Anda di halaman 1dari 20

Nama : Santi Rahmawati

Nim : 170810102094
Matkul : Ekonomi Moneter Islam / A
Dosen Pengampu : Dr. Zainuri M.Si

PENGENDALIAN INFLASI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM


Inflasi merupakan kenaikan tingkat harga umum. Inflasi terjadi disebabkan
oleh beberapa hal diantaranya natural inflation, human error inflation, cost push
inflation, spiralling inflation, imported inflation. Di Indonesia inflasi terus naik dan
kesenjangan social ekonomi makin lebar. Penyebaran inflasi yang terjadi di
Indonesia tidaklah merata. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter tertinggi di
Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
ndahuluan

Inflasi ditandai dengan kenaikan harga barang-barang, adalah peristiwa


moneter yang biasa dijumpai dihampir semua negara. Inflasi dapat menimbulkan
keresahan masyarakat jika hal itu terjadi secara terus-menerus (berkepanjangan).
Inflasi merupakan kenaikan tingkat harga umum, inflasi seperti sebuah penyakit.
Sehingga hal ini harus dikendalikan. Kenaikan harga akan menyulitkan masyarakat
terutama mereka yang berpenghasilan rendah dan yang berpenghasilan tetap.
Jumlah uang yang sama diperoleh jumlah barang yang lebih sedikit dibandingkan
sebelumnya. Secara umum, inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari
barang komoditas yang menyeluruh dari nilai unit penghitungan moneter.Salah satu
cara mengendalikan inflasi adalah menggunakan kebijakan moneter. Kebijakan
moneter didefinisikan dengan rencana dan tindakan otoritas moneter yang
terkoordinasi untuk menjaga keseimbangan moneter, kestabilan nilai uang,
mendorong kelancaran produksi dan pembangunan, serta memperluas kesempatan
kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.

Pandangan sekuler juga memiliki kaitan yang sangat dengan inflasi, karena
berbuhungan dengan bunga. Sekulerisme adalah pandangan dunia yang
mendominasi dunia Barat. Pandangan ini memisahkan antara dunia dan akherat,
agama dan negara. Dia menempatkan kekuatan akal untuk menemukan kebenaran
metafisik secara final. Dia berkeyakinan bahwa tidak ada kehidupan setelah
kematian, tidak ada pertanggungjawaban setelah mati. Dia berkeyakinan bahwa
kebahagiaan hanya akan bisa dicapai dengan materi. Ia berpandangan dari segi
utilitarianisme bahwa kebenaran dan kesalahan, kebaikan dan keburukan,
ditentukan oleh sensasi kesenangan dan kesakitan. Apa saja yang mendatangkan
kesenangan adalah baik lagi benar dan apa saja yang mendatangkan kesusahan
adalah buruk lagi salah. Inilah yang menghasilkan konsep manusia ekonomi yang
menjadi motor ekonomi sekuleris/kapitalis saat ini. Kepentingan pribadi adalah
sumber geraknya. Konsumsi adalah tujuan tertinggi kehidupannya, sumber utama
kebagiaannya dan pembenaran tertinggi segala usahanya. Di Indonesia kesatabilan
ekonomi terus memburuk yang direfleksikan dalam pasar komoditi, saham dan
pertukaran nilai mata uang.

Kebijakan moneter dalam Islam berbijak pada prinsip- prinsip dasar


ekonomi Islam sebagai berikut ; (a) Kekuasaan tertinggi adalah milik Alloh dan
Allohlah pemilik yang absolut. (b) Manusia merupakan Pemimpin (kholifah) di
bumi, tetapi bukan pemilik yang sebenarnya. (c) Semua yang dimiliki dan
didapatkan oleh manusia adalah karena seizin Alloh, dan oleh karena itu saudara-
saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang
dimiliki saudara- saudaranya yang lebih beruntung. (d) Kekayaan tidak boleh
ditumpuk terus atau ditimbun. (e) Kekayaan harus diputar. (f) Menghilangkan
jurang perbedaaan antara individu dalam perekonomian, dapat menghapus konflik
antar golongan. (g) Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi
semua individu, termasuk bagi anggota masyarakat yang miskin.

Inflasi yang terjadi di Lampung terjadi karena beberapa sebab. Dalam


ekonomi Islam, inflasi dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu: a) Natural
Inflation (Inflasi Alamiah), b) Human Error Inflation (Inflasi Karena
KesalahanManusia) Pengendalian inflasi di Indonesia diperankan oleh 3(tiga)
pihak: pertama; oleh Otoritas Moneter, yaitu Bank Indonesia sebagai penerima
amanat Undang-Undang. Kedua, Pemerintah, yaitu berbagai kementerian dibawah
kordinasi menteri ekonomi bersama dengan pemerintah daerah dan ketiga;
masyarakat dalam arti luas, selaku pelaku ekonomi. Uraian berikut ini adalah cara-
cara pengendalian inflasi oleh ketiga pihak diatas sesuai yang sejalan dengan politik
Ekonomi Islam.

Instrumen moneter syari’ah di Lampung sudah terlihat cukup


menggeliatkan perekonomian, hanya saja belum merata. Hal ini terlihat dari
pembangunan sarana dan prasarana di lingkungan kementerian yang menggunakan
salah satu intrumen tersebut, yaitu SBSN (Surat Berharga Syari’ah Nasional) atau
sukuk negara. Namun baru sebatas pertumbuhan ekonomi dimana pengendalian
inflasi dengan menggunakan instrumen moneter syariah di Lampung masih belum
bisa dirasakan keberadaanya. Instrumen moneter syariah terhadap pengendalian
inflasi di Lampung masih belum begitu efektif dikarenakan belum meratanya
pembangunan yang menggunakan investasi sukuk negara (SBSN) ini.
KEBIJAKAN MONETER DALAM MENGATASI INFLASI DI
INDONESIA
Goncangan yang terjadi pada perekonomian global dapat
mempengaruhi kondisi perekonomian nasional. Untuk mengurangi dampak
goncangan perekonomian global terhadap perekonomian dalam negeri,
dibutuhkan kebijakan yang efektif dan efisien baik kebijakan moneter
maupun kebijakan fiskal diikuti dengan berbagai kebijakan ekonomi
lainnya. Fokus penerapan kebijakan moneter di Indonesia sesuai dengan UU
no. 23 tahun 1999 yang kemudian telah diubah dalam UU No. 3 tahun
2004 mengenai kebijakan moneter, disebutkan bahwa Bank Indonesia diberi
amanah sebagai otoritas moneter ganda yang dapat menjalankan kebijakan
moneter konvensional maupun syariah, maka kebijakan moneter yang ditempuh
menggunakan dual monetary policy yakni konvensional dan syariah dengan tujuan
utama kebijakan moneter di Indonesia adalah untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah, yaitu kestabilan harga (inflasi) dan nilai tukar rupiah.

Pemerintah menggunakan kebijakan moneter sebagai pengendali inflasi,


yaitu stabilisasi harga. Oleh karena itu dibutuhkan adanya mekanisme
tranasmisi kebijakan moneter beserta instrumen-instrumen yang digunakan.
Dalam penelitian ini mengkhususkan dengan menggunakan mekanisme transmisi
moneter jalur harga aset. Kebijakan moneter melalui jalur harga aset adalah suatu
kebijakan moneter yang juga akan mempengaruhi perkembangan harga-harga aset
lain, baik harga aset financial seperti obligasi dan harga saham, maupun aset fisik
khususnya harga properti dan emas.
Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia biasanya akan memainkan
dan mengatur jumlah uang beredar untuk menstabilkan ekonomi moneter
negara. Uang yang beredar dalam suatu negara amat penting. Dalam arti luas,
uang beredar adalah uang yang di dalamnya termasuk aset keuangan yang
memenuhi fungsinya sebagai uang dengan tingkat liquiditas yang berbeda satu
sama lain. Penerapan kebijakan moneter mempengaruhi pembelanjaan, output, dan
penyerapan sumber daya (employment) dalam jangka pendek, yang berujung
pada perubahan tingkat harga dalam jangka menengah dan jangka panjang.
Adapun pengaruhnya kebijakan moneter yang dilakukan BI dalam mempengaruhi
harga aset sebelum hasil akhir menentukan tingkat inflasi.
Menurut Pohan (2008), menjaga kestabilan nilai uang ini bukanlah masalah
yang sederhana, karena uang berkaitan erat dengan hampir seluruh aspek dalam
perekonomian. Dan alasan ini pula, proses kebijakan moneter sampai menyentuh
kepada sektor riil menjadi masalah yang sangat kompleks dan tidak mudah
pula menjaga stabilitas harga pada kondisi inflasi yang aman. Proses ini kemudian
lazim disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter, yang
merupakan saluran penghubung kebijakan moneter ke perekonomian riil.

Pada penelitian ini akan menganalisis dan mengolah data dengan uji Vector
Autoregressive (VAR). VAR merupakan model ekonometrika yang digunakan
dalam analisis kebijakan makroekonomi dinamik dan stokastik. VAR merupakan
sistemsistem persamaan yang memperlihatkan setiap variabel sebagai fungsi linier
dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari variabel itu sendiri, serta nilai lag dari
variabel lain yang ada dalam sistem (Siregar dan Irawan, 2005). Variabel penjelas
dalam VAR meliputi nilai lag dari variabel lain yang ada dalam sistem VAR
yang membutuhkan identifikasi retriks untuk mencapai persamaan melalui
interpretasi persamaan. Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah
semua variabel tak bebas bersifat stasioner, semua sisaan bersifat white noise, yaitu
memliki rerataan nol, ragam konstan, dan diantara variabel tak bebas tidak ada
korelasi. Uji kestasioneran data dapat dilakukan melalui pengujian terhadap ada
tidaknya unit root dalam variabel dengan diuji Augmented Dekey fuller (ADF),
adanya unit root akan menghasilkan persamaan atau model regresi yang lancung.
(Ajija,dkk, 2011). Model yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi
dua model, yaitu mekanisme transmisi moneter konvensional dan syariah.
Dengan model pertama yaitu mekanisme transmisi moneter konvensional melalui
jalur harga aset terhadap inflasi dan model kedua yaitu mekanisme transmisi
moneter syariah melalui jalur harga aset terhadap inflasi.
SISTEM PENGENDALIAN INFLASI DALAM SISTEM EKONOMI
ISLAM
Pembangunan ekonomi suatu negara umumnya bertujuan untuk
mewujudkan tingkat kesejahteraan ekonomi yang tinggi yang di tandai dengan
tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) berarti semakin sedikit
kapasitas pengangguran faktor produksi yang ada dalam perekonomian tersebut.
Namun demikian, adakalanya penggunaan faktor produksi dalam perekonomian
tersebut berpotensi menimbulkan permasalahan ekonomi yang lain yaitu inflasi.

Masalah dalam ekonomi makro dapat dikelompokkan menjadi masalah


jangka pendek dan masalah jangka panjang. Masalah jangka pendek berkaitan
dengan stabilisasi, yaitu bagaimana agar dalam jangka pendek dapat terhindar dari
masalah-masalah seperti inflasi, pengangguran dan ketimpangan neraca
pembayaran. Sementara masalah jangka panjang berkaitan mengenai bagaimana
negara dapat menyetir perekonomian agar ada keserasian antara pertumbuhan
ekonomi, pertumbuhan penduduk, pertambahan kapasitas produksi, dan
tersedianya dana untuk investasi.

Fenomena inflasi merupakan obyek kajian yang menarik. Berbagai


perdebatan atau forum diskusi di belahan dunia baik nasional, regional, maupun
internasional terutama yang diselenggarakan oleh Bank Dunia dan Dana Moneter
Internasional (IMF) tak henti-hentinya memperbincangkan inflasi dalam berbagai
forum. Inflasi di negara-negara berkembang yang sedang giat-giatnya membangun
diantaranya bersumber pada impor besar-besaran bahan bagi industri yang belum
dapat diproduksi di dalam negeri. Rumor politik juga tidak ketinggalan memicu
meningkatnya inflasi. Belum lagi pola konsumeristis masyarakat terutama pada
barang-barang konsumsi akibat keterbukaan ekonomi membuat semakin parahnya
kinerja perekonomian negara yang digerogoti inflasi.

Dengan demikian Chapra dan Mannan menghendaki kebijakan fiskal dalam


rangka menekan inflasi tidak hanya meletakkan orientasi material akan tetapi perlu
meletakkan nilai-nilai spritual. Dalam pemikiran Chapra dan Mannan selama ini
ekonomi konvensional dalam menekan inflasi melalui kebijakan fiskal hanya
mengejar yang bersifat material, kebijakan hanya diarahkan untuk mensejahterakan
kebutuhan material seperti sandang, pangan dan papan. Kebijakan material ini
hanya dapat memenuhi kebutuhan primer, skunder dan tersier, akan tetapi
bersamaan dengan itu dimensi spritual tertinggal jauh. Hal itu dibuktikan denga
dekadensi moral para pejabat, meningkatnya korupsi, kebocoran APBN, dunia
ekonomi yang saling menjatuhkan, kapitalisme yang makin kuat dan kemiskinan
yang tidak teratasi.
Menurut Umer Chapra strategi untuk menekan inflasi yaitu: Pertama,
perbaikan moral (yang dikejar bukan hanya dimensi material tapi juga dimensi
spritual). Kedua, distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata. Ketiga,
penghapusan riba. Islam beserta semua syariat samawi melarang riba karena
menimbulkan bahaya nasosial dan ekonomi. Dari segi ekonomi, riba merupakan
cara usaha yang tidak sehat. Keuntungan yang diperoleh bukan berasal dari
pekerjaan yang produktif yang dapat menambah kakayaan bangsa. Namun,
keuntungan itu hanya untuk dirinya sendiri tanpa imbalan ekonomis apapun.
Keuntungan ini hanya diperoleh dari sejumlah harta yang diambil dari harta si
paminjam, yang sebenarnya tidak menambah harta orang yang melakukan riba.
UANG FIAT DAN OPERASI PASAR TERBUKA: TINJAUAN EKONOMI
ISLAM
Stabilitas perekonomian domestik dapat dicapai dengan menjaga kesehatan
sektor moneter. Pengendalian laju Inflasi dan peningkatan pertumbuhan PDB
merupakan tujuan akhir dari implementasi rumusan kebijakan ekonomi suatu
negara. Kebijakan ekonomi merupakan salah satu dari perlbagai bentuk kebijakan
yang dapat ditempuh suatu negera untuk mengendalikan kedua aspek tersebut.1
Kebijakan moneter yang diambil oleh pemerintah secara umum menitik beratkan
pengaruh pada penganturan percepatan perputaran uang (velocity of money) dalam
perekonomian. Pengaturan percepatan perputaran uang di masyarakat dilakukan
dengan cara mengontrol jumlah uang beredar, suku bunga kredit, nilai tukar, dan
variabel ekonomi dan keuangan lainnya.2 Variable-variabel ini digunakan oleh
otoritas moneter yaitu Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuan akhir dari
kebijakan moneter. Instrumen yang digunakan oleh BI dalam merumuskan
kebijakan moneter adalah seperti instrument Operasi Pasar Terbuka (OPT),
Intervensi Rupiah (IR)/FASBI, Stabilisasi Valuta Asing, Fasilitas Diskonto, Giro
Wajib Minimun (GWM), Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).

Distabilitas perekonomian cenderung memiliki implikasi yang tidak baik


bagi kesehatan ekonomi negara. Terlebih dengan sistem yang dewasa ini bahwa
Dollar Amerika (USD) menjadi salah satu mata uang yang dominan dan diterima
oleh seluruh negara dunia. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa, mata uang
kertas internasional saat ini dipergunakan sebagai acuan perdangangan luar negeri,
ekspor-impor, investasi, dan hutang. Sejarah mencatat bahwa setidaknya terjadi 20
kali krisis ekonomi yang melanda perekonomian negera-negara di dunia.38 Hal ini
disebabkan beberapa hal, namun yang paling dominan adalah terpakunya kebijakan
ekonomi negara-negara tersebut pada suatu mata uang yang fluktuasi sulit untuk
dipredksi. Selain itu bahwa, sistem yang digunakan cenderung bersifat spekulatif.

Kebijakan ekonomi moneter dalam pespektif Islam setidaknya berangkat


dari evaluasi dari sistem konvensional yang nyata secara riil tidak dapat
memberikan dampak sigfnifikan dalam mencapai sasaran kebijakan. Ketimpangan
pada sistem kapitalis menjadikan jurang pemisah antara kaya dan miskin semakin
lebar (economic gap). Terabaikannya hak-hak individu menjadi cacatan besar bagi
sistem sosialis. Oleh karena itu, dalam kajian makro ekonomi persepektif Ekonomi
Islam, selain menawarkan konsep alternatif dalam melaksanakan kebijakan
moneter, padangan ekonomi Islam juga tetap menggunakan transmisi kebijakan
pada dua sistem konvensioal selama relevan dan sesuai dengan tujuan peradaban
manusia.
Operasi Pasar Terbuka (OPT) merupakan salah satu instrument kebijakan
moneter yang paling sering digunakan oleh Bank Indonesia (BI) dalam rangka
treatment stabilitas perekonomian negera. Strategi yang digunakan dalam OPT
dapat dilakukan dengan cara menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Surat Utang Negara (SUN)/Obligasi
Pemerintah, Obligasi Swasta, Intervensi Rupiah (IR), dan Fasilitas Pinjaman Bank
Indonesia (FASBI) yang diperjual belikan di pasar uang. Penerbitan surat berharga
tersebut sebagian besar menggunakan sistem diskonto. Sistem tersebut dimafaatkan
sebagai upaya meng-kontraksi dan ekspansi kebijakan ekonomi dan keuangan.
Basis yang digunakan dalam sistem diskonto adalah uang fiat dan tingkat suku
bunga. Tingkat suku bunga yang digunakan untuk mengatur jumlah uang yang
beredar tidak sepenuhnya dapat memberikan implikasi berarti dalam pengendalian
inflasi itu sendiri.

Ketika tujuan kebijakan moneter adalah kontraksi ekonomi, maka kebijakan


moneter dirumuskan untuk menarik jumlah orang yang beredar, akan tetapi disaat
yang bersamaan kebijakan tersebut menetapkan tingkat suku bunga lebih rendah
atas surat berharga yang diterbitkan. Kemudian,ketika jatuh tempo surat berharga
tersebut dijual kembali dan memberikan dampak penambahan uang yang beredar
secara tidak langsung. Oleh karena itu, basis bunga yang digunakan harus
disubstitusi dengan menggunakan konsep dan prinsip syariah yang under-lying
penciptaan uang adalah produktivitas. Sebagaimana diusulkan juga oleh Chapra
bahwa komunikasi antara pemerintah dan bank sentral menjadi fundamental untuk
menjaga stabilitas inflasi. Limitasi artikel ini belum membahas tentang bagaimana
implikasi empiris instrument yang digunakan oleh otoritas dalam menerapkan
kebijakan moneter berbasis produktifitas. Oleh karena itu Dalam rangka
pengambangan penelitian selanjutnya dapat membahas dampak empiris dari
penerapan instrument syariah dalam kebijakan moneter terhadap pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas inflasi.
PENGARUH UTANG LUAR NEGERI TERHADAP PEREKONOMIAN
NASIONAL DALAM PRESPEKTIF EKONOMI SYARIAH
Kondisi pembangunan ekonomi Indonesia selama ini ditopang dengan
adanya pinjaman luar negeri yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ketahun.
Berbagai bentuk program dan proyek yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pun menggunakan sumber pinjaman
luar negeri. Adanya pemasukan pinjaman dari luar negeri atau utang luar negeri ini,
menjadikan pemerintah mendapatkan tambahan anggaran belanja dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan program pembangunan ekonomi di Indonesia
khususnya program-program pembangunan berupa pendidikan, kesehatan, dan
ekonomi.

Pinjaman luar negeri sebagian besar dialokasikan untuk penyediaan


infrastruktur dan energi, yaitu sekitar 58,0 persen. Hal tersebut sesuai dengan
kebijakan pemerintah dalam RPJMN 2015-2019 yang menitikberatkan pada
pembangunan infrastruktur diantaranya untuk pengembangan sarana transportasi
dan perkeretaapian dalam rangka mendukung konektivitas nasional, serta untuk
mencapai target air bersih dan sanitasi. Sedangkan pinjaman luar negeri di sektor
energi diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan listrik secara merata di seluruh
wilayah Indonesia dan mendukung pencapaian target listrik 35.000 MW di tahun
2019, yaitu berupa pembangunan pembangkit listrik dan pembangunan jaringan
transmisi. Sektor pertahanan dan keamanan menempati alokasi terbesar
selanjutnya. Alokasi di sektor tersebut digunakan untuk mendukung pemenuhan
kebutuhan alutsista TNI dan almatsus Polri.

Adanya peranan pemeritah Daerah dalam merencanakan pembangunan


perekonomian Indonesia dengan melalui beberapa kebijakan perekonomian yang
direncanakan oleh pemerintah. Adapun ada beberapa Kebijakan Perokonomian
dalam pembangunan perekonomian:

1. Peranan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pemberian Pinjaman


Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk Rakyat kecil dalam mendorong
pertumbuhan perekonomian masyarakat ekonomi Kecil. \
2. Adanya Perananan Bank Indonesia dan kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) bekerjasama untuk mengembangkan UMKM dan
masyarakat kelautan dan perikanan dalam rangka peningkatan akses,
jangkauan layanan keuangan dan menyediakan fasilitas pemberdayaan.
3. Program kemandirian ekonomi pesantren melalui peningkatan wawasan
mengenai ekonomi syariah, program kewirausahaan yang diwujudkan
melalui pendirian inkubator bisnis syariah, dan program pionir
wirausaha pesantren yang dilakukan antara lain melalui pendampingan
usaha, fasilitasi akses pemasaran, dan fasilitasi akses keuangan.

Akibat dari bertambah jumlah Hutang Luar negeri melemahnya Nilai tukar
rupiah terhadap nilai tukar dollar, sehingga akan terjadinya inflasi proses kenaikan
harga-harga umum barang-barang secara terus menerus. Pada tahun 2013 Inflasi
mengalami kenaikan dilihat pada bulan Desember menunjukan nilai Inflasi 8,38%
sampai pada periode Tahun 2014 Bulan Desember menunjukan nilai Inflasi 8,36%
ini diakibatkan karena harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan yang
mengakibatkan harga BBM naik, naik harga tarif listrik, naik harga transportasi,
harga bahan pokok mengalami kenaikan, turunnya harga batubara disektor dunia,
turunya harga minyat sawit, turunya harga karet dan naikya harga cabai naik yang
mengalami nilai tukar rupiah mengalami penurunan yang mengakibatkan nilai
dollar amerika mengalami kenaikan pada perekonomi tersebut. Pada tahun 2015
tingkat Inflasi pada bulan januari sebesar 6,96% sampai bulan agustus inflasi
sebesar 7,18% dikarena lambatnya perkembangan perekonomian dunia yang
mengakibatkan banyak negara kecil dan negara besar kena dari dampak inflasi.
RESUME FINANCIAL INCLUSIONS, FINANCIAL STABILITY, AND
INCOME INEQUALITY IN OIC COUNTRIES: A GMM AND QUANTILE
REGRESSION APPLICATION
Ekonomi negara-negara Organisasi Korporasi Islam (selanjutnya disebut
OKI) sebagian besar diklasifikasikan sebagai ekonomi berkembang dan sebagian
besar penduduk negara itu tidak memiliki akses dasar ke keuangan. Negara-negara
tersebut menderita kesenjangan serius jika dibandingkan dengan negara-negara lain
di dunia. inklusi keuangan telah menjadi kata kunci dalam sebagian besar wacana
ekonomi. Ini telah menjadi item utama dalam agenda yang sering dibahas di
platform lokal dan internasional. Negara-negara berpenghasilan rendah umumnya
ditemukan di negara berkembang daripada negara maju Makalah ini menganalisis
efek inklusi keuangan pada stabilitas keuangan dan ketimpangan pendapatan di
negara-negara OKI. Studi ini menggunakan estimasi data panel statis dan dinamis.
Hasil tes dari estimasi regresi kuantil (QR) digunakan dari 2006 - 2016. Temuan
empiris menunjukkan bahwa inklusi keuangan berkontribusi dalam mempersempit
kesenjangan antara kaya dan miskin di negara-negara OKI.

Mengenai stabilitas keuangan, hasilnya mendukung kemampuan keuangan


dalam memberikan stabilitas di negara-negara yang dipilih dalam studi. Pada
variabel ekonomi makro yang digunakan sebagai variabel yang dikendalikan,
Ketika semakin banyak negara Muslim meliberalisasi sistem keuangan mereka
untuk memberikan akses dan jangkauan keuangan yang lebih besar, semakin
banyak peluang untuk pertumbuhan akan tersedia sehingga menopang struktur
keuangan yang ada. Negara-negara Muslim masih berada pada tahap awal
pengembangan ekonomi dan inilah sebabnya keuangan berkontribusi terhadap
perkembangan ekonomi negara-negara tersebut.

Kebijakan yang bertujuan membuat sektor keuangan berkontribusi pada


pengembangan sektor riil dan dengan perluasan mempengaruhi distribusi
pendapatan harus memberikan prioritas sehingga lebih banyak pembangunan
ekonomi dapat dicapai. Ini pada dasarnya akan berdampak positif pada seluruh
masyarakat. Dengan melakukan hal itu, kemakmuran ekonomi yang lebih besar
akan terwujud yang mampu menciptakan ekonomi yang kuat dan stabil di negara-
negara OKI.

Hasil penelitian ini memiliki implikasi kebijakan yang penting. Pertama,


pejabat pemerintah dinegara-negara OKI harus terus mendorong warganya tentang
pentingnya memiliki rekening bank formal seperti yang ditunjukkan dalam
penelitian ini untuk membantu pemegang rekening untuk terlibat dalam kegiatan
ekonomi produktif yang membantu mempersempit kesenjangan antara yang kaya
dan yang memiliki bukan . Ini bisa dilakukan melalui memberikan lebih banyak
lisensi operasional kepada operator bank komersial (baik domestik dan
internasional) untuk mendirikan lebih banyak cabang bank sehingga layanan
keuangan menjadi lebih lazim dan tersedia untuk massa. Selain itu, karena sebagian
besar sistem negara berkembang dicirikan oleh birokrasi di mana sulit mendapatkan
lisensi dalam bentuk apa pun, penyedia jasa keuangan yang berniat beroperasi di
negara-negara tersebut harus diberikan keringanan dan insentif yang akan
mendorong mereka untuk membuka lebih banyak cabang di negara-negara tersebut.
.

Kedua, inklusi keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap


pembangunan ekonomi. Peneliti selanjutnya dapat membawa topik ke tingkat
berikutnya dengan melihat berbagai indikator inklusi keuangan menggunakan data
primer. Ini selanjutnya akan mendukung studi yang ada yang sebagian besar
condong ke data sekunder. Selain itu, menggunakan teknik penelitian yang berbeda
dapat memberikan wawasan baru tentang relevansi keuangan dalam urusan sehari-
hari masyarakat. Selain itu, peneliti dapat mengambil set data periode yang lebih
lama dan menguji efek jangka pendek dan jangka panjang dari inklusi keuangan
pada stabilitas dan ketimpangan pendapatan.
Resume Islamic Monetary Economics: Insights from the Literature

Ekonomi moneter Islam telah berkembang selama empat dekade terakhir.


Sementara sistem ekonomi Islam nampak layak secara teori, dan sampai batas
tertentu dalam praktiknya, hambatan dan masalah yang signifikan tetap ada.
Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: kurangnya atau tidak adanya aset
tingkat bunga mengambang untuk bank syariah, pasar antar bank, Syari'at-
instrumen keuangan jangka pendek yang sesuai, dominasi fiskal, perbankan
hubungan luar negeri, dan lainnya.

Kebijakan moneter suatu negara Islam terjadi dalam kerangka di mana


semua alat konvensional yang biasanya tersedia dalam ekonomi modern berada di
tangan otoritas moneter dengan pengecualian tingkat diskon dan alat kebijakan lain
yang melibatkan tingkat bunga. Semua alat lain, yaitu, operasi pasar terbuka (di
mana saham ekuitas daripada obligasi diperdagangkan) dan kebijakan kredit, dapat
sama efektifnya dalam sistem Islam seperti halnya mereka dalam sistem
konvensional. Selain itu, otoritas dalam sistem Islam dapat menggunakan
persyaratan cadangan dan rasio bagi hasil untuk mencapai perubahan dalam stok
uang dan kredit, meskipun masih ada beberapa perselisihan di antara para sarjana
Muslim tentang kesesuaian langkah-langkah khusus ini.

Peran bank syariah dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter masih


agak kontroversial, tetapi investigasi empiris telah berlangsung. Untuk menyatakan
kembali salah satu tujuan utama kebijakan moneter Islam adalah untuk memastikan
stabilitas makroekonomi, terutama ditandai oleh stabilitas tingkat harga.
Pembentukan lingkungan ekonomi makro yang stabil adalah prasyarat untuk
meningkatkan tabungan, investasi, dan aliran masuk modal asing, yang semuanya
merupakan pusat dari proses pertumbuhan. Tanpa stabilitas ekonomi makro,
pertumbuhan ekonomi dapat goyah dan tidak dapat dipertahankan. Tujuan lain dari
masyarakat Islam, seperti distribusi sumber daya dan pendapatan yang lebih adil,
menyediakan lapangan kerja yang bermanfaat, meningkatkan standar hidup dan
kualitas hidup, dan pengentasan kemiskinan, tidak mungkin dipenuhi.
Khan dan Mirakhor ( 1989 ), dalam makalah seminal mereka tentang
kebijakan moneter Islam, mengembangkan model teoritis sistem keuangan Islam
dengan menggeneralisasi model IS-LM standar untuk mempelajari dampak
kebijakan moneter terhadap variabel ekonomi makro dari ekonomi Islam. Mereka
berpendapat bahwa perubahan moneter dalam jumlah uang beredar dan
menggunakan aliran Mudarabah pembiayaan sebagai tujuan perantara akan bekerja
sama dan mempengaruhi variabel ekonomi. Misalnya, kebijakan moneter ekspansif
akan mengurangi tingkat pengembalian dan meningkatkan output.

Ekonomi Islam menolak konsep tingkat bunga yang telah ditentukan dan
memungkinkan tingkat pengembalian yang tidak pasti berdasarkan perdagangan
dan laba, dan bank-bank dalam ekonomi Islam hanya dapat beroperasi secara ketat
hanya pada beberapa jenis basis laba dan pembagian kerugian. Ada sejumlah
alternatif yang diusulkan oleh para cendekiawan Islam yang memenuhi persyaratan
tersebut. Yang paling penting, ada pertanyaan tentang bagaimana kebijakan
moneter diharapkan untuk beroperasi dalam ekonomi bebas bunga karena
instrumen moneter berbasis suku bunga tidak tersedia, dan oleh karena itu,
pengganti yang sesuai harus ditemukan jika kebijakan moneter ingin terus
dimainkan. peran dalam ekonomi Islam.
ISLAMIC MONETARY POLICY: IS THERE AN ALTERNATIVE OF
INTEREST RATE?
Moneter adalah mekanisme untuk mengontrol jumlah dan permintaan uang
dengan memanipulasi tingkat suku bunga dalam sistem ekonomi konvensional
sedangkan dalam sistem ekonomi Islam Riba yaitu suku bunga yang dilarang,
diperlukan sistem alternatif, metode atau instrumen yang dapat benar-benar
mengendalikan persediaan dan permintaan. permintaan uang dalam perekonomian
untuk mempertahankan mata uang lokal yang stabil, pertumbuhan berkelanjutan,
pendapatan yang lebih tinggi, tabungan yang lebih tinggi, inflasi yang lebih rendah
dan stabil dan pengangguran yang lebih rendah.

Meskipun konsep uang sudah sangat tua, tujuan utama uang tetap sama: alat
tukar, standar akun dan simpanan nilai. Uang memiliki sejarah evolusi yang
panjang: dari barang, logam, perak dan emas, kertas hingga elektronik. Di negara
Islam awal tidak ada dasar untuk perubahan jumlah uang beredar melalui ukuran
diskresioner karena tidak ada sistem perbankan dan uang komoditas justru
digunakan secara luas. Selain itu, kredit tidak memiliki peran dalam menciptakan
uang karena: pertama-tama, kredit hanya digunakan di antara beberapa pedagang
dan kedua, peraturan yang mengatur penggunaan surat promes dan instrumen yang
dapat dinegosiasikan sedemikian rupa sehingga kredit tidak mampu menciptakan
uang. Surat promes atau nota pertukaran (draft) dikeluarkan untuk pembelian
komoditas nyata atau menerima sejumlah uang. Dokumen-dokumen ini tidak dapat
dikeluarkan hanya untuk tujuan kredit. Setelah penerbitan dokumen-dokumen ini,
kreditor dapat menjual surat itu tetapi debitur tidak diizinkan untuk menjual uang
atau komoditas sebelum menerimanya. Karena itu, tidak ada pasar untuk membeli
dan menjual instrumen yang dapat dinegosiasikan, spekulasi, atau penggunaan dana
pasar uang. Dengan demikian, kredit tidak dapat menghasilkan uang.

Aturan di atas mempengaruhi keseimbangan antara pasar barang dan pasar


uang berdasarkan transaksi tunai. Dalam 'Nasia' atau transaksi hukum Islam lainnya
di mana suatu komoditas dibeli sekarang tetapi pembayaran dilakukan kemudian,
uang dibayarkan atau diterima untuk komoditas atau layanan ekonomi. Dengan kata
lain, uang dipertukarkan hanya dalam perdagangan yang menciptakan nilai tambah
nyata dalam ekonomi yang berada di bawah kerangka kriteria hukum Islam.
Transaksi lain seperti perjudian, riba, transaksi kali-bi-kali, jual beli nota dangkal
dilarang oleh Islam. Akibatnya, keseimbangan antara sirkulasi uang dan barang
dalam perekonomian selalu terjaga. Mempertimbangkan stabilitas relatif dari
perputaran uang dalam suatu periode tertentu, kita dapat menyimpulkan bahwa
volume uang dalam perekonomian selalu sama.
Untuk menciptakan keseimbangan antara permintaan uang dan jumlah uang
beredar, pendekatan yang paling praktis adalah memperkirakan permintaan uang
yang konsisten dengan penerapan tujuan sosial-ekonomi yang diinginkan dalam
stabilitas harga, dan kemudian menetapkan target kisaran untuk pertumbuhan
jumlah uang beredar, yang akan membantu memenuhi permintaan ini secara
memadai. Chapra (1996) berpendapat bahwa negara-negara yang mengumumkan
target moneter memiliki tingkat inflasi yang lebih rendah bahkan lebih rendah yang
pengumumannya ternyata lebih tepat. Namun, target pertumbuhan uang tidak perlu
diikuti secara kaku dan mekanis. Ini karena penargetan moneter mengasumsikan
bahwa kecepatan pendapatan uang dapat diprediksi secara wajar selama periode
yang relevan yang mungkin diharapkan lebih benar dalam ekonomi Islam, namun,
bagaimanapun, mungkin dipengaruhi oleh guncangan ekonomi domestik dan
eksternal. Oleh karena itu, target harus ditinjau setiap triwulan, atau sesering yang
diperlukan, dan diubah setiap kali ini dibenarkan.

Tiga utamatujuan kebijakan moneter Islam adalah: a) kesejahteraan


ekonomi dengan lapangan kerja penuh dan optimaltingkat pertumbuhan ekonomi;
b) keadilan sosial ekonomi dan distribusi pendapatan yang adil dankekayaan dan c)
stabilitas nilai uang. Tinjauan literatur komparatif Islam dankebijakan moneter
konvensional mengungkapkan bahwa ada banyak instrumen kebijakan moneter
yangdapat diadopsi dalam kebijakan moneter Islam dengan atau tanpa modifikasi
besar seperti: LegalRasio Cadangan, Penjatahan Kredit, Pengendalian kredit
selektif, Isu arahan, dan suasi moral.Pada saat yang sama, para ekonom dan peneliti
Islam telah datang dengan instrumen yang memenuhi persyaratan unik dan Syariah
seperti: Rasio pembagian laba, Rasio pembiayaan kembali, alokasi kredit yang
berorientasi Nilai, dan rasio Qard Hasan.
MAQASID AL-SHARIAH PHILOSOPHY IN MONETARY REGIME
TOWARDS INCLUSIVE SUSTAINABLE GROWTH
Kemajuan moneter sehubungan dengan mengelola keuangan dan aset
sangat penting untuk perbaikan kehidupan manusia yang pada dasarnya terkait
dengan Maqasid. Chapra (2009) menyajikan bahwa tujuan ( Maqasid) penerapan
moneter Islam adalah a) kemakmuran finansial dalam kerangka standar etika; b)
persaudaraan dan penyertaan modal; c) pembayaran yang adil dan adil; dan d)
fleksibilitas, kesetaraan dan kesejahteraan sosial. Faridi (1983), sebagaimana
dimaksud dalam Mohammad & Shahwan (2013), menyatakan bahwa tujuan
kerangka moneter Islam adalah keadilan dan nilai; pengaturan kebutuhan keuangan
rakyat atau kesejahteraan finansial; peningkatan aset moneter atau pengembangan
keuangan rakyat; dan perubahan dalam lingkungan sosial komunitas.

Kemunculan kembali ekonomi Islam, telah mendorong para ekonom untuk


memajukan struktur hipotesis inklusif ekonomi moneter Islam modern (Uddin,
2016). Ada perbedaan nyata antara konsep keuangan Islam dan keuangan
konvensional. Keuangan Islam adalah kombinasi dari dua kata; keuangan
mencerminkan sistem keuangan yang saat ini dipraktikkan dan dengan
menambahkan Islam, menjadikannya untuk mengatur seluruh kehidupan dan nasib
kehidupan di akhirat yang ditentukan oleh ajaran Islam. Namun, dilema adalah
keuangan Islam, sepanjang praktik saat ini diamati menyimpang dari apa yang
dikemukakan oleh konsep dan semangat Islam yang seharusnya misalnya, efisiensi
dan keadilan; lebih kepada mekanika label belaka.

Dalam islam, maslahah fi aldunyawa al-akhirah, semua tentang keadilan,


kasih sayang, kesejahteraan, dan kehati-hatian. Apa pun yang menyimpang dari
keadilan, dari kebaikan serta merugikan, dari kebahagiaan dan dari kebijaksanaan
kecerobohan, tidak sesuai dengan prinsip Syariah (Lamido, 2016). Memang,
Maqasid al-Shariah sebagai tujuan yang lebih tinggi dari syariah adalah pendekatan
terbaik untuk menguji Islamitas sistem moneter dan tegas tidak dapat menyimpang
dari sesuatu yang diklaim sebagai Islam.

Sebagai kesimpulan, keadilan dalam masyarakat akan ditegakkan dengan


dihapuskannya riba dalam sistem keuangan; itu tidak dapat dicapai hanya dengan
mengubah istilah 'suku bunga' menjadi tingkat keuntungan dan melalui 'islamisasi'
produk dan layanan bank konvensional. Sistem ekonomi Islam tidak dapat dicapai
dengan mendirikan hanya 'bank-bank Islam' tetapi dapat diwujudkan dalam
masyarakat yang bertujuan untuk menyediakan sistem umum ekonomi politik Islam
dan mencapai homo-Islami pada tingkat pribadi. Sudah saatnya untuk membuat
kebijakan moneter Islam di mana fungsinya tidak terbatas pada mentransmisikan
kebijakan moneter melalui berbagai saluran dengan menggunakan instrumen Islam
tetapi juga untuk memastikan bahwa pemerataan kekayaan dengan
mentransmisikan kebijakan ke saluran yang tepat dan dilengkapi dengan fiskal yang
bijaksana kebijakan oleh pemerintah. Nilai bank syariah hanya bisa ditegakkan
dengan semangat

Maqasid al-Shariah melalui kebijakan moneter Islam di mana tingkat


pengembalian riil harus menjadi tolok ukur untuk instrumen dan mekanisme dalam
mentransmisikan sinyal kebijakan. Konteks yang lebih luas dari sistem moneter
Islam harus mencakup sektor komersial ( tijari) serta sektor sosial ( ijtima'i) untuk
pertumbuhan inklusif. Unsur-unsur dari riba, gharar dan maysir harus dihilangkan
dari sistem yang konsisten dengan keputusan Syariah. Dalam mencapai keadilan (
al-'adalah) dalam hal distribusi kekayaan di masyarakat, instrumen seperti wakaf
dan sedekah dapat direvolusi sebagai mekanisme baru untuk inklusi keuangan dan
investasi.
RESUME MONETARY ECONOMICS AND MACROECONOMIC
MODEL FOR AN ISLAMIC ECONOMY

Ekonomi Muslim saat ini jauh dari skenario model ekonomi makro Klasik.
Dipengaruhi oleh pemikiran Keynesian, ekonomi-ekonomi ini telah menetapkan
tingkat bunga sebagai peran sentral dalam manajemen ekonomi. Beberapa ekonomi
Muslim utama sedang dalam proses memperkenalkan sistem keuangan dan moneter
Islam, mungkin sebagai bagian dari kebijakan untuk secara bertahap mengubah
seluruh sistem keuangan ke Syariah Ekonomi, ekonomi ini menghadapi masalah
bagaimana mengelola sektor moneter dari ekonomi konvensional dalam proses
penghapusan bunga secara bertahap sehingga mencapai tujuan ekonomi makro
yang diinginkan.
Secara bertahap mengurangi ketergantungan sektor swasta pada investasi
yang menciptakan utang dan membiarkan ekonomi tumbuh bukan pada utang tetapi
pada pembiayaan berbasis laba / rugi. Pasar sekunder dari instrumen keuangan
berbasis utang harus secara bertahap dihilangkan apakah utang itu berbasis bunga
atau berbasis laba. Pasar sekunder harus ada hanya untuk kontrak pembiayaan
berbasis laba dan rugi di pasar riil atau kontrak pembiayaan berbasis bagi hasil di
pasar komoditas riil. Jika semua pembelian dan proyek pemerintah dibiayai
menggunakan sekuritas berbasis-laba dan Sukuk berdasarkan tingkat keuntungan
bank sentral, tidak akan ada kekurangan Syariah sekuritas dan obligasi pemerintah
yang kompatibel untuk sektor moneter.

Tingkat keuntungan yang ditentukan bank sentral untuk pembiayaan juga


akan berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan rasio bagi hasil dalam kontrak
investasi dan investasi serta dalam obligasi keamanan pemerintah. Bank sentral
dapat menentukan tingkat keuntungan berdasarkan transaksi pasar aktual, dan dapat
menentukan tingkat ini sebagai alat kebijakan pada analisis sendiri dari kondisi
ekonomi yang berlaku di sektor riil dan tujuan ekonomi makro yang akan dicapai
dalam perekonomian. Singkatnya, strategi untuk bergerak secara bertahap menuju
persyaratan cadangan 100% dan perlahan-lahan mengurangi konten utang dalam
investasi dalam perekonomian layak mendapat perhatian langsung dari para
pembuat kebijakan di negara-negara Muslim yang berniat untuk mengubah sistem
keuangan dan moneter mereka agar sesuai dengan Syariah.

Sistem keuangan, ekonomi moneter, dan kebijakan moneter di negara-


negara ini pada dasarnya berbasis bunga. Meskipun preferensi populer di beberapa
negara ini adalah memiliki sistem keuangan tanpa bunga, sangat sedikit dari lebih
dari 50 negara ini yang berusaha mengubah sistem keuangan mereka agar sesuai
dengan hukum Islam. Alasan paling penting mengapa Kerangka Klasik tidak
berlaku untuk ekonomi Muslim saat ini, bagaimanapun, adalah bahwa negara-
negara ini memiliki pasar uang yang dinamis yang berurusan dengan produk
berbasis bunga. Fungsi permintaan uang telah diperkirakan di beberapa negara
Muslim dan telah ditemukan sebagai fungsi minat yang signifikan. Bukti empiris
ini tidak dapat memungkinkan untuk mengasumsikan model Klasik atau Neo-klasik
untuk ekonomi Muslim saat ini. Bahkan negara-negara Muslim, di mana keuangan
Islam memegang bagian besar di pasar keuangan, sangat bergantung pada pasar
uang dan kebijakan moneter dirumuskan oleh bank sentral mereka berdasarkan
bunga.

Kita dapat mengasumsikan bahwa ekonomi Muslim saat ini adalah ekonomi
Keynesian karena orang lebih memiliki likuiditas. Permintaan uang memang ada
dalam ekonomi dan tidak ada bukti untuk menolak hipotesis ini. Permintaan uang
ini akan menjadi fungsi dari beberapa tingkat pengembalian yang ada dalam
perekonomian pada investasi jangka pendek. Karena ekonomi Muslim saat ini
memiliki pasar uang aktif, permintaan uang terjadi sebagai fungsi dari suku bunga
yang diumumkan oleh bank sentral bagi mereka yang tidak keberatan mendapatkan
pendapatan bunga. Ekonomi Muslim yang menjalankan sistem ganda dalam
perjalanan mereka untuk mengubah seluruh sistem dalam proses bertahap
menghadapi beberapa masalah dalam konteks sistem moneter mereka yang terbukti
menjadi rintangan serius dalam cara mengubah seluruh sistem mereka.

Ada sebagian besar lembaga keuangan di negara-negara ini yang beroperasi


berdasarkan minat dan ada rumah tangga yang tidak keberatan menginvestasikan
likuiditas mereka di pasar uang atau menyimpan tabungan mereka di lembaga
keuangan berbasis minat untuk alasan kenyamanan atau sebaliknya. Kehadiran
lembaga keuangan berbasis bunga dan minat dalam ekonomi tidak memungkinkan
penetapan harga produk Islam di pasar keuangan Islam ditentukan di pasar riil.
Suku bunga dalam ekonomi menjadi patokan untuk menentukan harga produk
keuangan Islam dan pasar uang. Jika ini terus berlanjut, keinginan negara-negara
untuk mengubah seluruh sistem menjadi norma Islam tidak akan pernah tercapai,
dan manfaat keuangan Islam dalam perekonomian tidak akan pernah dapat
menunjukkan manfaatnya.

Anda mungkin juga menyukai