Anda di halaman 1dari 31

RESUME MATERI SENI MENDIDIK PERTEMUAN KE 8 SAMPAI

PERTEMUAN KE 15

Dosen Pengasuh:
Rosmiati, S.Pd,I, M.Ed

198211022016012101

Di Susun Oleh:

Resky Mauliza (1806104210029)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU ANAK USIA DINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT. Yang telah memberikan kekuatan
dan keteguhan hati kepada saya untuk menyelesaikan makalah ini. Shalawat beserta salam
semoga senantiasa tercurah limpahan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang menjadi tauladan
para umat manusia yang merindukan keindahan surga.

Ketersediaan bahan referensi yang cukup merupakan salah satu penentu keberhasilan
dalam pembahasan yang akan terjadi. Dengan bahan/refrensi yang cukup dan efektif dalam
pemakaian, paling sedikit referensi tersebut dapat mengatasi kelemahan yang muncul karena
keterbatasan saya sebagai penulis.

Perlu saya himbaukan akan keterbatasan yang ada di makalah ini. menjadi sedikit sulit
menyusun bahan yang mencakup dan kandungan isinya sempurna. Itu sebabnya naskah ini
memerlukan revisi . Dan referensi yang saya ambil untuk bahan makalah memilih dari salah
satu referensi yang memang ruang lingkupnya amat luas.

Saya sebagai penulis berharap ini dapat membantu upaya pembelajaran ini untuk
meningkatkan kualitas, bermutu dan berdampak pada meningkatnya pemahaman.

BlangPidie, 9 April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2

1.3 Tujuan Makalah...............................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................4

2.1 BCCT...............................................................................................................................4

2.2 Holistik Integreted............................................................................................................7

2.3 Proyek Imetode................................................................................................................11

2.4 Seni Mendidik Menurut Regio Amalia............................................................................14

2.5 Seni Mendidik Menurut Hight Scope..............................................................................17

2.6 Seni Mendidik Menurut Maria Motesori.........................................................................19

2.7 Seni Mendidik Menurut Jean Piaget................................................................................23

BAB III PENUTUP..............................................................................................................26

3.1 Kesimpulan......................................................................................................................26

3.2 Saran.................................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan bagi anak di usia dini dalam banyak kajian akademik sangat urgen.
Dikatakan urgen karena ia akan menjadi fundamen bagi pembentukkan dan pengembangan
segala potensi yang dimiliki manusia. Individu bahkan menurut Kholberg dapat diramal
karakteristik sosialnya pada usia remaja sejak ia usia 5-8 tahun. Jika anak pada usia 5-8 tahun
mengalami masa sulit dalam pengembangan sosialnya entah karena disebabkan konflik
sosial, perang atau keluarga yang broken, maka pada saat usia remaja, mereka akan menjadi
individu anti sosial.
Begitu pula pada aspek pengembangan lain sebagaimana yang dirumuskan Gardner
tentang 8 kecerdasan jamak manusia. Semua kecerdasan tersebut menghendaki
pembentukannya sejak usia dini yakni 0-8 tahun. Urgensitas pendidikan pada usia ini
dikarenakan pada anak usia 0-8 tahun adalah usia dimana segala bentuk pengalaman yang
diterima anak akan membekas lama. Ditambah lagi bahwa pada usia ini segala macam aspek
potensial manusia tumbuh dan berkembang begitu cepat.
Perkembangan itu meliputi perkembangan fisik, kognitif, sosial dan mental. Karena
keistimewaan inilah maka masa usia 0-8 tahun disebut oleh para ahli dengan periode emas
(Golden Period). Disebut periode emas karena pada masa ini anak sangat peka terhadap
segala macam rangsangan dan stimulus dari luar yang datang kepadanya. Bayangkan saja,
otak anak umur 8 tahun telah mencapai 90% volume otak orang dewasa, dengan demikian
untuk umur selanjutnya tinggal menambah 20% saja. Demikian pula pada aspek
perkembangan lainnya. Pada zaman sekarang, karena melihat begitu pentingnya pendidikan
di usia dini maka banyak didirikan lembaga pendidikan pra-sekolah. Di Indonesia lembaga
pendidikan pra-sekolah mengambil bentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Atfhal
(RA), Taman Bermain, Tempat Penitipan Anak, Pendidikan Anak Usia Dini (selanjutnya
disingkat PAUD) dan lain sebagainya. Dalam lembaga pendidikan ini selanjutnya
dikembangkanlah beragam pedekatan dan metode pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik anak usia dini. Beberapa model pembelajaran tersebut misalnya: pendekatan
belajar Frobel, konsep belajar Hill, Model Montesory dan termasuk model Beyond Centres
and Circle Times (selanjutnya disingkat BCCT).

1
Untuk diketahui bahwa masing-masing model pembelajaran ini memiliki kelebihan dan
kelemahan sendiri-sendiri. Oleh sebab itu pilihan sebuah lembaga pendidikan terhadap model
pembelajaran ini berdasarkan pertimbangan akademik, kebutuhan dan karakteristik subyektif.
Di Indonesia, tidak banyak lembaga pendidikan pra-sekolah menggunakan model BCCT
dikarenakan ketidaksiapan SDM dan kekurangan dukungan finansial. Padahal, jika model ini
diterapkan, banyak kelebihan dan manfaat yang diterima oleh anak usia dini untuk
memaksinalkan potensi yang dimilikinya. Pendekatan BCCT secara teoritik dapat dimaknai
sebagai pembelajaran yang diselenggarakan pada sentra dan lingkaran. Di sentra anak belajar
sesuai tema dan sentranya.
Anak diberikan aturan bermain saat berada dalam sentra sambil guru mendampingi dan
mencatat seluruh kegiatan siswa. Dan terakhir guru meminta anak membereskan mainannya
sekaligus menyuruh mereka menceritakan pengalaman saat berada di sentra. Anak pada
kegiatan ini mengkonstruk pengetahuan dan pengalamannya sendiri karena aktvitas yang
mereka lakukan. Terdapat beberapa sentra biasanya yang ada di TK/RA yaitu sentra balok,
pasir, air, rumah, rumah ibadah, dapur, seni dan lain sebagainya. Karena terdapat beberapa
sentra, maka pendekatan ini dilaksanakan kegiatan moving class, dimana anak berpindah dari
satu sentra ke sentra lain dalam melakukan pembelajaran. Karena konsep moving class inilah
maka anak menjadi tidak bosan sebab menghadapi situasi kelas yang selalu berbeda.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Beyond Center and Circle Time (BCCT)?
2. Apa yang dimaksud dengan Holistik Integreted?
3. Apa itu Proyek Imetode?
4. Bagaimana Seni Mendidik Menurut Regio Amalia?
5. Bagaimana Seni Mendidik Menurut Hight Scope?
6. Bagaimana Seni Mendidik Menurut Maria Motesori?
7. Bagaimana Seni Mendidik Menurut Jean Piaget?

2
1.3 Tujuan Makalah

Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah agar kita dapat mengetahui tentang
metode sentra atau Beyond Centers and Circle Time (BCCT), kemudian tentang Holistik
Integrated, kemudian tentang proyek imetode, kemudian tentang seni mendidik menurut
Regio Amalia, kemudian tentang seni mendidik menurut High Scope, kemudian tentang seni
mendidik menurut Maria Motessori, kemudian tentang seni mendidik menurut Jean Piaget.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Beyond Center and Circle Time (BCCT)

Metode Sentra atau Beyond Centers and Circle Time (BCCT) adalah model kurikulum
pendidikan anak usia dini yang dirancang oleh Pamela C. Phelps, Ph.D., seorang pendidik
yang telah 40 tahun lebih menekuni bidang pendidikan anak usia dini. Phelps
mengembangkan BCCT di lembaga pendidikan dan penelitian Creative Center for Childhood
Research and Training (CCCRT), Tallahassee, Florida, Amerika Serikat. Di dalam lembaga
itu, ia mengelola Creative Pre-School, yang sejak tahun 1989 ditetapkan sebagai sebuah
model negara bagian dan kemudian nasional sekolah usia dini inklusif, yang dapat melayani
anak-anak berkebutuhan khusus.

Model BCCT atau sentra ini proses pembelajarannya berpusat di sentra main dan saat
dalam lingkaran. Sesaat sebelum anak bermain, anak oleh guru diklasikalkan dalam bentuk
melingkar mengelilingi guru. Ia bisa dilakukan dengan duduk ditikar atau duduk di kursi.
Dalam posisi lingkaran inilah guru melakukan kegiatan pendahuluan pembelajaran.
Pembelajaran dibuka dengan salam, mengabsen, menanyakan kabar anak, berdo’a,
menyampaikan tema pembelajaran dan tujuan pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan secara
menyenangkan karna diselingi dengan lagu, gerak tari atau senam, tepukan dan lainlain.
Kegiatan dalam lingkran juga dilakukan ketika penutupan pembelajaran, dimana guru
melakukan recalling, memotivasi, melakukan penguatan dan do’a.

Selain pembelajaran dalam lingkaran, substansi BCCT adalah saat anak dalam area
bermain. Dalam area bermain, sentra harus memenuhi 3 jenis main yang dapat
mengakomodasi seluruh perkembangan anak. Ketiga kelompok main tersebut yakni main
sensorimotor atau fungsional, main peran, dan main pembangunan.

Menurut Depdiknas (2006), prinsip pendekatan sentra dan lingkaran, yaitu:


1. Keseluruhan proses pembelajarannya berlandaskan pada teori dan pengalaman
empirik.
2. Setiap proses pembelajaran harus ditujukan untuk merangsang seluruh aspek
kecerdasan anak (kecerdasan jamak) melalui bermain yang terencana dan terarah serta
dukungan pendidik (guru/kader/pamong) dalam bentuk 4 jenis pijakan.

4
3. Menempatkan penataan lingkungan main sebagai pijakan awal yang merangsang anak
untuk aktif, kreatif, dan terus berpikir dengan menggali pengalamannya sendiri.
4. Menggunakan standar operasional yang baku dalam proses pembelajaran, yaitu
meliputi:
 Pendidik (guru/kader/pamong) menata lingkungan main sebagai pijakan
lingkungan yang mendukung perkembangan anak.
 Ada pendidik (guru/kader/pamong) yang bertugas menyambut kedatangan
anak dan mempersilahkan untuk bermain bebas dulu (waktu untuk
penyesuaian).
 Semua anak mengikuti main pembukaan dengan bimbingan pendidik
(guru/kader/pamong).
 Pendidik (guru/kader/pamong) memberi waktu kepada anak untuk ke kamar
kecil dan minum secara bergiliran/pembiasaan antri.
 Anak-anak masuk ke kelompok masing-masing dengan dibimbing oleh
pendidik (guru/kader/pamong).
 Pendidik (guru/kader/pamong) duduk bersama anak didik dengan membentuk
lingkaran untuk memberikan pijakan pengalaman sebelum main.
 Pendidik (guru/kader/pamong) memberi waktu yang cukup kepada anak untuk
melakukan kegiatan di sentra main yang disiapkan sesuai jadwal hari itu.
 Selama anak berada di sentra, secara bergilir pendidik (guru/kader/pamong)
memberi pijakan kepada setiap anak.
 Pendidik (guru/kader/pamong) bersama anak-anak membereskan peralatan
dan tempat main.
 Pendidik (guru/kader/pamong) memberi waktu kepada anak untuk ke kamar
kecil dan minum secara bergiliran.
 Pendidik (guru/kader/pamong) duduk bersama anak didik dengan membentuk
lingkaran untuk memberikan pijakan pengalaman setelah main.
 Pendidik (guru/kader/pamong) bersama anak-anak makan bekal yang
dibawanya (tidak dalam posisi istrirahat).
 Kegiatan penutup.
 Anak-anak pulang secara bergilir.
 Pendidik (guru/kader/pamong) membereskan tempat dan merapikan/mencek
catatan-catatan dan kelengkapan administrasi.

5
 Pendidik guru/kader/pamong) melakukan diskusi evaluasi hari ini dan rencana
esok hari.
 Pendidik (guru/kader/pamong) pulang.
5. Mempersyaratkan pendidik (guru/kader/pamong) dan pengelola program untuk
mengikuti pelatihan sebelum menerapkan metode ini.
6. Melibatkan orangtua dan keluarga sebagai satu kesatuan proses pembelajaran untuk
mendukung kegiatan anak di rumah.

Jika diterapkan secara prosedural, konsisten dan berkelanjutan, model BCCT memiliki
keunggulan untuk melejitkan potensi anak usia dini diantaranya:

1) Model BCCT dapat secara maksimal mengembangkan seluruh potensi AUD yang
meliputi aspek kognitif, sosial-emosional, moral spiritual, fisik, visual spasial, natural
dan bahasa.
2) Sebagaimana spirit konstruktivisme, BCCT menjadi model pembelajaran yang dapat
membuat anak menjadi kreatif dan inovatif.
3) Pembelajaran menjadi menyenangkan dan penuh makna (Joyfull Learning), anak
tidak bosan dengan pembelajarannya karena secara reguler bergantian belajar dalam
sentra berbeda, anak sangat antusia, apresiatif dan dinamis dalam pembelajaran yang
sedang dilangsungkan.
4) Anak mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan pengalamannya.
5) Mengajarkan anak mandiri dalam melakukan satu pekerjaan.
6) Mengajarkan anak bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.
7) Mengajarkan anak bersosialisasi karena permainan kolaboratif dalam sentra.
8) Guru menjadi fukos dan mendalam menguasai proses pembelajaran satu sentra
dimana ia ditugaskan.

6
2.2 Holistik Integrated

Holistik adalah sebuah cara pandang terhadap sesuatu yang dilakukan dengan konsep
pengakuan bahwa hal keseluruhan adalah sebuah kesatuan yang lebih penting daripada
bagian-bagian yang membentuknya.

Beberapa tokoh klasik perintis pendidikan holistik, diantaranya : Jean Rousseau, Ralph


Waldo Emerson, Henry Thoreau, Bronson Alcott, Johann Pestalozzi, Friedrich Froebel dan
Francisco Ferrer.

Berikutnya, kita mencatat beberapa tokoh lainnya yang dianggap sebagai pendukung
pendidikan holistik, adalah : Rudolf Steiner, Maria Montessori, Francis Parker, John Dewey,
John Caldwell Holt, George Dennison Kieran Egan, Howard Gardner, Jiddu Krishnamurti,
Carl Jung, Abraham Maslow, Carl Rogers, Paul Goodman, Ivan Illich, dan Paulo Freire.

Tujuan pendidikan holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam


suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demoktaris dan
humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui pendidikan
holistik, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be). Dalam arti
dapat memperoleh kebebasan psikologis, mengambil keputusan yang baik, belajar melalui
cara yang sesuai dengan dirinya, memperoleh kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan
karakter dan emosionalnya (Basil Bernstein).

Pembelajaran integrated (terpadu) merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran


yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun
antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu, siswa akan memperoleh pengetahuan dan
keterampilan secara utuh, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Bermakna
disini memberikan arti bahwa pada pembelajaran terpadu siswa akan dapat memahami
konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan nyata yang
menghubungkan antar konsep dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran.

Model pembelajaran integrated (terpadu) mempunyai ciri khusus yakni memadukan


sejumlah topik dari mata pelajaran yang berbeda tetapi inti topiknya sama. Pada model ini
tema yang berkaitan dan tumpang tindih merupakan hal terakhir yang ingin dicari dan dipilih
oleh guru dalam tahap perencanaan program. Pertama kali guru menyeleksi konsep-konsep,
keterampilan dan sikap yang diajarkan dalam satu semester dari beberapa bidang studi,

7
selanjutnya dipilih beberapa konsep, keterampilan, dan sikap yang memiliki keterhubungan
yang erat dan tumpang tindih di antara berbagai bidang studi.

Menurut Ujang Sukandi, dkk. secara umum prinsip-prinsip pembelajaran terpadu dengan
diklasifikasikan menjadi :

a. Prinsip penggalian tema

Prinsip penggalian merupakan prinsip utama (fokus) dalam pembelajaran terpadu. Tema-
tema yang saling tumpang tindih dan ada keterkaitan dengan menjadi target utama dalam
pembelajaran. Dalam penggalian tema ini terdapat beberapa persyaratan, diataranya:
 Tema hendaknya tidak terlalu luas, dan mudah untuk dipadukan dengan banyak mata
pelajaran.
 Tema harus bermakna dan tema tersebut harus memberikan bekal untuk belajar
selanjutnya.
 Tema harus sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis anak.
 Tema yang berkembang harus mewadahi sebagian besar minat anak.
 Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang
terjadi di dalam rentang waktu belajar.
 Tema yang dipilih harus mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan
masyarakat (asas relevansi).
 Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.

b. Prinsip pengelolaan pembelajaran


Pengelolaan pembelajaran akan optimal apabila guru mampu menempatkan dirinya dalam
keseluruhan proses sebagai fasilitator dan moderator.  Menurut Prabowo [2000], bahwa guru
dapat berlaku sebagai berikut:
 Guru hendaknya jangan menjadi single actor yang mendominasi pembicaraan dalam
proses belajar mengajar.
 Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas
yang menuntut adanya kerja sama kelompok.
 Guru perlu mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak
terpikirkan dalam perencanaan.

8
c. Prinsip Evaluasi
Terdapat beberapa langkah-langkah positif dalam pelaksanaan evaluasi yang tedapat pada
pembelajaran terpadu ini, diantaranya memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan
evaluasi diri (Self evaluation/ self assesment ) di samping bentuk evaluasi lainnya.
d. Prinsip Reaksi
Dampak pengiring (Nurturant effect) yang penting bagi pelaku secara sadar belum
tersentuh oleh guru dalam KBM. Karena itu guru di tuntut agar mampu merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran.
Guru harus bereaksi terhadap aksi siswa dalam semua peristiwa serta tidak mengarahkan
aspek yang sempit melainkan ke suatu kasatuan yang utuh dan bermakna. Dalam hal-hal yang
seperti ini dan guru hendaknya menemukan kiat-kiat untuk memunculkan kepermukaan.
Kelebihan Model Integrated, yaitu:
 Adanya kemungkinan pemahaman antar bidang studi, karena dengan memfokuskan
pada isi pelajaran, strategi berpikir, keterampilan sosial dan ide-ide penemuan lain,
satu pelajaran dapat mencakup banyak dimensi, sehingga siswa, pembelajaran
menjadi semakin diperkaya dan berkembang.
 Model integrasi membangun pemahaman di seluruh mata pelajaran sehingga
menambah pengetahuan.
 Memberi kemudahan kepada siswa dalam mempelajari materi yang berkaitan karena
fokus terhadap isi pelajaran.
 Satu pelajaran dapat mencakup banyak dimensi, sehingga siswa menjadi kaya akan
pengetahuan dari apa yang telah diajarkan guru melalui model integrated.
 Memotivasi siswa dalam belajar.

Kekurangan Model Integrated, yaitu:

 Terletak pada guru, yaitu guru harus menguasai konsep, sikap, dan keterampilan yang
diperioritaskan.
 Penerapannya, yaitu sulitnya menerapkan tipe ini secara penuh.
 Tipe ini memerlukan tim antar bidang studi, baik dalam perencanaannya maupun
pelaksanaannya.
 Pengintegrasian kurikulurn dengan konsep-konsep dari masing-masing bidang studi
menuntut adanya sumber belajar yang beraneka ragam.

9
Sebagai suatu proses, pembelajaran terpadu memiliki karakteristik sebagai berikut :

1) Pembelajaran terpusat pada anak.


2) Menekankan pembentukan pemahaman dan kebermaknaan.
3) Belajar melalui proses pengalaman langsung.
4) Lebih memperhatikan proses daripada hasil semata.
5) Syarat dengan muatan keterkaitan.

Pembelajaran terpadu memusatkan perhatian pada pengamatan dan pengkajian suatu


gejala atau peristiwa dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari sudut pandang yang
terkotak-kotak, sehingga memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena
pembelajaran dari segala sisi, yang pada gilirannya nanti akan membuat siswa lebih arif dan
bijak dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada.

10
2.3 Proyek Imetode

Menurut Moeslichatoen (2004:137) “Metode proyek merupakan salah satu cara


pemberian pengalaman belajar dengan menghadapkan anak dengan persoalan sehari-hari
yang harus dipecahkan secara berkelompok”. Metode proyek berasal dari gagasan John
Dewey tentang konsep “learnig by doing” yakni ‘Proses perolehan hasil belajar dengan
mengerjakan tindakan-tindakan tertentu sesuai dengan tujuannya, terutama proses
penguasaan anak tentang bagaimana melakukan sesuatu pekerjaan yang terdiri atas
serangkaian tingkah laku untuk mencapai tujuan’. Peran guru sebagai fasilitator dalam
pelaksanaan pendidikan untuk anak usia dini harus mampu memberikan kemudahan kepada
anak untuk mempelajari berbagai hal yang yang terdapat dalam lingkungannya.

Metode proyek merupakan strategi pengajaran yang melibatkan anak dalam belajar
memecahkan masalah dengan melakukan kerjasama dengan anak lain, masingmasing
melakukan bagianpekerjaannya secara individual atau dalam kelompok kecil untuk mencapai
tujuan yang menjadi milik bersama. Gagasan ini dikembangkan oleh William H.Kilpatrich
dalam metode proyek. Metode proyek merupakan ‘Salah satu cara pemecahan masalah yang
diterapkan secara luas daalm setiap pemecahan masalah yang dialami dalam kehidupan
sehari-hari’ (Bossing, Moeslichatoen 2004:139).

Metode proyek menjadi penting untuk diterapkan pada anak usia dini karena berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari secara nyata sehingga anak belajar dari pengalamannya sendiri.
Hal ini terbukti lebih bermakna dibandingkan metode biasa. Selain itu anak dapat belajar
mengatur diri sendiri untuk bekerja sama dengan temandalam memmecahkan masalah dan
dapat berdampak dalam pengembangan etos kerja. Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa
metode proyek merupakan metode pembelajaran aktif dimana anak diberi kebebasan dalam
memilih kegiatan, sehingga dapat disimpulkann bahwa metode proyek itu suatu metode
mengajar yang bahan ajarnya diorganisasikan sedemikian rupa, serta mengandung suatu
pokok masalah dan memberikan kesempatan pada anak-anak untuk bersosialisasi dan bekerja
sama dengan kelompoknya yang harus dipecahkan baik secara individu maupun
berkelompok, sehingga metode proyek dalam penelitian ini dipandang dapat diterapkan
dalam mengembangkan kemampuan bersosialisasi anak usia 5-6 tahun di Taman Kanak-
kanak.

11
Karakteristik dari metode proyek itu adalah memiliki kebebasan yang tinggi dimana anak
memilih topik dan anak mencari bahan sehingga konsekuensi yang timbul adalah anak akan
memiliki motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan. “Metode proyek dapat
digunakan dalam pembelajaran aktif karena anak bertindak sebagai subjek belajar yang
memiliki kebebasan memilih dan guru lebih bersifat sebagai fasilitator dalam pembelajaran”
(Masitoh, dkk 2005:201).

Ada tiga tahap dalam merancang kegiatan proyek bagi anak di Taman Kanak-kanak
yaitu: merancang persiapan yang dilakukan guru, merancang pelaksanaan kegiatan proyek
bagi anak, dan merancang penilaian kegiatan proyek bagi anak (Moeslichatoen 2004:145)

Kelebihan dan Kekurangan Metode Proyek:

1) Kelebihan Metode Proyek


Beberapa kelebihan metode proyek antara lain:
 Dapat memperluas pemikiran anak didik yang berguna dalam menghadpi
masalah kehidupan.
 Dapat membina anak didik dengan kebiasaan menerapkan pengetahuan sikap,
dan keterampilan dalam kehidupan sehari-hari secara terpadu.
 Metode ini sesuai dengan prinsip-prinsip didaktik modern yang dalam
pengajaran perlu diperhatikan:
 Kemampuan individual siswa danm kerja sama dalam keompok.
 Bahan pelajaran tak terlepas dari kehidupan riil sehari-hari yang penuh dengan
masalah.
 Pengembangan aktivitas, kreativitas dan pengalaman siswa banyak dilakukan.
 Agar teori dan praktek, sekolah dan kehidupan masyrakat menjadi satu
kesatuan yang tak terpisahkan.
2) Kekurangan Metode Proyek.
Metode ini mengandung kekurangan, antara lain:
 Kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini, baik secara vertical maupun
horizontal, belum menunjang pelaksanaan metode ini.
 Pemilihan topic unit yang tepat sesuai dengan kebutuhan siswa, cukup fasilitas
dan sumber-sumber belajar yang diperlukan, bukanlah merupakan pekerjaan
sehari-hari.

12
 Bahan pelajaran sering menjadi luar sehungga dapat mengaburkan pokok unit
yang dibahas.

13
2.4 Seni Mendidik Menurut Regio Amalia

Kaedah atau pendekatan pendidikan Reggio Emilia Approach (REA), terutama untuk
kanak-kanak  berbeza daripada pendekatan konvensional.  Pendekatan REA ini komited dan
mencipta keadaan pembelajaran yang menggalakkan dan memudahkan kanak-kanak untuk
membina kekuatan berfikir sendiri melalui penggabungan seluruh bahasa ekspresi,
komunikasi, dan kognitif (Edward & Forman, 1993). REA ini adalah sebuah sistem yang
kompleks, namun sangat menarik perhatian dunia pendidikan kanak-kanak selama 50 tahun
terakhir ini. Pendekatan Reggio Emilia boleh dipandang sebagai sumber atau inspirasi untuk
membantu pendidik, orang dewasa, dan kanak-kanak ketika mereka bekerjasama untuk
membangunkan program pendidikan mereka sendiri.
REA diasaskan oleh Loris Malaguzzi dan penduduk di kawasan sekitar Reggio Emilia di
Itali selepas Perang Dunia Kedua. Saat itu, kerana jumlah pekerja lelaki berkurangan akibat
perang, para wanita terpaksa menjadi tenaga kerja di kilang-kilang dan industri. Ditambah
dengan keadaan yang penuh dengan  kehancuran dan kemusnahan harta benda, penduduk
Reggio Emilia merasa perlu ada pendekatan baru terhadap cara mengajar anak-anak mereka.
Mereka merasa bahawa pada tahun-tahun awal perkembangan kanak-kanak mereka
membentuk diri mereka sebagai seorang individu. Bermula dari pemikiran inilah lalu
diciptakan sebuah program yang berprinsip rasa hormat, tanggungjawab dan kebersamaan
melalui penerokaan di dalam persekitaran yang menyokong dan memperkaya minat kanak-
kanak.
Reggio Emilia menganggap kanak-kanak adalah  penting dalam masyarakat. Penglibatan
masyarakat juga diperlukan sebagai ahli jawatankuasa sekolah yang memberikan pengaruh
ketara pada polisi kerajaan dan daerah.
Ibu bapak sebagai 'cermin peranan masyarakat', baik di peringkat sekolah mahupun
peringkat kelas. Ibu bapa diharapkan menyertai dalam perbincangan tentang polisi sekolah,
perkembangan kanak-kanak, kurikulum perancangan dan penilaian. Kerana majoriti ibu bapa
yang bekerja pada siang hari, pertemuan diadakan di malam hari sehingga semua dapat ikut
menyertai.
Prinsip-prinsip Reggio Emilia yang berpusat pada kanak-kanak, yaitu:
1) Kanak-kanak harus mempunyai kawalan atas pembelajaran mereka.
2) Kanak-kanak harus dapat belajar melalui pengalaman menyentuh, bergerak,
mendengar dan melihat.
3) Kanak-kanak mempunyai hubungan yang rapat dengan kanak-kanak lain

14
4) Kanak-kanak harus mempunyai peluang untuk mengekspresikan diri.

Pendekatan Reggio Emilia memerhatikan perkembangan kanak-kanak dan hubungannya


dengan persekitaran mereka. Ia dibagikan kepada tiga yaitu:
a) Peranan persekitaran fizikal
Tujuan utama dalam perancangan ruang baru dan pengubahsuaian yang lama
merangkumi integrasi dari  kelas masing-masing dengan  sekolah, dan sekolah dengan
masyarakat. Pentingnya persekitaran hidup terletak pada keyakinan bahawa anak-anak boleh
mewujudkan makna terbaik dan memahami dunia mereka melalui persekitaran yang
menyokong; kompleks, pelbagai, berterusan, dan mengubah hubungan antara manusia, dunia
pengalaman, idea-idea dan banyak cara untuk mengungkapkan idea. Ruang atau tempat yang
digunakan dan segala sesuatu harus boleh menarik dan mengundang minat kanak-kanak
namun tetap mengandungi unsur pendidikan. Kanak-kanak dan ibu bapa juga bekerja sama
untuk mengumpulkan dan menguruskan bahan-bahan permainan di sekitar persekitaran yang
akan digunakan.
b) Peranan alam sekitar sebagai guru
Dalam REA, para pendidik sangat memperhatikan persekitaran sekolah kerana
persekitaran sekolah ini juga berperanan sebagai mendidik para pelajar. Penampilan dan
keadaan kelas pun akhirnya menjadi keutamaan tersendiri pula. Bahkan, persekitaran sekolah
sering disebut sebagai guru ketiga. Keindahan dan keceriaan persekitaran di dalam sekolah
dianggap sebagai bahagian penting dari rasa hormat kepada pelajar dan persekitaran
pembelajaran mereka. Suasana di dalam kelas ceria dan penuh dengan kegembiraan. Guru
mengatur agar persekitaran belajar menggalak dan mencabar pelajar dalam eksplorasi dan
penyelesaian masalah, biasanya dalam kelompok-kelompok kecil di mana kerjasama dan
perbezaan pendapat bercampur namun tetap menyenangkan.
Hasil kerja kanak-kanak, atau tanaman yang mereka tanaman, atau koleksi barangan yang
dikumpulkan kanak-kanak dari alam dipaparkan di kelas dan persekitaran sekolah agar boleh
dilihat oleh pelajar, guru dan ibu bapa. Terdapat kawasan bersama atau serba guna di sekolah
yang boleh digunakan oleh kanak-kanak untuk pelbagai aktiviti seperti pementasan drama
atau hanya berkumpul dengan kanak-kanak dari kelas lain untuk belajar bersama.

c) Ibu bapak merupakan komponen penting dalam pendekatan ini.


Ibu bapak dipandang sebagai rakan kongsi, penyumbang untuk anak-anak mereka.

15
Guru menghormati setiap ibu bapa sebagai guru pertama dan melibatkan mereka dalam setiap
aspek kurikulum. Hal ini dapat dilihat melalui penyertaan ibu bapa di dalam kelas. Program
Reggio Emilia menggabungkan prinsip-prinsip dalam mengasuh kanak-kanak dan kehidupan
rumah.
Peranan Guru dalam Pendekatan Reggio Emilia:
 Membina pengetahuan dan pemahaman kanak-kanak.
 Menggalakkan agar kanak-kanak mengeluarkan idea-idea, cara menyelesaikan
masalah dan konflik.
 Guru digalakkan untuk memudahkan kanak-kanak belajar dengan aktiviti
perancangan dan pelajaran berdasarkan kepentingan kanak-kanak, mengajukan soalan
untuk lebih memahami, dan secara aktif terlibat dalam kegiatan bersama kanak-kanak,
bukannya duduk diam dan mengamati kanak-kanak belajar.
 Menetapkan kelas dan benda-benda yang ada di kelas agar menjadi tempat yang
menyenangkan.
 Menetapkan jenis barang-barang di kelas agar dapat membantu kanak-kanak
membuat keputusan mengenai benda-benda yang akan digunakan.
 Mendokumentasikan perkembangan kanak-kanak melalui visual, videotape, tape
recorder, dan portofolio.
 Apabila melakukan projek dengan kanak-kanak, guru juga dapat memperluaskan
kanak-kanak belajar dengan mengumpulkan data seperti gambar, nota, video, dan
perbualan yang boleh dimainkan semula di waktu lain.
 Membantu kanak-kanak melihat hubungan yang ada antara pembelajaran dan
pengalaman yang di dapatnya.
 Guru perlu tetap aktif, senantiasa bersama dalam kegiatan kanak-kanak untuk
membantu memastikan bahawa kanak-kanak memahami dengan jelas apa yang
sedang diajar.
 Membantu kanak-kanak mengekspresikan pengetahuan yang mereka dapatkan atau
miliki melalui bentuk-bentuk persembahan.
 Membentuk hubungan yang baik dengan guru-guru lain dan para ibu bapak.

16
2.5 Seni Mendidik Menurut High Scope
Pendekatan High/Scope beranggapan bahwa anak belajar berdasarkan interaksi pribadi
dengan ide-ide, pengalaman langsung, dan objek fisik serta pemikiran logis. Pendekatan ini
juga memberikan waktu kepada anak untuk bermain secara berkelompok sehingga hal ini
akan mengembangkan sosialisasi pada diri anak.
Pendekatan High/Scope merupakan pendekatanyang berusaha menciptakan teknik dan
strategi pembelajaran dalam beinteraksi dengan anak sehingga menjadikan anak dapat
berpikir mandiri dan dapat memecahkan masalahnya sendiri.
Pendekatan High/Scope memiliki beberapa konsep penting sebagai berikut: Anak
sebagai pembelajar aktif yang menggunakan sebagian waktunya di dalam sentra
pembelajaran yang bervariasi. Di dalam sentra pembelajaran yang bervariasi anak dapat
melibatkan manusia, benda, peristiwa, dan idenya secara langsung dalam kegiatan
pembelajaran. Guru membantu anak untuk memilih apa yang akan mereka lakukan setiap
hari, melaksanakan rencana mereka, dan mengulang kembali yang telah mereka pelajari.
Pengalaman kunci (key experience) merupakan konsep yang berbasis pada ide Piaget
tentang karakteristik kognitif dan potensi belajar anak usia dini. Merencanakan-melakukan-
mengulas (plan-do-review), yakni anak memilih apa yang akan mereka lakukan dalam setiap
harinya, kemudian melaksanakannya. Setelah pelaksanaan, anak bersama guru mengulas
kembali apa yang telah mereka lakukan. Pada kegiatan ini guru bertindak sebagai asisten atau
fasilitator. Pengalaman-pengalaman yang penting bagi anak dijadikan bahan untuk
pembelajaran menggunakan catatan anekdot dalam bentuk diagram laporan perkembangan
anak dan rekaman atau catatan observasi anak, untuk melihat kemajuan yang diperoleh anak.
Pendidikan Anak Usia Dini di HighScope Indonesia meliputi mata pelajaran sebagai
berikut :
 Pendekatan belajar
 Perkembangan sosial dan emosional
 Perkembangan fisik dan kesehatan
 Bahasa, literasi dan komunikasi
 Seni
 Musik
 Olah Raga
Para guru High/Scope secara teratur mencatat perilaku, pengalaman dan minat anak-anak.
Mereka menggunakan catatan ini untuk menilai perkembangan setiap anak dan untuk
merencanakan aktifitas yang akan memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan mereka.

17
Penilaian merupakan kunci bagi pelaku yang memungkinkan mereka untuk:
1) Memahami tingkat perkembangan anak-anak
2) Mengidentifikasi minat yang ditunjukkan
3) Mengobervasi pengalaman pokok dimana setiap anak terlibat Proses ini memerlukan
4) Perencanaan tim
5) Pencatatan observasi harian
6) Kumpulan catatan triwulanan, catatan-catatan ini juga digunakan dalam konferensi
orangtua untuk membantu orangtua memahami perkembangan anak-anak mereka.

Pendekatan High/Scope memiliki beberapa tujuan, salah satunya adalah berusaha untuk
membantu anak berkembang disemua bidang. Bagi peserta didik,mereka dapat belajar
melalui keterlibatan aktif dengan orangorang,bahan,peristiwa, dan ide untuk menjadi
mandiri,bertanggung jawab, dan percaya diri,sehingga siap untuk sekolah dan hidup serta
belajar merencanakan banyak kegiatan mereka sendiri, membawa mereka keluar, dan
berbicara dengan orang lain tentang apa yang mereka lakukan dan apa yang telah mereka
pelajari untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan dibidang akademis, sosial dan
fisik yang penting.

18
2.6 Seni Mendidik Menurut Maria Motessori
Maria Montessori lahir di kota Chiaravalle, Italia pada tanggal 31 Agustus 1870.7
Ayahnya Alessandro Montessori, ayahnya adalah seorang militer kuno yang konservatif dan
kebiasaan suka marah. Ibunya adalah seorang wanita bernama Renilde Stoppani. Alessandro
dan Renilde menikah pada musim semi tahun 1866 dan hanya setahun kemudian bayi mungil
yang bernama Maria Montessori lahir.
Maria lulus dari sekolah teknik pada tahun 1886. Dia berhasil mendapatkan nilai tinggi
di semua mata pelajaran-nya dengan skor akhir 137 dari 150. Setelah itu ia belajar di Regio
Instituto Tecnico Leonardo da Vinci 1886-1890. Di sana ia belajar bahasa modern dan ilmu
alam. Dari semua pelajaran yang menjadi favoritnya adalah matematika. Di Universitas
Roma, Montessori mengikuti tes masuk kuliah jurusan kedokteran. Akan tetapi, Montessori
tidak lolos untuk masuk di jurusan kedokteran. Dia akhirnya memutuskan mendaftar lagi di
Universitas Roma untuk belajar fisika, matematika dan ilmu alam.
Pada tahun 1892, dari sepuluh siswa ia delapan diantaranya dengan menerima gelar
Diploma di licenza yang membuat layak untuk belajar kedokteran. Beliau satu-satunya
wanita pertama di Italia yang menyandang Sarjana Kedokteran. Beliau bekerja di bidang
psikiater, pendidikan, dan antropologi. Semasa menjalankan tugasnya di klinik psikiater
Universitas Roma, Dr. Maria Montessori mengembangkan observasi dan ketertarikannya
dalam perawatan untuk anak-anak berkebutuhan khusus dan beberapa tahun beliau bekerja,
menulis, dan berbicara. Pada 6 Januari 1907 di Milan, didirikan sebuah taman kanakkanak
yang pertama di bawah pimpinannya, bernama “Casa dei Bambini”. Sekolah itu dikunjungi
oleh anak-anak yang masih belum cukup tahun untuk berkewajiban belajar. Berdirinya
sekolah ini juga atas desakan Ir. Tamalo yang meminta pertolongan kepada Montessori untuk
mengasuh anak-anak para pekerja perempuan karena ibu para anak itu pada pagi hari sudah
harus berangkat bekerja di pabrik Tamalo.
Pada tahun 1913, dia melakukan kunjungan pertamanya ke Amerika Serikat. bahwa
Alexander Graham Bell dan istrinya, Mabel, mendirikan Pendidikan Montessori Association
di Washington DC pendukung Amerika lainnya adalah Thomas Edison dan Helen Keller.
Pada tahun 1929 mendirikan Asosiasi Montessori International di Amsterdam, Belanda. Pada
tahun 1938 ia membuka Montessori Training Center di Laren, Belanda. Pada tahun 1947, ia
mendirikan Pusat Montessori di London. Dan di 1949 1950, dan 1951 ia dinominasikan
untuk Nobel Peace Prize. Pada tahun 1901 ia kembali ke Universitas dengan keinginan untuk
mempelajari pikiran (ilmu jiwa) bukan tubuh. Pada tahun 1904 ia ditawari pekerjaan
mengajar sebagai dosen antropologi di Universitas Roma.

19
Montessori mengembangkan semua metode pendidikannya yang menjadi begitu sukses
sehingga anak-anak penyandang cacatpun dapat belajar bahkan mulai untuk anak-anak
normal sampai mereka lulus ujian. Dengan lima puluh anak-anak ini dia memulai “Rumah
Anak” di San Lorenzo Roma. Montessori mengembangkan “Metode Montessori” sebagai
hasil dari penelitiannya terhadap perkembangan intelektual anak yang mengalami
keterbelakangan mental. Dengan berdasar hasil kerja dokter Perancis, Jean Marc Gaspard
Itard dan Edouard Seguin, ia berupaya membangun suatu lingkungan untuk penelitian ilmiah
terhadap anak yang memiliki berbagai ketidakmampuan fisik dan mental. Mengikuti
keberhasilan dalam perlakuan terhadap anak-anak ini, ia mulai meneliti penerapan dari teknik
ini pada pendidikan anak dengan kecerdasan rata-rata.
Montessori berpendapat bahwa pendidikan itu hanyalah pertolongan yang diberikan pada
anak waktu perkembangannya. Teranglah, yang terpenting dalam usaha mendidik itu bukan
pendidik atau guru, anak didik yang mempunyai kodrat sendiri. Kodrat anak berlainan
dengan kodrat orang dewasa. Anak-anak mempunyai pembawaan dan bakat sendiri-sendiri.
Pembawaan bakat dan kodrat anak berbeda antara satu dengan yang lainnya, mereka juga
mempunyai perkembangan yang berbeda-beda pula.
Begitulah peranan dalam pendidikan itu, bukanlah seorang guru atau bahan pengajar
maupun metodenya melainkan anak didik. Pangkal dan haluan pendidikan dan pengajaran
haruslah anak didik itu sendiri. Begitulah metode pendidikan Montessori yang diistilahkan
“pedosentris”. Berhubungan dengan hal tersebut anak harus dapat berkembang dengan bebas.
Sesuai dengan J. Locke, Montessori membuat kesimpulan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam jiwa anak masuk melalui indera anak.
Dasar-dasar metode Montessori dapat disingkat sebagai berikut:
a. Semua pendidikan ialah pendidikan diri sendiri.
b. Dasar, tujuan, pedoman dalam pendidikan ialah diri anak, dengan pembawaan serta
kesanggupan dan kodratnya (pedosentris). Segala usaha harus ditimbulkan dari dalam
anak.
c. Anak didik harus mendapatkan kebebasan dalam mengembangkan diri.
d. Semua panca indera anak harus mendapat kesempatan untuk berkembang sebaik-
baiknyaBerdasarkan pengamatan seksama terhadap perilaku anak-anak didiknya,
Montessori berkesimpulan bahwa di dalam tubuh anak pada dasarnya tersimpan
semangat belajar yang luar biasa.
Menurut Montessori, perilaku anak yang nampaknya hanya berlari kian kemari,
menyentuh, memegang, mengamati, bahkan merusak benda-benda yang menarik baginya,

20
sebenarnya merupakan gaya belajar mereka yang khas. Selain itu, menurut Montessori anak
mendapatkan kepuasan dalam proses pencariannya bila ia diberi kebebasan untuk memilih
aktivitasnya sendiri dan melakukan sesuatunya sendiri, help me to do it my self, jadi biarkan
anak melakukannya itu sendiri.
Kelebihan dan Kekurangan Konsep Pendidikan Montessori, dapat diambil beberapa
kesimpulan tentang kelebihan dan kekurangan konsep Montessori tentang pendidikan anak
usia dini, diantaranya:
1. Kelebihan Konsep PAUD Montessori
 Dari sudut ilmu jiwa anak
Montessori membuka mata pengetahuan bahwa adanya masa peka pada tiap anak.
Perkembangan setiap anak harus diamati, pendidikan dan pengajaran wajib
disesuaikan dengan perkembangan anak.
 Dari sudut pendidikan
Montessori menegaskan, bahwa tiap pendidikan adalah pendidikan diri.
Maka Montessori menggunakan kebebasan dan keaktifan anak sebaikbaiknya dalam
metodenya, agar setiap anak berkesempatam berkembang menurut pembawaannya
dan bakatnya.
 Dari sudut pengajaran (didaktik)
Dalam dunia pengajaran pada umumnya Montessori dipandang sebagai pelopor
penyusun dasar-dasar untuk sekolah dengan aliran baru. Montessorilah yang
mengalihkan pusat pendidikan dari teacher-centered (guru sebagai pusat pengajaran/
satu-satunya sumber dalam belajar) ke child-centered (anak didik sebagai pusat dalam
belajar/ anak didikmulai mandiri dalam belajar). Sesuai dengan timbulnya masa peka
anak, maka Montesssori mempergunakan minat spontan otoaktivitas dan keaktifan
anak dalam pengajaran.

2. Kekurangan Pendidikan Konsep Montessori tentang PAUD


Tidak ada gading yang tak retak, begitupun dengan konsep Montessori. Ada beberapa
hal dari metodenya yang dianggap kurang sempurna dipandang dari berbagai sudut,
yaitu:
 Dari sudut ilmu jiwa Dunia fantasi anak.
Pendapat Montessori tentang dunia fantasi adalah khayal menunjukkan kemiskinan
kerohanian dan tidak sesuai dengan kenyataan.

21
Maka Montessori melarang anak untuk bermain khayal, misalnya, bermain
keretakereta apian, anak laki-laki menjadi kondektur, anak perempuan menjadi ibu,
anak-anak mengadakan penjamuan khayal dan lain sebagainya. Berhubungan dengan
diperkucilkannya dunia fantasi anak. Maka dalam sekolah Montessori diabaikan
pulalah mata pelajaran ekspresi, seperti: bercerita, mendongeng, menggambar dan
pembuatan/pembacaan syair.
 Dari sudut pendidikan Sistem pendidikan
Montesssori terlalu individual, tidak ada kesempatan untuk pendidikan sosial sebab di
sekolah Montessori tidak ada latihan dalam rombongan. Pendidikan keindahan tidak
cukup mendapat perha-tian dalam pengajaran Montessori. Pendidikan agama pada
permulaan masa anak juga tidak diperhatikan.
 Dari sudut pengajaran
a. Kebebasan atau kemerdekaan menurut sistem Montessori bukan kebebasan yang
sesungguhnya, melainkan kebebasan yang terbatas.
Alat–alat pelajaran buatan Montessori sendirilah yang harus dipergunakan untuk
belajar, para guru dan murid-murid tidak diperkenankan untuk memaki alat-alat
lain. alat-alat itu harus dipergunakan menurut tujuan tertentu, tidak boleh
dipergunakan untuk hal-hal yang sifatnya menyimpang.
b. Keaktifan anak pada masa kecil sangat diharuskan, agar anak dapat membuat
sendiri segala sesuatunya. Ini bertujuan untuk belajat atau mendidik kecerdasan
tidak untuk bergembira atau kesenangan hidup. Begitulah dalam sekolah
Montessori tidak ada keaktifan bermain dalam arti sebenarnya.

22
2.7 Seni Mendidik Menurut Jean Piaget
Piaget mengembangkan teori perkembangan kognitif yang cukup dominan selama
beberapa dekade. Dalam teorinya Piaget membahas pandangannya tentang bagaimana anak
belajar. Menurut Jean Piaget, dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi
dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu
proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu
terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada
diantara anak dengan lingkungan fisiknya.
Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam mengembangkan
pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, seorang anak
yang tadinya memiliki pandangan subyektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah
pandangannya menjadi obyektif. Aktivitas mental anak terorganisasi dalam suatu struktur
kegiatan mental yang disebut ”skema” atau pola tingkah laku.
Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget
yaitu struktur, isi dan fungsi.
a. Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan
mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan (action) menuju pada operasi-
operasi dan operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur.
b. Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang
diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
c. Fungsi, adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual.

Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi


yaitu organisasi dan adaptasi.
1. Organisasi memberikan setiap organisme kemampuan untuk mengestimasikan atau
mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur
dan berhubungan.
2. Adaptasi, terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan
persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada
dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang
menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema
yang telah ada.

23
Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan
perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah
salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri
dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
Akomodasi. Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak
dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skema yang telah dipunyai.
Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah
ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi
untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau
memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.

Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap
lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibat
ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan
mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru.
Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan
ketidakseimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium–equilibrium). Tetapi bila terjadi
kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada
sebelumnya.
Ada beberapa konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah memahami teori
perkembangan kognitif atau teori perkembangan Piaget, yaitu;
1) Intelegensi.
Piaget mengartikan intelegensi secara lebih luas, juga tidak mendefinisikannya secara
ketat. Ia memberikan definisi umum yang lebih mengungkap orientasi biologis.
Menurutnya, intelegensi adalah suatu bentuk ekuilibrium ke arah di mana semua struktur
yang menghasilkan persepsi, kebiasaan, dan mekanisme sensiomotor diarahkan.
2) Organisasi.
Organisasi adalah suatu tendensi yang umum untuk semua bentuk kehidupan guna
mengintegrasikan struktur, baik yang psikis ataupun fisiologis dalam suatu sistem yang lebih
tinggi.

24
3) Skema.
Skema adalah suatu struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi
dengan lingkungan sekitarnya. Skema akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan
kognitif seseorang.
4) Asimilasi.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep
atau pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
5) Akomodasi.
Akomodasi adalah pembentukan skema baru atau mengubah skema lama sehingga cocok
dengan rangsangan yang baru, atau memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan
rangsangan yang ada.
6) Ekuilibrasi.
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi
adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi
dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Pembelajaran
Dalam hail ini, peran seorang pendidik sangatlah vital. Beberapa implementasi yang harus
diketahui dan diterapkan adalah sebagai berikut:
1. Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada
produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses
yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
2. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam
inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran.
Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan
anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi
spontan dengan lingkungan.
3. Tidak menekankan pada praktek - praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-
anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
4. Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori
Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan
perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang
berbeda.

25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Metode Sentra atau Beyond Centers and Circle Time (BCCT) adalah model kurikulum
pendidikan anak usia dini yang dirancang oleh Pamela C. Phelps, Ph.D., seorang pendidik
yang telah 40 tahun lebih menekuni bidang pendidikan anak usia dini. Phelps
mengembangkan BCCT di lembaga pendidikan dan penelitian Creative Center for Childhood
Research and Training (CCCRT), Tallahassee, Florida, Amerika Serikat. Di dalam lembaga
itu, ia mengelola Creative Pre-School, yang sejak tahun 1989 ditetapkan sebagai sebuah
model negara bagian dan kemudian nasional sekolah usia dini inklusif, yang dapat melayani
anak-anak berkebutuhan khusus.

Holistik adalah sebuah cara pandang terhadap sesuatu yang dilakukan dengan konsep
pengakuan bahwa hal keseluruhan adalah sebuah kesatuan yang lebih penting daripada
bagian-bagian yang membentuknya. Beberapa tokoh klasik perintis pendidikan holistik,
diantaranya : Jean Rousseau, Ralph Waldo Emerson, Henry Thoreau, Bronson Alcott, Johann
Pestalozzi, Friedrich Froebel dan Francisco Ferrer.

Tujuan pendidikan holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam


suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demoktaris dan
humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui pendidikan
holistik, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be). Dalam arti
dapat memperoleh kebebasan psikologis, mengambil keputusan yang baik, belajar melalui
cara yang sesuai dengan dirinya, memperoleh kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan
karakter dan emosionalnya (Basil Bernstein).

Metode proyek merupakan strategi pengajaran yang melibatkan anak dalam belajar
memecahkan masalah dengan melakukan kerjasama dengan anak lain, masingmasing
melakukan bagianpekerjaannya secara individual atau dalam kelompok kecil untuk mencapai
tujuan yang menjadi milik bersama. Gagasan ini dikembangkan oleh William H.Kilpatrich
dalam metode proyek. Metode proyek merupakan ‘Salah satu cara pemecahan masalah yang
diterapkan secara luas daalm setiap pemecahan masalah yang dialami dalam kehidupan
sehari-hari’ (Bossing, Moeslichatoen 2004:139).

26
Kaedah atau pendekatan pendidikan Reggio Emilia Approach (REA), terutama untuk
kanak-kanak  berbeza daripada pendekatan konvensional.  Pendekatan REA ini komited dan
mencipta keadaan pembelajaran yang menggalakkan dan memudahkan kanak-kanak untuk
membina kekuatan berfikir sendiri melalui penggabungan seluruh bahasa ekspresi,
komunikasi, dan kognitif (Edward & Forman, 1993). REA ini adalah sebuah sistem yang
kompleks, namun sangat menarik perhatian dunia pendidikan kanak-kanak selama 50 tahun
terakhir ini. Pendekatan Reggio Emilia boleh dipandang sebagai sumber atau inspirasi untuk
membantu pendidik, orang dewasa, dan kanak-kanak ketika mereka bekerjasama untuk
membangunkan program pendidikan mereka sendiri.
Pendekatan High/Scope beranggapan bahwa anak belajar berdasarkan interaksi pribadi
dengan ide-ide, pengalaman langsung, dan objek fisik serta pemikiran logis. Pendekatan ini
juga memberikan waktu kepada anak untuk bermain secara berkelompok sehingga hal ini
akan mengembangkan sosialisasi pada diri anak.
Montessori berpendapat bahwa pendidikan itu hanyalah pertolongan yang diberikan pada
anak waktu perkembangannya. Teranglah, yang terpenting dalam usaha mendidik itu bukan
pendidik atau guru, anak didik yang mempunyai kodrat sendiri. Kodrat anak berlainan
dengan kodrat orang dewasa. Anak-anak mempunyai pembawaan dan bakat sendiri-sendiri.
Pembawaan bakat dan kodrat anak berbeda antara satu dengan yang lainnya, mereka juga
mempunyai perkembangan yang berbeda-beda pula.
Piaget mengembangkan teori perkembangan kognitif yang cukup dominan selama
beberapa dekade. Dalam teorinya Piaget membahas pandangannya tentang bagaimana anak
belajar. Menurut Jean Piaget, dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi
dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu
proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu
terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada
diantara anak dengan lingkungan fisiknya.

3.2 Saran
Semoga apa yang saya uraikan dapat bermanfaat bagi kita sekalian. Kritik dan saran
yang konstrutif sangat kami harapkan untuk perbaikan. Ucapan terima kasih saya sampaikan
kepada pembaca khusunya dosen pengampu dan semua pihak yang membantu menyelesaikan
makalah ini.

27
DAFTAR PUSTAKA

Hartati, Sofia, (2005) Perkembangan Belajar Anak Usia Dini, Depdiknas, Jakarta

B. Hurlock, (2007) Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan, Eralangga, Jakarta

Gunarsa, Singgih, (1990) Dasar dan Teori Perkembangan Anak, PT. BPK Gunung Mulia,
Jakarta

2006.  Pedoman Penerapan Pendekatan “Beyond Centers And Circle Time (Bcct)”
(Pendekatan Sentra Dan Lingkaran) dalam Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
Depdiknas

Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher

Moeslichatoen, (2004). Metode Pengajaran Di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Rineka Cipta


dan Depdikbud.

Masitoh, dkk. (2005). Pendekatan Belajar Aktif di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Depdiknas.
Roppnarine, dkk. 2015. PENDIDIKAN ANAK USIA DINI: Dalam Berbagai Pendekatan
Edisi kelima
Abdur, Jamal Rahman, Tahapan Mendidik Anak, Bandung: Insyad Baitus Salam, 2005.
Amstrong, Thomas, Setiap Anak Cerdas Panduan Membantu anak belajar dengan
Memanfaatkan MultiplrIntellegence-nya, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Beck, Joan, Meningkatkan Kecerdasan Anak, Jakarta: Delapratasa Publising, 2001.
Hainstock, G. Elizabeth, Kenapa? Montessori, Keunggulan Metode Montessori Bagi Tumbuh
Kembang Anak, Jakarta: Mitra Media, 2008.
Kramer, “A Brief Biography of Maria Montessori” About Maria Montessori, htm. Dalam
www.google.com. Diakses Jumat, 8 Mei 2020.
Patmonodewo, Soemiarti, Pendidikan Anak Prasekolah, Jakarta: PT Asdy Mahasatya, 2002
Mukhlis, Hirmaningsih, 2010, Teori Psikologi Perkembangan, Pekanbaru. Penerbit: Psikologi
Press

28

Anda mungkin juga menyukai