Anda di halaman 1dari 8

KERANGKA ACUAN

Seminar dan Lokakarya


Implementasi Percepatan Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat Dayak
Provinsi Kalimantan Tengah

A. Latar Belakang
Keberadaan masyarakat adat di Indonesia adalah suatu kenyataan. Bahkan perihal
masyarakat adat tersebut telah menjadi diskusi serius ketika para founding fathers
menyusun UUD, yang kemudian mengakui keberadaan masyarakat adat. Setelah
beberapa perubahan paska reformasi, pengakuan negara terhadap masyarakat adat juga
tetap hadir dalam UUD 1945. Di dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 dinyatakan
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

Di bawah UUD 1945, terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan yang mengakui


keberadaan masyarakat adat dan haknya, antara lain UU No. 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan beberapa UU
sektoral lainnya. Tuntutan pengakuan masyarakat adat dan haknya semakin menguat
setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan MK No. 35/PUU-X/2012 yang
berkaitan dengan status hutan adat. Putusan MK tersebut telah memicu meluasnya
tuntutan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat mulai dari daerah sampai
nasional. Di bawah Undang-Undang, Pemerintah juga telah banyak mengeluarkan
kebijakan sektoral terutama di sektor kehutanan dan pertanahan. Cukup banyak publikasi
yang telah dikeluarkan oleh AMAN dan CSO yang bekerja pada isu lingkungan dan
masyarakat adat mengemukakan bahwa berbagai peraturan perundang-undangan dan
kebijakan yang ada tidak menyediakan langkah-langkah implementatif yang sederhana
bagi masyarakat adat untuk mendapatkan pengakuan hak terutama hak atas wilayah adat
(termasuk hutan dan tanah). Hampir semua kebijakan yang ada menghendaki adanya
pengakuan atau keputusan admnistratif di tingkat Pemerintah Daerah seperti Peraturan
Daerah atau Keputusan Kepala Daerah; hal yang nyata-nyata tidak mudah dilaksanakan.

Di Kalimantan Tengah, dialog mengenai pengakuan dan perlindungan masyarakat adat


melalui kebijakan daerah telah mulai bergulir kuat sejak tahun 2014. Untuk kepentingan
itu pada tahun 2015 AMAN Kalimantan Tengah Bersama dengan CSO dan Akademisi
telah menyusun Naskah Akademik dan Draft Rancangan Peraturan Daerah tentang
Masyarakat Adat di Provinsi Kalimantan Tengah. Selain draft tersebut diatas,
berkembang dalam diskusi-diskusi publik usulan draft lain. Hingga Rapat Paripurna ke-
4/Masa Persidangan II Tahun Sidang 2019 pihak DPRD Provinsi Kalimantan Tengah
belum melibatkan masyarakat sipil (CSO), dan akademisi dalam proses pembahasannya.

Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah juga menyusun Naskah Akademik dan
Draft Rancangan Peraturan Daerah, tetapi pembahasan Rancangan Perda tersebut tidak
ada perkembangan dan kemajuan sampai saat ini.
Pengakuan dan Perlindungan masyarakat adat di Provinsi Kalimantan Tengah semakin
mendesak. Beberapa alasan yang dapat dikemukakan antara lain:
1. Ketiadaan pengakuan terhadap masyarakat adat berikut hak yang melekat pada
masyarakat adat terutama hak atas wilayah adatnya telah berdampak pada tidak
terlindunginya wilayah-wilayah adat dari ekspansi industri perkebunan,
pertambangan dan industri yang lain. Ada banyak contoh kasus terkait hal ini. Salah
satunya adalah eksploitasi wilayah adat Laman Kinipan yang masih berlangsung
tanpa kendali dan penyelesaian dari pihak pemerintah.
2. Rencana Pemerintah untuk memindahkan Ibukota Negara ke salah satu wilayah di
Provinsi Kalimantan Tengah, berdasarkan informasi media bahwa kemungkinan
lokasi Ibukota yang baru terletak di Kota Palangkaraya, Kabupaten Gunung Mas,
dan Kabupaten Katingan. Hal tersebut memberikan dampak bagi masyarakat adat
Dayak di Kalimantan Tengah yang perlu disikapi secara serius karena pemindahan
Ibukota akan berdampak perubahan sosial ekologi politik ekonomi maupun
perubahan aspek budaya serta nilai-nilai adat Dayak di Kalimantan Tengah.

Berangkat dari berbagai persoalan hukum maupun fakta lapangan yang tergambar di atas,
maka Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah perlu segera mengesahkan Peraturan
Daerah Provinsi Kalimantan Tengah mengenai Pengakuan dan Perlindungan terhadap
Masyarakat Adat Dayak di Kalimantan Tengah. Peraturan Daerah tersebut haruslah
disusun di atas semangat konstitusi yaitu mengakui dan melindungi keberadaan
masyarakat adat Dayak beserta hak asal-usulnya. Selain itu, peraturan daerah yang
disusun haruslah mampu menciptakan ruang kreatif bagi masyarakat adat Dayak yang
didukung oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Kalimantan
Tengah melalui program-program dan anggaran bagi penguatan hukum dan lembaga adat
yang hidup dan berkembang secara turun temurun di setiap komunitas di Provinsi
Kalimantan Tengah, sehingga masyarakat adat dapat dengan leluasa menjaga dan
mengelola nilai-nila adat Dayak setempat. Akan tetapi, Peraturan Daerah harus juga
berorientasi pada pencegahan dan penyelesaian konflik.

Proses pembahasan RAPERDA ini belum dilakukan sesuai mekanisme yang diatur
dalam regulasi dan kebijakan pembahasan PERDA di DPRD yang melibatkan
masyarakat sipil, komunitas terdampak (Masyarakat Adat Dayak) dan akademisi.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka AMAN Kalimantan Tengah, WALHI Kalimantan
Tengah, Yayasan Petak Danum dan Yayasan PUSAKA bersama dengan CSO dan
komunitas adat Dayak bermaksud mengadakan Seminar dan Lokakarya untuk melihat
perkembangan dan keseriusan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota serta urgensi
pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-
hak Masyarakat Adat Dayak di Provinsi Kalimantan Tengah sekaligus memperdalam isu-
isu penting dan gagasan pengakuan serta perlindungan masyarakat adat Dayak
Kalimantan Tengah termasuk pelibatan masyarakat sipil, komunitas terdampak
(Masyarakat Adat Dayak) dan akademisi dalam proses pembahasannya.

B. Maksud
Adapun maksud dari kegiatan diskusi publik yang dikemas dalam bentuk Seminar dan
Lokakarya ini yaitu untuk memastikan substansi dan pelibatan masyarakat sipil,
komunitas terdampak (Masyarakat Adat Dayak) dan akademisi dalam pembahasan
Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat
Adat Dayak di Provinsi Kalimantan Tengah.

C. Tujuan Kegiatan
Sedangkan tujuan kegiatan yaitu :
1. Memetakan potensi konflik sosial dan konflik terkait tanah yang mungkin muncul
melalui RAPERDA Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak;
2. Menjaring komitmen dan kerjasama yang sinergis antara CSO, Akademisi,
komunitas adat dan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di Kalimantan Tengah
dalam upaya mewujudkan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat Dayak di
Kalimantan Tengah melalui regulasi dan kebijakan daerah.

D. Hasil Yang Diharapkan


1. Terpetakan potensi konflik sosial dan konflik terkait tanah yang mungkin muncul
melalui RAPERDA Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak;
2. Terjaring komitmen dan kerjasama yang sinergis antara CSO, Akademisi, komunitas
adat dan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di Kalimantan Tengah dalam upaya
mewujudkan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat Dayak di Kalimantan
Tengah melalui regulasi dan kebijakan daerah.

E. Peserta Kegiatan
Adapun peserta kegiatan Seminar dan Lokakarya ini berjumlah 150 orang yang terdiri
dari perwakilan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota/Desa, DAD, PD AMAN,
Komunitas Adat, CSO, Akademisi, Organisasi Kemahasiswaan, yang konsen dengan isu
lingkungan, sosial, serta masyarakat adat di Kalimantan Tengah.

F. Narasumber
1. Bapemperda DPRD Provinsi Kalimantan Tengah;
2. Biro Hukum Setda Provinsi Kalimantan Tengah.
3. Pengurus Besar AMAN Jakarta;
4. Pengurus Wilayah AMAN Kalimantan Tengah;
5. Dewan Adat Dayak Prov. Kalimantan Tengah;
6. Yayasan PUSAKA;
7. Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah;
8. Pusat Kajian Hukum Adat Djoyodigoeno FH-UGM.

G. Metode Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan selama 2 hari dengan menggunakan metode partisipatif
dimana peserta dan narasumber lebih banyak melakukan diskusi (sharing gagasan atau
ide) dan tanya jawab untuk memperkaya informasi yang berhubungan dengan isu-isu
masyarakat adat yang akan diakomodir dalam draft Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat Dayak di Provinsi
Kalimantan Tengah. Sebagai informasi, draft RAPERDA Pengakuan dan Perlindungan
Hak-Hak Masyarakat Adat Dayak ini sudah di konsultasikan oleh Badan Pembentukan
Peraturan Daerah DPRD Provinsi Kalimantan Tengah kepada pihak Kementerian Dalam
Negeri agar secepatnya di sahkan menjadi produk hukum daerah dalam bentuk Peraturan
Daerah.

H. Tanggal Dan Tempat Pelaksanaan Seminar dan Lokakarya.


Tanggal Pelaksanaan Kegiatan : 5-6 Agustus 2019
Tempat : Aula Palangka Universitas Palangka Raya

I. Pelaksana Kegiatan.
Pelaksana kegiatan Semiloka ini yaitu PW AMAN Kalimantan Tengah, WALHI
Kalimantan Tengah, Yayasan Petak Danum dan Yayasan PUSAKA.

J. Penutup
Demikian Kerangka Acuan ini dibuat sebagai gambaran dari kegiatan Seminar dan
Lokakarya Implementasi Percepatan Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat
Adat Dayak di Provinsi Kalimantan Tengah.
Susunan Acara

Waktu Kegiatan Penanggung


Jawab
Senin, 5
Agustus 2019
07.30 – 08.30 Registrasi Peserta Panitia
Pembukaan
Kata Sambutan:
1. PW AMAN Kalimantan Tengah;
2. Yayasan PUSAKA / WALHI Kalteng.
08.30 – 09.00 Pembawa Acara
Kata Sambutan Sekaligus Membuka kegiatan secara Resmi:
• Ketua LPPM Universitas Palangka Raya

Monitoring dan hasil kajian RAPERDA Pengakuan dan Perlindungan


Masyarakat Adat Dayak Kalimantan Tengah yang dilakukan oleh AMAN
Kalteng, WALHI Kalteng, Yayasan Petak Danum, Yayasan PUSAKA dan
09.00 – 09.30 Pembawa Acara
Pusat Studi Kebijakan Publik Universitas Palangka Raya.
Rokhmon Onasis (BPHW AMAN Kalteng)

Sesi I: Potensi Konflik Sosial dan Konflik Tanah terkait RAPERDA


Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Dayak di Kalimantan
Tengah.

Narasumber: Moderator :
1. Ibu Mardiana D. Dana (Komunitas Sarapat) A.G Rinting
2. Perwakilan Paralegal/Dampingan WALHI Kalimantan Tengah
3. Leo W. (Sekretaris Desa – Desa Sei Pinang, Mandau Talawang)

Penanggap:

09.30 – 10.30 1. Monitoring dan Kajian Pembahasan RUU MHA dan isu krusial serta
dampak bagi Masyarakat Adat.
Abdon Nababan/Erasmus Cahyadi (Pengurus Besar AMAN Jakarta);
2. Peluang dan Tantangan Masyarakat Adat dalam Kebijakan Negara.
Emil Kleden (Yayasan PUSAKA)
3. Kelembagaan adat Dayak dalam RAPERDA Pengakuan dan
Perlindungan Masyarakat Adat Dayak
Simpey Ilun (Dewan Adat Dayak Prov. Kalimantan Tengah)
4. Perlindungan dan Pengakuan Wilayah Kelola Masyarakat Adat
Dayak Kalimantan Tengah dalam Perspektif Lingkungan.
Halis (WALHI Kalimantan Tengah)

10.30 – 12.00 Tanya Jawab


12.00 – 13.00 Ishoma Panitia
Fasilitator :
13.00 – 15.00 Diskusi Penyusunan Rekomendasi dari Sesi I A.G Rinting dan
Ros Siana
Selasa, 6
Agustus 2019
07.30 – 08.30 Registrasi Peserta Panitia

Sesi II: Eksistensi Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat


Dayak di Kalimantan Tengah.

Narasumber:
08.30 – 10.30 Moderator :
1. Irawandi (Komunitas Tumbang Bahanai)
Ditta W, S.H., M.H
2. Perwakilan Paralegal/Dampingan WALHI Kalimantan Tengah
3. Jaya D. Buhu (DAD Kecamatan Mandau Talawang)
Penanggap:

1. Tinjauan Proses RAPERDA Pengakuan dan Perlindungan


Masyarakat Adat Dayak Kalimantan Tengah.
(Bapemperda DPRD Provinsi Kalimantan Tengah);
2. Strategi Perlindungan Masyarakat Adat Dayak Kalimantan
Tengah dalam Rencana Pemindahan Ibukota.
(Biro Hukum Setda. Provinsi Kalimantan Tengah);
3. Catatan Kritis Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat
Dayak Kalimantan Tengah dalam Perspektif Hukum Adat.
Dr. Rikardo Simarmata (Pusat Kajian Hukum Adat Djoyodigoeno
FH-UGM).
4. Pelibatan Masyarakat Sipil dan Komunitas Adat Dayak dalam
Pengambilan Keputusan Publik di Kalimantan Tengah.
Ferdi Kurnianto (Pengurus Wilayah AMAN Kalimantan Tengah).
10.30 – 12.00 Tanya Jawab
12.00 – 13.00 Ishoma Panitia
Fasilitator :
13.00 – 15.00 Diskusi Penyusunan Rekomendasi dari Sesi II A.G Rinting dan
Ros Siana
15.00 – 15.30 Pembacaan Rekomendasi dan Penandatanganan Komitmen Bersama Rokhmon Onasis
15.30 – 16.00 Penutup Panitia
Konferensi Pers
16.00 – 16.30 Panitia
(PW AMAN Kalteng, WALHI Kalteng dan Yayasan PUSAKA)
Daftar Peserta
Kegiatan Seminar dan Lokakarya Tanggal 5-6 Agustus 2019:

1. Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Prov. Kalimantan Tengah; 4 Orang


2. Biro Hukum Sekretariat Daerah Prov. Kalimantan Tengah; 1 Orang
3. Kantor Wilayah Hukum dan HAM Prov. Kalimantan Tengah; 1 Orang
4. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Prov. Kalimantan Tengah; 1 Orang
5. Dinas Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Tengah; 1 Orang
6. Dinas Kehutanan Prov. Kalimantan Tengah; 1 Orang
7. Dinas Sosial Prov. Kalimantan Tengah; 1 Orang
8. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Prov. Kalimantan Tengah; 1 Orang
9. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Prov. Kalimantan Tengah; 1 Orang
10. Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Prov. Kalimantan Tengah; 1 Orang
11. Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Prov. Kalimantan Tengah; 1 Orang
12. Universitas Palangka Raya (UPR); 1 Orang
13. Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMP); 1 Orang
14. Universitas Kristen Palangka Raya (UNKRIP); 1 Orang
15. Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN); 1 Orang
16. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Tambun Bungai; 1 Orang
17. Institute Agama Hindu Negeri (IAHN) Palangka Raya; 1 Orang
18. Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya; 1 Orang
19. Pusat Studi Kebijakan Publik dan Kepemerintahan LPPM-UPR; 1 Orang
20. Pusat Kajian Hukum Adat Djoyodigoeno FH-UGM; 1 Orang
21. Pengurus Daerah AMAN; 15 Orang
22. Dewan AMAN Wilayah (DAMANWIL) Kalimantan Tengah; 5 Orang
23. Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (EKNAS WALHI) Indonesia; 1 Orang
24. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalimantan Tengah; 2 Orang
25. Save Our Borneo (SOB); 1 Orang
26. Yayasan Betang Borneo (YBB); 1 Orang
27. YPPMMA-KT; 1 Orang
28. JARI Kalimantan Tengah; 1 Orang
29. JPIC 1 Orang
30. Lembaga Dayak Panarung (LDP); 1 Orang
31. Yayasan Petak Danum (YPD); 1 Orang
32. Yayasan Tahanjungan Tarung (YTT); 1 Orang
33. Yayasan Tambuhak Sinta (YTS); 1 Orang
34. LPPM Eka Hapakat; 1 Orang
35. POKKER-SHK; 1 Orang
36. eLPam; 1 Orang
37. Global Green Growth Indonesia (GGGI); 1 Orang
38. Borneo Institute (BIt); 1 Orang
39. Kemitraan; 1 Orang
40. Borneo Nature Foundation (BNF); 1 Orang
41. USAID LESTARI; 1 Orang
42. WWF Kalimantan Tengah; 1 Orang
43. Yayasan PUSAKA; 1 Orang
44. Forest People Programme (FPP); 1 Orang
45. Yayasan TIFA; 1 Orang
46. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA); 1 Orang
47. HuMa; 1 Orang
48. Epistema Institute; 1 Orang
49. Sadjogyo Institute; 1 Orang
50. Institute Dayakologi; 1 Orang
51. Samdhana Institute; 1 Orang
52. Majelis Agama Kaharingan Indonesia (MAKI); 1 Orang
53. Majelis Agama Hindu Kaharingan Indonesia (MAHKI); 1 Orang
54. Komunitas Adat Anggota AMAN Kalteng; 5 Orang
55. Komunitas Dampingan dan Paralegal WALHI Kalteng; 15 Orang
56. Komunitas Dampingan Yayasan PUSAKA; 12 Orang
57. Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kalimantan Tengah; 1 Orang
58. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Palangka Raya; 1 Orang
59. Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cab. Palangka Raya; 1 Orang
60. PEMKRI Cab. Palangka Raya; 1 Orang
61. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Palangka Raya; 1 Orang
62. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Palangka Raya; 1 Orang
63. MAPALA DOZER Universitas Palangka Raya; 1 Orang
64. MAPALA SYLVA Universitas Palangka Raya; 1 Orang
65. MAPALA COMODO Universitas Palangka Raya; 1 Orang
66. Folk of Dayak (FOD). 1 Orang

Anda mungkin juga menyukai