Anda di halaman 1dari 18

PROSES PERUMUSAN DAN PENGESAHAN

PANCASILA DASAR NEGARA REPLUBIK


INDONESIA

Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila


Diampu oleh Asep Ginanjar, S.pd, M.pd.

DISUSUN OLEH
KELOMPOK II :
1. Anastasia Kintan 2311416024 | FBS
2. Siti Maysaroh 4201416043 | FMIPA
3. Harrin Pramadhani 1102416027 | TP
4. Ilham Ramadhan 1102416036 | TP

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Setiap pemikiran, sikap, dan tindakan berbangsa dan bernegara haruslah
berlandaskanazas-azas Negara. Kita sebagai warga Negara Indonesia yang taat azas harus
mampu memahami dan menjiwai serta mampu mengimplementasikan Pancasila dalam
kehidupan sosial politik dimanapun dan kapanpun. Pancasila dan UUD 1945 merupakan
landasan nyata dalam membangun Negara Republik Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil serta makmur. Maka dari itu setiap warga Negara harus memahami dan
menerapkan nilai-nilai landasan Negara secara nyata, terutama Pancasila.
Pada zaman modern ini, banyak ditemukan masyarakat yang tidak begitu memahami
makna dan hakekat Pancasila. Masyarakat mengaku telah menerapkan nilai-nilai Pancasila.
Namun secara kasat mata masih ditemukan banyak sikap dan tindakan yang menyimpang
jauh dari dasar ideologi bangsa ini. Terjadinya kasus HAMBALANG, kasus penyalahgunaan
pengadaan haji, dan kasus simulator SIM yang merupakan contoh kongkrit kejahatan korupsi,
kolusi, dan nepotisme yang terjadi di Negara kita menjadi salah satu bukti bahwa ideologi
Pancasila tidak dimaknai dengan hati dan tidak diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, baik rakyat kecil maupun pejabat tinggi Negara. Penyimpangan dasar ideologi
Pancasila juga seringkali terjadi dalam lingkup terkecil masyarakat, hal-hal sepele yang
dilakukan generasi muda seperti mencontek dalam ujian, pelanggaran lalu lintas, tawuran
antar pelajar, dan konvoi rusuh yang mengganggu ketertiban umum ikut menjadi bukti
bahwa ideologi Pancasila tidak benar-benar dikenal oleh masyarakat.
Pengenalan dan penanaman nilai-nilai Pancasila secara perlahan dan konsisten dapat
meminimalisir tindakan penyimpangan dan kejahatan ideologi dalam masyarakat. Tidak
hanya isi atau butir-butir, sangat diperlukan pula pengenalan sejarah terbentuknya Pancasila
baik dari segi proses perumusan hingga pengesahan agar masyarakat terutama generasi muda
dapat benar-benar memahami, menghargai,dan mengamalkan Pancasila yang disusun tidak
hanya dengan tinta, namun dengan darah dan keringat para pahlawan pendiri tanah air
Indonesia. Proses perumusan Pancasila memiliki alur yang panjang dan rumit, begitu pula
proses pengesahannya. Oleh sebab itu, sudah selayaknya sebagai warga Negara Republik
Indonesia untuk mengetahui dan mempelajari sejarah perumusan serta pengesahan Pancasila
sebagai bentuk penghargaan kepada para penyusun Pancasila dan kepada ideologi Pancasila
itu sendiri.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana proses perumusan Pancasila ?

2. Bagaimana proses pengesahan Pancasila ?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui proses perumusan Pancasila.

2. Untuk mengetahui proses pengesahan Pancasila.


BAB II
PEMBAHASAN

Dengan adanya perubahan suhu politk global yaitu dengan banyak bermunculannya
Negara-negara baru yang telah memperoleh kemerdekaan karena semangat kesadaran untuk
mandiri pada Negara-negara bekas jajahan, termasuk juga kebangkitan di Negara-negara asia
seperti Philipna merdeka pada tahun 1839 yang dipelopori Joze Rizal, kemenangan Jepang
atas Rusia di Tsunia (1905). Menjadikan rakyat Indonesia lelah menunggu janji penjajah
Belanda tentang kemerdekaan Indonesia sampai akhir penjajahan Belanda tanggal 10 Maret
1940. Hal ini memicu kekesalan dan ketidakpercayaan Indonesia terhadap Belanda.
Pada tanggal 5 Maret 1942 Batavia jatuh di tangan Jepang, dan perlawanan Belanda
terhadap Jepang berakhir di Bandung pada tanggal 8 Maret 1942, jendral Ter Poorter sebagai
panglima tertinggi Angkatan Darat sekutu di Jawa menyerah dengan tanpa syarat, yang
diikuti dengan ditawan dan dibawanya keluar Jawa, gubernur Tjarda Van Starkenborgh
Starchouwer dengan para pembesar Belanda lainnya, sehingga terhitung sejak itu secara
formal dimulai masa pendudukan Jepang di Indonesia. Masuknya Jepang ke Indonesia
disambut gembira karena menganggap Jepang akan membebaskan rakyat Indonesia dari
penjajahan dan memberikan kebebasan kepada rakyat Indonesia untuk menunjukkan rasa
nasionalismenya dengan mengibarkan bendera merah putih dan mengumandangkan lagu
Indonesia Raya.
Dengan propaganda “Jepang pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa Indonesia”
diterima dengan sukarela, karena adanya harapan yang cuup besar dari pemerintah Jepang
untuk memberikan kemerdekaan bagi Indonesia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang no.1
tahun 1942, yaitu sebelum pemerintah Hindia Belanda menyerang. Kedatangan Jepang
membawa misi untuk memperbaiki nasib rakyat Indonesia dengan moto Tan Asia. Jepang
merupakan serumpun dengan Indonesia sehingga menganggap dirinya mampu mewujudkan
ketentraman di Asia raya.
Ternyata masuknya Jepang ke Indonesia tidak merubah bentuk imperialisme barat,
yang terjadi justru penyengsaraan kehidupan rakyat menambah penderitaan. Akhirnya, pada
tanggal 7 September 1944 Pemerintah Jepang di Tokyo memberikan janji untuk memberi
kemerdekaan kepada Indonesia sebagai hadiah dari pemerintahan Jepang yang diucapkan
oleh perdana mentri Koiso dihadapan parlemen Jepang, “The Japanese empire (hreby)
annonce the future independence of all Indonesian people” yang artinya kekaisaran Jepang
(dengan ini) mengumumkan kemerdekaan pada masa yang akan datang bagi segenap bangsa
Indonesia. Pemberian janji tersebut tidak terlepas dari perhitungan strategi Jepang yang
melihat Indonesia kaya akan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, yang dapat
dimanfaatkan untuk memeberikan dukungan pada angkatan perang Jepang dalam
memenangkan Perang Dunia II melawan sekutu. Akan tetapi janji itu baru direalisasikan
setelah bala tentara Jepang mengalami kekalahan-kekalahan dengan sekutu, dan area desakan
pemimpin pergerakan bangsa Indonesia yang memaksa pemerintahan Jepang membentuk
Dokuritzu Zyumbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) yang terwujud pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan ulang tahun kaisar
Jepang Tenno Haika.

2.1 PROSES PERUMUSAN PANCASILA


2.1.1 Pembentukan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia)
Menyusul kekalahan dari Sektu, Kaisar Jepang Tenno Haika bersamaan dengan hari
ulang tahunnya pada tanggal 29 April 1945 berjanji memberi hadiah ulang tahun kepada
bangsa Indonesia yaitu janji kedua pemerintah Jepang berupa kemerdekaan tanpa syarat. Janji
itu disampaikan seminggu sebelum pemerintah Jepang menyerah, dengan Maklumat
Gunseikan(Pembesar tertinggi Sipil Pemerintah Militer Jepang di Jawa-Madura) No.23.
Dengan Maklumat Genseikan tanggal 29 April 1945 tersebut, secara resmi dibentuk
suatu Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), disingkat “Badan
Penyelidik”, (dalam bahasa Jepang : Dokuritsu Zyunby Tyoosakai). BPUPKI bertugas untuk
mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan dengan segi-segi politik,
ekonomi, pemerintahan dan lain-lainnya yang dibutuhkan dalam usaha pembentukan Negara
Indonesia merdeka.
Pada hari itu diumumkan sebagai ketua (Kaicoo) Dr.KRT. Rajiman Widyodiningrat,
yang kemudian mengusulkan bahwa agenda pada persidangan pertama BPUPKI adalah
membahas tentang dasar Negara. BPUPKI dilantik tanggal 28 Mei 1945 oleh Letnan Jendral
Kumakuci Harada, Paanglima Tentara Jepang XVI di Jawa, dengan beranggotakan 67
orang,terdiri dari 60 orang yang dianggap tokoh dari Indonesia dan 7 orang anggota Jepang
dan keturunan Indonesia lainnya tanpa hak suara. Pada sidang yang kedua (10 Juli-17 Juli)
Pemerintah Jepang menambah 6 orang anggota bangsa Indonesia.
Ketua : Dr.KRT. Rajiman Widyodiningrat
Kelahiran : Yogyakarta, 12 April 1879
Jabatan : Anggota Tyuuoo Sangi In, Pertanian di Bulak Ngalaran Walikukun Kab. Ngawi

Wakil ketua :
1. Raden Panji Soeroso

Kelahiran : Sidoarjo 3-11-1893; jabatan


Jabatan : Gubernur Jateng I
2. Yoshio Ichibangase (wakil Jepang)

Ruang lingkup tugas badan ini sangat terbatas yaitu, melakukan penyelidikan usaha
persiapan kemerdekaan Indonesia, menurut Yosio Ichibangase setelah pekerjaan badan ini
selesai maka Jepang membentuk panitia lain yang bertugas mempersiapkan kemerdekaan
Indonesia. Sehingga ada upaya pemerintah Jepang untuk tidak menggunakan hasil keputusan
lembaga ini sebagai rekomendasi pada Pemerintah Indonesia ketika merdeka.

2.1.2 Masa Persidangan I BPUPKI (29 Mei–1 Juni 1945)


Masa persidangan pertama BPUPKI dimulai pada tanggal 29 Mei 1945 sampai
dengan 1 Juni 1945. Pada masa persidangan ini, BPUPKI membahas rumusan dasar negara
untuk Indonesia merdeka. BPUPKI meminta anggotanya untuk memberi pandangan umum
tentang dasar Indonesia merdeka atau philosofische grondslag. Pada persidangan
dikemukakan berbagai pendapat tentang dasar negara yang akan dipakai Indonesia merdeka.
Pembicara pada sidang pleno tersebut adalah Mr. Mohammad Yamin, Ki Bagoes Hadi dan
KH Wachid Hasjim, Mr. Supomo, serta Ir. Sukarno.
Berikut isi yang disampaikan Mr. Mohammad Yamin pada 29 Mei 1945 dalam pidatonya
mengajukan usulan secara lisan mengenai dasar Negara kebangsaan. Pemikirannya diberi
judul ”Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” yang rumusannya terdiri atas
5 butir yaitu :
1. peri kebangsaan;
2. peri kemanusiaan;
3. peri ketuhanan;
4. peri kerakyatan;
5. kesejahteraan rakyat.
Sedangkan naskah tertulisnya disampaikan oleh Moh.Yamin setelah persidangan
BPUPKI selesai. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh.Yamin
berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara
lisan. Adapun draf usulan M.Yamin adalah :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kebangsaan Persatuan Indonesia
3) Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Setelah Muhammad Yamin menyampaikan gagasannya pada sidang pleno BPUPKI
pada hari pertama, maka yang menjadi juru bicara untuk menyampaikan mengenai
pandangan hidup pada hari kedua yaitu tanggal 30 Mei adalah Ki Bagoes dan KH.Wachid
Hasyim. Beliau berdua adalah wakil dari kelompok Islam, yang sampai akhir persidangan
tidak memberikan draf tertulis mengenai usulan pandangan hidupnya.
Dalam sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Dr. Soepomo menyampaikan bahwa
dasar Negara Indonesia merdeka adalah dasar Negara kebangsaan atau integralistik (susunan
masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan
erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang organis). Beliau mengusulkan
hal-hal yang berkaitan dengan dasar Negara sebagai berikut :
a) Saya mengusulkan pendirian negara nasional yang bersatu dalam totaliter sebagaimana
seperti yang saya uraikan tadi, yaitu negara yang tidak akan mempersatukan diri dengan
golongan terbesar, akan tetapi yang mengatasi semua golongan, baik golongan besar atau
kecil. Dalam negara yang bersatu itu urusan agama diserahkan kepada golongan-golongan
agama yang bersangkutan.
b) Kemudian dianjurkan supaya para warga negara takluk kepada Tuhan supaya tiap-tiap
waktu ingat kepada Tuhan.
c) Mengenai kerakyatan disebutkan sebagai berikut : untuk menjamin supaya pimpinan
negara, terutama kepala negara terus-menerus bersatu jiwa dengan rakyat dalam susunan
pemerintahan negara Indonesia harus dibentuk sistem badan permusyawaratan. Kepala
negara akan terus bergaul dengan badan permusyawaratan supaya senatiasa mengetahui dan
merasakan rasa keadilan dan cita-cita rakyat.
d) Dalam lapangan ekonomi negara akan bersifat kekeluargaan juga, oleh karena
kekeluargaan itu sifat masyarakat timur yang harus kita pelihara sebaik-baiknya. Sistem
tolong-menolong, sistem koperasi hendaknya dipakai sebagai salah satu dasar ekonomi
negara Indonesia yang makmur, bersatu, berdaulat, adil.
e) Mengenai hubungan antar bangsa,supaya negara Indonesia bersifat negara Asia Timur
raya, anggota dari kekeluargaan Asia Timur Raya.
Dalam pidatonya beliau menyampaikan setiap warga dianjurkan untuk hidup
berketuhanan tetapi urusan agama terpisah dari urusan Negara, dibentuk Badan Musyawarah
agar pemimpin Negara bersatu jiwa dengan wakil rakyat, sistem ekonomi diatur berdasarkan
azas kekeluargaan, tolong menolong dan sistem kooperasi, Negara Indonesia yang besar atas
semangat kebudayaan Indonesia asli.
A.G Pringgodigdo (dalam Rindjin, 2012: 48), menyimpulkan rumusan dasar Negara
dari pidato Soepomo tersebut sebagai berikut :
1) Dasar persatuan dan kekeluargaan;
2) Takluk kepada Tuhan;
3) Kerakyatan;
4) Dalam lapangan ekonomi Negara bersifat kekeluargaan;
5) Negara Indonesia bersifat Asia Timur Raya.
Menurut Notosoesanto (1984: 26), dasar-dasar untuk Indonesia Merdeka yang
diajukan Prof. Soepomo adalah sebagai berikut :
1) Persatuan;
2) Kekeluargaan;
3) Keseimbangan lahir batin;
4) Musyawarah; dan
5) Keadilan rakyat.
Pada 1 Juni 1945 Ir.Soekarno yang menyampaikan usulan philosopische
grondslag sebagai fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa hasrat Indonesia
Merdeka yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Gagasan mengenai rumusan
lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno tersebut
kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila" (istilah yang pada rumusannya ini atas saran
seorang ahli bahasa, Muh Yamin, yang duduk di sebelah Soekarno). Masih menurut
Soekarno bilamana diperlukan gagasan mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas
menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3.
Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut
bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu merupakan
sila: “Gotong-Royong”, ini adalah merupakan upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan
bahwa konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang
dibawakannya tersebut adalah berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tak terpisahkan
satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan
detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati sebagai hari
lahirnya Pancasila.
Adapun rumusan Pancasila yang disampaikan Soekarno dalam pidatonya tanpa teks,
adalah :
1) Kebangsaan Indonesia
2) Internasionalisme, atau peri-kemanusiaan
3) Mufakat atau demokrasi
4) Kesejahteraan sosial
5) Ke-Tuhanan yang berkebudayaan

Selama reses antara 2 Juni—9 Juli 1945, delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk
sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota
BPUPKI yang telah masuk. Tim kecil ini bertugas untuk melakukan dokumentasi usulan-
usulan yang ada secara tertulis paling lambat tanggal 20 Juni 1945. Anggota panitia kecil
tersebu juga dikenal dengan Panitia yang anggotanya :
1) Ir.Soekarno
2) M.Hatta
3) M.Soetarjo
4) KH.W.Hasyim
5) Ki Bagoes
6) Otista
7) M.Yamin
8) Andre Maramis

Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Delapan mengadakan rapat dengan 38 orang
anggota Badan Penyelidik, yaitu anggota-anggota yang menghadiri sidang Chou Sangi
In (sebuah badan penasehat yang dibentuk pemerintah penduduk Jepang) di Jakarta. Dalam
rapat itu, Panitia Delapan berhasil menghimpun usulan para anggota yang menyangkut
beberapa masalah penting yaitu :
1) Permintaan Indonesia merdeka selekas-lekasnya
2) Dasar Negara
3) Unifikasi dan federasi
4) Dearah negara Indonesia
5) Badan perwakilan rakyat
6) Badan penasehat
7) Bentuk negara dan kepala negara
8) Pembelaan Negara, dan
9) Keungan

Tim ini juga mengusulkan kepada pemerintah Jepang terkait dengan: Penetapan
bentuk negara dan hukum dasar Negara, permintaan kemerdekaan secepatnya,
merekomendasi kepada Jepang untuk membuat badan persiapan secepat mungkin dan
pembentukan tentara kebangsaan serta administrasi masalah keuangan.
Di akhir rapat, Panitia Delapan mengambil inisiatif membentuk Panita kecil lain yang
disebut dengan Panitia Sembilan karena kebutuhan untuk mencari modus antara golongan
Islam dan golongan kebangsaan mengenai masalah agama dan negara. Panitia Sembilan
beranggotakan :
1. Ir. Soekarno (ketua)
2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
3. Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
4. Mr. Mohammad Yamin (anggota)
5. KH. Wahid Hasjim (anggota)
6. Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
7. Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
8. H. Agus Salim (anggota)
9. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)

Rapat Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945, menghasilkan rancangan Hukum Dasar
yang dikenal dengan Piagam Jakarta. Pada bagian akhir dari naskah rancangan Pembukaan
Hukum Dasar (Piagam Jakarta) terdapat rumusan dasar negara sebagai berikut.
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam
permusyarawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
2.1.3 Masa Persidangan II BPUPKI (10–17 Juli 1945)

Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak


tanggal 10 Juli 1945 hingga tanggal 14 Juli 1945. Agenda sidang BPUPKI kali ini mengenai
bentuk Negara, batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
kewarganegaraanIndonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan,
pembelaan negara, serta pendidikan. Pada rapat ini, dokumen Rancangan Pembukaan Hukum
Dasar (Piagam Jakarta) dibahas kembali secara resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14
Juli 1945. Rancangan Pembukaan Hukum Dasar tersebut dipecah menjadi 2 dokumen
berbeda yaitu Declaraton of Independence (dari paragraf 1—3 yang diperluas menjadi 12
paragraf) dan Pembukaan (dari paragaraf 4 tanpa perluasan sedikitpun.
Rumusan yang diterima oleh rapat BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit
berbeda dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu menghilangkan kata “serta” dalam sub anak
kalimat terakhir. Rumusan dasar Negara hasil sidang BPUPKI yakni :

“…dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat


Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.”

2.2 PROSES PENGESAHAN PANCASILA


2.2.1 Pembentukan PPKI
Menyerahkan kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal
kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi
darurat yang harus segera diselesaikan. Karna desakan para tokoh Indonesia, akhirnya Jepang
menyetujui untuk membentuk badan persiapan kemerdekaan dengan membentuk PPKI
(Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 7 Agustus 1945 yang beranggotakan 21
orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Sulawes, 1 orang dari Nusa
Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa). Susunan awal anggota
PPKI adalah sebagai berikut :
1. Ir. Soekarno (Ketua)
2. Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua)
3. Prof. Mr. Dr. Soepomo (Anggota)
4. KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota)
5. R. P. Soeroso (Anggota)
6. Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota)
7. Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota)
8. Ki Bagus Hadikusumo (Anggota)
9. Otto Iskandardinata (Anggota)
10. Abdoel Kadir (Anggota)
11. Pangeran Soerjohamidjojo (Anggota)
12. Pangeran Poerbojo (Anggota)
13. Dr. Mohammad Amir (Anggota)
14. Mr. Abdul Maghfar (Anggota)
15. Mr. Teuku Mohammad Hasan (Anggota)
16. Dr. GSSJ Ratulangi (Anggota)
17. Andi Pangerang (Anggota)
18. A.H. Hamidan (Anggota)
19. I Goesti Ketoet Poedja (Anggota)
20. Mr. Johannes Latuharhary (Anggota)
21. Drs. Yap Tjwan Bing (Anggota)
Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 yaitu:
1. Achmad Soebardjo (Penasehat)
2.Sajoeti Melik (Anggota)
3.Ki Hadjar Dewantara (Anggota)
4.R.A.A. Wiranatakoesoema (Anggota)
5.Kasman Singodimedjo (Anggota)
6.Iwa Koesoemasoemantri (Anggota)
Tanggal 8 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang
baru, Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk
bertemu Marsekal Terauchi. Setelah pertemuan tersebut, PPKI tidak dapat bertugas karena
para pemuda mendesak agar proklamasi kemerdekaan tidak dilakukan atas nama PPKI, yang
dianggap merupakan alat buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16 Agustus 1945 tidak dapat
terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok.

2.2.2 Peristiwa Rengasdengklok


Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan oleh sejumlah
pemuda antara lain Soekarni,Wikana dan Chaerul Saleh dari perkumpulan "Menteng 31"
terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00.
WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak
agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya
kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad
Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan terutama
setelah Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Pasifik.
Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian.
Sementara itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut
kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua
anggota PETA mendukung rencana tersebut.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno
dan Bung Hatta pada hari Jumat,17 Agustus 1945 di lapangan IKADA(yang sekarang telah
menjadi lapangan Monas) atau di rumah Bung Karno di Jl.Pegangsaan Timur 56. Dipilih
rumah Bung Karno karena di lapangan IKADA sudah tersebar bahwa ada sebuah acara yang
akan diselenggarakan, sehingga tentara-tentara jepang sudah berjaga-jaga, untuk menghindari
kericuhan, antara penonton-penonton saat terjadi pembacaan teks proklamasi, dipilihlah
rumah Soekarno di jalan Pegangsaan Timur No.56. Teks Proklamasi disusun di
Rengasdengklok, di rumah seorang Tionghoa, Djiaw Kie Siong. Bendera Merah Putih sudah
dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Kamis tanggal 16 Agustus, sebagai
persiapan untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding
dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya
menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke
Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad
Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan
proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan
tersebut sampai di Jakarta.
Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi
dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti
Melik menggunakan mesin ketik yang "dipinjam" (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor
Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.

2.2.3 Sidang PPKI (18 Agustus 1945)


Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya yang pertama. Pada
sidang ini PPKI membahas konstitusi negara Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden
Indonesia, serta lembaga yang membantu tugas Presiden Indonesia. PPKI membahas
konstitusi negara Indonesia dengan menggunakan naskah Piagam Jakarta yang telah disahkan
BPUPKI. Namun, sebelum sidang dimulai, Bung Hatta dan beberapa tokoh Islam
mengadakan pembahasan sendiri untuk mencari penyelesaian masalah kalimat ”... dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada kalimat ”Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tokoh-tokoh Islam
yang membahas adalah Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo, K.H. Abdul Wachid
Hasyim, dan Teuku Moh. Hassan. Mereka perlu membahas hal tersebut karena pesan dari
pemeluk agama lain dan terutama tokoh-tokoh dari Indonesia bagian timur yang merasa
keberatan dengan kalimat tersebut. Mereka mengancam akan mendirikan negara sendiri
apabila kalimat tersebut tidak diubah. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, dicapai
kesepakatan untuk menghilangkan kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia. Kita harus menghargai nilai juang para tokoh-tokoh yang sepakat menghilangkan
kalimat ”.... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Para
tokoh PPKI berjiwa besar dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Mereka juga
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Adapun tujuan diadakan pembahasan sendiri tidak pada forum sidang agar permasalahan
cepat selesai. Dengan disetujuinya perubahan itu maka segera sidang pertama PPKI dibuka.

keputusan:
1. Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945
2. Memilih presiden dan wakil presiden (Sukarno dan Moh. Hatta)
3.Membentuk Komite Nasional Indonesia sebagai badan musyawarah darurat.

Pancasila yang direfisi:


1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3 Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan

5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.3 DINAMIKA PANCASILA SETELAH KEMERDEKAAN


2.3.1 Rumusan VI: Konstitusi RIS
Pendudukan wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan wilayah Republik Indonesi
semakin kecil dan terdesak. Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat di
Yogyakarta (RI Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk negara federal yang disodorkan
pemerintah kolonial Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan hanya
menjadi sebuah negara bagian saja. Walaupun UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18
Agustus 1945 tetap berlaku bagi RI Yogyakarta, namun RIS sendiri mempunyai sebuah
Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai hasil permufakatan seluruh negara bagian dari
RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar negara terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan)
paragraf ketiga. Konstitusi RIS disetujui pada14 Desember 1949 oleh enam belas negara
bagian dan satuan kenegaraan yang tergabung dalam RIS. Sehingga ada perubahan dalam
Pancasila:
1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2. Perikemanusiaan,
3. Kebangsaan,
4. Kerakyatan
5. dan keadilan sosial
2.3.2 Rumusan VII: UUD Sementara
Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh jalan kehancuran. Hanya
dalam hitungan bulan negara bagian RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara
bagian RI Yogyakarta. Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis yaitu RI
Yogyakarta, NIT, dan NST. Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI Yogyakarta
dan RIS, sebagai kuasa dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan negara kesatuan dan
mengadakan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara. Perubahan tersebut
dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi
Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN RIS
Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950. Rumusan
dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat dari Mukaddimah (pembukaan)
UUD Sementara Tahun 1950.

2.3.3 Rumusan VIII: UUD 1945


Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan
UUD Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara.
Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah
mengeluarkan Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali
UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia
menggantikan UUD Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan
Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang
digunakan.
Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang pernah menjadi lembaga tertinggi
negara sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara tahun 1960-2004, dalam berbagai produk
ketetapannya, di antaranya:
1. Tap MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai
Dasar Negara, dan
2. Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pancasila mengalami proses
perumusan yang panjang dan berat, mulai dari persidangan pertama BPUPKI hingga
persidangan kedua BPUPKI. Pancasila disahkan pada persidangan PPKI pada 18 Agustus
1945. Rumusan Pancasila dikumandangkan kepada seluruh bangsa Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945. Dinamika rumusan Pancasila masih terjadi setelah proklamasi kemerdekaan.
Ternyata masih banyak ditemukan perbedaan pemahaman ideologi Pancasila dari masa ke
masa.

Anda mungkin juga menyukai