2.1.1. Definisi
1
(FSH), yang merangsang folikel di salah satu ovarium untuk mulai tumbuh.
Folikel menghasilkan hormon estrogen dan berisi telur yang matang. Ketika telur
matang, kelenjar hipofisis menghasilkan lonjakan luteinizing hormone (LH) yang
menyebabkan folikel pecah dan mengeluarkan telur yang matang (ovulasi).2
Gambar 1. Sperma yang berjalan untuk mencapai sel telur. Telur yang telah dibuahi
terus perjalanan melalui tuba falopi menuju rahim. 3
Pembuahan biasanya terjadi di dalam 1/3 tuba falopi, sperma pria harus
mampu berenang melalui lendir vagina dan serviks, sampai kanal serviks ke
dalam rahim, dan sampai ke tuba falopi, di mana harus menembus sel telur untuk
terjadi pembuahan. Telur yang sudah dibuahi terus berjalan ke rahim dan
melakukan implantasi di lapisan rahim dan terus berkembang.
2.1.2. Klasifikasi
2
a. Intra Corporeal
3
- Artificial Insemination by Husband (AIH) atau homologous artificial
insemination atau pembuahan homolog dengan menggunakan benih dari
suami sendiri. AIH dipraktekkan dengan alasan: Adanya kendala-kendala
fisik maupun psikis dengan cara inseminasi alamiah; Oligospermia;
Suami mengawetkan benihnya sebelum dilakukan vasektomi; Mencegah
risiko yang ditimbulkan perkejaan berisiko oleh industri, bahan kimia
atau radiasi; serta Pemilihan jenis kelamin.
4
tubuh. Setelah bersatunya gamet tersebut, embrio akan bergerak ke dalam
rahim seperti biasa dan begitu seterusnya kehamilan normal terjadi.
Pada GIFT beberapa oosit dan sperma yang diperoleh untuk IVF,
tetapi dipindahkan secara transvaginal dengan panduan ultrasonografi
atau laparoskopi ke tuba fallopi bagian distal, tempat terjadi pembuahan.
Akan tetapi tingkat kelahiran hidup per siklus hanya sekitar 25 hingga
35%.6
b. Extra Corporeal
IVF adalah metode reproduksi dimana sperma pria dan telur wanita
digabungkan di luar tubuh yaitu dalam media di laboratorium. Satu atau
5
lebih embrio dapat ditransfer ke dalam rahim wanita, di mana mereka
dapat berimplantasi di lapisan rahim dan berkembang. IVF dapat
digunakan untuk mengobati infertilitas karena oligospermia, antibodi
sperma, disfungsi tuba, atau endometriosis serta infertilitas yang tidak
dapat dijelaskan.6
6
- Embryo culture: Setelah sperma ditambahkan, oosit dikultur selama
sekitar 2 hingga 5 hari.
7
Gambar 2. Intracytoplasmic sperm injection (ICSI), yaitu menginjeksikan secara
langsung sperma ke dalam ovum.7
Pada 2014, lebih dari dua pertiga dari semua siklus ART di AS
melibatkan injeksi sperma intracytopalsmic. Tidak ada manfaat
menggunakan injeksi sperma intracytoplasmic. pada pasangan dengan
hasil oosit rendah atau usia ibu lanjut. Jika infertilitas pasangan melibatkan
wanita,> 30 dari prosedur ini harus dilakukan untuk membuat satu
kehamilan tambahan mungkin terjadi. Dengan demikian, biaya tambahan
dan risiko injeksi sperma intracytoplasmic harus dipertimbangkan ketika
memutuskan apakah akan menggunakannya.6,7
8
Risiko cacat lahir dapat meningkat setelah injeksi sperma
intracytoplasmic, mungkin terjadi karena hal berikut:
- Prosedur itu sendiri dapat merusak sperma, sel telur, atau embrio.
a. Persiapan pasien
1. Sperma.
2. Sel telur atau oosit.
3. Rahim atau uterus.
9
kondisi kesehatan yang dapat mempengaruhi . Sebelum melakukan
program teknologi reproduksi berbantu, pasien perlu menjalani beberapa tes,
antara lain: 8
1. Laki-laki:
- Analisis sperma.
- Pemeriksaan hormon: FSH, testosteron, prolaktin.
- Antibodi antisperma.
- Hepatitis B, Hepatitis C, Klamidia, HIV.
2. Wanita:
- Histeroskopi.
- Pemeriksaan hormon: FSH, LH, estradiol, prolaktin.
- Uji Lab : TORCH, Hepatitis B, Hepatitis C, HIV.
- Tuberkulosis Pelvis.
- Infertilitas disebabkan oleh faktor pria yang tidak dapat dikoreksi dengan
tindakan operatif/ medikamentosa atau tidak dapat diatasi dengan tindakan
inseminasi intra uterine.
- Infertilitas disebabkan oleh faktor tuba yang tidak dapat dikoreksi atau setelah
dilakukan operasi rekonstruksi dalam waktu 1 tahun tidak terjadi kehamilan.
10
- Infertilitas disebabkan oleh endometriosis yang tidak dapat dikoreksi atau
setelah dikoreksi dengan tindakan operasi dilanjutkan inseminasi intra uterine
(IUI) tetapi tidak terjadi kehamilan.
- Infertilitas yang tidak terjelaskan dalam waktu 3 tahun dan tindakan
medikamentosa maupun inseminasi intra uterine tidak menghasilkan
kehamilan.
- Kegagalan fungsi ovarium karena proses kanker dimana sebelumnya sel telur
atau embrio telah dibekukan.
- Adanya penyakit yang diturunkan secara genetik (single gene disease).
Pemeriksaan hormonal pada hari ketiga haid (FSH dan E2) dapat
menentukan respon terhadap stimulasi ovarium dan berhubungan dengan
keberhasilan program teknologi reproduksi berbantu. Nilai FSH > 12 IU/ml dan
E2 > 80 pg/ml mencerminkan respon yang buruk terhadap stimulasi ovarium dan
terjadinya kehamilan.
b. Stimulasi ovarium
Selama stimulasi ovarium, juga dikenal sebagai induksi ovulasi, obat atau
"obat kesuburan," digunakan untuk merangsang beberapa ovum untuk tumbuh
dalam ovarium dari pada hanya satu ovum yang biasanya berkembang setiap
bulan. Tujuan dalam menstimulasi lebih dari satu ovum karena beberapa telur
dapat tidak melakukan fertilisasi atau tidak berkembang secara normal setelah
pembuahan.9
11
(hMG) (GnRH) agonists
Follicle-stimulating hormone GnRH antagonists
(FSH)
Luteinizing hormone (LH)
Human chorionic gonadotropin
(hCG)
Clomiphene citrate
Letrozole
Gambar 3. Folikel ovarium yang distimulasi oleh obat-obatan. Area gelap melingkar
adalah folikel.2
12
Ketepatan waktu adalah sangat penting dalam siklus IVF. Ovarium
dievaluasi selama pengobatan dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG) vagina
untuk memantau perkembangan folikel ovarium. Sampel darah diambil untuk
mengukur respon terhadap obat stimulasi ovarium. Biasanya, tingkat estrogen
meningkat seiring folikel berkembang, dan tingkat progesteron rendah sampai
setelah ovulasi.2
Sampai dengan 20% kasus dari siklus IVF sering dibatalkan sebelum pada
tahap pengambilan telur. Siklus IVF dapat dibatalkan karena berbagai alasan,
biasanya karena jumlah yang tidak memadai dari folikel berkembang. Tingkat
pembatalan karena respon yang rendah terhadap obat ovulasi meningkat dengan
usia wanita, terutama setelah usia 35 tahun. Kadang-kadang, siklus dapat
dibatalkan untuk mengurangi risiko sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS).
Pengobatan dengan agonis GnRH atau antagonis GnRH mengurangi
kemungkinan lonjakan LH prematur dari kelenjar hipofisis, dan dengan demikian
mengurangi risiko ovulasi dini.
13
hormon estradiol. Pengaturan dosis obat, kegagalan stimulasi, penentuan waktu
oocyte retrieval sangat tergantung dari monitoring ini. Untuk maturasi oosit 34-36
jam sebelum dilakukan oocyte retrieval dilakukan penyuntikan hCG rekombinan.
Caranya:
2. Pemeriksaan USG dilakukan pada hari ketiga untuk memastikan tidak terjadi
radang atau masalah lain pada ovarium. Sepanjang proses pengovulasian ini
juga, keadaan ovarium dan hormon-hormon diperiksa berkala untuk
mengantisipasi masalah yang bisa terjadi.
5. Tetapi, jika pengeluaran telur yang terlalu banyak juga bisa menjadi penyebab
prosesART dihentikan. Hal ini demikian karena risiko sindrom hiperstimulasi
(hyperstimulation syndrome) menjadi sangat tinggi.
14
untuk pengambilan ovum dengan rawat jalan. Probe USG diarahkan ke dalam
vagina untuk mengidentifikasi kondisi dan lokasi folikel. Pengambilan sel telur
dilakukan bila telah dijumpai minimal 3 buah folikel berdiameter 20 mm.2
Beberapa wanita mengalami kram pada hari pengambilan, tapi keluhan ini
biasanya berkurang pada hari berikutnya. Perasaan kenyang dan/atau tekanan
dapat berlangsung selama beberapa minggu setelah prosedur karena ovarium tetap
membesar. Dalam beberapa keadaan, salah satu atau kedua ovarium tidak dapat
diakses oleh USG transvaginal. Hal tersebut dapat dilakukan dengan laparoskopi,
yang dapat digunakan untuk mengambil sel telur menggunakan teleskop kecil
yang dimasukkan melalui umbilikus.10
Cara:
1. Pengumpulan telur dilakukan menggunakan USG sebagai panduan. Proses ini
dilakukan dengan satu pembedahan kecil dengan anestesi lokal (local
anaesthetic) atau analgesik saja. Probe USG beserta jarum khusus
dimasukkan melalui vagina. Telur-telur matang kelihatan pada monitor
sebagai bulatan hitam.
15
Gambar 4. Pengambilan sel telur melalui vagina dengan Ultrasound-guided
needle.2
d. Persiapan Sperma
Pada kasus dimana sperma tidak bisa didapatkan dari ejakulasi, maka
pengambilan sperma akan dilakukan melalui epididymis atau testis. Biasanya hal
ini dilakukan pada kondisi azoospermia (baik obstruksi maupun non obstruksi),
disfungsiereksi atau kegagalan ejakulasi. Berbagai tindakan operatif pengambilan
sperma antara lain: 2
16
e. Fertilisasi dan Kultur embrio
17
fertilisasi tidak terjadi sama sekali, meskipun telah menggunakan ICSI. Dua hari
setelah pengambilan sel telur, sel telur yang dibuahi telah membelah menjadi
embrio 2 sel sampai 4 sel.
Gambar 6. Sel Telur yang Sudah Dibuahi Membelah Menjadi Embrio dengan 2 Sel. 2
Apabila embrio sulit untuk keluar dari zona pelusidanya, maka dapat
dilakukan dengan Assisted hatching (AH). AH adalah prosedur mikromanipulasi
di mana membuat lubang di zona pelusida sebelum transfer embrio untuk
memfasilitasi penetasan embrio. AH dapat digunakan untuk wanita yang lebih tua
atau pasangan yang telah memiliki riwayat gagal IVF sebelumnya. Meskipun
demikian belum ada keuntungan yang nyata dari penggunaan AH untuk
18
meningkatkan peluang kehamilan dan angka lahir hidup pada kelompok pasien
yang menjalani IVF.2
f. Transfer embrio
19
Gambar 7. Transfer embrio melalui vagina pada IVF.2
- Donasi sperma
- Donasi Telur
- Surrogates and Gestational Carriers
- Donasi Embrio
20
memiliki risiko bisa diturunkan ke anaknya. Pada banyak kasus, donasi sperma
didapatkan dari bank sperma. Dimana baik sperma maupun sel telur harus
melewati screening genetik dan pemeriksaan medikal yang ketat, termasuk uji
penyakit menular seksual untuk menjaga kualitasnya.2
a. Donasi sperma
Donasi sperma dari bank sperma biasanya dalam bentuk beku dan telah
dikarantina hingga 6 bulan. Donasi sperma umumnya akan dites kembali dari
penyaikit infeksi menular seksual seperti Human Immunodeviciency Virus (HIV).
Tidak seperti pada IUI, penggunaan donasi sperma beku pada siklus IVF dapat
dilakukan dan tidak mengurangi peluang terjadinya kehamilan.2
b. Donasi Telur
Proses ini bisa menjadi pilihan ketika seorang wanita tidak menghasilkan
telur sehat yang dapat dibuahi atau wanita dengan rahim yang tidak mampu
menerima dengan baik hasil pembuahan dari sel telurnya sendiri. Tidak seperti
donasi sperma, sel telur tidak bisa dibekukan dan dikarantina terlebih dahulu.
Donasi telur jauh lebih kompleks daripada donasi sperma. Wanita sebagai donatur
sel telur menjalani siklus IVF yang sama seperti biasa, dimulai dari langkah
superovulasi dan pengambilan sel telur. Sel telur yang disumbangkan donatur
kemudian dapat dibuahi oleh sperma dari pasangan wanita resipien. Embrio yang
dihasilkan ditempatkan ke dalam rahim wanita resipien, yang telah dibuat reseptif
untuk implantasi karena telah melalui perawatan hormon.2,9
21
Donasi telur mungkin sangat membantu untuk wanita yang:
Bagaimana pun, angka kelahiran hidup ditemukan cukup tinggi dari donasi
telur, hingga mencapai 50% secara nasional di United State. Teknik ini
menawarkan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Donasi telur telah digunakan
sekitar 10% dari total seluruh siklus ART di United State.2
Jika seorang wanita tidak dapat melakukan kehamilan sampai akhir, dia
dan pasangannya dapat memilih ibu pengganti atau kehamilan. Seorang pengganti
adalah seorang wanita yang diinseminasi dengan sperma dari pasangan pria
pasangan tersebut. Anak yang dihasilkan akan secara biologis terkait dengan ibu
pengganti dan dengan pasangan pria. Pengganti bisa digunakan ketika betina
pasangan tidak menghasilkan telur sehat yang bisa dibuahi.
d. Donasi Embrio
22
yang telah menjalani IVF dan menyelesaikan keluarga mereka terkadang memilih
untuk menyumbangkan sisa embrio mereka. Lembaga donasi embrio, seperti
National Embryo Donation Center memiliki kebijakan menyimpan embrio beku
ini dan menengahi adopsi dengan wanita atau pasangan penerima. Komunikasi
antara donasi dan pasangan adopsi dapat berkisar dari anonim hingga hubungan
terbuka penuh.2,9
- Dia atau pasangannya mandul dan mencari alternatif untuk ART lain.
- IVF telah berulang kali gagal.
- Dia atau pasangannya mengkhawatirkan atau berisiko tinggi untuk menularkan
kelainan genetik.
23
2.1.5. Preimplatation Genetic Diagnosis (PGD)
PGD bukan merupakan bagian teknik ART yang rutin diterapkan pada
IVF, baik karena alasan etika kedokteran dan keagamaan maupun alasan
keterbatasan alat. PGD dilakukan untuk menyaring penyakit bawaan atau genetik.
Dalam PGD, satu atau dua sel dikeluarkan dari perkembangan embrio dan diuji
untuk penyakit genetik tertentu. Embrio yang tidak memiliki gen yang terkait
dengan penyakit yang dipilih untuk transfer ke rahim.2
a. Setelah IVF, pada hari ketiga, biopsi dilakukan pada embrio yang mempunyai
8 sel.
b. Blastomer (sel tunggal) dikeluarkan untuk pemeriksaan (diagnosis) molekul.
c. Biopsi dilakukan dengan melubangi selaput sel lalu satu sel di ambil untuk di
lakukan diagnosis.
d. Embrio dikultur dan dibiarkan terus membelah dan membesar (tidak ada
masalah mengeluarkan satu sel pada embrio tersebut).
e. Setelah dipastikan embrio yang diperiksa bebas penyakit genetik, embrio
tersebut akan dipindahkan ke dalam rahim.
24
mungkin melibatkan skrining genetik praimplantasi untuk menyingkirkan
diagnosis genetik aneuploidi dan atau praimplantasi untuk memeriksa gangguan
herediter serius yang spesifik. Jika hasil tes ditunda, blastokista dapat dibekukan
dan ditransfer dalam siklus berikutnya setelah hasilnya diketahui.6
2.1.6. Cryopreservation
Juga harus dicatat bahwa semakin banyak pusat ART yang menawarkan
cryopreserving oosit (sel telur) sebelum pembuahan. Hal ini dilakukan paling
sering pada wanita muda yang akan menjalani perawatan atau prosedur yang
25
mungkin mempengaruhi kesuburan pada masa depan mereka, contohnya seperti
kemoterapi untuk kanker. Namun, cara itu juga digunakan untuk pasangan yang
tidak ingin membekukan embrio karena khawatir kelangsungan hidup mereka
selama pembekuan dan pencairan atau dilema tentang apa yang harus dilakukan
pada sisa embrio setelah mereka menyelesaikan keluarga mereka.
2.1.7. Risiko
Risiko medis ART tergantung pada setiap langkah spesifik prosedur yang
digunakan. Berikut ini adalah beberapa risiko utama prosedur ART: 11,12
Pada kasus OHSS yang moderat, akumulasi cairan terjadi lenih masif dan
gejala gastrointestinal lebih tampak. Pada kasus ini, pasien perlu dimonitor lebih
sering, namun masih bisa diterapi lewat rawat jalan, dimana kondisi akan
membaik dalam beberapa minggu perawatan.
26
(darah beku), gagal ginjal hingga stroke dan kematian. OHSS yang berat
memerlukan rawat inap sampai gejala dapat ditangani atau program IVF atau
GIFT mungkin dihentikan. Apabila kehamilan tetap berlangsung, gejala OHSS
dapat memberat. Pada keadaan ini, terkadang kehamilan dipertimbangkan untuk
diterminasi pada kasus yang berat.2
b. Cacat genetik
Meskipun risiko cacat genetik ada, khusus pada prosedur ekstra corporal
embrio dapat diuji terlebih dahulu untuk mengetahui cacat genetik sebelum
transfer dan implantasi melalui Preimplatation Genetic Diagnosis (PGD). Cacat
lahir mungkin sedikit lebih umum setelah teknik IVF berkembang, tetapi para ahli
tidak yakin apakah peningkatan risiko disebabkan oleh IVF atau faktor-faktor
yang berkontribusi pada infertilitas; dimana infertilitas itu sendiri meningkatkan
risiko cacat lahir. Namun, berdasarkan laporan pada awal 2018, mayoritas> 7 juta
anak yang lahir setelah IVF tidak memiliki cacat lahir.6
c. Kanker Ovarium
27
yang jarang, infeksi juga dapat terjadi pada proses pengambilan sel telur maupun
transfer embrio.13
e. Kehamilan ganda
Sama seperti dengan teknik stimulasi kehamilan lain, risiko mendapat anak
kembar meningkat. Mungkin keadaan ini satu perkara yang menggembirakan.
Tetapi kehamilan kembar terutamanya tiga atau lebih mendatangkan beberapa
risiko. Diantaranya kemungkinan kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan
keguguran. Oleh sebab itu, kebanyakan klinik kini hanya memindahkan tiga
embrio ke dalam rahim pasien. Meskipun ART dapat menyebabkan kehamilan
multi fetal, tetapi risikonya jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan stimulasi
ovarium terkontrol saja.11,12
Secara umum risiko kehamilan luar rahim (ektopik) dalam program IVF
atau GIFT adalah lebih kurang 5%. Kehamilan ektopik yang diketahui setelah
USG sekitar 15% pada wanita dibawah usia 35 tahun, 25% pada usia 40, dan
35% pada usia 42 tahun ke atas. Tetapi keadaan ini bukanlah murni disebabkan
prosedur tersebut, tetapi karena wanita yang menjalani program IVF sebelumnya
telah mengalami masalah pada rahim.2
g. Masalah Keuangan
h. Ketegangan psikologi
Program ini memerlukan komitmen emosi yang tinggi karena itu merupakan
program yang tidak selalu berhasil. Harapan yang diberikan pasien adalah tinggi
28
tetapi hasilnya lebih kerap menemui kegagalan daripada keberhasilan dalam setiap
program yang dijalani.
Selama tahun 2015 di United State, terdapat total 182.111 pasangan yang
menjalani prosedur ART. Dari prosedur ini dihasilkan 59.334 persalinan dengan
lahir hidup. Secara nasional, rasio perempuan yang mengikuti prosedur ART per 1
juta perempuan usia subur (15-44 tahun) sekitar 2.832 orang.
29
Pada pasien yang menggunkan embrio segar dari sel telurnya sendiri
dalam proses transfer embrio, jumlah embrio yang perlu ditransferkan meningkat
seiring usia dari perempuan (1,6 pada wanita usia <35 tahun, 1,8 pada perempuan
usia 35-37 tahun, dan 2,3 pada usia perempuan usia >37 tahun). Prosedur ART
menyumbang 1,7% dari seluruh kelahiran bayi di United States .
30
DAFTAR PUSTAKA
31
facts.org/globalassets/rf/news-and-publications/bookletsfact-sheets/
english-fact-sheets-and-info-booklets/booklet_intracytoplasmic_sperm_
injection.pdf
10. Centers for Disease Control and Prevention, American Society for
Reproductive Medicine, Society for Assisted Reproductive Technology.
2013 Assisted Reproductive Technology National Summary Report.
Atlanta (GA): US Dept of Health and Human Services; 2015
32
facts.org/globalassets/rf/news-and-publications/bookletsfact-sheets/
english-fact-sheets-and-info-booklets/booklet_laparoscopy_and_
hysteroscopy.pdf
33