Anda di halaman 1dari 2

Temanku pernah menyebutku “orang paling santai di dunia”.

Dia bilang begitu karena dia


tidak pernah melihatku tersinggung, apalagi marah-marah.

Dulu, setiap ada yang bertanya bagaimana caranya, aku selalu bingung. “Ehm, karena masa
kecil gue keras?” Atau, “Ya, diatur aja emosinya bosque... gue bingung jelasinnya.”

Sekarang, aku bisa menjawabnya dengan mudah. Cukup dengan satu kata: Stoicism.

Kalau kamu mencari kedamaian jiwa, pelajarilah Stoicism. Kebiasaan mengeluh, marah,
emosi, khawatir berlebihan, dan mudah sakit hati akan musnah dari hidupmu kalau kamu
serius mendalami filosofi yang umurnya sudah lebih dari 2000 tahun ini.

Untungnya, kamu tidak harus membaca puluhan buku kuno untuk memahami filosofi ini.
Cukup membaca satu buku saja. Judulnya Filosofi Teras karya Henry Manampiring.

Ini 6 pelajaran berharga yang aku dapatkan dari buku tersebut, yang bisa membuatmu
tenang ketika menghadapi permasalahan hidup.

1. Ask Yourself: Is it Up to You?

Dalam hidup ini hanya ada dua hal: yang bisa kita kendalikan dan yang tidak. Hujan, macet,
teman yang banyak bacot, pacar yang emosian, dan komentar netizen, semuanya tidak bisa
kita kendalikan.

Yang bisa kita kendalikan hanyalah pikiran, pendapat, kata-kata, persepsi, dan tindakan kita
sendiri. Jangan habiskan energimu untuk marah kepada hal yang tidak bisa diubah. Fokus
kepada yang bisa diubah.

2. Kekuatan Persepsi Manusia

Emosi negatif muncul dari persepsi negatif. Diputusin pacar, misalnya. Semua pasti setuju
kalau ini negatif. Negatif karena kejadian seperti ini membuat kita menangis dalam
kesedihan. Dari satu sudut pandang, benar. Tapi dari sudut pandang lain?

Putus artinya punya lebih banyak waktu untuk hobi. Putus artinya keluar dari hubungan
toxic. Baik buruknya sebuah kejadian itu tergantung persepsi. Dan yang lebih penting:
kondisi belum tentu bisa diubah, tapi persepsi bisa diubah detik ini juga.

3. Premeditatio Malorum

Atau dalam bahasa yang lebih simple: think of the worst scenario. Kejadian buruk yang
menimpa kita akan terasa lebih menyakitkan kalau kita tidak pernah membayangkannya.
Misal, jalan dekat rumah yang biasanya lancar tiba-tiba macet.
Beda cerita kalau jalan itu memang selalu macet. Kita tidak kaget, dan kita tidak kecewa
sama sekali. Malah, kita tenang-tenang saja jadinya. Selalu pikirkan skenario terburuk yang
bisa menimpa kita agar tidak kecewa saat kesialan itu benar-benar terjadi.

4. Jangan Ribet Deh

Skripsi penuh dengan revisi? Ya sudah, tinggal ganti. Atasan tidak suka dengan kerjaan kita?
Ya sudah, tinggal bikin yang lebih bagus lagi. Mengeluh atau marah-marah tidak membuat
masalah apa pun terselesaikan, hanya memperburuk suasana hati.

Kebanyakan masalah yang kita hadapi dalam hidup ini sebenarnya sepele. Kita tidak perlu
berpikir keras untuk mencari solusinya. Dan seringnya, solusinya bisa dilakukan tanpa bacot
(mengeluh) sama sekali. Hidup ini simple, jangan dibuat rumit.

5. Amor Fati

Artinya, love of fate atau mencintai takdir. Kalau kondisi kita sedang baik, tentu sangat
mudah untuk mencintai kehidupan. Dalam kondisi buruk? Lebih sulit pasti. Tapi... hidup ini
terlalu indah untuk tidak dicintai, dinikmati, walau dengan segala keburukannya.

Kalau kata Nitzsche, “...that one wants nothing to be different, not forward, not backward, not
in all eternity. Not merely bear what is necessary ...but love it.” Don’t hate life. Love it.

6. Memento Mori

Remember death. Kalau malam ini kita meninggal, banggakah kita dengan kata-kata kasar
yang kita berikan pada orang tua tadi pagi? Banggakah kita dengan hidup yang isinya
penuh dengan amarah dan kebencian?

Mengingat kematian berarti mengingat betapa berharganya waktu yang kita miliki.
Mengingat kematian akan membuat kita lebih berhati-hati dalam berkata dan berbuat.
Persis seperti yang diucapkan Marcus Aurelius 2000 tahun lalu:

“You could leave life right now. Let that determine what you do and say and think.”

Ditulis di quora oleh lui anbar rhainata

Anda mungkin juga menyukai