OLEH:
NIM : 1738010006
KUPANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya saya dapat
menyelesaikan Makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas Pembelajaran Mata
kuliah Ilmu Penyakit Tropis, dijurusan Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Kami menyadari makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan baik isi maupun bentuk
penulisannya, karena keterbatasan pengetahuan. Oleh karena itu saya mengharapkan saran dan
kritik demi kesempurnaan laporan ini. Dengan segala kerendahan hati semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi yang memerlukannya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang………………………………………………………………………….
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………...
1.3 tujuan…………………………………………………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN
2.1 sejarah Penyakit Ebola dan penyebarannya……………………………………………
2.1.1 Pandemi pertama ebola…………………………………………………………...
2.1.2 Cara penularan ebola……………………………………………………………...
2.1.3 cara pencegahan ebola……………………………………………………………
3.2 Sejarah Penyakit Sars Dan Penyebarannya…………………………………………….
2.2.1 Cara Pencegahan Sars……………………………………………………………..
2.2.2 Cara Penularan Sars……………………………………………………………….
3.3 Sejarah Penyakit Pes Dan Penyebarannya……………………………………………..
2.3.1 Cara Penularan Pes………………………………………………………………...
2.3.2 Cara Pencegahan Pes………………………………………………………………
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………..
3.2 Saran……………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Wabah penyakit yang masuk dalam kategori pandemi adalah penyakit menular
dan memiliki garis infeksi berkelanjutan. Maka, jika ada kasus terjadi di beberapa negara
lainnya selain negara asal, akan tetap digolongkan sebagai pandemi.
Pandemi umumnya diklasifikasikan sebagai epidemi terlebih dahulu yang
penyebaran penyakitnya cepat dari suatu wilayah ke wilayah tertentu. Sebagai contoh
wabah virus Zika yang dimulai di Brasil pada 2014 dan menyebar ke Karibia dan
Amerika Latin merupakan epidemi, seperti juga wabah Ebola di Afrika Barat pada 2014-
2016.
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
Virus Ebola pertama kali dideteksi pada tahun 1976 di Republik Demokratik Kongo, di
mana seorang pasien bernama Mabalo mengalami demam tinggi dan dirawat di rumah sakit
Yambuku Mission. Mabalo mengalami gejala tersebut setelah kepulangannya dari Zaire Utara
dan diasumsikan menderita malaria. Kemudian salah satu suster di rumah sakit yang merawat
Mabalo menyuntik quinine, salah satu jenis obat untuk malaria, dan mengizinkan Mabalo untuk
istirahat di rumah. Rumah sakit yang merawat Mabalo memiliki peralatan yang minimum,
sehingga jarum suntik yang digunakan Mabalo digunakan kembali lagi untuk menyuntik pasien
yang lain.
Tidak lama kemudian, pada tanggal 8 Februari 1976 Mabalo meninggal, dan
dimakamkan menggunakan ritual tradisional oleh istri, ibu, teman – teman serta kerabatnya.
Semua makanan dan kotoran dibersihkan dari tubuhnya, sebuah ritual yang menggunakan tangan
secara langsung. Selang seminggu, sebanyak 21 orang dari teman dan keluarga Mabalo serta
orang – orang yang terlibat dalam ritual tersebut mengalami demam tinggi dan akhirnya
meninggal dunia. Setelah kematian Mabalo, rumah sakit menjadi ramai dengan orang – orang
yang terindikasi sama dengan penyakit Mabalo. Para pasien mengalami pendarahan di mulut,
mata, dan anus. Terdapat sebanyak 318 orang terinfeksi dan 280 orang telah meninggal akibat
virus Ebola pada tahun tersebut. 43 Terdapat lima jenis virus Ebola, empat diantarany dapat
menyerang manusia yaitu Ebola Zaire, Sudan, Ivory Coast/Tai Forest, dan Bundibugyo
sedangkan satu jenis lagi yaitu Ebola Reston hanya dapat menyerang hewan seperti kera,
monyet, dan simpanse. Kemudian virus Ebola yang sekarang melanda Afrika barat adalah tipe
Ebola Zaire, yaitu tipe yang paling ganas. Angka kematiannya dapat mencapai 60%-90%
Nama Ebola sendiri berasal dari nama sungai di Barat wilayah Kongo yang mengalir dari
kota Yambuku, salah satu kota yang terinfeksi. Pada tahun 1976, tekhnologi yang
dibutuhkan masih belum ada. Salah satu peneliti, Dr. Joe McCormick, melakukan perjalanan dari
Yambuku ke Sudan untuk mengakses epidemik di sana. Beliau melakukan investigasi wilayah
Sudan, Khususnya N‟zara dengan mewawancarai pasien dan anggota keluarga korban serta
mengambil sampel darah untuk diteliti secara lebih lanjut. 45 N‟zara merupakan kota
berpenduduk 20.000 orang dan 2.000 orang bekerja di industri kapas dengan kondisi di bawah
garis kemiskinan. Banyak kelelawar yang ada di gedung – gedung industri ini. Seorang pekerja
pabrik merasa sakit pada 27 Juni 1976. Kemudian ia meninggal dunia 6 Juli 1976 karena
mengalami pendarahan hebat. Kematiannya diikuti kematian dua pekerja lainnya yang bekerja di
tempat yang sama. Pada bulan September, setidaknya 35 orang pekerja pabrik di tempat tersebut
meninggal dunia dengan gejala yang mirip.
. Seorang ahli dibidang epidemologis mencoba mencari keberadaan Ebola, tapi mereka
tidak berhasil. Tanda pertama bahwa wabah ini kembali terjadi Pantai Gading. Pada bulan
November 1994, seorang peneliti sedang menyelidiki epidemik di kalangan simpanse di Hutan
National Tai. Wabah Ebola tersebut hampir menewaskan separuh dari populasi di Hutan
National Tai.
Ilmuwan, yang baru saja melakukan nekropsi pada simpanse liar, mengalami jatuh sakit
dengan demam tinggi, sakit kepala, menggigil, sakit perut, diare, dan muntah. Gejala terus
memburuk, dan ia diterbangkan kembali ke asalnya yakni negara Swiss pada hari ketujuh dari
penyakit yang dideritanya. Dia diperlakukan di ruang isolasi rumah sakit. Dia tidak diuji untuk
segala bentuk demam berdarah, karena dia tidak memiliki perdarahan yang jelas, dan Ebola
belum ditemukan di Swiss. Kemudian wabah Ebola menyerang orang – orang di kota Kitwit
1995.
Kemudian wabah Ebola diam – diam menyebar di sebuah desa kecil di Guinea pada
tanggal 26 Desember 2013 namun tidak diidentifikasi sebagai ebola sampai tanggal 21 Maret
2014. Sebuah studi yang dilakukan WHO dan petugas kesehatan Guinea mengindikasi kasus di
Afrika Barat dengan meneliti penyakit yang diderita anak laki – laki usia 18 bulan di Meliandou,
Guinea. Penyakit anak laki – laki tersebut ditandai dengan demam tinggi, tinjam berwarna hitam
dan disertai muntah – muntah pada 26 Desember dan akhirnya meninggal dua hari kemudian. 54
Desa Meliandou adalah desa terpencil dan jarang penduduknya, terletak di Distrik Gueckedou di
wilayah yang dikenal sebagai Kawasan Hutan. Sebelum sakit, diketahui anak tersebut bermain di
halaman belakang rumahnya di dekat pohon berongga yang penuh dengan kelelawar.
Selanjutnya wabah Ebola di Liberia terjadi di distrik Foya di daerah Lofa dekat
perbatasan dengan Guinea, dikonfirmasi pada tanggal 30 Maret 2014. Pada tanggal 2 April,
seorang musafir yang terinfeksi dari Lofa melewati Monrovia, ibu kota negara tersebut, dan tidak
diketahui penularannya lewat apa. Pada tanggal 7 April 2014, Negara tersebut melaporkan 21
kasus yang dikonfirmasi dan 10 kematian. Kasus ebola lebih lanjut terdeteksi pada awal Juni,
terutama di daerah Lofa, namun trennya tetap terlihat tenang, terutama bila dibandingkan dengan
situasi di tempat lain di mana seorang wanita muda dirawat di rumah sakit pemerintah Kenema.
Wanita tersebut hamil kemudian mengalami keguguran. Petugas kesehatan menduga terkena
Ebola, menginggat bahwa Ebola sedang terjadi di negara tetangganya, Guinea. Dia diuji untuk
kasus Ebola, hasilnya positif. Semua tindakan pencegahan kemudian dilakukan. Sebuah cerita
berbeda terjadi, sekitar Kenema terdapat rumah bagi penyembuh tradisional yang terkenal dan
sangat dihormati. Kekuatan penyembuhannya terkenal sampai diketahui di seberang perbatasan
di Guinea. Saat wabah di Guinea terus membengkak, pasien yang putus asa mencoba mencari
perawatannya. Pada akhirnya, penyembuh tadi terinfeksi wabah Ebola dan meninggal dunia.
Para pelayat baik koya yang jauh maupun dekat datang untuk berpartisipasi dalam upacara
pemakaman dan penguburan secara tradisional. Setelah itu, dilaporkan sebanyak 365 orang mati
akibat terinfeksi Ebola.
Pada akhirnya Presiden Sierra Leone, Ernest Bai Koroma membuat kebijakan ekstrem
yaitu memberlakukan jam malam dan pembatasan pergerakan dari 18.00 sampai 06.00 di
sebagai pemimpin distrik Pujheun, melakukan tindakan untuk menutup pasar, melarang kegiatan
sosial, dan kegiatan ibadah untuk menanggulangi terjangkitnya wabah Ebola. Dengan adanya
wabah Ebola yang mematikan ini, setiap negara harus memiliki mekanisme atau manajemen
tanggap darurat bencana nasional dan mendirikan pusat operasi darurat untuk
mengkoordinasikan dukungan seluruh mitra dan seluruh informasi, keamanan, keuangan dan
beberapa sektor yang terkait agar memastikan tindakan yang efektif dan efisien dalam
pemantauan tindakan pengendalian ebola. Langkah – langkah seperti pengendalian dan
pencegahan infeksi, kesadaran masyarakat, pelacakan kontak dan pemantauan, manajemen
kasus, dan adanya komunikasi informasi yang tepat dan akurat antar negara – negara harus
dilakukan gunakan mencegah atau menghindari terinfeksinya wabah ebola terhadap masyarakat.
Penyebaran wabah Ebola pada tahun 1976. Pada penyebaran kali ini, telah teridentifikasi
wabah ebola 315 orang dan 250 orang diantaranya telah meninggal dunia. Pada tahun 2000,
Ebola menyerang Uganda dan sekitar 425 orang terinfeksi wabah Ebola serta lebih dari
separuhnya meninggal dunia. 49 Pihak berwenang melaporkan informasi ini kepada
Kementerian Kesehatan pada bulan Oktober tahun itu, dekat puncak epidemi. Peristiwa ini
dikonfirmasi oleh National Institute of Virology (NIV) di Afrika Selatan.
Lebih dari 25 organisasi internasional merespon wabah Ebola dengan menerjunkan lebih
dari 100 staf internasional. Sementara pemerintah Uganda dan WHO memimpin kegiatan intens
dengan dukungan dari berbagai lembaga di seluruh Eropa seperti International Committee of the
Red Cross, the Institute for Tropical Medicine (Belgium), the Istituto Superiore di Sanità dan the
Italian Cooperation (Itali), Médecins sans Frontiers (Netherlands and Belgium), the Institute for
Tropical Medicine (Belgium), the Public Health Laboratory Service (England and Wales), dan
the Tropical Medicine Institute (Jerman). Kemudian Departement Kesehatan Uganda akhirnya
menyatakan bahwanegara ini terbebas dari wabah ebola pada 24 Agustus 2012 di Kibaale. Kasus
terakhir dikonfirmasi pada 3 Agustus 2012. Pada tanggal 24 Desember 2003, Kementerian
Kesehatan Republik Kongo melaporkan total 35 kasus terdapat 29 kematian akibat terinfeksi
ebola di Mbomo (31 kasus, 25 kematian) dan Mbandza (4 kasus, 4 kematian ) desa yang berada
di kabupaten Mbomo. Kematian terakhir dilaporkan terjadi pada tanggal 3 Desember dan tidak
ada kasus lebih lanjut yang dilaporkan sejak saat itu.
Virus Ebola tertular kepada manusia melalui kontak langsung dengan darah atau sekresi,
atau organ dan cairan tubuh lainnya dari binatang yang positif terinfeksi wabah Ebola.
Terinfeksinya virus Ebola akibat adanya kontak langsung melalui luka atau selaput lendir dengan
darah, cairan tubuh atau sekresi (fases, urine, air ludah, dan sebagainya) dari orang yang positif
terinfeksi penyakit Ebola. Infeksi juga dapat terjadi pada orang sehat yang mengalami luka atau
iritasi selaput lendir dan kontak langsung dengan lingkungan di sekitar yang sudah
terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien Ebola seperti baju kotor pasien Ebola, seprei, atau
jarum suntik pasien Ebola. Ebola seringkali ditularkan dan tersebar melalui keluarga atau kerabat
yang merawat keluarganya yang sakit atau mereka yang menangani korban keluarganya yang
meninggal akibat ebola.
Virus Ebola mampu menular antar manusia hanya dengan kontak langsung, sehingga
pencegahannya sulit. Yang terutama adalah menghindari kontak langsung dengan orang yang
terinfeksi ataupun mayat yang terjangkit virus Ebola. Meningkatkan kesadaran faktor risiko EVD
dan upaya perlindungan individu adalah cara efektif untuk mengurangi penularan manusia,
antara lain dengan mengurangi kontak dengan kelelawar, monyet, atau kera, dan konsumsi
daging mentah. Hewan harus ditangani dengan alat pelindung diri yang sesuai. Produk-produk
hewani (darah dan daging) harus dimasak matang sebelum dikonsumsi. 2,13 Keterlibatan
masyarakat merupakan kunci sukses mengendalikan wabah. 8,14 Petugas kesehatan yang
merawat pasien diduga atau dikonfirmasi virus Ebola harus menerapkan langkah-langkah ekstra
pengendalian infeksi untuk mencegah kontak dengan darah dan cairan tubuh pasien dan
permukaan yang terkontaminasi atau bahan seperti pakaian dan selimut.
Jika kontak dekat (dalam 1 meter) dengan pasien, petugas kesehatan harus memakai
pelindung wajah, pakaian pelindung lengan panjang, dan sarung tangan. Pekerja laboratorium
juga berisiko terinfeksi jika tidak dilindungi dengan benar. Sampel dari manusia dan hewan
harus ditangani oleh staf terlatih dan diproses di laboratorium yang sesuai. Mayat para korban
meninggal akibat EVD harus ditangani dengan benar karena berpotensi menularkan EVD. 2,9
Menonaktifkan virus Ebola dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan sinar ultraviolet
dan radiasi sinar gamma, penyemprotan formalin dengan konsentrasi 1%, beta-propiolactone,
dan desinfektan phenolic serta pelarut lipid-deoxycholate dan ether. Sampai saat ini, belum
ditemukan vaksin yang bisa mencegah infeksi virus Ebola sedang dikembangkan vaksin yang
sudah memasuki fase uji klinis.
Kolera adalah penyakit diare yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang
signifikan di seluruh dunia. Penyakit tersebut merupakan penyakit infeksi usus yang
disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae. Penularan kolera melalui makanan, minuman
yang terkontaminasi oleh bakteri Vibrio cholerae. Atau kontak dengan carrier kolera.
Dalam usus halus bakteri Vibrio cholerae ini akan beraksi dengan cara mengeluarkan
toksinnya pada saluran usus, sehingga terjadilah Diare disertai Muntah yang akut dan
hebat(Sawasvirojwong,Srimanote,Chatsud thipong, et al., 2013).
Kolera adalah penyakit yang endemik di dataran rendah Sungai Gangga. Pada
musim festival, para pelancong yang mengunjungi sungai ini kemudian mendapatkan
penyakit kolera itu dan membawanya pulang ke kampung halaman. Penyakit ini akan
mewabah di daerah tersebut sebelum akhirnya mereda. Pandemi kolera pertama ini
bermula dengan cara yang sama, sebagai sebuah wabah yang diduga bermula di tahun
1817 di kota kecil bernama Jessore.
1. pandemi kolera pertama
Kolera menjadi penyakit yang sangat penting secara global pada tahun
1817. Pada tahun itu, wabah yang sangat mematikan terjadi di Jessore, India,
wilayahnya terletak antara Calcutta (Kolkata) dan Dhaka (sekarang di
Bangladesh). Dari sana kemudian menyebar ke sebagian besar India, Burma
(Myanmar), dan Ceylon (Sri Lanka). Pada 1820 epidemi telah dilaporkan di Siam
(Thailand), di Indonesia (di mana lebih dari 100.000 orang meninggal di pulau
Jawa saja), dan Filipina. Di Basra, Irak, sebanyak 18.000 orang meninggal selama
periode tiga minggu pada tahun 1821. Pandemi menyebar ke seluruh Turki dan
mencapai ambang Eropa. Penyakit ini juga menyebar di sepanjang rute
perdagangan dari Saudi Arabia ke pantai timur Afrika dan Mediterania. Selama
beberapa tahun berikutnya, kolera menghilang dari sebagian besar dunia kecuali
untuk wilayahnya yang menjadi "pangkalan/pusatna", yakni di sekitar Teluk
Benggala.
Pandemi kolera kedua yang merupakan yang pertama mencapai Eropa dan
Amerika, dimulai pada 1829. Penyakit Kolera ini tiba di Moskow dan St.
Petersburg pada 1830, berlanjut ke Finlandia dan Polandia. Dibawa oleh
pedagang di sepanjang rute pengiriman, kapal cepat menyebar ke pelabuhan
Hamburg di Jerman utara dan muncul pertama kali di Inggris, di Sunderland, pada
tahun 1831. Pada tahun 1832, kapal itu tiba di Belahan Dunia Barat; pada bulan
Juni lebih dari 1.000 kematian didokumentasikan di Quebec. Dari Kanada,
penyakit itu berpindah dengan cepat ke Amerika Serikat, mengganggu kehidupan
di sebagian besar kota-kota besar di sepanjang pesisir timur dan menyerang
dengan ganas ke New Orleans, Louisiana, yang membuat tempat 5.000 penduduk
meninggal. Pada tahun 1833 pandemi itu mencapai Meksiko dan Kuba.
Pandemi kolera keempat dan kelima (pada tahun 1863 dan 1881) secara
umum dianggap tidak separah yang sebelumnya. Namun, di beberapa daerah
wabah yang sangat mematikan didokumentasikan: lebih dari 5.000 penduduk
Naples meninggal pada tahun 1884, 60.000 di provinsi Valencia dan Murcia di
Spanyol pada tahun 1885, dan mungkin sebanyak 200.000 di Rusia pada tahun
1893-1984. Di Hamburg, berulang kali menjadi salah satu kota di Eropa yang
paling parah terkena kolera. Hampir 1,5 persen dari populasi tewas selama wabah
kolera pada tahun 1892. Seperempat terakhir abad ke-19 menyaksikan infeksi
meluas di Cina dan khususnya di Jepang, di mana lebih dari 150.000 kasus dan
90.000 kematian dicatat antara 1877 dan 1879. Penyakit ini menyebar ke seluruh
Amerika Selatan pada awal 1890-an.
Pada tahun 2005 kolera telah dilaporkan di hampir 120 negara. Meskipun
pandemi ketujuh berlanjut di banyak bagian dunia, negara-negara dunia yang
lebih maju sebagian besar terhindar. Ketika perbedaan antara negara-negara
industri dan kurang berkembang tumbuh, kolera, yang sebelumnya merupakan
penyakit global, tampaknya telah menjadi beban lain yang harus ditanggung oleh
negara-negara miskin di Dunia Ketiga. Selain itu, para ahli memperkirakan bahwa
kolera kali ini tidak akan pergi tetapi akan menjadi endemik bagi banyak bagian
dunia, seperti yang telah terjadi selama berabad-abad ke delta Gangga.
Namun, pada tahun 1998, dari sekitar 293.000 total kasus di seluruh dunia,
ada sekitar 212.000 kasus di Afrika tetapi hanya 57.000 di Amerika. Pada awal
2000-an banyak negara di Afrika, seperti Mozambik, Republik Demokratik
Kongo, dan Tanzania, mengalami wabah yang sering melibatkan lebih dari
20.000 kasus hingga beberapa ratus kasus kematian.
Dalam situasi yang menjadi wabah, biasanya tinja orang yang telah
terinfeksi menjadi sumber kontaminasi. Penyakit kolera ini dapat menyebar
dengan cepat di tempat yang tidak mempunyai penanganan pembuangan kotoran
dan pengolahan air minum yang memadai. Bagi penderita kolera, kehilangan
cairan tubuh secara cepat dapat mengakibatkan dehidrasi dan syok atau reaksi
fisiologik hebat terhadap trauma tubuh. Tanda-tanda dehidrasi tampak jelas, yaitu:
berupa perubahan suara yang menjadi serak, kelopak mata cekung, mulut
menyeringai karena bibir yang kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit
berkurang, jari-jari tangan dan kaki tampak kurus dengan lipatan- lipatan kulit
terutama ujung jari yang keriput, diuresis berangsur-angsur kurang, berakhir
dengan anuria.
WHO melaporkan jumlah kasus positif SARS di seluruh dunia mencapai 8.437
orang dengan 813 dinyatakan meninggal. Dalam waktu delapan bulan sejak kasus
pertama kali dilaporkan, tercatat ada 8.096 orang dinyatakan positif mengidap SARS.
Tingkat kematian SARS terhitung rendah yakni sekitar 9,63 persen. Korban meninggal
terbanyak tercatat di China dan Hong Kong.
Menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat, sejak 2004 tidak
ada lagi laporan infeksi SARS.
Penyebaran virus yang sangat mudah membuat semua orang tentu merasa
khawatir. Cara terbaik untuk mencegah penyakit SARS yang utama adalah
hindari bepergian ke negara-negara yang menjadi wabah penyakit SARS.
Selain itu, berikut beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan:
Hindari kontak langsung dengan orang-orang yang terinfeksi. Hal tersebut
dilakukan karena kontak langsung adalah penularan SARS yang paling
berbahaya.
Menjaga pola hidup sehat dengan melakukan langkah sederhana, seperti
membiasakan cuci tangan sebelum makan dan setelah beraktivitas.
Gunakan masker untuk mencegah penyebaran virus SARS melalui udara.
Ketika serangkaian langkah pencegahan sudah kamu lakukan, segera
temui dokter di rumah sakit terdekat ketika menemukan serangkaian
gejalanya untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Pasalnya, ketika
penyakit ini tidak mendapatkan perawatan yang sepantasnya, kehilangan
nyawa merupakan komplikasi paling parah yang bisa saja terjadi pada
setiap pengidapnya.
2. cara penularan penyakit sars
Virus SARS dapat menginfeksi manusia melalui berbagai cara, antara lain:
Tidak sengaja menghirup percikan ludah penderita SARS yang batuk atau bersin
Menyentuh mulut, mata, atau hidung dengan tangan yang sudah terpapar percikan
ludah penderita SARS
Berbagi penggunaan alat makan dan minum dengan penderita SARS
Seseorang juga dapat tertular SARS ketika menyentuh barang yang
terkontaminasi oleh tinja penderita SARS. Penularan ini terjadi bila penderita
tidak mencuci tangan dengan bersih setelah buang air besar.
SARS lebih berisiko terjadi pada seseorang yang kontak jarak dekat dengan
penderita, misalnya berada di wilayah yang mengalami wabah SARS, tinggal satu
rumah dengan penderita SARS, atau petugas kesehatan yang merawat penderita
SARS.
Penyakit pes tidak begitu dikenal hari ini. Teknologi kedokteran berhasil memberantas
penyakit mematikan ini sejak lama. Tak ada pes yang mengerikan seperti di abad
pertengahan. Namun, pes masih tetap eksis kendati sedikit. WHO mencatat, sepanjang
2010-2015 ada 3248 kasus pes di dunia dengan 584 kematian. Epidemi paling parah
terjadi di Kongo, Madagaskar, dan Peru.
Di Indonesia, pes sudah hampir dilupakan. Padahal, penyakit ini pernah amat
menakutkan kala mewabah di Malang dan menyebar ke seantero Jawa pada paruh
pertama abad ke-20. Keadaan itu membuat pemerintah kolonial Belanda serius
menanganinya lantaran ada pengalaman pahit wabah pes di Eropa yang membunuh 60
persen populasi. Peristiwa mengerikan yang terjadi pada abad ke-14 itu dikenal dengan
nama Black Death.
Meskipun bakteri Yersinia pestis terdapat pada hewan, penyakit pes dapat
menular ke manusia. Salah satu cara penularannya adalah melalui gigitan kutu
tikus atau kontak langsung dengan jaringan atau cairan tubuh hewan yang terkena
pes.
Tikus, anjing, tupai, marmut, kucing, rusa, kelinci, unta, dan domba adalah
hewan-hewan yang berperan sebagai perantara. Sementara, perantara wabah yang
paling sering adalah kutu yang biasanya ada pada tikus. Bakteri penyebab pes
akan tumbuh dan berkembang di kerongkongan kutu. Ketika kutu tersebut
menggigit kulit hewan atau manusia dan mengisap darah dari tubuh inang, maka
pada saat itulah bakteri keluar dari kerongkongan kutu dan masuk ke kulit.
Selanjutnya, bakteri akan menyerang kelenjar getah bening hingga menyebabkan
bagian ini mengalami peradangan. Dari sini, penyakit pes dapat menyebar ke
organ tubuh yang lain. Bahkan, bisa sampai ke selaput otak, meskipun hal ini
jarang terjadi.
Agar tidak terkena penyakit pes, ada beberapa cara yang dapat Anda lakukan
untuk menghindarinya, yaitu:
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Seiring peradaban manusia yang semakin tersebar, penyakit menular pun makin
merajalela. Banyak populasi manusia yang hidup berdampingan dengan hewan, terkadang
dengan sanitasi dan sumber daya alam yang terbatas. Hal ini mengakibatkan infeksi penyakit
yang kerap menular, menyebar, kemudian mengancam populasi dalam jumlah besar.
3.2 saran
Beberapa cara mengatasi situasi saat ini adalah menerima situasi sebagai realitas serta
hindari rasa panic yang berlebihan, melakukan meditasi, olahraga untuk meredakan kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
Jayanegara andi, vol. 43 no. 8 th. 2016, ebola virus diseases – masalah diagnosis dan
tatalaksana, rsud dr doris sylvanus, palangka raya, kalimantan, Indonesia
Smith Tiara, Vol. 72. 12 September 2017. Deadly Diseases and Epidemics: Ebola, PT
Gramedia: Jakarta.
Setyowati yuanita,vol. 3 no. 5 tahun 2018, penyakit kolera dan pemberantasannya, prodi
ilmu sejarah, fakultas ilmu sosial, universitas negeri Yogyakarta