Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL

DI SUSUN OLEH :

Erliyadi Cahyono
Nim. 19144001178

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


PRODI D-III KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

A. DASAR TEORI
A.1. DEFINISI DIAGNOSA MEDIS
Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan
massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang sehingga meningkatkan risiko
fraktur oleh karena fragilitas tulang meningkat.
Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang
menjadi keras dan padat. Untuk mempertahankan kepadatan tulang, tubuh
memerlukan persediaan kalsium dan mineral lainnya yang memadai, dan harus
menghasilkan hormon dalam jumlah yang mencukupi(hormon paratiroid, hormon
pertumbuhan, kalsitonin, estrogen pada wanita dan testosterone pada pria). Juga
persediaan Vitamin D yang adekuat, yang diperlukan untuk menyerap kalsium dari
makanan dan memasukan ke dalam tulang. Secara progresif, tulang meningkatkan
kepadatan sampai kepadatan maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan
tulang akan berkurang secara perlahan. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan
mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga
terjadilah osteoporosis.

A.2. EPIDEMIOLOGI KASUS


Secara global, penderita osteoporosis terdapat di seluruh belahan dunia. Rasio
fraktur osteoporotik populasi usia >50 tahun yakni pada wanita 1 di antara 2 orang
sedangkan pria 1 di antara 5 pria.
Sekitar 9 juta fraktur timbul pada osteoporosis, dengan fraktur tersering pada
tulang pinggul, diikuti pergelangan tangan, vertebra dan humerus. Dampak sosial
maupun ekonomi akibat fraktur sangat besar. Di Eropa, beban biaya yang dikeluarkan
untuk penanganan fraktur osteoporosis sangat tinggi, mencapai sekitar 450 triliun
Rupiah pada tahun 2005 sedangkan di Amerika mencapai 280 triliun Rupiah. 
Studi pemeriksaan densitas massa tulang yang dilakukan terhadap 65.727 sampel
oleh Puslitbang Gizi Depkes RI pada 16 wilayah di Indonesia tahun 2005
menunjukkan prevalensi osteopenia 41,7% dan osteoporosis 10,3%.
Mortalitas pada kasus osteoporosis dapat timbul akibat fraktur. Komplikasi fraktur
vertebra sering terjadi pada penderita osteoporosis. Pada populasi usia >50 tahun,
wanita kulit putih memiliki risiko mengalami fraktur vertebra sebesar 16% sedangkan
pria sebanyak 5%. Risiko mortalitas pada fraktur vertebra sekitar delapan kali lipat.

A.3. ETIOLOGI
a. Osteoporosis post menopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang
membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya
gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai
muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang
sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah
timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
b.    Osteoporosis senilis
Kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan
dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan
pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi
pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali
lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis
dan postmenopausal.
c.     Osteoporosis sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan
medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal
kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-
obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang
berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk
keadaan ini.
d.    Osteoporosis juvenil idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi
pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang
normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari
rapuhnya tulang.

A.3. TANDA & GEJALA


Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan
karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur
osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama
dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus,
dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada
punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps
vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan
sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat
walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat
tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka
waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan
ileus.Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila
didapatkan :
• Patah tulang akibat trauma yang ringan.
• Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
• Gangguan otot (kaku dan lemah)
• Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.

A.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG & HASILNYA SECARA TEORITIS


a.       Pemeriksaan laboratorium
b.      Pemeriksaan x-ray
c.       Pemeriksaan absorpsiometri
d.      Pemeriksaan Computer Tomografi (CT)
e.       Pemeriksaan biopsy
f.       Pemeriksaan Densitas Massa tulang
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang berupa:
1. Rontgen atau CT scan, untuk melihat dengan lebih jelas kondisi tulang yang patah
2. Tes darah, untuk mengetahui kadar sel-sel darah, kadar elektrolit, dan kadar hormon,
termasuk hormon tiroid, paratiroid, esterogen, dan testosteron
3. Tes bone mass density (BMD), untuk melihat tingkat kepadatan tulang dan
menentukan risiko terjadinya patah tulang
Tes BMD dilakukan dengan dual energy X-Ray absorptiometryI (DXA) atau
dengan quantitative computed tomography (QCT).
Pemeriksaan DXA lebih sering dilakukan. Interpretasi dari hasil pemeriksaan ini adalah
sebagai berikut:
 Lebih dari -1 : Normal
 -1 sampai -2,5 : Kepadatan tulang rendah (osteopenia)
 Kurang dari -2,5 : Kemungkinan besar osteoporosis

A.4. PENATALAKSANAAN MEDIS


Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan
yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang. Dengan
cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan fisik ( senam pencegahan
osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan sinar ultra violet. Selain itu juga
menghindari obat-obatan dan jenis makanan yang merupakan faktor resiko
osteoporosis seperti alkohol, kafein, diuretika, sedatif, kortikosteroid.
Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang
dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan
progesterone dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi
seperti kalsium serta senam beban.
Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama bila
terjadi fraktur panggul.

A.6. PATOFISIOLOGI / PATHWAY


Patofisiologi osteoporosis berkaitan dengan perubahan kepadatan dan kekuatan
tulang akibat ketidakseimbangan pembentukan dan resorpsi tulang. Kepadatan dan
kekuatan tulang ini ditentukan oleh aktivitas osteoblas untuk membentuk tulang dan
aktivitas osteoklas untuk resorpsi tulang. Ketidakseimbangan proses berupa peningkatan
resorpsi hingga melebihi pembentukan tulang dalam jangka panjang akan menyebabkan
terjadinya osteoporosis.
Puncak massa tulang biasanya tercapai pada sekitar usia 30 tahun. Setelah itu
perlahan massa tulang menurun menjadi semakin berporos, tulang trabekula menipis.
Puncak massa tulang yang inadekuat, mengakibatkan densitas massa tulang rendah.
Berbagai faktor risiko seperti penuaan, hipogonadisme maupun kondisi menopause, laju
turnover tulang yang tinggi akan meningkatkan kehilangan massa tulang sehingga
menurunkan kualitas tulang. Penurunan massa dan kualitas tulang akan meningkatkan
kerapuhan tulang. Tulang menjadi rentan fraktur.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Massa Tulang
Pembentukan dan resorpsi tulang dipengaruhi oleh asupan nutrisi, hormonal,
usia, genetik serta aktivitas fisik.
1. Asupan Nutrisi
Kalsium dan fosfat merupakan mineral penyusun tulang. Asupan yang kurang
dapat mempengaruhi proses pembentukan tulang. Asupan vitamin D juga berperan
penting.
2. Hormon
Hormon estrogen dan testosteron berperan penting dalam menghambat resorpsi
tulang. Hormon paratiroid juga berperan dalam homeostasis kalsium serta secara
tidak langsung berpengaruh pada proliferasi osteoblas. Perubahan kadar hormon-
hormon tersebut dapat menimbulkan osteoporosis.
a. Sitokin seperti receptor activator of the nuclear factor kappa-B ligand (RANKL)
juga berperan yakni terhadap aktivasi dan maturasi osteoklas. Osteoprotegrin
berperan menghambat aktivitas RANKL. Penurunan kadar estrogen menurunkan
efek supresi terhadap aktivitas RANKL serta menurunkan osteoprotegrin.
Akibatnya aktivitas osteoklas meningkat. Kehilangan massa tulang semakin cepat
saat menopause hingga lima tahun setelahnya akibat resorpsi yang meningkat
terkait penurunan kadar estrogen. Pada pria, kadar estradiol dikaitkan dengan
kehilangan massa tulang seiring penuaan.
b. Glukokortikoid berefek pada metabolisme tulang. Glukokortikoid menghambat
aksi vitamin D pada absorpsi kalsium. Glukokortikoid juga meningkatkan resorpsi
tulang melalui induksi aktivator receptor activator of the nuclear factor kappa-
B ligand (RANKL) dan macrophage stimulating factor (MSCF) yang berperan
dalam pembentukan osteoklas. Selain itu, glukokortikoid juga dapat menekan
pembentukan tulang melalui penghambatan pada diferensiasi sel prekursor
osteoblas dengan menghambat Wnt/β-catenin, menghambat fungsi osteoblas
matur serta menekan ekspresi insulin growth factor-1 (IGF-1).
c. Hormon paratiroid memodulasi kadar kalsium plasma melalui stimulasi produksi
kalsitriol, mempengaruhi ekskresi kalsium pada ginjal serta mempengaruhi
resorpsi tulang. Hiperparatiroid dapat menimbulkan osteoporosis melalui induksi
ekspresi RANKL serta memicu resorpsi tulang. Hiperparatiroid primer dikaitkan
dengan kehilangan tulang kortikal, laju turnover tulang yang tinggi hingga dapat
menimbulkan osteoporosis.
3. Stres Mekanik
Stres mekanik juga berperan dalam pembentukan tulang. Arsitektur dan massa
skeletal akan menyesuaikan untuk mampu menopang beban yang timbul sesuai
kebutuhan fungsional. Pada area tulang yang mendapat tekanan, pembentukan tulang
terstimulasi. Oleh karena itu inaktivitas akibat tirah baring atau imobilisasi pada
penggunaan bidai, jarang berolahraga maupun kelemahan otot dapat menimbulkan
osteoporosis.
4. Genetik
Gen yang berasosiasi dengan densitas massa tulang di antaranya ADAMTS18,
CRHR1, CTNNB1, DCDC5, DCDC1, ESR1, FLJ42280, FOXL1/FOXC2, GPR177,
HDAC5, MARK3, MEF2C, LRP4/ARHGAP1/F2, LRP5, MEPE/IBSP/OPN, MHC,
SOST,SOX6, SPTBN1, SP7, STARD3NL, TNFRS11B, ZBTB40.
5. Usia
Sekresi hormon pertumbuhan Insulin-like growth factor (IGF) -1 dan -2 oleh
kelenjar pituitari yang berperan dalam diferensiasi dan aktivitas osteoblas kadarnya
menurun seiring penuaan.

PATHWAY
Usia Lanjut ( Menopause)

- Defisiensi vitamin D Menurunnya sekresi esterogen Menurunnya aktivitas fisik


- Menurun aktivitas
- Retensi vitamin D Bone marrow stroma cell & sel
mononuclear,
Pe menurun Menurunnya sekresi GH dan
reabsorbsi kalsium di IGF-1
ginjal
Pe menurun absorbsi
kalsium di usus
Gangguan fungsi osteoblast

hipokalsemia

Meingkat hormon paratiroid hormone

Hiperparatiroidisme sekunder

Meningkatanya
resorpsi tulang

osteoporosis

fraktur Kurang informasi Gangguan keseimbangan, penurunan aktivitas dan


kekuatan otot
Pergeseran Defisit pengetahuan,
frakmen ansietas Resiko jatuh
tulang

Hambatan mobilitas fisik,


Gangguan fungsi defisit perawatan diri.
Nyeri akut deformitas ekstermitas
B. ASUHAN KEPERAWATAN
B.1. DAFTAR DX KEPERAWATAN YG MUNGKIN MUNCUL PADA KASUS &
DEFINISI MASALAH KEPERAWATAN SECARA TEORITIS.

1) Diagnosis Keperawatan :
Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra

Definisi :
pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
dan fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

DS & DO Yg mendukung :
Data subjektif:
- pasien mengeluh nyeri
Data objektif:
- pasien tampak meringis
- bersikap protektif, gelisah
- frekuensi nadi meningkat
- sulit tidur
- tekanan darah meningkat
- pola nafas berubah
- nafsu makan berkurang
- proses berpikir terganggu
- menarik diri
- berfokus pada diri sendiri
- diaforesis.

Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang

Rencana Intervensi :
1. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
2. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakterisitik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
3. Ajarkan teknik non farmakologis : tekni relaksasi napas dalam, distraksi, kompres
hangat.
4. Berikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
dirasakan.
5. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi.
2) Diagnosis Keperawatan :
Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan kekakuan sendi.

Definisi :
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri.

DS & DO Yg mendukung :
Data Subjektif:
- Pasien mengeluh sulit menggerakan estermitas
- Pasien menyatakan nyeri saat gerak
- Pasien menyatakan enggan melakukan ekstermitas
- Pasien menyatakan cemas saat bergerak
Data Objektif:
- Kekuatan otot menurun
- Rentan gerak (ROM) menurun
- Sandi kaku
- Gerakan tidak terkoordinasi
- Gerakan terbatas
- Fisik lemah

Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas
fisik

Rencana Intervensi :
1. Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada.
2. Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang aktivitas hidup
sehari-hari yang dapat dikerjakan.
3. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika
dapat ditoleransi.
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.

3) Diagnosis Keperawatan :
Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh

Definisi :
Berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan akibat terjatuh

DS & DO Yg mendukung:
Data Subjektif:
- klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun,
Data Objektif:
- tulang belakang terlihat bungkuk.

Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan cedera tidak terjadi

Rencana Intervensi :
1. Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya missal : tempatkan klien pada tempat
tidur rendah, berikan penerangan yang cukup, tempatkan klien pada ruangan yang
mudah untuk diobservasi.
2. Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan,tidak naik tangga dan mengangkat
beban berat
3. Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan
DAFTAR PUSTAKA

1. Kalu DN, Masaro EJ. The biology of aging, with particular reference to the
musculoskeletal system.Clin Geriatr Med 1988; 4:257-267

2. Asdie, Ahmad H. Harrison's Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4, Edisi


Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC. 2000.

3. Dambro. Griffith's 5 – Minutes Clinical Consult. USA: Lippincott Williams and Wilkins.
2001.

4. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi
Dan Indicator Diagnostic, Edisi 1 . Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai