LAPORAN KEGIATAN
Oleh :
YEN VERONICA TAMBUN
1700103
Kepemilikan Industri
PT. Kimia Farma Tbk. adalah perusaan farmasi milik BUMN ( Badan Usaha Milik Negara).
Dengan dukungan kuat Riset & Pengembangan, segmen usaha yang dikelola oleh perusahaan
induk ini memproduksi obat jadi dan obat tradisional, yodium, kina dan produk-produk
turunannya, serta minyak nabati. Lima fasilitas produksi yang tersebar di kota-kota besar di
Indonesia merupakan tulang punggung dari segmen industri. PT. Kimia Farma Tbk. telah telah
memiliki 6 industri yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia, diantaranya :
a) Plant Jakarta memproduksi sediaan tablet, tablet salut, kapsul, granul, sirop kering,
suspensi/sirop, tetes mata, krim, antibiotika dan injeksi. Unit ini merupakan satu-satunya
pabrik obat di Indonesia yang mendapat tugas dari pemerintah untuk memproduksi obat
golongan narkotika. Industri formulasi ini telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) clan ISO-9001.
b) Plant Bandung memproduksi bahan baku kina dan turunan-turunannya, rifampicin, obat
asli Indonesia dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Unit produksi ini telah
mendapat US-FDA Approval. Selain itu, Plant Bandung juga memproduksi tablet, sirup,
serbuk, dan produk kontrasepsi Pil Keluarga Berencana. Unit produksi ini telah
menerima sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan ISO-9002.
c) Plant Semarang mengkhususkan diri pada produksi minyak jarak, minyak nabati dan
kosmetika (bedak). Untuk menjamin kualitas hasil produksi, unit ini secara konsisten
menerapkan sistem manajemen mutu ISO-9001 serta telah memperoleh sertifikat Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan US-FDA Approval.
d) Plant Sarolangun di Jambi Barat mengkhususkan diri pada produksi minyak jarak,
minyak nabati dan kosmetika (bedak). Untuk menjamin kualitas hasil produksi, unit ini
secara konsisten menerapkan sistem manajemen mutu ISO-9001 serta telah memperoleh
sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan US-FDA Approval.
e) Plant Watudakon di Jawa Timur merupakan satu-satunya pabrik yang mengolah
tambang yodium di Indonesia. Unit ini memproduksi yodiurn dan garam-garamnya,
bahan baku ferro sulfat sebagai bahan utama pembuatan tablet besi untuk obat tambah
darah, dan kapsul lunak "Yodiol" yang merupakan obat pilihan untuk pencegahan
gondok. Plant Watudakon juga mempunyai fasilitas produksi formulasi seperti tablet,
tablet salut, kapsul lunak, salep, sirop clan cairan obat luar/dalam. Unit ini telah
memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), ISO-9002 clan ISO-
14001.
f) Plant Tanjung Morawa di Medan, Sumatra Utara, dikhususkan untuk memasok
kebutuhan obat di wilayah Sumatra. Produk yang dihasilkan oleh pabrik yang telah
memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ini meliputi sediaan
tablet, krim dan kapsul.
Sertifikat CPOB
Berdasarkan Keputusan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia industri Kimia Farma plant
Bandung telah memiliki sertifikat CPOB dengan surat Keputusannya Nomor AHU-
0017895.AH.01.02 Tahun 2020 tanggal 28 Februari 2020 dan Surat Nomor AHU-
AH01.03.0115053 tanggal 28 Februari 2020. Dan jumlah Sertifikat yang diperoleh PT. Kimia
Farma Tbk. sebanyak 4, diantaranya:
Gambaran bangunan industri PT. Kimia Farma Tbk. dan penataan menurut
CPOB
Tata letak dan persyaratan bangunan PT. Kimia Farma Tbk. sudah memenuhi syarat
CPOB. CPOB dalam bab Bangunan dan Fasilitas disebutkan bahwa konstruksi bangunan
hendaklah memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku untuk bangunan. Hendaklah diadakan
sarana perlindungan seperlunya terhadap :
– Disinfektan misal:
dengan klorinasi
Bangunan dan fasilitas harus dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat dengan tepat agar memperoleh
perlindungan dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarangnya
serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Sebaiknya tersedia prosedur untuk
pengendalian binatang pengerat hama. Selain itu perlu diadakan sarana perlindungan seperlunya
terhadap:
Masuknya dan bersarangnya binatang kecil, tikus, burung, serangga dan hewan lain
haruslah dicegah, dengan tiga cara yakni :
a. Memasang saringan udara pada alat pengendali udara yang di implementasikan di HVAC
b. Memasang kawat kasa dan / atau tirai plastik, biasanya dipasang di pintu gudang penyimpanan
dengan warna kuning atau warna yang menyilaukan hewan sehingga tidak mau masuk.
c. Melaksanakan pest Control, pest Control merupakan sistem pengendalian hewan di area pabrik
untuk menjaga kebersihan lingkungan.. Adapun pest control di bagi menjadi beberapa bagian :
Chemical bait adalah cara menangkap tikus atau hewan pengerat lainnya dengan
menaruh kotak di sepanjang dinding bangunan pabrik yang diisi dengan racun tikus.
Fogging dilakukan dengan pengasapan untuk membunuh nyamuk dan lalat.
Spraying adalah penyemprotan untuk membunuh kecoa.
Glue trap yakni pemasangan perangkap yang dilengkapi dengan lem.
Flying catcher berupa pemasangan kotak lampu dilengkapi lem akan menjebak serangga
yang masuk dan serangga itu akan tertempel di lampu tersebut. Biasanya diletakkan
sebelum masuk ruangan dan ruangan itu tidak boleh ada kotoran serangga.
Insect killer berupa pemasangan kotak lampu yang dilengkapi dengan penyetrum
listrik untuk membunuh serangga. Biasanya diletakkan sebelum masuk ruangan.
Penggunaan lem agar hewan yang mati tidak terbawa kemana–mana, sehingga mudah
dibersihkan. Perlu diingat, bahwa ruang produksi tidak boleh ada pest control, karena justru pest
control itu zat kimianya akan dapat mengkontaminasi.
Area Produksi
Untuk memperkecil resiko bahaya medis yang serius akibat terjadinya pencemaran
silang, suatu sarana khusus dan self-container disediakan untuk produksi obat tertentu seperti
produk yang dapat menimbulkan sensitif tinggi, produk lainya seperti antibiotik tertentu (misal
penisilin). Produk hormone seks, produk sitotoksik, produk tertentu dengan bahan aktif
berpotensi tinggi, produk biologi (misal yang berasal dari mikroorganisme hidup) dan produk
non-obat hendaklah diprodukdsi di bangunan terpisah.
Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang sedang dalam proses
hendaklah memadai untuk memungkinkan penempatan peralatan dan bahan secara teratur dan
sesuai dengan alur proses, sehingga dapat memperkecil resiko terjadi kekeliruan antara produk
obat atau komponen obat yang berbeda, mencegah pencemaran silang dan memperkecil resiko
terlewatnya atau salah melaksanakan tahapan proses produksi atau pengawasan. Permukaan
dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan dimana terdapat bahan baku dan bahan
pengemas primer, produk antara atau ruahan yamg terpapar ke lingkungan hendaklah halus,
bebas retak dan sambungan terbuka. tidak melepaskan praktikulat, serta memungkinkan
pelaksanaan pembersihan (bila perlu disinfeksi) yang mudah dan efektif.
Area produksi diventilasi secara efektif dengan mengunakan sistem pengendalian udara
termasuk filter udara dengan tingkat efisiensi yang dapat mencegah pencemaran dan pencemaran
silang, pengendalian kelembaban udara sesuai kebutuhan produk yang diproses dan kegiatan
yang dilakukan di dalam ruangan dan dampaknya terhadap lingkungan luar pabrik.
Area produksi dipantau secara teratur baik selama ada maupun tidak ada kegiatan
produksi untuk memastikan pemenuhan terhadap spesifikasi yang dirancang sebelumnya. Area
dimana dilakukan kegiatan yang menimbulkan debu misalnya pada saat pengambilan sempel,
penimbangan bahan/produk, pencampuran dan pengolahan bahan atau produk pengemasan
produk serbuk, memerlukan sarana penunjang khusus untuk mencegah pencemaran silang dan
memudahkan pembersihan.
Tata letak ruang area pengemasan dirancang khusus untuk mencegah campur baur atau
pencemaran silang. Area produksi hendaklah mendapat penerangan yang memadai, terutama
penerangan di mana pengawasan visual dilakukan pada saat proses berjalan. Pengawasan selama
proses dapat dilakukan di dalam area produksi sepanjang kegiatan tersebut tidak menimbulkan
resiko terhadap produksi obat. Pintu area produksi yang berhubungan langsung ke lingkungan
luar, separti pintu bahaya kebakaran, hendaklah ditutup rapat. Pintu tersebut hendaklah
diamankan sedemikian rupa sehingga hanya dapat digunakan dalam keadaan darurat sebagai
pintu keluar. Pintu dalam area produksi yang berfungsi sebagai barier terhadap pencemaran
silang hendaklah selalu ditutup apabila sedang tidak digunakan.
Area Penyimpanan
Area penyimpanan memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan
teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan bahan pengemasan, produk
antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah
diluluskan, produk yang di tolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari
peredaran. Area penyimpanan hendaklah di desain atau disesuaikan untuk menjamin kondisi
penyimpanan yang baik ; terutama area tersebut hendaklah bersih, kering dan dapat penerangan
yang cukup serta dipelihara dalam batas suhu yang ditetapkan. Apabla kondisi penyimpanan
khusus (misal suhu, kelembaban) dibutuhkan, kondisi tersebut hendaklah disiapkan, dipantau
dan dicatat dimana diperlukan.
Area penyimpanan dan pengiriman barang dapat memberikan perlindungan terhadap
bahan dan produk terhadap cuaca. Area penerimaan hendaklah didesain dan dilengkapi dengan
pearalatan yang sesuai untuk kebutuhan pembersihan wadah barang bila perlu. Apabila status
karantina dipastikan dengan cara penyimpanan area terpisah, maka area tersebut harus diberi
penandaan yang jelas dan akses ke area tersebut terbatas bagi personil yang berwenang. Sistem
lain untuk mengantikan sistem karantina barang secara fisik hendaklah memberikan pengamanan
yang setara
Disediakan area terpisah dengan lingkungan yang terkendali untuk pengambilan sampel
bahan awal. Apabila kegiatan tersebut dialakukan sedemikian rupa untuk mencegah pencemaran
atau pencemran silang, maka prosedur pembersihan yang memadai bagi ruang pengambilan
sampel hendaklah tersedia. Area terpisah dan terkunci hendaklah disediakan untuk menyimpan
bahan atau produk yang di tolak, atau yang ditarik kembali atau yang dikembalikan. Bahan aktif
berpotensi tinggi dan bahan radioaktif, narkotika, obat berbahaya lain dan zat atau bahan yang
mengandung resiko tinggi terhadap penyalahgunaan, kebakaran atau ledakan hendaklah
disimpan di area yang terjamin keamananannya. Hendaklah disimpan di tempat terkunci Bahan
pengemasan cetakan merupakan bahan yang kritis karena menyatakan kebenaran produk
menurut penandaanya. Perhatian khusus hendaklah di berikan dalam keamanannya. Bahan label
hendaklah disimpan ditempat terkunci.
Sarana Pendukung
Ruangan istirahat dan kantin hendaklah dipisah dari area produksi dan laboratorium
Pengawasan Mutu. Sarana untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan toilet
hendaklah disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Toilet tidak boleh
berhubungan langsung dengan area produksi atau area penyimpanan. Ruangan ganti pakaian
hendaklah berhubungan langsung dengan area produksi namun letaknya terpisah. Sedapat
mungkin letak bengkel perbaikan dan perawatan peralatan terpisah dari area produksi. Apabila
suku cadang, aksesoris mesin dan perkakas bengkel disimpan di area produksi, hendaklah
disediakan ruangan atau lemari khusus untuk penyimpanan tersebut. Sarana pemeliharaan hewan
hendaklah diisolasi dengan baik terhadap area lainya dan dilengkapi dengan akses hewan serta
unit pengendali udara yang terpisah.
Manager produksi berada langsung dibawah Plant Manager Bandung, yang membawahi
tiga bagian:
Bagian produksi I dikepalai oleh seorang Asisten Manajer yang mempunyai tugas
dan tanggung jawab sebagai berikut:
PLANT MANAGER
PRODUKSI I
PENGAWASAN
PENGAWASAN PEMBELIAN
MUTU
MUTU
MANAGEMEN PRODUKSI II
REPRESENTATIVE PENGEMBANGAN TEKNIK &
PRODUK PEMELIHARAAN
UMUM &
PRODUKSI PEMASTIAN PERSONALIA
MJTU PENYIMPANAN
AKUNTASI &
KEUANGAN
KESELAMATAN,
KESEHATAN KERJA &
LINGKUNGAN
TEKNOLOGI
INFORMASI
Keterangan:
Manager plant Bandung Membawahi tiga manager yaitu Manager Produksi, Manager
Pemastian Mutu dan Manager PPPI, serta tujuh bagian yang dikepalai oleh Asisten Manager
yaitu Bagian Teknik dan Pemeliharaan, Bagian Penyimpanan, Bagian Pembelian, K3L, Bagian
Umum Administrasi Personalia, Bagian Akuntansi Bandung, Bagian Keuangan Bandung, Bagian
Teknologi Informasi Plant Bandung.
Untuk Bagian R&D (Research and Development) terpisah.
Makna kodefisikasi nomor bets adalah tanda pengenal suatu bets, yang memungkinkan
penelusuran kembali riwayat lengkap pembuatan bets tersebut, termasuk seluruh tahap produksi,
pengawasan dan distribusi.
6. Proses lahirnya produk baru dari mulai studi kelayakan sampai registrasi ke
BPOM Bagian yang merancang produk baru yaitu Departemen PPIC dan Departemen
R&D. a. Penemuan dan perkembangan obat baru
Penemuan
Wawasan baru kedalam proses penyakit yang memungkinkan peneliti
untuk merancang sebuah produk untuk menghentikan atau membalikkan
efek dari penyakit.
Pengujian berbagai senyawa molekul untuk menemukan efek
menguntungkan terhadap sejumlah besar penyakit.
Teknologi baru, seperti memberikan cara baru untuk menargetkan produk
medis untuk target tertentu dalam tubuh atau memanipulasi materi genetik.
Pengembangan
Setelah peneliti mengidentifikasi suatu senyawa yang menjanjikan
untuk pengembangan, mereka melakukan percobaan untuk mengumpulkan
informasi tentang:
Cara obat diserap, didistribusikan, dimetabolisme dan diekskresikan.
Manfaat potensi dan mekanisme kerja
Dosis terbaik
Cara terbaik rute pemberian obat
Efek samping
Bagaimana hal itu mempengaruhi orang yang berbeda (seperti jenis
kelamin, ras atau etnis)
Bagaimana berinteraksi dengan obat lain dan selama perawatan
Efektivitas suatu obat.
b. Pengujian Pra-klinik
Sebelum pengujian obat kepada manusia, peneliti harus mencari tahu apakah
ia memiliki potensi untuk menyebabkan kerusakan serius, yang disebut toksisitas.
Dua penelitian praklinis:
In Vitro : pengujian dalam peralatan laboratorium seperti gelas/plastik
In Vivo : pengujian dalam makhluk hidup
Biasanya, studi praklinis tidak sangat besar. Namun, penelitian ini harus
memberikan informasi rinci tentang tingkat dosis dan toksisitas. Setelah uji praklinis,
peneliti meninjau temuan mereka dan memutuskan apakah obat bisa diui pada manusia
c. Pengujian Klinik
Pengujian klinis mengacu pada penelitian atau uji coba yang dilakukan pada orang.
Sebagai pengembang desain studi klinis, mereka akan mempertimbangkan apa yang
ingin mereka capai untuk masing-masing fase Clinical Research yang berbeda dan
memulai proses Investigational New Drug (IND), sebelum proses ini dilewati maka
pengujian klinis tidak bisa dilakukan.
Merancang Uji Klinik
Sebelum percobaan klinis dimulai, penelti meninjau informasi sebelumnya
tentang obat untuk mengembangkan pertanyaan penelitian dan tujuannya. Kemudian
mereka memutuskan:
Sukarelawan yang memenuhi syarat untuk berpartisipasi (kriteria seleksi)
Berapa banyak orang akan menjadi bagian dari penelitian
Berapa lama studi akan berlangsung
Bagaimana obat akan diberikan kepada pasien dan berapa dosis
Penilaian apa yang akan dilakukan, kapan dan data apa yang akan
dikumpulkan
Bagaimana data akan ditinjau dan dianalisis
Studi Tahap Penelitian Klinis
Uji klinik tahap 1
-. Pasien : 20-100 relawan yang sehat untuk orang-orang
dengan penyakit/kondisi.
-. Waktu Studi : Beberapa bulan
-. Tujuan: Keselamatan dan Dosis
-. Presentase Obat yang berhasil berikutnya 70%
Uji klinik tahap 2
-. Pasien: > 100 relawan yang sehat untuk orang-orang
dengan penyakit/kondisi.
-. Waktu Studi: Beberapa bulan sampai 2 tahun
-. Tujuan: Khasiat dan efek samping
-. Presentase Obat yang berhasil berikutnya 33%
Uji klinik tahap 3
-. Pasien: 300-3000 relawan yang sehat untuk orang-orang
dengan penyakit/kondisi.
-. Waktu Studi: 1 sampai 4 tahun
-. Tujuan: Khasiat dan monitoring efek samping
-. Presentase Obat yang berhasil berikutnya 25-30%
Uji klinis tahap 4
-. Pasien: > 1000 relawan yang sehat untuk orang-orang
dengan penyakit/kondisi.
-. Tujuan: Keamanan dan kemanjuran
d. Registrasi BPOM
Jika pengembangan obat memiliki bukti dari tes awal dan penelitian praklinis dan klinis
bahwa obat yang aman dan efektif untuk digunakan, perusahaan dapat mengajukan permohonan
untuk persetujuan obat baru kepada badan registrasi BPOM, dan juga untuk memperoleh izin
edar setelah obat tersebut dinyatakan efektif dan aman.
Dalam operasionalnya, bagian PPPI selalu melakukan koordinasi terkait dengan bagian-
bagian produksi. PPPI menyusun rencana dan pelaksanaan produksi berdasarkan permintaan dari
pemasaran. Selanjutnya PPPI akan menyusun kebutuhan bahan dengan selalu memperhitungkan
jumlah stok bahan baku digudang dan produk yang ada di ULS. Masing-masing bahan dihitung
berdasarkan rata-rata pemakaian per bulan, prediksi kebutuhan yang akan datang, dan lead time
pengadaan barang.
Perencanaan produksi dapat dibagi menjadi 4 triwulan per tahun, yaitu:
1) Triwulan I: Januari - Maret
2) Triwulan II: April - Juni
3) Triwulan III: Juli - September
Triwulan IV: Oktober – Desember
8. Alur proses produksi
A. Alur Proses Produksi tahap pengolahan
1) Penimbangan Sentral menimbang bahan kemudian dikirim ke Bagian Granulasi.
Penimbangan dilakukan untuk bahan tambahan terlebih dahulu, sedangkan untuk
bahan aktif ditimbang terakhir. Hal ini ditujukan untuk mencegah kontaminasi silang
karena dalam satu hari penimbangan sentral dapat menimbang untuk produksi lebih dari
satu produk.
A. Perbedaan QA dan QC
Bahan untuk produksi oralit bersifat higroskopis, yaitu NaCl dan KCl, oleh karena itu
sebelum ditimbang bahanñbahan tersebut dikeringkan sehingga diperoleh kadar air kurang dari
0,1%. Setelah proses pengeringan, kemudian digiling menggunakan Fitzmill agar didapat ukuran
partikel yang kurang lebih sama. Selanjutnya bahanñbahan tersebut ditimbang sesuai dengan
jumlah yang dibutuhkan, pada tahap ini juga ditimbang bahan tambahan yang lain dalam
formula.
Setelah penimbangan semua bahan selesai, kemudian dilakukan pencampuran
bahanñbahan dalam Super Mixer yang berkapasitas sekitar 140 kg dan menghasilkan produk
oralit kirañkira 34 ribu sachet. Massa oralit hasil pencampuran selanjutnya dikarantina dan
dilakukan pemeriksaan di Laboratorium pengujian yang meliputi pemeriksaan pemerian, warna,
kadar air dan juga kadar ion. Setelah dinyatakan lulus uji, selanjutnya adalah filling atau
pengisian. Pada tahapan ini IPC yang dilakukan adalah keseragaman bobot dan uji kebocoran.
o o
Suhu dan kelembapan di ruang produksi diatur yaitu 15 - 25 C dan Rh 40 - 70%. Setelah
pengemasan primer selanjutnya pengemasan sekunder dengan jumlah 100 sachet untuk
masingñmasing dus, IPC yang dilakukan meliputi pemeriksaan estetika, jumlah sachet dalam dus
dan juga kelengkapan identitas atau penandaan pada kemasan. Selanjutnya produk jadi dikirim
ke Gudang Obat Jadi dan diteruskan ke ULS.
PT. Kimia Farma Tbk. Plant Bandung tidak memproduksi kapsul sehingga tidak
bisa menemukan perbedaan.
13. Alur proses produksi sediaan sirup dan
Suspensi A. Alur proses produksi sediaan sirup
Proses produksi sediaan sirup dimulai dari penimbangan bahan aktif dan bahan
tambahan di Penimbangan Sentral. Kemudian dilakukan pembuatan sirupus simplex dalam
o o
Melting Tank pada suhu 80 - 90 C dengan putaran 200 - 250 rpm selama kurang lebih 4 jam.
Pembuatan sirupus simplex yaitu air dipanaskan, lalu dimasukkan gula, diaduk, lalu didinginkan
o o
sampai suhu 28 - 30 C, kemudian disaring masuk ke Mixing Tank.
Bahan aktif maupun bahan tambahan dilakukan pelarutan dalam Mixer berkapasitas
200 L. Kemudian dilakukan pencampuran antara bahan aktif, bahan tambahan dan sirupus
simplex dalam Mixing Tank dengan kecepatan 150ñ200 rpm selama 0,5ñ1 jam. Dari Mixing
Tank kemudian dipindahkan ke Storage Tank untuk dikarantina dan dilakukan pemeriksaan
oleh Laboratorium Pengujian meliputi pemerian, BJ, kadar dan pH. Jika telah dinyatakan lulus
uji, larutan sirup siap untuk proses pengisian. Sebelum proses pengisian, botol dan pilferproof
o o
cap yang akan digunakan dicuci lalu dikeringkan pada suhu 34 - 35 C selama 10 jam,
kemudian didinginkan pada suhu kamar selama minimal 1 jam.
Proses pengisian menggunakan Filling Machine, pada tahap ini dilakukan pemeriksaan
IPC yaitu volume larutan dalam botol. Selanjutnya dilakukan penutupan botol dengan Cap
Sealing Machine. Pemeriksaan IPC juga dilakukan terhadap kekencangan penutupan,
penempelan etiket dan penandaan kemasan. Setelah dinyatakan memenuhi syarat kemudian obat
jadi dikirim ke Gudang Obat Jadi.
B. Alur proses produksi Suspensi
Sediaan suspensi yang diproduksi antara lain suspensi kotrimosazole dan
kloramphenicole. Proses dimulai dengan pengayakan bahan aktif dan CMC, kemudian
dilakukan penimbangan di Penimbangan Sentral. Bahan tambahan yang dibutuhkan untuk
proses produksi juga ditimbang sesuai dengan kebutuhan.
Dalam pembuatan suspensi, diperlukan sirupus simplex dan suspending agent.
Pembuatan sirupus simplex dilakukan seperti pada sirup, sedangkan untuk pembuatan
suspending agent, dibuat dengan cara, menaburkan CMC Na pada air panas dalam Mixing Tank,
dicampur selama 30 menit dan diputar dengan kecepatan 150ñ200 rpm lalu didinginkan di
Ultra Turax.
Zat aktif setelah diayak dan ditimbang, selanjutnya dibasahkan dengan cara dimasukkan
dalam campuran air dan surfaktan. Kemudian dilakukan penghalusan partikel dengan Colloid
Mill. Sementara itu juga dilakukan pelarutan zat tambahan dengan pelarut sesuai, kemudian baru
dicampur antara larutan zat tambahan, bahan aktif yang sudah dihaluskan dan campuran
suspending agent– sirupus simplex pada mesin Ultra Turax selam 1 jam pada kecepatan 200
rpm. Hasil pencampuran disimpan di Storage Tank dan dikarantina untuk dilakukan pemeriksaan
yang meliputi pemerian, berat jenis, viskositas, pH dan kadar. Setelah lulus uji maka dilakukan
proses pengisian ke dalam botol maka dilakukan proses pengisian ke dalam botol maka
dilakukan penutupan botol dengan Cap Sealing Machine. Pemeriksaan IPC dilakukan terhadap
kekencangan penutupan. Selanjutnya dilakukan penempelan etiket dan juga dilakukan IPC
meliputi estetika, kelengkapan etiket pada botol. Botol yang disealing dan diberi dan diberi etiket
ini akan dikemas dalam kemasan sekunder dan akan dikemas lagi dalam kardus/box. Pada proses
ini dilakukan IPC estetika, kelengkapan etiket dan penandaan. Jika sudah dinyatakan memenuhi
syarat maka akan dikirim ke Gudang Obat Jadi.
14. PT. Kimia Farma Tbk. tidak memproduksi sediaan semi solid
Harga pokok produksi (HPP) terdiri dari biaya bahan baku (bahan aktif, bahan
tambahan dan bahan pengemas), biaya tenaga kerja langsung dan biaya over-head cost.
Untuk industry farmasi biaya bahan baku bisa mencapai 70-80%, tenaga kerja antara 5-
10%, dan over-head cost antara 15-20% dari HPP. Khusus untuk obat-obat lisensi/paten
serta kewajiban masih dibebani biaya lisensi/paten. Hal inilah salah satu penyebab
mengapa obat-obat yang masuk dalam kategori under licence atau obat-obat paten
harganya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan obat generic maupun branded generic.
HPP + biaya marketing + biaya lain-lain (General affairs, termasuk komisi dan
bonus komisaris/direksi, biaya CSR, dll)+ bunga dan depresiasi+ laba operasional (profit)
menjadi HJP ( Harga Jual Pabrik) atau yang sering disebut dengan COGS (Cost of Good
Sales).
HJP + Distribution fee (biaya distribusi) = HNA (Harga Netto Apotek).
HNA + Laba ( Apotek dan/atau PBF) + PPN = HJA ( Harga Jual Apotek), yang
merupakan HET ( Harga Eceran Tertinggi) yang dibayarkan konsumen.
Komponen obat yang paling mahal adalah obat-obat paten
Harga OGM lebih mahal karena membutuhkan biaya promosi dan pengemasan yang baik
sedangkan OGB tidak
INDUSTRI FARMASI
REGISTRASI BPOM
IZIN EDAR
1. Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke
industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluarsa atau alasan lain misalnya
kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan atau identitas, mutu,
jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan.
Mekanisme penarikan kembali obat yang telah beredar:
1. Inisiasi Penarikan
a. Penarikan Wajib:
Kepala BPOM menerbitkan surat perintah penarikan obat TMS, termasuk
investigasi cakupan obat TMS dan penyebabnya serta tindakan perbaikan dan
pencegahan kepada Pemilik Izin Edar dengan tembusan kepada seluruh unit
pelaksana teknis (UPT) BPOM di seluruh Indonesia dalam waktu:
tidak lebih dari 1x24 jam untuk penarikan kelas I;
5 hari kerja untuk penarikan kelas II; dan
7 hari kerja untuk penarikan kelas III; setelah obat tersebut ditetapkan sebagai
obat TMS
b. Penarikan Sukarela:
Pemilik Izin Edar melaporkan tentang penarikan sukarela obat TMS kepada
Kepala BPOM dalam waktu:
tidak lebih dari 1x24 jam untuk penarikan kelas I;
5 hari kerja untuk penarikan kelas II; dan
7 hari kerja untuk penarikan kelas III.
Setelah obat tersebut ditetapkan sebagai obat TMS. Kepala BPOM
melakukan kajian risiko terhadap laporan tersebut antara lain kelas penarikan obat
TMS yang dilaporkan Pemilik Izin Edar. Kepala BPOM dapat menerbitkan hasil
kajian tersebut dan memerintahkan investigasi cakupan obat TMS dan
penyebabnya serta tindakan perbaikan dan pencegahan kepada Pemilik Izin Edar
dengan tembusan ke seluruh UPT BPOM di seluruh Indonesia.
2. Laporan Inisiasi Penarikan oleh Pemilik Izin Edar
Pemilik Izin Edar melaporkan penghentian distribusi dan progress penarikan obat
TMS kepada Kepala BPOM dengan tembusan kepada UPT BPOM setempat (di mana
lokasi industri farmasi berada) dalam waktu:
a. tidak lebih dari 3 x 24 jam setelah menerima surat dari Kepala BPOM sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 untuk Inisiasi Penarikan untuk kelas I;
b. tidak lebih dari 5 hari kerja untuk kelas II; dan
c. tidak lebih dari 10 hari kerja untuk kelas III
3. Laporan Progress Investigasi
Pemilik Izin Edar melaporkan progress investigasi, termasuk namun tidak terbatas
pada, cakupan obat TMS dan penyebabnya.
Apakah hasil investigasi oleh Pemilik Izin Edar menyatakan obat TMS?
Y = Penarikan dilanjutkan ke tahap pemusnahan;
N = Diputuskan tindak lanjut terhadap obat yang telah ditarik, berdasarkan kajian
risiko oleh Badan POM.