Anda di halaman 1dari 29

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI

UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA DAERAH DI PROVINSI


KEPULAUAN RIAU PADA TAHUN 2015-2019

Proposal Karya Ilmiah

Oleh :
Rifka Dwi Apriliani
1710104038

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TIDAR
MAGELANG
2020
BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah


Reformasi membawa salah satu perubahan dalam hubungan
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, atau dikenal dengan Otonomi
Daerah. Ketentuan umum mengenai Pemerintahan Daerah diatur dalam
UU Otonomi Daerah No. 9 Tahun 2015 di mana perubahan kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014. Otonomi daerah merupakan hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan kebijakan pembiayaan dengan menggunakan asas
desentralisasi dilaksanakan atas beban APBD. Pemerintah daerah diberi
wewenang untuk mengelola sendiri Sumber Daya Alam dan memungut
pajak/retrbusi. Sumber dana bagi daerah terdiri dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana Perimbangan (DBH, DAU, dan DAK) dan Pinjaman
Daerah, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Tiga sumber dana utama
langsung dikelola oleh Pemerintah Daerah melalui APBD, sedangkan
sumber dana yang lain dikelola oleh Pemerintah Pusat atas kerjasama
dengan Pemerintah Daerah (Halim, 2009).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan
daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Optimalisasi
penerimaan Pendapatan Asli Daerah hendaknya didukung upaya
pemerintah Daerah dengan meningkatkan kualitas layanan public
(Mardiasmo, 2002). Pendapatan Asli Daerah setiap daerah berbeda-beda.
Daerah yang memiliki kemajuan dibidang industry dan memiliki kekayaan
alam yang melimpah cenderung memiliki PAD jauh lebih besar dibanding
daerah lainnya, begitu juga sebaliknya. Karena hal tersebut, maka terjadi
ketimpangan Pendapatan Asli Daerah. Namun, disatu sisi terdapat daerah
yang sangat kaya karena memiliki PAD yang tinggi dan disisi lain ada
daerah yang tertinggal karena memiliki PAD yang rendah. Menurut
Pratomo, 2016 pemerintah diharapkan dapat secara bijak dalam
mengambil keputusan yang menyangkut dengan hal pendapatan asli
daerah.
Pada tahun 2019 sejumlah sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD)
di Kepulauan Riau tidak mencapai target, bahkan ada beberapa faktor
pendapatan tidak memperoleh hasil pada tahun tersebut. Hal ini
menyebabkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi
Kepulauan Riau pada tahun 2020 terancam defisit. Terdapat tiga dari lima
sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang belum memenuhi target, yaitu
pada sektor pajak yang belum memenuhi target tersebut adalah dari labuh
jangkar masih nol rupiah dari Rp 60 miliar yang ditargetkan. Kemudian
retribusi pengeluaran izin reklame dan pemanfaatan ruang laut, dari Rp 10
miliar yang ditargetkan, namun pada saat itu yang diperoleh baru Rp 2
miliar. Dan Pajak Air Permukaan (PAP) dimana pada saat itu belum dapat
dipungut karena PT Adiya Tirta Batam (ATB) enggan melunasi utang
pajaknya sebesar Rp 20 miliar (Kumparan, 2019).
Dengan adanya otonomi daerah, hal ini berarti bahwa Pemerintah
Daerah dituntut untuk lebih mandiri, termasuk mandiri dalam masalah
financial. Meski begitu Pemerintah Pusat tetap memberi dana bantuan
yaitu berupa Dana Alokasi Umum (DAU) yang ditransfer ke Pemerintah
Daerah. Dalam paktiknya, transfer dari Pemerintah Pusat merupakan
sumber pendanaan utama Pemerintah Daerah untuk membiayai
operasional daerah, yang oleh Pemerintah Daerah “dilaporkan”
diperhitungan anggaran. Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi
kesenjangan fiscal antarpemerintah dan menjamin tercapainya standar
pelayanan publik minimum di seluruh negeri (Maemunah, 2006).
Permasalahan dari Dana Alokasi Umum (DAU) terletak pada
perbedaan cara pandang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
tentang Dana Alokasi Umum. Bagi pemerintah pusat, Dana Alokasi
Umum dijadikan instrument horizontal imbalance untuk pemerataan atau
mengisi fiscal gap. Sedangkan bagi daerah, Dana Alokasi Umum
dimaksudkan untuk mendukung kecukupan. Permasalahan timbul ketika
daerah meminta Dana Alokasi Umum sesuai dengan kebutuhannya.
Namun, di sisi lain pengalokasian Dana Alokasi Umum bedasarkan
kebutuhan daerah belum bisa dilakukan karena dasar perhitungan fiscal
needs tidak memadai. Hal ini dikarenakan terbatasnya data, belum ada
standar pelayanan minimum masing-masing daerah, dan sistem
penganggaran yang belum berdasarkan pada standar analisis belanja.
Ditambah total pengeluaran anggaran khususnya APBD belum
mencerminkan kebutuhan sesungguhnya dan cenderung tidak efisien.
Sumber-sumber Pendapatan Daerah yang diperoleh, lebih banyak
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah.
Plt. Gubernur Kepulauan Riau mengupayakan menjelang anggaran
APBN tahun 2021 disusun, Undang-Undang Provinsi Kepulauan Riau
harus selesai. Sehingga Dana Alokasi Umum (DAU) Provinsi Kepulauan
Ria bisa bertambah pada tahun anggaran 2021. Badan Kerja Sama (BKS)
Provinsi Kepulauan Riau adalah organisasi yang memperjuangkan agar
Provinsi-Provinsi Kepulauan di Indonesia mendapat porsi Dana Alokasi
Umum (DAU) yang lebih besar dengan mempertimbangkan luas wilayah
laut. Karena selama ini indikator penilaian DAU hanya berdasarkan luas
daratan, sedangkan luas laut tidak dihitung sehingga DAU di Provinsi-
Provinsi Kepulauan lebih kecil dari daerah yang luas daratannya
(BatamNews.co.id, 2019).
Pada tahun 2019 semester pertama, Kepulauan Riau menjadi salah
sau daerah yang memiliki penyerapan anggaran pendapatan dan belanja
daerahnya rendah. Sementara itu penyerapan anggaran tersebut penting
untuk menggerakkan perekonomian daerah. Berdasarkan data Kementrian
Dalam Negeri (Kemendagri) selama semester I-2019 atau sejak Januari
hingga Juni 2019 Kepulauan Riau menjadi salah satu daerah yang tidak
sampai 20 persen menyerap anggarannya. Persentase ini menjadi terendah,
dimana Kepulauan Riau hanya mencapai sekitar lima persen.
Keterlambatan menyerap APBD berdampak pada kualitas penggunaan
anggaran, karena semakin lama alokasi anggaran digunakan, semakin
sedikit waktu yang tersedia untuk memanfaatkannya. Keterlambatan
menyerap anggaran tersebut dapat berdampak langsung pada stimulus
ekonomi yang tidak optimal. Salah satu yang dilakukan oleh Pemerintah
yaitu merelokasi anggaran. Namun, anggaran sering kali direaloksi ke pos
lain yang tidak signifikan, dampaknya untuk pembangnan daerah. Hal
tersebut dilakukan semata agar anggaran yang ada bisa cepat dibelanjakan.
Lambannya penyerapan anggaran disejumlah daerah itu juga kontras
dengan kebutuhan daerah tersebt. Penyerapan APBD secara tidak
langsung mencerminkan kemampuan daerah dalam merencanakan
anggaran. Ketika APBD sudah disahkan, kepala daerah memiliki
tanggungjawab untuk memastikan belanja APBD tidak lambat
(TribunJogja.com, 2019)
Pemilihan variabel Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi
Umum pada penelitian ini karena keduanya memiliki kesamaan digunakan
untuk membiayai belanja daerah. Namun, untuk Pendapatan Asli Daerah
murni berasal dari daerah tersebut dan dikelola oleh pemerintah daerah.
Sedangkan untuk Dana Alokasi Umum dikelola oleh pemerintah pusat
yang kemudian ditransfer ke pemerintah daerah. PAD dan DAU memiliki
hubungan yang lurus dengan Belanja Daerah, saat PAD dan DAU tinggi
maka Belanja Daerah juga akan tinggi, begitupun sebaliknya.
I.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang timbul dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yaitu terjadi ketimpangan Pendapatan Asli Daerah karena setiap daerah
memiliki PAD yang berbeda-beda. Daerah yang memiliki kemajuan di
bidang industri dan memiliki kekayaan alam yang melimpah cenderung
memiliki PAD jauh lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya,
begitu pula sebaliknya. Di satu sisi ada daerah yang sangat kaya karena
memiliki PAD yang tinggi dan di sisi lain ada daerah yang tertinggal
karena memiliki PAD yang rendah. Hal ini tercermin pada data yang
diperoleh di Kepulauan Riau dimana pada tahun 2019 sejumlah sektor
Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak mencapai target. Hal ini berpengaruh
pada kemungkinan APBD Provinsi Kepulauan Riau tahun 2020 yang
terancam defisit. Pendapatan Asli Daerah berkaitan dengan belanja daerah,
di mana semakin besar Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka belanja
daerah tersebut akan tinggi. Begitu pula sebaliknya, jika PAD rendah
maka belanja daerah juga akan rendah (Halim, Abdul 2001).
Permasalahan yang sering timbul dalam Dana Alokasi Umum yaitu
terdapat perbedaan pandangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah mengenai Dana Alokasi Umum. Di mana pemerintah pusat
memandang bahwa Dana Alokasi Umum untuk pemerataan kemampuan
keuangan daerah. Sedangkan bagi pemerintah daerah, Dana Alokasi
Umum digunakan untuk mendukung kecukupan keuangan daerah. Selain
itu permasalahannya ketika pemerintah daerah meminta Dana Alokasi
Umum sesuai dengan kebutuhan daerahnya. Karena pengalokasian
anggaran merupakan masalah yang paling sering temui oleh Pemerintah
Daerah. Dimana Pendapatan daerah yang tinggi harus diimbangi dengan
pengalokasian belanja daerah yang baik, namun realisasinya belum
terlaksana dengan baik dalam pengalokasian belanja daerah. Dana Alokasi
Umum merupakan salah satu transfer dana pemerintah pusat ke
pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah guna mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh di Provinsi
Kepulauan Riau dimana terdapat perbedaan antara Dana Alokasi Umum
yang ditransfer oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kepulauan Riau
dengan dana yang dibutuhkan oleh Pemerintah Kepulauan Riau sendiri.
Karena Pemerintah Pusat memberikan dana hanya dengan
mempertimbangkan luas daratan saja, sedangkan yang diinginkan atau
dibutuhkan oleh Pemerintah Kepulauan Riau luas lautan juga ikut
diperhitungan dalam indikator pemberian Dana Alokasi Umum.
Belanja Daerah di Kepulauan Riau juga menjadi salah satu daerah
yang tidak sampai 20 persen menyerap anggaran, bahkan presentase di
Kepulauan Riau hanya mencapai sekitar 5 persen saja. Keterlambatan
dalam menyerap anggaran APBD ini berdampak pada banyak hal.
Berdasarkan pemasalahan yang dipaparkan dalam latar belakang
dan rumusan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam
penelitian ini yaitu “Masalah dalam belanja daerah yang rendah, pada saat
Pendapatan Asli Daerah (PAD) rendah dan Dana Alokasi Umum (DAU)
yang rendah”.
I.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di
atas, maka pertanyaan dari penelitian ini yaitu :
1. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap Belanja
Daerah di Provinsi Kepulauan Riau?
2. Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap Belanja
Daerah di Provinsi Kepulauan Riau?
I.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris pengaruh
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap
Belanja Daerah Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2015 sampai dengan
tahun 2019.
I.5 Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat penelitian ini berupa kontribusi empiris, teori, dan
kebijakan yaitu :
1. Kontribusi empiris pada pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap alokasi belanja daerah pada
Provinsi Kepulauan Riau.
2. Kontribusi teori sebagai bahan referensi dan data tambahan bagi
peneliti lainnya yang tertarik di bidang ini
3. Kontribusi kebijakan untuk memberikan masukan bagi Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah guna menyusun anggaran pada tahun
yang akan datang.

BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian


Teori Transfer menurut Rosen & Gayer (2010)
Penelitian ini menggunakan teori transfer secara umum terdapat 2
jenis, yaitu Transfer bersyarat (Conditional Grants) dan Transfer Tidak
Bersyarat (Unconditional Grants). Transfer bersyarat merupakan transfer
yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang
pengelolaannya diatur oleh Pemerintah Pusat. Transfer tidak bersyarat
merupakan transfer yang diberikan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah
Daerah yang pengelolaannya diserahkan penuh kepada Pemerintah Daerah
dan diawasi oleh Pemerintah Pusat. Transfer ini bertujuan untuk
pemerataan pendapatan antar daerah dan merupakan dana pendukung
pelaksanaan program/proyek pembangunan yang menjadi prioritas daerah.
Pemerintah Pusat juga menetapkan tujuan yang spesifik dalam
penggunaan dana transfer bersyarat.
Teori Agency
Penelitian ini menggunakan teori agensi yang menyatakan bahwa
konflik antara principal dan agent disebabkan adanya perbedaan informasi
antara keduanya. Dalam hal ini principal yang dimaksud ialah pemerintah
pusat, sedangkan agen yaitu pemerintah daerah. Menurut Halim dan
Abdullah 2006 diakui atau tidak dipemerintahan daerah terdapat hubungan
dan masalah keagenan. Penelitian Lane (2000) dalam Prabowo, dkk
(2014) menyatakan bahwa teori keagenan dapat diterapkan dalam
organisasi public menyatakan bahwa negara demokrasi modern didasarkan
pada serangkaian hubungan principal-agen.
Otonomi Daerah
Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Otonomi daerah
adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesaui dengan peraturan perundang-undangan.
Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu seperti politik luar
negeri, peradilan, moneter, fiskal, agama, dan pertahanan keamanan,
karena bidang tersebut tetap menjadi wewenang pemerintah pusat.
Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan pada prinsip demokrasi,
keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman. Peluang otonomi daerah
sangat terbuka seiring dengan proses demokratisasi kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Pengelolaan Keuangan Daerah
Dalam PP No 58 Tahun 2005, Pengelolaan Keuangan Daerah
adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana
keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang disetujui oleh DPRD dan
ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD dapat digunakan sebagai
tolok ukur dalam meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan
masyarakat daerahnya. Struktur APBD terdiri dari Pendapatan Daerah,
Belanja Daerah, dan Pembiayaan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan
yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan asli daerah
adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah
dan dikelola sendiri oleh pemerintahan daerah. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 pasal 79 disebutkan bahwa pendapatan asli
daerah terdiri dari :
1. Pajak Daerah
Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi
atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang
dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah (Kesit Bambang, 2003).
Jenis pajak daerah dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Pajak Daerah Provinsi , terdiri dari :
1) Pajak Kendaraan Bermotor
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan
Air Permukaan
b. Pajak Daerah Kabupaten/Kota terdiri dari :
1) Pajak Hotel dan Restoran
2) Pajak Hiburan
3) Pajak Reklame
4) Pajak Penerangan Jalan
5) Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galia Golongan C
6) Pajak Parkir
2. Retribusi Daerah
Retribusi Daerah adalah Pemungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau badan (Kesit Bambang, 2003). Retribusi dibagi menjadi 3
golongan yaitu :
a. Retribusi jasa umum
b. Retibusi jasa usaha
c. Retribusi perizinan tertentu
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, jenis hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dapat dirinci menurut
objek pendapat yan mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada
perusahaan milik daerah/BUMD. Bagian laba atas penyertaan modal
pada perusahaan milik pemerintah/BUMN dan bagian laba atas
penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha
masyarakat.
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Jenis lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah sesuai UU No. 33
Tahun 2004 disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang
tidak termasuk dalam jenisPajak Darah, Retribusi Daerah, dan Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dirinci menurut obyek
pendapatan, antara lain yaitu hasil penjualan kekayaan daerah yang
tidak dipisahkan secara tunai atau angsuran/cicilan, jasa giro,
pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah,
penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagaimana akibat
dari penjualan atau pengadaan barang dan jasa oleh daerah,
penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing.
Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari
APBN yang dialokasikan untuk provinsi dan Kabupaten/Kota dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi
Umum bersifat block grant yang berarti bahwa penggunaannya diserahkan
kepada Daerah sesuai dengan prioritas dari kebutuhan Daerah untuk
peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan
otonomi daerah. Adapun cara menghitung DAU yaitu :
1. Bedasarkan PP Nomor 55 Tahun 2005 jumlah keseluruhan DAU
ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan neto
2. DAU untuk suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan
alokasi dasar
3. DAU antara Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan dengan
imbangan yaitu 10% untuk Dearah Provinsi dan 90% untuk Daerah
Kabupaten/Kota
Belanja Daerah
Belanja Daerah menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 adalah semua
kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Sesuai UU Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Belanja Daerah dilaksanakan
untuk mendanai urusan pemerintah yang menjadi kewenangan Daerah,
sedangkan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah
yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
Belanja Daerah diklasifikasikan berdasarkan dua kelompok belanja, yaitu :
1. Belanja Langsung
Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara
langsung dengan pelaksanaan kegiatan. Kelompok belanja langsung
dibagi menjadi 3 jenis belanja yang terdiri dari :
a. Belanja Pegawai (honorarium/upah), digunakan untuk pengeluaran
honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan
Pemerintahan Daerah.
b. Belanja Barang dan Jasa, digunakan untuk pengeluaran
pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12
bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan
kegiatan Pemerintah Daerah.
c. Belanja Modal, digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan
dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan asset tetap
berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk
digunakan dalam kegiatan pemerintahan.
2. Belanja Tidak Langsung
Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan setiap
bulan dalam satu tahun anggaran sebagai konsekuensi dari kewajiba
pemerintah daerah secara periodic kepada pegawai yang bersifat tetap
dan/atau kewajiban untuk pengeluaran belanja lainnya yang umumnya
diperlukan secara periodic. Kelompok belanja tidak langsung terdiri
atas :
a. Belanja Pegawai yaitu belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan
tunjangan, serta penghasilan lain yang diberikan kepada ASN yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
b. Belanja Bunga, digunakan untuk menganggarkan pembayaran
bunga utan yang dihitung atas kewajiban pokok utang berdasarkan
perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang.
c. Belanja Subsidi, digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya
produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu yang menghasilkan
produk atau jasa pelayanan umum masyarakat agar harga jual
produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat
banyak.
d. Belanja Hibah, digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah
dalam bentuk uang, barang dan/jasa kepada pemerintah atau
pemerintah daerah lainnya, kelompok masyarakat/perorangan yang
secara spesifik telah ditetapkan peruntukkannya.
e. Bantuan Social, digunakan untuk menganggarkan pemberian
bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
f. Belanja Bagi Hasil, digunakan untuk menganggarkan dna bagi
hasil yang bersumber dari pendapatan teknis sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan .
g. Belanja keuangan, digunakan untuk menganggarkan bantuan
keuangan yang besifat umum atau khusus dari pemerintah desa dan
pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau
peningkatan kemampuan keuangan
h. Belanja tak terduga, merupakan belanja untuk kegiatan yang
sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan sebelumnya, termasuk
pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun
sebelumnya yang telah ditutup.
Hubungan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan
daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Dengan
ditambahnya infrastruktur dan perbaikan infrasruktur yang ada oleh
pemerintah daerah, diharapkan akan memacu perumbuhan perekonomian
di daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan merangsang meningkatnya
pendapatan penduduk di daerah yang bersangkutan, seiring dengan
meningkatnya pendapatan asli daerah. Semakin besar dana Pendapatan
Asli Daerah berarti semakin besar belanja daerah yang dilakukan
pemerintah daerah untuk pembangunan daerahnya masing-masing.
Namun, begitu pula sebaliknya jika Pendapatan Asli Daerah Rendah maka
belanja daerah juga akan rendah (Halim, Abdul 2001).
Adapun jenis pajak Kabupaten/Kota menurut Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000, tentang perubahan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 2 ayat (2)
terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak
penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian
golongan C dan pajak parkir. Pajak daerah sebagai salah satu komponen
Pendapatan Asli Daerah memiliki prospek yang sangat baik untuk
dikembangkan. Sehingga pajak daerah harus dikelola secara professional
dan transparan dalam rangka optimalisasi dan usaha meningkatkan
kontribusinya terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah melalui
intensifikasi pemungutannya dan ektensifikasi subjek dan objek pajak
daerah, kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah sangat
besar.
Hubungan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Daerah
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN
yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk
membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya
penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan di dalam APBN
dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah secara
leluasa dapat menggunakan dana ini apakah untuk memberi pelayanan
yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang tidak
penting. Semakin besar dana aloksi umum ke pemerintah daerah berarti
semakin besar belanja daerah yang dilakukan pemerintah daerah
(Abdullah & Halim, 2003).
Pemberian Dana Alokasi Umum (DAU) kepada setiap daerah
didasarkan pada besar kecilnya bobot masing-masing daerah. Jika bobot
suatu daerah besar, maka DAU yang akan diterimanya besar, tetapi
sebaliknya, jika bobot suatu daerah kecil maka DAU yang akan
diperolehnya juga kecil. Hal ini dikarenakan perhitungannya, nilai bobot
dikalikan dengan penerimaan dalam negeri (PDN) atau yang dialokasikan
dalam APBN untuk DAU pada tahun bersangkutan (Halim, Abdul 2001).
2.2 Tinjauan Pustaka
Penelitian yang dilakukan oleh Kaleb Yoseb Yupukolo dan Teguh
Erawati (2019) dengan judul Pengaruh Pajak Daerah Retribusi Daerah
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Dana Alokasi Umum
Terhadap Belanja Daerah Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Periode 2012-1017 memberikan kesimpulan bahwa pajak daerah dan
retribusi daerah tidak berpengaruh terhadap belanja daerah di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Sedangkan pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan dana alokasi umum berpengaruh positif dan signifikan
terhadap belanja daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun pajak
daerah, retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
dan dana alokasiumum secara bersama-sama/simultan berpengaruh
signifikan terhadap belanja daerah. Hal ini disebabkan karena nilai F-
statistic sebesar 0,000.
Penelitian yang dilakukan oleh Nur Indah Rahmawati (2010)
dengan judul penelitian pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Alokasi Belanja Daerah. Studi ini
dilakukan pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.
Hasil dari penelitian ini yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh
positif terhadap alokasi belanja daerah. Pemerintah Daerah yang memiliki
PAD tinggi maka pengeluaran untuk alokasi belanja daerahnya juga
semakin tinggi. Kemudian Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh
positif terhadap alokasi belanja daerah. Pemerintah Daerah yang memiliki
DAU tinggi maka pengeluaran untuk alokasi belanja daerahnya juga
semakin tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Asa’at Purba,
Rusmiyati, dan Whinarko Julipriyanto (2014) dengan judul Analisis
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum
(DAU) terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Penelitian tersebut dilakukan di Kabupaten/Kota Eks Karesidenan Kedu
Periode Tahun 2001-2010. Hasil dari penelitian tersebut yaitu Pada
Kabupaten Magelang dan Kabupaten Kebumen, peran PAD terhadap
APBD adalah negatif. Peranan dominan dana alokasi umum (DAU)
terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), terdapat di
Kabupaten Magelang dan Kabupaten Kebumen, kemudan diikuti oleh
Kabupaten Purworejo, Kabupaten Temanggung, dan Kabupaten
Wonosobo.
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Nur, 2015 dengan
judul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana
Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah Di Sulawesi Selatan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara parsial PAD
dan DAK berpengaruh signifikan sedangka DAU tidak berpengaruh
signifikan terhadap belanja daerah Kabupaten dan Kota di Sulawesi
Selatan. Dan secara simultan PAD, DAU, dan DAK berpengaruh
signifikan terhadap belanja daerah Kabupaten dan Kota di Sulawesi
Selatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Andri Devita, Arman Delis, dan
Junaidi, 2014 dengan judul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, dan Jumlah Penduduk terhadap Belanja Daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi. Penelitan ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi
Umum (DAU), dan Jumlah Penduduk terhadap belanja daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi. Ketika diamati dari pengaruhnya
dengan menggunakan model fixed effect, dapat dilihat bahwa PAD dan
DAU secara simultan dan parsial dapat meningkatkan belanja langsung
dan belanja tidak langsung sementara jumlah penduduk mengurangi
peningkatan belanja langsung. Hal ini berbeda dengan belanja tidak
langsung yang memiliki efek positif karena pertumbuhan penduduk di
Kabupaten/Kota di Jambi dapat meningkatkan alokasi belanja pegawai
sedangkan untuk belanja langsung terutama untuk belanja modal tidak
efisien.
Penelitian yang dilakukan oleh Kesit Bambang Prakosa, 2004 yang
berjudul Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli
Daerah Terhadap Prediksi Belanja Daerah (Studi Empirik di Wilayah
Provinsi Jawa Tengah dan DIY). Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh DAU dan PAD dan kemampuan mereka
memprediksi pengeluaran Kabupaten d Indonesia. Sampel penelitian ini
diambil dari realisasi anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah
dan DIY. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa DAU dan PAD
secara parsial maupun kolektif memang telah mempengaruhi realisasi
anggaran dan pajak di Kabupaten. Selain itu terdapat efek flypaper yang
ditunjukkan oleh DAU yang memiliki kemampuan lebih tinggi untuk
memprediksi pengeluaran Kabupaten daripada PAD.
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis
PAD adalah Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Hasil Pajak
Daerah, Retribusi Daerah, Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah dan
lain-lain Pendapatan Yang sah. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana
yang bersumber dari Pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Belanja Daerah adalah semua
pengeluaran Pemerintah Daerah pada suatu periode anggaran.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis


Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap dan Alokasi Umum
(DAU) terhadap Belanja Daerah di Provinsi Kepulauan Riau Pada Tahun
2015-2019

Pendapatan Asli Daerah H1


(PAD)
Belanja Daerah

Dana Alokasi Umum (DAU)


H2

2.4 Definisi Konseptual


Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah atau disebut dengan PAD yaitu
pendapatan yang menunjukkan suatu kemampuan daerah dalam
menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan rutin
maupun pembangunan. Dalam kata lain PAD dapat dikatakan sebagai
pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam
memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan daerahnya untuk
membiayai tugas dan tanggungjawabnya. PAD merupakan semua
penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
Dana Alokasi Umum (DAU)
DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan
desentralisasi.
Belanja Daerah
Belanja Daerah menurut Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005,
adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum yang menguragi
ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun
anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.
Sementara itu menurut Ainur (2007) belanja daerah merupakan perkiraan
beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar
relative dapat dinikmati oleh selurh kelompok masyarakat tanpa
diskriminasi khususnya dalam pemberian pelayanan umum.
2.5 Hipotesis Penelitian
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhada Belanja Daerah di
Provinsi Kepulauan Riau
Pendapatan daerah merupakan sumber penerimaan daerah dan
dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan daerah.
Sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu
komponen sumber pendapatan daerah sebagaimana diatur dalam pasal 79
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan telah
disempurnakan dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004.
Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan bahwa PAD
merupakan sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah dalam
memenuhi belanjanya. PAD ini sekaligus dapat menunjukkan tingkat
kemandirian suatu daerah. Semakin banyak Pendapatan Asli Daerah yang
diperoleh semakin memungkinkan daerah tersebut untuk memenuhi
kebutuhan belanjanya sendiri tanpa harus tergantung pada Pemerintah
Pusat yang berarti ini menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah tersebut
telah mampu untuk mandiri, dan begitu juga sebaliknya. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Nur (2015) dengan
artikel yang berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah Di Sulawesi
Selatan”. Dengan hasil penelitian yang menunjukkan nilai t hitung PAD
-3,954 dengan signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil bila dibandingkan
dengan α pada taraf 0.05 yang berarti ada pengaruh Pendapatan Asli
Daerah (PAD) terhadap alokasi belanja daerah.
Penelitian yang dilakukan oleh Henri Edison H. Panggabean, 2009
yang berjudul Pengaruh PAD terhadap belanja Daerah di Kabupaten Toba
Samosir. Hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa Pajak
Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Daerah secara parsial
maupun secara simultan yang dinyatakan dalam Koefisien Determinasi ( R2
) sebesar 78,5%, yang artinya Belanja Daerah dapat dijelaskan oleh Pajak
Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
sebesar 78,5% sedangkan sisanya 21,5% dipengaruhi oleh variabel lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Nur Indah Rahmawati, 2010
dengan judul penelitian Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Alokasi Belanja Daerah (Studi
pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah). Hipotesis pertama
menyatakan bahwa “Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif
terhadap Alokasi belanja Langsung (abl)”. Hasil pengujian statistik
menunjukkan tingkat signifikan Pendapatan Asli Daerh sebesar 0,000yang
lebih kecil dari tingkat signifikan 0,05 sehinga dapat membuktikan bahwa
PAD berpengaruh positif terhadap belanja langsung. Kemudian, hipotesis
kedua menyatakan bahwa “Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh
positif terhadap Alokasi Belanja Tidak Langsung (abtl)”. Hasil pengujian
statistik mennjukkan tingkat signifikan Pendapatan Asli Daerah sebesar
0,05 sama dengan tingkat signifikan 0,05 sehingga dapat membuktikan
bahwa PAD berpengaruh positif terhadap belanja tidak langsung.
Berdasarkan penelitian terdahulu maka dapat ditarik hipotesis yaitu :
H1 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) Berpengaruh Positif Terhadap
Belanja Daerah di Provinsi Kepulauan Riau.
Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Daerah di
Provinsi Kepulauan Riau
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nur Indah Rahmawati,
2010 dengan judul penelitian Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (DAU)
dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Alokasi Belanja Daerah (Studi
pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah). Hipotesis ketiga
menyatakan bahwa “Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif
terhadap Alokasi Belanja Langsung (abl)”. Hasil pengujian statistik
menunjukkan tingkat signifikan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar
0,000 yang lebih kecil dari tingkat signifikan 0,05 sehingga dapat
membuktikan bahwa DAU berpengaruh positif terhadap belanja langsung.
Kemudian hipotesis keempat menyatakan bahwa “Dana Alokasi Umum
(DAU) berpengaruh positif terhadap Alokasi Belanja Tidk Langsung
(abtl)”. Hasil pengujian statistik menunjukkan tingkat signifikan Dana
Alokasi Umum sebesar 0,000 yang lebih kecil dari tingkat signifikan 0,05
sehingga dapat membuktikan bahwa DAU berpengaruh terhadap belanja
tidak langsung. Berdasarkan penelitian terdahulu maka dapat ditarik
hipotesis :
H2 : Dana Alokasi Umum (DAU) Berpengaruh Positif Terhadap Belanja
Daerah di Provinsi Kepulauan Riau.
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut Bastian (2002) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah
Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Hasil Pajak Daerah, Retribusi
Daerah, Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah dan lain-lain
Pendapatan Yang Sah. Pendapatan Asli Daerah dalam penelitan ini dapat
diketahui dari pos belanja daerah dalam Laporan Realisasi Anggaran
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dari tahun 2015 sampai dengan
2019. Rumus untuk menghitung Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu :
PAD = Pajak Daerah + Retribusi Daerah + Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan + Lan-lain PAD yang sah
Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana transfer yang bersifat
umum dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah untuk mengatasi
ketimpangan horizontal dengan tujuan utama pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah (Halim, 2009). Dana Alokasi Umum (DAU)
diperoleh dengan melihat dari Dana Perimbangan yang ada di Laporan
Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.
Belanja Daerah
Belanja daerah adalah semua pengeluaran Pemerintah Daerah pada
suatu periode anggaran. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri
dari tiga komponen utama yaitu unsur penerimaan, belanja rutin, dan
belanja pembangunan. Ketiga komponen itu meskipun disusun hampir
secara bersamaan, akan tetapi proses penyusunannya berada di lembaga
yang berbeda (Halim, 2002). Belanja Daerah dalam penelitian ini dapat
diketahui dari pos belanja daerah dalam Laporan Realisasi Anggaran
Pemerintah Provinsi Kepulaun Riau dari tahun 2015 sampai dengan tahun
2019.

3.2 Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/Kota di
Provinsi Kepulauan Riau. Penulis dalam penelitian mengambil seluruh
populasi dengan beberapa kriteria sebagai berikut:
a. Kabupaten/Kota yang menyampaikan Laporan Realisasi APBD
tahunan kepada Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah daerah
Tahun 2015 hingga 2019.
b. Kabupaten/Kota yang mencantumkan data-data mengenai PAD, DAU,
dan Belanja Daerah Pada Laporan Realisasi APBD yang digunakan
penelitian ini.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengambilan data sekunder, data dikumpulkan dengan
metode dokumentasi. Ini dilakukan dengan mengumpulkan, mencatat dan
menghitung data yang berhubungan dengan penelitian. Penelitian ini
menggunakan metode sensus dengan mengambil seluruh populasi
Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau.
3.4 Metode Analisis Data
Uji Asumsi Klasik
Uji Asumsi Klasi merupakan uji yang harus dipenuhi dalam
melakukan analisis regresi linier berganda. Dalam melakukan analisis
regresi berganda terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik agar
memenuhi sifat estimasi regresi bersifat BLUE (Bes Linear Unbiased
Estimator).
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model
regresi variabel independe dan dependen keduanya memiliki distribusi
normal atau mendekati normal (Ghozali, 2011 : 160). Uji normalitas akan
terpenuhi jika sampel yang digunakan lebih dari 30, untuk mengetahui
normalitas distribusi data dapat dilakukan dengan menggunakan analisis
statistic yaitu Kolmogrov-Smirnov test. Jika nilai signifikan dari pengujian
One Sample Kolmogrov SmirnowTest > 0,05 maka data mempunyai
distribusi normal (Ghozali, 2011 : 164).
Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah ada
hubungan atau kolerasi diantara variabel independen. Multikolinearitas
menyatakan hubungan antar sesama variabel independen. Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi kolerasi diantara variabel independen
(Ghozali, 2011 : 105). Deteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di
dalam model regresi dapat dilihat dari besaran VIF (Variance Inflation
Factor) dan tolerance. Regresi bebas dari multikolinearitas jika besar nilai
VIF ≥ 10 dan nilai tolerance ≤ 0,10 (Ghozali, 2011 : 106) .
Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam
suatu model regresi terdapat persamaan atau perbedaan varians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik
apabila varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap
atau hookedastisitas (Ghozali, 2011 : 139). Metode yang digunakan untuk
mendeteksi heterokedastisitas adalah dengan uji glejser dengan
probabilitas signifikannya diatas tingkat kepercayaan α = 5% atau 0,05
(Ghozali, 2011 : 143).
Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi
linier ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t-1
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan problem autokorelasi.
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu
berkaitan satu sama lainnya. Dalam uji autokorelasi menguji
menggunakan Statistik Q : Box-Piece dan Ljung Box yang digunakan
untuk melihat autokorelasi dengan lag lebih dari 2 (by default SPSS
menguji sampai lag 17). Kriteria ada tidaknya autokorelasi adalah jika
jumlah lag yang signifikan lebih dari 2 maka dikatakan terjadi
autokorelasi. Sebaliknya, jika lag yang signifikan lebih dari 2 atau < 2
maka tidak terjadi autokorelasi. Hasil uji Ljung Box konsisten dengan Uji
Durbin Watson (Ghozali, 2011 : 118).
3.5 Model Regresi
Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda linier
yang digunakan untuk melihat pengaruh pendapatan yaitu Pendapatan Asli
Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap pengeluaran pemerintah yang
berupa belanja daerah. Pengujian hipotesis dilakukan dengan
menggunakan model analisis regresi variabel independen terhadap variabel
dependen (Sekaran, 1992).
3.6 Uji Hipotesis
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi ( R2) digunakan untuk mengukur seberapa
jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen.
Koefisien determinasi digunakan karena dapat menjelaskan kebaikan dari
model regresi dalam memprediksi variabel independen. Semakin tinggi
nilai koefisien determinasi maka akan semakin baik pula kemampuan
variabel independen dalam menjelaska variabel dependen (Ghozali, 2006).
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji Statistik F menunjukan apakah semua variabel independen atau
bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel dependen (Gozali, 2006). Cara untuk
mengetahuinya yaitu dengan membandingkan nilai F hitung dengan nilai F
tabel. Jika nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel, maka hiptesis
alternative diterima artinya semua variabel independen secara bersama-
sama dan signifikan mempengaruhi variabel dependen.
Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik T menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen (Ghozali, 2006). Uji statisik ini digunakan untuk memperoleh
keyakinan tentang kebaikan dari model regresi dalam memprediksi. Cara
mengetahuinya dengan membandingkan nilai t hitung dengan nilai t tabel.
Jika nilai t hitung lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel, maka
berarti t hitung tersebut signifikan artinya hipotesis alternative diterima
yaitu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel
dependen. Cara yang lain dengan melihat p-value dari masing-masing
variabel. Hipotesis diterima jika p-value < 5% (Ghozali, 2006).
DAFTAR PUSTAKA

Yupukolo, Kalep Yosep dan Teguh Erawati (2019). Pengaruh Pajak Daerah
Retribusi Daerah Pengalokasian Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan dan
Dana Alokasi Umum Belanja Daerah Di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Perode 2012-2017. Universitas Sarjana Wiyata Tamansiswa
Wandira, Arbie Gugus. 2013. Pengaruh PAD, DAU, DAK, dan DBH Terhadap
Pengalokasian Belanja Modal. Semarang : Fakultas Ekonomi, Universitas
Negeri Semarang
Apriliawati, Kiki Ninda dan Nur Handayani. 2016. Penaruh PAD dan DAU
Terhadap Belanja Daerah Pada Kabupaten/Kota Jawa Timur. Sekolah Tinggi
Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya.
Kartika, Metasari. 2015. Transfer Pusat dan Upaya Pendapatan Asli Daerah (Studi
Kasus Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat). Universitas Tanjungpura.
Rinanto, Danny Tri. 2018. Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah (Studi Kasus Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2017. Semarang : Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro.
Purba, Muhammad Asa’at, Rusmiyati dan Whinarko Julipriyanto. 2014. Analisis
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU)
Terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten/Kota Eks Karesidenan Kedu Periode Tahun 2001-2011. Dosen
Fakultas Ekonomi, Universitas Tidar Magelang.
Rachmawati, Nur Indah. 2010. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Alokasi Belanja Daerah (Studi Pada
Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah). Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro Semarang.
Panggabean, Henri Edison H. 2009. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap
Belanja Daerah di Kabupaten Toba Samosir. Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Medan.
Nur, Muhammad. 2015. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah di Sulawesi Selatan.
Makassar : Universitas Islam Indonesia
Masdjojo, Gregorius N. dan Sukartono. 2009. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah
dan Dana Perimbangan Terhadap Belanja Daerah Serta Analisis Flypaper
Effect Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2008. Fakultas Ekonomi
Universitas Stikubank.
Devita, Andri , Arman Delis, dan Junaidi. 2014. Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum dan Jumlah Penduduk Terhadap Belanja
Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi. Program Magister Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi.
Prakosa, Kesit Bambang. 2004. Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Prediksi Belanja Daerah (Studi
Empirik di Wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DIY). Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia
Setiawan, Anjar. 2010. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah (Studi Kasus Pada Provinsi
Jawa Tengah). Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Prakoso. 2011. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum
(DAU) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Belanja
Daerah. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro Tahun 2011. Diakses Pada 17 Mei 2020.
https://abstraksiekonomi.blogspot.com/2013/12/hubungan-pendapatan-asli-
daerah.html
Tribun Jogja.com. 2019. Daftar 10 Daerah Dengan Penyerapan Anggaran Paling
Rendah. Diakses pada 12 Mei 2020.
https://jogja.tribunnews.com/2019/09/02/daftar-10-daerah-dengan-
penyerapan-anggaran-paling-rendah.
Kumparan News. 2019. Target PAD Tak tercapai Kepri Terancam Defisit di
2020. Diakses Pada 12 Mei 2020. https://kumparan.com/kepripedia/target-
pad-tak-tercapai-kepri-terancam-defisit-di-2020-1rZyX8Ef44W/full
BatamNews.co.id. 2019. 8 Provinsi Kepulauan Anggota BKS Perjuangkan DAU
Termasuk Kepri. Diakses Pada 12 Mei 2020.
https://www.batamnews.co.id/berita-56099-8-provinsi-kepulauan-anggota-
bks-perjuangkan-dau-termasuk-kepri.html

Anda mungkin juga menyukai