Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara maritim yang banyak memiki kepulauan
dengan jumlah pulau 17.504 dengan adanya pesisir sungai, salah satu pulau
tersebut adalah pulau Kalimantan Selatan.
Kalimantan Selatan merupakan kota seribu sungai, mayoritas masyarakat
menggunakan sungai sebagai alat transportasi dan untuk aktivitas sehari-hari,
baik untuk minum, mandi dan lain-lain. Tetapi di Kalimantan Selatan juga
terdapat industri-industri di pesisir sungai , seperti pabrik kayu, pertamina,
pabrik pembuatan kapal. Pabrik-pabrik tersebut memiliki dampak negatif yang
dapat menyebabkan pencemaran terutama pada pencemaran sungai akibat dari
pembuangan limbah pabrik tersebut.
Hal-hal tersebut dapat ditanggulangi dengan adanya suatu tanaman yang
dapat menyerap polutan logam berat salah satunya tanaman eceng gondok.
Eceng gondok salah satu tumbuhan yang hidup mengapung di air, tumbuh
dikolam-kolam dangkal, rawa, danau dan sungai. Ciri khas tanaman eceng
gondok memiliki akar yang ada didalam tanah. Secara fisik, eceng gondok
memiliki tinggi sekitar 0,4 meter sampai 0,8 meter, tidak memiliki batang,
berdaun tunggal dengan permukaan licin dan berwarna hijau, bunga majemuk.
Akar eceng gondok mampu menyerap zat-zat yang ada disekitar sungai
dan mampu membersihkan logam berat yang menjadi polutan dalam air.
Manfaat lain eceng gondok dapat digunakan sebagai bahan pembuatan
furniture dan kerajinan tangan, dapat diubah menjadi energi biogas, dapat
digunakan sebagai pakan ikan dan unggas, dapat digunakan sebagai pupuk
organik. Selain itu eceng gondok juga memiliki dampak negatif yaitu memiliki
kecepatan tumbuh yang sangat tinggi, tumbuhan ini dianggap gulma yang
dapat mencemari lingkungan perairan dan penyebaran eceng gondok dapat
menyumbat perairan serta menggangu bagi para nelayan atau pengguna jalur
transportasi sungai karena eceng gondok mempersulit jalan untuk berangkat
mencari nafkah maupun aktivitas lainnya diperairan.
Dapat diketahui bahwa tanaman eceng gondok ini merupakan inang bagi
bakteri sehingga kami ingin meneliti kandungan eceng gondok sehingga dapat
memanfaatkan tanaman dengan maksimal yang dimana kandungan tersebut
adalah metabolit sekunder. Dari latar belakang diatas, hal tersebut yang
membuat kami ingin meneliti metabolit sekunder pada akar eceng gondok.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan praktikum pada identifikasi metabolit sekunder akar eceng
gondok adalah sebaga berikut :
a. Mengetahui dan melakukan pembuatan simplisia yang benar
b. Mengetahui cara pengujian kadar sari, kadar abu, susut pengeringan
c. Mampu mengindentifikasi secara kualitatif senyawa golongan flavonoid,
kuinon, saponin, fenol, tanin, alkaloid dan steroid/ triterpenoid untuk
mengidentifikasi kandungan senyawa aktif simplisia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DASAR TEORI


A. Klasifikasi Tanaman
Akar Eceng Gondok (Euchornia Crassipes)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Trcahebionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub kelas : Alsmatidae
Ordo : Alsmatales
Familia : Butamaceae
Genus : Eichhornia
Spesies : Eichhornia crassipes

Eceng Gondok memiliki akar serabut tetapi tidak bercabang. Akar-akarnya


juga memiliki tudung yang biasa disebut tudung akar.Akar Eceng Gondok
ditumbuhi bulu-bulu yang berfungsi seperti jangkar bagi tanamanAkar Eceng
Gondok juga berfungsi untuk menjerat lumpur dan partikel-partikel yang
terlarut dalam air.Kandungan yang terdapat pada akar eceng gondok adalah
saponin yang bermanfaat untuk menurunkan kolesterol, flavonoid untuk
mencegah penyakit jantung, dan polisakarida yang membuat tubuh kebal
terhadap virus.
B. Simplisia
Simplisia adalah tanaman obat atau bahan alamiah yang digunakan sebagai
obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan
lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
Simplisia yang dibuat dengan cara pengeringan harus dilakukan dengan cepat,
tetapi pada suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang dilakukan dengan
waktu yang lama akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh kurang baik
mutunya. Disamping itu pengeringan dengan suhu yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk
mencegah hal tersebut, untuk bahan simpisia yang merupakan atau
memerlukan perajangan perlu diatur perajangannya, sehingga diperoleh tebal
irisan yang pada saat pengeringan tidak akan mengalami perubahan kandungan
senyawa aktifnya dan mutunya.

Simplisia berdasarkan bahannya dibedakan menjadi 3, yaitu sebagai


berikut :
1. Simplisia Nabati
Berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat. Eksudat adalah isi sel
yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara
tertentu dipisahkan dari tanaman.
2. Simplisia Hewani
Berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan
oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
3. Simplisia Mineral
Berupa mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana
dan belum berupa zat kimia murni.

Adapun tahapan pembuatan simplisia dimulai dari pengumpulan bahan


baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering,
pengeringan,sortasi kering, pengepakan, dan penyimpanan..
a. Pengumpulan bahan baku
Faktor yang paling berperan dalam tahapan ini adalah masa panen.
Berdasarkan garis besar pedoman panen, pengambilan bahan baku
tanaman dilakukan sebagai berikut:
• Biji
Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah
sebelum semuanya pecah.
• Buah
Panen buah dilakukan berdasarkan tujuan dan pemanfaatan kandungan
aktifnya.
1) Menjelang masak, contohnya lada hitam
2) Setelah benar – benar masak, contohnya buah adas
3) Melihat perubahan warna atau bentuk dari buah yang bersangkutan,
contohnya jeruk dan pepaya.
• Bunga
Panen bunga dilakukan berdasarkan tujuan dan pemanfaatan kandungan
aktifnya.
1) Menjelang penyerbukan
2) Bunga masih kuncup, contohnya melati
3) Bunga sudah mulai mekar, contohnys mawar
• Daun
1) Pengambilan daun dilakukan pada saat proses fotosintesis berlangsung
maksimal. Dengan ciri – ciri tanaman mulai berbunga atau buah mulai
masak.
2) Pemetikan pucuk daun, dianjurkan pemetikan dilakukan saat warna
pucuk daun berubah menjadi daun tua.
• Kulit batang
Panen kulit batang hanya dilakukan pada tanaman yang sudah cukup
umur. Saat panen yang paling baik adalh awal musim kemarau.
• Umbi lapis
Panen umbi baiknya dilakukan pada akhir pertumbuhan.
• Rimpang
Panen rimpang dilakukan pada saat awal musim kemarau
• Akar
Panen akar dilakukan pada saat proses pertumbuhan berhenti atau tanaman
sudah cukup umur.

b. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan unutk memisahkan kotoran – kotoran atau
bahan asing lainnya dari bhaan simplisia. Misalnya pada simplisia yang
dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan asing seperti tanah, kerikil, atau
bagian dari rumput, batang, daun, yang telah rusak, yang menempel pada
bagian tanaman serta kotoran lain yang harus dibuang. Tanah mengandung
bermacam – macam mikroba dalam mumlah yang tinggi oleh karena itu
pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah
mikroba awal.

c. Pencucian Bahan
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran lain
yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih
misalnya dari mata air, air sumur atau air PAM. Simplisia yang
mengandung zat yang mudah larut di dalam air, pencucian agar dilakukan
dalam waktu yang sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978 dalam
Depkes, 1985), pencucian sayur - sayuran satu kali dapat menghilangkan
25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian sebanyak 3 kali,
jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba awal.
Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba karena
air pencucian yang digunakan biasanya mengandung jumlah – jumlah
mikroba. Cara sortasi basah dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan
jumlah mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk
pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia
dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan pada bahan
tersebut dapat mempercepat pertumbuhan mikroba. Pada simplisia akar,
batang atau buah dapat pula dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk
mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian besar mikroba biasanya
terdapat pada permukaan bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas
tersebut mungkin tidak memerlukan pencucian jika cara pengupasannya
dilakukan dengan tepat dan bersih.

d. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil
jangan langsung dirajang tetapi dijemur terlebih dahulu dalam keadaan
utuh selama satu hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan
alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan
dengan ukuran yang dikehendaki. Sebagai contoh alat yang digunakan
perajang singkong yang dapat digunakan untuk merajang singkong atau
bahan lainnya sampai ketebalan 3 mm. Alat ini juga dapat digunakan
untuk merajang bahan simplisia yang berasal dari akar, umbi, rimpang dll.
Semakin tipis bahan yang dikeringkan, semakin cepat penguapan air,
sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu
tipis juga menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat yang berkhasiat
yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa
yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia lainnya seperti
temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis hindari perajangan
yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya minyak atsiri.

e. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak. Sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik serta
akan mencegah penurunan mutu atau kerusakan simplisia. Air yang masih
tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media
pertumbuhan kapang jasad renik lainnya. Enzim tertentu dalam sel, masih
dapat bekerja menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan
selama bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu.
Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi
enzimatik yang merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan
antara proses-proses metabolisme.
Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau
menggunakan suatu alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada
saat proses pengeringan, suhu, kelembaban udara, waktu pengeringan, luas
permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak dianjurkan
menggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan simplisia
factor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia
kering yang tidak mudah mengalami kerusakan.
f. Sortasi kering
Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-
bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lainnya
yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Proses ini dilakukan
sebelum simplisia dibungkus untuk kemudian disimpan. Pada simplisia
rimpang sering jumlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar
dan harus dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi, dan
benda-benda tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia
dibungkus.

g. Pengepakan dan penyimpanan


Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia
perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling
bercampur antara simplisia satu dengan lainnya. Selanjutnya, wadah-
wadah yang berisi simplisia disimpan dalam rak pada gudang
penyimpanan.

C. Standardisasi
Standardisasi adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran
yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian,
mutu dalam arti memenuhi syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi),
termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian
umumnya. Persyaratan mutu ekstrak terdiri dari berbagai parameter standar
umum dan parameter standar spesifik. Pengertian standardisasi juga berarti
proses menjamin bahwa produk akhir obat (obat, ekstrak atau produk ekstrak)
mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan (dirancang
dalam formula) terlebih dahulu. Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau
pengumpulan tumbuhan liar (wild crop), kandungan kimianya tidak dijamin
selalu konstan karena adanya variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi
(umur dan cara) panen, serta proses pasca panen dan preparasi akhir. Variasi
senyawa kandungan dalam produk hasil panen tumbuhan obat (invivo)
disebabkan beberapa aspek diantaranya aspek genetik (bibit), lingkungan
(tempat tumbuh dan iklim), rekayasa agronomi (fertilizer dan perlakuan selama
masa tumbuh), serta panen (waktu dan paska panen) (Anonim, 2000).
Disini standardisasi yang diuji adalah uji kadar sari, uji kadar abu dan
susut pengeringan :
a. Uji Kadar Sari
Uji kadar air merupakan pengukuran kandungan air yang berada di
dalam bahan. Penetapan parameter dilakukan dengan cara yang tepat yaitu
titrasi, destilasi atau gravimetri. Tujuan dari parameter ini adalah
memberikan batasan maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan
air di dalam bahan (Anonim, 2000). Kadar air berhubungan dengan potensi
tumbuhnya mikroorganisme yang dapat menurunkan daya tahan bahan.
Parameter ini juga dapat menggambarkan besaran potensi degradasi
senyawa akibat proses hidrolisis ataudegradasi karena mikroorganisme
dengan air sebagai pendukungnya (Pramono, 2014). Penetapan kadar sari
adalah metode kuantitatif untuk jumlah kandungan senyawa dalam
simplisia yang dapat tersari dalam pelarut tertentu.Penetapan ini dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu kadar sari yang larut dalam air dan kadar
sari yang larut dalam etanol. Kedua cara ini didasarkan pada kelarutan
senyawa yang terkandung dalam simplisia.Ada beberapa teknik isolasi
senyawa bahan alam yang umum digunakanseperti maserasi, perkolasi,
dan ekstraksi kontinu. Tetapi pada penelitian iniyang digunakan adalah
maserasi. Maserasi merupakan metode perendamansampel dengan pelarut
organik, umumnya digunakan pelarut organik dengan molekul relatif kecil
dan perlakuan pada temperatur ruangan, akan mudah pelarut terdistribusi
ke dalam sel tumbuhan.Metode maserasi ini sangat menguntungkan karena
pengaruh suhu dapatdihindari, suhu yang tinggi kemungkinan akan
mengakibatkanterdegradasinya senyawa-senyawa metabolit sekunder.
Pemilihan pelarutyang digunakan untuk maserasi akan memberikan
efektivitas yang tinggidengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan
alam dalam pelarut akibatkontak langsung dan waktu yang cukup lama
dengan sampel (Djarwis,2004).Salah satu kekurangan dari metode ini
adalah membutuhkan waktu yanglama untuk mencari pelarut organik yang
dapat melarutkan dengan baiksenyawa yang akan diisolasi dan harus
mempunyai titik didih yang tinggi pula sehingga tidak mudah menguap
(Manjang, 2004).
Berdasarkan Materia Medica, parameter untuk simplisia yang baik
sebagai berikut :
 Kadar air: tidak lebih dari 10%
 Angka lempeng total: tidak lebih dari 10
 Angka kapang dan khamir: tidak lebih dari 10
 Mikroba patogen: Negatif
 Aflatoksin: tidak lebih dari 30 bagian per juta
Sari Simplisia :
 Diperbolehkan mengandung etanol tidak lebih dari 1% v/v
 Kadar metanol: tidak lebih dari 0,1% dari kadar etanol
Adapun rumus untuk mengetahui kadar sari:

bobot filtrat −filtrat + kurs


⨯100 %
bobot simplisia

b. Uji Kadar Abu


Bahan yang dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan
turunannya terdekstruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur mineral
dan organik. Tujuan dari parameter ini adalah memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal
sampai terbentuknya ekstrak (Anonim, 2000). Kadar abu merupakan
campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu
bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air,
sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur mineral. Unsur juga dikenal
sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukkan
total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan – bahan organik dalam
proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen organiknya tidak,
karena itulah disebut sebagai kadar abu.
Adapun rumus untuk kadar abu adalah sebagai berikut.
(berat simplisia sebelum +cawan)−(berat simplisia sesudah +cawan)
×100 %
berat simplisiaawal

c. Susut Pengeringan
Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah
pengeringan pada temperatur 105℃ selama 30 menit atau sampai berat
konstan, yang dinyatakan sebagai nilai persen.Tujuan dari susut
pengeringan adalah untuk memberikan batas maksimal(rentang) besarnya
senyawa yang hilang selama proses pengeringan. Nilai atau rentang
yangdiperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi (Agoes,
2007). Rumus untuk susut pengeringan :
Berat sebelum pemanasan−Berat setelah pemanasan
Berat sebelum pemanasan x 100 % ¿
¿

Anda mungkin juga menyukai