terkikis Pembuatan talud
pesisir
Menyebabkan erosi di
Batu Untuk bahan bangunan Batu pantai berkurang Pembuatan talud
pesisir
Hasil tangkapan
Moluska/Ikan Diambil/ditangkap Habitat yang terdegradasi Pengelolaan pesisir yang baik
berkurang
Hasil tangkapan
Moluska/Ikan Diambil/ditangkap Habitat yang terdegradasi Pengelolaan pesisir yang baik
berkurang

29
Hasil tangkapan
Moluska/Ikan Diambil/ditangkap Habitat yang terdegradasi Pengelolaan pesisir yang baik
berkurang
Hasil tangkapan
Moluska/Ikan Diambil/ditangkap Habitat yang terdegradasi Pengelolaan pesisir yang baik
berkurang
Hasil tangkapan
Moluska/Ikan Diambil/ditangkap Habitat yang terdegradasi Pengelolaan pesisir yang baik
berkurang
Hasil tangkapan
Moluska/Ikan Diambil/ditangkap Habitat yang terdegradasi Pengelolaan pesisir yang baik
berkurang

Kelompok 3 dan 4

Jumlah
Pendidikan
No NAMA Umur Kependudukan Anggota Pekerjaan Pendapatan
Terakhir
Keluarga

1 Pitum Rolobessy SMA 41 Penduduk Asli 3 Orang Wiraswasta Rp. 500.000

Pendatang (2 Rp. 3.000.000 -


2 M. Ali Marwapey SMA 42 4 orang Wiraswasta
tahun) 5.000.000
Rp. 500.000-
3 Saleh SMP 54 Penduduk Asli 5 orang Nelayan
1.000.000

4 Edi Takali SMA 61 Penduduk Asli 4 orang Wiraswasta Rp. 500.000

Nelayan dan Rp. 500.000-


5 Ivan Tuarita SMP 40 Penduduk Asli 5 orang
Petani 1.000.000

30
Rp. 1.500.000 -
6 Nur Ida Lestaluhu SMA 41 Penduduk Asli 4 orang Wiraswasta
2.500.000
Petani dan Rp. 1.500.000 -
7 Mira Seknum SMP 38 Penduduk Asli 6 orang
Wiraswasta 2.500.000
Rp. 500.000-
8 Atfan Tolobessy S1 28 Penduduk Asli 5 orang Nelayan
1.000.000
Pendatang (5 Rp. 500.000 -
9 Ahmad Koda SD 20 5 orang Nelayan
tahun) 1.000.000
Rp. 1.500.000 -
10 Zanib Jeni Zaniba S1 32 Penduduk Asli 3 orang Wiraswasta
2.500.000
Rp. 1.500.000 -
11 Ishaka Rolobessy S1 49 Penduduk Asli 4 orang Guru
2.500.000

12 Halima Tuarita SD 60 Penduduk Asli 4 Orang Pedagang Rp.500.000-sekian

Rp. 1.500.000 -
13 Mariam Lestaluhu S1 45 Penduduk Asli 6 orang PNS
2.500.000
Rp. 1.500.000 -
14 Umar Rolobessy SMA 50 Penduduk Asli 4 Orang Wiraswasta
2.500.000

15 Samsul Tuarita SMA 54 Penduduk Asli 5 Orang Petani Rp.500.000-sekian

16 Maulana Samual SMA 22 Penduduk Asli 6 Orang Mahasiswa  

31
Pendatang 7 Rp. 1.500.000 -
17 Fatima Baria S1 32 3 orang Guru
Tahun 2.500.000
Abdul Karim
18 SMA 35 Penduduk Asli 5 orang Petani Rp.500.000-sekian
Rolobessy

19 Sapia Tuarita SMA 45 Penduduk Asli 7 Orang Pedagang Bubur Rp.500.000-sekian

Pendatang 5
20 Ramlan Fakaubun S1 55 4 orang Wiraswasta Rp.500.000-sekian
tahun

KOMPONEN Isu dan Permasalahan Dampak Rekomendasi


Bentuk Pemanfaatan

- - - - -
Untuk Membangun
Batu dan Pasir Adanya Pengikisan Abrasi Pantai Pembuatan Talut
Rumah

- - - - -

- - - - -
Untuk Membangun
Adanya Pengikisan Abrasi Pantai Pembuatan Talut
Pasir Rumah

32
- - - - -
Untuk Membangun
Batu dan Pasir Adanya Pengikisan Abrasi Pantai Pembuatan Talut
Rumah

- - - - -

- - - - -

Ikan Hias Dijual Populasi Berkurang Ekonomi Pembutan Tempat Sampah

- - - -  

- - - -  

- - - -  
Untuk Membangun Pembuatan Talut dan dilakukannya
Pasir dan Batu Adanya Pengikisan Abrasi Pantai
Rumah Sosialisasi

- - - -  

- - - -  
33
- - - -  
Untuk Membangun Pembuatan Talut dan dilakukannya
Pasir
Rumah Adanya Pengikisan Abrasi Pantai Sosialisasi

-        
Untuk Membangun Pembuatan Talut dan dilakukannya
Pasir dan Batu Adanya Pengikisan Abrasi Pantai
Rumah Sosialisasi

Kelompok 5

NO NAMA PENDIDIKAN LAMA UMUR PEKERJAAN PENDAPATAN JUMLAH


    TERAKHIR MENETAP       ANGGOTA
  Hadija Makatita SMA Sejak lahir 29 Wiraswasta 1.500.000-2.500.000 3 orang
               
               
2 Dhani Tuarita SMA Sejak lahir 64 Nelayan 5.00.000-1.000.000 2 orang
               
               
3 Rany Sunat SMP 11 Tahun 48 Wiraswasta 1.500.000-2.500.000 2 orang
               
4 Irma Manto SMA 13 Tahun 38 Sopir 5.00.000-1.000.000 2 orang
               
               
5 Hayati Tuarita S1 Sejak lahir 62 Wiraswasta 3.000.000-5.000.000 3 orang
34
               
               
6 Misya Rolobessy SMA Sejak lahir 54 Swasta 1.500.000-2.500.000 2 orang
               
               
7 Fadila Tuarita SMA Sejak lahir 34 Pedagang 1.500.000-2.500.000 4 orang
               
               
               
8 Nita Manto SMA 16 Tahun 37 Nelayan 5.00.000-1.000.000 4 orang
               
               
9 Marla Rolobessy S1 Sejak lahir 31 Sopir 5.00.000-1.000.000 4 orang
               
               
               
10 Takanta Tuasima SMP Sejak lahir 29 Petani 5.00.000-1.000.000 3 orang

Komponen Bentuk Pemanfaatan Isu dan Permasalahan Dampak Rekomendasi

Pasir untuk pembangunan rumah Pasir Terkikis Erosi, dan Abrasi Pantai Diberlakukan aturan
  Dan dijual      

Batu untuk pembangunan rumah Batu terkikis Erosi Diberlakukan aturan


Ikan Dikonsumsi/dijual Masyarakat Menggunakan Manusia Diberlakukan aturan

35
    Potas untuk Menangkap Ikan   dan sanksi
Pantai Untuk pariwisata Kurang Peduli kurang Wisatawan Dikelola dengan Baik

Karang  Dilestarikan  

Moluska Dikonsumsi   

Lamun  Dilestarikan  

Mangrove  Dilestarikan  

Kelompok 6

No Nama Pendidikan Umur Kependudukan Jumlah Anggota Pekerjaan Pendapatan


Terakhir keluarga

1 Samsun SMA 30 Tahun Wamsisi 6 Wiraswasta Rp.700.000,00

2 Inam tuarita SMA 62 Tahun Penduduk Asli 7 Wiraswasta Rp.2000.000,00

36
3 Mila tuarita SMA 57 Tahun Penduduk Asli 9 Wiraswasta Rp.1000.000,00

4 Rita Soraya Soo S1 31 Tahun Penduduk Asli 2 Wiraswasta Rp.200.000,00

5 Yoyo tuareya SMP 78 Tahun Linggarjati 8 Wiraswasta Rp.2000.000,00

37
6 Sapia Rolobessy D3 32 Tahun Penduduk Asli 8 Ibu Rumah Rp.1000.000,00
Tangga

7 Bia SMA 39 Tahun Penduduk Asli 4 Wiraswasta Rp.1000.000,00

8 Rido Elwarin - 40 Tahun Penduduk Asli 8 Buru Kasar Rp.300.000,00

9 Abuba SMA 40 Tahun Penduduk Asli 7 Wiraswasta Rp.600.000,00

38
Haji Ali SMP 82 Tahun Penduduk Asli 7 Wiraswasta Rp.1000.000,00

10

Komponen Bentuk Pemanfatan Isu dan Permasalahan Dampak Rekomendasi

Ikan, Pasir Ikan Untuk Konsumsi, Pengambilan lebih dekat, hemat Abrasi Pantai Adanya Sosialisasi dan
pasir untuk pembuatan dana dan waktu Pembuatan Talud
batako

Pasir dan Batuan Pantai Membangun Rumah Pengambilan lebih dekat, hemat Abrasi Pantai Adanya Sosialisasi dan
dana dan waktu Pembuatan Talud

Pasir dan Batuan Pantai Membangun Rumah Pengambilan lebih dekat, hemat Abrasi Pantai Adanya Sosialisasi dan
dana dan waktu Pembuatan Talud

39
Pasir Membangun Rumah Pengambilan lebih dekat, hemat Abrasi Pantai Adanya Sosialisasi dan
dana dan waktu Pembuatan Talud

Pasir Membangun Rumah Pengambilan lebih dekat, hemat Abrasi Pantai Adanya Sosialisasi dan
dana dan waktu Pembuatan Talud

Ikan, Moluska Untuk dikonsumsi dan Pengambilan lebih dekat, hemat Abrasi Pantai Adanya Sosialisasi dan
dijual dana dan waktu Pembuatan Talud

40
Pasir Membangun Rumah Pengambilan lebih dekat, hemat Abrasi Pantai Adanya Sosialisasi dan
dana dan waktu Pembuatan Talud

Pasir dan Batuan Pantai Membangun Rumah Pengambilan lebih dekat, hemat Abrasi Pantai Adanya Sosialisasi dan
dana dan waktu Pembuatan Talud

Pasir Dan Batuan Pantai Membangun Rumah Pengambilan lebih dekat, hemat Abrasi Pantai Adanya Sosialisasi dan
dana dan waktu Pembuatan Talud

Pasir dan Batuan Pantai Membangun Rumah Pengambilan lebih dekat, hemat Abrasi Pantai Adanya Sosialisasi dan
dana dan waktu Pembuatan Talud

41
4.1.1 Tabel Data Kuisioner

4.2 Pembahasan

Berdasarkan data yang kita dapatkan yang merupakan warga asli atau yang benar-benar berasal dari desa Tial adalah warga
yang memiliki marga (Nama belakang) yaitu: Tuarita, Rolobessy, dan Tatuhey sedangkan masyarakat lain yang memiliki marga yang
berbeda merupakan masyarakat pendatang yang tinggal dan menetap pada desa Tial dikarenakan menikah dengan masyarakat
setempat tetapi ada juga masyarakat yang sudah tinggal sejak lama pada zaman dahulu (tete-nenek moyang) pada daerah tersebut dan
sudah menjadi masyarakat disana tetapi desa Tial hanya memiliki tiga marga asli yaitu Tuarita, Rolobessy, dan Tatuhey.

Masyarakat yang hidup disana rata-rata memiliki tingkat pendidikan yaitu SMA tetapi ada juga yang menempuh sampai pada
tingkat Universiatas (sarjana), pekerjaan yang digeluti oleh masyarakat disana adalah sebagai Nelayan, petani, wiraswasta, pedagang
kecil (Kios), maupun penjual kue. Pendapatan yang mereka dapati juga tidak menentu setiap bulannya tergantung kepada musim
maupun keberuntungan mereka nah dengan pendapatan mereka yang tidak menentu ini mereka harus menghidupkan kurang lebih 5
orang anak per kepala keluarga yang tinggal disana.

Sebagian besar masyarakat yang tinggal di daerah pesisir ini bermata pencaharian sebagai nelayan, nah bagaimana cara mereka
untuk tetap menjaga pesisir agar kebutuhan mereka tetap bisa terpenuhi? Mereka menyadari bahwa laut sangat penting untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka untuk itu komponen sumberdaya yang ada tidak mereka manfaatkan secara sembarangan,
misalnya pasir dan batu karang mereka ambil hanya untuk membangun rumah tetapi hanya di ambil sesuai kebutuhan saja tidak boleh
secara berlebihan dan tidak diperbolehkan untuk dijual. Tetapi apabila salah satu keluarga mengambil batu dan pasir untuk
membangun rumah maka apabila dikalikan dengan sekian banyak keluarga yang tinggal disana lama kelamaan daerah peisisir akan
terancam keberadaannya lebih tepat akan mengalami erosi dan abrasi pantai nah untuk itu pemerintah harus lebih memperhatikan hal
42
ini misalnya untuk sementara dibuat larangan untuk mengambil sumberdaya tersebut dan apabila memang telah terjadi abrasi maka
pemerintah harus membuat talut agar hempasan ombak yang datang tidak sampai merugikan masyarakat sekitar, bukan hanya itu
adapunbeberapa

43
Sumberdaya yang dimanfaatkan masyarakat seperti ikan, cumi-cumi dan gastropoda, ikan
biasanya dicari untuk dijual karena masyarakat disana memiliki perlengkapan untuk menangkap
ikan seperti Perahu, zero dan bodi. Jenis ikan yang biasanya ditangkap oleh Masyarakat ialah
jenis ikan Tuna sedangkan untuk gastropoda biasanya masyarakat mengambilnya untuk
dimakan sebagai pengganti ikan atau biasanya disebut oleh masyarakat disana ialah kegiatan
Bameti daerah pesisir juga dimanfaatkan masyarakat untuk mencuci karena pada wilayah pesisir
terdapat sumber air tawar yang apabila air laut bergerak surut air tawar tersebut akan keluar dan
di manfaatkan masyarakat sebagai tempat untuk mencuci pakaian.

44
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari penjelasan diatas maka disimpulkan bahwa :

1. Komponen-komponen wilayah pesisir dan laut adalah komponen Abiotik


seperti batu karang dan pasir sedangkan komponen biotik seperti ikan,
moluska, gastropoda, mangrove dan lamun.
2. Daerah pesisir dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai tempat untuk
mengambil bahan bangunan, mencari ikan, mencuci, maupun untuk
melakukan kegiatan bameti.
3. Isu yang paling berkembang terhadap wilayah pesisir desa Tial adalah
masyarakat desa tial menggunakan potas untuk penangkapan iakan dan
pengikisan oleh air laut karena tingginya tingkat pemanfaatan masyarakat
terhadap sumberdaya pasir dan batu karanag.
4. Perlunya sosialisasi tentang pentingnya sumberdaya pasir dan karang untuk
menahan besarnya gelombang yang datang dan juga agar tidak terjadi
pengikisan oleh air laut maka perlu dibangunnya talut untuk menahan
gelombang

5.2 Saran

Perlunya perhatian pemerintah dan lembaga adat (kewang) untuk menjaga lingkungan
pesisir dan laut karena yang kita ketahui bahwa lingkungan ini memiliki manfaaat yang besar
bagi masyarakat sekitar untuk tetap memenuhi kebutuhan hidup mereka, apalagi yang bermata
pencaharian sebagai nelayan

45
DAFTAR PUSATAK A

file:///C:/Users/Simbadda/Documents/bab123.pdf

46
LAMPIRAN:

47
48

Anda mungkin juga menyukai