BAB I
PENDAHULUAN
Dasar/Landasan
Landasan Kode Etik Konselor adalah (a) Pancasila, mengingat bahwa profesi konseling merupakan usaha
layanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara yang bertanggung jawab. (b)
tuntutan profesi, mengacu kepada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai dengan norma-norma yang
berlaku.
BAB II
A. Kualifikasi
Konselor harus memiliki (1) nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan dalam bidang profesi konseling,
dan (2) pengakuan atas kewenangannya sebagai konselor.
2. Pengakuan kewenangan
Untuk dapat bekerja sebagai konselor, diperlukan pengakuan, keahlian, kewenangan oleh organisasi
profesi atas dasar wewenang yang diberikan kepadanya oleh pemerintah.
3. Kegiatan Profesional
a. Penyimpanan dan penggunaan informasi
Catatan tentang diri klien yang meliputi data hasil wawancara, testing, surat-menyurat,
perekaman, dan data lain, semua merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh
digunakan untuk kepentingan klien. Penggunaan data/informasi untuk keperluan riset atau
pendidikan calon konselor dimungkinkan sepanjang identitas dirahasiakan. Penyampaian
informasi mengenai klien kepada keluarga atau kepada anggota profesi lain, membutuhkan
perseetujuan klien atau yang lain dapat dibenarkan asalkan untuk kepentingan klien dan tidak
merugikan klien.
b. Keterangan mengenai mengenai bahan profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang
berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
c. Kewajiban konselor untuk menangani klien berlangsung selama ada kesempatan antara klien
dengan konselor. Kewajiban berakhir jika hubungan konseling berakhir, klien mengakhiri
hubungan kerja atau konselor tidak lagi bertugas sebagai konselor.
4. Testing
a. Suatu jenis tes hanya diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan dan
menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu memeriksa dirinya apakah ia mempunyai wewenang
yang dimaksud.
b. Testing diperlukan bila dibutuhkan data tentang sifat atau ciri kepribadian yang menuntut
adanya perbandingan dengan ssampel yang lebih luas, misalnya taraf intelegensia, minat, bakat
khusus, dan kecenderungan dalam pribadi seseorang.
c. Data yang diperlukan dari hasil testing itu harus diintegrasikan dengan informasi lain yang
telah diperoleh dari klien sendiri atau dari sumber lain.
d. Data hasil testing harus diperlakukan setaraf data dan informasi lain tentang klien.
e. Konselor harus memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan
digunakannya tes dan apa hubungannya dengan masalahnya. Hasilnya harus disampaikan dengan
klien dengan disertai penjelasan tentang arti dan kegunaannya.
f. Hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh pihak lain yang diberitahu
itu ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada klien dan tidak merugikan klien.
g. Pemberian suatu jenis tes harus mengikuti pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes
yang berlakukan.
5. Riset
a. Dalam melakukan riset, di mana tersangkut manusia dengan masalahnya sebagai subyek,
harus dihindari hal-hal yang dapat merugikan subyek yang bersangkutan.
b. Dalam melakukan hasil riset di mana tersangkut klien sebagai subyek, harus dijaga agar
identitas subyek dirahasiakan.
HUBUNGAN KELEMBAGAAN
DAN HAK SERTAKEWAJIBAN KONSELOR
1. Jikalau konselor bertindak sebagai konsultan pada suatu keluarga, maka harus ada pengertian dan
kesepakatan yang jelas antara dia dengan pihak lembaga dan dengan klien yang menghubungi konselor
di tempat lembaga itu. Sebagai seorang konsultan, konselor tetap mengikuti dasar-dasar pokok profesi
dan tidak bekerja atas dasar komersial.
2. Prinsip-prinsip yang berlaku dalam layanan individual, khususnya tentang penyimpangan serta
penyebaran informasi tentang klien dan hubungan konfidensial antara konselor dengan kien, berlaku
juga bila konselor bekerja dalam hubungan kelembagaan.
3. Setiap konselor yang bekerja dalam hubungan kelembagaan turut bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan peraturan kerjasama dengan pihak atasan atau bawahannya, terutama dalam rangka layanan
konseling dengan menjaga rahasia pribadi yang dipercayakan kepadanya.
4. Peraturan-peraturan kelembagaan yang diikuti oleh semua petugas dalam lembaga harus dianggap
mencerminkan kebijaksanaan lembaga itu dan bukan pertimbangan pribadi. Konselor harus
mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada atasannya. Sebaliknya dia berhak pula mendapat
perlindungan dari lembaga itu dalam menjalankan profesinya.
5. Setiap konselor yang menjadi staf sutau lembaga harus mengetahui tentang program-program yang
berorientasi pada kegiatan-kegiatan dari lembaga itu dari pihak lain. Pekerjaan konselor harus dianggap
sebagai sumbangan khas dalam mencapai tujuan lembaga tersebut.
6. Jika dalam rangka pekerjaan dalam suatu lembaga, konselor tidak cocok dengan ketentuan-ketentuan
atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berlaku di lembaga tersebut, maka dia harus mengundurkan diri
dari lembaga tersebut.
7. Konselor yang tidak bekerja dalam hubungan kelembagaan diharapkan mentaati kode etik jalannya
sebagai konselor dan berhak untuk mendapat dukungan serta perlindungan dari rekan-rekan seprofesi.
8. Kalau konselor merasa perlu untuk melaporkan sesuatu hal tentang klien kepada pihak lain
(misalnya pimpinan badan tempat ia bekerja), atau kalau ia diminta keterangan tentang klien oleh
petugas suatu badan di luar profesinya, dan ia harus juga memberikan informasi itu, maka dalam
memberikan informasi tersebut harus sebijaksana mungkin dengan berpedoman pada pegangan bahwa
dengan berbuat begitu klien tetap dilindungi dan tidak dirugikan.
9. Konselor tidak dibenarkan menyalahgunakan jabatannya untuk maksud mencari keuntungan pribadi
atau maksud-maksud lain yang dapat merugikan klien, atau menerima komisi atau balas jasa dalam
bentuk yang kurang wajar.
10. Konselor harus selalu mengkaji tingkah laku dan perbuatannya apakah tidak melanggar kode etik ini.
ABKIN
PERSONALITY GURU PEMBIMBING
Modal dasar sebagai ciri personal yang harus dimiliki oleh guru pembimbing diantaranya adalah :
2. Berwawasan luas
Memiliki pandangan dan pengetahuan yang luas terutama tentang perkembangan peserta didik
pada usia sekolahnya, perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi/kesenian dan proses
pembelajarannya, serta pengaruh lingkungan dan modernisasi terhadap peserta didik.
3. Menyayangi anak
Memiliki kasih sayang yang mendalam terhadap peserta didik, rasa kasih sayan ini ditampilkan
oleh guru pembimbing benar-benar dari hati sanubarinya (tidak berpura-pura atau dibuat-buat)
sehingga peserta didik secara langsung merasakan kasih sayang itu.
7. Menjadi contoh
Tingkah laku, pemikiran, pendapat, dan ucapan-ucapan guru pembimbing tidak tercela dan
mampu menarik peserta didik untuk mengikutinya dengan senang hati dan suka rela.
I. KOMPETENSI PERSONAL
1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Menghayati kode etik dan proses pengambilan keputusan secara etis.
3. Menampilkan rasa hormat terhadap keragaman individu.
4. Menampilkan struktur nilai dan sistem keyakinan pribadi.
5. Menampilkan keterbukaan, fleksibilitas, sikap mengasihi, dan toleran di dalam
melakukan interaksi profesional yang mengarah kepada pertumbuhan dan perkembangan
diri sendiri dan orang lain.
6. Menampilkan arah diri dan otonomi kedirian yang mantap.
7. Bertindak secara konsisten dengan sistem nilai etis pribadi dan kode etik profesional
di dalam hubungan profesionalnya.
8. Menunjukkan penampilan diri yang menarik.
9. Mempu menyesuaikan diri secara adekuat.
10. Memiliki kepercayaan dan keyakinan diri untuk bisa memberikan layanan bantuan.
11. Memiliki keikhlasan dalam menyelenggarakan pelayanan.
I. KOMPETENSI KEILMUAN
Konseling
26. Menghayati dan menerapkan teori kkonseling yang telah mepribadi
27. Mengembangkan kerangka pikir manusia efektif sejalan dengan kerangka pikir
profesionalnya.
28. Menunjukkan kecakapan mengkaji hubungan antara teori konseling, kepribadian,
belajar dan asesmen psikologis.
29. Menguasai berbgai metode dan rasionel untuk mengawali proses konseling yang
sesuai dengan kepedulian klien.
30. Menyadari berbagai variabel kepribadian dirinya yang mempengaruhi proses
konseling.
31. Mengkomunikasikan kepada klien tentang masalah perkembangan perilaku.
32. Mendiskripsikan proses konseling yang dapat dipahami klien.
33. Menyatakan kembali masalah klien dalam cara yang akurat dan dapat diterima klien.
34. Memilih dan melakukan kemungkinan tindakan berikut dalam menghadapi klien :
Melanjutkan dan memilih strategi konseling tertentu.
Merujuk kepada sumber-sumber nonkonseling.
Merujuk kepada konselor lain.
Mengakhiri konseling.
35. Menerapkan prinsip-prinsip belajar dalam mengembangkan situasi belajar untuk
klien tertentu.
36. Menunjukkan arah tindakan dalam menghadapi masalah resistensi, permusuhan,
dependensi, keengganan klien.
37. Menerapkan gaya konseling yang menyenangkan dalam menghadapi klien tertentu.
38. Mempertahankan pendekatan konseling pilihannya atas dasar pengalaman dan
pengetahuannya sendiri.
39. Merespon secara tepat ekspresi perasaan klien.
Asesmen lingkungan
50. Terampil menghimpun, dan menganalisi data/informasi individu.
51. Mengakses faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap perkembangan kesehatan
mental.
52. Memberi pengaruh terhadap kebijakan dan prosedur kelembagaan yang dapat
menumbuhkna kesempatan bagi para anggotanya.
53. Memahami organisasi formal dan informal dalam berbagai pola sistem sosial.
54. Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan sistem sosial yang perlu diperbaiki.
55. Mendeskripsikan hal-hal perkembangan yang relevan dengan masalah konseling
individu.
56. Mendeskripsikan dampak interaktif berbagai masalah perkembangan di dalam proses
kelompok.
Asesmen individual
57. Mengidentifikasi secara tepat kriteria dan sumber instrumen asesmen untuk
pengukuran kelompok dan individual.
58. Mengidentifikasi tes bakat, prestasi, kepribadian yang cocok untuk kepentingan
sekolah dan lembaga lain sesuai dengan individu atau populasi yang akan dilayani.
59. Mengembangkan instrumen asesmen untuk kepentingan pemahaman individu dalam
konteks layanan bimbingan dan konseling.
60. Menampilakn kecakapan mengadministrasikan instrumen tes baku sesuai dengan
standar pelaksanaan tes.
61. Menganalisis, mengorganisasikan, dan mensintesiskan hasil tes yang diperoleh dari
tes baku baik secara verbal maupun tertulis.
62. Mengaitkan hasil tes dengan tujuan, aspirasi, kecakapan dalingkungan klien.
63. Menghimpin dan mensintesiskan informasi klien dengan menggunakan teknik
asesmen nontes.