Anda di halaman 1dari 15

 2003 Supartono Posted 12 January 2003

Makalah Falsafah Sains (PPs-702)


Program Pascasarjana/S3
Institut Pertanian Bogor
January 2003

Dosen:
Prof.Dr.Ir. Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof.Dr. John Haluan

SISTEM PENGAMATAN DAN PENGAMANAN


SUMBER DAYA KELAUTAN TERPADU DI INDONESIA

Oleh:

Supartono
Nrp. 651020164
E mail : tonnret@yahoo.com

1. Pendahuluan.

a. Secara faktual, geografis wilayah Republik Indonesia terdiri dari 17.506 pulau
dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km dan 2/3 wilayahnya terdiri dari laut.
Dengan dinyatakannya Deklarasi Juanda pada tahun 1957, cara pandang bangsa
Indonesia terhadap wilayah laut menekankan pada integritas teritorial wilayah
Indonesia sebagai satu kesatuan yang bulat, yang kemudian melahirkan konsepsi
kesatuan wilayah Wawasan Nusantara sehingga segala sumber kekayaan alam yang
terdapat dalam yurisdiksi perairan wilayah Indonesia merupakan milik bangsa
Indonesia untuk dimanfaatkan bagi kemakmuran rakyat.

b. Menurut Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982 (UNCLOS 1982).


Didalam konvensi tersebut setiap negara wajib untuk mengelola dan melestarikan
sumberdaya hayati maupun non hayati yang terdapat di wilayah perairannya.
Dengan demikian bangsa Indonesia selain mempunyai hak untuk mengamankan
kekayaan alamnya, juga mempunyai kewajiban sebagai bagian dari tatanan
berbangsa dan bernegara didalam hubungan internasional.

c. Kenyataan menunjukkan bahwa sampai saat ini upaya pengelolaan dan


pembangunan sumberdaya kelautan masih dilakukan secara terpisah, belum adanya
koordinasi dan sinkronisasi yang memadai dan seringkali tidak terkomunikasikan
antar kegiatan-kegiatan yang dilakukan institusi yang terkait dengan kelautan.
Untuk itu harus dilakukan tindakan secara cermat dengan selalu berupaya
melibatkan seluruh stakeholder baik dari pemerintah maupun masyarakat dalam
merumuskan kepentingan bersama dan memadukan programnya tanpa mengabaikan
aspek keamanan (security).

d. Sebagai negara yang berdaulat yang mempunyai hak dan kewajiban dalam menjaga
sumberdaya alam yang ada didalam perairan, sudah waktunya dikembangkan suatu
sistem yang dapat mengamati sekaligus mengamankan dan melindungi sumberdaya
kelautan dari pengrusakan dan pencurian. Pengamanan terhadap sumberdaya
kelautan pada hakekatnya memerlukan 3 (tiga) komponen dasar yaitu : Pertama,
perangkat hukum yang secara politis mendukung diselenggarakannya pengawasan
dan pengamanan sumberdaya kelautan. Kedua, diperlukan suatu kelembagaan
yang berwenang dan didukung oleh segenap lembaga/instansi terkait di pusat dan
daerah dalam kegiatan pengamanan tersebut. Ketiga, harus memiliki teknologi yang
dapat dikembangkan secara tepat, mudah dan murah serta dapat digunakan secara
terpadu.

2. Kondisi Pengamatan & Pengamanan Saat Ini.

Kondisi & Kemampuan yang dimiliki oleh instansi yang terkait adalah :

a. TNI AL. Dengan kemampuan patroli dan kemampuan penyelidikan dalam rangka
penegakan hukum di laut. Kegiatan pengamatan wilayah laut yang dilaksanakan
TNI AL menggunakan sarana dan prasarana antara lain :

1) Radar Pantai.
2) Radar di KRI (Kapal Republik Indonesia) dari KAL (Kapal Angkatan Laut).
3) Radar di Pesawat Udara Pengintai.
4) Pos Pengamat TNI AL.

b. TNI AU. Dengan kemampuan mencari, melacak dan mengiden-tifikasi segala


bentuk ancaman di wilayah perairan yurisdiksi nasional Indonesia. TNI AU dalam
rangka melaksanakan kegiatan pengamatan ditunjang oleh peralatan antara lain :

2
1) Pesawat B-737 full mission system.
2) Radar pertahanan udara yang memiliki antena sampai dengan 20.
3) Pusat operasi sektor (Sector Operation Centre/SOC).

c. TNI AD. Kemampuan melaksanakan pengamatan dan peng-amanan secara tidak


langsung pada saat kapal ADRI melaksanakan tugas pelayaran di wilayah perairan
Indonesia.

d. POLRI. Kemampuan melaksanakan patroli di wilayah perairan yang dimiliki


(Kapal Pol Air).

e. Departemen Kelautan & Perikanan. Kemampuan untuk melaksanakan dengan


monitoring control and surveilance (MCS).

f. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).


Kemampan Deputi bidang Penginderaan Jauh yang terkait dengan pengamatan dan
pengamanan wilayah perairan yurisdiksi nasional antara lain :

1) Akuisisi data satelit, pengolahan, penyimpanan dan distribusi data


penginderaan jauh, serta pengembangkan bank data penginderaan jauh
nasional.
2) Pengendalian dan pengamanan lingkungan laut yang meliputi pengamtan
endapan pantai dan selat serta pencemaran laut, termasuk Oil Spill.
3) Deteksi awan, gelombang laut dan arus laut / pusaran.
4) Pengamatan gelombang, badai dan angin di atas permukaan laut.
5) Analisis daerah pantai dan selat.
6) Inventarisasi obyek-obyek strategis.

g. Badan Pengkajian dan Penerangan Teknologi (BPPT). Kemampuan yang dimiliki


adalah pemantauan parameter lingkungan laut secara “near real time” melalui
sistem buoy, serta peringatan dini terhadap perubahan lingkungan laut.
h. Badan SAR Nasional (BASARNAS). Berkemampuan khusus untuk
penyelamatan, sedangkan dalam pengamanan sebagai titik hubung (Contact point)
dari IMO (International Maritim Organization) dalam masalah perampokan di laut.

3
i. Departemen Keuangan (Bea Cukai). Kemampuan bidang pengamatan adalah
mengamati kapal-kapal yang berada di perairan Indonesia dari kemungkinan
melakukan penyelundupan hasil kekayaan laut ke luar daerah pabean. Sedangkan
dalam bidang pengamanan, mengamankan daerah pabean dari terjadinya
perdagangan ilegal dan penyelundupan barang yang masuk maupun keluar daerah
pabean yang dapat merugikan keuangan negara. Fasilitas yang dimiliki :
1) Kapal patroli FPB-28 MM.
2) Kapal LPC.
3) Speed Boat.
4) Radar pantai.
5) Pesawat terbang ringan.
6) Radio telekomunikasi.

j. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kemampuan dalam pengamatan


mengupayakan partisipasi masyarakat dalam pengamatan pantai. Sedangkan
dalam pengamanan, menge-mbangkan sistem pengamanan bersama dengan aparat
terkait.

k. Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Kemampuan melaksanakan


pengamanan terhadap orang asing dengan cara :

1) Mengumpulkan dan mengolah data orang asing yang masuk atau keluar
wilayah Indonesia.
2) Pendaftaran orang asing yang berada di wilayah Indonesia.
3) Memantau, mengumpulkan dan mengolah bahan keterangan dan informasi
mengenai kegiatan orang asing.
4) Menyusun daftar nama orang asing yang tidak dikehendaki masuk atau keluar
wilayah Indonesia.
Sedangkan pengamanan, dilaksanakan melalui pemantauan keimigrasian yang
dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana.

3. Permasalahan Pengamatan dan Pengamanan Sumber Daya Kelautan.

a. Situasi Internasional. Era globalisasi pada saat ini menyebabkan telah terjadinya
pergeseran orientasi dalam hubungan antara negara dari kepentingan ideologi
4
menjadi kepentingan ekonomi. Akibat dari globalisasi ekonomi, tingkat
ketergantungan antar negara makin tinggi. Perbedaan persepsi antara negara maju
dengan negara berkembang tentang penerapan demokrasi, hak asasi manusia dan
kelestarian lingkungan masih menjadi isu Internasional.

b. Situasi Regional. Alur kawasan laut dari selat Malaka sampai dengan laut Cina
Selatan, merupakan Sea Lane of Communication (SLOC) dan Sea Lane of
Transpotation (SLOT) bagi negara-negara di sekitarnya. Alur pelayaran tersebut
merupakan jalan terdekat yang menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra
Hindia. Disamping itu negara-negara tetangga seperti Filipina, Thailand, Vietnam,
Malaysia dan Taiwan merupakan negara dengan pendapatan dari sektor
penangkapan ikan tinggi, tidak menutup kemungkinan daerah penangkapan daerah
tangkapannya mencapai wilayah yurisdiksi perairan nasional RI.

c. Situasi Nasional. Situasi nasional, terutama didaerah perbatasan laut dengan negara
tetangga, seperti kepulauan Riau mempunyai arti yang sangat penting dengan
kondisinya yang semakin ramai. Hal ini disebabkan pengembangan kawasan
Sijori (Singapura Johor Riau), Barelang (Batam Rempang Galang) dan
pembangunan proyek Natuna. Dengan demikian kawasan tersebut memiliki
prospek ekonomi yang cerah. Disisi lain kondisi seperti berpotensi pula
menimbulkan berbagai masalah baik yang beraspek sosial budaya maupun
keamanan. Untuk itu perlu antisipasi sejak dini, sehingga dapat diambil
penindakan secara cepat dan tepat.

d. Permasalahan Kelautan. Permasalahan maritim yang timbul antara lain :


1) Perundang-undangan tentang maritim/kelautan belum me-madai.
2) Adanya produk perundang-undangan yang tumpang tindih (overlapping), atau
saling berlawanan antara institusi yang terkait dengan bidang kelautan.
3) Kemampuan dan fasilitas yang dimiliki oleh instansi terkait dengan bidang
kelautan dan berhubungan dengan pemangatan dan pengamanan di wilayah
perairan yurisdiksi nasional masih bersifat sektoral dan cenderung berjalan
sendiri-sendiri.

5
4) Peralatan yang digunakan untuk kepentingan pengamatan dan pengamanan
wilayah perairan yurisdiksi nasional sangat tidak memadai dihadapkan dengan
luasnya wilayah laut yang diamati dan diamankan.
5) Di kawasan pantai, pesisir dan perairan sering terjadi : Pencurian sumberdaya
laut khususnya ikan, pencemaran laut, penyelundupan, perompakan, imigran
gelap, konflik antar nelayan, pengrusakan terumbu karang dan penggalian
pasir.

4. Pengamatan dan Pengamanan Perairan Yurisdiksi Indonesia.

Disadari bahwa beberapa institusi baik sipil maupun TNI telah dilengkapi oleh sistem
yang dibangun untuk melaksanakan kegiatan dan atau operasi pengamatan wilayah laut
(maritime surveillance) sesuai dengan kebutuhannya. Dengan memperhatikan obyektifitas
masing-masing institusi, maka secara umum dapat disebutkan bahwa pengamatan dan
pengamanan perairan wilayah yurisdiksi nasional RI termasuk wilayah ZEE dilaksanakan
dalam rangka :
a. Penegakan hukum di laut.
b. Manajemen sumberdaya kelautan.
c. Pengendalian lalu lintas di Sea Lane.
d. Pengontrolan polusi.
e. Pengawasan daerah-daerah perairan yang vital.
f. SAR (Search and Rescue).
Secara komprehensif beban kerja tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Penegakan Hukum di Laut. Kepentingan penegakan hukum di laut merupakan akar
solusi permasalahan atas pelanggaran ketentuan, baik yang diatur secara
internasional maupun oleh pemerintah RI. Solusi ini bersifat melindungi wilayah
laut yurisdiksi nasional dari hal-hal pencurian sumberdaya alam di laut, survei dan
pengumpulan data yang dilakukan secara ilegal, lalu lintas ilegal, penyelundupan,
perompakan, imigran gelap.

b. Manajemen Sumberdaya Kelautan. Memiliki ragam yang sangat kompleks baik


bersifat nabati maupun hewani. Pengurasan sumberdaya kelautan yang dilakukan
tanpa batas dapat merusak struktur laut, bahkan bisa memusnahkan berbagai jenis
spesies yang dikandungnya.

6
c. Pengendalian Lalu Lintas di Sea Lane. Penentuan Sea Lane atau Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI) merupakan keputusan yang diterima masyarakat laut
dunia sebagai aktualisasi tata guna laut dalam konteks lalu lintas alat transportasi.
Namun demikian pada jalur ALKI terdapat peraturan-peraturan khusus yang harus
ditaati, antara lain harus melewati jalur dalam waktu sesingkat-singkatnya ; dilarang
melakukan aktifitas pengukuran atau penelitian, dan sebagainya. Peraturan-
peraturan tersebut akan dilanggar bila tidak ada pengwasan yang ketat dan
kesuksesan kinerja operasi pengendalian Sea Lane sangat ditentukan oleh rasio
pengamatan dan pengamanan di laut terhadap kepadatan lalu lintas di atasnya.

d. Pengendalian Polusi. Dengan berkembangnya industri, muncul masalah limbah


industri. Sebelumnya limbah industri tersebut dengan mudah dibuang ke laut.
Demikian pula dengan semakin banyaknya pengeboran minyak lepas pantai dan
banyaknya kapal-kapal tanker pengangkut minyak, akan menimbulkan kerusakan
kehidupan biota laut jika terjadi kecelakaan terhadap kapal tanker tersebut.
Pengamatan yang ketat memungkinkan pelaksanaan aksi secara cepat dan tepat
dalam pengendalian polusi.

e. Pengawasan Daerah-daerah Vital. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa laut


menyimpan potensi kekayaan yang dapat diolah menjadi devisa negara, sebagian
besar industri pun terletak dekat pantai. Bahkan beberapa industri vital seperti gas
alam cair dan beberapa pusat listrik tenaga uap, terletak di tepi pantai. Demikian
pula anjungan-anjungan minyak lepas pantai, sangat rawan terhadap gangguan-
gangguan dari arah laut. Tingkat vitalitas pembangunan demikian memerlukan
pengawasan sepanjang tahun secara berkesinambungan melalui kegiatan
pengamatan dan pengamanan secara terpadu.

f. SAR. Mengingat bahwa medan laut merupakan hamparan air yang luas maka
dibutuhkan suatu sistem pencarian dan penyelamatan yang dapat selalu tersedia
dengan cepat. Hal ini dapat diwujudkan jika dan hanya jika sistem pengamatan
dan pengamanan laut RI memiliki daya hadir yang tinggi melalui program terpadu.
Segenap deskriptip beban kerja sistem pengamatan dan pengamanan laut di atas
membutuhkan rantai pengikat di antara institusi pelaksana operasi. Rantai
pengikat tersebut merupakan operator integral dari semua elemen fungsi

7
pengamatan dan pengamanan sehingga dapat mewujudkan sinergi kemampuan dan
bisa memberikan pelayanan informasi kemaritiman nasional Indonesia.

5. Pelaksanaan Pengamatan dan Pengamanan di Laut.

Pengamatan dan pengamanan di laut dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, baik
secara konvensional dengan peralatan sederhana maupun dengan menggunakan teknologi
canggih. Namun mengingat luasnya wilayah laut Indonesia, bantuan teknologi merupakan
suatu hal yang mutlak diperlukan dalam sistem pengamatan. Secara garis besar pengamatan
dan pengamanan di laut dapat dilaksanakan dengan menggunakan wahana (platform) di darat,
di laut atau di udara. Platform di darat antara lain pos pengamatan pantai, baik yang
menggunakan radar maupun yang dilakukan secara visual. Platform di laut dapat
menggunakan kapal-kapal KRI untuk jarak yang cukup jauh atau kapal patroli untuk jarak
sedang dan sistem deteksi bawah air yang diletakkan di dasar laut. Sedangkan platform di
udara dapat merupakan pesawat udara bersayap tetap, helikopter, balon udara atau PTTA
(Pesawat Terbang Tanpa Awak). Pengamatan dan pengamanan di laut umumnya dikenal
dengan sebutan Patroli Maritim.

a. Wahana Udara. Penggunaan wahana udara dalam melaksana- kan tugas


pengamatan dan pengamanan wilayah laut RI dapat dilakukan dengan :

1) Pesawat Udara Bersayap Tetap (Fixed Wing). Peran utama pesawat udara
dalam patroli maritim adalah untuk pengamatan dan pengawasan laut dari
udara. Kriteria yang wajib melekat pada pesawat jenis ini dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu untuk pengoperasian jarak jauh dan jarak
dekat.

2) Pesawat Udara Bersayap Putar. Pesawat udara bersayap putar atau helikopter
yang dioperasikan untuk kepentingan pengamatan dan pengamanan maritim
merupakan sarana perpanjangan tangan dari kegiatan jarak dekat dan melekat
kepada wahana laut.

3) Balon Udara. Pada saat ini dikembangkan balon udara untuk keperluan patroli
maritim. Keuntungan balon udara ini adalah pengoperasiannya jauh lebih

8
murah. Peralatan yang dibawa sama dengan peralatan-peralatan pesawat
terbang patroli maritim lainnya.

4) Pesawat Terbang Tanpa Awak. Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) atau
dikenal dengan Remotely Piloted Vihicle (RPV) atau Unmanned Aerial Vihecle
(UAV) merupakan aplikasi teknologi miniatur wahana udara yang dapat
dioperasikan secara lebih sempurna tanpa beban resiko manusia. Penggunaan
PTTA dalam rangka melakukan pengamatan dan pengamanan wilayah laut RI
lebih tepat diperuntukkan kepada operasi dengan tingkat kesukaran dan
beresiko tinggi.

b. Wahana Laut. Kapal merupakan sarana patroli maritim yang efisien, mengingat
kapal dapat berada di tempat selama 24 jam dan bila dibutuhkan dapat langsung
mengatasi situasi di tempat. Kelemah- annya adalah kecepatannya yang rendah
(sekitar 12 sampai dengan 30 knot) sehingga bila dibutuhkan ke suatu lokasi yang
cukup jauh dibutuhkan waktu yang cukup lama (berjam-jam bahkan berhari-hari)
untuk mencapai sasaran yang ditentukan. Dalam rangka menyimak kebutuhan
operasi wahana laut untuk kepentingan pengamatan dan pengamanan maritim,
berikut ini disajikan dua pengelompokkan wahana laut, yaitu :

1) Operasi Atas Permukaan. Operasi atas permukaan untuk melaksanakan


pengamatan dan pengamanan wilayah laut RI dapat dilakukan dengan
menggunakan kapal laut atau hovercraft.

2) Operasi Bawah Permukaan. Untuk mendeteksi benda di bawah permukaan


laut sampai saat ini masih menggunakan peralatan sonar baik sonar aktif
maupun sonar akustik, dimana makin tinggi frekuensi gelombang yang
digunakan akan makin kehilangan daya karena adanya redaman oleh air laut.
Untuk mendapatkan jarak jangkau yang wajar dalam mencari benda di bawah
permukaan laut (misalnya kapal selam) dibutuhkan frekuensi akustik besaran
KHz. Hal ini membutuhkan transducer sonar yang cukup besar dan kuat,
sehingga sulit untuk dipasang pada kapal patroli kecil.

9
c. Wahana Darat. Wahana darat tidak kalah pentingnya dengan dua jenis wahana
sebelumnya. Wahana darat dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu sistem
pengamatan pasif dan sistem pengamatan aktif. Sistem pengamatan pasif
dilakukan dengan melibatkan pebisnis laut, nelayan atau masyarakat yang terkait
khususnya di sekitar pantai sedangkan pengamatan dan pengamanan laut aktif
dilengkapi dengan berbagai sensor mulai dari sistem radio, optik hingga dengan
satelit penginderaan jauh.

6. Perancangan Sistem Pengamatan dan Pengamanan di Laut.

Agar segenap frekuensi kasus dalam spektrum di atas dapat diakomodasikan secara
serasi, maka disain sistem yang ditawarkan adalah dengan pendekatan “flow diagram” baik
secara fungsi maupun secara fisik.
Pengembangan sistem dengan pendekatan ini mendasarkan kepada kemampuan yang
telah dimiliki serta menginovasikannya dengan future technology. Dlaam perancangan
sistem ini terdapat tiga hal penting yang harus dipedomani, yakni :

a. Tercapainya keterpaduan hardware (perangkat keras) sistem sehingga dapat terjadi


komunikasi data secara real time dan akurat di antara institusi yang terlibat dalam
penyelenggaraan pengamatan dan pengamanan wilayah laut RI. Untuk itu produk
dan teknologi yang dimanfaatkan harus memiliki standar dan spesifikasi baku
sehingga terjamin keberlanjutan pemakaiannya. Untuk mempertahankan
keberlanjutan tersebut perlu mengantisipasi perkembangan teknologi dan
penyelaraskan keseluruhan sub-sub sistem yang terkait sehingga setiap kali ada
pembaharuan, penambahan atau modifikasi terhadap suatu sub sistem tidak
mempengaruhi kinerja sistem tersebut.

b. Tercapainya keterpaduan program yang diwujudkan secara serasi dan saling


menutupi antara satu tugas dengan tugas lainnya agar penciptaan profit sebagai
sumber devisa negara dapat dilakukan secara aman. Untuk itu dalam penyusunan
rencana program, masing-masing institusi terkait harus saling berkoordinasi

10
sehingga tercipta program pengamtan dan pengamanan yang menyeluruh secara
nasional.

c. Terciptanya keterpaduan operasional atau pelaksana, yaitu keterpaduan antara satu


institusi dengan institusi yang lainnya dalam menerapkan sistem pengamatan dan
pengamanan maritim yang akan dikembangkan. Untuk ini keuda keterpaduan
yang telah disebutkan di atas menjadi mandary dan kebutuhan inisial yang
memberikan sinerji terlaksananya operasi terpadu baik secara simultan maupun
serial dari waktu ke waktu.

Ketiga keterpaduan tersebut dalam Functional Flow Diagram digambarkan dengan


simbol logika “AND” dan “OR” yang secara matematik merupakan operator integral.
Dengan kata lain, dalam pendekatan sistem maka operator integral tidak lain adalah
sistem integrator.

DBHPP
TNI-AD
AL, AU

DBHPP
POLRI

DBHPP SISTEM
PENGAMATAN SMDB PENG-
DKP
& HPPN GUNA
PENGAMANAN
TERPADU
DBHPP
LAPAN ANALI-
SA

DISTRIBUSI
DBHPP
DATA
YANG
LAIN
PERBAIKAN
DATA

DBHPPN
11
Gambar : Rancangan Sistem Pengamatan & Pengamanan di Laut.

Keterangan :
DBHPP : Data Base Hasil Pengamatan & Pengamanan.
SMDBHPPN : Sistem Manajemen Data Base Hasil Pengamatan & Pengaman
An Nasional.
DBHPPN : Data Base Hasil Pengamatan & Pengamanan Nasional.

Realisasi dari sistem integrator ini adalah terbentuknya Sistem Manajemen Data Base
Hasil Pengamatan dan Pengamanan Nasional (SMDBHPPN) yang diharapkan mampu
memberikan pelayanan informasi Kelautan sesuai klasifikasi kebutuhannya. Oleh karena itu
harus memiliki suatu analyzer yang dapat mengolah seluruh masukan dari sistem integrator.
Dengan demikian pelayanan basis data ini merupakan aset nyata yang dapat memberikan
masukan devisa negara sekaligus mampu membiayai kehidupan dan pemeliharaan seluruh
sistemnya secara mandiri.
Pendekatan Functional Flow Diagram dapat diurai menjadi bagian-bagian kecil konsep
operasi yang menggambarkan keterpaduan program dan operasi satu institusi dengan institusi
lainnya. Mengingat bahwa beban kerja siste integrator dan NMS-DBMS sangat besar,
maka penentuan teknologi yang akan diterapkan perlu mendapat perhatian khusus.
Demikian pula dengan sumberdaya manusia yang menanganinya. Agar program ini dapat
terlaksana dalam suatu time frame, perlu aktifitas pendahuluan, antara lain :

- Pembuatan konsep operasi terpadu baik militer maupun sipil.


- Penentuan terapan teknologi.
- Pelaksanaan akuisisi sistem yang telah ada.
- Penyiapan sumberdaya manusia.
- Penyiapan lembaga dan organisasi.

Terbentuknya lembaga yang memiliki peran sebagai integrator kedalam dan sekaligus
sebagai pusat pelayanan informasi kemaritiman nasional akan mewujudkan cikal bakal badan
kendali National Maritime Survellance. Pada gilirannya badan ini dapat menjadi center of
exellence yang memiliki fungsi sebagai berikut :

12
- Wadah kerjasama antar pelaku yang bergerak dalam bidang pengamatan dan
pengamanan sumberdaya kelautan baik pemerintah maupun swasta, dari dalam
maupun luar negeri.
- Penyediaan informasi dalam rangka menyampaikan pendapat, karya ilmiah dan
diskusi ilmiah di bidang-bidang yang terkait.
- Sumber asupan bagi pemerintah dalam menentukan arah pembangunan sistem
pengamtan dan pengamanan laut.
Kesempurnaan program ini adalah sangat tergantung dari kita yang memiliki sistem alert
sensitif. Tanpa kemauan dan kerja keras serta keterbukaan atas perlunya memelihara
kekayaan sumberdaya kelautan, niscaya pihak lain lah yang akan berbuat.

7. Penutup.

Dari untaian penjelasan di atas dapat ditemukan garis kesimpulan tentang sistem
pengamatan dan pengamanan di laut sebagai berikut :
- Beberapa institusi telah memiliki perangkat maritime survellance dan bahkan telah
lama mengoperasikannya namun tanpa suatu keterpaduan yang optimal. Oleh
karena itu produk yang dihasilkan belum dapat menjawab tantangan pendayagunaan
sumberdaya kelautan yang ada saat ini.
- Agar pendayagunaan perangkat yang telah ada dapat dioptimalkan, diperlukan sistem
integrator dan NMS-DBMS. Pembangunan sistem integrator dan NMS-DBMS
dilakukan dengan pendekatan sistem atas dasar kebutuhan operasi.

Mengingat bahwa kerugian negara yang ditimbulkan beberapa aktifitas illegal di atas dan
di bawah permukaan laut sudah demikian besar maka disarankan agar upaya mengangkat
permasalahan kelautan yang selama ini telah dilakukan ditindaklanjuti dengan memadukan
secara nayta seluruh sistem dan kemampuan yang telah ada menjadi suatu sistem yang
terpadu.

DAFTAR PUSTAKA

13
Burrough, P.A. et al 1996, Spatial Data Quality and Error Analysis Issues, GIS Functiaon
and Environmental Modelling, in Michael. F. Goodchild, et al (eds) GIS and
Environmental Modelling : Progress and Research issues, GIS World Books, USA.

Bell, S. dan Morse, S., 1999, Sustainability Indicator : Measuring The Immeasurable,
Earthscan Publishing Ltd. London.

Cicin-Sain, Biliana, 1998, Integrated Coastal and Ocean Management : Concept and
Practices, Island Press, Washington D.C.

Department of Fisheries Malaysia, 2001, The Malaysia-Canada M C S (Monitoring Contrrol


& Surveillance) Project, Disampaikan pada Seminar MCS di Persada Executive
Club Jakarta, April 2001.

Dahuri. R. dkk., 1996, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Dahuri, R., 1996, Mengembangkan Keberhasilan Pengelolaan Secara Terpadu, Terjemahan


Lokarya Internasional Tentang Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu di Negara-
Negara Berkembang Daerah Topika, Philipina.

Dahuri, R., 1996, Pengelolaan Perikanan Secara Terpadu yang Tangguh, Suplemen pada
Majalah Mingguan POS DESA edisi 01/tahun ke III, Jakarta.

Jorgensen. S.e. 1998, Fundamental of Ecological Modelling, Elseiver Science, Publishing


Company In, New York.

Hasyim, B. dan Hartuti, M.,2000, Aplikasi Data Inderaja Untuk Prediksi Kondisi
Oseanografi, Makalah pada pelatihan “Marine Techno and Fisheries 2000” seawath
Indonesia BPPT dan Himiteka IPB, Jakarta.

Nurain, A., 1993, Application of Remote Sensing for Identifying and Forcasting Potensial
Fishing Zones in Developing Countries, National Remote Sensing Agency,
Hyderabad.

Widodo. J. et al, 1998, Potensi dan Penyebaran sumberdaya ikan laut di perairan Indonesia,
Komisi Nasional Pengkajian stok sumber daya ikan laut , LIPI, Jakarta.

14
William E.Grant, et al 1997, Ecology and Natural Resources management : System Analysis
and Simulation, John Wiley & sons, Inc, New York 373 pages.

******tono*******

15

Anda mungkin juga menyukai