TOR Semiloka Implementasi Percepatan PPHMA Dayak Di Kalimantan Tengah
TOR Semiloka Implementasi Percepatan PPHMA Dayak Di Kalimantan Tengah
A. Latar Belakang
Keberadaan masyarakat adat di Indonesia adalah suatu kenyataan. Bahkan perihal
masyarakat adat tersebut telah menjadi diskusi serius ketika para founding fathers
menyusun UUD, yang kemudian mengakui keberadaan masyarakat adat. Setelah
beberapa perubahan paska reformasi, pengakuan negara terhadap masyarakat adat juga
tetap hadir dalam UUD 1945. Di dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 dinyatakan
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.
Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah juga menyusun Naskah Akademik dan
Draft Rancangan Peraturan Daerah, tetapi pembahasan Rancangan Perda tersebut tidak
ada perkembangan dan kemajuan sampai saat ini.
Pengakuan dan Perlindungan masyarakat adat di Provinsi Kalimantan Tengah semakin
mendesak. Beberapa alasan yang dapat dikemukakan antara lain:
1. Ketiadaan pengakuan terhadap masyarakat adat berikut hak yang melekat pada
masyarakat adat terutama hak atas wilayah adatnya telah berdampak pada tidak
terlindunginya wilayah-wilayah adat dari ekspansi industri perkebunan,
pertambangan dan industri yang lain. Ada banyak contoh kasus terkait hal ini. Salah
satunya adalah eksploitasi wilayah adat Laman Kinipan yang masih berlangsung
tanpa kendali dan penyelesaian dari pihak pemerintah.
2. Rencana Pemerintah untuk memindahkan Ibukota Negara ke salah satu wilayah di
Provinsi Kalimantan Tengah, berdasarkan informasi media bahwa kemungkinan
lokasi Ibukota yang baru terletak di Kota Palangkaraya, Kabupaten Gunung Mas,
dan Kabupaten Katingan. Hal tersebut memberikan dampak bagi masyarakat adat
Dayak di Kalimantan Tengah yang perlu disikapi secara serius karena pemindahan
Ibukota akan berdampak perubahan sosial ekologi politik ekonomi maupun
perubahan aspek budaya serta nilai-nilai adat Dayak di Kalimantan Tengah.
Berangkat dari berbagai persoalan hukum maupun fakta lapangan yang tergambar di atas,
maka Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah perlu segera mengesahkan Peraturan
Daerah Provinsi Kalimantan Tengah mengenai Pengakuan dan Perlindungan terhadap
Masyarakat Adat Dayak di Kalimantan Tengah. Peraturan Daerah tersebut haruslah
disusun di atas semangat konstitusi yaitu mengakui dan melindungi keberadaan
masyarakat adat Dayak beserta hak asal-usulnya. Selain itu, peraturan daerah yang
disusun haruslah mampu menciptakan ruang kreatif bagi masyarakat adat Dayak yang
didukung oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Kalimantan
Tengah melalui program-program dan anggaran bagi penguatan hukum dan lembaga adat
yang hidup dan berkembang secara turun temurun di setiap komunitas di Provinsi
Kalimantan Tengah, sehingga masyarakat adat dapat dengan leluasa menjaga dan
mengelola nilai-nila adat Dayak setempat. Akan tetapi, Peraturan Daerah harus juga
berorientasi pada pencegahan dan penyelesaian konflik.
Proses pembahasan RAPERDA ini belum dilakukan sesuai mekanisme yang diatur
dalam regulasi dan kebijakan pembahasan PERDA di DPRD yang melibatkan
masyarakat sipil, komunitas terdampak (Masyarakat Adat Dayak) dan akademisi.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka AMAN Kalimantan Tengah, WALHI Kalimantan
Tengah, Yayasan Petak Danum dan Yayasan PUSAKA bersama dengan CSO dan
komunitas adat Dayak bermaksud mengadakan Seminar dan Lokakarya untuk melihat
perkembangan dan keseriusan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota serta urgensi
pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-
hak Masyarakat Adat Dayak di Provinsi Kalimantan Tengah sekaligus memperdalam isu-
isu penting dan gagasan pengakuan serta perlindungan masyarakat adat Dayak
Kalimantan Tengah termasuk pelibatan masyarakat sipil, komunitas terdampak
(Masyarakat Adat Dayak) dan akademisi dalam proses pembahasannya.
B. Maksud
Adapun maksud dari kegiatan diskusi publik yang dikemas dalam bentuk Seminar dan
Lokakarya ini yaitu untuk memastikan substansi dan pelibatan masyarakat sipil,
komunitas terdampak (Masyarakat Adat Dayak) dan akademisi dalam pembahasan
Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat
Adat Dayak di Provinsi Kalimantan Tengah.
C. Tujuan Kegiatan
Sedangkan tujuan kegiatan yaitu :
1. Memetakan potensi konflik sosial dan konflik terkait tanah yang mungkin muncul
melalui RAPERDA Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak;
2. Menjaring komitmen dan kerjasama yang sinergis antara CSO, Akademisi,
komunitas adat dan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di Kalimantan Tengah
dalam upaya mewujudkan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat Dayak di
Kalimantan Tengah melalui regulasi dan kebijakan daerah.
E. Peserta Kegiatan
Adapun peserta kegiatan Seminar dan Lokakarya ini berjumlah 150 orang yang terdiri
dari perwakilan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota/Desa, DAD, PD AMAN,
Komunitas Adat, CSO, Akademisi, Organisasi Kemahasiswaan, yang konsen dengan isu
lingkungan, sosial, serta masyarakat adat di Kalimantan Tengah.
F. Narasumber
1. Bapemperda DPRD Provinsi Kalimantan Tengah;
2. Biro Hukum Setda Provinsi Kalimantan Tengah.
3. Pengurus Besar AMAN Jakarta;
4. Pengurus Wilayah AMAN Kalimantan Tengah;
5. Dewan Adat Dayak Prov. Kalimantan Tengah;
6. Yayasan PUSAKA;
7. Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah;
8. Pusat Kajian Hukum Adat Djoyodigoeno FH-UGM.
G. Metode Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan selama 2 hari dengan menggunakan metode partisipatif
dimana peserta dan narasumber lebih banyak melakukan diskusi (sharing gagasan atau
ide) dan tanya jawab untuk memperkaya informasi yang berhubungan dengan isu-isu
masyarakat adat yang akan diakomodir dalam draft Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat Dayak di Provinsi
Kalimantan Tengah. Sebagai informasi, draft RAPERDA Pengakuan dan Perlindungan
Hak-Hak Masyarakat Adat Dayak ini sudah di konsultasikan oleh Badan Pembentukan
Peraturan Daerah DPRD Provinsi Kalimantan Tengah kepada pihak Kementerian Dalam
Negeri agar secepatnya di sahkan menjadi produk hukum daerah dalam bentuk Peraturan
Daerah.
I. Pelaksana Kegiatan.
Pelaksana kegiatan Semiloka ini yaitu PW AMAN Kalimantan Tengah, WALHI
Kalimantan Tengah, Yayasan Petak Danum dan Yayasan PUSAKA.
J. Penutup
Demikian Kerangka Acuan ini dibuat sebagai gambaran dari kegiatan Seminar dan
Lokakarya Implementasi Percepatan Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat
Adat Dayak di Provinsi Kalimantan Tengah.
Susunan Acara
Narasumber: Moderator :
1. Ibu Mardiana D. Dana (Komunitas Sarapat) A.G Rinting
2. Perwakilan Paralegal/Dampingan WALHI Kalimantan Tengah
3. Leo W. (Sekretaris Desa – Desa Sei Pinang, Mandau Talawang)
Penanggap:
09.30 – 10.30 1. Monitoring dan Kajian Pembahasan RUU MHA dan isu krusial serta
dampak bagi Masyarakat Adat.
Abdon Nababan/Erasmus Cahyadi (Pengurus Besar AMAN Jakarta);
2. Peluang dan Tantangan Masyarakat Adat dalam Kebijakan Negara.
Emil Kleden (Yayasan PUSAKA)
3. Kelembagaan adat Dayak dalam RAPERDA Pengakuan dan
Perlindungan Masyarakat Adat Dayak
Simpey Ilun (Dewan Adat Dayak Prov. Kalimantan Tengah)
4. Perlindungan dan Pengakuan Wilayah Kelola Masyarakat Adat
Dayak Kalimantan Tengah dalam Perspektif Lingkungan.
Halis (WALHI Kalimantan Tengah)
Narasumber:
08.30 – 10.30 Moderator :
1. Irawandi (Komunitas Tumbang Bahanai)
Ditta W, S.H., M.H
2. Perwakilan Paralegal/Dampingan WALHI Kalimantan Tengah
3. Jaya D. Buhu (DAD Kecamatan Mandau Talawang)
Penanggap: