Anda di halaman 1dari 36

BAB III

PENATALAKSANAAN PROGRAM ORTOTIK PROSTETIK

A. Assessment

Assessment adalah suatu pemeriksaan atau rangkaian kegiatan pengumpulan

data diri pasien dengan tujuan mengetahui kondisi pasien (Permenkes RI, Nomor

27 Tahun 2015). Diagnosa Ortotik Prostetik yang meliputi :

1. Subjective Assessment

Subjective assessment adalah Suatu proses wawancara terhadap pasien/klien

(autoanamnesis) dan wawancara melalui keluarganya (heteroanamnesis) untuk

memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk mendukung kebutuhan alat bantu

yang akan dipasangkan (Permenkes RI, Nomor 27 Tahun 2015). Berikut adalah

hasil dari subjective assessment :

Gambar 3.1

Subjective assessment (Dokumentasi pribadi, 2020)


a. Identitas pasien

Setelah dilakukan anamnesis diperoleh data identitas pasien sebagai berikut :

(1) Nama pasien Sri Rahayu (2) Tempat tanggal lahir Boyolali, 12 September

1980 (3) Usia 39 tahun (4) Agama Islam (5) Tinggi/berat badan 145 cm/45 kg (6)

Jenis Kelamin perempuan (7) Status sudah kawin (8) Alamat Ngablak, rt 15 rw 4,

Tanjung, Klego, Boyolali (9) Pekerjaan penjahit (10) Lingkungan tempat tinggal

pegunungan (11) Orthosis sebelumnya konvensional KAFO.

b. Kondisi seputar deformitas pasien

Berdasarkan data yang diperoleh, pasien mengalami poliomyelitis pada usia 4

tahun, ditandai dengan demam dan panas tinggi terkadang muntah. Kemudian

pasien dibawa ke mantri untuk dilakukan pemeriksaan dan diberikan suntikan.

Pasien juga mengalami lemas pada tubuhnya dan sering dibawa ke tukang urut

untuk dipijat.

Harapan pasien setelah diberikan penanganan ortotik prostetik adalah pasien

dapat melakukan aktivitas sehari-harinya layaknya orang normal.

c. Kondisi kesehatan umum pasien

Pasien tidak pernah mengalami penyakit serius yang pernah diderita dimasa

lalu. Hasil assessment menjelaskan bahwa pasien pernah mengalami demam

tinggi yang diduga merupakan gejala awal dari penyakit poliomyelitis.

d. Kondisi orthosis yang sudah dipakai

Pasien pernah memakai alat bantu sebelumnya yaitu menggunakan KAFO

jenis konvensional dengan drop lock knee joint serta pengontrol knee. Pasien
sudah menggunakan KAFO konvensional sejak 2004 dan masih sering

digunakan hingga sekarang.

2. Objective Assessment

Objective assessment melibatkan serangkaian tes untuk mengevaluasi status

neurologis dan muskuloskeletal pasien (Ripatti, 2018).

a. Kondisi Deformitas Pasien

1) Inspeksi / Periksa Pandang

Dari hasil inspeksi diperoleh data berupa pasien mengalami paralysis pada

tungkai kiri, atrofi otot tungkai kiri, dan terdapat talipes valgus dengan high

arcus (pes cavus).

2) Palpasi / Periksa Raba

Dari hasil palpasi diperoleh data berupa pasien tidak memiliki nyeri tekan,

sensitivitas dan fungsi sensorik pasien masih baik serta struktur tulang pasien

masih lengkap.

b. Pemeriksaan Range Of Motion

Berikut adalah hasil pemeriksaan ROM pada pasien

Tabel 3.1

ROM pada hip joint, knee joint & ankle joint

ROM ROM Pasien


No. Joint Gerakan
Normal Sound Deform

1. Hip Fleksi 120˚ - 130˚ 130˚ 125˚


Ekstensi 30˚ 30˚ 30˚

Abduksi 30˚ - 45˚ 45˚ 30˚

Adduksi 20˚ - 30˚ 20˚ 10˚

2. Knee Fleksi 120˚ - 140˚ 130˚ 135˚

Ekstensi 0˚ - 10˚ 0˚ 0˚

3. Ankle Dorsi Fleksi 20˚ - 30˚ 20˚ 35˚

Plantar Fleksi 30˚ - 50˚ 30˚ 30˚

Inversi 30° 30° 10°

Eversi 20° 20° 10°

(data pribadi, 2020)

Gambar 3.2

ROM fleksi hip joint (dokumentasi pribadi, 2020)


Gambar 3.3

ROM abduksi hip joint (dokumentasi pribadi, 2020)

Gambar 3.4

ROM adduksi hip joint (dokumentasi pribadi, 2020)


Gambar 3.5

ROM fleksi knee joint (dokumentasi pribadi, 2020)

Gambar 3.6

ROM dorsifleksi ankle joint (dokumentasi pribadi, 2020)


c. Pemeriksaan Muscle Manual Test

Pemeriksaan MMT digunakan untuk mengetahui kekuatan otot ankle, knee

dan hip sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan prescription yang

tepat (Ningsih, 2017).

Kriteria yang digunakan untuk penilaian kekuatan otot adalah menurut oxford

scale:

Tabel 3.2

Kriteria penilaian kekuatan otot

Nilai Otot Keterangan

0 (Zero) Tidak ada kontraksi otot, tidak ada gerakan

1 (Trace) Ada kontraksi otot, tidak ada gerakan

2 (Poor) Full ROM, ada gerakan, tanpa melawan gravitasi

3 (Fair) Full ROM, ada gerakan, melawan gravitasi, tanpa tahanan

4 (Good) Full ROM, ada gerakan, melawan gravitasi, tahanan minimal

5 (Normal) Full ROM, ada gerakan, melawan gravitasi, tahanan maksimal

(Ningsih, 2017)
Dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 3.3

MMT pada hip joint, knee joint & ankle joint

MMT MMT Pasien


No. Joint Gerakan
Normal Sound Deform

1.
Fleksi 5 5 2

Ekstensi 5 5 2
Hip
Abduksi 5 5 2

Adduksi 5 5 1
2.
Fleksi 5 5 1
Knee
Ekstensi 5 5 2

Dorsi fleksi 5 5 4

Plantar fleksi 5 5 5
a

Inversi 5 5 0

Eversi 5 5 5
(data pribadi, 2020)
Gambar 3.7

MMT ekstensi hip joint (dokumentasi pribadi, 2020)

Gambar 3.8

MMT ekstensi knee joint (dokumentasi pribadi, 2020)


Gambar 3.9

MMT dorsifleksi ankle joint (dokumentasi pribadi, 2020)

d. Pemeriksaan stabilitas sendi

Joint stability merupakan pemeriksaan untuk mengetahui stabilitas sendi pada

pasien. Pengecekan tersebut dilakukan untuk mengecek kestabilan ligamennya.

Pemeriksaan tersebut meliputi :

1) Hip Joint Instability

Hip joint stability dilakukan untuk mengetahui masih stabil atau tidaknya hip

joint.

2) Knee Stability

a) Valgus dan Varus Test

Hasil pemeriksaan valgus dan valgus test diperoleh data bahwa pasien tidak

mengalami valgus maupun varus (negative). Artinya kestabilan ligament MCL


(Medial Collateral Ligament) dan LCL (Lateral Collateral Ligament) pada knee

pasien masih bagus.

b) Anterior Dan Posterior Drawer Test

Hasil pemeriksaan anterior dan posterior drawer test yang dilakukan terhadap

pasien di dapatkan hasil (negative). Artinya kestabilan ligament ACL (Anterior

Cruciate Ligament) dan PCL (Posterior Cruciate Ligament) pada knee pasien

masih bagus.

e. Pemeriksaan Khusus

1) Thomast Test

Thomast test adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui ada atau

tidaknya hip flexion contacture. Dari hasil assessment diketahui bahwa pasien

memiliki kontraktur fleksi hip (positif).

Gambar 3.10

Thomast test (Dokumentasi pribadi, 2020)


2) Leg Length Discrepancy

Leg length discripancy atau LLD merupakan tes untuk mengetahui selisih

panjang tungkai pasien. Dari hasil assessment diperoleh data bahwa pasien

memiliki LLD sebesar 0,5 cm pada bagian sound side.

f. Gait Assessment

Gait assesment adalah proses pemeriksaan dengan cara melihat pola jalan

pasien dengan menggunakan orthosis dan tanpa menggunakan orthosis untuk

melihat gait deviation pasien.

Hasil gait assesment pasien dengan menggunakan orthosis sebelumnya yaitu

terdapat trendenburg gait dan pasien sudah tidak merasa nyaman dengan alat

tersebut. Dan hasil gait assesment pasien dengan tanpa menggunakan orthosis

sebelumnya yaitu terdapat trendenburg gait dan hand tight gait.

B. Kesimpulan Hasil Assessment

1. Diagnosis Ortotik Prostetik

Dari hasil assessment yang telah dilakukan pasien mengalami post polio

paralysis tungkai kiri dengan kriteria deformitas sebagai berikut : (1) pasien

mengalami paralysis tungkai kiri (2) pasien mengalami atrofi otot pada tungkai

kiri (3) sensitivitas baik (4) kekuatan otot pasien lemah pada knee flexor (5)

kontraktur hip fleksi (6) talipes valgus (7) pes cavus (8) knee joint stabil (9)

pasien memiliki LLD sebesar 0.5 cm.

2. Prescription Ortotik Prostetik


Berdasarkan hasil assessment pasien di preskripsikan menggunakan alat

ortosis costum moulded KAFO

a. Orthosis Yang Dipilih

Orthosis yang diberikan yaitu KAFO custom moulded dengan design anterior

shell, drop lock knee joint serta fleksible ankle.

b. Desain dan bahan KAFO

Bahan yang digunakan dalam pembuatan KAFO ini antara lain yaitu plastic

polypropylene 4 mm untuk body, dan side bar dengan drop lock yang terbuat dari

stainless steel 4 mm.

Alasan dalam pemilihan bahan untuk body yaitu, bahan tersebut mudah

ditemukan, fleksibel atau mudah dibentuk, kuat, tahan lama atau memiliki

durability yang bagus.

c. Alasan dalam pemilihan desain KAFO

Alasan diberikan orthosis desain tersebut yaitu (1) custom moulded dipilih

karena berdasarkan keinginan pasien yang ingin mencoba dari bahan yang

berbeda dari orthosis sebelumnya, sensitivitas pasien baik, berat badan pasien

tidak fluktuatif, tidak ada oedema atau luka (2) anterior shell dipilih karena

kondisi pasien yang memiliki kontraktur fleksi knee joint (3) drop lock knee joint

dipilih karena pasien memiliki kekuatan otot knee ekstensi ˂ 3 dan hip ekstensi ˂

3 serta pasien memiliki fungsi tangan yang baik (4) ankle joint dibuat fleksibel

karena membantu mengkontrol ankle joint sekaligus melatih otot-otot area ankle

joint agar menaikkan tonus otot.


C. Casting

1. Mempersiapkan Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan saat proses casting antara lain : pensil

air, ember, gunting gips, midline, plastik strip, cutter, bed, jangka bengkok,

plastik alas, blangko ukur, cleaning tools, kain bersih/tisu, POP 5 roll, air

secukupnya, stockynet.

2. Persiapan Pasien

Sebelum proses casting yang dilakukan adalah memberikan penjelasan

tentang apa saja yang akan dilakukan terhadap pasien seperti tungkai dibalut

dengan gips, meminta pasien menggunakan celana ketat agar hasil casting sesuai

dengan countur tungkai pasien serta meminta izin dalam pengambilan

dokumentasi selama di lakukan proses casting.

3. Tahapan Casting

a. Posisi Pasien

Memposisikan pasien tidur telentang, kemudian pasangkan plastic

wrap dan stockynet pada tungkai pasien yang terkena deformitas dan pastikan

tidak bergeser.

b. Teknik Penandaan

Lakukanlah penandaan pada area : (1) 4 cm dibawah perineum, (2)

thigh terbesar dan terkecil, (3) (MTP) medial tibial plateau, (4) calf terbesar

dan terkecil, (5) malleolus medial, (6) distal tip medial malleolus, (7)

naviculare, (8) head of MTP 1, (9) head of MTP 5, (10) base of MTP 5, (11)
cuboid, (12) mallelus lateral, (13) apex lateral malleolus, (14) head of fibula,

(15) trochantor mayor, kemudian melakukan measurement.

Gambar 3.11

Penandaan (dokumentasi pribadi,2020)

c. Measurement

Measurement atau pengukuran merupakan suatu kegiatan pengambilan

contoh/model dari pasien/klien berupa ukuran atau negatif model sebagai

pedoman utama dalam proses pembuatan Ortosis atau Prostesis (Permenkes

RI, Nomor 27 Tahun 2015).

Pengukuran yang telah dilakukan meliputi : (1) circumferential 2 cm

di bawah perineum – trochantor mayor, (2) circumferential thigh terbesar,

(3) circumferential thigh terkecil, (4) circumferential calf terbesar, (5)

circumferential calf tekecil, (6) panjang tungkai dari trochantor mayor –

floor dan panjang tungkai dari 4 cm di bawah perineum – floor, (7) panjang
MTP (medial tibial plateu) – floor, (8) panjang malleollus – floor, (9)

diameter knee joint, ankle joint dan MTP I-V, malleolus, (10) panjang foot,

(11) circumferential ankle joint.

Gambar 3.12

Measurement (dokumentasi pribadi, 2020)

d. Teknik Casting

Pasangkan plastik strip pada bagian anterior agar mempermudah saat

proses membuka negatif cast, rendam POP kedalam ember yang berisi air

hingga tidak bergelembung, balutkan POP dengan menggunakan teknik

casting wrap, balut pada bagian ankle dan foot lebih tebal, ratakan dengan

tangan pada semua area casting agar hasilnya bagus dan POP tidak tergulung,

melakukan penekanan pada daerah supracondylar medial dan lateral knee

dan melakukan koreksi pada ankle dimana subtalar joint dalam keadaan

netral yaitu 90˚, menjaga posisi forefoot, jika cast sudah setengah mengeras

beri tanda untuk membuka negatif cast pada plastik strip di bagian anterior,
kemudian lepas negatif cast menggunakan cutter atau gunting gips, lepas

negatif cast dari tungkai pasien, kemudian lakukan penandaan ulang pada

negatif cast.

Gambar 3.13

Proses casting ( dokumentasi pribadi,2020)

Gambar 3.14

Proses casting membuka hasil negative cast ( dokumentasi pribadi,2020)

D. Filling
Filling merupakan proses pengecoran yang bertujuan untuk mendapatkan

positif gips. Alat dan bahan yang di gunakan (1) hasil negative cast, (2) Plaster

of Paris (POP), (3) powder gips, (4) air, (5) ember, (6) tangkai besi, (7) penjepit.

Tahapan filling meliputi (1) memeriksa hasil negative cast guna memastikan

agar tidak terdapat lubang pada negative cast, (2) melakukan koreksi pada

negative cast yaitu melakukan pemotongan pada bagian anterior dan posterior

knee, dimana knee dikoreksi hingga 10° ekstensi knee dan ankle harus posisi 90°,

(3) tutup negative cast dengan POP, (4) memberikan cairan sabun pada negative

cast, (5) memasukkan tangkai besi dan penjepit pada negative cast, (6) membuat

adonan gips, (7) memasukkan adonan gips ke dalam negative gips sampai bagian

proksimal.

Gambar 3.15

Proses filling (dokumentasi pribadi, 2020)


E. Rectification

Rektifikasi merupakan proses melakukan penambahan dan pengurangan untuk

mencapai ukuran yang sesuai dengan blangko ukur untuk pembuatan ortosis

(Ripatti, 2010). Berikut langkah-langkah dalam melakukan rektifikasi :

1. Persiapan Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan saat proses rectifikasi yaitu (1) blangko ukur,

(2) surfom, (3) spatula, (4) mangkok, (5) midline, (6) pensil air, (7) plastik alas,

(8) kawat kassa, (9) jangka bengkok, (10) paku, (11) palu, (12) powder gips, (13)

spons, (14) gunting, (15) cutter, dan (16) penggaris.

2. Tahapan Rectification

a. Sebelum Melakukan Rectification

Sebelum melakukan rektifikasi yang pertama dilakukan adalah membuka

hasil filling, kemudian tebalkan bagian penandaan dengan pensil air agar

mempermudah proses penambahan dan pengurangan positive gips, mengecek

kembali ukuran positive gips agar sesuai dengan ukuran blanko ukur.

b. Rectification Foot

Modifikasi medial longitudinal arches, penambahan panjang foot sekitar 2

cm, pembuatan roll over foot dengan cara memberi tanda pada MTP 1 dan 5,

membuat garis dari MTP 1 ke MTP 5, membuat garis dengan menaikkan titik

MTP 5 sepanjang 1 cm dan menurunkan MTP 1 sepanjang 1cm, kemudian kedua

titik ini dihubungkan, pengurangan pada bagian anterior sebagai roll over.
Gambar 3.16

Rectification foot (dokumentasi pribadi,2020)

c. Melakukan Rektifikasi Keseluruhan

Melakukan pengurangan pada positif gips sesuai pengukuran. Selain itu,

mengurangi pada bagian (1) proksimal thigh diratakan, (2) pengurangan area

supracondylus (3) pengurangan pada thigh section sekitar 1-2 cm (4) melakukan

pengurangan pada gastrocnemius.

Melakukan penambahan pada area (1) malleolus, (2) base metatarsal ke-5, (3)

knee axis, (4) greater trochantor, (5) penambahan panjang foot (2 cm).
Gambar 3.17

Rectification (dokumentasi pribadi,2020)

Selanjutnya, menambah bagian anterior dengan lebar disesuaikan dengan

contour positif gips, dimana penambahannya dimulai dari proximal thigh ke

distal foot dan melebar ke MTP sampai ujung foot.

Kemudian menambahkan posterior wall 7 cm proximal dan 7 cm distal dari

knee joint dengan lebar disesuaikan dengan contour positif gips, hal ini bertujuan

agar tungkai pasien tidak terjepit saat melakukan gerakan knee fleksi. Selanjutnya

melakukan penghalusan diseluruh permukaan dengan menggunakan kawat kasa

agar mempermudah saat proses thermoforming.


Gambar 3.18

Rectification anterior dan posterior wall (dokumentasi pribadi,2020)

d. Pembuatan Insole

Setelah proses rektifikasi selesai, langkah berikutnya yaitu pembuatan insole

yang akan diletakkan pada foot plate. Hal ini bertujuan untuk mengakomodasi

pes cavus pasien serta agar kaki pasien tidak langsung kontak/mengenai plastic

KAFO dan juga distribusi gaya merata. Insole terbuat dari spons 4 mm kemudian

dibentuk sesuai countur foot sampai bentukan archus tertutup rata, lalu haluskan

dengan mesin router.


Gambar 3.19

Proses pembuatan insole (dokumentasi pribadi,2020)

e. Finishing Rectification

Sebelum melakukan moulding, yang harus dilakukan adalah membuat

reinforcement pada bagian proximal thigh dan tendon archiles. Kemudian lapisi

positive cast dengan stockinet.

Gambar 3.20

Proses finishing rectification (dokumentasi pribadi,2020)


F. Fabrication

Rangkaian proses kegiatan pembuatan alat bantu Ortosis atau Prostesis

(Permenkes RI, Nomor 27 Tahun 2015).

1. Moulding Positive Cast

a. Persiapan Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dibutuhkan antara lain : (1) mesin oven, (2) ragum, (3)

tali/kain kasa, (4) suction, (5) plastik PP, (6) stockynet, (7) solasi/plaster, (8)

bedak, (9) gunting, (10) sarung tangan, (11) cutter.

b. Tahapan Moulding

Tahapan yang dilakukan dalam proses moulding adalah (1) Siapkan potongan

plastik PP dengan ukuran panjang sesuai dengan panjang tungkai pasien

ditambah 10 cm dan lebar dikur seusai pada bagian positif gips terbesar ditambah

5 cm, (2) Pasang positif gips pada ragum yang sudah dihubungkan dengan

suction, (3) plaster stockynet dengan sambungan suction supaya tidak ada udara

yang masuk, (4) berikan bedak secara merata pada positif gips yang sudah diberi

stockynet, (5) masukkan potongan plastik PP kedalam mesin oven dengan suhu

170˚, (6) bila potongan plastik PP sudah bening merata angkat dan letakkan pada

positif gips dengan membentuk bagian ankle dan arcus bersamaan bagian thigh

juga direkatkan. Sambungan berada di anterior, (7) setelah bagian proksimal

direkatkan lalu tali menggunakan kain yang telah disiapkan agar pada saat proses

suction tidak ada udara yang masuk kedalam postif gips, (8) setelah semua

bagian direkatkan lalu nyalakan mesin suction, secara perlahan hasil mouldingan
akan membentuk sesuai dengan countur positif gips, (9) potong sisa plastik

moulding yang tersisa pada bagian anterior dan proksimal positif gips bersamaan

dengan memberikan bedak di hasil mouldingan, (10) tunggu sampai plastik PP

memutih lalu lepaskan positif gips yang sudah di moulding dari ragum.

Gambar 3.21

Proses moulding (dokumentasi pribadi, 2020)

2. Bending Side Bar

a. Persiapan Alat dan Bahan

Berikut merupakan alat dan bahan yang digunakan antar lain: (1) Iron

bending, (2) spidol, (3) ragum, (4) obeng, (5) mesin bor, (6) side bar 1 pasang,

(7) spons, (8) plaster, (9) hasil moulding, (10) laser level, (11) gergaji, (12)

midline, (13) gerinda, (14) cast cutter, (15) jangka bengkok.

b. Tahapan Bending
Tahap yang telah dilakukan saat proses bending side bar antara lain : (1)

buka plastik pada bagian mechanical axis knee joint menggunakan gergaji atau

cast cutter, (2) buat garis tegak lurus pada bagian posterior knee dan ankle, (3)

letakkan KAFO yang telah di moulding pada permukaan yang rata agar axis knee

joint dapat sejajar, (4) tandai side bar sebagai titik bending dengan jarak 5 cm

dari titik axis untuk dibengkokan ke dalam dan setelahnya mengikuti bagian yang

sudah menempel, (5) bending side bar sesuai dengan countur plastik KAFO

sampai menempel, (6) setelah side bar sesuai dan menempel pada countur

selanjutnya sesuaikan panjang side bar, (7) jika side bar terlalu panjang maka

potong dan haluskan bagian ujungnya dengan menggunakan gerinda, (8) gambar

side bar yang sudah sesuai countur dan panjangnya agar mempermudah proses

pemasangan dan pengeboran, (9) tentukan titik pengeboran pada side bar atau

lakukan penandaan pada side bar bagian proksimal thigh yakni pada 2 cm

dibawah tepi atas side bar, bagian distal thigh titiknya terletak pada bagian side

bar yang pertama menyentuh KAFO hasil mouldingan, bagian proksimal calf

terletak pada side bar yang pertama kali menyentuh mouldingan, bagian distal

calf titiknya terletak pada 2 cm diatas tepi bawah side bar, (10) Plaster side bar

dengan KAFO lalu bor pada bagian penandaan titik pengeboran.


Gambar 3.22

Bending side bar (dokumentasi pribadi, 2020)

3. Pemotongan Trimeline

a. Persiapan Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan antara lain : (1) KAFO hasil moulding, (2)

spidol, (3) jigsaw, (4) cast cutter, (5) mesin router.

b. Tahapan Trimeline

Tahapan trimline yang telah dilakukan antara lain : (1) membuat garis batas

pada KAFO yang sudah di moulding, (2) cek ukuran sesuai pada blangko ukur,

(3) pada bagian foot buat garis pemotongan bagian medial lebih tingi dari lateral

lalu garis secara menurun mendatar di depan MTPJ, (4) pada bagian malleolus

untuk KAFO fleksibel yaitu dipotong di belakang malleolus, (5) pada bagian calf

sisakan bagian proksimal anterior calf 8 cm , bagian posterior dipotong pada

gastrocnemius sampai bisa fleksi maksimal minimal 90˚, (6) pada bagian thigh

lalukan penandaan pemotongan pada bagian 4cm dibawah perineum, 2 cm

dibawah trochantor mayor, bagian distal thigh melakukan pemotongan dibawah


titik pengeboran, (7) potong bagian yang telah digaris tersebut menggunkan cast

cutter dan keluarkan positive gips (8) merapikan dan menghaluskan dengan

mesin router.

4. Pembuatan Anti Slip

a. Persiapan Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dibutuhkan antar lain : (1) spons hitam, (2) anti

slip, (3) lem aibon, (4) gunting, (5) cutter, (6) mesin router, (7) bolpoin, (8)

palu karet, (9) plastik KAFO.

b. Tahap Pembuatan Anti Slip

Tahapan pembuatan: (1) buat pola ukuran foot pada anti slip, (2)

potong anti slip sesuai pola, (3) kasarkan anti slip dan foot KAFO kemudian

beri lem, (4) tempelkan anti slip ke foot KAFO yang telah dikasari lalu pukul

menggunakan palu karet.

G. Alignment

Bench Alignment adalah merakit benda kerja (komponen ortosis) menjadi satu

bagian di ruang kerja agar bagian-bagian orthosis seperti thigh section, AFO

section, dan side bar menjadi satu.

1. Bench Alignment

a. Persiapan Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yaitu kunci pas dan obeng, bahan yang digunakan yaitu

KAFO, side bar, mur dan baut.


b. Tahapan Bench Alignment

Hal yang diperhatikan pada saat bench alignment adalah mechanical axis knee

joint berada pada 2 cm diatas medial tibial plateu dan 60% anterior dan 40%

posterior knee. Knee joint harus parallel pada kedua sisi. Pasangkan kembali

baut dan mur menggunakan kunci pas dan obeng pada titik pengeboran yang

telah dilakukan pada saat bending side bar, yaitu : pasang pada side bar bagian

proksimal thigh yakni pada 2 cm dibawah tepi atas side bar, bagian distal thigh

titiknya terletak pada bagian side bar yang pertama menyentuh KAFO hasil

mouldingan, bagian proksimal calf terletak pada side bar yang pertama kali

menyentuh mouldingan, bagian distal calf titiknya terletak pada 2 cm diatas tepi

bawah side bar.

2. Static alignment

Static alignment merupakan proses fitting yang dilakukan saat pasien

menggunakan orthosis dalam keadaan duduk dan berdiri. Tujuan dari static

alignment yaitu (1) mengetahui apakah trimline sudah sesuai atau belum, (2)

kenyamanan pasien saat mengenakan KAFO (3) pressure distribution pada

orthosis saat berdiri, (4) apakah knee axis dan ketinggian orthosis sudah sejajar.
Gambar 3.23

Static alignment (dokumentasi pribadi, 2020)

3. Dynamic alignment

Dynamic alignment merupakan proses ketika pasien mulai berjalan dengan

menggunakan orthosis. Hal-hal yang harus dilakukan saat melakukan dynamic

alignment yaitu : (1) apakah pasien dapat berjalan menggunakan KAFO, (2)

dapatkah pasien berjalan dengan atau tanpa memakai alat bantu berjalan berupa

crutch ataupun paralel bar, , (3) mengecek apakah ada gait deviasi yang muncul

pada saat pasien berjalan, (4) melakukan perbaikan jika terdapat suatu gait

deviasi, (5) kenyamanan pasien saat menggunakan KAFO.


Gambar 3.24

Dynamic alignment (dokumentasi pribadi, 2020)

H. Fitting

Fitting merupakan proses pengepasan alat yang telah dibuat pada tungkai

pasien. Adapun langkah – langkah yang telah dilakukan dalam proses fitting :

1. Persiapan Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam proses fitting meliputi (1) blanko ukur

& assessment, (2) gunting, (3) midline, (4) spidol, (5) kamera, (6) bed, (7) kunci

pas, (8) obeng, (9) mesin router, (10) mesin gerinda, (11) bor, (12) gergaji, (13)

heat gun, (14) alat tulis, (15) ragum, (16) paralel bar, (17) Spons, (18) lem, (19)

palu, (20) lakban.

2. Persiapan Orthosis

Orthosis yang sudah dibuat, disiapkan untuk fitting.


3. Persiapan Pasien

Sebelum orthosis dicobakan ke pasien, terlebih dahulu meminta ijin kepada

pasien dan berikan penjelasan mengenai alat yang akan dipakaikan, serta jelaskan

tentang apa saja yang akan dilakukan selama proses fitting seperti mencobakan

alat jika alat sudah benar maka dilanjutkan berjalan di paralel bar, meminta

pasien memakai celana siap fitting.

4. Proses Fitting

a. Static Fitting

Beberapa hal yang telah dilakukan pada saat proses static fitting antara lain :

(1) Mempersiapkan pasien dalam keadaan duduk pada bed, (2) pasangkan KAFO

pada pasien dalam posisi duduk, (3) mengecek apakah trimline terlalu tinggi,

apakah terdapat bagian yang tidak nyaman, trimline menjepit, apakah terdapat

bagian yang terlalu longgar, mengecek apakah mechanical knee axis sudah tepat

dengan knee axis pasien dengan cara meminta pasien untuk memfleksikan knee,

cek knee joint drop lock apakah dapat berfungsi dengan baik, cek apakah pasien

dapat memfleksikan lututnya 90°, (4) selanjutnya meminta pasien berdiri dengan

tumpuan penuh pada kedua tungkai, pada saat pasien berdiri cek apakah ortosis

sudah pas dan nyaman pada kaki pasien, (5) cek trimline keseluruhan, cek

ketinggian ortosis, cek kesejajaran knee joint, dan cek panjang foot.

b. Dynamic Alignment

Langkah selanjutnya yaitu adalah dynamic alignment, dimulai dari meminta

pasien berjalan menggunakan orthosis di paralel bar, kemudian mengecek


kembali kenyamanan pasien saat berjalan menggunakan ortosis, mengamati

apakah terdapat gait deviation.

5. Evaluasi Fitting

a. Hasil Evaluasi

Pada saat fitting pertama didapatkan hasil : (1) pasien tidak dapat memasukan

kakinya pada bagian calf dikarenakan trimeline kurang terbuka pada area

anterior dan gastrocnemious sehingga dilakukan pengurangan pada area tersebut,

(2) di atas bagian medial malleolus kurang terbuka, sehingga terjadi penekanan

pada bagian tersebut, agar trimline lebih terbuka ortosis di heat gun pada bagian

– bagian yang masih kurang terbuka, (3) pada bagian proximal thigh terlalu

longgar sehingga dilakukan pengecilan dengan cara di heat gun lalu tekan ke

dalam menggunakan kain agar ukuran KAFO pada bagian tersebut tidak terlalu

longgar, (4) pada bagian lateral proximal thigh terlalu panjang sehingga

dilakukan pengurangan pada plastic KAFO dan side bar.

Pada saat fitting kedua orthosis sudah fit dengan tungkai pasien dan pasien

tidak mendapatkan penekanan pada setiap sisinya, pada saat pasien mulai

berjalan dengan orthosis, diketahui bahwa terdapat gait deviasi yaitu

trendelenberg’s gait. Trendelenberg’s gait tidak dapat dikoreksi, hal ini

disebabkan karena terdapat kelemahan pada otot hip abduktor pasien.

b. Rencana Tindak Lanjut

Setelah proses fitting selesai, rencana selanjutnya adalah finishing dan

pemberian edukasi kepada pasien. Adapun penjelasannya sebagai berikut :


1) Finishing

Finishing merupakan proses penyelesaian pembuatan alat yang bertujuan

untuk mempercantik dari segi tampilan (kosmetik). Langkah-langkah dalam

finishing yaitu : (1) mengganti semua baut biasa menjadi baut yang kencang

(dikeling), (2) merapikan orthosis dan menghaluskan trimline, (3) menutup baut

dan keling menggunakan spons agar tidak melukai kulit pasien, (4) memasang

strap dan keling sesuai dengan yang sudah ditentukan (5) membersihkan sisa –

sisa proses fabrikasi (lem, spidol, atau kotoran lain) menggunakan tiner.

Gambar 3.25

Proses finishing (dokumentasi pribadi, 2020)

2) Edukasi

Edukasi merupakan proses penjelasan dan pemberian saran oleh seorang

ortotis prostetis terhadap pasien, diantaranya:


Pemberian edukasi pada pasien dan keluarga adalah usaha atau kegiatan yang

dilakukan dalam rangka memberikan informasi terhadap masalah kesehatan

pasien yang belum diketahui oleh pasien dan keluarganya sedangkan hal tersebut

perlu diketahui untuk membantu atau mendukung penatalaksanaan medis dan

atau tenaga kesehatan lainnya.

Tujuan pemberian edukasi kesehatan agar pasien mengerti dan memahami

masalah kesehatan yang ada, meningkatkan pengetahuan dan atau ketrampilan

pasien dan keluarga tentang masalah kesehatan yang dialami, membantu pasien

dan keluarga dalam meningkatkan kemampuan untuk mencapai kesehatan secara

optimal, membantu pasien dan keluarga dalam mengambil keputusan tentang

perawatan yang harus dijalani, dan agar pasien serta keluarga berpartisipasi

dalam proses pelayanan yang diberikan. Terdapat beberapa edukasi yang

diberikan ortotis prostetis terhadap pasien, diantaranya :

a) Edukasi motivasi penggunaan ortosis

Memberikan edukasi kepada pasien agar dalam menggunaan orthosis

harus disertai dengan kemauan untuk dapat kembali berjalan dengan pola

jalan yang baik, agar dapat memberikan suatu keberhasilan dalam program

pembuatan ortosis tersebut.

b) Edukasi cara pemakaian dan pelepasan ortosis

Memberikan penjelasan dan mempraktikkan tentang bagaimana cara

pemakaian yang benar yaitu dengan memasukkan tungkai ke dalam KAFO

sampai permukaan tungkai menempel pada KAFO kemudian pasang strap


dan kencangkan denan kuat dan senyaman mungkin, untuk melepaskan

dengan cara membuka strap, kemudian keluarkan tungkai dari badan KAFO.

c) Edukasi cara perawatan KAFO

Memberikan edukasi kepada pasien tentang cara perawatan ortosis

(KAFO) yaitu sebaiknya diletakkan ditempat yang kering, KAFO harus

selalu dibersihkan dan diangin-anginkan, dan usahakan KAFO tidak terkena

air karena pada bagian spons apabila terkena air dapat menimbulkan jamur.

d) Edukasi waktu pemakaian

Memberikan edukasi kepada pasien tentang penggunaan orthosis, yaitu

digunakan setiap hari ketika pasien melakukan aktifitas sehari-harinya dan

melepasnya saat tidur.

e) Edukasi perbaikan ortosis

Mengedukasi pasien apabila terjadi ketidaknyamanan, perubahan atau

kerusakan pada alat orthosis untuk datang kembali menemui ortotis prostetis

agar dapat mengerti masalah yang terjadi pada alat dan diperbaiki kembali.

Anda mungkin juga menyukai