Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN

PRAKTIKUM FITOKIMIA

INFUNDASI

Nama : Assaina Pratiwi


NPM : 1118005681
Semester/Kelompok : 4/B

PRODI STUDI D-III FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2020
INFUNDASI

A. TUJUAN PERCOBAAN

Melakukan penyarian senyawa metabolit sekunder dari simplisia tanaman obat


dengan metode infundasi.

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa dapat memahami dan dapat


melakukan penyarian senyawa metabolit sekunder dari simplisia tanaman obat
dengan cara sederhana namun terandalkan.

C. DASAR TEORI

1. Uraian Tumbuhan

a. Klasifikasi

Kingdom : Plantae ( Tumbuhan )


Divisi : Magnoliopsida ( Tumbuhan berbunga )
Kelas : Magnoliopsida ( berkeping dua / dikotil )
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae ( suku sirih – sirihan )
Genus : Piper
Spesies :Piper betle L. (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991)

b. Morfologi

Tanaman sirih merupakan tanaman yang tumbuh memanjat, tinggi 5 cm-15 cm.
Helaian daun berbentuk bundar telur atau bundar telur lonjong. Pada bagian
pangkal berbentuk jantung atau agak bundar, tulang daun bagian bawah gundul
atau berbulu sangat pendek, tebal berwarnaputih, panjang 5-18 cm, lebar 2,5 - 10,5
cm. Daun pelindung berbentuk lingkaran, bundar telur sungsang atau lonjong
panjang kira-kira 1 mm. Perbungaan berupa bulir, sendiri-sendiri di ujung cabang
dan berhadapan dengan daun. Bulir bunga jantan, panjang gaggang 1,5 - 3 cm,
benang sari sangat pendek. Bulir bunga betina, panjang gaggang 2,5 – 6 cm,
kepala putik 3 – 5. Buah Buni, bulat dengan ujung gundul. Bulir masak berbulu
kelabu, rapat, tebal 1– 1,5 cm. Biji berbentuk bulat (Syamsuhidayat dan Hutapea,
1991).

c. Kandungan Senyawa

Daun sirih mengandung minyak atsiri yang terdiri dari chaficol paralyphenol atau
betlephenol. Daun sirih mengandung zat – zat yaitu atsiri yang terdiri dari fenol
dan sebagian besar chavicol. Chavicol memiliki daya antiseptik lima kali daripada
fenol biasa. Daun sirih mengandung antiseptik berupa senyawa senyawa fenolik
seperti eugenol, chavicol 7,2 – 16,7 %, alilpyrolcatekol, dan chavibetol 2,7 – 6,2%
(Kusdarwati, 2013). Daun sirih juga mengandung kadinen 2,4-15,8%, estragol,
terpenoid, sesquiterpen, fenil propane, tanin, diastase, pati dan gula (Achmad dan
Suryana, 2009).

d. Manfaat

Daun sirih mempunyai khasiat sebagai :


1) Obat batuk
2) Obat bisul
3) Obat sakit mata
4) Obat sariawan
5) Obat hidung berdarah (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

2. Ektraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut


sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif 
yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan
minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa
aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (Dirjen POM, 2000). Pembagian metode ekstraksi menurut
(Dirjen POM, 2000) yaitu :

1) Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin yaitu meserisasi
dan perkolasi.
2) Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin yaitu refluks,
sokletasi, digesti, infundasi dan dekok.
3) Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction) yaitu pemisahan


solute dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen
dan solven tersebut bersifat heterogen (immiscible, tidak saling campur), dan jika
dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven (ekstrak).
Fase rafinat = fase residu, berisi diluen dan sisa solut.
Fase ekstrak = fase yang berisi solut dan solven.

Pemilihan solven menjadi sangat penting. Dipilih solven yang memiliki


sifat antara lain:
1. Solut mempunyai kelarutan yang besar dalam solven, tetapi solven sedikit
atau tidak melarutkan diluen,
2. Tidak mudah menguap pada saat ekstraksi,
3. Mudah dipisahkan dari solut, sehingga dapat dipergunakan kembali,
4. Tersedia dan tidak mahal (Rohman, 2009).

Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu
campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara teknis
dalam skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika, bahan-bahan
penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam logam. Proses ini pun
digunakan untuk membersihkan air limbah dan larutan ekstrak hasil ekstraksi
padat cair (Rohman, 2009).

Ekstraksi cair-cair terutama digunakan bila pemisahan campuran dengan


cara distilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop
atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi
padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu
pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan kedua
fasa cair itu sesempurna mungkin (Yazid, 2005).

Pada ekstraksi tidak terjadi pemisahan segera dari bahan-bahan yang akan
diperoleh (ekstrak), melainkan mula-mula hanya terjadi pengumpulan ekstrak
(dalam pelarut). Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap berikut:
1. Mencampurkan bahan ekstrak dengan pelarut dan membiarkannya saling
kontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada
bidang antar muka bahan ekstraksi dan pelarut. Dengan demikian terjadi
ekstraksi yang sebenarnya, yaitu pelarut ekstrak.
2. Memisahkan larutan ekstrak dari refinat, kebanyakan dengan cara penjernihan
atau filtrasi.
3. Mengisolasi ekstrak dari larutan ekstrak dan mendapatkan kembali pelarut.
Umumnya dilakukan dengan mendapatkan kembali pelarut. Larutan ekstrak
langsung dapat diolah lebih lanjut atau diolah setelah dipekatkan (Gandjar,
2007).

4) Infundasi

Merupakan metode penyarian dengan cara menyari simplisia dalam air


pada suhu 90OC selama 15 menit. Infundasi merupakan penyarian yang umum
dilakukan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-
bahan nabati. Penyarian dengan metode ini menghasilkan sari/ekstrak yang tidak
stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang
diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Ansel, 1989).

Infus atau rebusan obat adalah sediaan cair yang dibuat dengan
mengekstraksi simplisia nabati dengan air suhu 90◦C selama 15 menit, yang mana
ekstraksinya dilakukan secara infundasi. Penyarian adalah peristiwa memindahkan
zat aktif yang semula didalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif
larut dalam cairan penyari. Secara umum penyarian akan bertambah baik apabila
permukaan simplisia yang bersentuhan semakin luas (Ansel, 1989).

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada 90◦C - 98◦C selama 15 menit. Umumnya infus selalu dibuat dari
simplisia yang mempunyai jaringan lunak, yan mengandung minyak atsiri dan zat
– zat yang tidak tahan pemanasan lama (Depkes RI, 1979).

Infus harus mempunyai derajat halus, diantaranya :


1. Serbuk (5/8) : Akar manis, daun sirih
2. Serbuk (8/10) : Kelimbat
3. Serbuk (10/22) : Laos, temulawak, jahe
4. Serbuk (22/60) : Kulit kina
5. Serbuk (85/120) : Daun digitalis (Dirjen POM, 1979)
Cara ini sangat sederhana dan sering digunakan oleh perusahaan obat
tradisional. Dengan beberapa modifikasi, cara ini sering digunakan untuk
membuat ekstrak. Infus dibuat dengan cara :

1. Membasahi bahan bakunya, biasanya dengan air 2 kali bobot bahan, untuk
bunga 4 kali bobot bahan dan untuk karagen 10 kali bobot bahan.
2. Bahan baku ditambah denga air dan dipanaskan selama 15 menit pada suhu
90⁰-98⁰C. Umumnya untuk 100 bagian sari diperlukan 10 bagian bahan.
Hal ini disebabkan karena :
a. Kandungan simplisia kelarutannya terbatas, misalnya kulit kina
digunakan 6 bagian
b. Disesuaikan dengan cara penggunaannya dalam pengobatan, misalnya
daun kumis kucing, sekali minum infus 100 cc, karena itu
diambil 1/2 bagian.
c. Berlendir, misalnya karagen digunakan 1/2 bagian.
d. Daya kerjanya keras, misalnya digitalis digunakan 1/2 bagian.
3. Untuk memindahkan penyaringan kadang-kadang perlu ditambah bahan
kimia misalnya :
a. Asam sitrat untuk infus ikan.
b. Kalium atau Natrium karbonat untuk infus kelembak.
4. Penyaringan dilakukan pada saat cairan masih panas, kecuali bahan yang
mengandung bahan yang mudah menguap.

Keuntungan dan kekurangan Metode Infundasi

a. Keuntungan
1) Unit alat yang dipakai sederhana,
2) Biaya operasionalnya relatif rendah
b. Kerugian
1) Zat-zat yang tertarik kemungkinan sebagian akan mengendap
kembali,apabila kelarutannya sudah mendingin.(lewat jenuh)
2) Hilangnya zat-zat atsiri
3) Adanya zat-zat yang tidak tahan panas lama,dismping itu simplisia
yang mengandung zat-zat albumin tentunya zat ini akan menggumpal
dan menyukarkan penarikan zat-zat berkhasiat tersebut
5. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan


komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben
inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering
digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT,
di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori
kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Kromatografi juga merupakan
analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun
cuplikannya.KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang
sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan
dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk
kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom,
identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil
(Gandjar et al, 2008).

Prinsip kerja KLT adalah memisahkan sampel berdasarkan perbedaan


kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya
menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan
dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang
digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antar sampel dengan eluen
maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut (Sudarmadji et al.
2007):

Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan


adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa.
Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam. Fasa gerak yang digunakan dalam
KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas
senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda
polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan
cara trial and error. Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor
retensi) yang diperoleh (Gritter et al, 1991).

Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Rf
dikarakterisasi dengan jarak migrasi solut terhadap jarak ujung fase geraknya.
Faktor retardasi solut (Rf) didefinisikan sebagai:
Jarak yang ditempuh solut
Rf =
Jarak yang ditempuh fase gerak

Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu.


Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa
dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai
kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam
bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam,
sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara
0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran
eluen, dan sebaliknya (Ewing Galen, 1985).

KLT mempunyai beberapa kelebihan, yaitu (Julia, 1993) :

1. Waktu pemisahan lebih cepat.


2. Sensitif artinya meskipun jumlah cuplikan sedikit masih dapat dideteksi.
3. Daya resolusinya tinggi, sehingga pemisahan lebih sempurna.
D. ALAT DAN BAHAN

ALAT BAHAN

Timbangan Serbuk daun sirih

Gelas Ukur Aquadest

Kompor Methanol

Termometer Kloroform

Panci

Kain fanel

Chamber

Plat silika

Pipa kapiler

Pipet tetes

Oven

Uv 254 dan 366 um

Kertas Saring

E. CARA KERJA

1. Pembuatan Ekstrak

Infusa daun sirih dibuat dengan kadar 10%


Sebanyak 10 gram serbuk daun sirih dimasukkan ke dalam panic dan
ditambahkan dengan aquadest 100ml

Panci dimasukkan ke dalam panic yang lebih besar dan telah berisi air dan
dipanaskan pada suhu 90oC selama 15 menit

Infus disaring dalam keadaan panas menggunakan kain fanel dan jika
volume kurang dari 100 ml, maka ditambahkan dengan air hangat melalui
residu infusa hingga volumenya mencapai 100ml

2. Pemeriksaan Parameter Ekstrak


a. Organoleptik Ekstrak

Diambil beberapa ekstrak yang diperoleh

Diamati bentuk, warna, bau dan rasa

b. Rendemen Ekstrak
Diambil ekstrak yang diperoleh

Dihitung rendemen ekstrak dengan rumus ;

berat ekstrak total


Rendemen (%) ¿ x 100
berat simplisia

c. Pola Kromatografi Lapis Tipis ( KLT )

Pelat silika gel disiapkan dengan ukuran tertentu

Sebelum dilakukan penotolan sampel, fase diam harus diaktifkan dengan


cara dipanaskan terlebih dahulu dalam oven pada suhu 110oC selama 15
menit.

Selanjutnya larutan uji dan pembanding ditotolkan pada garis awal dengan
menggunakan pipa kapiler, biarkan beberapa saat hingga pelarutnya
menguap

Pelat silika kemudian dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang


sebelumnya telah dijenuhkan dengan cairan pengembangan

Proses kromatografi dihentikan sampai cairan pengembang sampai ke


garis depan

Amati pola kromatografi dibawah lampu UV 254 dan 366 nm dan hitung
Rf setiap bercak yang teramati

Anda mungkin juga menyukai