Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TEKNOLOGI REPRODUKSI BERBANTU

2.1. Teknologi Reproduksi Berbantu

Teknologi reproduksi berbantu atau Assisted Reproductive Technology


(ART) mencakup semua perawatan dari segala bentuk gangguan infertilitass di
mana sel telur dan sperma keduanya ditangani di luar tubuh manusia, seperti
fertilisasi in vitro (IVF), injeksi sperma intracytoplasmic (ICSI), zygote
intrafallopian transfer (ZIFT), frozen embryo transfer (FET). dan lainnya. Dalam
pengobatan ART, seorang wanita akan melakukan suntikan hormon untuk
menginduksi pertumbuhan simultan dan pematangan dari sel telur (biasanya 10-
15 oosit). Kemajuan tersebut dipantau dengan tes darah dan pemeriksaan USG.1

Meningkatnya penggunaan teknologi reproduksi berbantu selama dua


dekade terakhir telah memungkinkan ribuan pasangan infertil untuk memiliki
anak, saat ini mencapai 1% dari semua kelahiran dan 18% dari kelahiran kembar
di Amerika Serikat. Prosedur ART secara signifikan meningkatkan risiko
kehamilan kembar, baik monokorion dan dikorion, dengan risiko yang terkait
dengan kehamilan ini. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan peningkatan
risiko kelainan kromosom, berat lahir rendah, dan kelahiran prematur. Beberapa
hasil ART juga menunjukkan hubungan antara penggunaan IVF dan cacat lahir,
hasil perkembangan saraf yang merugikan, preeklamsia, kematian perinatal,
plasenta previa, dan peningkatan kelahiran sesar.1

2.1.1. Definisi

Teknologi reproduksi berbantu atau ART adalah teknologi yang membantu


sistem reproduksi manusia yang seharusnya terjadi secara natural. Sistem
reproduksi yang terjadi secara natural yaitu ketika semen pria yang diejakulasikan
ke dalam vagina wanita saat ovulasi. Ovulasi adalah peristiwa yang kompleks
dikendalikan oleh kelenjar hipofisis, yang merilis follicle-stimulating hormone

1
(FSH), yang merangsang folikel di salah satu ovarium untuk mulai tumbuh.
Folikel menghasilkan hormon estrogen dan berisi telur yang matang. Ketika telur
matang, kelenjar hipofisis menghasilkan lonjakan luteinizing hormone (LH) yang
menyebabkan folikel pecah dan mengeluarkan telur yang matang (ovulasi).2

Gambar 1. Sperma yang berjalan untuk mencapai sel telur. Telur yang telah dibuahi
terus perjalanan melalui tuba falopi menuju rahim. 3

Pembuahan biasanya terjadi di dalam 1/3 tuba falopi, sperma pria harus
mampu berenang melalui lendir vagina dan serviks, sampai kanal serviks ke
dalam rahim, dan sampai ke tuba falopi, di mana harus menembus sel telur untuk
terjadi pembuahan. Telur yang sudah dibuahi terus berjalan ke rahim dan
melakukan implantasi di lapisan rahim dan terus berkembang.

2.1.2. Klasifikasi

Teknologi reproduksi berbantu atau ART terbagi dua kelompok besar,


yaitu fertilisasi yang terjadi di dalam tubuh (in vivo) atau intra corporeal dan
fertillisasi yang terjadi di luar tubuh (in vitro) atau extra corporeal.

2
a. Intra Corporeal

Teknologi reproduksi berbantu secara Intra Corporeal dapat dibagi


menjadi 2 kelompok, yaitu:

a. Inseminasi buatan (IUI = Intra Uterine Insemination)

Inseminasi buatan maksudnya adalah dengan memasukkan cairan


semen ke dalam rahim wanita untuk menghasilkan kehamilan. Teknik ini
merupakan cara yang paling konvensional. Teknik ini pada umumnya
berhasil dangan baik, tergantung pada keterampilan dokter. Sejauh ini
tidak ada risiko bagi wanita ataupun terdapat cacat pada bayi. IUI paling
efektif untuk mengobati infertilitas pada: 4

- Wanita yang memiliki jaringan parut atau cacat serviks

- Pria yang memiliki jumlah sperma rendah

- Pria yang memiliki sperma dengan mobilitas rendah

- Pria yang tidak bisa ereksi

- Pria yang mengalami ejakulasi mundur, suatu kondisi di mana sperma


mengalami ejakulasi di dalam kandung kemih alih-alih keluar dari penis

- Pasangan yang memiliki kesulitan melakukan hubungan intim

IUI dapat digunakan dalam kombinasi dengan obat-obatan yang


merangsang ovulasi. Kombinasi ini dapat meningkatkan kemungkinan
kehamilan dalam beberapa kasus.5

Keberhasilan IUI tergantung pada penyebab infertilitas pasangan.


Jika inseminasi dilakukan setiap bulan dengan sperma segar atau beku,
tingkat keberhasilan bisa setinggi 20% per siklus. Hasil ini tergantung
pada apakah obat kesuburan digunakan, usia pasangan wanita, dan
diagnosis infertilitas, serta pada faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi keberhasilan siklus. Inseminasi buatan terbagi lagi atas dua
jenis: 4

3
- Artificial Insemination by Husband (AIH) atau homologous artificial
insemination atau pembuahan homolog dengan menggunakan benih dari
suami sendiri. AIH dipraktekkan dengan alasan: Adanya kendala-kendala
fisik maupun psikis dengan cara inseminasi alamiah; Oligospermia;
Suami mengawetkan benihnya sebelum dilakukan vasektomi; Mencegah
risiko yang ditimbulkan perkejaan berisiko oleh industri, bahan kimia
atau radiasi; serta Pemilihan jenis kelamin.

- Artificial Insemination by Donor (AID) = heterologous artificial


insemination atau pembuahan heterolog dengan menggunakan benih
bukan suami sendiri. Teknik ini termasuk ke dalam jenis Third Party
Assisted ART. Meskipun menyentuh ranah etika kedokteran dan
keagamaan, terkadang AID dipraktekkan dengan alasan: suami mandul;
mencegah kemungkinan penyakit turunan; inkomptabilitas rhesus;
oligospermia; wanita tidak menikah menginginkan anak; serta
mengharapkan turunan yang baik.

b. Gamete Intra Fallopian Transfer (GIFT)

Gamet intra fallopian transfer (GIFT) mirip dengan IVF, tapi


gamet (telur dan sperma) yang ditransfer ke saluran tuba bukan ke dalam
rahim, dan pembuahan berlangsung di dalam tuba bukan di laboratorium.
Perbedaan lain adalah bahwa laparoskopi atau prosedur pembedahan,
diperlukan untuk mentransfer sperma dan sel telur ke tuba. GIFT adalah
pilihan hanya untuk wanita yang memiliki saluran tuba normal. Beberapa
pasangan dapat mempertimbangkan GIFT untuk alasan keagamaan karena
telur tidak dibuahi di luar tubuh. Salah satu keterbatasan GIFT adalah
bahwa pembuahan tidak dapat dikonfirmasi.6

Dalam proses GIFT, sperma dan telur akan dicampur dan


kemudian disuntik ke dalam saluran indung telur (tuba falopii). Selepas
dipindahkan, gamet-gamet akan bersatu seperti proses normal dalam

4
tubuh. Setelah bersatunya gamet tersebut, embrio akan bergerak ke dalam
rahim seperti biasa dan begitu seterusnya kehamilan normal terjadi.

Saat ini GIFT mencakup kurang 1% dari semua teknik ART


yang dilakukan di United States. Meskipun GIFT adalah alternatif
untuk IVF, tetapi GIFT semakin jarang digunakan karena tingkat
keberhasilan untuk IVF telah meningkat. GIFT sendiri digunakan paling
sering ketika wanita memiliki salah satu dari yang berikut: 2

- Infertilitas yang tidak dapat dijelaskan


- Fungsi tuba normal plus endometriosis

Pada GIFT beberapa oosit dan sperma yang diperoleh untuk IVF,
tetapi dipindahkan secara transvaginal dengan panduan ultrasonografi
atau laparoskopi ke tuba fallopi bagian distal, tempat terjadi pembuahan.
Akan tetapi tingkat kelahiran hidup per siklus hanya sekitar 25 hingga
35%.6

b. Extra Corporeal

Sedangkan teknologi reproduksi berbantu secara Extra-Corporeal dapat


dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu: terjadi di laboratorium bukan di tuba fallopi,
tetapi sama bahwa sel telur yang dibuahi

a. Zygote Intra Fallopian Transfer (ZIFT)


Prosedur ART lain adalah zigot intrafallopian transfer (ZIFT).
Teknik ini berbeda dari GIFT yaitu fertilisasi yang ditransfer ke dalam
tuba bukan rahim. Prosedur ini juga memerlukan laparoskopi sehingga
tidak banyak dipilih ketimbnag IVF. Saat ini ZIFT mencakup kurang
1% dari semua teknik ART yang dilakukan di United States. 2

b. In Vitro Fertilization (IVF)

IVF adalah metode reproduksi dimana sperma pria dan telur wanita
digabungkan di luar tubuh yaitu dalam media di laboratorium. Satu atau

5
lebih embrio dapat ditransfer ke dalam rahim wanita, di mana mereka
dapat berimplantasi di lapisan rahim dan berkembang. IVF dapat
digunakan untuk mengobati infertilitas karena oligospermia, antibodi
sperma, disfungsi tuba, atau endometriosis serta infertilitas yang tidak
dapat dijelaskan.6

Secara umum prosedur ini biasanya melibatkan beberapa tahapan


sebagai berikut: 2,6

- Controlled ovarian stimulation: Clomiphene ditambah gonadotropin atau


gonadotropin tunggal dapat digunakan. Selain itu agonis atau antagonis
Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) juga dapat diberikan untuk
mencegah ovulasi dini. Setelah pertumbuhan folikel yang cukup, human
Chorionic Gonadotropin (hCG) diberikan untuk memicu pematangan
akhir folikel dan ovulasi. Atau, agonis GnRH dapat digunakan untuk
memicu ovulasi pada wanita berisiko tinggi sindrom hiperstimulasi
ovarium.[H]

- Oocyte retrieval: Sekitar 34 jam setelah hCG diberikan, oosit diambil


dengan tusukan jarum langsung pada folikel, biasanya transvaginal
dengan panduan ultrasonografi atau lebih jarang laparoskopi. Di
beberapa pusat, siklus IVF terjadi secara alami (di mana hanya satu oosit
diambil) ditawarkan sebagai alternatif; tingkat kehamilan dengan teknik
ini lebih rendah dibandingkan dengan pengambilan banyak oosit, tetapi
biaya lebih rendah dan tingkat keberhasilan meningkat.

- Fertilization: Oosit diinseminasi in vitro. Sampel semen biasanya dicuci


beberapa kali dengan media kultur jaringan dan dikonsentrasikan untuk
sperma motil, yang kemudian ditambahkan ke media yang mengandung
oosit. Pada titik ini, teknik injeksi sperma intra sitoplasma (ICSI) atau
injeksi satu sperma ke setiap oosit dapat ditambahkan, terutama jika
spermatogenesis tidak normal pada pasangan pria.

6
- Embryo culture: Setelah sperma ditambahkan, oosit dikultur selama
sekitar 2 hingga 5 hari.

- Embryo transfer: Hanya 1 atau beberapa embrio yang dihasilkan


ditransfer ke rongga rahim, meminimalkan kemungkinan kehamilan
multifetal, risiko terbesar IVF. Jumlah embrio yang ditransfer ditentukan
oleh usia wanita dan kemungkinan respons terhadap IVF. Beberapa atau
semua embrio (terutama jika wanita berisiko tinggi mengalami sindrom
hiperstimulasi ovarium) dapat dibekukan (cryopreserved) dalam nitrogen
cair untuk dipindahkan dalam siklus berikutnya. Ada kecenderungan
yang meningkat untuk menempatkan hanya satu embrio pada setiap
pemindahan dan untuk membekukan embrio yang tersisa untuk
digunakan dalam siklus berikutnya jika kehamilan tidak terjadi.

c. Assisted fertilization : Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI)

Teknik ICSI hampir mirip dengan IVF konvensional, dimana


sperma langsung disuntikkan ke dalam setiap telur yang matang. Di
Amerika Serikat, ICSI dilakukan di sekitar 60% dari siklus ART. ICSI
biasanya dilakukan ketika ada kemungkinan fertilisasi berkurang
(misalnya kualitas semen yang jelek, riwayat gagal fertilisasi dalam siklus
IVF sebelumnya). Secara keseluruhan, tingkat kehamilan dan persalinan
dengan ICSI adalah sama dengan tingkat IVF yang dilakukan secara
konvensional.7

7
Gambar 2. Intracytoplasmic sperm injection (ICSI), yaitu menginjeksikan secara
langsung sperma ke dalam ovum.7

Pada umumnya teknik ICSI berguna saat kondisi khusus, yaitu: 6

- Teknik lain tidak berhasil atau tidak mungkin demikian.


- Gangguan sperma parah hadir.

Pada psosesnya, oosit yang diperoleh untuk IVF. Satu sperma


disuntikkan ke setiap oosit yang matang untuk menghindari pembuahan
oleh sperma yang abnormal. Embrio kemudian dikultur dan dipindahkan
untuk IVF.

Pada 2014, lebih dari dua pertiga dari semua siklus ART di AS
melibatkan injeksi sperma intracytopalsmic. Tidak ada manfaat
menggunakan injeksi sperma intracytoplasmic. pada pasangan dengan
hasil oosit rendah atau usia ibu lanjut. Jika infertilitas pasangan melibatkan
wanita,> 30 dari prosedur ini harus dilakukan untuk membuat satu
kehamilan tambahan mungkin terjadi. Dengan demikian, biaya tambahan
dan risiko injeksi sperma intracytoplasmic harus dipertimbangkan ketika
memutuskan apakah akan menggunakannya.6,7

8
Risiko cacat lahir dapat meningkat setelah injeksi sperma
intracytoplasmic, mungkin terjadi karena hal berikut:

- Prosedur itu sendiri dapat merusak sperma, sel telur, atau embrio.

- Sperma dari pria yang memiliki mutasi kromosom Y digunakan. Dimana


cacat lahir yang paling banyak dilaporkan adalah saluran reproduksi pria.

2.1.3. Prosedur Pelaksanaan

a. Persiapan pasien

Persiapan sebelum prosedur ART sama pentingnya dengan saat prosedur


ART itu sendiri. Sebelum melakukan teknologi reproduksi berbantu, perlu
diperhatikan tiga hal sebagai berikut: 8

1. Sperma.
2. Sel telur atau oosit.
3. Rahim atau uterus.

Uji kapasitas ovarium direkomendasikan untuk memprediksi bagaimana


ovarium berespon terhadap pengobatan fertilitas. Kapasitas ovarium dapat dinilai
dari pengukuran kadar FSH dan estradiol di hari kedua atau ketiga siklus
menstruasi, pengukuran kadar antimüllerian hormone (AMH), clomiphene citrate
challenge test (CCCT), atau menghitung jumlah folikel kecil di ovarium (antral
follicle count). Peningkatan kadar FSH dan/ atau estradiol, antral follicle count
yang minimal, dan kadar AMH yang rendah berkorelasi dengan penurunan angka
kehamilan, terutama pada wanita di atas usia 35 tahun. Kemungkinan
abnormalitas pada cavum uterin seperti fibrosis, polip, atau septum dan sumbatan
pada tuba falopi juga harus dicari dan bila ada harus dikoreksi terlebih dahulu
sebelum dilakukan IVF atau GIFT.2

Begitu pula analisis sperma, perlu dilakukan sebelum prosedur


ART dimulai. Jika ditemukan kelainan maka perlu dikonsultasikan ke
spesialis infertilitas pria jika terdapat masalah yang bisa dikoreksi atau

9
kondisi kesehatan yang dapat mempengaruhi . Sebelum melakukan
program teknologi reproduksi berbantu, pasien perlu menjalani beberapa tes,
antara lain: 8

1. Laki-laki:
- Analisis sperma.
- Pemeriksaan hormon: FSH, testosteron, prolaktin.
- Antibodi antisperma.
- Hepatitis B, Hepatitis C, Klamidia, HIV.
2. Wanita:
- Histeroskopi.
- Pemeriksaan hormon: FSH, LH, estradiol, prolaktin.
- Uji Lab : TORCH, Hepatitis B, Hepatitis C, HIV.
- Tuberkulosis Pelvis.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menyebabkan perubahan


dalam tahap program teknologi reproduksi berbantu mulai dari persiapan pasien,
stimulasi ovarium, oocyte retrival, fertilisasi, embryo transfer, luteal support,
cryo preservation, dan pre-implantation genetic diagnosis (PGD). Hal tersebut di
atas dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan sel telur dan embrio yang
banyak serta berkualitas baik sehingga diharapkan dapat meningkatkan
keberhasilan program bayi tabung.2

Sebelum mengikuti program teknologi reproduksi berbantu pasangan


suami-istri harus memenuhi kriteria/ indikasi yaitu:

- Infertilitas disebabkan oleh faktor pria yang tidak dapat dikoreksi dengan
tindakan operatif/ medikamentosa atau tidak dapat diatasi dengan tindakan
inseminasi intra uterine.
- Infertilitas disebabkan oleh faktor tuba yang tidak dapat dikoreksi atau setelah
dilakukan operasi rekonstruksi dalam waktu 1 tahun tidak terjadi kehamilan.

10
- Infertilitas disebabkan oleh endometriosis yang tidak dapat dikoreksi atau
setelah dikoreksi dengan tindakan operasi dilanjutkan inseminasi intra uterine
(IUI) tetapi tidak terjadi kehamilan.
- Infertilitas yang tidak terjelaskan dalam waktu 3 tahun dan tindakan
medikamentosa maupun inseminasi intra uterine tidak menghasilkan
kehamilan.
- Kegagalan fungsi ovarium karena proses kanker dimana sebelumnya sel telur
atau embrio telah dibekukan.
- Adanya penyakit yang diturunkan secara genetik (single gene disease).

Pemeriksaan hormonal pada hari ketiga haid (FSH dan E2) dapat
menentukan respon terhadap stimulasi ovarium dan berhubungan dengan
keberhasilan program teknologi reproduksi berbantu. Nilai FSH > 12 IU/ml dan
E2 > 80 pg/ml mencerminkan respon yang buruk terhadap stimulasi ovarium dan
terjadinya kehamilan.

Analisa sperma dilakukan untuk merencanakan tindakan fertilisasi yang


akan dilakukan apakah IVF secara konvensional atau dengan menggunakan teknik
intra cytoplasma sperm injection (ICSI).2

b. Stimulasi ovarium

Selama stimulasi ovarium, juga dikenal sebagai induksi ovulasi, obat atau
"obat kesuburan," digunakan untuk merangsang beberapa ovum untuk tumbuh
dalam ovarium dari pada hanya satu ovum yang biasanya berkembang setiap
bulan. Tujuan dalam menstimulasi lebih dari satu ovum karena beberapa telur
dapat tidak melakukan fertilisasi atau tidak berkembang secara normal setelah
pembuahan.9

Tabel 1. Obat-obatan untuk menginduksi ovulasi.9

Medications for Ovarian Medications to Prevent Premature


Stimulation Ovulation
 Human menopausal gonadotropin  Gonadotropin-releasing hormone

11
(hMG) (GnRH) agonists
 Follicle-stimulating hormone  GnRH antagonists
(FSH)
 Luteinizing hormone (LH)
 Human chorionic gonadotropin
(hCG)
 Clomiphene citrate
 Letrozole

Clomiphene citrate dan letrozole dapat diberikan secara oral sedangkan


obat lain yang tercantum diberikan melalui injeksi. Obat-obat oral kurang kuat
dibandingkan obat injeksi dan tidak seperti yang umum digunakan dalam siklus
ART. Tidak ada bukti bahwa salah satu obat injeksi lebih unggul daripada yang
lain.9

Gambar 3. Folikel ovarium yang distimulasi oleh obat-obatan. Area gelap melingkar
adalah folikel.2

12
Ketepatan waktu adalah sangat penting dalam siklus IVF. Ovarium
dievaluasi selama pengobatan dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG) vagina
untuk memantau perkembangan folikel ovarium. Sampel darah diambil untuk
mengukur respon terhadap obat stimulasi ovarium. Biasanya, tingkat estrogen
meningkat seiring folikel berkembang, dan tingkat progesteron rendah sampai
setelah ovulasi.2

Menggunakan pemeriksaan USG dan tes darah dapat menentukan kapan


folikel siap untuk pengambilan telur. Umumnya, 8 sampai 14 hari stimulasi yang
diperlukan. Ketika folikel siap, hCG atau obat yang menginduksi pematangan
ovarium diberikan. hCG menggantikan lonjakan LH alami dan menyebabkan
tahap akhir dari pematangan sel telur sehingga ovum mampu dibuahi. Ovum yang
diambil sebelum ovulasi terjadi biasanya 34-36 jam setelah injeksi hCG diberikan.

Sampai dengan 20% kasus dari siklus IVF sering dibatalkan sebelum pada
tahap pengambilan telur. Siklus IVF dapat dibatalkan karena berbagai alasan,
biasanya karena jumlah yang tidak memadai dari folikel berkembang. Tingkat
pembatalan karena respon yang rendah terhadap obat ovulasi meningkat dengan
usia wanita, terutama setelah usia 35 tahun. Kadang-kadang, siklus dapat
dibatalkan untuk mengurangi risiko sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS).
Pengobatan dengan agonis GnRH atau antagonis GnRH mengurangi
kemungkinan lonjakan LH prematur dari kelenjar hipofisis, dan dengan demikian
mengurangi risiko ovulasi dini.

Bagaimanapun, lonjakan LH prematur dan ovulasi dini tetap dapat terjadi


pada sebagian kecil kasus pada siklus ART, meskipun telah dihindari dengan
penggunaan beberapa obat tambahan tersebut. Ketika hal ini sampai terjadi,
dimana lonjakan LH diikuti sel telur telah matur, siklus ART terpaksa harus
dibatalkan. Hal ini disebabkan mengumpulkan sel telur dari rongga peritoneal
setelah ovulasi terjadi sangat tidak efisien.2

Selama proses stimulasi ovarium dilakukan tindakan monitoring untuk


memantau jumlah dan pertumbuhan folikel melalui USG serta pemeriksaan

13
hormon estradiol. Pengaturan dosis obat, kegagalan stimulasi, penentuan waktu
oocyte retrieval sangat tergantung dari monitoring ini. Untuk maturasi oosit 34-36
jam sebelum dilakukan oocyte retrieval dilakukan penyuntikan hCG rekombinan.
Caranya:

1. Semasa proses stimulasi ovulasi, beberapa jenis obat digunakan untuk


merangsang ovarium menghasilkan beberapa ovum atau telur matang
dibandingkan hanya satu untuk setiap bulan dalam keadaan normal. Ini
dilakukan karena peluang kehamilan akan meningkat jika lebih banyak
embrio yang dimasukkan ke dalam rahim dalam proses IVF/ICSI. Antara
obat/hormon yang sering digunakan adalah hMG, FSH, hCG dan GnRH.

2. Pemeriksaan USG dilakukan pada hari ketiga untuk memastikan tidak terjadi
radang atau masalah lain pada ovarium. Sepanjang proses pengovulasian ini
juga, keadaan ovarium dan hormon-hormon diperiksa berkala untuk
mengantisipasi masalah yang bisa terjadi.

3. Dengan pengawasan keadaan ovarium dan kandungan hormon, Waktu


terjadinya pematangan telur dapat diperkirakan. Waktu pengambil telur
matang adalah 36-39 jam setelah penyuntikan hormon.

4. Kegagalan teknik ART bisa terjadi bila pengovulasian tidak menghasilkan


jumlah telur yang mencukupi. Hal ini disebabkan karena kegagalan respon
ovarium atas stimulasi yang diberikan dan keadaan ini biasa terjadi pada
wanita berumur.

5. Tetapi, jika pengeluaran telur yang terlalu banyak juga bisa menjadi penyebab
prosesART dihentikan. Hal ini demikian karena risiko sindrom hiperstimulasi
(hyperstimulation syndrome) menjadi sangat tinggi.

c. Pengambilan sel telur

Pengambilan telur biasanya dilakukan dengan transvaginal ultrasound


aspiration, yaitu sebagai salah satu prosedur bedah minor yang dapat dilakukan

14
untuk pengambilan ovum dengan rawat jalan. Probe USG diarahkan ke dalam
vagina untuk mengidentifikasi kondisi dan lokasi folikel. Pengambilan sel telur
dilakukan bila telah dijumpai minimal 3 buah folikel berdiameter 20 mm.2

Selain identifikasi, probe USG juga berfungsi memandu jarum melalui


vagina untuk sampai ke folikel. Melalui jarum yang terhubung dengan alat
penghisap, sel telur akan dihisap (dikeluarkan) dari folikel yang sudah siap.
Pengeluaran beberapa sel telur umumnya dapat diselesaikan dalam waktu kurang
dari 30 menit.

Beberapa wanita mengalami kram pada hari pengambilan, tapi keluhan ini
biasanya berkurang pada hari berikutnya. Perasaan kenyang dan/atau tekanan
dapat berlangsung selama beberapa minggu setelah prosedur karena ovarium tetap
membesar. Dalam beberapa keadaan, salah satu atau kedua ovarium tidak dapat
diakses oleh USG transvaginal. Hal tersebut dapat dilakukan dengan laparoskopi,
yang dapat digunakan untuk mengambil sel telur menggunakan teleskop kecil
yang dimasukkan melalui umbilikus.10

Cara:
1. Pengumpulan telur dilakukan menggunakan USG sebagai panduan. Proses ini
dilakukan dengan satu pembedahan kecil dengan anestesi lokal (local
anaesthetic) atau analgesik saja. Probe USG beserta jarum khusus
dimasukkan melalui vagina. Telur-telur matang kelihatan pada monitor
sebagai bulatan hitam.

2. Cairan folikel yang mengandungi telur matang kemudiannya disedot ke


dalam jarum khusus kemudian ke dalam cawan petri, sebuah demi sebuah.
Teknik yang memerlukan keahlian tinggi ini memerlukan waktu antara 10
hingga 40 menit, bergantung kepada jumlah telur yang ada. Rata-rata
sebanyak 4 hingga 16 buah telur dikumpul dari setiap pasien.

15
Gambar 4. Pengambilan sel telur melalui vagina dengan Ultrasound-guided
needle.2

d. Persiapan Sperma

Pada kasus dimana sperma tidak bisa didapatkan dari ejakulasi, maka
pengambilan sperma akan dilakukan melalui epididymis atau testis. Biasanya hal
ini dilakukan pada kondisi azoospermia (baik obstruksi maupun non obstruksi),
disfungsiereksi atau kegagalan ejakulasi. Berbagai tindakan operatif pengambilan
sperma antara lain: 2

1. Percutaneus Epididymal Sperm Aspiration (PESA)


2. Testicular Sperm Aspiration (TESA)
3. Testicular Sperm Extraction (TESE)
4. Microsurgical Epididymal Sperm Aspiration (MESA)

16
e. Fertilisasi dan Kultur embrio

Setelah sel telur diambil, kemudian diperiksa di laboratorium untuk dinilai


kematangan dan kualitasnya. Sel telur yang matang ditempatkan dalam media
kultur IVF dan dipindahkan ke inkubator untuk menunggu pembuahan oleh
sperma.2

Gambar 5. Sel Telur Matur yang Belum Dibuahi.2

Sperma dipisahkan dari semen, pengambilan sperma ini biasanya


diperoleh melalui masturbasi atau kondom khusus yang digunakan selama
hubungan seksual. Atau, sperma dapat diperoleh dari testis, epididimis, atau vas
deferens dari laki-laki yang memiliki masalah yang disebabkan karena obstruksi
atau kurangnya produksi.

Fertilisasi pada IVF dapat dilakukan secara konvensional dengan


insemination, di mana sperma motil ditempatkan bersama-sama dengan oosit dan
diinkubasi semalam atau dengan intracytoplasmic sperm injection (ICSI).

Apa bila berhasil, visualisasi dari dua pronukleus hari berikutnya


menegaskan telah terjadi pembuahan telur. Salah satu pronukleus berasal dari
telur dan satu dari sperma. Biasanya 65% sampai 75% dari sel telur yang matang
akan terjadi fertilisasi setelah inseminasi atau ICSI. Tingkat yang lebih rendah
dapat terjadi jika sperma dan/atau kualitas sel telur yang buruk. Kadang-kadang,

17
fertilisasi tidak terjadi sama sekali, meskipun telah menggunakan ICSI. Dua hari
setelah pengambilan sel telur, sel telur yang dibuahi telah membelah menjadi
embrio 2 sel sampai 4 sel.

Gambar 6. Sel Telur yang Sudah Dibuahi Membelah Menjadi Embrio dengan 2 Sel. 2

Pada hari ketiga, embrio biasanya berkembang dan akan mengandung


sekitar 6 sampai 10 sel. Pada hari kelima, membentu sebuah cairan rongga di
dalam embrio, dan plasenta dan jaringan janin mulai terpisah. Embrio pada tahap
ini disebut blastocyst. Embrio dapat ditransfer ke rahim setiap saat antara satu dan
enam hari setelah pengambilan sel telur. Jika perkembangan terus berlanjut di
dalam rahim, embrio keluar dari zona pelusida yang melindunginya dan
melakukan implantasi ke dalam dinding rahim sekitar 6 sampai 10 hari setelah
pengambilan sel telur.

Apabila embrio sulit untuk keluar dari zona pelusidanya, maka dapat
dilakukan dengan Assisted hatching (AH). AH adalah prosedur mikromanipulasi
di mana membuat lubang di zona pelusida sebelum transfer embrio untuk
memfasilitasi penetasan embrio. AH dapat digunakan untuk wanita yang lebih tua
atau pasangan yang telah memiliki riwayat gagal IVF sebelumnya. Meskipun
demikian belum ada keuntungan yang nyata dari penggunaan AH untuk

18
meningkatkan peluang kehamilan dan angka lahir hidup pada kelompok pasien
yang menjalani IVF.2

f. Transfer embrio

Setelah terjadi fertilisasi, untuk dilakukannya transfer embrio, langkah


selanjutnya pada IVF yaitu mengidentifikasi serviks menggunakan spekulum
vagina. Satu atau lebih embrio dimasukkan dalam setetes media kultur kemudian
dimasukkan ke dalam transfer kateter (panjang, tipis tabung steril) dengan jarum
suntik pada salah satu ujungnya. Kemudian memandu lembut ujung transfer
kateter melalui serviks dan menempatkan cairan yang mengandung embrio ke
dalam rongga rahim atau ke dalam tuba pada beberapa jenis ART. Prosedur ini
biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, meskipun beberapa wanita mengalami
kram ringan.2

Jumlah maksimum embrio yang ditransfer berdasarkan usia pasien dan


karakteristik embrio. Karena setiap embrio memiliki probabilitas yang berbeda
dalam implantasi dan perkembangannya, jumlah embrio yang ditransfer harus
ditentukan untuk setiap pasien, dengan mempertimbangkan kemungkinan
mencapai kehamilan berdasarkan jumlah embrio yang ditransfer ditimbang
terhadap risiko kehamilan multipel.

19
Gambar 7. Transfer embrio melalui vagina pada IVF.2

2.1.4. Third Party Assisted ART

Ketika pasangan tidak mencapai kehamilan dari perawatan infertilitas atau


ART konvensional, mereka dapat memilih untuk menggunakan metode ART yang
dibantu pihak ketiga untuk hamil. Bantuan dapat terdiri dari: 9

- Donasi sperma
- Donasi Telur
- Surrogates and Gestational Carriers
- Donasi Embrio

Pasangan umumnya memilih metode donasi jika terdapat masalah pada


sperma maupun telur pasangannya, atau bila terdapat kelainan genetik yang

20
memiliki risiko bisa diturunkan ke anaknya. Pada banyak kasus, donasi sperma
didapatkan dari bank sperma. Dimana baik sperma maupun sel telur harus
melewati screening genetik dan pemeriksaan medikal yang ketat, termasuk uji
penyakit menular seksual untuk menjaga kualitasnya.2

a. Donasi sperma

Pasangan dapat memilih untuk sperma yang disumbangkan jika seorang


pria tidak menghasilkan sperma, menghasilkan jumlah sperma yang sangat
rendah, atau memiliki penyakit genetik. Sperma yang disumbangkan dapat
digunakan dengan IUI atau dengan IVF.9

Donasi sperma dari bank sperma biasanya dalam bentuk beku dan telah
dikarantina hingga 6 bulan. Donasi sperma umumnya akan dites kembali dari
penyaikit infeksi menular seksual seperti Human Immunodeviciency Virus (HIV).
Tidak seperti pada IUI, penggunaan donasi sperma beku pada siklus IVF dapat
dilakukan dan tidak mengurangi peluang terjadinya kehamilan.2

b. Donasi Telur

Proses ini bisa menjadi pilihan ketika seorang wanita tidak menghasilkan
telur sehat yang dapat dibuahi atau wanita dengan rahim yang tidak mampu
menerima dengan baik hasil pembuahan dari sel telurnya sendiri. Tidak seperti
donasi sperma, sel telur tidak bisa dibekukan dan dikarantina terlebih dahulu.
Donasi telur jauh lebih kompleks daripada donasi sperma. Wanita sebagai donatur
sel telur menjalani siklus IVF yang sama seperti biasa, dimulai dari langkah
superovulasi dan pengambilan sel telur. Sel telur yang disumbangkan donatur
kemudian dapat dibuahi oleh sperma dari pasangan wanita resipien. Embrio yang
dihasilkan ditempatkan ke dalam rahim wanita resipien, yang telah dibuat reseptif
untuk implantasi karena telah melalui perawatan hormon.2,9

21
Donasi telur mungkin sangat membantu untuk wanita yang:

- Memiliki insufisiensi ovarium primer


- Pernah menjalani kemoterapi atau terapi radiasi
- Pernah menjalani operasi pengangkatan ovarium
- Lahir tanpa ovarium
- Pembawa penyakit genetik yang diketahui
- Tidak subur karena kualitas telur yang buruk
- Telah menopause

Bagaimana pun, angka kelahiran hidup ditemukan cukup tinggi dari donasi
telur, hingga mencapai 50% secara nasional di United State. Teknik ini
menawarkan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Donasi telur telah digunakan
sekitar 10% dari total seluruh siklus ART di United State.2

c. Surrogates and Gestational Carrier

Jika seorang wanita tidak dapat melakukan kehamilan sampai akhir, dia
dan pasangannya dapat memilih ibu pengganti atau kehamilan. Seorang pengganti
adalah seorang wanita yang diinseminasi dengan sperma dari pasangan pria
pasangan tersebut. Anak yang dihasilkan akan secara biologis terkait dengan ibu
pengganti dan dengan pasangan pria. Pengganti bisa digunakan ketika betina
pasangan tidak menghasilkan telur sehat yang bisa dibuahi.

Pembawa kehamilan diimplantasikan dengan embrio yang secara biologis


tidak berhubungan dengannya. Alternatif ini dapat digunakan ketika seorang
wanita menghasilkan telur yang sehat tetapi tidak dapat membawa kehamilan
sampai cukup bulan. Jika diperlukan, donasi telur atau sperma juga dapat
digunakan dalam situasi ini.9

d. Donasi Embrio

Donasi embrio, kadang-kadang disebut adopsi embrio, memungkinkan ibu


penerima untuk mengalami kehamilan dan melahirkan anak angkatnya. Pasangan

22
yang telah menjalani IVF dan menyelesaikan keluarga mereka terkadang memilih
untuk menyumbangkan sisa embrio mereka. Lembaga donasi embrio, seperti
National Embryo Donation Center memiliki kebijakan menyimpan embrio beku
ini dan menengahi adopsi dengan wanita atau pasangan penerima. Komunikasi
antara donasi dan pasangan adopsi dapat berkisar dari anonim hingga hubungan
terbuka penuh.2,9

Alasan seorang wanita dapat memilih adopsi embrio meliputi:

- Dia atau pasangannya mandul dan mencari alternatif untuk ART lain.
- IVF telah berulang kali gagal.
- Dia atau pasangannya mengkhawatirkan atau berisiko tinggi untuk menularkan
kelainan genetik.

Embrio yang disumbangkan ditransfer ke rahim penerima. Menurut CDC,


50% transfer dengan sumbangan embrio beku menghasilkan kehamilan, dan 40%
menghasilkan kelahiran hidup.10

Diagram 1. Persentase transfer Embrio Segar dan Embrio Donor. 10

23
2.1.5. Preimplatation Genetic Diagnosis (PGD)

PGD bukan merupakan bagian teknik ART yang rutin diterapkan pada
IVF, baik karena alasan etika kedokteran dan keagamaan maupun alasan
keterbatasan alat. PGD dilakukan untuk menyaring penyakit bawaan atau genetik.
Dalam PGD, satu atau dua sel dikeluarkan dari perkembangan embrio dan diuji
untuk penyakit genetik tertentu. Embrio yang tidak memiliki gen yang terkait
dengan penyakit yang dipilih untuk transfer ke rahim.2

Prosedur ini memerlukan peralatan dan pengalaman khusus bersama-sama


dengan IVF. Beberapa pasangan, terutama mereka yang pembawa penyakit
genetik, pertimbangkan untuk melakukan skrining embrio bermanfaat dalam
mengurangi risiko memiliki anak yang terkena penyakit genetik. Sementara PGD
dapat mengurangi kemungkinan anak yang terkena penyakit genetik, namun tidak
menghilangkan risiko. Konfirmasi dengan Chorionic Villus Sampling (CVS),
amniosentesis, atau pemeriksaan penunjang lain selama kehamilan tetap
diperlukan untuk mengurangi risiko memiliki anak yang terkena penyakit genetik.
PGD dilaksanakan dengan cara:

a. Setelah IVF, pada hari ketiga, biopsi dilakukan pada embrio yang mempunyai
8 sel.
b. Blastomer (sel tunggal) dikeluarkan untuk pemeriksaan (diagnosis) molekul.
c. Biopsi dilakukan dengan melubangi selaput sel lalu satu sel di ambil untuk di
lakukan diagnosis.
d. Embrio dikultur dan dibiarkan terus membelah dan membesar (tidak ada
masalah mengeluarkan satu sel pada embrio tersebut).
e. Setelah dipastikan embrio yang diperiksa bebas penyakit genetik, embrio
tersebut akan dipindahkan ke dalam rahim.

Pengujian genetik preimplantasi dapat dilakukan dengan menggunakan


sel-sel dari tubuh kutub dari oosit atau sel-sel dari embrio (baik blastomer dari
embrio 3 hari atau sel-sel trofektoderm dari embrio 5 atau 6 hari). Pengujian

24
mungkin melibatkan skrining genetik praimplantasi untuk menyingkirkan
diagnosis genetik aneuploidi dan atau praimplantasi untuk memeriksa gangguan
herediter serius yang spesifik. Jika hasil tes ditunda, blastokista dapat dibekukan
dan ditransfer dalam siklus berikutnya setelah hasilnya diketahui.6

Meskipun demikian data awal untuk 2016 menunjukkan bahwa di AS,


peluang kumulatif membawa pulang bayi hidup untuk setiap pengambilan oosit
(menghitung semua transfer embrio pasien sendiri, baik yang segar maupun yang
dicairkan) adalah 47,6% untuk wanita <35 dan 11,2% untuk wanita berusia 41
hingga 42 tahun. Sedangkan penggunaan oosit donor biasanya hanya
direkomendasikan untuk wanita> 42 tahun.6

2.1.6. Cryopreservation

Embrio ekstra yang tersisa setelah transfer embrio dapat dilakukan


cryopreserved (dibekukan) untuk dilakukan transfer embrio kembali bila ingin
mempunyai anak lagi atau terdapat kegagalan dalam implantasi dalam uterus.
Cryopreserved membuat siklus ART selanjutnya menjadi lebih sederhana, lebih
murah, dan kurang invasif dibandingkan siklus IVF awal, karena tidak
memerlukan stimulasi ovarium atau pengambilan telur kembali. Setelah beku,
embrio dapat disimpan untuk waktu yang lama, dan kelahiran hidup telah
dilaporkan menggunakan embrio yang telah dibekukan selama hampir 20 tahun.
Namun, tidak semua embrio bertahan pada proses pembekuan dan pencairan, dan
angka kelahiran hidup lebih rendah dengan transfer embrio cryopreserved.
Pasangan harus memutuskan apakah mereka akan cryopreserved embrio ekstra
sebelum menjalani IVF. Ada dua metode yang digunakan untuk cryopreserved
embrio: konvensional (lambat) pembekuan dan "vitrifikasi" atau pembekuan
cepat. Beberapa laporan mengklaim bahwa vitrifikasi mungkin memiliki tingkat
keberhasilan yang lebih tinggi setelah pencairan.2

Juga harus dicatat bahwa semakin banyak pusat ART yang menawarkan
cryopreserving oosit (sel telur) sebelum pembuahan. Hal ini dilakukan paling
sering pada wanita muda yang akan menjalani perawatan atau prosedur yang

25
mungkin mempengaruhi kesuburan pada masa depan mereka, contohnya seperti
kemoterapi untuk kanker. Namun, cara itu juga digunakan untuk pasangan yang
tidak ingin membekukan embrio karena khawatir kelangsungan hidup mereka
selama pembekuan dan pencairan atau dilema tentang apa yang harus dilakukan
pada sisa embrio setelah mereka menyelesaikan keluarga mereka.

Akhirnya, perlu dicatat bahwa meskipun ada risiko teoritis, pembekuan


sperma, telur, dan embrio sangat aman. Tidak ada kasus penularan penyakit
menular, juga tidak ada risiko cacat lahir, kelainan kromosom, atau komplikasi
kehamilan tampaknya meningkat dibandingkan dengan menggunakan sperma
segar, telur, atau embrio.

2.1.7. Risiko

Risiko medis ART tergantung pada setiap langkah spesifik prosedur yang
digunakan. Berikut ini adalah beberapa risiko utama prosedur ART: 11,12

a. OHSS (ovarian hyperstimulation syndrome)

Proses stimulasi ovarium memilik risiko terjadinya hiperstimulasi, dimana


ovarium menjadi bengkak dan terasa timbulnya nyeri. Penumpukan cairan dapat
terjadi di rongga abdomen dan dada, meyebabkan wanita merasa kembung, mual,
muntah, hingga penurunan nafsu makan. Tekanan darah rendah dan nyeri kepala
juga terkadang terjadi karena kekurangan darah. Hampir 30% dari wanita yang
mengalami OHSS dapat ditolong dengan obat anti nyeri dan penurunan aktivitas.

Pada kasus OHSS yang moderat, akumulasi cairan terjadi lenih masif dan
gejala gastrointestinal lebih tampak. Pada kasus ini, pasien perlu dimonitor lebih
sering, namun masih bisa diterapi lewat rawat jalan, dimana kondisi akan
membaik dalam beberapa minggu perawatan.

Pada 2% kasu dapat berkembang menjadi OHSS yang berat, ditandai


dengan akumlasi cairan yang masif di rongga abdomen dan dada, abnormalitas
eklektrolit, hemokonsentrasi darah dan pada sebagian kecil kasus akibat
kandungan estrogen yang tinggi berkembnag menjadi pembentukan trombus

26
(darah beku), gagal ginjal hingga stroke dan kematian. OHSS yang berat
memerlukan rawat inap sampai gejala dapat ditangani atau program IVF atau
GIFT mungkin dihentikan. Apabila kehamilan tetap berlangsung, gejala OHSS
dapat memberat. Pada keadaan ini, terkadang kehamilan dipertimbangkan untuk
diterminasi pada kasus yang berat.2

b. Cacat genetik

Meskipun risiko cacat genetik ada, khusus pada prosedur ekstra corporal
embrio dapat diuji terlebih dahulu untuk mengetahui cacat genetik sebelum
transfer dan implantasi melalui Preimplatation Genetic Diagnosis (PGD). Cacat
lahir mungkin sedikit lebih umum setelah teknik IVF berkembang, tetapi para ahli
tidak yakin apakah peningkatan risiko disebabkan oleh IVF atau faktor-faktor
yang berkontribusi pada infertilitas; dimana infertilitas itu sendiri meningkatkan
risiko cacat lahir. Namun, berdasarkan laporan pada awal 2018, mayoritas> 7 juta
anak yang lahir setelah IVF tidak memiliki cacat lahir.6

c. Kanker Ovarium

Walaupun beberapa laporan sebelumnya menyakini pada wanita yang


menggunakan obat penyubur untuk peosedur ART dapat meningkatkan risiko
terjadinya kanker ovarium, beragam studi terakhir mendukung kesimpulan obat
penyubur untuk peosedur ART tidak berhubungan langsung dengan kejadian
kanker ovarium.

d. Perdarahan, Infeksi dan Trauma

Terdapat beberapa risiko terkait prosedur pengambilan sel telur hingga


transfer embrio. Laparoskopi memiliki risiko yang sama seperti operasi terbuka
lain yang membutuhkan anestesi. Pengambilan sel telur dengan jarum aspirasi
juga memiliki risiko perdarahan, infeksi dan trauma pada intestinal, vesika
urinaria, dan pembuluh darah. Meskipun demikian hanya kurang dari 1 kasus dari
1.000 pasien yang dilaporkan pada prosedur pengambilan sel telur. Pada kasus

27
yang jarang, infeksi juga dapat terjadi pada proses pengambilan sel telur maupun
transfer embrio.13

e. Kehamilan ganda

Sama seperti dengan teknik stimulasi kehamilan lain, risiko mendapat anak
kembar meningkat. Mungkin keadaan ini satu perkara yang menggembirakan.
Tetapi kehamilan kembar terutamanya tiga atau lebih mendatangkan beberapa
risiko. Diantaranya kemungkinan kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan
keguguran. Oleh sebab itu, kebanyakan klinik kini hanya memindahkan tiga
embrio ke dalam rahim pasien. Meskipun ART dapat menyebabkan kehamilan
multi fetal, tetapi risikonya jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan stimulasi
ovarium terkontrol saja.11,12

f. Risiko kehamilan ektopik

Secara umum risiko kehamilan luar rahim (ektopik) dalam program IVF
atau GIFT adalah lebih kurang 5%. Kehamilan ektopik yang diketahui setelah
USG sekitar 15% pada wanita dibawah usia 35 tahun, 25% pada usia 40, dan
35% pada usia 42 tahun ke atas. Tetapi keadaan ini bukanlah murni disebabkan
prosedur tersebut, tetapi karena wanita yang menjalani program IVF sebelumnya
telah mengalami masalah pada rahim.2

g. Masalah Keuangan

Yang dibebankan dan waktu yang tersita kadangkala memberi tekanan


yang tinggi. Ini adalah karena program ini memerlukan banyak pemeriksaan
darah, anestesi dan pembedahan. Penggunaan hormon dalam stimulasi ovulasi
juga menyebabkan kelelahan.

h. Ketegangan psikologi

Program ini memerlukan komitmen emosi yang tinggi karena itu merupakan
program yang tidak selalu berhasil. Harapan yang diberikan pasien adalah tinggi

28
tetapi hasilnya lebih kerap menemui kegagalan daripada keberhasilan dalam setiap
program yang dijalani.

2.1.8. Angka Keberhasilan

Meskipun banyak artikel melaporkan keberhasilan program teknologi


reproduksi berbantu, tetapi hasil perlu diintepretasikan secara hati-hati. Angka
kesuksesan dari pusat ART tergantung dari beberapa faktor dan membandingkan
angka kesuksesan dari masing-masing klinik atau institusi adalah tidak berarti
karena variasi karakteristik pasien dan panduan terapi yang diberikan dari setiap
klinik atau institusi. Contohnya perbedaan standar tipe pasien yang diterima untuk
sebuah program dan jumlah embrio yang ditransfer per siklus dari setiap
programnya.

Selama tahun 2015 di United State, terdapat total 182.111 pasangan yang
menjalani prosedur ART. Dari prosedur ini dihasilkan 59.334 persalinan dengan
lahir hidup. Secara nasional, rasio perempuan yang mengikuti prosedur ART per 1
juta perempuan usia subur (15-44 tahun) sekitar 2.832 orang.

Diagram 2.. Transfer embrio melalui vagina pada IVF.14

29
Pada pasien yang menggunkan embrio segar dari sel telurnya sendiri
dalam proses transfer embrio, jumlah embrio yang perlu ditransferkan meningkat
seiring usia dari perempuan (1,6 pada wanita usia <35 tahun, 1,8 pada perempuan
usia 35-37 tahun, dan 2,3 pada usia perempuan usia >37 tahun). Prosedur ART
menyumbang 1,7% dari seluruh kelahiran bayi di United States .

Prosedur ART berkontribusi terhadap 17,0% dari seluruh kelahiran


multipel, 16,8% dari seluruh kelahiran kembar 2, dan 22,2% dari seluruh
kelahiran kembar 3 atau lebih. Persentase kelahiran multipel pada perempuan
yang menjalani ART (35,3%) jauh lebih besar dari kelahiran multipel pada
populasi total (3,4%). Sekitar 34,0% peerempuan yang menjalani prosedur ART
mendapatkan bayi kembar 2 dan 1,0% kembar 3.

Bayi yang dilahirkan dari prosedur ART berkontribusi menyumbang 5,1%


dari total jumlah BBLR. Diantara bayi yang dilahirkan dari prosedur ART, 25,5%
diantaranya memiliki BBLR, jauh lebih tinggi bila dibandingkan 8,1% pada
semua bayi yang dilahirkan. Bayi dari prosedur ART juga berkontribusi pada
5,3% dari kelahiran preterm (usia gestasional <37 minggu). Persentase bayi lahir
preterm adalah lebih tinggi dengan ART (31,2%) bila dibandingkan seluruh
kelahiran bayi pada populasi total (9,7%).

Bila dibandinkan pada seluruh kelahiran tunggal, persentase bayi dari


prosedur ART yang mengalami BBLR adalah 8,7%, lebih tinggi dibandingkan
6,4% pada seluruh kelahiran bayi. Sedangkan persentase kelahiran preterm
ditemukan pada 13,4% kelahiran tunggal dari ART, lebih tinggi dibandingkan
7,9% dari seluruh kelahiran bayi.14

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Hendarto, H. Bayi Tabung: Teknologi Reproduksi Terkini untuk


Mengatasi Infertilitas. Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu
Obstetri dan Ginekologi Universitas Andalas. 2019. Penerbitan dan
Percetaka Universitas Airlangga (AUP).

2. American Society for Reproductive Medicine. Assisted reproductive


technologies: A guide for patients. A Guide for Patients 2015. From:
http://www.fertilityanswers.com/wp-content/uploads/2016/04/assisted-
reproductive-technologies-booklet.pdf

3. American Society for Reproductive Medicine. Medications for Inducing


Ovulation. A Guide for Patients Revised 2016. From: https://www.
reproductivefacts.org/globalassets/rf/news-and-publications/bookletsfact-
sheets/english-fact-sheets-and-info-booklets/booklet_medications_for_
inducing_ovulation.pdf.

4. American Society for Reproductive Medicine. Intrauterine insemination.


A Guide for Patients 2012. From: http://www.fertilityanswers.com/wp-
content/uploads/2016/04/intrauterine-insemination-iui.pdf

5. NICHD - Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and


Human Development. Assisted Reproductive Technology (ART). 2017.
From: https://www.nichd.nih.gov/health/topics/infertility/conditioninfo/
treatments/art#:~:text=AssistedReproductiveTechnology(ART),stillhaveno
tachievedpregnancy.

6. Robert W. Rebar. Assisted Reproductive Techniques (ARTs) Involve


Manipulation of Sperm and Ova or Embryos In Vitro with The Goal of
Producing a Pregnancy. Assisted Reproductive Techniques - Gynecology
and Obstetrics - Merck Manuals Professional Edition. 2017.

7. American Society For Reproductive Medicine. Intracytoplasmic Sperm


Injection. Guide for Patients 2016. From: https://www.reproductive

31
facts.org/globalassets/rf/news-and-publications/bookletsfact-sheets/
english-fact-sheets-and-info-booklets/booklet_intracytoplasmic_sperm_
injection.pdf

8. Konsensus Penanganan Infertilitas. Himpunan Endokrinologi Reproduksi


dan Fertilitas Indonesia (HIFERI), Perhimpunan Fertilisasi In Vitro
Indonesia (PERFITRI), Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI),
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). 2013.

9. American Society for Reproductive Medicine. Third-party reproduction


(sperm, egg, and embryo donation and surrogacy): A Guide for Patients
2013. From: https://www.reproductivefacts.org/ globalassets/rf/news-and-
publications/bookletsfact-sheets/english-fact-sheets-and-info-
booklets/third-party_reproduction_booklet_web.pdf

10. Centers for Disease Control and Prevention, American Society for
Reproductive Medicine, Society for Assisted Reproductive Technology.
2013 Assisted Reproductive Technology National Summary Report.
Atlanta (GA): US Dept of Health and Human Services; 2015

11. American Society For Reproductive Medicine. Multiple Pregnancy and


Birth: Twins, Triplets, and Higher Order Multiples. A guide for patients. A
Guide for Patients 2016. From: https://www.reproductive
facts.org/globalassets/rf/news-and-publications/bookletsfact-sheets/
english-fact-sheets-and-info-booklets/booklet_multiple_pregnancy
_and_birth:_twins,_triplets,_and higher_order_multiples.pdf

12. American Society For Reproductive Medicine. Complications and


Problems Associated with Multiple Birth. A Guide for Patient 2016. From:
https://www.reproductivefacts.org/globalassets/rf/news-and-publications/
bookletsfact-sheets/english-fact-sheets-and-info-booklets/booklet_
complicationsand_problems_associated_with_multiple_birth. pdf

13. American Society For Reproductive Medicine. Laparoscopy and


Hysteroscopy. A Guide for Patients 2016. From: https://www.reproductive

32
facts.org/globalassets/rf/news-and-publications/bookletsfact-sheets/
english-fact-sheets-and-info-booklets/booklet_laparoscopy_and_
hysteroscopy.pdf

14. Sunderam, S. Assisted Reproductive Technology Surveillance - United


States, 2015.US Department of Health and Human Services - Centers for
Disease Control and Prevention. MMWR, Vol. 67, No. 3 1-22, 2018.

33

Anda mungkin juga menyukai