PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan praktikum pada identifikasi metabolit sekunder akar eceng
gondok adalah sebaga berikut :
a. Mengetahui dan melakukan pembuatan simplisia yang benar
b. Mengetahui cara pengujian kadar sari, kadar abu, susut pengeringan
c. Mampu mengindentifikasi secara kualitatif senyawa golongan flavonoid,
kuinon, saponin, fenol, tanin, alkaloid dan steroid/ triterpenoid untuk
mengidentifikasi kandungan senyawa aktif simplisia.
BAB II
PEMBAHASAN
b. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan unutk memisahkan kotoran – kotoran atau
bahan asing lainnya dari bhaan simplisia. Misalnya pada simplisia yang
dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan asing seperti tanah, kerikil, atau
bagian dari rumput, batang, daun, yang telah rusak, yang menempel pada
bagian tanaman serta kotoran lain yang harus dibuang. Tanah mengandung
bermacam – macam mikroba dalam mumlah yang tinggi oleh karena itu
pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah
mikroba awal.
c. Pencucian Bahan
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran lain
yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih
misalnya dari mata air, air sumur atau air PAM. Simplisia yang
mengandung zat yang mudah larut di dalam air, pencucian agar dilakukan
dalam waktu yang sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978 dalam
Depkes, 1985), pencucian sayur - sayuran satu kali dapat menghilangkan
25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian sebanyak 3 kali,
jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba awal.
Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba karena
air pencucian yang digunakan biasanya mengandung jumlah – jumlah
mikroba. Cara sortasi basah dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan
jumlah mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk
pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia
dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan pada bahan
tersebut dapat mempercepat pertumbuhan mikroba. Pada simplisia akar,
batang atau buah dapat pula dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk
mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian besar mikroba biasanya
terdapat pada permukaan bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas
tersebut mungkin tidak memerlukan pencucian jika cara pengupasannya
dilakukan dengan tepat dan bersih.
d. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil
jangan langsung dirajang tetapi dijemur terlebih dahulu dalam keadaan
utuh selama satu hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan
alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan
dengan ukuran yang dikehendaki. Sebagai contoh alat yang digunakan
perajang singkong yang dapat digunakan untuk merajang singkong atau
bahan lainnya sampai ketebalan 3 mm. Alat ini juga dapat digunakan
untuk merajang bahan simplisia yang berasal dari akar, umbi, rimpang dll.
Semakin tipis bahan yang dikeringkan, semakin cepat penguapan air,
sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu
tipis juga menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat yang berkhasiat
yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa
yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia lainnya seperti
temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis hindari perajangan
yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya minyak atsiri.
e. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak. Sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik serta
akan mencegah penurunan mutu atau kerusakan simplisia. Air yang masih
tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media
pertumbuhan kapang jasad renik lainnya. Enzim tertentu dalam sel, masih
dapat bekerja menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan
selama bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu.
Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi
enzimatik yang merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan
antara proses-proses metabolisme.
Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau
menggunakan suatu alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada
saat proses pengeringan, suhu, kelembaban udara, waktu pengeringan, luas
permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak dianjurkan
menggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan simplisia
factor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia
kering yang tidak mudah mengalami kerusakan.
f. Sortasi kering
Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-
bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lainnya
yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Proses ini dilakukan
sebelum simplisia dibungkus untuk kemudian disimpan. Pada simplisia
rimpang sering jumlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar
dan harus dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi, dan
benda-benda tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia
dibungkus.
C. Standardisasi
Standardisasi adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran
yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian,
mutu dalam arti memenuhi syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi),
termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian
umumnya. Persyaratan mutu ekstrak terdiri dari berbagai parameter standar
umum dan parameter standar spesifik. Pengertian standardisasi juga berarti
proses menjamin bahwa produk akhir obat (obat, ekstrak atau produk ekstrak)
mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan (dirancang
dalam formula) terlebih dahulu. Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau
pengumpulan tumbuhan liar (wild crop), kandungan kimianya tidak dijamin
selalu konstan karena adanya variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi
(umur dan cara) panen, serta proses pasca panen dan preparasi akhir. Variasi
senyawa kandungan dalam produk hasil panen tumbuhan obat (invivo)
disebabkan beberapa aspek diantaranya aspek genetik (bibit), lingkungan
(tempat tumbuh dan iklim), rekayasa agronomi (fertilizer dan perlakuan selama
masa tumbuh), serta panen (waktu dan paska panen) (Anonim, 2000).
Disini standardisasi yang diuji adalah uji kadar sari, uji kadar abu dan
susut pengeringan :
a. Uji Kadar Sari
Uji kadar air merupakan pengukuran kandungan air yang berada di
dalam bahan. Penetapan parameter dilakukan dengan cara yang tepat yaitu
titrasi, destilasi atau gravimetri. Tujuan dari parameter ini adalah
memberikan batasan maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan
air di dalam bahan (Anonim, 2000). Kadar air berhubungan dengan potensi
tumbuhnya mikroorganisme yang dapat menurunkan daya tahan bahan.
Parameter ini juga dapat menggambarkan besaran potensi degradasi
senyawa akibat proses hidrolisis ataudegradasi karena mikroorganisme
dengan air sebagai pendukungnya (Pramono, 2014). Penetapan kadar sari
adalah metode kuantitatif untuk jumlah kandungan senyawa dalam
simplisia yang dapat tersari dalam pelarut tertentu.Penetapan ini dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu kadar sari yang larut dalam air dan kadar
sari yang larut dalam etanol. Kedua cara ini didasarkan pada kelarutan
senyawa yang terkandung dalam simplisia.Ada beberapa teknik isolasi
senyawa bahan alam yang umum digunakanseperti maserasi, perkolasi,
dan ekstraksi kontinu. Tetapi pada penelitian iniyang digunakan adalah
maserasi. Maserasi merupakan metode perendamansampel dengan pelarut
organik, umumnya digunakan pelarut organik dengan molekul relatif kecil
dan perlakuan pada temperatur ruangan, akan mudah pelarut terdistribusi
ke dalam sel tumbuhan.Metode maserasi ini sangat menguntungkan karena
pengaruh suhu dapatdihindari, suhu yang tinggi kemungkinan akan
mengakibatkanterdegradasinya senyawa-senyawa metabolit sekunder.
Pemilihan pelarutyang digunakan untuk maserasi akan memberikan
efektivitas yang tinggidengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan
alam dalam pelarut akibatkontak langsung dan waktu yang cukup lama
dengan sampel (Djarwis,2004).Salah satu kekurangan dari metode ini
adalah membutuhkan waktu yanglama untuk mencari pelarut organik yang
dapat melarutkan dengan baiksenyawa yang akan diisolasi dan harus
mempunyai titik didih yang tinggi pula sehingga tidak mudah menguap
(Manjang, 2004).
Berdasarkan Materia Medica, parameter untuk simplisia yang baik
sebagai berikut :
Kadar air: tidak lebih dari 10%
Angka lempeng total: tidak lebih dari 10
Angka kapang dan khamir: tidak lebih dari 10
Mikroba patogen: Negatif
Aflatoksin: tidak lebih dari 30 bagian per juta
Sari Simplisia :
Diperbolehkan mengandung etanol tidak lebih dari 1% v/v
Kadar metanol: tidak lebih dari 0,1% dari kadar etanol
Adapun rumus untuk mengetahui kadar sari:
c. Susut Pengeringan
Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah
pengeringan pada temperatur 105℃ selama 30 menit atau sampai berat
konstan, yang dinyatakan sebagai nilai persen.Tujuan dari susut
pengeringan adalah untuk memberikan batas maksimal(rentang) besarnya
senyawa yang hilang selama proses pengeringan. Nilai atau rentang
yangdiperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi (Agoes,
2007). Rumus untuk susut pengeringan :
Berat sebelum pemanasan−Berat setelah pemanasan
Berat sebelum pemanasan x 100 % ¿
¿