ANALISIS

SISTEM TENAGA LISTRIK I

Pustaka :
1. “ELEMENT OF POWER SYSTEM ANALYSIS”, W.D. STEVENSON
2. “ELECTRICAL POWER SYSTEM, DESIGN AND ANALYSIS”,
MOH. E. EL-HAWARY
3. “POWER SYSTEM ANALYSIS “, C.A. GROSS

1
 MATERI KULIAH

1. KONSEP-KONSEP DASAR LISTRIK

DAYA LISTRIK, ALIRAN DAYA, SISTEM 3 PHASA, HUBUNGAN , Y.

2. REPRESENTASI SISTEM TENAGA LISTRIK

KOMPONEN-KOMPONEN SISTEM TENAGA LISTRIK, DIAGRAM
SEGARIS, DIAGRAM IMPEDANSI/REAKTANSI, BESARAN
PERSATUAN.

3. MODEL RANGKAIAN
MATRIK [Y Bus], MATRIK [Z Bus]

4. METODE PENYELESAIAN ALIRAN DAYA

METODE GAUSS-SEIDEL, METODE NEWTON-RHAPSON

DALAM ANALISIS SISTEM TENAGA LISTRIK 1, DIANALISIS SISTEM

TENAGA LISTRIK 3 PHASA YANG SEIMBANG / SIMETRI DAN DALAM
KEADAAN STEADY STATE

1. PENDAHULUAN

SISTEM TENAGA LISTRIK

SISTEM YANG MEMBANGKITKAN, MENGATUR, MENYALURKAN /

MEMBAGI, DAN AKHIRNYA YANG MEMAKAI TENAGA LISTRIK.

BAGIAN UTAMA SISTEM TENAGA LISTRIK

1. PEMBANGKIT
2. SALURAN TRANSMISI
3. DISTRIBUSI / BEBAN

2
PEMBANGKIT
- GENERATOR-GENERATOR YANG ( + PRIME MOVERNYA )
- TEGANGAN YANG DIBANGKITKAN : 13.8-24 kV
- PERALATAN PENGATUR TEGANGAN DAN FREKUENSI
- TRANSFORMATOR-TRANSFORMATOR TEGANGAN TINGGI

SALURAN-SALURAN TRANSMISI / SUBTRANSMISI

- SALURAN-SALURAN TRANSMISI TEGANGAN TINGGI
- TEGANGAN : 34.5 SAMPAI 765 Kv
- TRANSFORMATOR PENGATUR DAYA AKTIF DAN REAKTIF

DISTRIBUSI / BEBAN
- FEEDER-FEEDER YANG MENGHUBUNGKAN BERMACAM-MACAM
BEBAN
- TEGANGAN : 220 VOLT-35 Kv

KARAKTERISTIK SISTEM TENAGA LISTRIK

SISTEM TENAGA TIDAK DAPAT MENYIMPAN ENERGI ATAUPUN

BUKAN MERUPAKAN SUMBER ENERGI

SISTEM TENAGA LISTRIK HANYA MENGUBAH ENERGI YANG

TERSEDIA DARI SUMBER-SUMBER ALAM MENJADI ENERGI LISTRIK
DAN SISTEM TERSEBUT MENGATUR PEMAKAIAN ENERGI LISTRIK
SECARA EFISIEN.

SUMBER-SUMBER ENERGI ALAM :

1. FOSSIL FUEL ( BATUBARA, MINYAK, GAS ALAM )

2. FOSSIL MATERIAL ( URANIUM, THORIUM )
3. ALIRAN AIR
4. ANGIN, TENAGA MATAHARI, TENAGA AIR LAUT, DLL

3
PENGOPERASIAN SISTEM TENAGA LISTRIK

SISTEM TENAGA LISTRIK YANG PERTAMA-TAMA DIBANGUN TERDIRI

DARI PUSAT-PUSAT PEMBANGKIT YANG TERPISAH-PISAH DAN MASING-
MASING PEMBANGKIT MENCATU BEBANNYA JUGA SECARA TERPISAH.

SAAT INI SISTEM TENAGA LISTRIK TERDIRI DARI SEJUMLAH PUSAT-

PUSAT PEMBANGKIT YANG BEKERJA PARALEL DAN MENCATU
SEJUMLAH PUSAT-PUSAT BEBAN MELALUI SALURAN TRANSMISI
TEGANGAN TINGGI.

SISTEM TENAGA LISTRIK TERSEBUT BIASANYA DIHUBUNGKAN SECARA

INTERKONEKSI DENGAN BEBERAPA SISTEM TENAGA LISTRIK YANG LAIN
SEHINGGA BERBENTUK MULTI AREA SYSTEM

HAL INI DILAKUKAN AGAR SISTEM TENAGA LISTRIK DAPAT BEKERJA

SECARA EKONOMIS DAN UNTUK MENAIKKAN KEANDALAN SISTEM,
DENGAN AKIBAT :
PENGOPERASIAN SISTEM TENAGA LISTRIK BERTAMBAH KOMPLEKS
DENGAN TIMBULNYA LEBIH BANYAK PERSOALAN-PERSOALAN YANG
HARUS DIATASI.

PERSOALAN-PERSOALAN OPERASI :
1. LOAD FORECASTING
2. UNIT COMITMENT
3. ECONOMIC DISPATCH
4. ANALISIS ALIRAN DAYA
5. ANALISIS HUBUNG SINGKAT
6. ANALISIS STABILITAS
7. LOAD-FREQUENCY CONTROL

4
PERANAN KOMPUTER DALAM SISTEM TENAGA LISTRIK
KEUNTUNGAN :
- FLEXIBLE ( DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MENGANALISIS HAMPIR
SEMUA PERSOALAN)
- TELITI
- CEPAT
- EKONOMIS

LANGKAH-LANGKAH :
1. MEMBUAT MODEL-MODEL MATEMATIS DARI PERSOALAN YANG
AKAN DISELESAIKAN ( SATU SET PERSAMAAN ALJABAR /
DIFFERENSIAL)
2. DENGAN MENENTUKAN METODE NUMERIK ( KETELITIAN YANG
CUKUP TINGGI DAN WAKTU KOMPUTASI CUKUP BERAT )
3. MENULIS / MENYUSUN PROGRAM KOMPUTER

PENGGUNAAN :
1. “OFF-LINE” : DATA DIPEROLEH DARI OPERATOR ( MANUSIA ),
DENGAN DATA TERSEBUT ANALISIS / PERHITUNGAN DILAKUKAN
DENGAN KOMPUTER. UNTUK PERANCANAAN SISTEM, ANALISIS
BILA ADA PERUBAHAN / PERLUASAN SISTEM, PERHITUNGAN
PERIODIK SEHUBUNGAN DENGAN OPERASI SISTEM.
2. “ON-LINE” : KOMPUTER MENERIMA DATA LANGSUNG DARI SISTEM
YANG SEDANG OPERASI. PADA PENGATURAN BEBAN DAN
FREKUENSI, ECONOMIC DISPATCH, DLL.

5
II. KONSEP-KONSEP DASAR

1. DAYA LISTRIK PADA RANGAKAIAN SATU PHASA

PADA DASARNYA DAYA LISTRIK PADA SUATU ELEMEN ADALAH

TEGANGAN PADA ELEMEN TERSEBUT DIKALIKAN DENGAN ARUS
YANG MENGALIR MELALUI ELEMEN TERSEBUT.

v = Vmax . cos wt

i = I max . cos( wt −  )

: +, UNTUK ARUS LAGGING

: -, UNTUK ARUS LEADING

MAKA DAYA SESAAT :

S = v.i = V max . Im ax. cos wt . cos(wt −  )

V max . Im ax V max . Im ax
S = v.i = . cos (1 + cos 2wt ) + sin  . sin 2wt
2 2

ATAU

S = V I cos  (1 + cos 2 wt ) + V I sin  sin 2 wt

6
DIMANA V DAN I ADALAH HARGA EFEKTIF DARI TEGANGAN DAN

ARUS.

V I cos  (1 + cos 2 wt ) : SELALU POSITIF

DENGAN HARGA RATA-RATA :

P = V I cos 

P : DISEBUT DAYA NYATA / AKTIF ( WATT )

Cos : DISEBUT FAKTOR KERJA
“ LAGGING” UNTUK RANGKAIAN INDUKTIF
“ LEADING” UNTUK RANGKAIAN KAPASITIF

V I sin  sin 2 wt : MEMPUNYAI HARGA POSITIF DAN NEGATIF,

DENGAN HARGA RATA-RATA NOL

Q = V I sin 

Q: DISEBUT DAYA SEMU / REAKTIF (Var)

“POSITIF” UNTUK BEBAN INDUKTIF
“NEGATIF” UNTUK BEBAN KAPASITIF

2. BENTUK KOMPLEKS DARI BESARAN TEGANGAN DAN ARUS

LISTRIK

v = V 0 (DIGUNAKAN SEBAGAI REFERENSI)

i = I  −  (LAGGING)

7
 Re
 v = V 0

i = I  −

3. DAYA LISTRIK DALAM BENTUK KOMPLEKS

 v = V 0

i = I  −

DAYA LISTRIK :
S = P + jQ
DIMANA :
S : DAYA LISTRIK (VA)
P : V I cos  , DAYA AKTIF (WATT)

Q : V I sin  , DAYA REAKTIF (Var)

V , I : HARGA EFEKTIF TEGANGAN dan ARUS

 : SUDUT PHASA
“-“ I LAGGING TERHADAP V
“+” I LEADING TERHADAP V
cos : FAKTOR KERJA
S = V I cos + j V I sin 
S = V I (cos + j sin  )
S = V I 
S = ( V 0  )( I  −  )

8
 S = VI *
P + jQ = VI *

S = P2 + Q2 = V I V

P + jQ = VI * P − jQ = V * I
 I
S = P + jQ = VI *

V = V cos  e + j V sin  e i
e Re
I = I cos  i + j I sin  i

I * = I cos  i − j I sin  i

VI * = ( V cos  e + j V sin  e )( I cos  i + j I sin  i )

VI * = ( V I cos  e cos  i + sin  e sin  i ) + j ( V I (sin  e cos  i − cos  e sin  i )

cos( e −  i ) = cos  e cos  i + sin e sin i

sin( e −  i ) = sin  e cos  i − cos  e sin 1

VI * = V I cos( e −  i ) + j sin( e −  i )

VI * = V I cos  + j V I sin 

VI * = P + jQ
VI * = S

9
 4. ALIRAN DAYA AKTIF

i = I  −
+
I cos  V
 SISTEM
v = V 0

BILA I cos  SEPHASE DENGAN V, BERARTI DAYA LISTRIK

DIBANGKITKAN (SUMBER ADALAH GENERATOR) DAN MENGALIR

MENUJU SISTEM (ARUS KELUAR DARI TERMINAL POSITIF)
P = Re (VI * ) MEMPUNYAI TANDA POSITIF

i = I  −
+
I cos  V
 SISTEM
v = V 0

-
I

BILA I cos  MEMPUNYAI BEDA PHASE 1800 TERHADAP V, BERARTI DAYA

DISERAP ( SUMBER ADALAH MOTOR ), DAN ARUS MENUJU TERMINAL

POSITIF DARI SUMBER.
P = Re (VI * ) MEMPUNYAI TANDA NEGATIF.

10
 5. ALIRAN DAYA REAKTIF

i = I  − 900
+

v = V 0 XL

900
-

DAYA REAKTIF SEBESAR I 2 X L (DENGAN TANDA POSITIF) DIBERIKAN

PADA INDUKTANSI ATAU INDUKTANSI MENYERAP DAYA REAKTIF.
ARUS I TERBELAKANG (LAGGING) 90 TERHADAP V
Q = I m (VI * ) MEMPUNYAI TANDA POSITIF.

I
i = I 900
+
900 V

v = V 0 XC

DAYA REAKTIF SEBESAR I 2 X C (DENGAN TANDA NEGATIF) DIBERIKAN

PADA KAPASITOR ATAU SUMBER MENERIMA DAYA REAKTIF DARI
KAPASITOR.
ARUS I TERBELAKANG (LEADING) 90 TERHADAP V
Q = I m (VI * ) MEMPUNYAI TANDA NEGATIF.

11
CONTOH :

I Z

+ +

E1 E2

- -

DUA SUMBER TEGANGAN IDEAL MENGGAMBARKAN DUA BUAH MESIN

AC, DENGAN E1 = 1000 volt, E2 = 10030 DAN Z = 0 + j5

E1 − E 2 100 + j 0 − (86.6 + j 50)

I= = = −10 − j 2.68 = 10.351950 A
Z j5

E1 I * = 100(−10 + j 2.68) = −1000 + j 268VA

E2 I * = (86.6 + j50)(−10 + j 2.68) = −1000 − j 268VA

I x = (10 .35) 2 x5 = 536 var

2

MESIN 1 ADALAH MOTOR KARENA P MEMPUNYAI NILAI NEGATIF DAN Q

POSITIF, SEHINGGA MESIN 1 MEMAKAI ATAU MENERIMA DAYA NYATA
SEBESAR 1000 W DAN MENGELUARKAN DAYA REAKTIF SEBESAR 268 var.
MESIN 2 ADALAH GENERATOR, KARENA P MEMPUNYAI NILAI NEGATIF
DAN Q NEGATIF, MESIN 2 MEMBANGKITKAN DAYA NYATA SEBESAR 1000
W DAN MENSUPLAI DAYA REAKTIF SEBESAR 268 var.
DAYA REAKTIF YANG DIBERIKAN OLEH KEDUA MESIN ADALAH
268+268=536 var. DAYA REAKTIF INI DIPAKAI OLEH REAKTANSI INDUKTIF
SEBESAR 5.

12
 6. SISTEM TIGA PHASA
SISTEM TEGANGAN TIGA PHASA YANG SEIMBANG TERDIRI DARI
TEGANGAN SATU PHASA YANG MEMPUNYAI MAGNITUDE DAN
FREKUENSI YANG SAMA TAPI ANTARA SATU DENGAN LAINNYA
MEMPUNYAI BEDA PHASA SEBESAR 120O.

a
b
GEN OS
c

Vc

120 120

Vb 120 Va

PHASOR TEGANGAN DENGAN URUTAN PHASA “abc”

13
7. HUBUNGAN ANTARA ARUS DAN TEGANGAN
HUBUNGAN BINTANG (Y)

c I c I

I I

n a n a

b I b I
Beban
Sumber

n : TITIK NETRAL
Vab, Vbc, Vca : TEGANGAN “LINE”
Van, Vbn, Vcn : TEGANGAN “PHASE’
TEGANGAN-TEGANGAN PHASE MEMPUNYAI MAGNITUDE YANG
SAMA, DAN MASING-MASING MEMPUNYAI BEDA PHASE 1200
TERHADAP LAINNYA.

Vcn = Vp1200

300

Van = Vp00

Vbn = Vp − 1200

SISTEM SEIMBANG :
Van = Vbn = Vcn = V P

14
HARGA EFEKTIF DARI HARGA MAGNITUDE TEGANGAN PHASA

Van = VP 0 0
Van = VP  − 120 0
Van = VP 120 0
Vab = Van − Vbn
Vab = Van + Vbn

Vab = VP (1 − 1 − 120 0 )

Vab = 3V p 300
Vbc = 3V p  − 900
Vca = 3V p 1500
Vl = 3VP

Vl : HARGA EFEKTIF TEGANGAN LINE

Vp : HARGA EFEKTIF TEGANGAN PHASE

Il = I p

I l : HARGA EFEKTIF ARUS LINE

I p : HARGA EFEKTIF ARUS PHASA

15
HUBUNGAN DELTA ()

Iab, Ibc, Ica : ARUS “PHASE”

Iaa`, Ibb`, Icc` : ARUS “LINE”

ARUS-ARUS PHASE MEMPUNYAI MAGNITUDE YANG SAMA, DAN

MASING-MASING MEMPUNYAI BEDA PHASE 1200 TERHADAP LAINNYA.

Ica = Ip120 0
Ica = Ip120 0
Ibb`

300

Iab = Ip00
300 Iab = Ip00
Sumber Beban

Ibc = Ip − 1200 Iaa’

Ibc = Ip − 1200

SISTEM SEIMBANG :
I ab = I bc = I ca = I P

16
HARGA EFEKTIF DARI HARGA MAGNITUDE ARUS PHASA

I ab = I P 0 0
I bc = I P  − 120 0
I ca = I P 120 0
I aa ` = I ca − I ab
I aa ` = I p (1120 0 − 10 0 )
I aa ` = 3I P 150 0
I bb` = 3I P 30 0
I cc ` = 3I P  − 90 0

I l = 3I P

Il : HARGA EFEKTIF ARUS LINE

Ip : HARGA EFEKTIF ARUS PHASE
Vl = V p

V l : HARGA EFEKTIF ARUS LINE

V p : HARGA EFEKTIF ARUS PHASA

8. DAYA PADA SISTEM TIGA PHASA

DAYA YANG DIBERIKAN OLEH GENERATOR TIGA PHASE ATAU YANG

DISERAP OLEH BEBAN TIGA PHASA :
JUMLAH DAYA DARI TIAP-TIAP PHASA

SISTEM SEIMBANG :
P = 3VP I P Cos P
Q = 3VP I P Sin P

 P =SUDUT ANTARA ARUS PHASA (LAGGING) DAN TEGANGAN PHASA

17
HUBUNGAN Y : HUBUNGAN :

V1 I1
VP = ; I P = Il IP = ;VP = Vl
3 3

DIMASUKKAN KE PERSAMAAN DI ATAS, DIPEROLEH :

P = 3V1 I 1Cos P
DENGAN CARA YANG SAMA DIPEROLEH :
Q = 3V1 I 1 Sin P

SEHINGGA,

S = P 2 + Q 2 = 3V1 I 1

III. REPRESENTASI SISTEM TENAGA LISTRIK

SISTEM TENAGA LISTRIK MERUPAKAN HUBUNGAN ANTARA 3 BAGIAN

UTAMA, YAITU SISTEM PEMBANGKIT, SISTEM TRANSMISI SERTA
BEBAN.

SISTEM PEMBANGKIT :
GENERATOR SEREMPAK, SISTEM PENGATURAN TEGANGAN SISTEM
PENGGERAK UTAMA BESERTA MEKANISME GOVERNOR.

SISTEM TRANSMISI :
SALURAN TRANSMISI, TRANSFORMATOR, PERALATAN RELAY
PENGAMAN, PEMUTUS RANGKAIAN, STATIC CAPACITOR, SHUNT
REACTOR.

BEBAN :
TIDAK DIBERIKAN SECARA TERPERINCI, DIPRESENTASIKAN SEBAGAI
IMPEDANSI TETAP YANG MENYERAP DAYA DARI SISTEM.

18
KOMPONEN UTAMA :
1. GENERATOR SEREMPAK
2. SALURAN TRANSMISI
3. TRANSFORMATOR
4. BEBAN

DIGUNAKAN RANGKAIAN PENGGANTI DARI KOMPONEN-KOMPONEN

UTAMA DALAM “MENGANALISIS” SISTEM TENAGA LISTRIK.

RANGAKAIAN PENGGANTI YANG DIGUNAKAN ADALAH RANGKAIAN

PENGGANTI SATU PHASA DENGAN NILAI PHASA-NETRALNYA,
DENGAN ASUMSI SISTEM 3 PHASA YANG DIANALISIS DALAM
KEADAAN SEIMBANG PADA KONDISI NORMAL.

D.P.L :

DALAM ANALISIS SISTEM TENAGA HANYA SATU PHASA DARI

SISTEM TENAGA LISTRIK TIGA PHASA YANG DIANALISIS.

UNTUK MEMPRESENTASIKAN SUATU SISTEM TENAGA LISTRIK

DIGUNAKAN DIAGRAM YANG DISEBUT :
“DIAGRAM SEGARIS”
(“ONE LINE DIAGRAM”)

19
 A. RANGAKAIAN PENGGANTI KOMPONEN UTAMA

1. GENERATOR SEREMPAK

ROTOR YANG DICATU OLEH SUMBER ARUS SEARAH MENGHASILKAN

MEDAN MAGNET YANG BERASAL DARI ARUS YANG MENGALIR PADA
BELITAN ROTOR.
ROTOR TERSEBUT DIPUTAR OLEH PRIME MOVER (TURBIN), SEHINGGA
MEDAN MAGNET YANG DIHASILKAN ROTOR TERSEBUT MEMOTONG
KUMPARAN-KUMPARAN PADA STATOR.
AKIBTNYA TEGANGAN DIINDUKSIKAN PADA KUMPARAN STATOR
TERSEBUT.

FREKUENSI DARI TEGANGAN YANG DIBANGKITKAN OLEH STATOR

ADALAH :
P m
f = Hz
2 60
DIMANA :
P : JUMLAH DARI KUTUB-KUTUB ROTOR
m : KECEPATAN ROTOR (rpm)

20
TEGANGAN YANG DIBANGKITKAN PADA KUMPARAN STATOR
DISEBUT TEGANGAN BEBAN NOL.
GENENRATOR 3 DENGAN BELITAN STATOR 3 MEMBANGKITKAN
TEGANGAN 3 YANG SEIMBANG.

BILA SUATU BEBAN 3 SEIMBANG DIHUBUNGKAN KE GENERATOR,

MAKA AKAN MENGALIR ARUS 3 SEIMBANG PADA BELITAN-BELITAN
STATOR 3-NYA ( BELITAN JANGKAR)
ARUS TERSEBUT MENIMBULKAN MMF YANG DISEBUT MMF DARI
REAKSI JANGKAR.
SEHINGGA MEDAN MAGNET YANG DI DALAM AIR GAP MERUPAKAN
RESULTAN DARI MMF YANG DIHASILKAN OLEH ROTOR DAN REAKSI
JANGKAR TERSEBUT.
DAN, MMF RESULTAN TERSEBUT YANG MEMBANGKITKAN
TEGANGAN PADA TIAP-TIAP PHASA DARI KUMPARAN STATOR.

ROTOR KUTUB MENONJOL

( SALIENT POLE)

ROTOR KURUB BULAT

( NON SALIENT POLE )

21
 PADA ANALISIS SISTEM TENAGA I ( SISTEM DALAM KEADAAN
STEADY STATE), KARAKTERISTIK GENERATOR DENGAN KUTUB
MENONJOL MENDEKATI KARAKTERISTIK GENERATOR DENGAN
KUTUB BULAT.

GENERATOR DENGAN KUTUB BULAT

Ia = ARUS PADA KUMPARAN
Ear
STATOR Er Ef
Ef =TEGANGAN BEBAN NOL
Ia Ear=TEGANGAN AKIBAT REAKSI
JANGKAR
Er = TEGANGAN RESULTAN

Ear = − jI a X ar
TEGANGAN YANG DIBANGKITKAN PADA PHASA “a” OLEH FLUX DI
DALAM AIR GAP ADALAH :
E r = E f + E ar = E f − jI a X ar

TEGANGAN TERMINAL PHASA “a” TERHADAP NETRAL :

Vt = E f − jI a X ar − jI a X 1

ATAU DAPAT DITULIS

Vt = E f − I a ( Ra + X s )

Vt = E f − jI a X s

DIMANA Xs = Xar + X1
= DISEBUT REAKTANSI SINKRON
Ra = TAHANAN KUMPARAN STATOR
= HARGANYA BIASANYA SANGAT LEBIH KECIL TERHADAP
XS DAN BIASANYA DIABAIKAN.

22
RANGAKAIAN PENGGANTI

Xs Ia

Ef Vt

PHASOR DIAGRAM TEGANGAN

Ef
IaXs

Vt
Ia

URAIAN DI ATAS JUGA BERLAKU UNTUK MOTOR DENGAN ARAH ARUS

BERLAWANAN.
RANGAKAIAN PENGGANTI UNTUK MOTOR JUGA SAMA DENGAN ARAH
ARUS BERLAWANAN.

2. SALURAN TRANSMISI
UNTUK MEREPRESENTASIKAN SALURAN TRANSMISI KE DALAM
BENTUK RANGKAIAN PENGGANTINYA, TERGANTUNG PADA
PANJANG SALURAN SERTA KETELITIAN YANG DIINGINKAN.

MENURUT PANJANGNYA DAPAT DIKLASIFIKASIKAN :

1. SALURAN TRANSMISI PENDEK ( KURANG DARI 80 km )
2. SALURAN TRANSMISI MENENGAH ( ANTARA 80-240 km )
3. SALURAN TRANSMISI PANJANG ( LEBIH DARI 240 km )

23
 RANGKAIAN PENGGANTI :

SALURAN TRANSMISI MEMPUNYAI PARAMETER-PARAMETER

SALURAN, TAHANAN, REAKTANSI, KAPASITANSI, SERTA
KONDUKTANSI YANG TERDISTRIBUSI SEPANJANG SALURAN,
SEHINGGA RANGKAIAN PENGGANTINYA DAPAT DIGAMBARKAN
SEBAGAI BERIKUT :

R L R L R L R L

R C R C R C

A. SALURAN RANSMISI PENDEK

PARAMETER SALURAN TERPUSAT ( DIUKUR DI UJUNG-UJUNG

SALURAN)

Z = R + jL
+ +

Vs Vr

- -

24
KAPASITANSI DIABAIKAN

B. SALURAN MENENGAH
1. RANGAKAIAN PENGGANTI 

Is Ir
+ +

Z = R + jL

Vs Y/2 Y/2 Vr

- -

2. RANGAKAIAN PENGGANTI T

Is Ir
+ Z /2 Z /2 +

Vs Vr
Y/2

- -

25
 C. SALURAN TRANSMISI PANJANG

sinh 
Z ' = zC sinh  = Z


Y' 1 
= tanh
2 ZC 2
Y'
Y '  tanh .1 / 2
2 =
2 2 
2

z : IMPEDANSI SERI PERSATUAN PANJANG

y : ADMITANSI SHUNT PER PHASA PERSATUAN PANJANG
l : PANJANG SALURAN

z
zc : IMPEDANSI KARAKTERISTIK (= )
y

 : KONSTANTA PROPAGASI(= z. y )

DALAM ANALISIS SISTEM TENAGA LISTRIK HANYA DIGUNAKAN

RANGKAIAN PENGGANTI SALURAN TRANSMISI PENDEK DAN MENENGAH

3. TRANSFORMATOR
TRANSFORMATOR DUA BELITAN

I1 I2
F
+ N2 +
V1 V2
AC Beban

- N1 -

26
 N2 N2
V2 = V1 i2 = i1
N1 N1

RANGKAIAN PENGGANTI
N1
BILA a =
N2

Z12 ( DINYATAKAN TERHADAP SISI-1 ) : R1 + jX 1 + a 2 ( R2 + jX 2 )

R1 X1 R2' X2'

IF
I1 I2'
+ +
V1 E1 Gc Bm V2
- -

R2' = a 2 R2
X 2' = a 2 X 2

ATAU
1
Z21 (DINYATAKAN TERHADAP SISI-2) : ( R1 + jX 1 ) + R2 + jX 2
a2

27
RANGAKAIAN PENGGANTI BERIKUT JUGA BIASA DIGUNAKAN

I1
Req Xeq

IF
I2'
+ +
V1 Gc Bm V2
- -

ATAU :

Req + X eq = Z12 ATAU Z 21

I2'
Req Xeq

I1 IF
+
Gc Bm V2'
-

28
RANGAKAIAN PENGGANTI DI ATAS DAPAT DISEDERHANAKAN SEBAGAI
BERIKUT :
G + jB DIABAIKAN

I2'
Req Xeq

I1=I2'
+ +
V1 V2'
- -

Req DIABAIKAN
Xeq
X eq = X 1 + a 2 X 2 , ATAU
I1=I2'
X
X eq = 21 X 2 + +
a V1 V2'
- -

RANGAKAIAN PENGGANTI INI SERING DIGUNAKAN DALAM ANALISIS

SISTEM TENAGA LISTRIK

TRAFO TIGA BELITAN

I1
F I2 + I2
+
+ N2 V2 + V2
- I1
-
+ V1
V1 I3
V3 + I3
- N1 - -
V3
-

29
RANGKAIAN PENGGANTI

I2
R2 X2
I1 2
X1 R1 +
1 0 V2
+ R3 X3 -
3
+
I3
V1 RF XF
V3

- -

RANGAKAIAN PENGGANTI TRAFO TIGA BELITAN YANG BIASA

DIGUNAKAN ADALAH :

I2
R2 X2
I1 2
X1 R1 +
1 0
+ R3 X3 -
3
+
I3
V1

4. BEBAN

BEBAN TERDIRI DARI :

1. MOTOR-MOTOR INDUKSI
2. PEMANAS ( HEATING ) DAN PENERANGAN ( LIGHTING )
3. MOTOR-MOTOR SINKRON

30
 TERDAPAT TIGA CARA UNTUK MEREPRESENTASIKAN BEBAN :
1. REPRESENTASI BEBAN DENGAN DAYA TETAP
DAYA AKTIF ( MW ) DAN DAYA REAKTIF ( MVAR ) MEMPUNYAI
NILAI TETAP.
DIGUNAKAN UNTUK ANALISIS ALIRAN DAYA.
2. REPRESENTASI BEBAN DENGAN ARUS TETAP.
P − jQ
I= = 1( −  )
V*

V = V
DIMANA : Q
 = tan −1
P
3. REPRESENTASI DENGAN BEBAN IMPEDANSI BEBAN TETAP
DIGUNAKAN UNTUK ANALISIS STABILITAS JIKA MW DAN Mvar
DARI BEBAN DIKETAHUI DAN TETAP.
MAKA :
V V2
Z= =
I P − jQ

B. DIAGRAM SEGARIS

DENGAN MENGANGGAP BAHWA SISTEM 3 DALAM KEADAAN

SEIMBANG, PENYELESAIAN/ANALISIS DAPAT DIKERJAKAN DENGAN
MENGGUNAKAN RANGKAIAN 1 DENGAN SALURAN NETRAL SEBAGAI
SALURAN KEMBALI.

UNTUK MEREPRESENTASIKAN SUATU SISTEM TENAGA LISTRIK 3 CUKUP

DIGUNAKAN DIAGRAM 1 YANG DIGAMBARKAN DENGAN MEMAKAI
SIMBOL-SIMBOL DAN SALURAN NETRAL DIABAIKAN.

DIAGRAM TERSEBUT DISEBUT DIAGRAM SEGARIS ( SINGLE LINE

DIAGRAM ). SINGLE LINE DIAGRAM BIASANYA DILENGKAPI DENGAN
DATA DARI MASING-MASING KOMPONEN SISTEM TENAGA LISTRIK.

31
DIDALAM MENGANALISIS SUATU SISTEM TENAGA LISTRIK, MAKA
DIMULAI DARI SINGLE LINE DIAGRAM.

DENGAN MENGGUNAKAN RANGKAIAN PENGGANTI DARI MASING-

MASING KOMPONEN SISTEM TENAGA LISTRIK, DIAGRAM SEGARIS
TERSEBUT DIUBAH MENJADI DIAGRAM IMPEDANSI/REAKTANSI.

BARU DAPAT DILAKUKAN PERHITUNGAN/ANALISIS TERHADAP SISTEM.

32
SIMBOL-SIMBOL YANG DIGUNAKAN DALAM DIAGRAM SEGARIS

SYMBOL USAGE SYMBOL USAGE

Rotating Machine Circuit Breaker

Bus Circuit Breaker

( Air )

Two-winding Disconect
Transformer

Three-winding Fuse disconect

Transformer

Delta Connection Fuse

(3,three wire )

Wye Connection Lightning

(3,neutral Arrester
ungrounded )

Wye Connection Current

(3,neutral Transformer
grounded ) ( CT )

33
 Line Potential
Transformer ( PT
)

Static Load Capacitor

T1 T2
1 3

2 Load B

Load A

GEN. 1 : 20.000 KVA, 6.6 KV, X = 0.655 OHM

GEN. 2 : 10.000 KVA, 6.6 KV, X = 1.31 OHM
GEN. 3 : 30.000 KVA, 3.81 KV, X = 0.1452 OHM

T1 DAN T2 : MASISNG-MASING TERDIRI DARI 3 TRAFO 1

10.000 KVA, 3.81-38.1 KV, X = 14.52 OHM
DINYATAKAN TERHADAP SISI TEGANGAN TINGGI
TRANSMISI : X = 17.4 OHM

BEBAN A : 15.000 KW, 6.6 KV, PF = 0.9 LAGGING

BEBAN B :30.000 KW, 3.81 KV, PF = 0.9 LAGGING

34
DIAGRAM IMPEDANSI

+ + +
E1 1 E2 2 2 E3

- - -

Generator 1 dan 2 Beban A Trafo 1 Saluran transmisi Trafo 2 Beban B Generator 3

DARI DATA YANG DIKETAHUI, DIAGRAM IMPEDANSI DI ATAS DAPAT

DISEDERHANAKAN :

+ + +
E1 E2 E3
- - Neutral Bus -

PERHITUNGAN DILAKUKAN DENGAN MENYATAKAN SEMUA BESARAN

(TEGANGAN ARUS & IMPEDANSI) TERHADAP SALAH SATU SISI
TEGANGAN

BILA TERJADI H.S. 3 PHASA PADA SISI TEGANGAN RENDAH

TRANSFORMATOR T2, BEBAN A & B DAPAT DIABAIKAN.

UNTUK MENGHITUNG ARUS H.S. TERSEBUT, DIAGRAM IMPEDANSI DAPAT

DISEDERHANAKAN LAGI (DENGAN BESARAN DINYATAKAN TERHADAP
SISI TEGANGAN TINGGI) :

35
 j14.52 Ω j17.4 Ω j14.52 Ω

j43.56 Ω
j65.5 Ω j131.0 Ω

+ + +
E1 E2 E3
- - Neutral Bus -

C. BESARAN PERSATUAN (PER UNIT)

BESARAN _ SEBENARNYA
BESARAN PERSATUAN =
BESARAN _ DASAR _( DIMENSI _ SAMA)

4 (EMPAT) BESARAN DALAM SISTEMTENAGA LISTRIK :

ARUS (AMPERE)
TEGANGAN (VOLT)
DAYA(VOLT-AMPERE)
IMPEDANSI (OHM)
DENGAN MENENTUKAN BESARAN DASAR, BESARAN PERSATUAN DAPAT
DIHITUNG.

DENGAN MENENTUKAN 2 (DUA) BESARAN DASAR, BESARAN YANG LAIN

DAPAT DITENTUKAN.

DALAM ANALISIS SISTEM TENAGA TEGANGAN DASAR DAN DAYA DASAR

DITENTUKAN, BESARAN DASAR YANG LAIN (ARUS, IMPEDANSI)
DIHITUNG.

36
RUMUS-RUMUS UNTUK MENENTUKAN ARUS DASAR DAN
IMPEDANSI DASAR

ARUS DASAR
KVA _ DASAR _ 1F
IB =
KV _ DASAR _ LN

IMPEDANSI DASAR

ZB =
( KV _ DASAR _ LN ) x1000
2

KVA _ DASAR _ 1F

=
( KVA _ DASAR _ LN )
2

MVA _ DASAR _ 1F

DENGAN MENGGUNAKAN DATA 3 :

ARUS DASAR
KVA _ DASAR _ 3F
IB =
3KV _ DASAR _ LL

IMPEDANSI DASAR

ZB =
( KV _ DASAR _ LL )
2

MVA _ DASAR _ 3

37
CONTOH :

1 T1 T2
3

2 Load B

Load A

GEN 1 : 20.000 KVA, 6.6 KV, X = 1.655 OHM

GEN 2 : 10.000 KVA, 6.6 KV, X = 1.31 OHM
GEN 3 : 30.000 KVA, 3.81 KV, X = 0.1452 OHM

T1 DAN T2 : MASING-MASING TERDIRI DARI 3 TRAFO 1 :

10.000 KVA, 3.81-38.1 KV, X = 14.52 OHM
DINYATAKAN TERHADAP SISI TEGANGAN TINGGI.

TRANSMISI : X = 17.4 OHM

BEBAN A : 15.000 KW, 6.6 KV, POWER FACTOR : 0.9 LAG

BEBAN B : 30.000 KW, 3.81 KV, POWER FACTOR : 0.9 LAG

j0.10 j0.12 j0.10

j0.45 j0.30
j0.90

+ + +
E1 E2 E3
- - Neutral Bus -

38
 I II III
kVAB = 30.000 kVA kVAB = 30.000 kVA kVAB = 30.000 kVA
kVB = 6,6 kV kVB = 66 kV kVB = 3,81 kV
30000 30000 30000
IB = IB = IB =
3.6,6 3.66 3.3,81

6,6 2 66 2 3,812
ZB = ZB = ZB =
30 30 30

TRAFO 1 PHASA

TRANSFORMATOR 1 PHASA DENGAN RATING 110/440 V, 2.5 KVA.

REAKTANSI BOCOR DIUKUR DARI SISI TEGANGAN RENDAH 0.06 OHM.
TENTUKAN HARGA REAKTANSI BOCOR DALAM p.u.

IMPEDANSI DASAR SISI TEGANGAN RENDAH :

0.110 2 x1000
ZB = = 4.84 OHM
2.5
REAKTANSI BOCOR :
0.06
X = = 0.012 p.u
4.84
REAKTANSI BOCOR DIUKUR DARI SISI TEGANGAN TINGGI

2
 440 
X = 0.06  = 0.96 OHM
 110 

IMPEDANSI DASAR SISI TEGANGAN TINGGI :

39
 0.440 2 x1000
ZB = = 77.5 OHM
2.5

REAKTANSI BOCOR :

0.96
X = = 0.0124 p.u
77.5

 HARGA X DALAM p.u SAMA UNTUK HARGA X DALAM OHM YANG

DINYATAKAN TERHADAP SISI TEGANGAN TINGGI MAUPUN SISI
TEGANGAN RENDAH.

TRAFO 3 PHASA

TRANSFORMATOR 3 PHASA DENGAN RATING 10.000 KVA, 138 Y – 13.8 

KV, REAKTANSI BOCOR 10% (DIGUNAKAN BASE 10.000 KVA PADA SISI
TEGANGAN TINGGI)

TUNJUKKAN BAHWA REAKTANSI BOCOR X SAMA, TIDAK TERGANTUNG

PADA HARGA IMPEDANSI (OHM) APAKAH DINYATAKAN TERHADAP SISI
TEGANGAN RENDAH ATAU SISI TEGANGAN TINGGI (TIDAK DIPENGARUHI
HUBUNGAN BELITAN).

REAKTANSI PERPHASA TERHADAP NETRAL PADA SISI TEGANGAN TINGGI

:

 138 2 
X = 0.1(Z B ) = 0.1  = 190.40 OHM
 10 

REAKTANSI PER PHASA PADA SISI TEGANGAN RENDAH :

2
 138 
X = 190.4  = 5.72 OHM
 138 / 3 

40
BELITAN SISI TEGANGAN RENDAH DIHUBUNGKAN , MAKA HARGA
REAKTANSI PER PHASA DARI RANGKAIAN PENGGANTI Y :

X =
(5.72)(5.72) =
5.72
= 1.9067 OHM
5.72 + 5.72 + 5.72 3

IMPEDANSI DASAR SISI TEGANGAN RENDAH :

ZB =
(13.8)
2
= 19.044 OHM
10

HARGA REAKTANSI DI ATAS :

1.9067
X = = 0.1 p.u
19.044

MENGUBAH DASAR (BASE) DARI BESARAN PERSATUAN

2
 KV   KVABn 
Z n ( p.u ) = Z O ( p.u )  Bo   
 KVBn   KVABo 

Zn = IMPEDANSI (p.u) DENGAN BASE BARU

Zo = IMPEDANSI (p.u) DENGAN BASE LAMA

KV Bn = TEGANGAN DASAR (KV) BARU

KV Bo = TEGANGAN DASAR (KV) LAMA

KVAB n = DAYA BESAR (KVA) BARU

KVAB o = DAYA BESAR (KVA) LAMA

41
CONTOH :

T1 T2
M1
G

M2

GENERATOR G : 30.000 KVA, 13.8 KV, 3, X” = 15%

MOTOR M1 : 20.000 KVA, 12.5 KV, 3, X” = 20%

M2 : 10.000 KVA, 12.5 KV, 3, X” = 20%

TRAFO T1 : 35.000 KVA, 13.2  - 115 KV, X = 10%

T2 : TERDIRI DARI 3 SINGLE PHASA TRAFO 10.000 KVA,

12.5  - 67 KV, X = 10%

TRANSMISI : X = 80 

GUNAKAN RATING GENERATOR PADA RANGKAIAN GENERATOR

SEBAGAI BASE SISTEM

BASE LAMA : RATING PERALATAN (NAMA PLATE)

BASE BARU : KVAB = 30.00 KVA

42
 KVB = 13.8 KV (G)
 115 
120 KV (TRANSMISI)  .13.8 = 120 
 13.2 
 12.5 
12.9 KV (M 1 , M 2 )  .120 = 12.9 
 67 3 

j0.0784 pu j0.167 pu j0.0940 pu

j0.15 pu

j0.282 pu j0.563 pu
+
Eg Em1 Em2
-

30000 kVA 30000kVA 30000kVA BASE BARU

13.8 kV 120 kV 12.9 kV

INPUT MOTOR M1 : 16.000 KW

M2 : 8.000 KW

KEDUA MOTOR BEKERJA DENGAN TEGANGAN TERMINAL 12.5 KV DAN

FAKTOR = 1
TEGANGAN TERMINAL GENERATOR ?

43
 DAYA 3 (p.u) = DAYA 1 (p.u)
TEGANGAN LINE (p.u) = TEGANGAN PHASA (p.u)
ARUS LINE (p.u) = ARUS PHASA (p.u)

IMPEDANSI (p.u) DARI TRAFO 3 BELITAN

DARI TEST HUBUNG SINGKAT DAPAT DIPEROLEH 3 (TIGA) IMPEDANSI

SEBAGAI BERIKUT :
Z12 : IMPEDANSI BOCOR DIUKUR PADA PRIMER DENGAN SEKUNDER
SHORT DAN TERSIER OPEN.
Z13 : IMPEDANSI BOCOR DIUKUR PADA PRIMER DENGAN TERSIER
SHORT DAN SEKUNDER OPEN.
Z13 : IMPEDANSI BOCOR DIUKUR PADA SEKUNDER DENGAN TERSIER
SHORT DAN PRIMER OPEN.

RANGKAIAN PENGGANTI TRAFO 3 BELITAN :

Z2
2
Z1
1
Z3
3

DIMANA :

Z12 = Z1 + Z 2
Z13 = Z1 + Z 3
Z 23 = Z 2 + Z 3

44
ATAU

Z1 =
1
(Z12 + Z13 − Z 23 ) SEMUA IMPEDANSI DALAM p.u
2
Z 2 = (Z12 + Z 23 − Z13 )
1
2
Z 3 = (Z13 + Z 23 − Z12 )
1
2

SUATU TRANSFORMATOR TIGA BELITAN MEMPUNYAI RATING

SEBAGAI BERIKUT :

PRIMER, Y, 66 KV, 15MVA

SEKUNDER, Y, 13.2 KV, 10 MVA
TERSIER, Δ, 2.3 KV, 5 MVA

HARGA REAKTANSI BOCOR DARI TEST HUBUNG SINGKAT (TAHANAN

DIABAIKAN) :

X12 = 7% PADA BASE 15 MVA, 66 KV

X13 = 9% PADA BASE 15 MVA, 66 KV
X23 = 8% PADA BASE 10 MVA, 13.2 KV

BASE BARU : 15 MVA

66 KV (PRIMER)
13.2 KV (SEKUNDER)
2.3 KV (TERSIER)

45
→ Z23 HARUS DIKOREKSI :
2
 13.2   15 
Z 23 = 8%    = 12%
 13.2   10 

Z1 =
1
( j 0.07 + j 0.09 − j 0.12) = j 0.02 p.u.
2

Z2 =
1
( j 0.07 + j 0.12 − j 0.09) = j 0.05 p.u.
2

Z3 =
1
( j 0.09 + j 0.12 − j 0.07) = j 0.07 p.u.
2

T1
T3
j 100 Ω j 80 Ω
1 3

T2

GENERATOR 1 : 20 MVA, 6.9 KV, X”=0.15 p.u.

GENERATOR 2 : 10 MVA, 6.9 KV, X”=0.15 p.u.

GENERATOR 3 : 30 MVA, 13.8 KV, X”=0.15 p.u.

TRAFO T1 : 25 MVA, 6.9 Δ – 115 Y KV, X = 10%

TRAFO T2 : 12 MVA, 6.9 Δ – 115 Y KV, X = 10%

TRAFO T1 : 3 TRAFO 1 PHASA 10 MVA, 7.5 Δ – 75 KV, X = 10%

46
  GAMBARKAN DIAGRAM DIAGRAM REAKTANSI DENGAN SEMUA
REAKTANSI DALAM OHM, TEGANGAN DALAM KV, DAN
DINYATAKAN TERHADAP SISI TEGANGAN DALAM KV, DAN
DINYATAKAN TERHADAP SISI TEGANGAN TRANSMISI.

 GAMBARKAN DIAGRAM REAKTANSI DENGAN SEMUA BESARAN

DALAM p.u. DAN GUNAKAN SEBAGAI BASE SISTEM 50 MVA, 20 KV
PADA RANGKAIAN GENERATOR 3.

 BILA PADA BUS L TERDAPAT BEBAN : 40 MW, 115 KV P.F. O.85.

TENTUKAN ARUS YANG MENGALIR DAN TEGANGAN TERMINAL
DARI MASING-MASING GENERATOR.

IV. MODEL RANGKAIAN

1. MATRIK [ YBUS]
M1

DIGRAM SEGARIS

2 A C

4
3
MA

I 1
DIGRAM IMPEDANSI

y12
y10
I3
I2 y34
I4

y 23
y 20
y30 y 40

PERSAMAAN NODE VOLTAGE

47
 I1 = V1 y10 + (V1 − V2 )y12 + (V1 − V3 )y13

I 2 = V2 y20 + (V2 − V1 )y12 + (V2 − V3 )y23

I 3 = V3 y30 + (V3 − V1 )y13 + (V3 − V4 )y34 + (V3 − V2 )y23

I1 = V4 y40 + (V4 − V3 )y34

ELEMEN-ELEMEN YBUS
Y11 = y10 + y12 + y13
Y = y + y + y
 22 20 22 23
ELEMEN DIAGONAL 
Y33 = y30 + y12 + y 23 + y34
Y44 = y 40 + y34

Y12 = Y21 = − y12

Y = Y = − y
 13 31 13
ELEMEN OFF DIAGONAL 
Y
 23 = Y32 = − y 23
Y34 = Y43 = − y34

Y14 = Y41 = 0
Y24 = Y42 = 0

I1 = Y11V1 + Y12V2 + Y13V3 + 0V4

I 2 = Y21V1 + Y22V2 + Y23V3 + 0V4

I 3 = Y13V1 + Y23V2 + Y33V3 + Y32V4

I 4 = 0V1 + 0V2 + Y43V3 + Y44V4

I bus = YbusVbus

48
  I1 
I 
I bus =  2 ARUS MASUK
I 3 
 
I 4 
V1 
V 
Vbus =  2 TEG. BUS TERHADAP PA
V3 
 
V4 

Y11 Y12 Y13 Y14 

Y Y22 Y23 Y24 
Ybus =  12
Y13 Y23 Y33 Y34 
 
Y14 Y24 Y34 Y44 

2. PERSAMAAN UMUM ALIRAN DAYA

Pi − jQi = Vi * ( ) (Y V ) ij j
j =1

Vi = ei + jf i ; Vi = Vi e ji = Vi  i

RECTANGULAR FORM

 n   n 
Pi = ei   (Gij e j − Bij f j ) + f i   (Gij f j + Bij e j )
 j =1   j =1 
 n   n 
Qi = f i   (Gij e j − Bij f j ) − ei   (Gij f j + Bij e j )
 j =1   j =1 

Yij = Gij + Bij

POLAR FORM

49
 Pi = Vi  Yij V j cos(i −  j − ij )
n

j =1

Qi = Vi  Yij V j sin (i −  j − ij )

n

j =1

Yij = Yij ij

HYBRID FORM

 
Pi = Vi  V j Gij cos(i −  j ) + Bij sin (i −  j )
n

j =1


Qi = Vi  V j Gij sin (i −  j ) − Bij cos(i −  j ) 
n

j =1

Vi = Vi e j i = Vi  i

Yij = Gij + Bij

White 1

METODE GAUSS – SEIDEL

DATA SALURAN
IMPEDANSI
Line, R, X, Yellow
Bus to bus per unit Per unit
1-2 0.10 0.40
2
1-4 0.15 0.60
1-5 0.05 0.20 Red
2-3 0.05 0.20
2-4 0.10 0.40
3-5 0.05 0.20
3

ADMITANSI
Green
Line, G, B,
Bus to bus per unit Per unit 4
1-2 0.588235 -2.352941
Blue
1-4 0.392157 -1.568627
1-5 0.176471 -4.705882

50
 2-3 0.176471 -4.705882
2-4 0.588235 -2.352941
3-5 0.176471 -4.705882

DATA BUS
BUS P, per unit Q, per unit V, per unit remark
1 .......... .......... 1.020 Swing Bus
2 -0.6 -0.3 1.000 Load Bus (indictive)
3 1.0 .......... 1.040 Voltage Magnitude Constant
4 -0.4 -0.1 1.000 Load Bus (inductive)
5 -0.6 -0.2 Load Bus (inductive)
1.000

LOAD BUS (BUS#2)

V2* I 2 = P2 − jQ2
P2 − jQ2
I2 =
V2*

P2 − jQ2
= Y21V1 + Y22V2 + Y23V3 + Y24V4
V2*

1  P2 − jQ2 
V2 =  *
− ( Y21V1 + Y23V3 + Y24V4 )
Y22  V2 
ELEMEN YBUS :
Y21 = −0.588235 + j 2.352941per unit
Y22 = 2.352941 + j9.411764 per unit
Y23 = −1.176471 + j 4.705882 per unit

Y24 = −0.588235 + j 2.352941 per unit

Y25 = 0 + j 0

51
 1  − 0.6 + j 0.3
V2 =  − 1.02(− 0.588235 + j 2.352941) +
Y22  1.0 + j 0

1.04(1.176471+ j 4.705882) + (− 0.588235 + j 2.352941) 

=
1
(− 0.6 + j 0.3 + 2.411764 − j9.647058)
Y22

1.811764 − j 9.347058
= = 0.980000 − j 0.052500 per unit
2.352941 − j 9.411764

1  − 0.6 + j 0.3 
 V2 =  + 2.411764 − j 9.647058
Y 22  0.980000 + j 0.052500 
− 0.594141 + j 0.337951 + 2.411764 − j9.647058
=
2.352941 − j 9.411764
= 0.976351− j 0.020965 per unit

GENERATOR BUS (BUS#3)

N
Pk − jQk = V k
*
Y
n =1
V
kn n

 * N 
Qk = − ImVk  YknVn 
 n=1 
ELEMEN YBUS
Y31 = 0 + j 0
Y32 = −1.176471 + j 4.705882 per unit

Y33 = 2.352941 + j9.411764 per unit

Y34 = 0 + j 0 per unit

Y35 = −1.176471+ j 4.705882 per unit

Q3 = Im1.04(2.352941− j9.411764) + (0.976351− j 0.050965)

(−1.176471+ j 4.705882) + (−1.176471+ j 4.705882) 1.04

52
 = 0.444913per unit
1 1.0 − j 0.444913
V3 =  − (− 1.176471 + j 4.705882)(0.976351 − j 0.050965)
Y33  1.04

+ (− 1.176471+ j 4.705882) 1.04

=
1
(0.961538 − j 0.427801+ 2.085285 − j9.360334)
Y33
3.046823 − j 9.788135
= 1.054984 + j 0.059979 per unit
2.352941 − j 9.411764
V3 = 1.056688

V3 =
1.04
(1.054984 + j 0.059979) = 1.038322 + j 0.059032 per unit
1.056688

PRINSIP PENYELESAIAN METODE “NEWTON-RAPHSON”

f(x)

x1 x2 x0

x2 x1

PERSAMAAN/FUNGSI DENGAN SATU VARIABEL :

f (x ) = 0
DENGAN MENGGUNAKAN “DERET TAYLOR” :

1 df (x0 ) 1 df 2 (x0 )
f ( x ) = f ( x0 ) + ( x − x0 ) + 2
(x − x0 )2 + ....
1! dx 2! dx
1 df n (x0 )
+ n
(x − x0 )n = 0
n! dx

53
DENGAN PENDEKATAN “LINEAR”

df (x0 )
f ( x ) = f ( x0 ) + ( x − x0 ) = 0
dx

SEHINGGA DIPEROLEH :
f ( x0 )
x1 = x0 −
df (x0 ) / dx
ATAU DAPAT DITULISKAN SBB :

x =x(1) (0 )
−
( )
f x (0 )
( )
df x (0 ) / dx

x (0 ) = Harga Awal
x (1) = Harga pada Iterasi Ke 1
RUMUS UNTUK ITERASI KE ( K+1 )

( k +1)
=x (k )
−
( )
f x(x)
x
( )
df x (k ) / dx
CONTOH PENERAPAN METODE NEWTON-RAPHSON
f ( x ) = x 3 − 64 FUNGSI DENGAN SATU VARIABEL

f ' ( x ) = 3x 2
x0 = 5
xn+1 = xn − xn
f ( xn )
xn =
f ' ( xn )

xn3 − 64
=
3xn3

54
 125 − 64
x1 =
75
x1 = 5 − 0.8133 = 4.1867

x2 =
(4.1867)
3
− 64
3(4.1867)
2

= 0.1785
x2 = 4.1867 − 0.1785
= 4.0082 DAN SETERUSNYA
CONTOH PENERAPAN METODE NEWTON – RAPHSON
FUNGSI DENGAN DUA VARIABEL

F1 = x12 + x22 − 5x1 = 0

F2 = x12 − x22 − 1.5x2 = 0

F1 F1
= 2 x1 − 5 = 2x2
x1 F2
F2 F2
= 2x1 = −2 x2 + 1.5
x1 x2

x1(0 ) = x2(0 ) −
F10 = (3) + (3) − 5 X 3 = 3
2 2

F20 = (3) − (3) + 1.5 X 3 = 4.5

2 2

F10 F10
= (2)(3) − 5 = 1 = (2)(3) = 6
x1 x2

F10 F10
= (2)(3) = 6 = (− 2)(3) + 1.5 = −4
x1 x2

1 6  x1(1) 
6 − 4.5  (1) 
  x2 
x1(1) = −1

55
 x2(1) = −0.33
x1(1) = x1(0 ) + x1(1) = 3 − 1 = 2
x2(1) = x2(0 ) + x2(1) 9 − 0.333 = 2.667

F1(1) = (2) + (2.667 ) − 5(2 ) = 1.1129

2 2

F2(1) = (2 ) − (2.667 ) + 1.5(2.667 ) = 0.8876

2 2

F1(1) F1(1)
= (2)(2) − 5 = −1 = (2)(2.667) = 5.334
x1 x2

F2(1) F2(1)
= (2)(2) = 4 = (− 2)(2.667) + 1.5 = −3.834
x1 x2

− 1 5.334  x1(2 )  
 4 − 3.834 =  (2 )  = 
  x2  
x1(2 ) = 0.514
x2(2 ) = −0.305
x1(2 ) = x1(1) + x1(2 ) = 2 − 0.5143 = 1.4857
x2(2 ) = x2(1) + x2(2 ) = 2.667 − 0.3051 = 2.361

ITERATION x1 x2

3 1.2239 2.17338
4 1.0935 2.0733
5 1.0316 2.0248
6 1.0065 2.0051
7 1.0004 2.0003
8 1.00000189 2.00000149

56
 x1 = 1.00 AND x2 = 2.00

METODE NEWTON – RAPHSON

2 1
Y = 4 – j10 Y = 4 – j5

3
P2 = 1.70 V1 =1,0 0
P3 = -2
lV2l = 1.1249 Q3 = -1

PERSAMAAN NON LINEAR :

P1 = V1 V1 G11 + V1 V3 G13 cos( 1 −  3 ) + V1 V3 B13 sin ( 1 −  3 )

Q1 = V1 V3 G13 sin ( 1 −  3 ) − V1 V1 B11 − V1 V3 B13 cos(1 −  3 )

P2 = V2 V2 G22 + V2 V3 G23 cos( 2 −  3 ) + V2 V3 B23 sin ( 2 −  3 )

Q2 = V2 V3 G23 sin ( 2 −  3 ) − V2 V2 B22 − V2 V3 B23 cos( 2 −  3 )

P3 = V3 V1 G31 cos( 3 − 1 ) + V3 V2 G32 cos( 3 −  2 ) + V3 V3 G33 +

V3 V1 B31 sin ( 3 −  1 ) + V3 V2 B32 sin ( 3 −  2 )

Q3 = V3 V1 G31 sin ( 3 − 1 ) + V3 V2 G32 sin ( 3 −  2 ) +

V3 V1 B31 cos( 3 −  1 ) − V3 V2 B32 cos( 3 −  2 ) − V3 V3 B33

57
 ➢ PERSAMAAN-PERSAMAAN DI ATAS DIGUNAKAN UNTUK
MENGHITUNG V DAN  DARI TIAP-TIAP BUS.

➢ (PERSAMAAN-PERSAMAAN DI ATAS MERUPAKAN FUNGSI DARI V

DAN  PADA TIAP-TIAP BUS)

PERSAMAAN YANG DIGUNAKAN UNTUK MENGHITUNG V DAN  PADA

SETIAP ITERASI ADALAH :

 P1 P1 P1 P1 P1 P1 

   V1  2  V2  3  V3 
 1 
 Q1 Q1 Q1 Q1 Q1 Q1 
  1  V1  2  V2  3  V3    1 
 V 
 P2 P2 P2 P2 P2 P2  1 

  1  V1  2  V2  3  V3    2 
 Q Q2 Q2 Q2 Q2 Q2   V 
 2  2 

  1  V1  2  V2  3  V3 
  3 
 P3 P3 P3 P3 P3 P3  
   V3 

  1  V1  2  V2  3  V3 
 Q3 Q3 Q3 Q3 Q3 Q3 
   V1  2  V2  3  V3 
 1 

 P2 P2 P2 

 
  2  3  V3      P 
 P3 P3 P3  
2 2
 
     3  =  P3 
 3  V3
 2   V   
 Q3 Q3 Q3   3   3 
   3  V3 
 2

 P2 P2 P2 

 V3  
  2  3  V3      P 
P3     2
2
 P3 P3
  V3   3  =  P3 
 3  V3    V  Q 
 2 
 Q3 Q3 Q3  
3
  3
V3  V 
  2
  3  V3   3

58
P2 = P2 − V2 V2 G22 + V2 V3 G23 cos( 2 −  3 ) + V2 V3 B23 sin ( 2 −  3 )

P3 = P3 − V3 V1 G31 cos( 3 − 1 ) + V3 V2 G32 cos( 3 −  2 ) + V3 V3 G33

V3 V1 B31 sin ( 3 −  1 ) + V3 V2 B32 sin ( 3 −  2 )

Q3 = Q3 − V3 V1 G31 sin ( 3 −  1 ) + V3 V2 G32 sin ( 3 −  2 ) − V3 V1 B31 cos( 3 −  1 )

− V3 V2 B32 cos( 3 −  2 ) − V3 V3 B33 

P2
= V2 V3 G32 − sin ( 2 −  3 ).1 + V2 V3 B32 .cos( 2 −  3 )
 2

P3
V3 = V3 V1 G31 cos( 3 − 1 ) + V2 G32 cos( 3 −  3 ) + 2 V3 G33 + V1 sin ( 3 − 1 ) +
 V3

V2 B32 sin ( 3 −  3 )

 P2 P2  P2 

  V3   
 
  2  3   V3      P 
 P P3  P3   2   2
 3  V3    3  =  P3 
  2  3   V3 
    V3  Q 
    V   3
 Q3 Q3  V3 Q3   3 
  2  3   V3 
  
JACOBIAN

 2(n+1) =  2(n ) +  2
 3(n+1) =  3(n ) +  3

( n +1) (n )
V3 = V3 +  V3

ELEMEN DARI JACOBIAN MATRIX :

59
 Pi Pi
H ij = N ij = Vj
 j Vj

Qi Qi
J ij = Lij = Vj
 j Vj

 
 H 22 H 23 N 23    2   P 
H    2
 32 H 33 N 33    3  =  P3 
 J 32 L33    V3  Q 
  2
J 33

 V3 

JACOBIAN MATRIX

60