Anda di halaman 1dari 5

Prosiding Seminar dan Diskusi Nasional Pendidikan Dasar 2018 ISSN: 2528-5564

Tema: Menyonsong Transformasi Pendidikan Abad 21

PENINGKATAN ECOLITERACY DALAM MEMANFAATAN


SAMPAH DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROJECT
BASED LEARNING PADA PEMBELAJARAN IPS

Sekarsari sunaryo putri1, M Japar2, Riana bagaskorowati3


Program Pascasarjana, Universitas Negeri Jakarta

E-mail: sekarp038@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan ecoliteracy dalam pemanfaatan
sampah dengan menggunakan model project based learning (PJBL) pada pembelajaran IPS.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Action Research). Adapun desain model
tindakan yang digunakan yaitu model Kemmis dan Mc. Taggart. Penelitian ini dilaksanakan di
kelas lima (V) Sekolah Dasar. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yaitu
instrumen lembar observasi, wawancara, dokumentasi, dan catatan lapangan.Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa terjadi peningkatan kemampuan ecoliterasi pada siklus I dan II. Pada siklus I,
sekitar 63% siswa tergolong memiliki kemampuan ecoliterasi tinggi, 9% tergolong memiliki
kemampuan ecoliterasi rendah dan 28% tergolong memiliki kemampuan ecoliterasi sangat rendah.
Pada siklus II, mengalami peningkatan, sekitar 90% siswa tergolong memiliki kemampuan
ecoliterasi tinggi, 6% tergolong memiliki kemampuan ecoliterasi rendah dan 4% tergolong
memiliki kemampuan ecoliterasi rendah. Rata-rata nilai kemampuan ecoliterasi pada siklus I
sebesar 87,6 dan siklus II meningkat menjadi sebesar 78,2.

Kata kunci :Ecoliterasi, kreativitas,project based learning (PJBL), pembelajaran IPS

Absract: The study aims to improve ecoliteracy and creativity students in waste utilazation be using
a model project based learning (PJBL) on IPS learning. this research is action research. As for the
desaign of the model of action used Kemmis and Mc. Taggart. This research was conductin five
grade. Tecniques used in data collection observation sheet, interview, documentation, and field
notes. The result of study showed an increase improve ecoliteracy,in the first cycle and two cycle.
in the first cycle 63% students have the ability ecoliteracy high, 9% have low ability ecoliteracy and
28% have very low abilities. In cycle two incrased, 90% students are classified as having hight
abilities, 6% have low ability and 4% have low ability. Average student in first cycle 87,6% and
two cycle improve 78,2.

PENDAHULUAN
Paradigma isu yang berkembang abad 21 berhubungan dengan isu global salah satunya
adalah isu yang berhubungan dengan lingkungan hidup (Silalahi dan Kristianto, 2017).
Lingkungan hidup dianggap sebagai suatu akses manusia untuk mencapai suatu
kesejahteraan. Lingkungan hidup bukan hanya dianggap sebagai tempat makhluk hidup
untuk tinggal di dalam suatu tempat saja, namun lebih dari itu lingkungan hidup adalah
suatu produktivitas kesinergian alam semesta yang di dalamnya terjalin kontak kehidupan
antara alam dan perilaku manusia (Putri dan Nikawanti, 2017 : 2). Di Negara Indonesia,
diakui adanya kearifan lokal dalam mengelola lingkungan hidup. Kearifan lokal tidak dapat
dipisahkan dari unsur-unsur aturan lokal,tradisi lokal, adat istiadat atau nilai-nilai budaya.
(Bruce, Setiawan dan Rahmi, 2010 : 25)

38 
 
Prosiding Seminar dan Diskusi Nasional Pendidikan Dasar 2018 ISSN: 2528-5564
Tema: Menyonsong Transformasi Pendidikan Abad 21

Lingkungan hidup perlu dijaga yaitu dengan cara menanamkan sikap peduli
lingkungan sejak dini pada anak. Di lingkungan sekolah, peningkatan sikap peduli yang
ditanamkan guru kepada peserta didik merupakan hal yang sangat penting bagi kelestarian
lingkungan. Sikap peduli terhadap lingkungan akan menumbuhkan sebuah prinsip ekologi
yakni terjalinnya sebuah interaksi antara manusia dengan lingkungan. Kondisi tersebut
menciptakan sebuah masyarakat berkelanjutan atau ecoliteracy, sebagai keadaan dimana
orang telah memahami prinsip ekologi dan hidup sesuai dengan prinsip lingkungan dalam
menata kehidupan bersama umat manusia di bumi (Keraf, 2010 :127).Menurut Goleman,
ecoliteracy adalah kecerdasan ekologi , berasal dari bahasa Yunani yaitu (oikos) habitat dan
(logos) ilmu, maka kecerdasan ekologi adalah kemampuan kita beradaptasi dengan
lingkungan sekitar kita(Supriatna, 2016 :57). Sementara menurut Widiasworo, ecoliteracy
secara etimologis adalah kesadaran, kepahaman dan kemelekan secara keilmuan tentang
lingkungan hidup. (2017 :65). Dapat disimpulkan bahwa keaksaraan ekologis atau ecoliteracy
yaitu, kemampuan seseorang untuk memahami sistem alam yang memungkinkan
kehidupan di bumi. Manusia dan lingkungan merupakan sistem alam yang integral dalam
membentuk ekosistem yang saling mempengaruhi.
Namun sangat disayangkan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
ternyata tidak saja membawa dampak baik bagi pendidikan dan lingkungan melainkan
tidak sedikit membawa dampak yang buruk bagi lingkungan. Hal ini mencerminkan
kurangnya kesadaran dalam ecoliteracy seseorang (Rusmawan, 2017 ; 41).
Sampah merupakan salah satu penyebab terjadinya permasalahan lingkungan yang
berujung pada bencana seperti banjir. Sampah memberikan kontribusi yang cukup besar
terhadap masalah sosial di suatu tempat baik itu di pedesaan maupun perkotaan. Sampah
adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat.
Berdasarkan hasil observasi di SD Negeri Telajung 02 Kecamatan Cikarang Barat
Kabupaten Bekasi, salah satu unsur yang menjadi polutan cukup besar bagi lingkungan,
terutama di sekolah tersebut adalah kemasan bekas produk konsumsi baik makanan
maupun minuman. Mengkonsumsi makanan atau minuman yang berwadahkan pelastik
menjadi kebiasaan yang kurang baik. Selain tidak baik untuk kesehatan hal ini juga sangat
berdampak pada meningkatnya sampah di lingkungan sekolah. Hal ini menunjukan masih
lemahnya pemahaman, kesadaran, dan ramah lingkungan serta rendahnya ecoliteracy.
Pembelajaran di kelas tampaknya masih jarang membangkitkan kesadaran dan perilaku
ramah lingkungan, karena permasalahan tentang lingkungan kebanyakan masih hanya
sebatas di berikan pada ranah kognitive, sehingga tidak mengherankan jika yang terjadi
adalah pengetahuan tentang lingkungan yang di hafalkan, berkutat seputar definisi dari text
book yang di sediakan dari sekolah untuk peserta didik, sampai pada lembar evaluasi
(Tamam, 2017 : 3).
Berdasarkan permasalahan di atas, pentingnya menggalakan peran pendidikan
lingkungan yang bertujuan bukan hanya menimbulkan kesadaran terhadap lingkungan
tetapi juga untuk merubah pandangan tentang sampah seperti bagaimana cara penanganan
sampah sekaligus upaya pemanfaatannya. Untuk meningkatkan ecoliteracy maka
dibutuhkan sebuah proses pembelajaran yang mengarahkan peserta didik menjadi aktif dan
kreatif. Kreatif dalam arti memiliki kemampuan berfikir tentang sesuatu dengan cara baru
dan tak biasa dan menghasilkan solusi yang unik atas suatu problem (Santrock, 2008: 366).
Peneliti memberikan sebuah model pembelajaran yang tepat dengan menggunakan model
pembelajaran Project based learning(PJBL).
Model pembelajaran project based learning(PJBL) adalah suatu metode atau pendekatan
pembelajaran yang inovatif, yang menekankan pada pembelajaran secara kontekstual
melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks, seperti memberi kebebasan pada siswa untuk
bereksplorasi merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan

39 
 
Prosiding Seminar dan Diskusi Nasional Pendidikan Dasar 2018 ISSN: 2528-5564
Tema: Menyonsong Transformasi Pendidikan Abad 21

pada akhirnya menghasilkan suatu hasil produk (Huriah, 2018). Model pembelajaran project
based learning (PJBL) atau model pembelajaran berbasis proyek, model pembelajaran ini
memungkinkan siswa untuk mengembangkan kreativitasnya dalam merancang dan
membuat sebuah proyek yang dapat dimanfaatkan.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Action Research). Adapun desain
model tindakan yang digunakan yaitu model Kemmis dan Mc. Taggart dengan langkah-
langkah yaitu:(1) Perencanaan (planning). (2) Aksi atau tindakan (acting). (3) Observasi
(observing). (4) Refleksi (reflecting).

Gambar 1. Model Penelitian Tindakan Kemmis dan Mc. Taggart

Penelitian ini dilaksanakan di kelas lima (V) Sekolah Dasar Negeri Telajung 02 yang
terletak di Jl.Raya Setu kecamatan Cikarang Barat Kab. Bekasi Provinsi Jawa barat.Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yaitu instrumen lembar observasi,
wawancara, dokumentasi, dan catatan lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Siklus I
Pada siklus I, Kemampuan ecoliteracy siswa menunjukkan hasil yang cukup baik
namun masih belum mencapai kriteria yang telah ditetapkan. Sebanyak 20 dari 32 siswa
atau sekitar 63% siswa tergolong memiliki kemampuan ecoliterasi tinggi. Sedangkan 3 dari
32 siswa atau sekitar 9% tergolong memiliki kemampuan eiterasi rendah dan 9 dari 32 siswa
atau sekitar 28% tergolong memiliki kemampuan ecoliterasi rendah. Dikatakan belum
berhasil karena target pencapaian siswa yang memiliki kemampuan ecoliterasi tinggi
melebihi 80% dari jumlah seluruh siswa. Adapun rata-rata skor kemampuan ecoliterasi
dalam kelas yaitu sebesar 78,2 dan termasuk kriteria sedang.

Hasil Siklus II
Pada siklus II, Kemampuan ecoliterasi siswa menunjukkan peningkatan. Sebanyak 29
dari 32 siswa atau sekitar 90% siswa tergolong memiliki kemampuan ecoliterasitinggi.

40 
 
Prosiding Seminar dan Diskusi Nasional Pendidikan Dasar 2018 ISSN: 2528-5564
Tema: Menyonsong Transformasi Pendidikan Abad 21

Sedangkan 2 dari 32 siswa atau sekitar 6% tergolong memiliki kemampuan literasi rendah
dan 1 dari 32 siswa atau sekitar 4% tergolong memiliki kemampuan ecoliterasi rendah. Hasil
tersebut sudah mencapai target yang diharapkan yaitu siswa yang memiliki kemampuan
ecoliterasi tinggi di atas 80% Adapun rata-rata nilai sikap ecoliterasi dalam kelas yaitu sebesar
87,6 dan termasuk kriteria tinggi.

Pembahasan
Ecoliterasi
Siswa yang memiliki kemampuan ecoliteras itinggi dari siklus I ke siklus II mengalami
peningkatan. Tercatat pada siklus I hanya 20 siswa atau 63% saja siswa yang memiliki
kemampuan ecoliterasi tinggi. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan ecoliterasi
sedang sebanyak 3 siswa atau 9%dan siswa yang memiliki kemampuan ecoliterasi rendah
sebanyak 9 siswa atau 28%. Meskipun siswa yang memiliki kemampuan ecoliterasi tinggi
sudah dominan, namun masih belum mencapai taregt yang diharapkan.
Pada siklus II siswa yang memiliki kemampuan ecoliterasi tinggi mengalami
peningkatan menjadi 29 siswa atau sebanyak 90% dari jumlah keseluruhan siswa. Hasil
tersebut sudah mencapai target yang diharapkan. Sedangkan siswa yang memiliki
kemampuan ecoliterasi sedang dan rendah pada siklus II mengalami penurunan menjadi
masing-masing 6% dan 4%. Berikut di bawah ini dapat dilihat perbandingan kemampuan
ecoliterasi siswa pada siklus I dan II.
Berdasarkan hasil data di atas, dapat dibuktikan bahwa model pembelajaran Project
based learning(PJBL) dapat meningkatkan kemampuan ecoliterasi siswa dalam proses
pembelajaran IPS. Model pembelajaran ini mampu: 1) meningkatkan motivasi belajar
peserta didik;2) mampu meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah yang
terjadi di lingkungan sekitar; 3) dapat meningkatkan kolaboratif atau kerjasama antar
peserta didik; 4) dapat mendorong peserta didik untuk mengembangkan keterampilan
dalam berkomunikasi antar teman; 5) meningkatkan keterampilan dalam mengelola sumber
yang ada; 6) mampu memberikan pengalaman sekaligus praktik dalam mengorganisasikan
sebuah proyek; 7) mampu melibatkan peserta didik untuk belajar mengambil informasi; 8)
menunjukkan pengetahuan yang dimiliki melalui presentasi;9) dan metode ini mampu
membuat suasana pembelajaran menjadi menyenangkan.

KESIMPULAN
Pada siklus I, Sebanyak 20 dari 32 siswa atau sekitar 63% siswa tergolong memiliki
kemampuan ecoliterasi tinggi. Sedangkan 3 dari 32 siswa atau sekitar 9% tergolong memiliki
kemampuan literasi rendah dan 9 dari 32 siswa atau sekitar 28% tergolong memiliki
kemampuan ecoliterasi rendah. Adapun rata-rata skor kemampuan ecoliterasi dalam kelas
yaitu sebesar 78,2 dan termasuk kriteria sedang. Pada siklus II, Kemampuan ecoliterasi siswa
menunjukkan peningkatan. Sebanyak 29 dari 32 siswa atau sekitar 90% siswa tergolong
memiliki kemampuan ecoliterasi tinggi. Sedangkan 2 dari 32 siswa atau sekitar 6% tergolong
memiliki kemampuan ecoliiterasi rendah dan 1 dari 32 siswa atau sekitar 4% tergolong
memiliki kemampuan ecoliterasi rendah. Hasil tersebut sudah mencapai target yang
diharapkan yaitu siswa yang memiliki kemampuan ecoliterasi tinggi di atas 80% Adapun
rata-rata nilai sikap ecoliterasi dalam kelas yaitu sebesar 87,6 dan termasuk kriteria tinggi.
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa menggunakan model project
based learning (PJBL) dapat meningkatkan ecoliteracy siswa dalam pemanfaatan sampah
dengan pada pembelajaran IPS.

41 
 
Prosiding Seminar dan Diskusi Nasional Pendidikan Dasar 2018 ISSN: 2528-5564
Tema: Menyonsong Transformasi Pendidikan Abad 21

REFERENSI
Tamam,Badrud.2017. Peningkatan Ecoliteracy siswa sebagai Green Consumer melalui
Pemanfaatan Kemasan Produk Konsumsi dalam Pembelajaran IPS. Mahasiswa Prodi
Pendididkan IPS.Kab. Serang – Prov. Banten
Silalahi, Daud & Kristianto. 2015.Hukum Lingkungan Dalam Perkembangan Di Indonesia.
Bandung : Cv Keni Media.
Keraf,A. Sonny. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Mitchell, Bruce. B. Setiawan. Dwita Hadi Rahmi. 2010. Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Rusmawan. Ecoliteracy Dalam Konteks Pendidikan IPS. Universitas Sanata Dharma. SOSIO
DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 4 (2), 2017
Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan, Edisi KeduaJakarta: Kencana
Putri, Suci Utami dan Gia Nikawanti. Pengenalan Green Behaviour Melalui Ecoliteracy Pada
Anak Usia Dini. Cakrawala Dini Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Vol 8, No 2 (2017) .
Supriatna. 2016. Kecerdasan Ekologis dan Ecopedagogy dalam pembelajaran sejarah dalam
Ecopedagogy:Membangun Kecerdasan Ekologis dalam Pembelajaran IPS. Bandung:
Rosdakarya
Huriah, Titih. 2018. Metode Student Center Learning: Aplikasi pada Pendidikan Keperawatan.
Jakarta: Prenadamedia

42 
 

Anda mungkin juga menyukai