Bagasyah
XI MIPA 4
_________________________
Khutbah Pertama:
Innal hamda lillaah, nahmaduhuu wanastaiinuhuu wanastaghfiruh, wanauudzu billaahi min suruuri
anfusinaa, wamin sayyiaati a’maalinaa, mayyahdillaahu falaa mudlillalah, waman yudlilhu falaa
haadiyalah.
Asyhadu allaa Ilaaha illalloohu wahdahuu laa syariikalah, waasyhadu anna Muhammadan abduhuu
warasuuluh.
Innallooha wa malaaikatahuu yusholluuna ‘alan Nabi, yaa ayyuhalladziina aamanuu sholluu ‘alaihi
wa sallimuu tasliimaa.
Ya ayyuhaladzi naamanu, taqullooha haqqa tuqaatih, walaa tamuutunna illa waantum muslimuun.
ِ ُش ُر ْو ِر أَ ْنف
،سنَا ُ ْ َونَ ُعو ُذ بِاهللِ ِمن،ستَ ْغفِ ُره ْ َ نَ ْح َم ُدهُ َون،ِ إِنَّ ا ْل َح ْم َد هَّلِل
ْ َست َِع ْينُهُ َون
َ ضلِ ْل فَالَ َها ِد
.ُي لَه ْ ُ َو َمنْ ي،ُض َّل لَهِ َمنْ يَ ْه ِد ِه هللاُ فَالَ ُم،ت أَ ْع َمالِنَا ِ سيِّئَا
َ َْو ِمن
Hidup adalah kompetisi; bukan hanya untuk menjadi yang terbaik, tetapi juga berkompetisi
untuk meraih cita-cita yang diinginkan. Namun sayangnya banyak orang yang terjebak
pada kompetisi semu yang hanya memperturutkan hawa nafsu duniawi dan jauh dari tujuan
ukhrawi. Kompetisi usaha pekerjaan, kompetisi harta kekayaan, kompetisi jabatan dan
kedudukan serta kompetisi lainnya, yang semuanya bak fatamorgana; indah menggoda,
tetapi sesungguhnya semu belaka. Itulah kompetisi yang menipu diri sendiri. Bahkan hal
yang sangat memilukan pun sering terjadi dalam kompetisi jenis ini;
seperti su’udzdzon atau buruk sangka, -bukan hanya kepada manusia- tetapi juga kepada
Allah subhanahu wataala. Lebih parah lagi jika rasa iri dengki dan riya’ ikut bermain dalam
kompetisi tersebut.
ب َو ُم َه ْي ِمنًا ِ ص ِّدقًا لِ َما بَ ْي َن يَ َد ْي ِه ِم َن ا ْل ِكتَا
َ ق ُم ِّ َاب بِا ْل َح َ وَأَ ْن َز ْلنَا إِلَ ْيكَ ا ْل ِكت
اح ُك ْم بَ ْينَ ُه ْم بِ َما أَ ْن َز َل هَّللا ُ َواَل تَتَّبِ ْع أَه َْوا َء ُه ْم َع َّما َجا َءكَ ِم َن ْ ََعلَ ْي ِه ف
ًاجا َولَ ْو شَا َء هَّللا ُ لَ َج َعلَ ُك ْم أُ َّمة ً ش ْر َعةً َو ِم ْن َه ِ ق لِ ُك ٍّل َج َع ْلنَا ِم ْن ُك ْم ِّ ا ْل َح
ِ ت إِلَى هَّللا ِ ستَبِقُوا ا ْل َخ ْي َرا ْ اح َدةً َولَ ِكنْ لِيَ ْبلُ َو ُك ْم ِفي َما آتَا ُك ْم فَا ِ َو
َ ُم بِ َما ُك ْنتُ ْم فِي ِه ت َْختَلِفYْ َم ْر ِج ُع ُك ْم َج ِمي ًعا فَيُنَبِّئُ ُك
ون
wa-anzalnaa ilayka alkitaaba bialhaqqi mushaddiqan limaa bayna yadayhi mina alkitaabi
wamuhayminan ‘alayhi fauhkum baynahum bimaa anzala allaahu walaa tattabi’ ahwaa-
ahum ‘ammaa jaa-aka mina alhaqqi likullin ja’alnaa minkum syir’atan waminhaajan walaw
syaa-a allaahu laja’alakum ummatan waahidatan walaakin liyabluwakum fiimaa aataakum
faistabiquu alkhayraati ilaa allaahi marji’ukum jamii’an fayunabbi-ukum bimaa kuntum fiihi
takhtalifuuna
Perintah untuk berlomba-lomba dalam kebaikan ini, Allah ulang dalam dalam Surah al-
Baqarah ayat 148, Allah berfirman:
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya.
Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 148)
Allah juga memuji orang-orang yang bersegera dalam melakukan kebaikan, sebagaimana
firman-Nya dalam Surah al-Mukminun ayat 61:
َ ُسابِق
ون ِ ُون فِي ا ْل َخ ْي َرا
َ ت َو ُه ْم لَ َها َ ُأُولَئِكَ ي
َ سا ِرع
ulaa-ika yusaari’uuna fii alkhayraati wahum lahaa saa bikon
Maka berlomba-lombalah kita untuk menggapai akhirat, bukan berlomba-lomba untuk hal-
hal duniawi. Allah memerintahkan kepada kita untukberlomba-lomba dan saling
mengalahkan satu sama lain dalam amal kebaikan. Saling mengalahkan untuk
mendapatkan tempat dan derajat yang tinggi di surga. Karena seorang Muslim yang pintar
tidak hanya ingin tempat yang rendah di surga. Seorang Muslim yang pintar ingin
mengalahkan muslim-muslim lainnya dan memasuki “Al-Firdaus Al-A’la. (Surga Firdaus
yang tertinggi).
Karena inilah kualitas orang-orang beriman, mereka selalu berlomba satu sama lain demi
kebaikan.
Sebagaimana para shahabat Nabi yang semuanya berkiprah dan mempunyai peran di
masyarakat, seorang muslim seharusnya juga memiliki keterpanggilan untuk menolong
saudaranya, memiliki jiwa dan semangat memberi manfaat kepada sesama, serta memiliki
karakter nafi’un li ghairihi (bermanfaat bagi orang lain). Karena kebaikan seseorang, salah
satu indikatornya adalah kemanfaatannya bagi orang lain. Juga keterpanggilan nuraninya
untuk berkontribusi menyelesaikan problem orang lain. Bahkan manusia terbaik adalah
orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda:
ِ س أَ ْنفَ ُع ُه ْم لِلنَّا
س ِ خَ ْي ُر النَّا
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.”(HR.
Ahmad, Thabrani, dan ad-Daruquthni. Dishahihkan Al Albani dalam As-Silsilah
As-Shahihah)
) تَ ْع ِرفُ فِي23( ون َ ) َعلَى اأْل َ َرائِ ِك يَ ْنظُ ُر22( يم ٍ ار لَفِي نَ ِعَ إِنَّ اأْل َ ْب َر
ُ) ِختَا ُمه25( وم ٍ ُيق َم ْخت
ٍ سقَ ْو َن ِمنْ َر ِح ْ ُ) ي24( يم ِ ض َرةَ النَّ ِعْ َُو ُجو ِه ِه ْم ن
)26( ون َ س ِ َس ٌك َوفِي َذلِكَ فَ ْليَتَنَاف
ُ ِس ا ْل ُمتَنَاف ْ ِم
innal-abrāra lafī na'īm
'alal-arā`iki yanẓurụn
“Sesungguhnya orang-orang yang berbakti itu berada dalam kenikmatan yang besar
(surga). Mereka duduk di atas dipan-dipan sambil memandang. Engkau dapat mengetahui
dari wajah mereka kesenangan yang penuh kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamar
murni yang di tutup. Tutupnya dari kasturi. Dan untuk yang demikian itu hendaknya kalian
berlomba-lomba.”(Q.S al-Muthaffifin: 22-26).
Ayat-ayat di atas sesuai dengan hadis Nabi bahwasannya beliau melarang mempunyai
perasaan iri kecuali kepada orang yang dikaruniai ilmu dan dia mengamalkan serta
mengajarkannya dan kepada orang yang dikarunia harta dan dia menginfakkannya.
Sedangkan kepada orang yang dikarunia ilmu dan harta tetapi dia tidak mengamalkan dan
menginfakkannya dalam ketaatan, maka kita tidak diperbolehkan berkeinginan untuk
menjadi seperti mereka, karena dalam hal ini tidak ada kebaikan yang patut diikuti, bahkan
pelakunya akan mendapat siksa.
Demikian juga kita bisa melihat kisah Nabi Musa yang merasa sedih karena ada Nabi lain
yang umatnya lebih banyak masuk surga yaitu Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wasallam. Sebagaimana dikisahkan dalam hadis tentang Isra’ dan Mi’raj, ketika Rasulullah
diangkat ke Sidratul Muntaha, Nabi Musa iri kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wasallam, karena beliau melampauinya. Nabi Musa pun tak kuasa menahan tangisnya.
Kemudian Nabi Musa ditanya: ”Apa yang membuatmu menangis? Dia menjawab: ”Aku
menangis karena ada anak Adam yang diutus setelahku, umatnya yang masuk surga lebih
banyak dari umatku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Maka marilah kita senantiasa berkompetisi untuk meraih kedudukan yang tinggi disisi
Allah subhanahu wataala, dengan menjadi orang memberikan kemanfaatan sebanyak-
banyaknya kepada orang lain, dan dengan berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya, sesuai
batas kemampuan yang kita miliki. Semoga dengan itu semua, kita termasuk golongan
orang yang mendapatkan surga Firdaus, dan dipanggil dari semua pintu surga,
sebagaimana Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu anhu dan para shahabat-shahabat Nabi
yang lain.
ِ َو َن َف َعن ِْي َوإِ َّيا ُك ْم ِب َما فِ ْي ِه مِنَ ْاآل َيا،آن ا ْل َعظِ ْي ِم
ت ِ ار َك هللاُ ل ِْي َو َل ُك ْم فِي ا ْلقُ ْر
َ َب
َ أَقُ ْول ُ َق ْول ِْي ه ََذا َوأَ ْس َت ْغفِ ُر.الذ ْك ِر ا ْل َح ِك ْي ِم
هللا ِّ َو
Khutbah Kedua:
RObbanaa laa tuaakhidznaa in nasiinaa aw akhthO’naa. RObbanaa walaatahmil ‘alay
naa ishROn kamaa halamtahuu ‘alalladziina minqOblinaa.RObbana walaa tuhammiln
aa maa laa thOOqOtalanaa bihi, wa’fua‘annaa wagh fiR lanaa waR hamnaa anta
maw laanaa fanshuRnaa ‘alalqOwmil kaafiRiina.
RObbana ‘aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil aakhiROti hasanah wa qinaa‘adzaabann
aaR. Walhamdulillaahi RObbil ‘aalamiin.