Anda di halaman 1dari 32

KIMIA BAHAN MAKANAN

Zat Tambahan Pangan

OLEH :
NAMA : RAHYU LESTARI
NIM : 1601112
KELOMPOK : 2

DOSEN PENGAMPU:
SRI MARTINI, M.Si., Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr. Wb.

Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta karunianya sehingga penulis  dapat menyelesaikan tulisan ilmiah dalam
bentuk makalah ini tanpa suatu halangan yang amat berarti hingga akhirnya penulis dapat
menyalesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan dukungannya dalam pembuatan makalah ini. Tak lupa penulis ucapan terima kasih
kepada Dosen mata kuliah Kimia Bahan Makanan yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, apabila ada kata di dalam makalah ini yang
kurang berkenan penulis mohon maaf sebesar - besanya. Sekali lagi penulis ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam pembuatan makalah
ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Wassalamualikum Wr. Wb.

Pekanbaru, April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................3
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................4
BAB I..........................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN......................................................................................................................................5
1.1 Latar Belakang................................................................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................................6
1.3 Tujuan..............................................................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................7
2.1 Pengertian Bahan Tambahan Makanan........................................................................................7
2.2 Fungsi Bahan Tambahan Makanan...............................................................................................8
2.3 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan........................................................................8
2.4 Penggolongan Bahan Tambahan Makanan...................................................................................9
2.5 Jenis-Jenis Bahan Tambahan Makanan......................................................................................10
2.6 Penjelasan beberapa jenis Bahan Tambahan Makanan.............................................................14
2.6.1 Zat Pewarna............................................................................................................................14
2.6.2 Zat Pemanis.............................................................................................................................17
2.6.3 Zat Pengawet...........................................................................................................................21
2.6.4 Penyedap dan Penguat Rasa Serta Aroma...........................................................................24
2.7 Aturan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan......................................................................25
2.8 Bahaya atau Resiko Penggunaan Bahan Tambahan Makanan.................................................28
BAB III.....................................................................................................................................................32
PENUTUP................................................................................................................................................32
3.1  Kesimpulan...................................................................................................................................32
3.2 Saran...............................................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................33
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan tambahan makanan dikenal istilah BTM adalah bahan atau campuran bahan secara
alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambah kedalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa,
anti gumpal, pemucat dan pengental. Bahan tambahan makanan untuk membuat makanan
tampak lebih berkualitas, lebih menarik, serta rasa dan teksturnya lebih sempurna. Zat-zat itu
ditambahkan dalam jumlah sedikit, namun hasilnya memuaskan bagi produsen maupun
konsumen.
BTM ternyata sudah lama digunakan dalam pengawetan makanan, apalagi penggunanya
sering dijumpai. Penggunaan bahan tambahahan makanan atau zat adiktif makanan didefinisikan
sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk
meningkatkan mutu. Di sini bahan tambahan makanan atau zat adiktif makanan sudah termasuk:
pewarna, penyedap, pengawet, pemantap, antioksidan, pengemulsi, penggumpal, pemucat,
pengental dan anti gumpal.
BTM atau zat adiktif adalah zat-zat yang ditambahkan pada makanan selama proses
produksi, pengemasan atau penyimpanan untuk maksud tertentu. Penambahan zat adiktif dalam
makanan berdasarkan pertimbangan agar mutu dan kestabilan makanan tetap terjaga dan untuk
mempertahankan nilai gizi yang mungkin rusak atau hilang selama proses pengolahan. Bahan
adiktif yang diberikan pada makanan dengan tujuan untuk menambah nilai gizi, misalnya
yodium yang diberikan kedalam garam dapur, vitamin D yang ditambahkan kedalam susu,
vitamin C yang ditambahkan kedalam minuman, vitamin A yang diberikan kedalam mentega.
Kalsium yang diberikan kedalam biskuit dan lain-lain.
Bahan Tambahan Makanan alami yang berasal dari tumbuah-tumbuhan tidak
menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan manusia. Bahan Tambahan
Makanan bukan alami dikenal dengan istilah zat adiktif sintesis, yang bahan baku pembuatannya
adalah dari zat-zat kimia yang kemudian direaksikan. Zat adiktif sintesis yang berlebihan dapat
menimbulkan beberapa efek samping, misalnya gatal-gatal dan kanker.
Sesungguhnya yang menjadi masalah dalam penggunaan adiktif makanan di Indonesia
sehingga timbulnya bahaya bagi konsumen terutama karena penggunaan bahan-bahan kimia
yang tidak semestinya. Sebagai contoh, penggunaan pewarna tekstil untuk makanan, penggunaan
bahan kimia bukan adiktif makanan sebagai pengawet, contohnya formalin, borax, terusi dan
sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Bahan Tambahan Makanan?
2. Apa fungsi dari Bahan Tambahan Makanan?
3. Bagaimana penggolongan Bahan Tambahan Makanan?
4. Apa saja jenis-jenis Bahan Tambahan Makanan?
5. Bagaimana aturan dalam penggunaan Bahan Tambahan Makanan?
6. Apa saja dampak negative penggunaan Bahan Tambahan Makanan sintesis?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu Bahan Tambahan Makanan
2. Mengetahui Fungsi dan tujuan Bahan Tambahan Makanan
3. Mengetahui penggolongan Bahan Tambahan Makanan
4. Mengetahui jenis-jenis Bahan Tambahan Makanan
5. Mengetahui aturan dalam penggunaan Bahan Tambahan Makanan
6. Mengetahui bahaya atau resiko penggunaan Bahan Tambahan Makanan sintetis
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bahan Tambahan Makanan


Pengertian Bahan Tambahan Pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan khas makanan, mempunyai atau
tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan. Bahan
tambahan makanan digunakan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan,
perlakuan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2008).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/Menkes/Per/IX/1988


bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan
biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai
gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk
organoleptik), pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan (langsung atau tidak langsung)
suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

Menurut Food Agricultural Organization (Organisasi pangan dan pertanian) di dalam


Furia (1980), Bahan Tambahan Pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam
makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan,
dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan
tekstur, serta memperpanjang masa simpan dan bukan merupakan bahan utama.

Menurut Codex, Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi
sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan makanan. Bahan ini
ada yang memiliki nilai gizi ada juga yang tidak (Saparinto, 2006).

Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan
pada bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan
yang ditambahkan kedalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk
pangan.
Pemakaian Bahan Tambahan Pangan di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan.
Sementara, pengawasannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasa Obat dan Makanan
(Dirjen POM).

2.2 Fungsi Bahan Tambahan Makanan


Fungsi bahan tambahan pangan adalah ( Dzalfa, 2007):

a. Mengawetkan makanan.
b. Mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan.
c. Mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
d. Membentuk makanan menjadi enak, renyah, serta lebih enak di mulut.
e. Memberi warna dan meningkatkan kualitas pangan.

2.3 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan


Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau
mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah
dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan.

Secara khusus tujuan penggunaan BTM dalam pangan adalah untuk:

a. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau


mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
b. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan enak dimulut.
c. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik.
d. Meningkatkan kualitas pangan.
e. Menghemat biaya.

Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila:

a. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan;


b. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak
memenuhi persyaratan;
c. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara
produksi yang baik untuk pangan;
d. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan. Penggunaan bahan
tambahan pangan sebaiknya dengan dosis dibawah ambang batas yang telah ditentukan.

2.4 Penggolongan Bahan Tambahan Makanan


1. Berdasarkan asal bahan
a. Alami
Lebih aman dan mudah didapat, relatif kurang stabil, perlu jumlah banyak.
Contohnya gula, garam, bawang putih, tomat, kunyit, daun suji, sirat, jahe, merica,
kayu manis, vanili, dll.

b. Sintetis
Hasil sintesis secara kimia, lebih stabil dan pekat, jumlah penggunaan sedikit,
menimpulkan efek samping.
Contohnya sakarin, siklamat, asam askorbat, asam asetat glasial, dll.
2. Berdasarkan cara penambahannya
a. Dengan sengaja ditambahkan (Internal Additives)
Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan,
dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dengan maksud dan tujuan tertentu,
seperti untuk meningkatkan nilai gizi, cita rasa makanan, mengendalikan keasaman
dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa makanan sebagai contoh pengawet,
pewarna, pengeras.

b. Tidak sengaja ditambahkan (Unintentional Additives)


Bahan tambahan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan pangan yang tidak
mempunyai fungsi dalam makanan tersebut terdapat secara tidak sengaja, baik dalam
jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi,
pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau
kontaminan dari bahan yang disengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan
mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan
dikonsumsi. Contoh bahan tambahan makanan dalam golongan ini adalah residu
pestisida (termaksud insektisida, herbisida, fungisida dan rodentisida) dan antibiotik.

3. Berdasarkan aturan penggunaan


a. Aman (GRAS) atau Generally Recognized As Safe
Penggunaan termasuk aman (dosis bebas). Zat ini aman dan tidak berefek toksik
misalnya gula (glukosa).

b. Memakai aturan penggunaan (Non GRAS)


Penggunaan duatur dalam UU (Men-Kes) karena tingkat bahaya dan ancaman yang
ditimbulkan. ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas
penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/ melindungi kesehatan
konsumen.

Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan
ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambahan Kimia) oleh Depertemen Kesehatan
diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1168/MenKes/Per/X/1999.

2.5 Jenis-Jenis Bahan Tambahan Makanan


Berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 menyatakan bahwa bahan
tambahan pangan yang diizinkan digunakan dalam makanan adalah (Cahyadi, 2008):

1. Antioksidan dan anti oksidan sinergis


Bahan tambahan makanan yang digunakan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi.
Contoh : asam askorbat dan asam eritrobat serta garamnya untuk produk daging, ikan dan
buah-buahan kaleng.

2. Antikempal
Bahan tambahan makanan untuk mencegah atau mengurangi kecepatan pengempalan atau
menggumpalnya makanan yang mempunyai sifat higroskopis atau mudah menyerap air.
Bahan yang biasa ditambah bahan antikempal misalnya susu bubuk, krim bubuk dan kaldu
bubuk.

3. Pengatur keasaman
Bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan
derajat keasaman makanan. Contoh : asam laktat, sitrat, dan malat Universitas Sumatera
Utara digunakan pada jeli. Natrium bikarbonat, karbonat, dan hidroksi digunakan penetral
pada mentega.

4. Pemanis buatan
Bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan yang tidak
mempunyai nilai gizi. Contoh: sakarin, dan siklamat.

5. Pemutih dan pematang tepung


Bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan tepung dan atau
pematangan tepung hingga dapat memperbaiki mutu penanganan.

6. Pengemulsi, pemantap dan pengental


Bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem
disperse yang homogeny pada makanan. Biasa digunakan pada makanan yang mengandung
air atau minyak. Contoh: polisorbat untuk pengemulsi eskrim dan kue, pectin untuk
pengental pada jamu, jeli, minuman ringan dan es krim, gelatin pemantap dan pengental
untuk sediaan keju, karagenen dan agar-agar untuk pemantap dan pengental produk susu dan
keju.

7. Pengawet
Bahan tambahan makanan dapat mencegah fermentasi, pengasaman atau penguraian lain
terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bisa ditambahkan pada makanan
yang mudah rusak atau disukai sebagai medium pertumbuhan bakteri atau jamur. Contoh:
asam benzoat atau garamnya serta ester para-hidroksi benzoate untuk produk buah-buahan,
kecap, keju, dan margarin; asam propionate untuk keju dan roti. Universitas Sumatera Utara.
8. Pengeras
Bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya makanan.
Contoh: Al sulfat, Al Na sulfat untuk pengeras pada acar ketimun dalam botol, Ca glukonat,
dan Ca sulfat pada buah kaleng seperti tomat dan apel.

9. Pewarna
Bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, atau memberi warna pada makanan.
Contoh: ponceau 4R, eritrosin warna merah, green FCF, green S warna hijau, kurkumin,
karoten, yellow kuinolin, tartrazin warna kuning, dan caramel warna coklat.

10. Penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa


Bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan
aroma. Contoh: monosodium glutamat pada produk daging.

11. Sekuestan
Bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada pada makanan sehingga
dicegah terjadinya oksidasi yang dapat menimbulkan perubahan warna dan aroma. Biasa
ditambahkan pada produk lemak dan minyak atau produk yang mengandung lemak atau
minyak seperti daging dan ikan. Contoh: asam folat dan garamnya.

Selain itu terdapat juga beberapa bahan tambahan makanan yang bisa digunakan dalam
makanan antara lain:

1. Enzim
Bahan tambahan makanan yang berasal dari hewan, tanaman atau jasad renik yang dapat
menguraikan makanan secara enzimatik. Biasa untuk mengatur proses Universitas Sumatera
Utara fermentasi makanan. Contoh: amylase dari aspergillus niger untuk tepung gandum dan
rennet dalam pembuatan keju.

2. Penambahan gizi
Bahan tambahan makanan berupa asam amino, mineral atau vitamin, baik tunggal maupun
campuran yang dapat memperbaiki atau memperkaya gizi makanan. Contoh: asam askorbat,
feri fosfat, inositol, tokoferol, vitamin A, B12, dan vitamin D

3. Humektan
Bahan tambahan makanan yang dapat menyerap lembab sehingga dapat mempertahankan
kadar air dalam makanan. Contoh: gliserol untuk keju, es krim dan sejenisnya dan triaseti
untuk adonan kue.

4. Antibusa
Bahan tambahan makanan yang dapat menghilangkan busa yang dapat timbul karena
pengocokan dan pemasakan. Contoh: dimetil polisiloksan pada jeli, minyak dan lemak, sari
buah dan buah nanas kalengan, silicon dioksa amorf pada minyak dan lemak

Beberapa bahan Tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, menurut


Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 diantaranya sebagai berikut:

1. Natrium Tetraborat (Boraks)


2. Formalin (Formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils)
4. Kloramfenikol (Chlorampenicol)
5. Kalium Klorat (Pottasium Chlorate)
6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate) Universitas Sumatera Utara
7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)
8. P-Phenetilkarbamida (p-Phenethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)
9. Asam Salisilat dan garamnya (Salilicylic Acid and its salt)

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988,


selain bahan tambahan diatas masih ada bahan tambahan kimia yang dilarang seperti rhodamin B
(pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintesis), dan kalsium
bromat (pengeras).
2.6 Penjelasan beberapa jenis Bahan Tambahan Makanan
2.6.1 Zat Pewarna
 Defenisi Zat Pewarna
Menurut International Food Information Council Foundation/ IFICF (2004), pewarna
pangan adalah zat yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan warna suatu
produk pangan, sehingga menciptakan image tertentu dan membuat produk lebih menarik.

 Tujuan penggunaan pewarna adalah (Wijaya, 2009)


a. Membantu memperbaiki variasi warna alami atau perubahan warna selama pengolahan
dan penyimpanan.
b. Menguatkan kesan atau mengidentifikasi pansa (penambah rasa makanan) terkait.
c. Memperbaiki variasi atau ketidaknormalan produk karena penyimpanan, pengolahan,
pengemasan distribusi guna mempertahankan keseragaman penampilan atau
mengikatkan penerimaan.
d. Membantu mempertahankan identitas atau karakter yang dikenal dari produk pangan
tersebut.

 Jenis Zat Pewarna


Pewarna makanan memiliki dua jenis zat pewarna yaitu pewarna makanan sintetis
dan pewarna makanan alami (Pitojo, 2009)
a. Pewarna makanan sintetis.
Penggunaan senyawa kimia termaksud pewarna sintetis sebagai Bahan
Tambahan Pangan bukanlah hal baru. Sejak abad ke-19 senyawa kimia tersebut telah
digunakan sebagai Bahan Tambahan Pangan dalam pembuatan dalam pembuatan
makanan, minuman, dan jajanan. Dalam perkembangannya mulai muncul berbagai
dampak negatif terhadap kesehatan, antara lain berupa kasus-kasus keracunan makanan.
Senyawa kimia sebagai Bahan Tambahan Pangan termaksud pewarna sintetis yang
memiliki keunggulan antara lain pewarna sintetis lebih mudah didapat atau dibeli,
gampang digunakan, hasil terukur dan residunya mudah diketahui pada makanan yang
bersangkutan.
Penggunaan Bahan Tambahan Makanan yang telah dinyatakan terlarang pada
produk makanan, atau penggunaan Bahan Tambahan Makanan yang diperbolehkan
namun melebihi batas ketentuan aman, masih sering ditemukan di pasaran. Produk
makanan yang kurang sehat tersebut antara lain juga berasal dari industri kecil dan
industri rumah tangga atau bahkan juga tanpa disadari masih selalu muncul di keluarga.
Sehingga, penggunaan pewarna makanan sintetis di kalangan industri kecil dan rumah
tangga sering menimbulkan kontroversi khususnya terhadap risiko kesehatan (Pitojo,
2009). Universitas Sumatera Utara Penyalahgunaan pemakaian zat pewarna dan
sembarangan untuk bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai
untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena
adanya residu logam berat pada pewarna. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara
lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat dalam mengenai zat pewarna untuk
pangan, disamping itu, harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan
dengan zat pewarna untuk pewarna pangan (Yuliarti, 2007).

b. Pewarna alami
Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid,
riboflavin, dan kobalamin) merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa
(caramel) ke bahan olahannya. Beberapa pewarna alami yang bersal dari tanaman dan
hewan, diantaranya adalah klorofil, mioglobin dan hemoglobin, anthosianin, flavonoid,
tannin, betalain dan xanthon serta karotenoid (Cahyadi, 2008).

 Dampak Zat Pewarna Terhadap Kesehatan


Pemakaian zat pewarna sintetis dalam makanan dan minuman mempunyai dampak
positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu makanan lebih
menarik, meratakan warna makanan, mengembalikan warna bahan dasar yang telah hilang
selama pengolahan ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan
bahkan memberikan dampak yang negatif bagi kesehatan konsumen (Cahyadi, 2008).

Menurut Cahyadi (2008), ada hal-hal yang mungkin memberikan dampak negatif
tersebut apabila :
a. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil namun berulang.
b. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu yang lama.
c. Kelompok masyarakat yang luas dengan daya tahan yang berbeda-beda yaitu tergantung
pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan sehari-hari dan keadaan fisik.
Universitas Sumatera Utara
d. Beberapa masyarakat menggunakan bahan pewarna sintetis secara berlebihan
e. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak memenuhi
persyaratan

Pemberian pewarna makanan dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Misalnya,


penggunaan tartrazine secara berlebihan menyebabkan alergi, asma, dan hiperaktif pada
anak. Penggunaan erythrosine secara berlebihan menyebabkan reaksi alergi pada pernafasan,
hiperaktif pada anak, tumor tiroid pada tikus, dan efek kurang baik pada otak dan perilaku.
Penggunaan fast green FCF secara berlebihan menyebabkan reaksi alergi dan produksi
tumor. Sementara, penggunaan sunset yellow secara berlebihan menyebabkan radang
selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah-muntah, dan gangguan pencernaan
(Saparinto, 2006).
Amaranth adalah zat warna sintetis berwarna merah yang larut dalam air. Zat warna
ini diizinkan digunakan dalam makanan/minuman. Pewarna bubuk ini larut dalam airdan
terurai pada suhu 120 ° C tanpa meleleh. Amarant pewarna merah menimbulkan tumor,
reaksi alergi pada pernapasan, dan dapat menyebabkan hiperaktif pada anak-anak (Hartoko,
2012).

Tartrazine ( E102 atau Yellow 5) adalah pewarna kuning yang banyak digunakan
dalam makanan dan obat-obatan. Selain berpotensi meningkatkan hiperaktivitas anak, pada
sekitar 1- 10 dari sepuluh ribu orang , tartrazine menimbulkan efek samping langsung seperti
urtikaria (ruam kulit), rinitis (hidung meler), asma, purpura (kulit lebam) dan anafilaksis
sistemik (shock). Intoleransi ini tampaknya lebih umum pada penderita asma atau orang
yang sensitif terhadap aspirin. Tartrazine dapat dengan mudah ditemukan pada label
kemasan makanan dengan kode FD & C yellow 5, E102 atau CI 19140. Tartrazine ini salah
satu dari kelompok yang dikenal sebagai pewarna azo dyes. Tartrazine merupakan pewarna
buatan yang digunakan untuk membuat makanan dan produk lain yang secara visual lebih
menarik atau memikat selera (Izulthea,2013).

2.6.2 Zat Pemanis


 Pengertian
Zat Pemanis Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan
digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan
kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-
sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber
kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori
terkontrol, mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi
kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama (Cahyadi, 2006).

 Tujuan
Pemanis ditambahkan kedalam bahan pangan mempunyai beberapa tujuan diantaranya
sebagai berikut ( Yuliarti, 2007):
a. Sebagai pangan pada penderita diabetes mellitus karena tidak menimbulkan kelebihan
gula darah. Pada penderita diabetes mellitus disarankan menggunakan pemanis sintesis
untuk menghindari bahaya gula.
b. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan. Kegemukan merupakan
salah satu faktor penyakit jantung yang merupakan penyebab utama kematian. Untuk
orang yang kurang aktif secara fisik disarankan untuk mengurangi masukan kalori
perharinya. Pemanis sintesis merupakan salah satu bahan pangan untuk mengurangi
masukan kalori.
c. Sebagai penyalut obat. Beberapa obat mempunyai rasa yang tidak menyenangkan, oleh
karena itu untuk menutupi rasa yang tidak enak dari obat tersebur biasanya dibuat tablet
yang bersalut. Pemanis lebih sering digunakan Universitas Sumatera Utara untuk
menyalut obat karena umumnya bersifat higroskopis dan tidak menggumpal.
d. Menghindari kerusakan gigi. Pada pangan seperti permen lebih sering ditambahkan
pemanis sintesis karena bahan permen ini mempunyai rasa manis yang lebih tinggi dari
gula, pemakaian dalam jumlah sedikit saja sudah menimbulkan rasa manis yang
diperlukan sehingga tidak merusak gigi.
e. Pada industri pangan, minuman, termasuk industri rokok, pemanis sintesis dipergunakan
dengan tujuan untuk menekan biaya produksi karena pemanis sintesis ini selain
mempunyai tingkat rasa manis yang lebih tinggi juga harganya relatif murah
dibandingkan dengan gula yang diproduksi dialam.

 Jenis Zat Pemanis


Dilihat dari sumber pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan pemanis
buatan/ sintesis (Cahyadi, 2006)
a. Pemanis Alami
Pemanis alam biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang
utama adalah tebu (Saccharum officanarum L) dan bit (Beta vulgaris L). bahan pemanis
yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut terkenal sebagai gula alam atau sukrosa.
Beberapa bahan pemanis alam yang sering digunakan adalah: Gula umumnya digunakan
sebagai padanan kata untuk sakarosa.
Secara kimiawi gula identik dengan karbohidrat. Beberapa jenis gula dan berbagai
produk terkait: Gula Granulasi (Gula Pasir): kristal-kristal gula berukuran kecil yang
pada umumnya dijumpai dan digunakan di rumah (gula pasir). Gula batu: Gula batu tidak
semanis gula granulasi biasa, gula batu diperoleh dari Kristal bening berukuran besar
bewarna putih atau kuning kecoklatan. Kristal bening dan putih dibuat dari larutan gula
jenuh yang mengalami kristalisasi secara lambut. Gula batu putih memiliki rekahan-
rekahan kecil yang memantulkan cahay. Kristal berwarna kuning kecoklatan
mengandung berbagai caramel. Gula ini kurang manis karena adanya air dalam Kristal.
Rumus kimia sukrosa: C12H22O11 merupakan suatu disakarida yang dibentuk dari
monomer-monomernya yang berupa unit glukosa dan fruktosa. Senyawa ini dikenal
sebagai sumber nutrisi serta dibentuk oleh tumbuhan, tidak oleh organisme lain seperti
tumbuhan. Sukrosa atau gula dapur diperoleh dari gula tebu atau gula bit

b. Pemanis Buatan
Pemanis buatan (sintesis) merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan
rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi (Yuliarti, 2007). Sekalipun
penggunaanya diizinkan, pemanis buatan dan juga bahan kimia lain sesuai peraturan
penggunaannya harus dibatasi. Alasannya, meskipun pemanis buatan tersebut aman
dikonsumsi dalam kadar kecil, tetap saja dalam batas-batas tertentu akan menimbulkan
bahaya bagi kesehatan manusia maupun hewan yang mengkonsumsinya. Pembatasan
tersebut kita kenal dengan ADI (Acceptable Daily Intake) atau asupan harian yang dapat
diterima. ADI merupakan jumlah maksimal pemanis buatan dalam mg/kg berat badan
yang dapat dikonsumsi tiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek yang merugikan
kesehatan (Yuliarti, 2007).

Penetapan jenis pemanis yang diijinkan dan batas ADI di Indonesia lebih
mengacu peraturan yang dikeluarkan oleh US Food and Drug Administration (FDA) atau
Codex Alimentarius Commission (CAC). Pertimbangannya adalah bahwa kategori
pangan sistem CAC telah dikenal dan digunakan sebagai acuan oleh banyak negara dalam
komunikasi perdagangannya.
Banyak aspek yang dijadikan pertimbangan dalam menentukan jenis pemanis
buatan yang diijinkan untuk digunakan dalam produk makanan, antara lain nilai kalori,
tingkat kemanisan, sifat toksik, pengaruhnya terhadap metabolisme, gula darah, dan
organ tubuh manusia. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bila dikonsumsi
berlebihan atau secara berkelanjutan beberapa jenis pemanis membawa efek samping
yang membahayakan kesehatan manusia. Oleh sebab itu selain ketentuan mengenai
penggunaan pemanis buatan juga harus disertai dengan batasan jumlah maksimum
penggunannya (Ambarsari, 2008).

 Dampak Pemanis Buatan Terhadap Kesehatan

Penggunaan pemanis buatan yang semula hanya ditujukan pada produk-produk


khusus bagi penderita diabetes, saat ini penggunaannya semakin meluas pada berbagai
produk pangan secara umum. Beberapa pemanis buatan bahkan tersedia untuk dapat
langsung digunakan atau ditambahkan langsung oleh konsumen kedalam makanan atau
minuman sebagai pengganti gula. Propaganda mengenai penggunaan pemanis buatan
umumnya dikaitkan dengan isu-isu kesehatan seperti: pengaturan berat badan, pencegahan
kerusakan gigi, dan bagi penderita diabetes dinyatakan dapat mengontrol peningkatan kadar
glukosa dalam darah. Namun demikian, tidak selamanya penggunaan pemanis buatan
tersebut aman bagi kesehatan (Cahyadi, 2006).

Pemanis buatan diperoleh secara sintetis melalui reaksi-reaksi kimia di laboratorium


maupun skala industri. Karena diperoleh melalui proses sintetis dapat dipastikan bahan
tersebut mengandung senyawa-senyawa sintetis. Penggunaan pemanis buatan perlu
diwaspadai karena dalam takaran yang berlebih dapat menimbulkan efek samping yang
merugikan kesehatan manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis pemanis
buatan berpotensi menyebabkan tumor dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu Organisasi
Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO) telah menetapkan batas-batas yang
disebut Acceptable Daily Intake (ADI) atau kebutuhan per orang per hari, yaitu jumlah yang
dapat dikonsumsi tanpa menimbulkan resiko. Sejalan dengan itu di negara-negara Eropa,
Amerika dan juga di Indonesia telah ditetapkan standar penggunaan pemanis buatan pada
produk makanan. Kajian ini dilakukan untuk mengevaluasi penerapan standar penggunaan
jenis pemanis buatan dan batas maksimum penggunaannya pada beberapa produk pangan
seperti minuman (beverages), permen/kembang gula, permen karet, serta produk-produk
suplemen kesehatan (Yuliarti, 2007).

Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI tentang persyaratan


penggunaan bahan tambahan pangan pemanis buatan dalam produk pangan menyebutkan
bahwa pemanis buatan tidak diizinkan penggunaanya pada produk pangan olahan tertentu
untuk dikonsumsi oleh kelompok tertentu meliputi bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui
dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya. Penggunaan aspartam
bagi orang yang menderita penyakit turunan yang dikenal sebagai fenilketonuria perlu
mendapat perhatian khusus. Diperkirakan 1 dalam 15.000 orang memiliki kelainan tersebut.
Orang yang menderita fenilketonuria tidak mampu memetabolisme fenilalanin, salah satu
cara untuk mengobatinya dengan membatasi pemasukan fenilalanin, bukan
menghilangkannya karena fenilalanin merupakan asam amino esensial yang penting untuk
kehidupan. Berlebihnya jumlah fenilalanin pada penderita fenilketonuria dapat
menyebabkan terjadinya keterbelakangan mental, karena asam fenilpiruvat yang dibentuk
dari fenilalanin akan menumpuk dalam otak (Yuliarti, 2007).

2.6.3 Zat Pengawet


 Pengertian
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk memperpanjang masa simpan bahan
makanan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau
memperlambat proses degradasi bahan pangan terutama yang disebabkan oleh faktor
biologi. Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya.
Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak
efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang
berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda.

 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet


Secara umum penambahan pengawet pada penambahan bahan pangan bertujuan
sebagai berikut :
a. Menghambat mikroba pembusuk pada pangan, baik yang bersifat patogen maupun yang
tidak bersifat patogen.
b. Memperpanjang umur simpan pangan.
c. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau bahan pangan yang diawetkan.
d. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
e. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak
memenuhi persyaratan.
f. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

 Jenis zat pengawet

a. Zat Pengawet Anorganit


Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen
peroksida, nitrat dan nitrit. Selain sebagai pengawet sulfit dapat berinteraksi dengan
gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat melanoidin sehingga mencegah
timbulnya warna coklat. Sulfur dioksida berfungsi sebagai anti oksidan dan
meningkatkan daya kembang terigu.

Garam nitrat dan nitrit digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh
warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti clostridum
botulinum. Selain nitrit, ada juga bahan pengawet alami yang lain, seperti :
1) Gula merah: Selain sebagai pemanis gula merah juga bersifat mengawetkan seperti
halnya gula tebu.
2) Garam: Garam merupakan pengawet alami yang banyak dihasilkan dari penguapan
air laut. Ikan asin dapat bertahan hingga berbulan-bulan karena pengaruh garam.
3) Kunyit: Kunyit, selain sebagai pewarna, juga berfungsi sebagai pengawet. Dengan
penggunaan kunyit, tahu atau nasi kuning menjadi tidak cepat basi.
4) Kulit kayu manis: Di beberapa tempat di belahan Kulit kayu manis merupakan kulit
kayu yang berfungsi sebagai pengawet karena banyak mengandung asam benzoat.
Selain itu, kayu manis juga berfungsi sebagai pemanis dan pemberi aroma.
5) Cengkih : Cengkih merupakan pengawet alami yang dihasilkan dari bunga tanaman
cengkih. Selain sebagai pengawet, cengkih juga berfungsi sebagai penambah
aroma.

b. Zat Pengawet Organik

Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet adalah asam sorbat, asam
propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoxida.
1) Benzoat:
Benzoat banyak ditemukan dalam bentuk asam benzoat maupun natrium benzoat
(garamnya). Berbagai jenis soft drink (minuman ringan), sari buah, nata de coco,
kecap, saus, selai, dan agar-agar diawetkan dengan menggunakan bahan jenis ini.
2) Sulfit:
Bahan ini biasa dijumpai dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit.
Potongan kentang, sari nanas, dan udang beku biasa diawetkan dengan
menggunakan bahan ini.
3) Propil galat:
Digunakan dalam produk makanan yang mengandung minyak atau lemak dan
permen karet serta untuk memperlambat ketengikan pada sosis. Propil galat juga
dapat digunakan sebagai antioksidan.

4) Garam nitrit:
Garam nitrit biasanya dalam bentuk kalium atau natrium nitrit. Bahan ini terutama
sekali digunakan sebagai bahan pengawet keju, ikan, daging, dan juga daging
olahan seperti sosis, atau kornet, serta makanan kering seperti kue kering.
Perkembangan mikroba dapat dihambat dengan adanya nitrit ini. Misalnya,
pertumbuhan clostridia di dalam daging yang dapat membusukkan daging.
5) Asam asetat:
Asam asetat dikenal di kalangan masyarakat sebagai asam cuka. Bahan ini
menghasilkan rasa masam dan jika jumlahnya terlalu banyak akan mengganggu
selera karena bahan ini sama dengan sebagian isi dari air keringat kita. Asam
asetat sering dipakai sebagai pelengkap ketika makan acar, mi ayam, bakso, atau
soto. Asam asetat mempunyai sifat antimikroba. Makanan yang memakai
pengawet asam cuka antara lain acar, saos tomat, dan saus cabai.
6) Propianat:
Jenis bahan pengawet propianat yang sering digunakan adalah asam propianat dan
garam kalium atau natrium propianat. Propianat selain menghambat kapang juga
dapat menghambat pertumbuhan bacillus mesentericus yang menyebabkan
kerusakan bahan makanan. Bahan pengawetan produk roti dan keju biasanya
menggunakan bahan ini
7) Sorbat:
Sorbat yang terdapat di pasar ada dalam bentuk asam atau garam sorbat.Sorbat
sering digunakan dalam pengawetan margarin, sari buah, keju, anggur, dan acar.
Asam sorbat sangat efektif dalam menekan pertumbuhan kapang dan tidak
memengaruhi cita rasa makanan pada tingkat yang diperbolehkan.

2.6.4 Penyedap dan Penguat Rasa Serta Aroma

 Pengertian
Penyedap rasa dan aroma adalah bahan tambahan pangan yang dapat memberikan,
menambah atau mempertegas rasa dan aroma (menkes RI, 1988).

 Tujuan penggunaan :
a. Merubah aroma hasil olahan.
b. Modifikasi pelengkap atau penguat aroma.
c. Menutupi atau menyembunyikan aroma yang tidak disukai.
d. Membentuk aroma baru atau menetralisir bahan pangan.
 Jenis bahan penyedap
a. Penyedap alami
Penyedap alami berasal dari bumbu, herba dan daun.
1). Contoh bumbu : merica, kayu manis, pala, jahe dan cengkeh.
2). Contoh herba (sebangsa rumput) dan daun    : sereh, daun pandan, daun salam,
rosemari, oregano, tarragon dan marjoran.
b. Minyak esensial dan turunannya
Minyak esensial dihasilkan dari bagian-bagian tanaman seperti bunga (minyak neroli),
tunas (cengkeh), biji (merica, ketumbar, adas), buah (limau), dsb.
c. Oleoresin
Dibuat dari proses perkolasi zat pelarut yang bersifat volatil terhadap bumbu atau herba
yang telah digiling
d. Isolat penyedap
Untuk mendapatkan penyedap alami dapat dilakukan isolasi komponen yang terdapat
dalam bahan yaitu dengan memisahkan masing-masing zat penyedap aroma, contohnya
isolasi minyak esensial tanaman dengan cara destilasi, kristalisasi dan ekstraksi.
e. Penyedap dari sari buah
Sari  buah sebagian besar adalah air, mempunyai komponen aroma asam, warna dan
bahan padat seperti gula, pektin dan mineral.
f. Eksrak tanaman dan hewan
Contoh     : ekstrak kopi, coklat, vanili dan sebagainya
g. Penyedap sintesis
Beberapa komponen penyedap sintesis berperan sebagai penguat aroma pada penyedap
alami, contoh asetel dehida. Contoh penyedap sintesis yang memberikan aroma etil
butirat atau etil 3 hidroksi butirat dapat memberikan aroma anggur. Sedangkan contoh
bahan aromatik kimia sebagai penyedap yaitu eter, asam, alkohol, keton, lakton,
merkaptan, dll.

2.7 Aturan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan


Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan
ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambahan Kimia) oleh Depertemen Kesehatan
diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1168/MenKes/Per/X/1999.

Menurut Depkes RI (2004) yang dikutip oleh Sari (2010), pada dasarnya pesyaratan
bahan tambahan pangan yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Harus telah mengalami pengujian dan evaluasi toksikologi


2. Harus tidak membahayakan kesehatan konsumen pada kadar yang diperlukan dalam
penggunaanya.
3. Harus selalu dipantau terus-menerus dan dilakukan evaluasi kembali jika perlu sesuai
dengan perkembangan teknologi dan hasil evaluasi toksikologi.
4.  Harus selalu memenuhi persyaratan spesifikasi dan kemurnian yang telah ditetapkan.
5. Harus dibatasi penggunaannya hanya untuk tujuan tertentu dan hanya jika maksud
penggunaan tersebut tidak dapat dicapai dengan cara lain secara ekonomis dan teknis.
6. Sedapat mungkin penggunaannya dibatasi agar makanan tertentu dengan maksud tertentu
dan kondisi tertentu serta dengan kadar serendah mungkin tetapi masih berfungi seperti
yang dikehendaki (Viana, 2012).

Dosis penggunaan Bahan Tambahan Makanan adalah sebagai berikut ;


1. Pengawet Makanan
a. Asam Benzoat /Benzoic Acid      :           Dosis 1g/kg adonan
b. Sodium Benzoat/Pengawet          :           Dosis 1g/kg adonan
c. Asam Propionat(Propionic Acid  :           Dosis 2g/kg (untuk roti)
d. Belerang Dioksida Dosis             :           500mg/kg

2. Pewarna Makanan
a. Ponceau4R/Pewarna Saos Sambal : Dosis 300mg/kg(makanan) 70mg/kg
(minuman)
b. Merah Allura/Allura Red  : Dosis70mg/kg (makanan) 300mg/kg (minuman)
c. Erytrosine                        : Dosis 300mg/kg
d. Kuning FCF
e. Sunset Yellow
3. Pemanis
a. Sakarin                                         : Dosis 2,5mg/kg berat badan/hari
b. Sodium Siklamat/Pemanis          : Dosis 11mg/kg berat badan/hari
c. Aspartam                                     : Dosis 40mg/kg berat badan/hari
d. Sorbitol (digunakan untuk penderita Diabetes dan orang yang membutuhkan
kalori rendah)

4. Penyedap Rasa Dan Aroma:


MSG (Mono Sodium Glutamate) Micin/Vetsin   : Dosis 120mg /kg berat badan /hari

5. Pemutih & Pematang Tepung


a. Asam Askorbat/Ascorbic Acid/Vitamin C : Dosis 200mg/kg berat badan/hari
b. Aceton peroksida secukupnya.

6. Pengental
a. Pectin       : Dosis 10g/kg (ada 2 macam: Pectin Apple & Pectin Citrus)
b. Gelatin      : Dosis 5g/kg CMC/Carboxy Methyl Cellulose

7. Pengeras
a. Calplus FG           : Dosis 260mg/kg
b. Polis Alum Crystal (acar).

8. Anti Oksidan
a. Asam Ascorbat/Ascorbic Acid/Vitamin C : Dosis 500mg/kg produk daging
b. BHT Dosis 200mg/kg  anti tengik untuk minyak goreng.
c. TBHQ Dosis anti tengik untuk minyak goreng.

9. Pengatur Keasaman
a. Untuk menurunkan PH.
b. Citric Acid/Asam Sitrat (jeruk)        :           Dosis 3g/kg
c. Malic Acid /Asam Malat (apel
d. Tartaric Acid (anggur)
e. Buffer Liquid/Buffered Lactic  Acid /asam sus
f. Untuk menaikkan P
g. Soda Kue/Sodium Bikarbonat       :           Dosis 2g/kg
h. Soda Kie S/ Sodium Carbonate
i. Anti Kempal/Anti Gumpal/Anti Cacking Agent
j. Magnesium Karbonat/Magnesium Carbonate 20g/kg
k. Magnesium Stearat  15g/kg
l. ACA/Silica
m. Premium ACA/Light Silica

10. Sekuestran:
a. Asam Fosfat 5g/kg
b. Citric Acid/Asam Sitrat secukupnya

2.8 Bahaya atau Resiko Penggunaan Bahan Tambahan Makanan


BTM dapat berupa ekstrak bahan alami atau hasil sintesis kimia. Bahan yang berasal dari
alam umumnya tidak berbahaya, sementara BTP artifisial atau sintetik mempunyai risiko
terhadap kesehatan jika disalahgunakan pemakaiannya. Produsen pangan skala rumah tangga
atau industri kecil memakai Bahan tambahan yang dinyatakan berbahaya bagi kesehatan karena
alasan biaya. Tidak jarang, produk pangan ditambahkan zat yang bukan untuk makanan tapi
untuk industri lain, misalnya untuk tekstil, dan cat. Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan)
menemukan banyak produk-produk yang mengandung formalin. Formalin bersifat desinfektan,
pembunuh hama, dan sering dipakai untuk mengaetkan mayat. Pewarna tekstil seperti Rhodamin
B sering pula ditemukan pada kerupuk dan terasi. Mengkonsumsi makanan yang mengandung
formalin atau Rhodamin dapat menyebabkan kerusakan organ dalam tubuh dan kanker.
Dapat kita ketahui banyak jenis BTP yang dapat digunakan secara legal. Namun pada
kenyataannya masih banyak para produsen makanan yang menggunakan bahan additive terlarang
pada makanan terutama makanan kecil.
Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut PerMenkes
RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut :
1.    Natrium tetraborat (boraks)
2.    Formalin (formaldehyd)
3.    Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)
4.    Kloramfenikol (chlorampenicol)
5.    Kalium klorat (pottasium clorate)
6.    Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC)
7.    Nitrofuranzon (nitrofuranzone)
8.    P-Phenetil Karbamida (p-Phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)
9.    Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt).

Sedangkan menurut Menteri Kesehatan RI nomor 1168/Menkes/PER/X/1999, selain


bahan tambahan diatas masih ada tambahan kimia yang dilarang seperti Rhodamin B (Pewarna
merah, methanyl yellow (pewarna kuning), Dulsin (pemanis sintetis) dan kalsium bromat
(pengeras).

Asam borat atau Boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak
dizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa berbentuk kristal
putih, tidak berbau, dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi
natrium hidroksida dan asam borat.
Boraks umumnya digunakan untuk mematri logam, pembuatan gelas dan enamel, sebagai
pengawet kayu, dan pembasmi kecoa. Boraks ini sering disalah gunakan untuk dicampurkan
dalam pembuatan baso, tahu, ikan asin, mie dll.
Boraks bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan saraf pusat,
ginjal dan hati. Jika tertelan dapat menimbulkan kerusakan pada usus, otak atau ginjal. Kalau
digunakan berulang-ulang serta kumulatif akan tertimbun dalam otak, hati dan jaringan lemak.
Asam boraks ini akan menyerang sistem saraf pusat dan menimbulkan gejala kerusakan seperti
rasa mual, muntah, diare, kejang perut, iritasi kulit dan jaringan lemak, gangguan peredaran
darah, kejang-kejang akibatnya koma, bahkan kematian dapat terjadi karena ada gangguan
sistem sirkulasi darah.
Asam salisilat sering disebut aspirin. Pada aspirin ini adalah analgetik dan anti-inflamasi.
Penelitian telah menunjukkan bahwa aspirin dapat mengurangi jumlah asam folat dalam darah,
meskipun kepastian perubahan belum terbukti.  Asam salisilat (ortho-Hydroxybenzoik acid)
dapat mencegah terjadinya penjamuran pada buah dan telah digunakan dalam pabrik cuka.
Namun, penggunaan asam salisilat sebagai pengawet makanan seperti yang diatur Pemerintah
Amerika pada tahun 1904 disalahgunakan untuk pengawet makanan pada produsen-produsen
makanan yang nakal.
Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet makanan di Indonesia.
Pasalnya, asam salisilat memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan. Bahkan ketika
ditambah air, asam salisilat tetap memberikan gangguan kesehatan pada tubuh karena dapat
menyebabkan nyeri, mual, dan muntah jika tertelan.
Pada sebuah sebuah survei terhadap sup sayuran, disebutkan bahwa sup sayuran
nonorganik mengandung asam salisilat hampir enam kali lipat ketimbang sup sayuran organik.
Kandungan asam salisilat dalam tanaman secara alami berguna untuk tanaman bertahan dari
serangan penyakit. Namun bila kandungan asam salisilat melebihi dan berlebihan masuk ke
dalam tubuh, maka gangguan kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi pengerasan dinding
pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan.

Dietilpirokarbonat (DEP) termasuk di dalam bahan kimia karsinogenik mengandung


unsur kimia C6H10O5 adalah bahan kimia sintetis yg tdk ditemukan dlm produk-produk alami
dan digunakan sebagai pencegah peragian pada minuman yang mengandung alkohol maupun
minuman yang tidak beralkohol. DEP sering digunakan untuk susu dan produk susu, bir, jus
jeruk dan minuman buah-buahan lain sehingga minuman ini dapat bertahan lama. DEP apabila
masuk ke dalam tubuh dan terakumulasi dalam jangka panjang, dapat memicu timbulnya kanker.

Dulsin adalah pemanis sintetik yang memiliki ras manis kira-kira 250 kali dari sukrosa
atau gula tebu, yang tidak ditemukan pada produk-produk pemanis alami lainnya. Dulsin telah
diusulkan untuk digunakan sebagai pemanis tiruan. Dulsin ditarik total dari peredaran pada tahun
1954 setelah dilakukan pengetesan dulsin pada hewan dan menampakkan sifat karsinogenik yang
dapat memicu munculnya kanker.
Formalin merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak disalahgunakan untuk
produk pangan. Zat ini termasuk bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika
kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat yang
terdapat dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang
menyebabkan keracunan pada tubuh. Formalin adalah larutan 37 persen formaldehida dalam air,
yang biasanya mengandung 10 sampai 15 persen metanol untuk mencegah polimerasi. Formalin
dapat dipakai sebagai bahan anti septik, disenfektan, dan bahan pengawet dalam biologi. Zat ini
juga merupakan anggota paling sederhana dan kelompok aldehid dengan rumus kimia HCHO.

Kalium bromat (potasium bromat) digunakan untuk memperbaiki tepung yang dapat


mengeraskan kue. Kalium bromat digunakan para pembuat roti maupun perusahaan pembuat roti
untuk membantu proses pembuatan roti dalam oven dan menciptakan tekstur bentuk yang lebih
bagus pada proses penyelesaian akhir produknya.bila digunakan dalam jumlah kecil, zat ini akan
hilang selama pembakaran atau pemanasan. Bila terlalu banyak digunakan,sisas kalium bromat
akan tetap banyak dalam roti.

Kalium bromat dilarang pada beberapa negara karena dianggap sebagai karsinogen,
pemicu kanker. The Centre for Science in teh Public Interest (CPSI), sebuah lembaga advokasi
nutrisi dan kesehatan terkemuka di Amerika Serikat, mengajukan permohonan kepada food and
Drug Administration (FDA) untuk melarang penggunaan kalium bromat. Di negara-negara
Eropa, Inggris, da Kanada, kalium bromat telah dilarang mulai 1990 an.

Kalium klorat (KClO3) salah satu fungsinya sebagai pemutih, sehingga sering
dimasukkan dalam obat kumur pemutih dan pasata gigi. Sejak tahun 1988, Pemerintah Indonesia
sudah melarang penggunaan kalium klorat sebagai bahan tambahan makanan karena senyawa ini
dapat merusak tubuh bahkan kematian. Jika terpapar dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan methemoglobinemia (kelainan dalam darah), kerusakan hati dan ginjal, iritasi pada
kulit, mata, dan saluran pernapasan. Bila dimakan bersamaan dengan produk pangan, kalium
klorat dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan, gejalanya mual, muntah dan diare.
BAB III

PENUTUP
3.1  Kesimpulan
1.   Bahan Tambahan Makanan (BTM) adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam
makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan teribat dalam proses pengolahan,
pengemasan, dan atau penyimpanan.
2.   BTM secara umum bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi makanan, memperbaiki nilai
estetika dan sensori makanan. Dan memperpanjang umur simpan (shelf life) makanan.
3.  BTM berdasarkan yaitu sebagai: Antioksidan; Antikempal; Pengasam,penetral dan pendapar;
Enzim; Pemanis buatan; Pemutih dan pematang; Penambah gizi; Pengawet; Pengemulsi,
pemantap dan pengental; Pengeras; Pewarna sintetis dan alami; Penyedap rasa dan aroma,
Sekuestran; dll
4. BTM yang dilarang penggunaannya: Boraks, formalin, minyak nabati yang dibrominasi,
dietilpirokarbonat kloramfenikol, kalium klorat, nitrofurazon, dulcin, asam salisilat dan
garamnya.

3.2 Saran
Jadi, kita harus terlebih dahulu mengetahui apa itu Bahan Tambahan Makanan, setelah
itu kita harus mengetahui jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan agar dalam penggunaannya
kita tau mana yang diperbolehkan dan mana yang dilarang. Apabila penggunaannya dilarang,
maka kita tidak boleh menggunakannya, dan apabila diperbolehkan maka kita harus tau
batasannya, jangan sampai terlalu sering menambahkan zat tambahan makanan kecuali yang
bersifat alami. Karena dampak negatif dari Bahan Tambahan Makanan yang bersifat sintetis
dapat mengganggu kesehatan tubuh kita, dan bahkan menyebabkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA

Anggrahini, Sri. 2008. Keamanan Pangan Kaitannya dengan Penggunaan Bahan Tambahan
dan Kontaminan. Diakses di :
http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/732pp0906016.pdf

Badan POM. R.I., 2012. Bahaya Rhodamin B sebagai Pewarna pada Makanan.
http://ik.pom.go.idwp-contentuploads201111-Bahaya-Rhodamin-B-sebagai-
Pewarna-pada-Makanan.pdf

Cahyadi ,W.2012. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.PT Bumi Aksara. Jakarta

Ditjend POM Depkes RI Nomor : 00386/C/SK/II/90 tentang Perubahan Lampiran Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor :239/Menkes/Per/V/85 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan
sebagai bahan berbahaya; 1990.pdf file

Depkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988


tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta :1988.pdf

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Atas


Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/ .pdf

Sari, I. P. 2010. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. pdf

Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai